• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH BAHASA INDONESIA TERHADAP KESALAHAN PENGGUNAAN KATA NEGASI BU DAN MEI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH BAHASA INDONESIA TERHADAP KESALAHAN PENGGUNAAN KATA NEGASI BU DAN MEI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

PENGARUH BAHASA INDONESIA

TERHADAP KESALAHAN PENGGUNAAN

KATA NEGASI “BU” DAN “MEI”

Angely Setiawan, Reina Juwita, Fu Ruomei

Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730

evil_ngel911@yahoo.com; reina_neela@yahoo.com; rosemary@binus.edu

ABSTRACT

In modern Chinese, the highest usage frequencies of the adverbs of negation are "bu" and "mei". However, the error percentage of both these negations is very high, especially for Indonesian students. Author examined the errors occured when students used the word "bu" and "mei" and the influences of Bahasa on both the misuse of the words. This Research used quantitative methods, collecting 117 valid questionnaire sheets. The result of the analysis shows that the influence of Bahasa to Indonesian students in using of the negation word "bu" and "mei" is very strong. Most students tend to have a disproportionate concept, by directly interpreting both the negation word to be Indonesian adverbs "tidak" and "belum". Therefore, by helping students to overcome the over-reliance on Bahasa will not only reduce the frequency of the appearance of errors, but also makes the students have a deeper understanding of these negations.

(2)

ABSTRAK

Di dalam Bahasa China Modern, frekuensi penggunaan kata negasi yang paling tinggi adalah “bu” dan “mei”, namun persentase kesalahan kedua kata negasi ini malah sangat tinggi. Penulis meneliti kesalahan yang muncul saat pelajar menggunakan kata “bu” dan “mei” serta pengaruh bahasa Indonesia terhadap kesalahan penggunaan kedua kata tersebut. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan mengumpulkan 117 lembar kuisioner yang valid. Melalui analisis dapat terlihat pengaruh bahasa Indonesia terhadap pelajar dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” sangat besar. Sebagian besar pelajar cenderung memiliki konsep penyelarasan yang tidak sesuai, dengan langsung mengartikan kedua kata negasi ini menjadi “tidak” dan “belum” dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, membantu pelajar mengatasi ketergantungan yang berlebihan terhadap bahasa Indonesia tidak hanya dapat menurunkan frekuensi munculnya kesalahan, namun juga membuat pelajar memiliki pemahaman yang lebih mendalam terhadap kedua kata negasi tersebut.

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Di dalam Bahasa China Modern, frekuensi penggunaan kata negasi yang paling tinggi adalah kata “bu” dan “mei”. Dikarenakan bentuk kedua kata negasi ini cukup rumit, mereka selalu dianggap titik sulit bagi pengajaran bahasa China tingkat dasar, terutama bagi pelajar asing. Di dalam proses belajar, pelajar sering mendapatkan pengaruh negatif dari bahasa ibu, sehingga munculnya kesalahan tak terhindarkan. Salah satu alasan sering munculnya kesalahan adalah karena dampak transfer bahasa. Transfer bahasa merupakan sebuah fenomena di dalam pembelajaran bahasa asing, yaitu dikarenakan pelajar tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai aturan tata bahasa bahasa tujuan, sehingga menggunakan aturan bahasa ibu untuk mengatasinya.

Pelajar Indonesia dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” mendapatkan pengaruh bahasa Indonesia. Konsep kesalahan yang sering dimiliki oleh mereka adalah langsung mengartikan kedua kata negasi ini menjadi kata “tidak” dan “belum” dalam bahasa Indonesia. Pada kenyataannya, meskipun kata negasi bahasa China dan bahasa Indonesia memiliki kesamaan, tetapi mereka juga memiliki perbedaan fungsi semantik. Pada kondisi tertentu, ada kalanya kata negasi “bu” dan “mei” dapat diartikan sebagai “tidak”, ada kalanya dapat diartikan sebagai “belum”. Hal ini menyebabkan pelajar Indonesia merasa bingung dan sering tertukar saat menggunakan kedua kata ini, sehingga frekuensi munculnya kesalahan juga lebih tinggi. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian ini untuk memahami kesalahan yang muncul saat pelajar menggunakan kata “bu” dan “mei” serta pengaruh bahasa Indonesia terhadap kesalahan penggunaan kedua kata tersebut.

Tinjauan Pustaka

Sebelumnya, sudah ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan kata negasi “bu” dan “mei” serta pengaruh bahasa pertama terhadap pembelajaran bahasa kedua, di antaranya ada Bai Quan (2000) menekankan frekuensi kesalahan yang muncul saat pelajar asing menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” yang berfungsi sebagai kata keterangan sangat tinggi, kedua kata negasi ini juga menjadi titik sulit bagi pelajar asing dalam proses pembelajaran bahasa China. Beliau juga meneliti perbedaan utama dari kata negasi “bu” dan “mei” serta penyebab utama kesalahan pengunaannya. Jiang Qiuli (2012) menekankan penelitian terhadap perbedaan kata negasi “bu” dan “mei”dari berbagai aspek dan pola pengajaran bahasa China bagi pelajar asing.

Liu Zehai (2008) menekankan bahasa ibu adalah faktor yang tidak dapat diabaikan dan paling mempengaruhi saat mempelajari bahasa asing. Pengaruh utama bahasa ibu terhadap bahasa kedua adalah muncul melalui transfer bahasa, terutama transfer kebiasaan bahasa ibu. Saat ini, penelitian mengenai “bu” dan “mei” sudah sangat banyak, tetapi yang berhubungan dengan bahasa Indonesia sedikit sehingga penulis ingin meneliti pengaruh bahasa Indonesia terhadap kesalahan penggunaan kata negasi “bu” dan “mei”.

(4)

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah penelitian terbagi menjadi bagaimana tingkat penguasaan pelajar terhadap kata negasi “bu”dan “mei”, apa pengaruh bahasa Indonesia terhadap pelajar dalam menggunakan “bu” dan “mei”, serta bagaiamana cara membantu pelajar mengatasi ketergantungan yang berlebihan terhadap bahasa Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh bahasa Indonesia terhadap pembelajaran bahasa China. Penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu kata negasi “bu” dan “mei”. Objek penelitian ini adalah mahasiswa Binus University tingkat satu dan tiga.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami kesalahan yang muncul saat pelajar menggunakan kata “bu” dan “mei” serta pengaruh bahasa Indonesia terhadap kesalahan penggunaan kedua kata tersebut. Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat membantu pelajar Indonesia mengatasi ketergantungan yang berlebihan terhadap bahasa Indonesia dan dapat membantu proses pengajaran.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan bantuan studi pustaka. Metode studi pustaka yang dilakukan penulis menggunakan bantuan buku, artikel, jurnal, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan topik penelitian. Penulis mengumpulkan tugas mata kuliah Mengarang I dan Mengarang III mahasiswa tingkat satu dan tingkat dua Binus University jurusan Sastra China. Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data kesalahan mahasiswa dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kuisioner. Selanjutnya, pada tanggal 21 hingga 24 Mei 2014 penulis membagikan kuisioner kepada mahasiswa tingkat satu dan tiga.

Berdasarkan 117 lembar kuisioner valid yang terkumpul, penulis menganalisis kesalahan-kesalahan yang muncul dan pengaruh bahasa Indonesia terhadap kesalahan-kesalahan pelajar dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei”, serta mencari strategi yang tepat untuk meningkatkan pemahaman pelajar terhadap kedua kata negasi ini.

Metode kuantitatif dan studi pustaka didukung dengan teknik penelitian komparatif asosiatif. Melalui teknik penelitian komparatif, penulis meneliti persamaan dan perbedaan antara kata negasi “bu” dan “mei” dengan “tidak” dan “belum”. Melalui teknik penelitian asosiatif, penulis meneliti pengaruh bahasa Indonesia terhadap kesalahan penggunaan kata negasi “bu” dan “mei”.

(5)

HASIL DAN BAHASAN

Hasil Kuisioner

Kuisioner yang dirancang oleh penulis berupa soal terjemahan yang terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari 10 soal, merupakan bagian menerjemahkan kalimat menjadi bahasa China. Soal dirancang berdasarkan kesalahan yang sering dilakukan oleh pelajar selama proses pembelajaran. Bagian dua terdiri dari 6 soal yang tiap soalnya memiliki dua kalimat bahasa Indonesia bermakna dekat, perbedaannya yaitu salah satu kalimat menggunakan “tidak” sedangkan kalimat lainnya menggunakan “belum” untuk menegasikannya. Bagian tiga terdiri dari 5 soal. Pada bagian ini, penulis memberikan suatu kondisi tertentu dan mengharapkan pelajar menerjemahkan kalimat yang digarisbawahi. Hal ini bertujuan untuk melihat cara pelajar menggunakan bahasa China untuk mengungkapkan kalimat yang mengandung kata negasi bahasa Indonesia “tidak” dan “belum”. Selain itu, penulis juga mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana cara pelajar membedakan penggunaan kata negasi “bu” dan “mei”.

Gambar 1: Persentase Kesalahan Penggunaan Kata Negasi “Bu” dan “Mei”

Hasil kuisioner menunjukkan persentase tertinggi kesalahan pelajar dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” adalah saat “tidak” sebagai “mei”, mencapai 82.74%. Persentase kesalahan “belum” sebagai “bu” juga cukup tinggi, yaitu 65.49%. Selain itu, persentase kesalahan “belum” sebagai “mei” dan “tidak” sebagai “bu” lebih rendah, terbagi menjadi 13.64% dan 6.21%.

(6)

Gambar 2: Persentase Kesalahan Pelajar Tingkat Satu dan Tiga dalam Menggunakan Kata Negasi “Bu” dan “Mei”

Gambar 2 adalah persentase kesalahan pelajar tingkat satu dan tiga dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei”. Kesalahan pelajar tingkat pertama saat menghadapi pertanyaan “tidak” sebagai “mei” dan “belum” sebagai “bu” lebih tinggi, yaitu 89.04% dan 74.11%. Keadaan yang serupa terjadi pula pada pelajar tingkat tiga, namun persentase kesalahan mereka lebih rendah yaitu 76.74% dan 57.02%. Sebaliknya, saat pelajar tingkat satu dan tiga menghadapi pertanyaan “belum” sebagai “mei”, tingkat kesalahan yang muncul lebih rendah yaitu 12.12% dan 15.15%. Kesalahan pelajar tingkat satu dan tiga saat menghadapi pertanyaan “tidak” sebagai “bu” juga lebih rendah, yaitu 6.20% dan 6.23%.

(7)
(8)

Gambar 3 adalah hasil jawaban dari bagaimana cara pelajar membedakan penggunaan kata negasi “bu” dan “mei”: persentase pelajar yang langsung mengartikan “bu” sebagai “tidak” dan “mei” sebagai “belum” mencapai 41.18%; berdasarkan perasaan ada 19.33%; membedakan dari segi waktu mencapai 27.73%; membedakan dari segi subjektif dan objektif hanya 4.20%.

Analisis Kesalahan Penggunaan “Bu” dan “Mei” serta Pengaruh Bahasa Indonesia

terhadap Kesalahan Tersebut

Penulis membagi pertanyaan yang ada di dalam kuisioner menjadi empat jenis: (1) tidak sebagai “bu”; (2) tidak sebagai “mei”; (3) belum sebagai “mei”; (4) belum sebagai “bu”.

1) “Tidak” sebagai “bu”

Jumlah pertanyaan pada bagian ini adalah 4 soal. Hampir seluruh pelajar dapat menjawab secara tepat, dengan tingkat kesalahan 6.21%. Contoh kalimat dengan tingkat kesalahan yang cukup tinggi: Aku tidak mengenal guru Huang (我不认识黄老师). Kalimat ini berhubungan dengan aturan perpasangan kata negasi “bu” dan “mei” dengan kata kerja. Dalam kondisi ini, “认识” hanya dapat berpasangan dengan “bu”, karena kata kerja ini mengandung pemikiran subjektif sang pelaku dan bersifat kontinu atau berkelanjutan. Melalui kuisioner, penulis menyadari pengetahuan pelajar tentang aturan perpasangan kedua kata negasi ini dengan kata kerja masih kurang begitu baik. Berdasarkan jawaban atas pertanyaan bagaimana cara membedakan penggunaan “bu” dan “mei” dalam kalimat, sebagian besar pelajar langsung menjawab “bu” adalah “tidak”. Oleh karena itu, saat menghadapi pertanyaan sejenis ini, bahasa Indonesia dengan jelas memberikan pengaruh positif bagi pelajar.

2) “Tidak” sebagai “mei”

Di dalam bahasa China modern, kata negasi “mei” dapat diartikan sebagai “tidak” dan frekuensi munculnya kalimat jenis ini cukup tinggi. Oleh karena itu, penulis mengajukan 13 soal “tidak” yang diartikan sebagai “mei”. Hasil menunjukkan tingkat kesalahan pelajar cukup tinggi, mencapai 82.74%. Banyaknya kesalahan yang muncul dikarenakan pelajar mendapatkan pengaruh negatif dari bahasa ibu. Contoh kalimat dengan tingkat kesalahan yang cukup tinggi: Saya tidak melupakan dia (我没忘记他). Apabila ditinjau dari segi subjektif dan objektif, kata kerja “melupakan” termasuk suatu kondisi dimana subjek pelaku tidak mampu memutuskan untuk “melupakan” atau tidak “melupakan”, sehingga kalimat tersebut tidak mengandung suatu keinginan subjektif. Selain itu, berdasarkan aturan perpasangan “bu” dan “mei” dengan kata kerja, pelajar seharusnya menggunakan “mei” untuk menegasikan kalimat tersebut. Banyak pelajar secara langsung menginterpretasikan “tidak” sebagai “bu”. Hal ini menyebabkan tingginya tingkat kesalahan dalam bagian jenis pertanyaan ini.

3) “Belum” sebagai “mei”

Tingkat kesalahan pada bagian ini hanya 13.64%. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah: Saya belum melupakan dia (我没忘记他). Banyak pelajar salah menjawab pertanyaan “tidak melupakan”, tetapi mereka dapat menjawab dengan benar pertanyaan “belum melupakan”.

(9)

Dapat terlihat walaupun pelajar tidak mengerti aturan perpasangan kata negasi “bu” dan “mei” dengan kata kerja, namun karena mendapatkan pengaruh positif dari bahasa Indonesia, mereka dapat menjawab dengan benar pertanyaan tersebut.

4) “Belum” sebagai “bu”

Jumlah pertanyaan pada bagian ini adalah 4 soal dan tingkat kesalahannya mencapai 65.49%. Contoh kalimat dengan tingkat kesalahan yang tinggi adalah: Aku masih belum mengenal guru Huang (我还不认识黄老师). Pada contoh kalimat di bagian sebelumnya, pelajar dapat menjawab dengan benar pertanyaan “tidak mengenal”, namun salah saat menjawab pertanyaan ini. Dapat terlihat mereka masih bergantung pada bahasa Indonesia dalam menjawab pertanyaan, yaitu secara langsung menerjemahkan “belum” menjadi “mei”.

Gambar 2 menunjukkan tingginya tingkat kesalahan pelajar tingkat satu dan tiga saat menghadapi jenis pertanyaan “tidak” sebagai “mei” dan “belum” sebagai “bu”, sedangkan saat menghadapi jenis pertanyaan “tidak” sebagai “bu” dan “belum” sebagai “mei”, tingkat kesalahan yang muncul lebih rendah. Selain itu, berdasarkan jawaban pelajar atas pertanyaan bagaimana mereka membedakan “bu” dan “mei”, dapat dilihat banyak pelajar secara langsung menjawab “bu” adalah “tidak” dan “mei” adalah “belum”. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh bahasa Indonesia terhadap pelajar saat menggunakan kedua kata negasi tersebut sangatlah besar, sehingga munculnya kesalahan merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

Berdasarkan hasil analisis, dapat dilihat salah satu alasan utama munculnya kesalahan penggunaan kata negasi “bu” dan “mei” adalah karena adanya pengaruh transfer negatif dari bahasa ibu. Munculnya kesalahan dikarenakan pelajar menggunakan pengetahuan bahasa ibu mereka dalam menyelesaikan masalah yang muncul pada bahasa tujuan. Saat pelajar diminta untuk menerjemahkan kalimat “kucing kecil ini tidak mati”, pelajar secara langsung menerjemahkan “tidak” sebagai “bu”. Dari hasil analisis kuisioner, dapat disimpulkan jenis kesalahan yang dibuat oleh pelajar bersifat identik, dan alasan utama penyebab kesalahan tersebut adalah transfer negatif dari bahasa Indonesia.

Kurangnya pengetahuan pelajar atas perbedaan dan aturan penggunaan kedua kata negasi tersebut dalam kalimat juga salah satu penyebab pelajar bergantung pada bahasa Indonesia dalam menyelesaikan soal. Mereka cenderung hanya berpatokan pada teori “bu” dan “mei” dari segi waktu. Selain itu, buku pelajaran yang digunakan juga tidak membahas perbedaan dan aturan penggunaan kedua kata negasi. Pelajar hanya mendapatkan penjelasan lisan dari pengajar. Oleh karena itu, rendahnya pemahaman pelajar terhadap kedua kata negasi tersebut juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan.

Saran Pengajaran

Berdasarkan hasil analisis, penulis menemukan bahwa banyak pelajar yang masih tidak dapat menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” dengan benar. Berdasarkan hasil kuisioner, penyebab utamanya adalah pengaruh dari bahasa Indonesia. Dikarenakan kurangnya pengetahuan pelajar atas kedua kata negasi tersebut, mereka sering membandingkannya dengan bahasa Indonesia. Banyak

(10)
(11)

pelajar secara sadar maupun tidak sadar menyimpan persepsi yang salah bahwa “bu” adalah “tidak” dan “mei” adalah “belum”. Pada dasarnya, persepsi ini dapat membantu pelajar mengetahui perbedaan dasar dari kedua kata negasi tersebut, tetapi seiring dengan meningkatnya level bahasa China, mereka akan berhadapan dengan kalimat yang lebih kompleks. Oleh karena itu, pengajar harus mengingatkan pelajar bahwa konsep secara langsung menginterpretasikan “bu” dan “mei” sebagai “tidak” dan “belum” tidak dapat digunakan dalam segala konteks kalimat, malahan hal ini dapat mengakibatkan munculnya kesalahan.

Bagi pelajar pemula di tingkat satu, memahami teori dari segi waktu cukup dapat membantu mereka membedakan kedua kata negasi. Namun seiring dengan meningkatnya level bahasa China pelajar, mereka juga harus menguasai teori dari segi subjektif objektif dan aturan perpasangan kedua kata negasi tersebut dengan kata kerja. Pengajar sebaiknya memberikan latihan berdasarkan kesalahan yang sering muncul kepada pelajar. Selain itu, pengajar disarankan memberikan pelajar contoh kasus yang spesifik dalam jumlah besar, melakukan perbandingan secara rinci antara kata negasi dalam bahasa China dan bahasa Indonesia. Pengajar dapat mengajukan berbagai situasi kalimat dan membiarkan pelajar memutuskan kata negasi apa yang tepat untuk digunakan dalam konteks kalimat yang diajukan.

Melalui proses merasakan, memahami, meniru, mengingat, mengukuhkan, dan mengaplikasikan membuat pelajar mampu memahami perbedaan aturan penggunaan kedua kata negasi dalam bahasa Indonesia dan China. Hal ini akan membantu pelajar lebih menguasai kata negasi “bu” dan “mei”, serta tidak lagi bergantung secara berlebihan pada bahasa Indonesia. Selain itu, juga mampu menghapuskan pemahaman pelajar yang salah tentang interpretasi langsung atas kedua kata negasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Melalui analisis dapat terlihat pengaruh bahasa Indonesia terhadap mahasiswa Binus University dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” sangatlah besar. Penulis melakukan analisis terhadap kesalahan pelajar berdasarkan empat jenis pembagian: (1) “tidak” sebagai “bu”; (2) “tidak” sebagai “mei”; (3) “belum” sebagai “mei”; (4) “belum” sebagai “bu”. Hasil analisis menunjukkan persentase kesalahan yang lebih tinggi adalah saat pelajar menghadapi pertanyaan “tidak” sebagai “mei” dan “belum” sebagai “bu”, yaitu 82.74% dan 65.49%. Saat menghadapi pertanyaan “belum” sebagai “mei” dan “tidak” sebagai “bu”, kesalahan yang muncul lebih rendah, hanya 13.64% dan 6.21%. Selain itu, hasil kuisioner menunjukkan cara pelajar membedakan penggunaan kata negasi “bu” dan “mei”, yaitu sebagai berikut: persentase pelajar yang langsung mengartikan “bu” sebagai “tidak” dan “mei” sebagai “belum” mencapai 41.18%; berdasarkan perasaan ada 19.33%; membedakan dari segi waktu mencapai 27.73%; membedakan dari segi subjektif dan objektif hanya 4.20%.

Berdasarkan hasil analisis, alasan utama penyebab munculnya kesalahan adalah transfer negatif dari bahasa ibu. Sebagian besar pelajar cenderung memiliki konsep penyelarasan yang tidak sesuai, dengan langsung mengartikan kedua kata negasi ini menjadi “tidak” dan “belum” dalam bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan pelajar tidak dapat menggunakan kedua kata negasi tersebut dengan

(12)

tepat. Pengetahuan pelajar terhadap penggunaan kedua kata negasi tersebut juga kurang, cenderung hanya terpusat pada segi waktu. Dikarenakan pengetahuan yang tidak memadai, saat pelajar menghadapi pertanyaan yang lebih kompleks, mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia untuk menyelesaikannya. Bahkan ada beberapa pelajar yang menggunakan konsep “tidak” dan “belum” untuk menjelaskan perbedaan “bu” dan “mei” dari segi waktu.

Untuk mengatasi situasi kesalahan seperti ini, pengajar harus mengingatkan pelajar tidak dapat secara sederhana mengartikan “bu” dan “mei” menjadi “tidak” dan “belum”. Seiring dengan meningkatnya pemahaman pelajar, pengajar sebaiknya menjelaskan kedua kata negasi ini dari segi subjektif dan objektif serta aturan perpasangan dengan kata kerja, sehingga saat menghadapi pertanyaan yang lebih kompleks pelajar tidak hanya bergantung kepada bahasa Indonesia untuk menyelesaikannya. Selain itu, pengajar disarankan memberikan pelajar contoh kasus yang spesifik dalam jumlah besar, melakukan perbandingan secara rinci antara kata negasi dalam bahasa China dan bahasa Indonesia. Pengajar juga harus memberikan latihan di luar buku pelajaran berdasarkan kesalahan yang sering muncul dan dengan kondisi yang telah ditentukan, membiarkan pelajar merasakan aturan penggunaan kedua kata negasi tersebut dari dua bahasa yang berbeda. Penulis berharap beberapa usulan ini dapat membantu pelajar mengatasi ketergantungan yang berlebihan terhadap bahasa ibu, serta mengurangi kesalahan pelajar dalam menggunakan kata negasi “bu” dan “mei” yang disebabkan oleh transfer negatif bahasa Indonesia.

REFERENSI

Li, C.N., Sandra A. Thompson. 汉语语法[M]. 北京: 北京语言文化大学出版社,1998. 白荃. “不”、“没”教学和研究上的误区[J]. 语言教学与研究,2000,(3):21-25. 陈宏,陈前瑞,刘珣,等. 汉语对第二语言习得偏误研究[M]. 北京:北京语言文化大学出版 社,1998. 江秋丽. “不”和“没”的语用区别及其对外课堂教学设计[J].丝绸之路,2012,(6):89-90. 李正民. 韩籍学习者习得现代汉语否定词「不」与「没(有)」之研究[D].国立台湾师范大学: 2009. 刘珣. 对外汉语教育学引论[M]. 北京: 北京大学出版社,2010. 刘泽海. 论母语对第二语言习得的影响[J]. 吉首大学学报(社会科学版),2008,29(3): 136-141. 卢福波. 对外汉语教学实用语法[M]. 北京:北京语言大学出版社,2005. 吕必松. 汉语和汉语作为第二语言教学[M]. 北京: 北京大学出版社,2007. 吕叔湘. 现代汉语八百词[M]. 北京: 商务印书馆,1996. 聂仁发. 否定词“不”与“没有”的语义特征及其时间意义[J]. 汉语学习,2001,(1):21-27. 王初明. 影响外语学习的两大因素与外语教学[J]. 外语界,2001,(6):8-12. 王欣,祝东平. 用“不”和用“没”否定的区别[J]. 宁夏大学学报(人文社会科学版),2010,32 (2):41-45.

(13)
(14)
(15)

吴艳. “不”与“没”的比较研究[J]. 渝西学院学报(社会科学版), 2005,4 (2) : 93-96. 杨寄洲. 汉语教程·第一册(下)[M]. 北京: 北京语言大学出版社,2011.

张国杨. 外语外语教育语言学(平)·学科现代教育理论书系[M]. 广西:广西教育出版社,1998. 周小兵. 对外汉语教学入门(第二版)[M]. 广州:中山大学出版社, 2009.

Alwi, H., dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:Balai Pustaka.

RIWAYAT PENULIS

Angely Setiawan lahir di kota Jakarta pada tanggal 24 Februari 1992. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Tarakanita 2 pada tahun 2010. Saat ini bekerja sebagai pengajar di IF Language Center.

Reina Juwita lahir di kota Jakarta pada tanggal 16 September 1992. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Kemurnian II pada tahun 2010. Saat ini bekerja sebagai penyusun kurikulum mata pelajaran bahasa China di sekolah St. Nicholas – Pantai Indah Kapuk.

Fu Ruomei, BA., M. Lit. lahir di China, sejak tahun 2006 aktif mengajar di Binus University Chinese Department.

Gambar

Gambar 1: Persentase Kesalahan Penggunaan Kata Negasi “Bu” dan “Mei”
Gambar  2:  Persentase  Kesalahan  Pelajar  Tingkat  Satu  dan  Tiga  dalam  Menggunakan  Kata  Negasi

Referensi

Dokumen terkait

Lima strategi pengembangan potensi perempuan pesisir, yaitu: (1) mengelola sumber daya pesisir yang berkelanjutan berbasis perempuan pesisir, (2) meningkatan akses permodalan

dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan setelah Notaris membela diri dan pembelaan dirinya ditolak oleh Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau

Bahasa sebagai alat untuk melahirkan ungkapan-ungkapan batin meliputi ideologi yang ingin disampaikan seorang penutur kepada orang lain, dalam hal ini kekuasaan dan politik Hafizh

Dalam menganalisis TAM dalam Website STMIK PPKIA pradnya paramita mengunakan explanatory research dimana penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian

Some of the results of research conducted found 13 types of ceremonies performed by farmers in the Subak.. 5 | This article was presented at the International seminar “SAFE

Sistem Informasi Pernikahan Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Bangil - Pasuruan “ dengan tujuan agar dengan adanya penelitian ini dapat memecahkan masalah yang timbul di

[r]

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama, Tahun, dan Judul Penelitian Variabel 1 Firmansyah dan Rusydiana 2013  Variabel dependen: “Pengaruh Profitabilitas Terhadap Zakat