• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIP KARYA SENI BAYUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIP KARYA SENI BAYUH"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIP KARYA SENI

BAYUH

OLEH:

I GEDE PUTRA SENA NIM: 201002036

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR

(2)

ii    

BAYUH

SKRIP KARYA SENI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Desak Made Suarti Laksmi, S.Skar.,MA Hendra Santosa, S.Skar., M.Hum NIP. 19590328 198611 2 001 NIP. 19671031 1992031 001

(3)

iii    

Skrip karya seni ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh Panitia Ujian Akhir Sarjana (S1) Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.

Pada :

Hari, tanggal : 12 Mei 2014

Ketua : I Wayan Suharta, S.Skar.,M.Si (………) NIP. 196307301990021001

Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M.Hum (………) NIP. 196412311990021040

Dosen Penguji :

1. I Wayan Suharta, S.Skar.,M.Si (………) NIP. 196307301990021001

2. I Ketut Garwa, S.Sn.,M.Sn (………) NIP. 196812311996031007

3. Kadek Suartaya, S.Skar.,M.Si (………) NIP. 196012311991031104

4. Desak Made Suarti Laksmi, S.Skar.,MA (………) NIP. 195903281986112001

5. Hendra Santosa, S.Skar.,M.Hum (………) NIP. 196710311992031001

Disahkan pada tanggal:

Mengesahkan : Mengetahui :

Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,

Dekan,

I Wayan Suharta, S.Skar.,M.Si Wardizal, S.Sen.,M.Si NIP.196307301990021001 NIP. 196606241993031002

(4)

iv                 MOTTO

“ Bekerja sesuai dengan kemampuan. Apabila pekerjaan itu didasari atas tekad yang tinggi, memiliki keberanian dalam menentukan sesuatu, tekun, dan sungguh-sungguh dalam menghadapinya, niscaya kesuksesan akan menyertai kita. Tidak lupa sebagai Umat Hindu untuk selalu bersyukur dan

berdoa/nunas ice kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ”

                   

(5)

v    

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puja dan puji syukur penata panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,

Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkatrahmat-Nya karya seni dan skrip karya

yang berjudul Bayuh dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Skrip karya seni ini merupakan uraian atau deskripsi dari suatu karya seni yang merupakan pokok pemikiran penata dalam mewujudkan sebuah karya seni yang selanjutnya akan dipersembahkan kepada dewan penguji sebagai suatu syarat untuk memenuhi tugas akhir untuk memperoleh gelar kesarjanaan.

Penata menyadari bahwa terwujudnya karya seni karawitan ini atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penata ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar.,M.Hum. Selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar.

2. Bapak I Wayan Suharta, SSKar.,M.Si. Selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan, beserta jajaranya.

3. BapakWardizal, S.Sen.,M.Si selaku Ketua Jurusan Karawitan.

4. Ibu Desak Made Suarti Laksmi, SSKar., MA dan Bapak Hendra Santosa, SSKar.,M.Hum. selaku pembimbing karya dan skrip yang telah bersedia dan meluangkan waktu serta memberi bimbingan,

(6)

vi    

arahan sehingga penata dapat menyelesaikan karya seni beserta penulisan skripnya.

5. Keluarga besar tercinta Bapak I Nyoman Kerja yang selalu membantu dan memberi dukungan moral maupun material, dan doa restu serta semangat kepada penata.

6. Kepada seseorang yang spesial Ni Ketut Asty Purba Dewi yang selalu setia membantu dan memberikan semangat kepada penata dari proses awal sampai akhir.

7. Para pendukung garapan sekehe Gong Dharma Satya Budaya dan teman-teman lainnya yang selalu bersemangat di dalam mengikuti proses serta masyarakat di lingkungan penata yang selalu memberikan

support untuk membangun.

Penata menyadari bahwa tulisan dan karya seni ini belum dapat dikatakan sempurna. Maka dari itu penata menerima berbagai saran dan kritikan yang membangun demi sempurnanya tulisan maupun karya seni ini. Demikian beberapa hal yang penata sampaikan, mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau perbuatan yang disengaja maupun tidak disengaja. Semoga karya ini dapat bermanfaat dan diterima bagi semua pihak.

Om Shantih, Shantih, Shantih, Om

Denpasar, Mei 2014 Penata

(7)

vii     DAFTAR ISI Isi Halaman JUDUL... I PENGESAHAN PEMBIMBING... II LEMBAR PENGUJI... III MOTTO... IV KATA PENGANTAR... V DAFTAR ISI... VII DAFTAR TABEL... IX DAFTAR GAMBAR... X BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Ide Garapan... 4 1.3 Tujuan Garapan... 5 1.4 Manfaat Garapan... 6 1.5 Ruang Lingkup... 7

BAB II KAJIAN SUMBER... 9

2.1 Sumber Tertulis... 9

2.2 Sumber Discografi... 10

BAB III PROSES KREATIVITAS... 12

3.1 Penjajagan (Eksplorasi)... 14

(8)

viii    

3.3 Pembentukan (Forming)... 20

BAB IV WUJUD GARAPAN... 24

4.1 Deskripsi Garapan... 24 4.2Sistem Notasi... 25 4.3 Instrumentasi... 28 4.4 Struktur Garapan…... 38 4.5 Analisa Estetik... 50 4.6 Analisa Penyajian... 52 BAB V PENUTUP... 57 5.1 Kesimpulan... 57 5.2 Saran-saran... 58 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN                      

(9)

ix    

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Proses Kreativitas ... 13

Tabel 3.2 Tahap Penjajagan (Eksplorasi) ... 16

Tabel 3.3 Tahap Percobaan (Improvisasi) ... 18

Tabel 3.4 Tahap Pembentukan (Forming) ... 21

Tabel 4.1 Penganggening Aksara Bali ... 25

(10)

x     DAFTAR GAMBAR Foto 4.1 Trompong ... 28 Foto 4.2 Reyong ... 39 Foto 4.3 Jegogan ... 30 Foto 4.4 Jublag ... 30 Foto 4.5 Penyacah ... 31 Foto 4.6 Ugal ... 32 Foto 4.7 Gangsa ... 32 Foto 4.8 Kantil ... 33 Foto 4.9 Kendang ... 34 Foto 4.10 Gong ... 34 Foto 4.11 Kempur ... 35 Foto 4.12 Kempli ... 36 Foto 4.13 Bende ... 36 Foto 4.14 Kajar ... 37 Foto 4.15 Suling ... 37

Foto 4.16 Ceng-ceng Ricik ... 38

Gambar 4.17 Setting Instrumen Garapan Bayuh ... 53

Foto 4.18 Tata Busana Penata ... 55

Foto 4.19 Tata Busana Pendukung ... 56

(11)

1    

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya, setiap perkataan dan perbuatan manusia memakai pikiran (idep), dan tidak selalu perbuatan dan perkataannya itu benar, maka di dalam kehidupannya akan diliputi oleh dua unsur yang namanya rwa bhineda yaitu dua unsur yang bersebrangan atau berbeda (benar dan salah). Baik buruknya suatu perbuatan dapat digambarkan seperti priuk yang telah berisi mentega, dan setelah habis menteganya priuk itu dibersihkan namun bekasnya masih berbau dan melekat pada priuk itu (Singgin, 1998:05).

Seperti halnya manusia yang tidak luput dari kesalahan dan setiap orang akan mengalami cobaan dan gangguan, baik secara fisik maupun secara mental dan rohani misalnya kelahiran yang cacat fisik maupun mental, ada yang sakit-sakitan, susah mencari rejeki, gangguan jiwa dan lain-lain. Orang yang memiliki karakter yang buruk seperti pemarah, malas, egois, dan keras kepala, orang tersebut perlu diruwat. Untuk menetralisir sifat buruk yang berpengaruh dan bisa mengganggu sifat seorang anak, maka dilakukanlah sebuah upacara yang diharapkan mampu mengubah prilaku dari anak yang dianggap mempunyai hari kelahiran yang kurang baik. Ruwatan adalah sebuah prosesi penyucian yang umumnya masih dipakai oleh etnis Jawa yang menganut kejawen dan umat Hindu di Bali yang salah satunya adalah bayuh oton (Singgin, 1998:vii). Masyarakat Bali

(12)

2    

sering melaksanakan upacara membayuh untuk menetralisir pengaruh buruk dari kelahiran. Mebayuh berasal dari kata bayuh. Bayuh adalah kata yang sejenis dengan kata dayuh, dayuh dalam bahasa Bali artinya sejuk, bayuh dimaksudkan menyejukkan diri manusia dari hal-hal bersifat keras atau panas kelahirannya (Singgin,1998:05).

Beranjak dari fenomena diatas, timbul imajinasi penata tentang bagaimana proses suatu penetralisiran akan menimbulkan gejolak-gejolak perlawanan antara kekuatan positif dan negatif sehingga penata terinspirasi untuk mentransformasikan ke dalam sebuah bentuk komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi dengan media ungkap gamelan Gong Kebyar. Gong kebyar merupakan gamelan golongan baru yang berlaras pelog lima nada. Sesuai dengan identitas dari Gong Kebyar yaitu ngebyar yang dapat membuat suasana keras, lincah, agung, dan lain-lain dalam suatu karya atau tabuh-tabuh dari Gong Kebyar.

Awal ketertarikan penata menggunakan gamelan Gong Kebyar untuk mewujudkan garapan ini adalah sejak awal mengenal dan belajar seni tradisi Bali, yaitu sejak kelas 4 (empat) SD, gamelan Gong Kebyar menjadi dasar dan bekal bagi penata dalam menempuh pendidikan di tingkat SMK dan Perguruan Tinggi di bidang seni. Selain itu, berbagai event seperti Festival Gong Kebyar yang telah diikuti selama ini menjadi pengalaman dan keahlian dalam memainkan gamelan Gong Kebyar.

Kini, selain terlibat dalam kegiatan atau event-event Festival Gong Kebyar yang setiap tahun diadakan di daerah Kabupaten Badung, penata juga diberi

(13)

3    

kepercayaan untuk melatih atau membina wakil dari daerah atau kecamatan tempat tinggal penata. Dari pengalaman-pengalaman yang telah dilewati penata ingin berkarya di bidang seni khususnya pada Gong Kebyar, setelah sukses dengan pementasan Tabuh Kreasi dengan judul “Jengah” dalam festival gong kebyar anak-anak se-Kabupaten Badung.

Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi merupakan sebuah Tabuh Lelambatan Klasik Pegongan, yaitu tabuh yang terikat oleh ukuran lagu dengan pola yang sudah baku. Berbeda halnya dengan tabuh pisan, tabuh dua, tabuh telu, tabuh pat dan sebagiannya yang secara original masing-masing juga diikat dalam ukuran atau dengan aturan-aturan sebagaimana yang sudah terpolakan gending Tabuh Lelambatan Klasik. Tabuh Telu Papanggulan Kreasi yang akan digarap kali ini berdasarkan gending tabuh telu yang berpola gilak yaitu dalam satu kalimat lagu terdapat pukulan gong. Dalam penataan pukulan gong dalam garapan ini, pukulan gong yang digunakan adalah style Badung yaitu dalam satu kalimat terdapat satu pukulan gong. Gaya atau style Badung dipakai karena lingkungan tempat tinggal penata berada di daerah kabupaten Badung. Pola kekendangan pada garapan ini disesuaikan dengan jalannya gending. Pola-pola dari tabuh telu pegongan masih tetap tampak dalam garapan ini tetapi penataannya dikembangkan dan dikreasikan dalam bentuk kebyar pepanggulan sehingga mewujudkan nuansa baru dengan tetap berpolakan tabuh lelambatan. Seperti yang dikatakan oleh I Wayan Widia, istilah yang cocok pada garapan ini adalah Tabuh Telu Pepanggulan karena pada dasarnya berasal dari Lelambatan Tabuh Telu yang diolah kembali sehingga dapat memunculkan kesan yang baru dari tabuh lelambatan biasanya (berdasarkan

(14)

4    

wawancara narasumber di tempat warung makan milik beliau). Aturan-aturan dalam karawitan yang biasa disebut jajar pageh menjadi pedoman dalam garapan ini, serta didalam penggarapannya, teknik dan pola-pola permainan setiap instrumen akan dikembangkan untuk dapat mewujudkan sebuah garapan Komposisi Karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi.

1.2 Ide Garapan

Menciptakan sebuah karya seni tentunya tidak terlepas dari ide. Ide merupakan inspirasi atau gagasan awal kita dalam proses menciptakan suatu karya seni. Didalam proses pemikiran, ide dapat muncul dari suatu kehidupan sosial, pengalaman pribadi, kegiatan religius, kejadian-kejadian di lingkungan dan sebagian.

Begitu juga pada garapan komposisi Karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi yang berjudul “Bayuh” ini, penata terinspirasi dari kegiatan religius yaitu pada upacara mebayuh. Sebelumnya penata telah menyimak dan mengamati suatu fenomena yang ada di lingkungan penata sendiri yaitu seorang anak yang memiliki karakter yang buruk atau sifat buruk dalam istilah bali disebut “ jele perah ne”. Mendengar tentang anak tersebut penata sangat perihatin terhadap si anak dan keluarganya karena si anak memiliki sifat dan prilaku yang berubah-ubah. Apabila keinginannya tidak dituruti oleh orang tuanya si anak cendrung marah dan menangis. Kira-kira setelah beberapa tahun kemudian, orang tua si anak menggelar suatu upacara-upacara untuk mengentaskan si anak dari sifat-sifat buruk yang menurut ajaran Hindu menetralisir pengaruh buruk kelahiran. Salah satu dari upacara penetralan pengaruh buruk kelahiran adalah

(15)

5    

upacara mebayuh atau bayuh oton. Hingga kini si anak sudah mulai beranjak remaja dan sifat-sifat buruk terdahulu mulai membaik dan jarang untuk marah-marah seperti dulu. Bayuh oton adalah upacara menurut kelahiran untuk menetralisir pengaruh-pengaruh yang tidak baik yang ada pada diri manusia (Singgin, 1998:15).

Dari proses penetralisiran tersebut, timbul imajinasi penata akan hal-hal yang terjadi didalam proses penetralan tersebut yaitu gejolak-gejolak perlawanan antara kekuatan positif dan negatif yang pada akhirnya kekuatan negatif mengalami penetralan yang perlahan-lahan menjadi positif.

Beranjak dari fenomena diatas, penata akan mentransformasikannya ke dalam wujud komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi yang bejudul “Bayuh”. Dengan memasukkan unsur musikal seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika penata akan menggarap unsur tersebut melalui teknik dan pola permainan dari setiap instrumen sedemikian rupa yang sesuai dengan kemampuan penata serta beberapa unsur vokal yang dimasukan ke dalam garapan ini dengan harapan dapat mewujudkan suatu karya Seni Karawitan yang bermutu dan dapat diterima di lingkungan para seniman khusunya dan masyarakat pada umumnya.

1.3 Tujuan Garapan

Menciptakan suatu karya seni tentunya ada tujuan yang ingin dicapai, begitu pula halnya dengan penggarapan karya seni ini. Tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dalam pembentukan garapan ini adalah sebagai berikut :

(16)

6    

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum adalah sebagai persyaratan TA (tugas akhir) dalam menempuh perkuliahan di ISI Denpasar yang merupakan tugas pokok bagi seluruh mahasiswa dalam menyelesaikan studinya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penata memiliki tujuan untuk mewujudkan ide kedalam sebuah garapan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi dengan media ungkap Gong Kebyar. Kemudian dengan berbagai pengalaman dan event-event yang telah diikuti, penata akan menuangkan daya kreativitas dan potensi dalam berkesenian.

1.4 Manfaat Garapan

Sebuah karya seni yang diciptakan tentu diharapkan memiliki manfaat. Adapun manfaat dari garapan ini sebagai berikut:

1. Meningkatkan kreativitas, wawasan, dan pengalaman dalam berkarya. 2. Sebagai panduan dan acuan untuk menghasilkan karya-karya selanjutnya

dalam karawitan Bali.

3. Mengukur kemampuan dalam berkreativitas serta sebagai evaluasi diri dalam mengaplikasikan hasil belajar selama ini.

4. Memperkaya kasanah karya seni tradisi yaitu pada karya komposisi

Tabuh Pepanggulan sebagai pengetahuan tambahan dan referensi baru bagi pembaca dan penikmat seni.

(17)

7    

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup garapan Bayuh adalah memberikan batasan terhadap pemahaman sebuah karya seni agar tidak terjadi salah tafsir dalam pemahaman garapan ini. Berikut beberapa hal mengenai garapan Bayuh:

1. “Bayuh” merupakan garapan komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi.

2. Media ungkap yang digunakan dalam garapan ini adalah gamelan Gong Kebyar serta penambahan beberapa instrumen ceng-ceng

kopyak.

3. Garapan ini terinspirasi dari kegiatan religius yaitu proses mebayuh 4. Garapan karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi yang

berjudul“Bayuh” ini akan disajikan secara konser atau instrumental dalam panggung prosenium.

5. Penampilan seperti gerak dan ekspresi akan ditata sewajarnya guna untuk menghayati sajian lagu.

6. Durasi dari garapan Bayuh disajikan kurang lebih selama 12-13 menit. 7. Penyajian karya ini dipadukan dengan memasukan unsur vokal yang

dapat mewarnai garapan ini.

8. Pola-pola tradisi yang biasa disebut jajar pageh (kawitan, pengawak,

dan pengecet) menjadi pedoman pada garapan ini.

Adapun instrumen-instrumen dari gamelan Gong Kebyar yang menjadi media ungkap dalam garapan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi ini sebagai berikut:

(18)

8    

2. Satu tungguh reong

3. Sepasang jegogan

4. Sepasang jublag

5. Sepasang penyacah

6. Satu buah giing/ugal

7. Sepasang kendang cedugan (lanang-wadon)

8. Empat buah instrumen gangsa

9. Empat buah instrumen kantil

10. Sepasang gong (lanang-wadon)

11. Satu buah kempur

12. Satu buah kempli

13. Satu buah kajar

14. Satu buah ceng-ceng ricik (ceng-ceng kecil)

15. Satu buah bende

16. Enam buah suling

Adapun instrumen tambahan pada garapan ini sebagai berikut: 17. Lima pasang ceng-ceng kopyak (ceng-ceng besar)

Penambahan lima pasang instrumen ceng-ceng kopyak bertujuan agar menambah suasana keras dengan permainan ceng-ceng kopyak dan diharapkan mampu menerjemahkan ide kedalam sebuah garapan komposisi karawitan.

(19)

9    

BAB II

KAJIAN SUMBER

Mewujudkan sebuah karya komposisi karawitan harus dipertanggung jawabkan kedalam skrip karya, maka diperlukan beberapa kajian sumber yang akan dijadikan acuan guna mendapatkan berbagai informasi tentang penulisan dalam skrip karya maupun garapan. Kajian sumber dapat dilakukan melalui mengkaji dokumen atau hasil garapan terdahulu dan mempelajari berbagai buku yang berhubungan dengan penggarapan karya seni. Adapun berbagai sumber yang digunakan sebagai kajian sumber alam garapan ini adalah:

2.1 Sumber Tertulis

Estetika Karawitan, oleh I Wayan Suweca, Fakultas Seni Pertunjukan,

Institut Seni Indonesia Denpasar tahun 2009. Dalam buku ini banyak materi yang didapatkan diantaranya penjelasan tentang unsur estetis musik dan keindahan dalam berkesenian.

Komposisi Karawitan IV, oleh I Ketut Garwa, Fakultas Seni Pertunjukan,

Institut Seni Indonesia Denpasar tahun 2009. Buku ini menjelaskan tentang aspek-aspek penciptaan seni karawitan. Buku ini memberikan pemahaman bagi penata tentang pengertian aspek-aspek penciptaan seperti ide, konsep, originalitas, proses, dan lainnya sehingga membantu dalam penulisan skrip karya

Bayuh Oton, oleh Drs. I Nyoman Singgin Wikarma, Paramita 1998. Dalam

buku ini, dijelaskan mengenai derita bawaan dari manusia dan cara pengentasan melalui upacara bayuh oton. Buku ini banyak memberikan pemahaman bagi

(20)

10    

penata tentang derita bawaan kelahiran dan upacara pengentasan yang dilakukan untuk menetralisir pengaruh buruk dari kelahiran.

Menciptakan Lewat Tari Y. Sumandiyo Hadi. 1990. Teks asli oleh Alma

M. Hawkins. Dalam buku ini terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kreativitas atau membahas tentang unsur-unsur penciptaan dalam seni tari. Ada tiga unsur pokok sebagai landasan berkarya yang diungkap dalam buku ini yakni eksplorasi, improvisasi, dan forming. Istilah-istilah tersebut penata gunakan dalam proses kreativitas dalam karya seni.

Ubit-ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali. I Made Bandem.

1991. Dalam buku ini disebutkan beberapa jenis ubit-ubitan yang ada dalam permainan gamelan Bali. Beberapa dari teknik dari ubit-ubitan tersebut dijadikan dasar dalam mengembangkan teknik permainan yang digunakan pada garapan ini.

Pengetahuan Karawitan Bali. I WM Aryasa. 1984. Buku ini berisi tentang

beberapa jenis gamelan Bali dan Instrumentasi serta nama-nama gendingnya. Dalam buku ini terdapat informasi tentang instrumentasi dan fungsi dari gamelan Gong Kebyar.

2.2 Sumber Diskografi

Kaset festival Gong Kebyar Tahun 2004 duta kabupaten Badung, produksi Bali Record. Tabuh Telu Pepanggulan Wana Giri, karya I Wayan Widia, S. Skar. Dari sumber ini penata mengetahui dan tertarik akan pola-pola bagian yang ada dalam tabuh pepanggulan.

Kaset parade gong kebyar tahun 2010 duta kabupaten Badung, produksi Bali Record. Tabuh Telu Pepanggulan kreasi Yogi Swara, karya I Wayan Widia,

(21)

11    

S.Skar. Dari sumber ini penata mendapat inspirasi menggunakan ceng-ceng kopyak dalam garapan yang akan digarap nanti karena dapat menimbulkan suasana keras dari tambahan instrumen tersebut agar tercapainya suasana yang diinginkan sesuai dengan ide yang sudah dipaparkan sebelumnya.

Rekaman VCD festival gong kebyar anak-anak duta kecamatan Kuta Utara, pada Festival Budaya Kabupaten Badung tahun 2013 yaitu tabuh kreasi yang berjudul “Jengah” oleh I Gede Putra Sena.Dari garapan tersebut, memberi inspirasi untuk mengembangkan teknik-teknik tersebut kedalam sebuah garapan komposisi karawitan tabuh telu pepanggulan. Disamping itu, banyak saran-saran dan kritikan dari teman-teman dan seniman lainnya mengenai garapan tersebut, saran dan kritikan tersebut menjadi acuan dan pembenahan diri bagi penata untuk berkarya kedepannya.

(22)

12    

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Mewujudkan suatu karya seni memang harus melalui beberapa proses. Mulai dari dorongan yang dirasakan oleh seorang seniman untuk membuat suatu karya seni menjadi terwujud. Proses mewujudkan suatu karya seni bisa berjalan dengan mudah dan cepat, tetapi bisa juga sebaliknya dalam proses memakan waktu yang cukup lama, jika menemukan hambatan yang tidak bisa dilalui akan bisa berhenti ditengah jalan dan karya yang akan digarap tidak akan bisa terwujud.

Jika hal tersebut terjadi maka kerugian yang akan kita dapat. Untuk itu, didalam mewujudkan sebuah karya seni diperlukan sebuah pemikiran yang matang. Dari buah pemikiran tersebut bagaimana kita akan merancang ide dan konsep sebelum diwujudkan kedalam media ungkap. Sebagai calon seniman dalam berproses harus memiliki keberanian dalam melakukan sesuatu (menciptakan karya) untuk mengasah kemampuan dan mencari jati diri dalam berkesenian. Selain itu pengalaman dalam berkesenian juga sangat penting untuk mencoba menciptakan suatu karya seni.

Terciptanya suatu karya seni tidak muncul begitu saja dan tidak mudah yang kita bayangkan, melainkan melalui beberapa proses dan tahapan. Begitu juga pada garapan Tabuh Telu Pepaanggulan Bayuh ini, secara garis besar ada tiga tahapan yang diambil dari konsep Alma M. Hawkins dalam bukunya Creating

(23)

Publishers, 1988, dialih bahasakan oleh Y. Sumandiyo Hadi dalam buku Mencipta

Lewat Tari disebutkan ada tiga tahapan yang ditempuh dalam proses

penggarapan, yaitu: penjajagan (eksplorasi), percobaan (improvisasi), dan pembentukan (forming) (Sumandiyo, 2003:27-46). Penggarapan komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi Bayuh juga mengacu pada ketiga tahapan tersebut, dengan tahapan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Proses Kreativitas

TAHAP KEGIATAN

RENTAN WAKTU YANG TELAH DITENTUKAN

FEBRUARI MARET APRIL MEI

1. Penjajagan (eksplorasi) 2. Percobaan (improvisasi) 3. Pembentukan (forming) 4. Gladi 5. Pementasan 6. Ujian komprehensip @ KETERANGAN : : Kerja Ringan

: Kerja Bertambah Berat

(24)

: Kerja sangat berat, semua persiapan harus diperhitungkan kembali dengan matang karena waktu pementasan suadah dekat.

: Gladi : Pementasan

: Pertanggung Jawaban (Ujian Komprehensip)

3.1 Tahap Penjajagan (Eksplorasi)

Tahapan ini merupakan tahapan awal dalam suatu proses penggarapan, berpikir dan membayangkan ide dan konsep yang akan diwujudkan. Langkah awal yang dilakukan adalah memikirkan ide, selanjutnya menentukan konsep yang akan digunakan untuk mewujudkan ide tersebut menjadi sebuah bentuk garap. Garapan ini merupakan hasil pemikiran penata terhadap suatu proses ritual

mebayuh (ruwatan/penetralisiran). Sebelumnya penata memang menyadari setiap

orang memiliki karakter dan sifat yang berbeda-beda. Dari karakter dan sifat tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu baik dan buruk, sifat baik meliputi berprilaku yang baik, sopan, ramah, dan lainya, sifat buruk meliputi pemalas, pemarah dan lain-lain.

Penata telah menyimak dan mengamati suatu fenomena yang ada di lingkungannya seperti seorang anak yang memiliki karakter yang buruk atau sifat buruk dalam istilah bali disebut “ jele perah ne”. Mendengar tentang anak tersebut penggarap sangat perihatin terhadap si anak dan keluarganya karena si

(25)

15    

anak memiliki sifat murat-marit (sifat dan prilaku yang berubah-ubah) dan pemarah. Apabila keinginannya tidak dituruti oleh orang tuanya si anak cendrung marah dan menangis. Kira-kira setelah beberapa tahun kemudian, orang tua si anak menggelar suatu upacara pengentasan yaitu membayuh untuk menetralisir pengaruh buruk pada sifat si anak. Dari fenomena tersebut, timbul imajinasi penata akan hal-hal yang akan terjadi pada proses penetralan yaitu perlawanan antara kekuatan positif dan negatif. Penata berkeinginan untuk mentranspormasikannya kedalam sebuah garapan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi dengan judul Bayuh.

Setelah ide ditentukan, eksplorasi penata selanjutnya adalah menentukan media yang digunakan. Dilingkungan penata sendiri ada gamelan Gong Kebyar dan angklung, untuk mewujudkan garapan ini penata memilih Gong Kebyar sebagai media ungkap pada garapan ini karena Gong Kebyar dapat digunakan sebagai iringan tari maupun tabuh-tabuh yang disajikan secara instrumental. Beberapa hal yang juga penata telah lakukan dalam tahapan ini adalah mendengarkan kaset-kaset dan VCD garapan-garapan Tabuh Pepanggulan kemudian mencoba untuk merenunginya, memahami bagaimana bentuk dan motif-motif yang digunakan.

Langkah selanjutnya penata menetukan tempat latihan dan pendukung daripada garapan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi ini. Dalam hal ini penata menetukan tempat latihan dan pendukung dari sekaa gong “ Dharma Satya Budaya” Banjar Anyar Kaja, Kerobokan, Kuta Utara, Badung.

(26)

16    

Tabel 3.2 Tahapan Eksplorasi

NO. Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan 1. Senin

03-02-2014

Merancang ide Menulis rancangan ide dan konsep yang akan digunakan untuk pengajuan proposal 2. Kamis 03-02-2014 Mendengarkan keset dan VCD Festival Gong Kebyar

Sumber refrensi dan inspirasi untukdapat diaplikasikan kedalam garapan 3. Jumat 07-02-2014 Koordinasi dengan Kelian Adat Br. Anyar Kaja, Kerobokan Koordinasi tentang tempat latihan dan acara nuasendi Pura tempat latihan nanti 4. Sabtu 08-02-2014 Koordinasi dengan teman-teman Mengumpulkan teman-teman yang bisa ikut berpartisipasi untuk mendukung garapan ini 5. Selasa 11-02-2014 Pengajuan proposal Penyerahan dilaksanakan di Fakultas kepada Ketua Jurusan Karawitan 6. Kamis 13-02-2014

Seleksi proposal Proposal diujikan dan dinyatakan lulus 7. Sabtu 15-02-2014 Perbaikan proposal Memperbaiki dan melengkapi proposal setelah diujikan 8. Jumat 21-02-2014 Mengumpulkan proposal yang telah ACC Mengumpulkan dilaksanakan di Fakultas kepada Ketua Jurusan Karawitan

(27)

17    

Tabel 3.2 merupakan kegiatan eksplorasi, yang didapat dalam proses eksplorasi adalah ide, penataan konsep, media yang digunakan, pendukung dan tempat latihan.

3.2 Tahap Percobaan (Improvisasi)

Tahap percobaan atau improvisasi ini merupakan tahapan kedua dalam proses penggarapan. Pada tahapan ini, penata mencoba merenungkan ide yang sudah ditentukan dan memikirkan motif-motif permainan yang akan dipakai pada garapan nanti. Inspirasi muncul begitu saja, untuk itu penata mencatat

gending-gending dari pemikiran penata kedalam notasi. Penuangan kedalam notasi ini

tidak berlangsung hanya dalam waktu sehari tetapi berkelanjutan karena menyesuaikan dengan suasana hati atau mood penata. Setelah ada beberapa

gending dalam bentuk notasi, penata mulai mengundang beberapa pendukung

untuk menuangkan kedalam media ungkap Gong Kebyar.

Pada tahapan ini, sebagai umat Hindu dan budaya di Bali, sebelum melaksanakan suatu kegiatan terlebih dahulu dilakukan dengan penentuan hari baik (dewasa ayu) yaitu melakukan persembahyangan guna memohon keselamatan dan kelancaran didalam proses penggarapan berlangsung. Proses ini biasa disebut dengan nuasen yang dilaksanakan di Padma (tempat suci) Banjar Anyar Kaja, Kerobokan, Kuta Utara, Badung tempat penata mengadakan latihan selama proses penggarapan. Setelah nuasen berlangsung penata kembali mengkoordinir para pendukung untuk menentukan jadwal latihan. Pada proses latihan bersama berlangsung penata tinggal mencari-cari motif-motif pukulan yang sudah dituangkan sebelumnya, hal ini membuat penata sedikit santai dalam

(28)

18    

proses penuangan karena penata tinggal mengabungkan dan menambahkan lagi kelanjutan dari motif-motif tersebut.

Pada tahapan ini penata harus bekerja keras dan berusaha agar garapan ini cepat selesai karena penata menggunakan satu pendukung dengan teman yang juga ujian TA tahun ini. Selain itu, beberapa pendukung yang masih duduk dibangku SMP dan SMA/SMK (kelas 3) akan menghadapi Ujian Nasional yang nantinya akan menjadi terhambat proses latihan. Untuk pelaksanaan latihan, penata hanya bisa melakukan proses latihan dimalam hari karena beberapa dari pendukung ada yang sekolah dan bekerja. Jadi, penata harus mengatur jadwal latihan agar garapan ini bisa selesai tepat pada waktunya. Setiap latiahan penata sering merekam lewat audio visual hasil dari penambahan-penambahan yang dituangkan untuk dikoreksi di rumah. Selain itu remakaman tersebut juga diberikan kepada pendukung jika pada saat latihan tidak bisa hadir maka remakaman tersebut sangat efektif dan membantu didalam proses penuangan materi, sistim ini dalam istilah Bali disebut maguru kuping yaitu belajar atau mempelajari suatu gending dengan cara mendengarkan (Sukerta, 1998:107).

Tabel 3.3 Tahapan Improvisasi

No. Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Keterangan 1. Kamis

27-02-2014

Nuasen dan penentuan

jadwal latihan

Upacara nuasen (ngatur piuning) dilaksanakan di Pura Banjar Anyar Kaja, Kerobokan 2. Jumat

28-02-2014

Latihan penuangan bagian pertama (kawitan)

Latihan hanya sebentar dan kurang maksimal

(29)

19    

Bimbingan skrip karya Bab I dan 2 3. Sabtu

01-03-2014

Latihan penuangan bagian pertama (kawitan) Pencarian bagian awal sebelum memasuki gegineman tromping 4. Minggu 02-03-2014

Latihan penuangan bagian pertama (kawitan) Penuangan motif pepayasan pada gegineman tromping 5. Senin 03-03-2014

Latihan penuangan bagian pertama (kawitan)

Bimbingan skrip karya

Memantapkan kembali materi yang sudah dituangkan sebelumnya dan penambahan transisi untuk mencapai kebagian motif payasan selanjutnya Bab II 6. Selasa 04-03-2014

Latihan penuangan bagian pertama (kawitan)

Penambahan motif yang dengan tempo sedang dan menuju ketempo yang cepat pada bagian pertama 7. Rabu

05-03-2014

Latihan penuangan bagian pertama (kawitan) Memantapkan kembali bagian pertama 8. Kamis 06-03-2014

Latihan penuangan bagian kedua (pengawak) Memberikan pukulan melodi pada pengawak secara sektoral karena banyak berhalangan hadir 9. Jumat 07-03-2014

Latihan penuangan bagian kedua (pengawak) Motif-motif pepayasan pada pengawak 10. Minggu 09-03-2014

Latihan penuangan bagian kedua (pengawak)

Transisi untuk mencari

(30)

20     pengulangan pada pengawak 11. Senin 10-03-2014

Latihan penuangan bagian kedua (pengawak) Penuangan motif pukulan atau pepayasan pada pengawak kedua 12 Selasa 11-03-2014

Latihan penuangan bagian kedua (pengawak) Memantapkan kembali bagian kedua 13 Jumat 14-03-2014 Bimbingan

Latihan penuangan bagian ketiga (pengecet)

Bab I, II, dan III

Penuangan melodi dan pukulan setiap instrumen pada peralihan bagian ketiga 14. Sabtu 15-03-2014 Bimbingan

Latihan penuangan bagian ketiga (pengecet) Bimbingan karya lewat hasil rekaman audio Menuangkan lanjutan dari bagian ketiga dan tehnik pukulan ceng-ceng kopyak dituangkan secara sektoral 15. Minggu 16-03-2014

Latihan penuangan bagian ketiga (pengecet)

penggabungan permainan

ceng-ceng kopyak

dengan melodi

Secara garis besar dijelaskan pada tabel 3.3 adalah proses penuangan

gending yang dilakukan secara bertahap.

3.3. Tahap Pembentukan (Forming)

Tahapan ini merupakan proses pembentukan dan penyusunan dari setiap bagian garapan ini. Dari beberapa tehnik dan pola-pola permainan setiap

(31)

21    

instrumen sudah terwujud, penata memulai merangkai dan menghubungkan bagian demi bagian (kawitan, pengawak, dan pengecet) yang kemudian diwujudkan menjadi suatu keutuhan karya komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi. Dalam merangkai suatu garapan komposisi karawitan banyak hal yang perlu diperhitungkan oleh penata, seperti garapan yang telah tertuang, tidak menutup kemungkinan dari beberapa bagian tersebut ada yang dirubah atau ditambahkan karena disaat garapan sudah terwujud kita baru bisa mendengar, menyimak, dan merasakan garapan tersebut. Pastinya terdapat kekurangan atau kurang sesuai dengan rasa musikal dan suasana yang diinginkan penata. Maka dari itu perubahan akan terjadi pada tahapan ini agar mendapatkan hasil yang sesuai keinginan penata.

Pada tahapan ini penata mengarahkan kembali pada bentuk karya dan memberikan pengahayatan kepada pendukung tentang konsep dari garapan ini. Pada tahap penghalusan (finishing) penata memanfaatkan waktu untuk merangkai sedikit gerak dan ekspresi disaat penyajian garapan. Hal ini bertujan agar didalam penyajian karya pendukung dapat menghayati dan menjiwai garapan ini melalui beberapa gerak dan ekspresi.

Tabel 3.4 Tahapan Forming

NO. Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Keterangan 1. Sabtu,

22-03-2014

Ngayah di Pura Dalem

Taman Sari Agung, Kerobokan

ngayah sekaligus

melakukan uji coba menampilkan garapan 2. Senin

24-03-2014

Bimbingan karya lewat rekaman

(32)

22    

Latihan pemantapan dari bagian awal sampai akhir 3. Jumat

04-04-2014

Bimbingan karya lewat rekaman

Latihan pemantapan 4. Minggu

06-04-2014

Latihan pemantapan Dari rekaman dan bimbingan ada beberapa yang dikoreksi garapannya 5. Minggu 13-04-2014

Latihan pemantapan Penambahan vokal dengan nada-nada pada melodi ( belum masuk kata-kata) 7. Kamis

17-02-2014

Bimbingan karya dan sinopsis garapan

Latihan pemanapan Penambahan kata-kata pada vokal 6. Jumat

18-04-2014

Latihan pemantapan Latihan dengan menata gerak dan ekspresi pada garapan 7. Minggu

20-04-2014

Latihan pemantapan Kembali ditekankan tehnik dalam

menabuh, gerak, dan ekspresi dalam menjiwai garapan. 8. Rabu

23-04-2014

Latihan pemantapan Memantapkan kembali dari segi tehnik, gerak, dan ekspresi serta penambahan kata-kata pada vokal. 9. Senin

28-04-2014

Pengumpulan skrip karya 10. Jumat

02-05-2014

Gladi kotor/bersih Dilaksanakan di gedung Natya Mandala ISI Denpasar. 11. Jumat

09-05-2014

Ujian tugas akhir Dilaksanakan di gedung Natya

(33)

23    

Mandala ISI Denpasar.

Secara garis besar dijelaskan pada tabel 3.4 adalah latihan-latihan pemantapan pada garapan yang menekankan teknik dalam menabuh, gerak, dan ekspresi dalam menjiwai karaya seni.

(34)

24    

BAB IV WUJUD GARAPAN

Wujud adalah sesuatu yang dapat secara nyata dipersepsikan melalui mata atau telinga atau secara abstrak yang dapat dibayangkan atau dikhayalkan oleh panca indra (Djelantik, 1990:17). Sebuah wujud dari karya seni memiliki elemen-elemen penyusun seperti isi, bobot, penampilan, dan jiwa. Begitu juga pada karya seni karawitan ini, seteleh melalui proses kreativitas yang panjang dengan beberapa tahapan, karya seni karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi yang berjudul Bayuh ini akhirnya dapat terwujud menjadi sebuah karya seni karawitan yang utuh.

4.1 Deskripsi Garapan

Bayuh merupakan suatu ruwatan atau penetralisir pengaruh negatif

kelahiran. Didalam proses penetralan, akan terjadi pergesekan (perlawanan) antara kekuatan positif dan negatif. Komposisi karawitan Bayuh merupakan sebuah komposisi garapan yang berbentuk Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi, komposisi garapan ini masih berpijak pada pola-pola yang sudah ada yang diberikan sentuhan kreatif serta disesuaikan dengan perkembangan estetika karawitan masa kini. Dengan media ungkap Gong Kebyar pola-pola tersebut dikembangkan, baik dari struktur lagu, teknik permainan, maupun motif-motif dari setiap instrumen dengan penataan dan pengolahan unsur musikal seperti melodi, irama, ritme, tempo, harmoni, dan dinamika serta olahan vokal. Pengalaman penata yang

(35)

25    

berkecimpung dengan gamelan Gong Kebyar menjadi landasan untuk berkarya dan mengekspresikan garapan ini sesuai ide yang sudah ditentukan.

4.2 Sistem Notasi

Dalam menciptakan karya seni karawitan, pencatatan notasi sangat penting. Hal ini bertujuan untuk mengingat gending yang belum dituangkan kedalam media ungkap serta untuk mendokumentasikan suatu gending yang berbentuk tulisan atau notasi. Dalam buku yang berjudul “Pengetahuan Karawitan Bali” sistem notasi tetabuhan bersifat deskritif, yaitu sistem pencatatan yang mencatat pokok-pokok melodi lagunya saja (Aryasa,1984:28).

Dalam penotasian garapan karawitan Bayuh ini menggunakan sistem notasi secara deskritif. Jenis notasi yang digunakan adalah notasi Ding, Dong, yaitu menggunakan pengangening aksara Bali.

Tabel 4.1

Penganggening Aksara Bali

NO. Simbol Nama Aksara Dibaca

1. 4 Tedong Ndong

2. 5 Taleng Ndeng

3. 6 Suku ilut Ndeung

4. 7 Suku Ndung

5. 1 Carik Ndang

6. 2 Pepet Ndaing

(36)

26    

Tabel 4.1 merupakan simbol nada dalam sistem notasi karawitan Bali. Gong kebyar menggunakan laras pelog lima nada dengan simbul nada 3 4 5 7 1 (nding, ndong, ndeng, ndung, ndang) sedangkan 2 dan 6 (ndaing, ndeung) terdapat pada instrumen suling atau permainan patet pada suling.

Tabel 4.2

Peniruan Bunyi Dan Lambang Instrumen

NO. Instrumen Simbol Peniruan Bunyi

1. Jegogan ^ Sesuai dengan nada 2. Kempur + Pur

3. Kempli - Pli

4. Gong ( . ) Gir/ Gur

5. Kendang Wadong O Dag (dipukul pada bagian muka

kanan memakai panggul) 6. Kendang Lanang > Dug (dipukul pada bagian kanan

memakai panggul)

7. Kendang < /_ Ka/pak ( dipukul pada bagian kiri

menggunakan tangan)

Selain penggunaan simbol-simbol diatas juga dilengkapi dengan tanda-tanda yang umum dipakai dalam pencatatan atau penotasian Karawitan Bali seperti :

(37)

27    

Tanda ini adalah garis vertikal yang berada di depan dan di belakang kalimat lagu yang berarti kalimat tersebut mengalami pengulangan. b. Tanda . . . .

Tanda ini merupakan ketukan yang tidak disertai nada. c. Garis nilai . . . .

Garis ini merupakan garis horizontal yang diletakan di atas nada yang menujukan nilai nada tersebut dalam satu ketukan.

d. Tanda Coret ( )

Simbol nada yang mendapatkan tanda ini mempunyai arti bahwa dalam prakteknya, nada tersebut dimainkan dengan cara memukul sambil menutup bilahnya,

e. . . . .

Tanda ini merupakan lagu yang dimainkan secara bersamaan. f. . . . .

Tanda ini merupakan lagu yang dimainkan secara bersama dengan pengulangan yang sama.

g. Singkatan nama instrumen

Untuk mempermudah dalam penotasian nama instrument yang disingkat sebagai berikut :

Jg : Jegogan Jbg : Jublag Pch : Penyacah Ugl : Ugal

(38)

28     Ggs : Gangsa Knl : Kantil Ryg : Reyong 4.3 Instrumentasi

Instrumentasi merupakan media ungkap yang digunakan untuk mewujudkan suatu karya seni karawitan. Adapun instrumen gamelan Gong Kebyar yang digunakan dalam pendukung garapan ini sebagai berikut :

1. Trompong

Instrumen trompong termasuk ke dalam jenis alat idiofone, karena bunyi yang dihasilkan berasal dari instrumen yang dipukul. Dengan urutan nada sebagai berikut : 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7 (ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung). Fungsi instrumen

trompong dalam garapan Bayuh adalah sebagai pengendali melodi

gending.

Foto 4.1 Trompong Dokumentasi: Putra Sena

2. Reyong

Instrumen reyong bentuknya tidak jauh berbeda dari intrumen

(39)

29    

Adapun susunan nadanya sebagai berikut : 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7 (ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong,

ndeng, ndung). Instrumen reyong termasuk ke dalam kelompok alat

idiofon, karena bunyi yang dihasilkan berasal dari instrumen yang dipukul.

Fungsi instrumen reyong dalam garapan Bayuh adalah memberikan hiasan-hiasan pada melodi gending atau lebih banyak berfungsi ritmis yang dijalin dengan melodi-melodi tertentu.

Foto 4.2 Reyong Dokumentasi: Putra Sena 3. Jegogan

Instrumen jegogan merupakan instrumen berbilah yang digantung dengan susunan nada sebagai berikut : 3, 4, 5, 7, 1 (nding, ndong, ndeng,

ndung, ndang). Instrumen ini tergolang ke dalam jenis alat idiofone yaitu

suatu alat musik yang bunyinya bersumber dari alat itu sendiri. Fungsi

jegogan dalam garapan ini adalah sebagai pembawa melodi pokok dan

(40)

30    

Foto 4.3 Jegogan Dokumentasi: Putra Sena 4. Jublag

Instrumen ini bentuknya hampir mirip dengan instrumen jegogan, tetapi bentuk fisik instrumen ini lebih kecil. Dengan susunan nada sebagai berikut : 3, 4, 5, 7, 1 (nding, ndong, ndeng, ndung, ndang). Instrumen ini juga tergolong alat idiofone yaitu alat musik yang bunyinya bersumber pada alat itu sendiri. Fungsi instrumen jublag pada garapan ini adalah pembawa melodi pokok.

Foto 4.4 Jublag Dokumentasi: Putra Sena

(41)

31    

5. Penyacah

Instrumen ini bentuknya hampir mirip dengan instrumen jublag, tetapi bentuk fisik instrumen ini lebih kecil dan urutan serta jumlah nadanya berbeda. Adapun susunan nada instrumen penyacah sebagai berikut : 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1 ( ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung,

ndang). Fungsi instrumen penyacah dalam garapan ini adalah sebagai

pembawa melodi pokok.

Foto 4.5 Penyacah Dokumentasi: Putra Sena 6. Ugal

Instrumen ugal merupakan instrumen yang tergolong alat idiofone yaitu alat musik yang bunyinya bersumber dari alat itu sendiri. Dengan susunan nada sebagai berikut : 4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3 (ndong, ndeng,

ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding). Fungsi

instrumen ugal dalam garapan ini adalah sebagai pembawa melodi dan sebagai pemimpin dalam mengendalikan jalannya gending serta memberikan aksen-aksen atau penekanan pada gending.

(42)

32    

4.6 Ugal

Dokumentasi: Putra Sena

7. Gangsa

Instrumen ini hampir mirip dengan instrumen ugal, tetapi bentuk fisik instrumen ini lebih kecil. Dengan susunan nada sebagai berikut : 4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3 (ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng,

ndung, ndang, nding). Instrumen ini tergolong alat idiofone yaitu sumber

bunyi pada alat itu sendiri. Fungsi intrumen gangsa pada garapan ini adalah berperan untuk memainkan ubit-ubitan pada bagian-bagian gending tertentu.

Foto 4.7 Gangsa Dokumentasi: Putra Sena

(43)

33    

8. Kantil

Instrumen ini hampir mirip dengan instrumen gangsa, tetapi bentuk fisik instrumen ini lebih kecil. Dengan susunan nada sebagai berikut : 4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3 (ndong, ndeng, ndung, ndang, nding,

ndong, ndeng, ndung, ndang, nding). Fungsi instrumen kantil pada

garapan ini adalah berperan memainkan ubit-ubitan pada bagian-bagian

gending tertentu.

Foto 4.8 Kantil Dokumentasi: Putra Sena 9. Kendang

Instrumen ini termasuk ke dalam jenis alat musik membranfone yaitu alat musik yang sumber bunyinya dari kulit yang ditekankan pada alat, cara membunyikan dengan memukul memakai alat atau tanpa alat (telapak tangan). Dalam garapan Bayuh instrumen ini berfungsi sebagai

pemurba irama atau mengatur dan mengendalikan jalannya gending, serta

(44)

34    

Foto 4.9 Kendang Dokumen: Putra Sena 10. Gong

Instrumen gong merupakan instrumen bermoncol yang ukurannya paling besar dari instrumen bermoncol lainnya. Dalam garapan ini penata menggunakan dua buah gong yaitu : gong lanang dan gong wadon. Fungsi instrumen gong dalam garapan ini secara umum untuk mengakhiri gending (sebagai finalis).

Foto 4.10 Gong Dokumentasi: Putra Sena

(45)

35    

11. Kempur

Instrumen kempur merupakan instrumen bermoncol yang ukurannya lebih kecil dari instrumen gong. Fungsi instrumen kempur dalam garapan ini adalah sebagai pendorong jatuhnya pukulan gong.

Foto 4.11 Kempur Dokumentasi: Putra Sena

12. Kempli

Instrumen ini merupakan instrumen yang bermoncol, ukurannya lebih besar dari instrumen reyong. Instrumen ini termasuk ke dalam klasifikasi alat musik idiofone karena sumber bunyinya dari alat itu sendiri (cara membunyikannya memukul dengan panggul). Fungsi instrumen

kempli dalam garapan ini adalah memegang tempo gending dan bermain

(46)

36    

Foto 4.12 Kempli Dokumentasi: Putra Sena 13. Bende

Instrumen ini merupakan instrumen yang termasuk ke dalam klasifikasi alat musik idiofone yaitu sumber bunyinya berasal dari alat itu sendiri. Fungsi instrumen bende dalam garapan ini adalah sebagai pematok ruas gending.

Foto 4.13 Bende Dokumentasi: Putra Sena 14. Kajar

Instrumen ini merupakan instrumen yang bermoncol dan hampir mirip dengan instrumen kempli. Fungsi instrumen kajar dalam garapan ini adalah sebagai pemegang tempo dan pengatur cepat lambatnya gending.

(47)

Foto 4.14 Kajar Dokumentasi: Putra Sena 15. Suling

Suling merupakan alat musik yang diklasifikasikan sebagai alat

musik aerofone yaitu sumber bunyinya berasal dari udara atau angin (cara membunyikannya dengan cara ditiup). Fungsi suling dalam garapan ini adalah sebagai menjalankan melodi dan menperindah gending dengan mengikuti melodi.

Foto 4.15 Suling Dokumen: Putra Sena 16. Ceng-ceng Ricik (kecek)

Isntrumen ceng-ceng ricik atau lebih dikenal dengan istilah kecek merupakan instrumen yang berbentuk simbal, tetapi ukurannya lebih kecil. Fungsi kecek dalam garapan ini adalah memberikan nuansa ritmis serta

(48)

38    

memberikan aksen-aksen yang sama dengan instrumen reyong dan

kendang.

Foto 4.16 Ceng-ceng Ricik Dokumentasi: Putra Sena

4.4 Struktur Garapan

Garapan komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan berjudul Bayuh ini disusun berdasarkan struktur garapan yang terdiri dari tiga bagian yang disebutkan sebagai bagian pertama (kawitan), bagian kedua (pengawak), dan bagian ketiga (pengecet). Masing-masing bagian memiliki karakter, motif, dan nuansa musikal yang berbeda. Adapun ekspresi dari masing-masing bagian tersebut diuraikan sabagai berikut :

4.4.1 Bagian Pertama (kawitan)

Pada bagian ini permainan reyong yang paling dominan, selain itu teknik permainan instrumen pembawa melodi menggunakan motif polos dan sangsih. Bagian awal ditata dengan beberapa motif-motif yang merangkai komposisi bagian ini. Satu motif terdapat pola yang berbeda pada setiap perputaran atau pengulangannya. Hal ini dapat memperkaya kesan suasana dari susunan komposisi garapan ini. Vokal dengan dua pola yang berbeda yang juga menghiasi bagian ini. Bagian pertama penata ingin mengungkapkan suasana makhluk hidup yang hidup di dunia yang berbagai jenis dan karakter yang berbeda-beda dari

(49)

39    

masing-masing makhluk hidup tersebut. Seperti yang sudah diungkap diatas dengan berbagai motif dan nuansa yang berbeda dapat menggambarkan suasana yang diinginkan.

Notasi Bagian pertama (kawitan)

Jbg : . 1 3 4 5 3 4 7 1 3 1 . Pch : . 1 3 4 5 3 4 7 1 1 1 3 1 1 1 . Jg : . 1 3 4 5 3 4 7 . 3 . 7 . . . 5 Ryg : . 1 1 1 . 1 3 4 1 3 4 1 3 4 5 5 7 1 3 4 3 1 7 7 7 1 3 1 7 7 7 1 3 1 7 1 3 1 7 . . . . 4 3 1 7 3 1 7 5 5 .5 71 57 15 17 55 .5 71 57 15 17 5 775.775.77 575 71 37 13 4 (tempo cepat) Pch, Jbg : 4 1 3 4 . 5 . 3 4 5 7 5 7 5 4 5 7 . . . 7 5 4 3 .

Instrumen gangsa dan kantil ngubit atau dengan motif kotekan mengikuti melodi di atas (penyacah dan jublag).

Jg : 3 3 1 1 7 7 1 1

Jbg,Pch 1 : 3 5 3 5 1 5 1 4 7 4 7 5 1 5 1 5

Jbg,Pch 2 : . 7 4 . 4 7 .4 7 . 3 5 . 3 5 . 4 7 .4 7 . 7 4 2x Ggs,Ktl,Ugl : 3 4 3 3 4 3 1 3 1 1 3 1 7 1 7 7 1 7 1 3 1 1 3 1

instrumen jublag dan penyacah dengan motif oncang-oncangan ( pola 1:polos dan pola 2 : sangsih).

(50)

40     Jbg,Pch : 3 1 7 1 3 1 7 1 3 1 7 1 3 1 7 1 3 1 4 3 1 . . . 4 7 (4) Bersama : 4 5 7 5 4 5 7 5 (4) Ryg : 4 5 7 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 7 5 4 5 7 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 7 5 4 5 4 3 1 1 . 1 . 3 1 3 4 3 1 1 . 1 . 3 1 1 . 1 . 3 1 3 4 3 1 7 5 . 5 7 1 7 1 3 1 4 3 1 7 5 . 5 7 1 7 1 3 1 4 3 1 1 3 . 7 3 1 1 3 . 7 3 1 . . . (3) (tempo reyong cepat)

Jg,Jbg,Pch : 1 7 5 4 (3)

Ggs,Knl,Ugl : 1 7 7 5 7 5 4 4 3 (3)

Pch : 3 3 3 3 1 1 1 7 7 7 1 1 3 3 4 (3)

Jbg : 3 5 5 5 7 5 5 5 7 5 5 5 7 5 5 5 2x

Jg : . . . 3 . . . 7 . . . 1 . . . (3)

Pukulan gong terakhir jatuh pada nada ndeng (5) Pch,Jbg,Jg (1) : 5 5 5 . . 5 . 5 5 . 5 3 3 3 . . 3 . 3 3 . 3

5 5 5 . . 5 . 5 5 . 5 3 3 3 . . 3 . 3 3 . 3 (1) Pch,jbg,jg (2) : 1 1 1 . . 1 . 1 1 . 1 7 7 7 . . 7 . 7 7 . 7

(51)

41     Gegineman Trompong : . . . 1 . . . 1 . . 1 1 . 7 . 7 5 . . . 5 . . . 5 . . . 5 . . 5 5 . 1 . 7 . 7 5 . 1 . 7 . 7 5 . 1 . 7 . 5 . 4 . 4 3 . . . 3 . . . 3 . . . 3 . . 3 3 . . 7 . 3 . 7 . 3 . 7 . 3 7 . 7 3 7 3 7 5 7 3 4 5 7 1 7 1 3 1 . . . 1 . . .1 . . . 1 . . 1 1 . 5 . 1 . 5 . 1 . 5 . 1 . . . 3 4 5 . 7 . 5 . . 4 3 4 . . . 3 Jbg,Pch : . 1 . 7 .1 . 3 . 1 . 7 .1 . 4 . 1 . 4 . 3 . 1 . 3 . 1 .3 . 5 . 1 . 7 . 1 . 3 (3) 2x (tempo sedang)

Vokal 1 : Om Awignamastu Ya Namo Sidham

3 . 1 . 7 . 1 4 3 . 1 . 7 . 154

Sane Mastikayang Samsara Ring Mercepada

1 5 4 4 3 3 1 4 3 . 1 4 3 4 5 . . .

Karma Wasana

(52)

42    

Terjemahan : Semoga semua dalam keadaan selamat dan damai Penentu kelahiran ke dunia

Karma Wasana (bekas karma terdahulu) Knl : . 7 1 3 3 3 1 7 1 3 3 3 1 7 5 7 . . . . 5 7 1 3 1 7 1 3 1 3 7 1 3 7 1 3 5 7 1 . 7 1 3 4 3 1 3 4 7 5 4 . 4 5 7 1 5 7 1 . 1 7 5 4 7 5 4 . 4 5 7 1 3 4 5 45 4 3 1 3 7 1 3 7 1 3 1 3 7 1 3 4 5 7 5 7 3 1 1 7 3 1 5 3 5 4 3 1 4 3 1 7 3 1 7 . (3)2x (tempo sedang)

Vokal 2 : mangda eling tekening kayun raga

Pasti wenten solahe ane corah

Ngiring mangking becikin kayun raga

nding-ndong-ndang-nding-ndeng-ndung-ndeng-

ndong-ndeng-hu-ha

. 3 4 . 1 3 5 7 5 4 5 . 7 .1 . 4x

(Pengucapan vokal mengikuti nada di atas ) terjemahan : supaya ingat dengan hati dan niat kita

pasti ada prilaku kita yang tidak baik mari kita berpikir yang baik dan positif

(53)

43     Jbg,Pch : 3 1 7 1 3 1 7 1 3 1 7 1 3 7 4 5 (7) Ryg : . 1 7 3 1 7 3 1 7 1 1 7 1 3 7 1 3 1 7 3 17 3 1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 1 7 3 1 7 3 1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 . . . (7) Bersama (kebyar) : 7 1 5 . 7 . 4 . . 7 1 5 . 7 . 4 . 5 . 5 . 5 7 1(3) Transisi menuju motif selanjutnya

Melodi :(3). 3 . 3 . 7 . 1 . 4 . 3 . 5 . 4 . 5 . 4 . 3 . 1 . 3 . 7 . 1 .(3)

. 3 . 3 . 7 . 3 . 1 . 7 . 3 . 4 . 3 . 1 . 7 .(3)

Motif pertama pada bagian kawitan

Melodi : . 1 . 7 . 1 . 3 . 1 . 7 . 3 . 4 . 1 . 4 . 3 . 1 . 3 . 1 . 3 . 5 . 1 . 7 . 1 . (3) 2x (tempo sedang) Knl,Ggs,Ryg : 3 4 3 4 1 4 3 1 7 . 4 5 7 5 7 7 7 1 (pola 1) 3 4 3 4 . 4 3 1 . 4 3 1 7 . . . . . . 1 1 . 3 . 7 . 1 3 3 . 7

(54)

44     . 1 3 7 1 1 . 3 . 7 . 1 3 4 5 5 . 3. 4 5 . . 5 7 1 . 7 . 5 7 3 5 4 3 1 4 3 1 7 3 1 7 Knl,Ryg : . 1 . 7 . 1 . 3 . 1 . 7 . 3 . 4 (pola 2) . 1 . 4 . 3 . 1 . 3 . 1 . 3 . 5 (tempo cepat) Bersama : . . 5 7 1 . 7 . 5 7 3 5 4 3 1 4 3 1 . (3)

Transisi menuju motif selanjutnya

Melodi : . 3 . 3 . 5 . 4 . 7 . 5 .1 . 7 . 7 . 5 . 7 . 4 . 4 . 1 . 5 . (1)

Motif kedua pada bagian kawitan

Melodi : . 3 . 1 . 4 . 7 . 5 . 4 . 3 . (1) Ggs,Knl 1 : 1 4 1 5 1 4 1 5 1 7 3 1 4 3 5 4 7 5 4 3 5 4 3 1 4 5 5 4 4 3 3 1 Ggs,Knl 2 : . 3 3 . 7 7 . 3 3 . 7 7 . 5 1 . 7 3 . 1 4 . 3 5 . 4 3 . 1 4 . 3 1 . 7 3 . 7 4 . 3 5 . 1 4 . 7 3 (tempo cepat)

Pola instrumen gangsa dan kantil merupakan pola oncang-oncangan polos (1) dan

sangsih (2). Instrumen reyong mengikuti melodi dengan ubit-ubitan permainan

reyong. Pada motif ini ada beberapa eksen-aksen dari gangsa,kantil, reyong, dan

(55)

45    

4.4.2 Bagian Kedua (Pengawak)

Pada bagian ini yang digarap adalah instrumen melodi yang dihiasi oleh instrumen reyong yang mengikuti jalannya melodi. Bagian ini hanya ada beberapa motif saja. Pengawak diulang dua kali dengan berbeda pola penataannya tetapi menggunakan melodi yang sama. Tehnik seperti noltol dan oncang-oncangan digunakan pada bagian pengawak serta gilak menjadi transisi pengulangan pada bagian ini. Pukulan kendang yang digarap tidak terlalu padat dengan motif

pepanggulan, hal ini bertujuan agar terwujudnya suasana yang agung dengan pola

kekendangan yang sederhana pada bagian pengawak. Pada bagian kedua

(pengawak), penata ingin menggambarkan kehidupan manusia yang memilik karakter atau sifat yang baik dan buruk. Sebagaimana dikenal dengan istilah Rwa

Bhineda (dua unsur yang bersebrangan). Hal ini dapat digambarkan melalui

perbedaan variasi yang menghiasi pengawak pertama dan kedua.

Notasi Bagian Kedua (Pengawak)

Melodi : . 1 . 1 . 4 . 3 . 4 . 1 . 3 . 4 (melodi pengawak) . 4 . 4 . 7 . 4 . 7 . 4 . 3 . 1 . 1 . 1 . 3 . 1 . 3 . 1 . 3 . 5 . 5 . 5 . 1 . 7 . 5 . 4 . 3 . (1) 2x Pola kendang : .. _ < _ < _ < . < _ < _ < _ < _ < _ . > . . o . . > . < _ < _ < _ .

melodi setelah pengawak

(56)

46    

Bagian Ketiga (Pengacet)

Bagian ini merupakan bagian akhir dari garapan ini. Sesuai dengan konsep cerita yang sudah diungkapkan sebelumnya, bagian ini menggambarkan suatu proses peruwatan atau penetralisir kekuatan negatif menjadi positif. Pada proses penetralan terjadi sebuah gesekan atau perlawanan diantara kedua kekuatan tersebut. Pengolahan instrumen ceng-ceng kopyak terdapat pada bagian ini. Ada beberapa pola motif permainan yang merangkai bagian ini.

Notasi bagian ketiga (pengecet)

Melodi : (1)3 1 7 1 3 7 1 3 4 5 3 4 1 3 7 (1) 7 5 1 7 5 (1) 7 5 1 7 5 . .(1)7 5 1 7 . . . (1) 7 5 1 7 5 (1) 7 5 1 7 5 (1)

Kendang (jagul) : > O . > . < _o > o > o > . o . < _o >o > o o > o > o > o > o > o > o > < _ < _<_< _<_< _< _ (.) Melodi : 3 1 3 1 3 4 1 3 4 5 3 4 1 3 7 (1) 3 1 3 1 3 4 1 3 4 5 3 4 5 4 3 (1) Melodi Pola 1 (polos) : 15 15 15 15 15 15 14 44 74 74 74 74 74 74 74 73

(57)

47     53 53 53 54 74 74 74 75 Pola 2 (sangsih) : .4 .7 .4 .7 .4 .7 .4 .7 .4 .7 .4 .7 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .1 .4 .1 .4 .1 .4 .1 .4 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .3 .5 .4 .7

Pukulan gong menggunakan gilak pada tabuh telu. Setelah itu masih dengan melodi yang sama tetapi pukulan gongnya memakai ketukan gilak 7, 8, dan 9.

Suling : (1) ...5713 45 43 17 1 77 .5 5 33 .5 53 37 7

.1 76 7..3 45 7 .1 21 7 71345... 57 51 75 45 7 16 7 . 34571

Vokal 3 : Sang Hyang Rare Kumara Dewa Pioton

Om Paripurnam Ya Nama Svaha

1 . . . . .157. . ..171.5... .57. . . ... . .5 2x

Terjemahan : Sang Hyang Rare Kumara adalah Dewa Pioton. Semoga kesempurnaan lahir dan batin menyertai kita.

(58)

48    

Struktur Penyajian :

Bagian pertama (kawitan)

Pada bagian awal garapan ini dimulai dengan pemainan reyong dengan diikuti intrumen pembawa melodi (jublag, penyacah, dan jegogan) secara bersamaan hanya beberapa ketukan saja yang dilanjutkan dengan permainan atau

kekilitan reyong saja dan disambung dengan ubit-ubitan dari instrumen gangsa

dan kantil. Dalam ubit-ubitan ini motif yang dipakai pada instrumen pembawa

melodi adalah motif oncang-oncangan. Setelah itu kebyar dan disambung dengan permainan reyong yang dikombinasikan dengan pukulan kendang. Selanjutnya masuk gegineman trompong. Pada gegineman trompong masuk istrumen pembawa melodi yang dikombinasikan dengan permainan kantil dan reyong yang dilanjutkan dengan ornamentasi vokal. Kemudian transisi menuju melodi yang dipakai pada gegineman trompong sebelumnya tetapi motif atau pepayasannya dibuat berbeda dengan permainan ritme yang ditata kembali. Setelah itu transisi untuk menuju ke dalam tempo yang lebih cepat (sejenis dengan motif bebaturan dalam lelambatan), pada bagian ini ditonjolkan permainan ubit-ubitan instrumen

gangsa, kantil, permainan reyong dan kendang yang saling sahut-menyahut

menonjolkan permainannya. Setelah itu menuju transisi bagian kedua (pengawak). Pada bagian pertama (kawitan) ada beberapa motif-motif pukulan dalam rangkaian melodi dengan nuansa yang berbeda-beda.

Bagian Kedua (pengawak)

Bagian ini instrumen melodi memegan peranan dalam berajalnnya gending. Pengawak pertama tehnik permainan reyong menyesuaikan dengan

(59)

49    

jalannya melodi, dengan dua kali putaran pada pengawak pertama. Putaran pertama dengan tempo lambat yang dihiasi pukulan reyong dan vokal, setelah itu putaran kedua melodi pengawak ditata dengan aksen-aksen dari kendang yang diikuti gangsa dan reyong dengan tempo sedang. Setelah itu, motif gilak dengan beberapa pola permainan dari gangsa dan kantil. Motif gilak manjadi transisi pengulangan pengawak kedua. Melodi pengawak kedua sama dengan pengawak pertama tetapi penataanya berbeda pada pengawak kedua. Perbedaan tersebut pada pola permainan reyong yang ditata kembali dan dikombinasikan dengan pola permainan instrumen kantil. Setelah itu transisi gilak menuju ke bagian ketiga (pengecet).

Bagian ketiga (pengecet)

Setelah transisi dari bagian kedua (pengawak), tempo pada bagian ketiga (pengecet) naik/cepat perlahan-lahan. Setelah itu adanya jagul kendang yang menghiasi bagian ini yang nantinya akan menuju pada aksen-aksen dan permainan kebersamaan dari semua instrumen. Setelah itu tempo ketukan pada instrumen kajar ditata tidak mengikuti cepatnya tempo lagu. Pada bagian ini

reyong, ceng-ceng kopyak bermain dengan tempo cepat yaitu kelipatan dari

melodi yang dengan tempo sedang pada satu kalimat lagu dan pola pukulan gongnya menggunakan gilak pada tabuh lelambatan biasanya. Selain permainan

ceng-ceng kopyak pada bagian ini, dari satu bagian lagu sebelumnya

(60)

50    

4.5 Analisa Estetik

Sebuah karya seni tidak bisa lepas dari unsur-unsur yang bersifat estetik. Setiap individu memiliki pemikiran dan penilaian yang berbeda-beda didalam menyimak suatu pertunjukan. Wawasan serta pengalaman dapat menjadi pemahaman dalam menyimak dan menilai suatu karya seni dengan nuansa baru atau kekinian yang sesuai jalannya perkembangan di dunia seni. Lahirnya sebuah karya seni merupakan pemikiran seorang pengrawit yang ditejemahkan kedalam suatu bentuk gending atau tabuh. Dari karya seni tersebut, pesan yang ingin disampaikan dapat tercapai.

Begitu juga pada garapan ini, dengan konsep cerita proses peruwatan atau penetralisir yang terjadinya gesekan perlawanan diantara kekuatan negatif dan positif, melalui imajinasi penata dapat terbayangkan dalam bentuk sebuah garapan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi. Dalam karya seni, ada tiga unsur estetik yang berperan menimbulkan rasa indah kepada pengamat seni. Ketiga unsur tersebut meliputi keutuhan (unity), penonjolan (dominance), dan keseimbangan (balance).

Pada garapan karawitan Bayuh ini, keutuhan (unity) sangat diperhatikan dalam penggarapannya karena komposisi atau struktur karya tertuju pada bobot, serta keanekaragaman dalam karya. Selain keutuhan (unity), penonjolan (dominance) dan keseimbangan (balance) juga merupakan penentu sebuah karya bernilai estetis. Penonjolan (dominance) dalam garapan ini mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmati suatu pertunjukkan karya seni. Penonjolan (dominance) telah dicapai dengan mengolah ritme serta menonjolkan

(61)

51    

karakter dari masing-masing instrumen yang dipakai. Begitu juga dengan keseimbangan (balance) garapan diperhitungkan dari masing-masing instrumen dengan memperhatikan keras lihir, serta keseimbangan pukulan instrumen satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan agar garapan ini enak didengar serta memiliki bobot seni yang tinggi.

4.5.1 Keutuhan (unity)

Keutuhan garapan ini dapat dilihat dari ide dan konsep dengan keterampilan dalam memainkan instrumen sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat terealisasikan melalui komposisi karawitan yang dihasilkan. Selain itu, dari setiap bagian memiliki hubungan yang berkaitan yang sesuai dengan ide dan konsep yang akan dicapai pada garapan ini.

4.5.2 Penonjolan (dominance)

Penonjolan dimaksudkan mengarahkan perhatian penikmat seni pada suatu hal yag lebih penting dari suatu karya seni yang disajikan. Penonjolan pada garapan ini dapat dilihat dari permainan instrumen pembawa melodi yang menggunakan motif ubit-ubitan, permainan insrtumen reyong, kombinasi vokal yang dapat menambah variasi dan permainan ceng-ceng kopyak pada bagian ketiga yang merupakan ending dari garapan ini. Pada garapan ini penonjolan dilakukan dengan memberikan kesempatan dari masing-masing instrumen maupun vokal untuk mengambil peran disetiap bagian tertentu. Selain itu penonjolan juga dimaksudkan untuk menampilkan kemampuan para pendukung didalam memainkan instrumen.

(62)

52    

4.5.3 Keseimbangan (balance)

Struktur pada garapan ini dibagi menjadi tiga bagian. Sebelum melangkah pada pembentukan, dalam proses kreatifnya untuk menghasilkan komposisi yang mampu memberikan rasa estetik, pertimbangan untuk memasukan tehnik-tehnik, dinamika yang jelas, proporsi yang tepat tentu menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan didalam mewujudkan garapan ini. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan dan keutuhan dalam garapan komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi yang berjudul Bayuh ini.

4.6 Analisa Penyajian

Garapan komposisi karawitan Tabuh Telu Penganggulan Kreasi yang berjudul Bayuh ini disajikan dalam bentuk konser karawitan di panggung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar pada hari jumat tanggal 9 Mei 2014. Panggung ini berbentuk proscenium yaitu suatu tempat pemenasan dengan kelengkapan yang dibuat secara permanen dan memiliki ketinggian yang memisahkan area pentas dengan penonton. Dalam penyajiannya penata berusaha agar wujud, struktur, bentuk, serta isi dari garapan ini dapat disampaikan dengan baik dalam penyajiannya. Selain itu, tuntutan bagi penata untuk menampilkan garapan yang semaksimalnya adalah penataan ekspresi, penjiwaan, dan penghayatan lagu, dekorasi, setting instrumen serta kostum dan tata rias

6.1 Setting Instrumen

Garapan ini menggunakan media ungkap Gong Kebyar yang penempatan instrumennya ditata kembali. Hal ini dilakukan agar dalam penyajian garapannya terlihat menarik dan seimbang bentuk barungan gamelannya karena

(63)

Background Gapura

pertunjukannya dilakukan secara konser karawitan. Pada garapan ini instrumen

reyong di tempatkan di belakang instrumen trompong dan posisi pemain kendang

berada tepat di balakang instrumen reyong dengan posisi sejajar. Adapun penempatan masing-masing instrumen pada garapan ini dapat dilihat seperti gambar berikut:

Gambar 4.17

Setting Instrumen Garapan Bayuh

Keterangan :

I. Level tinggi II. Level sedang

Gambar

Tabel 3.1 Proses Kreativitas
Tabel 3.2  Tahapan Eksplorasi
Tabel 3.3  Tahapan Improvisasi
Tabel 3.4  Tahapan Forming
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukan adanya transformasi tokoh yang terjadi dari novel ke naskah drama yaitu tokoh utama pada novel (Dewi Ayu) menjadi tokoh tambahan di dalam

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa secara bersama-sama (simultan) peran bidan desa, peran kader kesehatan, peran

Jika terdapat perbedaan yang sangat nyata akan ditunjukkan dengan adanya tanda “**” pada hasil yang diperoleh. Langkah kerja  pada saat akan menguji ANOVA, semua

Cara yang umum digunakan untuk meng- analisis aliran fluida adalah dengan memperhati- kan nilai parameter model, yaitu n, yang dihitung dari persamaan 2, nilai waktu tinggal rata-rata

Berdasarkan pada penelitian kedua, maka diagram blok sistem dari angklung elektronik mengalami perubahan, dimana rangkaian DAC dan rangkaian penguat audio dihilangkan dan

Sebagaimana tertera pada Gambar 4.6 untuk penggunaan modulasi QPSK memiliki nilai BER yang lebih kecil yaitu sebesar 0,1 dibandingkan dengan modulasi lainya yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “Minat Mahasiswa Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO) Terlibat dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap fokus permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut, bahwa : Evaluasi