• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Di era sekarang, istilah modernitas bukan lagi sebatas konsep atau berupa gagasan maupun wacana. Modernitas telah menjadi bagian realitas kehidupan yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh seseorang. Sehingga semua orang ingin diberi predikat modern. Untuk itu, gaya hidup mereka diubah, menyesuaikan diri dengan syarat-syarat yang bisa mendatangkan sebutan modern. Modernitas memakai salah satu medium yaitu teknologi. Semua budaya dan perubahan perilaku itu berdasarkan pada bagaimana teknologi mengemas dan menyajikan kebudayaan, gaya hidup, pengetahuan, informasi, dan dakwah/spiritual (Hudjolly, 2011:19). Dengan kata lain, teknologi tersebut akan mampu mengemas fenomena kehidupan masyarakat.

Salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang dikemas teknologi adalah agama. Agama adalah bagian dari sebuah realitas sosial. Ia merupakan bagian yang melekat dalam kehidupan manusia dalam rangka memberikan tatanan kehidupan. Agama juga mengintegrasikan dan melegitimasikan sistem sosial. Dalam kerangka masyarakat yang non atheis, agama merupakan sendi pengendali masyarakat dari hantaman perilaku yang tak bermoral dan destruktif (Junaedi dkk, 2005:110). Islam adalah salah satu agama mayoritas masyarakat Indonesia. Saat ini, Islam bukan hanya agama namun juga sebuah tatanan budaya. Sebagai sebuah budaya, agama bukan merupakan hasil pemikiran yang statis, namun lebih pada sebuah kreativitas yang dinamis sesuai perkembangan. Sebuah budaya lahir untuk hidup, berkembang dan akhirnya mati. Dalam putaran masa selanjutnya budaya akan lahir kembali, namun siklus yang kedua bukan lagi dari nol, tetapi hasil akumulasi dari pengalaman siklus yang pertama (Hanafi, 2000:4). Lebih lanjut, Muzakki (2003) berpendapat

(2)

2

bahwa ketika agama menyatu dengan budaya popular, maka hasilnya adalah religi yang dikemas dalam bentuk hiburan atau religiotainment.

Widodo dalam Hariyadi (2010) mengatakan bahwa “Islam is not merely religion since entrepreneurs are also transforming it into a popular brand for media, culture and commercial product”. Sebagai dampaknya, akhir-akhir ini tengah ditanamkan semacam ideologi yang samar-samar terbentuk, yaitu keinginan dikalangan masyarakat Indonesia untuk beragama tapi tetap trendi atau biar religious tapi tetap modis (Ibrahim, 2007:135). Seperti apa yang disampaikan Zulkifli Abd. Latif dan Fatin Nur Sofia Zainol Alam dalam jurnalnya “The Role of Media in Influencing Women Wearing Hijab : An Analysis” bahwa interaksi dan perbincangan yang terjadi di dalam media telah mempempengaruhi perempuan-perempuan muslim untuk memakai hijab. Dan menjadikan gaya hijab mereka sebagai sebuah trend di kalangan perempuan muslim lainnya. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Ade Nur Istiani dalam jurnalnya “Konstruksi Makna Hijab Fashion Bagi Moslem Fashion Blogger” yang menyatakan bahwa saat ini hijab telah mengalami pergeseran makna dari hijab sebagai penutup aurat menjadi hijab sebagai trend fashion, dimana tren itu merupakan perkembangan jaman yang berjalan beriringan dengan kecanggihan teknologi terutama internet. Lebih lanjut, sebagai akibatnya, Hayu Anjar Sari dalam penelitiannya yang berjudul “Komodifikasi dalam Fashion Hijab di Blog Brain, Beauty, Belief” menjelaskan tentang praktik komodifikasi agama yang merupakan salah satu contoh kapitalisme yang berjalan berdampingan dengan ketakwaan agama. Dalam hal ini hijab sebagai salah satu unsur keagamaan digunakan sebagai komoditas. Dengan mengatasnamakan aturan agama tentang kewajiban berhijab bagi wanita muslim, hijab kemudian dimodifikasi agar lebih menarik dan fashionable.

Telah sedikit disinggung di atas bahwa modernitas membutuhkan medium. Dalam hal fenomena keagamaan, medium yang paling banyak digunakan adalah teknologi televisi. Ia merupakan media paling dominan

(3)

3

dalam penyampaian pesan karena televisi merupakan media komunikasi yang bersifat dengar-lihat (audio-visual). Subki Al-Bughury, S.Sos.I menjelaskan, penelitian menunjukkan semua hal yang ditampilkan lewat audio visual mampu terserap ke dalam memori manusia sebanyak 70 persen. Artinya, pesan melalui audio visual lebih mudah diterima masyarakat.1 Selain itu, dampak pemberitaan melalui televisi bersifat power full karena melibatkan aspek suara dan gambar sehingga lebih memberi pengaruh yang kuat kepada pemirsanya (Suryawati, 2011:45). Sehingga sebagai alat untuk menyampaikan informasi, penilaian atau gambaran tentang suatu hal, media televisi mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik.

Sulistiani Nurhasanah dalam tulisannya “Komodifikasi Agama Islam Dalam Iklan Televisi Nasional” menjelaskan bahwa fungsi agama mengalami perubahan dengan cepat setelah masuk televisi. Pola-pola perilaku islami telah mengalami perubahan. Popularitas pakaian islami dan penggunaan simbol-simbol, serta ekspresi bahasa Islami di media semakin ramai. Iklan dengan mengunakan simbol Islam menjadi suatu hal yang biasa. Uztadz dan uztadzah menjadi model dari produk iklan, busana muslim digunakan oleh model yang mengiklankan suatu produk, dan tempat ibadah sebagai latar belakang dalam suatu iklan. Para produsen mengggunakan simbol-simbol agama Islam itu untuk menarik konsumen Muslim dan berujung pada meraup keuntungan.

Selain di dalam iklan, Islam juga digambarkan melalui program dakwah di televisi. Dalam jurnal “Islamic Preaching (Da’wa) Potrait In Television (Indonesian Cases)” karya Dr. Dede Mulkan menerangkan bahwa televisi adalah media propaganda. Yang dimaksudkan untuk menyebarkan pesan-pesan agama islam dalam memberikan pengertian dan mempengaruhi penonton. Di sisi lain, televisi menjadikan dakwah beserta

1

http://www.ummi-online.com/berita-47-m-subki-albughury-ssosi-memanfaatkan-kekuatanentertainment-dalam-berdakwah.html, diakses tanggal 29 November 2015, pukul 01.23 WIB

(4)

4

aktor yang terlibat sebagai barang untuk menghasilkan keuntungan atau mendatangkan iklan.

Juga telah diungkapkan oleh Nuri Amalia dalam penelitiannya yang berjudul “Komodifikasi Agama Dibalik Ceramah Ust. Nur Maulana „Islam itu Indah‟” bahwa agama hanya dilihat sebagai komoditas dalam sistem pasar. Definisi mutu ceramah Islam tidak lagi dirumuskan dari ukuran tema yang diangkat atau seberapa dalam penceramah mendalami agama Islam. Ukuran mutu diukur parameter industrial. Kaum kapitalisme mengambil ceramah Islam sebagai sebuah sarana untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Pendidikan keagamaan yang tertanam di dalam tema-tema yang diangkat hanyalah sebuah kamuflase untuk menarik pasar. Apabila pasar menyukai ceramah tersebut maka eksistensi ceramah Islam akan terus berkembang, namun sebaliknya apabila masyarakat sudah mulai jenuh dengan tayangan ceramah tersebut maka ceramah tersebut dengan sendirinya akan lenyap.

Peran televisi memang tak dapat dilepaskan dalam menampilkan Islam sebagai budaya popular yang berkembang di Indonesia. Mc Quail (2005:61) mengatakan bahwa media massa merupakan suatu produk budaya yang dibuat oleh institusi tertentu yang tidak lain adalah bagian dari suatu masyarakat. Dalam televisi terdapat gagasan suatu masyarakat mengenai suatu realitas. Media massa, dalam hal ini televisi mengadopsi nilai, ideologi, dan realitas sosial yang ada pada budaya Islam dimana ia diproduksi, kemudian hasil produksi tersebut kembali dikonsumsi masyarakat budaya tersebut. Objek tersebut tidak serta merta ditampilkan sebagaimana adanya, melainkan mengalami sebuah representasi yang merupakan hasil imajinasi pihak yang memproduksi. Seperti yang telah digambarkan dalam hasil penelitian-penelitian di atas, Islam maupun hal-hal yang berhubungan dengannya juga diimajinasikan untuk memperoleh keuntungan.

Lebih jauh, media massa juga menggambarkan tentang perempuan muslim. Penggambaran ini masih berkaitan dengan bias gender dalam

(5)

5

masyarakat. Seperti yang telah digambarkan oleh Indah Ainunnafis Noor Wahda dalam skripsinya yang berjudul “Representasi Perempuan Muslim Dalam Sinetron Catatan Hati Seorang Istri (Analisis Semiotika Berprespektif Gender)”. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa peran perempuan muslim dalam sinetron tersebut masih dalam ranah domestik, selain itu perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah, harus tunduk pada suami dan hanya bisa berserah diri kepada Tuhan. Sedangkan dalam “Representasi Sensualitas Perempuan dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Iklan Parfum Axe versi Heaven On Earth di Televisi) milik Akhmad Padila lebih menjelaskan bahwa perempuan dengan sensualitasnya telah dijadikan daya tarik oleh pengiklan agar produknya diminati konsumen.

Pada praktiknya di Indonesia, peran media massa, dalam konteks ini televisi menjadi agen untuk menyalurkan ideologi tampak dari tayangan-tayangan baru yang lebih popular untuk beradaptasi dengan tuntutan pasar muslim dan kebutuhan akan sifat modern. Hal ini terwujud ke dalam tayangan islami generasi baru yang dikhususkan untuk remaja Muslim yang hadir menawarkan identitas Islam terkini, seperti yang dikatakan Ibrahim (2007:135):

“Jadilah Muslimah yang gaul dan smart! Atau jadi Muslimah yang cerdas, dinamis, dan trendi! Jadilah cewek Muslimah yang produktif dan ngerti Fesyen!”

Salah satu wujud tayangan islami generasi baru yang dikhususkan untuk perempuan Muslim yang hadir menawarkan representasi identitas Islam terkini adalah Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 di Trans7. Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 merupakan salah satu acara hiburan sekaligus ajang pencarian icon fashion muslimah nan berbakat hasil kerjasama detik.com dan Trans7. Pencarian bakat ini dikhususkan untuk para perempuan-perempuan islam Indonesia dan berhijab. Dikemas berbeda dari acara-acara pencarian bakat pada umumnya, membuat program tayangan ini cukup diminati penonton, terutama remaja-remaja

(6)

6

berhijab di Indonesia. Tampilan-tampilan pengemasan yang identik dengan anak muda dijadikan magnet oleh awak media dalam menjaring penonton. Selain itu, tayangan ini juga menampilkan gaya-gaya berhijab modern di Indonesia dan bakat-bakat dari setiap peserta. Adanya keunikan-keunikan dalam program tayangan Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 itulah yang melatarbelakangi pemilihan tayangan tersebut sebagai objek penelitian.

1. 2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis dapat merumuskan masalah, yaitu : bagaimana representasi identitas perempuan muslim di dalam program tayangan Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015?

1. 3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu :

1). Untuk menjelaskan bagaimana representasi identitas perempuan muslim di dalam program tayangan Grand Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 di Trans7

2). Menunjukkan bagaimana media (televisi) melakukan konstruksi atas identitas dan potret perempuan Islam.

1. 4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi yang berkaitan dengan peran media massa (televisi) terhadap praktek representasi identitas keagamaan berbasis gender.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana media massa terutama televisi merepresentasikan suatu agama, khususnya peran perempuan di dalam masyarakat. Selain itu

(7)

7

dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang identitas, agama dan media atau pada tema penelitian yang sejenis.

1. 5 Konsep dan Batasan Penelitian

Dalam menyusun kerangka konsep diperlukan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 2001:40). Konsep yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006:33). Jadi kerangka konsep adalah landasan berpikir yang menjelaskan makna dan maksud dari teori yang dipakai. Sedangkan penelitian ini akan terfokus terhadap bagaimana representasi keagamaan, khususnya identitas perempuan muslim dalam tayangan Final Sunsilk Hijab Hunt 2015 di Trans7.

1.5.1. Representasi

Representasi yaitu bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apa pun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Media sebagai alat komunikasi massa yang sangat efektif melakukan perubahan yang signifikan pada sebuah ruang lingkup publik. Maka dengan itu para pelaku media sangat dituntut untuk memberikan penyajian suatu pesan yang jelas kepada publik, meski tidak menutup kemungkinan ada kesalahpahaman atau ketidaktepatan dalam penyampaiannya pada kelompok-kelompok tertentu. Dengan realitas media inilah yang sering disebut representasi. Representasi bukan penjiplakan atas kenyataan yang sesungguhnya, representasi adalah ekspresi estetis, rekonstruksi dari situasi sesungguhnya (Barker, 2005: 104).

1.5.2. Identitas

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu

(8)

8

yang sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau benda; (4) Pada tataran teknis, pengertian epistimologi diatas hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata “identik”, misalnya menyatakan bahwa “sesuatu” itu mirip satu dengan yang lain (Liliweri, 2007:69). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa identitas adalah simbolisasi ciri khas yang mengandung diferensiasi dan mewakili citra sesuatu. Identitas sendiri dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu : identitas budaya, identitas sosial, dan identitas diri atau pribadi (Liliweri, 2007:95).

1.5.3. Perempuan Muslim

Menurut agama Islam, seorang perempuan muslim atau muslimah adalah seorang perempuan yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan keimanannya itu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diwujudkan dengan perbuatan sehari-hari. Dan pengalaman dari keimanan ini adalah dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Salah satu perintah yang wajib dijalani bagi perempuan muslim adalah menutup aurat, yaitu dengan cara mengenakan jilbab.

1.5.4. Semiotika Umberto Eco

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia (Sobur, 2004:15). Semiotika Umberto Eco merupakan bidang kajian semiotika secara umum (general semiotic theory) yang mampu menjelaskan semua permasalahan fungsi tanda (sign-fuction) berdasarkan sistem hubungan antar unsur yang terdiri atas satu kode atau lebih. Fungsi tanda memiliki isi yang beragam. Selain itu, fungsi tanda merupakan interaksi dengan berbagai norma budaya yang berbeda-beda dapat memberikan macam-macam konotasi terhadap norma tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

Kewenangan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 94, tetapi Tidak

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Dari hasil analisis diperoleh grain size pelet U02 sinter Cirene sebesar 7,9 11mdan pelet PWR sebesar 6,9 11m.Sedangkan porositas pelet Cirene adalah 12,4% dan pelet PWR adalah

Sesuai dengan fokus masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana erotisme ditampilkan dalam lirik lagu “Cinta Satu Malam”, “Mojok di Malam Jumat”, dan “Aw Aw”

Pada Ruang Baca Pascasarjan perlu dilakukan pemebersihan debu baik pada koleksi yang sering dipakai pengguna maupun

Menurut teori hukum Perdata Internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

Sedangkan bahan baku untuk pembuatan minyak goreng dari kelapa adalah kopra dan crude coconut oil (CCO), yang merupakan produk dari perkebunan rakyat... komponen