• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Informasi telah menjadi kebutuhan primer masyarakat modern saat ini tanpa kecuali. Teknologi informasi yang semakin modern membawa konsekuensi kebutuhan informasi tersebut kedalam relasi-relasi sosial dalam masyarakat dengan menghilangkan batas-batas sosial budaya juga sangat berperan aktif dalam menghilangkan fungsi ruang dan waktu. Dengan konsekuensi hilangnya batas-batas sosial budaya akibat hilangnya fungsi ruang dan waktu, arus informasi membawa, menawarkan, dan dapat mengubah wajah sosial dan budaya dengan perlahan, dan seringkali tanpa disadari.1

Kecepatan informasi untuk menjangkau penerima informasi tersebut terbawa oleh berbagai macam medium informasi yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat modern, karena melalui berbagai media massa tersebut itulah nilai-nilai sosial dan budaya tersosialisasikan yang didalamnya terdapat tanda-tanda dan simbol-simbol.2

Tidak dapat dipungkiri media massa memberi pengaruh melalui pesan-pesan yang disampaikannya. representasi remaja muslim perempuan metropolitan kini sangat mudah terpengaruh dengan trend. Untuk memenuhi kebutuhan itu mereka mencari informasi tersebut di media massa seperti majalah dan televisi. Dengan adanya gambaran seperti ini di kota-kota metropolitan seperti pada umumnya, dikarenakan masuknya budaya luar ke Indonesia. Hal-hal yang dilakukan oleh selebritis baik dalam maupun luar negeri dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang diliput oleh media massa dan disebar luaskan.

Media massa dan industri menciptakan kebutuhan remaja muslim perempuan demi kepentingan pasar, yang disuarakan sebagai cara bagi remaja muslim perempuan untuk keluar dari identitas yang diinginkan oleh orang tua. Akhirnya budaya remaja muslim perempuan pun tidak dapat lepas dari anggapan 1 Idi Subandi Ibrahim-Hanif Suranto, Wanita dan Media, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998,

hal. 95

(2)

penampilan sebagai representasi identitas. Tentunya remaja muslim perempuan di kota-kota besar adalah kelompok yang memiliki akses paling terbuka ke sumber informasi yang dibutuhkan. Mereka memungut informasi dari mana saja, dari televisi, majalah, radio, buku, bahkan sobekan poster di pinggir jalan. Mereka punya kesempatan untuk memanfaatkan waktu luang di pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan ruang-ruang publik yang memungkinkan mereka untuk melakukan interaksi dan pertukaran informasi.

Remaja muslim perempuan di kota-kota besar selalu punya cara untuk tampil beda, meski tidak selalu orisinil karena banyak mengadopsi gaya selebritis idolanya masing-masing yang mereka lihat di majalah dan televisi, dengan demikian remaja perempuan metropolitan selalu berusaha untuk memperbaharui penampilannya sesuai dengan trend yang sedang berlaku. Yang disebut penampilan bukan saja apa yang melekat di tubuh semata, melainkan juga bagaimana keseluruhan potensi dalam diri memungkinkan mereka untuk menampilkan representasi diri. Dan pesan verbal dan non verbal yang disampaikan media massa dianggap sebagai salah satu hal penting yang akan memberikan ciri khusus pada remaja muslim perempuan. Cara berpakaian dan pilihan warna dalam berbusana muslim ataupun dalam hal apa saja yang berkaitan dengan identitasnya sebagai remaja adalah salah satu dari usaha remaja muslim perempuan untuk membentuk representasi tertentu melalui penampilannya.

Kita mengakui bahwa pengaruh dunia barat dengan nilai-nilainya yang mempengaruhi nilai budaya kita. Hal tersebut akibat arus simbolik global yang nyata yaitu nilai-nilai dari luar dapat dengan mudah masuk ke dalam kehidupan masyarakat melalui transformasi teknologi komunikasi modern dan industri komersil. Kemasan media massa yang menarik dapat membuat khalayak tertarik untuk melihat atau membaca informasi tersebut. Bagaimana media massa mengkonstruksikan realitas ke dalam sebuah kemasan medianya.

Penempatan remaja muslim perempuan dalam media massa saat ini merupakan bagian dari hal yang penting, karena dunia remaja adalah dunia yang menarik untuk terus kita ketahui dan kita simak. Media massa hanya mempengaruhi serta menyibak gaya dan pola remaja saat ini. pemenuhan

(3)

kebutuhan informasi dari remaja muslim perempuan yang membuat banyak media massa selalu berusaha memenuhi kebutuhannya tersebut.

Penggambaran yang terdapat di sebuah media massa menimbulkan rasa tertarik khalayak untuk mengetahui lebih jauh tentang dunia remaja tersebut. Bagaimana media massa menampilkan sebuah gambar, warna, lambang, dan tanda-tanda yang ada sebagai konstruksi realita yang ada.

“isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa baik verbal dan non verbal sebagai perangkatnya, sedangkan bahasa bukan saja alat mempresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikan.”3

“Media juga berfungsi sebagai media budaya. Media budaya merupakan media yang berada dalam budaya masyarakat dan sebenarnya menjembatani kepentingan salah satu pihak, yaitu pihak budaya masyarakat industri dengan budaya masyarakat pengguna.”4

“Pengguna (pemakai) media budaya adalah individu-individu yang menikmati bentuk-bentuk media budaya, seperti majalah, surat kabar, atau tayangan yang muncul di televisi. Individu dan masyarakat pengguna diperkenalkan dengan semboyan/slogan yang menjanjikan.”5

Menurut buku “Komunikasi Antar Budaya” : “Sistem kepercayaan erat kaitannya dengan nilai-nilai (values) yang ada, sebab nilai-nilai itu adalah aspek evaluatif dari sistem kepercayaan, nilai dan sikap, yang meliputi kualitas atau

3 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 88.

4 Irmayanti M. Budiyanto, Semiotika Budaya, Penerbit Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan

Budaya Rektorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI. Depok, 2004, hal.184

(4)

asas-asas seperti kemanfaatan, kebaikan, keindahan, kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan.”6

Dan kebudayaan yang masuk ditiru oleh para remaja muslimah perempuan. Mereka umumnya berasal dari kalangan menengah-keatas dan termasuk kategori A dalam strata sosial ekonomi.

Pergeseran nilai dan budaya itu terjadi karena sikap dari respon remaja yang menerima pengaruh dari luar dan mereka merasa pas atau cocok dengan itu semua.

“Sikap adalah suatu respon yang evaluatif, dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan yang disebabkan oleh interaksi seseorang dengan lingkungan. Kesiapan sikap perilaku tersebut adalah hasil dan cara belajar merespon lingkungan dalam kawasan budaya tertentu.”7

Buku turut mengkonstruksi gaya hidup remaja perempuan metropolitan dengan munculnya buku khusus gaya hijab terkini. Buku Yuk Berhijab! menggambarkan representasi remaja muslim perempuan sesuai dengan fenomena yang terjadi. Bersama media yang ada dalam masyarakat mulai mencerna kehidupan remaja muslim perempuan yang ada di masyarakat.

Disisi lain, penulis akan mencoba mengungkap gambaran umum tentang representasi remaja muslim perempuan dan bagaimana islam memandangnya dalam buku Yuk Berhijab!, karena dinilai sebagai gejala kehidupan masa kini yang dibentuk oleh kapitalis untuk mempublikasikan ide yang sekaligus sebagai mode atau trend yang marketable dan akhirnya menjadi bahan yang diterima masyarakat melalui media.

Buku Yuk Berhijab! sendiri adalah buku karya Ustadz Felix Siauw yang ditulis bersama Emeralda Noor Achni sebagai pembuat visual art-nya. Buku ini diterbitkan pada bulan Juni 2013, dan hingga sekarang baru mengalami 1 kali cetak. Dimana 1 kali cetak sekitar 3000-5000 eksemplar. Mungkin penjualannya 6 Alex H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,

Jakarta, hal.3.6

(5)

tidak bisa dikatakan best seller, bisa jadi karena tema yang diangkat tidak begitu populer bagi kebanyakan anak muda, terutama yang berhijab dengan mengikuti mode.

Ada beberapa hal yang menyebabkan buku Yuk Berhijab! ini menjadi terasa penting untuk dibahas dalam penelitian skripsi ini. Hal pertama adalah karena penulisnya, ustadz Felix Y. Siauw, adalah seorang mualaf yang baru memeluk agama islam pada tahun 2002, namun sudah memberanikan diri mensyiarkan ajaran islam sebagai seorang ustadz. Hal kedua adalah karena jarangnya ada sebuah buku dengan tema yangs angat tematik, dan dengan sasaran yang juga sangat fokus. Buku ini sedari awal memang sudah fokus membahas mengenai wanita dan hijab dalam islam, dan dari pengemasannya yang lebih banyak menggunakan bahasa grafis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa buku ini lebih banyak menyasar kepada anak muda, meskipun tidak membatasi kepada yang sudah dewasa untuk ikut membaca buku ini.

Waktu yang dipilih untuk menerbitkan buku ini, yang beberapa pekan menjelang bulan ramadhan juga menjadikannya terasa spesial. Karena dengan pemilihan waktu itu diharapkan agar buuku ini bukan hanya akan menjadi sebuah bahan bacaan semata, tapi juga bisa membawa perubahan yang signifikan saat memasuki bulan ramadhan.

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisa representasi remaja muslim perempuan seperti apa yang terdapat dalam buku Yuk Berhijab!. Penelitian ini hanya dibatasi pada teks dan gambar yang terdapat dalam buku Yuk

Berhijab! untuk memperdalam penelitian.

C. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas oleh penulis didalamnya meliputi representasi remaja muslim perempuan di buku Yuk Berhijab! adalah sebagai berikut:

(6)

1. Bagaimana kita melihat sisi kehidupan remaja muslim perempuan dari sebuah representasi di buku Yuk Berhijab!?.

2. Bagaimana sang penulis memandang fenomena hijab yang melanda remaja muslim perempuan yang direpresentasikan dalam buku Yuk

Berhijab! ini melalui sudut pandang agama islam?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui tentang representasi remaja muslim perempuan dan bagaimana islam memandangnya seperti yang tertuang dalam isi buku Yuk Berhijab!. Tujuan khususnya adalah bagaimana remaja muslim perempuan direpresentasikan dalam isi buku Yuk Berhijab! dengan membedah teks verbal dan non verbal dengan menggunakan analisis semiotika.

E. Kerangka Pemikiran

Hijab adalah hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, namun belakangan ini tiba-tiba hijab menjadi satu fenomena yang menjadikan kaum perempuan seakan-akan berlomba-lomba menjadi pemakainya. Hijab erat kaitannya dengan kaum perempuan, sehingga digunakanlah teori feminisme dalam penelitian ini. Belakangan ini hijab juga menjadi sebuah komoditi industri mode dalam rangka memuaskan hasrat dari konsumen yang menjadikan teori kapitalisme dan hedonisme pun bisa digunakan dalam penelitian ini. Lalu ditambahkan sedikit pembahasan budaya pop. Dalam membahas isi buku Yuk Berhijab yang menjadi dasar penelitian ini maka peneliti menggunakan metode semiotika.

F. Kerangka Konsep

Penelitian ini bermaksud untuk menelaah fenomena hijab yang sekarang ini makin marak. Hijab atau jilbab yang sebenarnya sudah menjadi pakaian sehari-hari dari masyarakat di Indonesia, tiba-tiba belakangan ini menjadi booming lagi dengan ragam yang makin bermacam-macam dan makin berwarna. Hijab selain sudah lama dikenal sebagai pakaian-sehari-hari bagi kaum perempuan di bangsa

(7)

ini, juga adalah pakaian yang dianjurkan untuk kaum muslim perempuan. Hijab adalah pakaian yang sesuai dengan syari’at sesuai perintah agama islam.

Namun perkembangan sekarang ini hijab bukan hanya sebagai sebuah pakaian yang merupakan syariat dan anjuran, namun juga lebih dijadikan sebagai komoditi bisnis mode semata. Semakin banyak model dan ragam yang bermunculan, namun mirisnya justru semakin jauh dari apa yang sebenarnya disyariatkan oleh agama islam.

hal ini sedikit banyak menjadi keprihatinan dari banyak orang, termasuk peneliti. Salah satu tokoh agama yang juga menyatakan keprihatinannya adalah Ustadz Felix Siauw, yang ditunjukan dengan menulis buku Yuk Berhijab! Yang secara khusus membahas mengenai fenomena hijab di kalangan remaja muslim perempuan, dan bagaimana sebenarnya kaitannya dengan ajaran agama islam. Disini peneliti mencoba meneliti lebih bagaimana representasi remaja muslim perempuan sekarang ini dan bagaimana islam memandanganya berdasarkan pembahasan yang ada di buku Yuk Berhijab! Ini. Dengan metode analisis semiotika, peneliti mencoba menarik kesimpulan melalui penjabaran teks dan simbol grafis yang ada di dalam buku. Sehingga diharapkan akan dapat ditarik kesimpulan bagaimana sebenarnya representasi remaja muslim perempuan sekarang ini dan bagaimana islam memandang fenomena hijab ini.

G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis semiotika. Istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatic Amerika, Charles Sanders Pierce, merujuk kepada “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda – tanda, melainkan dunia itu sendiripun sejauh terkait dengan pikiran

(8)

manusia, seluruhnya terdiri atas tanda – tanda, karena jika tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungan dengan realitas.8

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to

communicate). “Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda”.9

Semiotika seperti kata Lecthe (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelas lagi, metode semiotika digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dari tanda-tanda yang muncul dalam teks, gambar atau pun foto pada buku yang akan diteliti tersebut. Karena pada dasarnya tanda-tanda itu sendiri merupakan pesan-pesan yang dipertukarkan dalam proses komunikasi.

Menurut John Fiske yang dikutip oleh Idi Subandy dalam bukunya Cultural and Communication Studies (Sebuah Pengantar Paling Komprehensif) terdapat tiga area penting dalam studi semiotik, yaitu:

1. “Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti yang mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang menggunakannya. Tanda itu adalah buatan manusia dan hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk

8 Alex Sobur, Op. Cit., hal. 13. 9 Ibid., hal. 15.

(9)

mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan.

3. Kebudayaan dimana kode lambang itu beroperasi.”10

Karena itu, semiotika memfokuskan perhatiannya terutama pada teks. Semiotika lebih suka memilih istilah “pembaca” (bahkan untuk foto) untuk “penerima” karena hal tersebut secara tak langsung menunjukkan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembacaan merupakan sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya, karena itu pembacaan tersebut ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut.

Penelitian dengan menggunakan analisis semiotika merupakan perangkat yang dapat memecahkan atau mendefinisikan makna dengan pikiran yang logis melalui tanda – tanda yang ada khususnya pada media cetak.

Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol. Dengan kata lain, apa yang disebut pengertian yang terakhir ini, apa yang disebut sebagai simbol sebetulnya berekuivalensi dengan pengertian Saussure tentang tanda adalah “sesuatu hal yang penting untuk dicatat bahwa media peletak dasar semiotika ini ternyata saling berkesesuaian mengenai pengertian yang fundamental ini”.11

Pada dasarnya simbol dapat dibedakan (Hartoko & Rahmanto, 1998 : 133) :

1. “Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai lambang kematian.

10 Idi Subandy, John Fiske: Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling

Komprehensif, Jalasutra, Yogyakarta, 2004, hal. 60.

(10)

2. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu (misalnya keris dalam kebudayaan Jawa)

3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan karya seorang pengarang”.12

2. Teknik Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian semiotika Roland Barthes. Metode penelitian semiotika Roland Barthes secara umum dipahami sebagai ilmu tentang tanda. Ferdinand de Saussure sebagai “pencetus” pertama dalam konsepnya tentang tanda, yang merupakan kombinasi antara penanda dan petanda menegaskan bahwa hubungan antara penanda dan petanda ini sifatnya arbitrer. Konsep ini juga digunakan oleh Barthes dalam semiologinya mengenai tingkat pemaknaan denotasi, konotasi dan mitos terhadap tanda.

Adalah Roland Barthes yang mengembangkan ide dari Saussure. Ia lah yang pertama kali menyusun model sistematik untuk menganalisis negosiasi dan gagasan makna interaktif tadi. Inti teori Barthes adalah gagasan tentang dua tatanan pertandaan (order of sgnifications).

Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dengan petanda di dalam tanda, dan tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut hal ini sebagai denotasi.

Tatanan pertandaan kedua yang pertama disebut konotasi. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi ketika makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif.

Budiman menyatakan dalam bukunya Semiotika dalam Tafsir Sastra: “Antara Riffaterre dan Barthes, bahwa dalam kerangka Barthes, “konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’, yang 12 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 157.

(11)

berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu”.13. Mitos adalah bagian kedua dari tatanan kedua yang terdapat dalam tatanan pertandaan.

Pemilihan metode semiotika Roland Barthes karena melihat isi dari buku ini yang merupakan kombinasi dari teks dan grafis sehingga cocok menggunakan metode pemaknaan denotasi-konotasi yang dicetuskan oleh Barthes. Dengan metode pemaknaan Barthes maka akan lebih mudah didapatkan hasil yang sesuai harapan karena segala aspek yang ada di dalam buku ini akan dapat ditelaah secara lebih mendalam.

3. Teknik Analisa Data

Pada penjabaran analisa dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap analisa sintagmatik dan paradigmatik. Dengan meminjam pendekatan linguistik dari Saussure, Barthes melihat bahwa elemen teks disusun berdasar model paradigmatik yaitu wilayah pengertian elemen teks itu dan model sintagmatik yaitu hubungan-hubungan antara elemen-elemen teks itu.

Tahap Sintagmatik adalah suatu tahapan dimana kita memberikan makna satu persatu pada setiap simbol yang ada pada teks. Analisa sintagmatik adalah semacam rantai dan pada analisis sintagmatik, teks diperiksa diuji sebagai rangkaian dari kejadian-kejadian yang membentuk narasi. Tahap paradigmatik adalah suatu tahap lanjutan dimana kita menggabungkan seluruh makna pada tahap paradigmatik akan kita kaitkan dengan beberapa ideologi yang berhubungan dengan hasil analisis. Sintagmatik yaitu penjabaran secara mikro (detail atau khusus) dan analisa paradigmatik yaitu penjabaran secara makro, analisa yang dilakukan secara keseluruhan atau umum.

Dengan demikian Barthes dan pendekatan semiotika justru memberi peran lebih besar kepada pembaca teks dan proses membaca ketimbang sebuah usaha untuk mencari makna obyektif sebuah teks. “Hal ini terjadi 13 Alex Sobur, Op. Cit., hal. 71.

(12)

karena pengertian-pengertian yang menyusun model paradigmatik dan model sintagmatik itu dimiliki baik oleh pengarang maupun oleh pembaca dalam konteks budaya mereka masing-masing".14

Charles Sanders Peirce, pendiri tradisi semiotika Amerika mengidentifikasi relasi segitiga antara tanda, pengguna dan realitas eksternal sebagai suatu keharusan model untuk mengkaji makna

Tanda

Interpretant Objek

Skema 3.1 Unsur makna dari Peirce

(Sumber: Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif – John Fiske: 1990)

“Panah dua arah menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar dirinya sendiri – objek, dan ini dipahami oleh seseorang: dan ini memiliki efek di benak penggunanya – interpretant. Kita mesti menyadari bahwa interpretant bukanlah pengguna tanda, namun Peirce menyebutnya di mana-mana sebagai efek pertandaan yang tepat: yaitu konsep mental yang dihasilkan baik oleh tanda maupun pengalaman pengguna terhadap objek”.15

14 PMRAM Online (Persekutuan Melayu Republik Arab Mesir) The Malay Association in Arab

Republic of Egypt, Paradigmatik, 30 Januari 2006.www.pmramonline.com

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

menunjukkan bahwa setiap taraf perlakuan, yaitu penambahan Dekstrin dan proporsi Asam Sitrat : Natrium Bikarbonat memberikan jumlah rangking kesukaan rasa yang

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek

[r]

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.