i
EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP BERBENTUK BENDA
PUTAR DENGAN JARI-JARI FUNGSI POSISI DAN
KONDUKTIVITAS TERMAL
FUNGSI SUHU KASUS SATU
DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK
SKRIPSIDiajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
Oleh:
YUNUS ANGGA VANTOSA NIM: 145214090
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
ii
EFFECIENCY AND EFFECTIVENESS OF CIRCULAR FIN
WITH RADIUS FUNCTION OF POSITION AND THERMAL
CONDUCTIVITY FUNCNTION OF TEMPERATURE ONE
DIMENSIONAL CASE FOR UNSTEADY STATE CONDITION
FINAL PROJECT
As partial fulfillment of the requirements
to obtain Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering
By:
YUNUS ANGGA VANTOSA Student Number: 145214090
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2018
vii
ABSTRAK
Sirip adalah piranti yang berfungsi untuk mempecepat perpindahan kalor dengan cara memperluas luas permukaan benda. Ketika suhu benda mengalami perpindahan kalor secara konveksi, maka laju perpindahan kalor dari benda tersebut dapat dipercepat dengan cara memasang sirip. Tujuan penelitian ini adalah (1) membuat program komputasi untuk menghitung distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas sirip berbentuk benda putar, dengan konduktivitas termal fungsi suhu pada keadaan tak tunak. (2) mengetahui pengaruh bahan sirip terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektifitas pada sirip pada keadaan tak tunak dengan nilai konduktivitas bahan yang berubah terhadap suhu.(3) mengetahui pengaruh kecepatan fluida di sekitar sirip terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas sirip pada keadaan tak tunak.
Perhitungan distribusi suhu pada penelitian dilakukan menggunakan metode komputasi, dengan metode beda hingga cara eksplisit. Sirip berbentuk benda putar dengan jari-jari fungsi posisi. Sirip mempunyai massa jenis, kalor jenis tetap dan nilai konduktivitas bahan fungsi suhu. Suhu dasar sirip 100 derajat Celcius dan dipertahankan tetep dari waktu ke waktu, pada saat waktu 0 detik, suhu awal disetiap volume kontrol merata sebesar 100 derajat Celcius. Suhu fluida diasumsikan 30 derajat Celcius. Perubahan volume dan perubahan bentuk pada sirip diabaikan. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi tetap dan merata dari waktu ke waktu. Variasi dari penelitian ini adalah material bahan sirip dan kecepatan fluida di sekitar sirip.
Hasil penelitian terhadap sirip berbentuk benda putar dengan jari-jari fungsi posisi yang luasnya berubah terhadap posisi adalah a) Semakin besar difusivitas termal suatu bahan maka laju aliran kalor yang di dapat sirip semakin besar. Selain itu difusivitas termal suatu bahan juga akan menghasilkan nilai efisiensi dan efektivitas yang semakin besar pula. b) semakin cepat fluida di sekitar sirip akan menghasilkan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi yang besar, maka laju aliran kalornya akan semakin besar, namun efisiensi dan efektivitasnya justru akan semakin rendah.
viii
ABSTRACT
Fin is a device which has a function to accelerate the heat transfer by extending the object surface. When the convection heat transfer of the object occurs, the rate of heat transfer can be accelerated installing a fin. The purpose of this experiment are: (1) make a computational program to calculate heat distribution, heat transfer, the efficiency and effectiveness of the rotary shape fin with conductivity function of temperature with unsteady condition. (2) Determine the effect of fin’s material on the heat distribution, heat transfer, the efficiency, and effectiveness of the fin with unsteady state condition in the thermal conductivity which function of temperature. (3) Determine the effect of fluid speed around the fin towards the heat distribution, heat transfer, the efficiency and effectiveness with unsteady state condition.
The calculate of heat distribution in this experiment is done by using computational method finite different. The rotary shaped fin has the radius function of position. Fin’s material has the mass density, specific heat are steady and thermal conductivity function of temperature. The base temperature of the fin is 100 degrees Celcius and remains constant from time to time. When the time is 0 second, the initial temperature in every control volume of fin is considered 100 degrees Celcius. Fluid’s temperature is assumed 30 degrees Celcius. The volume and shaped alteration of the fin is neglected. Convection heat transfer coefficient is constant and spread evenly from time to time. The variation’s used in this experiment are fin’s material and the fluid speed around the fin.
The result of the rotary shaped fin experiment with radius function of position whose surface area altered based on it is position are a) the bigger thermal diffusivity of fin’s material is the faster heat transfer. In addition thermal diffusivity of fin’s material will yield bigger efficiency and effectiveness values. b) the faster flow of the fluid around the fin is the bigger convection of heat transfer coefficient will be the heat transfer will increase, but it,s efficiency and effectiveness will decrease.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Bapa di Surga yang telah memberi berkat, semangat, harapan baru, rahmat dan cinta kasih yang berlimpah di dalam penulisan skripsi ini hingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Sudi Mungkasi, S.Si, M.Math.Sc., Ph.D., Selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.
3. Ir. Rines Alapan, M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Seluruh Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
5. Ibunda Tercinta Kristina Sumaryanti, Ayah tercinta Antonius Sugiyarta yang telah mendidik dan memperjuangkan hidup penulis, dan adik tercinta yang selalu menyemangati penulis dalam segala hal.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..………. i
TITLE PAGE………..………... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………..………... iii
HALAMAN PENGESAHAN………..……….. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..……….. v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….………. vi
ABSTRAK………..…………... vii
ABSTRACT………..………….... viii
KATA PENGANTAR………..………….. ix
DAFTAR ISI………...………… xi
DAFTAR NOTASI………... xv
DAFTAR GAMBAR…...………..………. xvi
DAFTAR TABEL………..………. xx BAB I PENDAHULUAN………..……… 1 1.1 Latar Belakang………..………… 1 1.2 Rumusan Masalah………..………... 2 1.3 Tujuan Penelitian………..………. 3 1.4 Batasan Masalah……… 3 1.4.1 Benda Uji………..….. 3 1.4.2 Model Matematika………..… 4 1.4.3 Kondisi Awal………...………... 5 1.4.4 Kondisi batas………... 5 1.4.5 Asumsi……… 6 1.5 Manfaat Penelitian………. 6
BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA……….…. 8
2.1 Definisi Perpindahan Kalor………... 8
xii
2.3 Konduktivitas Termal Material………. 10
2.4 Perpindahan Kalor Konveksi………. 15
2.4.1 Perpindahan Kalor Konveksi Secara Alamiah………... 16
2.4.1.1 Bilangan Rayleigh (Ra)………...………...… 17
2.4.1.2 Bilangan Nuselt (Nu)………..…… 17
2.4.2 Perpindahan Kalor Konveksi Paksa………... 18
2.4.2.1 Untuk Aliran Laminar………. 20
2.4.2.2 Untuk Aliran Turbulen……… 21
2.5 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi……… 21
2.6 Sirip………... 23
2.7 Laju Perpindahan Kalor………. 24
2.8 Efisiensi Sirip……… 24
2.9 Efektivitas Sirip………. 25
2.10 Difusivitas Termal……… 26
2.11 Tinjauan Pustaka………. 26
BAB III PERSAMAAN NUMERIK PADA SETIAP VOLUME... KONTROL 29 3.1 Kesetimbangan Energi……….. 29
3.1.1 Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol Pada Sirip…. 30 3.2 Penerapan Metode Numerik pada Persoalan……… 32
3.2.1 Persamaan Diskrit Untuk Volume Kontrol Pada Sirip……. 34
3.2.1.1 Volume Kontrol pada Dasar Sirip (Volume …....… 34
Kontrol ke 1) 3.2.1.2 Volume Kontrol yang Terletak di Antara Dasar…. 35 Sirip dan Ujung Sirip 3.2.1.3 Volume Kontrol Pada Ujung Sirip (Volume…….. 38
Kontrol ke 101) 3.2.2 Syarat Stabilitas………. 41
3.2.2.1 Volume Kontrol ke 2- Volume Kontrol ke 100... 41
3.2.2.2 Pada Volume Kontrol ke 101………... 43 3.3 Perhitungan Luas Penampang. Luas Selimut, dan Volume Sirip pada … 44
xiii Benda Putar
3.3.1 Volume Kontrol pada Dasar Sirip……… 45
3.3.2 Volume Kontrol yang Terletak antara Dasar Sirip dan Ujung…… 46
Sirip 3.3.3 Volume Kontrol yang Terletak di Ujung Sirip…….……… 48
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……… 50
4.1 Obyek Penelitian………... 50
4.2 Alur Penelitian……….. 51
4.3 Peralatan Pendukung Penelitian……… 53
4.4 Variasi Penelitian……….. 53
4.5 Metode Penelitian……….. 54
4.6 Cara Pengambilan Data………. 55
4.7 Cara Pengolahan Data………... 55
4.8 Cara Menyimpulkan………. 56
BAB V HASIL PERHITUNGAN PENGOLAHAN DATA DAN……….. 57
PEMBAHASAN 5.1 Hasil Perhitungan dan Pengolahan Data……….. 57
5.1.1 Hasil Perhitungan untuk Variasi Material Bahan Sirip………….. 57
5.1.1.1 Distribusi Suhu untuk Variasi Material Bahan Sirip dari... 58
Waktu ke Waktu 5.1.1.2 Laju Aliran Kalor untuk Variasi Material Bahan Sirip…… 62
Dari Waktu ke Waktu 5.1.1.3 Efisiensi untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu… 64 ke Waktu 5.1.1.4 Efektivitas Suhu untuk Variasi Material Bahan Sirip dari.. 65
Waktu ke Waktu 5.1.2 Hasil Perhitungan untuk Kecepatan Fluida di Sekitar Sirip……… 67
5.1.2.1 Distribusi Suhu untuk Variasi Kecepatan Fluida di……… 69
Sekitar Sirip dari Waktu ke Waktu 5.1.2.2 Laju Aliran Kalor untuk Variasi Kecepatan Fluida di…… 74
xiv
Sekitar Sirip dari Waktu ke Waktu
5.1.2.3 Efisiensi untuk Variasi Kecepatan Fluida di Sekitar Sirip... 76
dari Waktu ke Waktu 5.1.2.4 Efektivitas untuk Variasi Kecepatan Fluida di Sekitar…… 77
Sirip dari Waktu ke Waktu 5.2 Pembahasan………... 79
5.2.1 Pembahasan untuk Variasi Material Bahan Sirip……… 79
5.2.2 Pembahasan untuk Variasi Kecepatan Fluida di Sekitar Sirip…… 83
5.2.3 Pembahasan Perbandingan Grafik Hubungan Efisiensi dan 𝜉... pada Literatur dan Hasil Penelitian 86 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……… 91
6.1 Kesimpulan………... 91
6.2 Saran………. 92
xv
DAFTAR NOTASI
Ti Suhu awal sirip (oC)
T∞ Suhu fluida di sekitar sirip (oC)
h Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2 oC)
Tb Suhu dasar pada sirip (oC)
k Nilai konduktivitas termal bahan (W/m oC)
𝜌 Massa jenis bahan (kg/m3)
c Kalor jenis bahan (J/kg oC
t Waktu (detik)
As Luas selimut sirip (m2)
Ac Luas penampang sirip (m2)
V Volume sirip (m3)
𝜂 Efisiensi sirip 𝜖 Efektivitas sirip
∆t Selang waktu (detik)
∆x Jarak antara volume kontrol (m)
L Panjang sirip (m)
Gr Angka Grashof
Pr Angka Prandtl
𝜉 Xi
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Berbagai bentuk sirip…...……… 2
Gambar 1.2 Sirip benda putar dengan 𝐫 = |𝟎, 𝟎𝟎𝟏( √𝒙𝟐 𝟓− 𝟔)|... 4 dengan x = 0 sampai dengan x = 0,1 Gambar 2.1 Ilustrasi arah aliran kalor………..….………... 9
Gambar 2.2 Proses Perpindahan Kalor Konduksi………... 10
Gambar 2.3 Konduktivitas termal beberapa zat padat.……… 13
Gambar 2.4 Konduktivitas termal beberapa zat cair………... 14
Gambar 2.5 Perpindahan kalor konveksi pada dinding………... 15
Gambar 2.6 Silinder dalam arah silang………... 18
Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol………... 29
Gambar 3.2 Volume kontrol pada sirip……….. 30
Gambar 3.3 Pembagian volume kontrol pada sirip………. 33
Gambar 3.4 Volume kontrol pada dasar sirip………. 34
Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kontrol yang terletak.. 35
antara dasar sirip dengan ujung sirip Gambar 3.6 Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol di Ujung …. Sirip 39 Gambar 3.7 Luas selimut dan luas permukaan setiap volume kontrol… 45 pada sirip Gambar 3.8 Volume kontrol yang terletak di antara dasar sirip dan..…. 46
ujung sirip bagian badan sirip Gambar 3.9 Volume kontrol di ujung sirip……….. 48
Gambar 4.1 Obyek penelitian……….. 50
Gambar 4.2 Diagram alur penelitian………... 52
xvii
sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 1 detik
Gambar 5.2 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar... sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 2 detik
58
Gambar 5.3 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar……. 59 sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 4 detik
Gambar 5.4 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar……. 59 sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 6 detik
Gambar 5.5 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar... 60 sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t
= 10 detik
Gambar 5.6 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar…… 60 sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 20 detik
Gambar 5.7 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar... 61 sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 60 detik
Gambar 5.8 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar... 61 sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 100 detik
Gambar 5.9 Distribusi suhu pada sirip, kecepatan fluida di sekitar... 62 sirip = 0,1 m/s ; Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 120 detik
Gambar 5.10 Laju aliran kalor dari waktu ke waktu dengan variasi…….. material bahan sirip, kecepatan fluida sekitar sirip = 0,1 m/; Tb =100oC, Ti=Tb, T∞ = 30oC
xviii
Gambar 5.10(a) Laju aliran kalor dari waktu ke waktu dengan variasi……. material bahan sirip, kecepatan fluida sekitar sirip = 0,1 m/; Tb =100oC, Ti=Tb, T∞ = 30oC
63
Gambar 5.11 Efisiensi dari waktu ke waktu dengan variasi material….. bahan sirip, kecepatan fluida di sekitar sirip = 0,1 m/s ; Tb =100oC, T
i=Tb, T∞ = 30oC
64
Gambar 5.11 (a) Efisiensi dari waktu ke waktu dengan variasi material…… bahan sirip, kecepatan fluida di sekitar sirip = 0,1 m/s ; Tb =100oC, Ti=Tb, T∞ = 30oC
65
Gambar 5.12 Efektivitas dari waktu ke waktu dengan variasi material…. bahan sirip, kecepatan fluida sekitar sirip = 0,1m/s ; Tb =100oC, Ti=Tb, T∞ = 30oC
66
Gambar 5.12 (a) Efektivitas dari waktu ke waktu dengan variasi material…. bahan sirip, kecepatan fluida sekitar sirip = 0,1m/s ; Tb =100oC, Ti=Tb, T∞ = 30oC
66
Gambar 5.13 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb =.. 100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t =1 detik
70
Gambar 5.14 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb =.. 100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t =2 detik
71
Gambar 5.15 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb =.. 100o C; T
i = 100o C ; T∞ = 30o C saat t =4 detik
71
Gambar 5.16 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb =.. 100o C; T
i = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 6 detik
71
Gambar 5.17 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb =.. 100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 10 detik
72
Gambar 5.18 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb=... 100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 20 detik
72
Gambar 5.19 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb =.. 100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 100 detik
73
Gambar 5.20 Distribusi suhu pada sirip, bahan alumunium murni ; Tb =.. 100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C saat t = 120 detik
xix
Gambar 5.21 Laju Aliran Kalor dengan Variasi Kecepatan Fluida di…... Sekitar Sirip dengan Bahan Alumunium Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C
75
Gambar 5.21 (a) Laju Aliran Kalor dengan Variasi Kecepatan Fluida di…. Sekitar Sirip dengan Bahan Alumunium Tb =100o C; Ti = 100o C ; T∞ = 30o C
75
Gambar 5.22 Efisiensi Sirip dari Waktu ke Waktu dengan Variasi……. Kecepatan Fluida di Sekitar Sirip, Bahan Alumunium Murni, Tb = 100 oC, Ti =Tb, T∞=30o C
76
Gambar 5.22 (a) Efisiensi Sirip dari Waktu ke Waktu dengan Variasi….. Kecepatan Fluida di Sekitar Sirip, Bahan Alumunium Murni, Tb = 100 oC, Ti =Tb, T∞=30o C
77
Gambar 5.23 Efektivitas sirip dari waktu ke waktu dengan variasi... kecepatan fluida di sekitar sirip, bahan alumunium murni, Tb = 100 oC, Ti =Tb, T∞=30o C
78
Gambar 5.23 (a) Efektivitas Sirip dari Waktu ke Waktu dengan Variasi…. Kecepatan Fluida di Sekitar Sirip, Bahan Alumunium Murni, Tb = 100 oC, Ti =Tb, T∞=30oC
79
Gambar 5.24 Grafik Hubungan Efisiensi dan 𝜉 Pada Sirip Silinder,…… Segitiga, dan Siku empat dari Buku Cengel
88
Gambar 5.25 Grafik Hubungan Efisiensi dan 𝜉 Pada Sirip……….. Berpenampang Lingkaran yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi yang Ditinjau Dalam Penelitian
89
Gambar 5.26 Perbandingan Grafik Hubungan Efisiensi dan 𝜉 pada……. Sirip Berpenampang Lingkaran yang Luasmya Berubah Terhadap Posisi yang Ditinjau dalam Penelitian dengan Sirip Silinder yang Terdapat Literatur
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai konduktivitas termal berbagai bahan pada 00C…….. 11 Tabel 2.2 Nilai konstanta pada Persamaan (2.7)………. 20 Tabel 2.3 Nilai konstanta pada Persamaan (2.7) untuk silinder tak…
bundar
20
Tabel 2.4 Harga koefisien perpindahan kalor konveksi (h)…………. 22 Tabel 4.1 Sifat bahan dan pendekatan konduktivitas termal k=k(T)... 54 Tabel 5.1 Hasil perhitungan laju aliran kalor dari waktu ke waktu....
variasi material bahan sirip, kecepatan fluida sekitar sirip = 0,1 m/s
62
Tabel 5.2 Hasil perhitungan efisiensi dari waktu ke waktu, variasi…. material bahan sirip, kecepatan fluida sekitar sirip = 0,1 m/s
64
Tabel 5.3 Hasil perhitungan efektivitas dari waktu ke waktu, variasi.. material bahan sirip, kecepatan fluida di sekitar sirip = 0,1 m/s
65
Tabel 5.4 Sifat-sifat air……… 68
Tabel 5.5 Hasil perhitungan kecepatan fluida, Reynold Number.… Nusselt, dan Nilai Koefisien C
69
Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Laju Aliran Kalor dari Waktu ke ……... Waktu, Variasi Kecepatan Fluida di Sekitar Sirip, Bahan Alumunium Murni
74
Tabel 5.7 Hasil efisiensi dari waktu ke waktu, variasi kecepatan….. fluida di sekitar sirip, bahan alumunium murni
76
Tabel 5.8 Hasil perhitumngan efektivitas dari waktu ke waktu,… variasi kecepatan fluida di sekitar sirip, bahan alumunium murni
xxi
Tabel 5.9 Perbandingan nilai efisiensi pada sirip yang ditinjau… dalam penelitian dengan sirip silinder yang terdapat dalam buku cengel (1998)
89
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan industri yang berkembang dengan cepat membutuhkan produktivitas dan efisiensi yang baik pada mesin-mesin yang digunakannya. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah ketika mesin digunakan secara terus menerus dan melewati batas kerja mesin, mesin dapat bekerja tidak optimal bahkan kerja mesin dapat mati. Sebagai contoh yang terjadi pada komponen mesin, motor bakar. Pada saat motor bakar bekerja, proses pembakaran bahan bakar akan menghasilkan kalor yang harus di buang keluar. Jika pembuangan kalor tidak baik akan mengakibatkan overheat atau panas yang berlebih. Pada ruang bakar piston akan terkunci atau tidak dapat bergerak pada ruang silinder yang dikarenakan terjadinya proses pemuaian pada piston.Untuk mengatasi masalah overheat ini maka proses pembuangan kalor harus berjalan dengan lancar. Salah satu elemen yang dapat mengatasi overheat pada motor bakar adalah dengan mempergunakan sirip.
Sirip adalah suatu alat yang biasanya dipasang pada peralatan penukar kalor. Fungsi sirip untuk memperluas permukaan agar proses perpindahan kalor dapat lebih besar dan berjalan dengan lancar. Sirip biasanya digunakan pada evaporator dan kondensor dari air conditioner, mesin-mesin pendingin, blok silinder motor bakar, heat sink pada komputer, evaporator dan kondensor pada refrigerator, radiator, Air Handling Unit dan lain-lain. Gambar 1.1 menyajikan berbagai bentuk sirip yang biasanya dipakai pada peralatan penukar kalor
Gambar 1.1 Berbagai bentuk sirip (Sumber : J.P Holman, 1991, Hal 44)
Penelitian tentang sirip telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Andrianto Albert (2008), Wardana RF (2008), Ariwibowo JT (2016). Semuanya dilakukan dengan cara komputasi numeris dengan mempergunakan metode beda hingga. Dengan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sirip dengan metode komputasi numeris, dengan mengambil bentuk sirip benda putar, yang berbeda dengan bentuk – bentuk yang sudah diteliti. 1.2 Rumusan Masalah
Perhitungan analitis dari efisiensi dan efektifitas pada sirip berbentuk benda putar yang memiliki luas penampang tidak tetap dengan sifat konduktivitas termal bahan yang berubah terhadap suhu dan keadaan tak tunak tidaklah mudah. Bagaimanakah menghitung distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi sirip dan efektifitas sirip berbentuk benda putar dengan kondisi-kondisi tersebut dengan metode komputasi cara beda hingga? Bagaimanakah pengaruh bahan sirip dan kecepatan aliran fluida di sekitar sirip terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas sirip pada keadaan tak tunak?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu (1) membuat program komputasi untuk menghitung distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas sirip berbentuk benda putar dan dengan k=k(T) pada keadaan tak tunak. (2) Untuk mengetahui pengaruh jenis material bahan sirip dan kecepatan aliran fluida di sekitar sirip terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektifitas pada sirip pada keadaan tak tunak.
1.4 Batasan Masalah
Mula-mula sirip memiliki suhu yang seragam sebesar Ti. Secara tiba-tiba kondisi fluida di sekitar sirip dikondisikan pada suhu tertentu sebesar T∞, dengan lingkungan yang memiliki nilai koefisien perpindahan kalor tetap sebesar h dan merata. Pertanyaannya adalah bagaimana distribusi suhu pada sirip, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas siripnya yang terjadi pada sirip dari waktu ke waktu? 1.4.1 Benda Uji
Sirip benda putar yang diuji memiliki panjang sirip (L). Sirip benda putar memiliki jari-jari r = |0,001( √𝑥2 5− 6)| untuk x = 0 sampai dengan x = 0,1 Benda uji sirip dapat dilihat pada Gambar 1.2. Panjang sirip = L, diameter dasar sirip = D, diameter ujung sirip = d. sifat bahan sirip memiliki konduktivitas termal bahan fungsi suhu atau k=k(T).
Gambar 1.2 Sirip benda putar dengan r = |0,001( √𝑥2 5− 6)| dengan x = 0 s.d. x = 0,1
1.4.2 Model Matematika
Model matematika yang dipergunakan untuk menghitung suhu pada sirip keadaan tak tunak berupa persamaan diferensial parsial, yang diturunkan dengan prinsip keseimbangan energi yang terjadi pada volume kontrol yang berada di dalam sirip. Dapat dinyatakan dengan Persamaan (1.1):
𝜕 𝜕𝑥[𝑘(𝑇). 𝐴𝑐(𝑥). 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 ] − ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥) 𝑑𝑥 . (𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞) = 𝜌. 𝑐. 𝑑𝑉(𝑥) 𝑑𝑥 . 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 ; 0 < x < L, t > 0………….……….………(1.1) Pada Persamaan (1.1) :
k(T) : konduktivitas termal bahan sirip yang berubah terhadap perubahan suhu, W/moC
Ac(x) : luas penampang sirip yang berubah terhadap posisi x, m2 As(x) : luas selimut sirip yang berubah terhadap posisi x, m2 h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2C T(x,t) : Suhu pada posisi x saat t, oC
T∞ : suhu fluida, oC
𝜌 : massa jenis bahan sirip, kg/m3 𝑐 : kalor jenis bahan sirip, J/kg oC
V(x) : volume yang berubah terhadap posisi x, m3 x : posisi yang ditinjau, m
L : panjang sirip, m t : waktu, detik 1.4.3 Kondisi Awal
Kondisi awal sirip mempunyai suhu yang seragam dan merata sebesar T=Ti secara matematik dapat dinyatakan seperti Persamaan (1.2).
𝑇 (𝑥, 𝑡) = 𝑇 (𝑥, 0) = 𝑇𝑖 ; 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝐿, 𝑡 = 0 ...(1.2)
1.4.4 Kondisi Batas
Pada persoalan yang ditinjau, saat t > 0 seluruh permukaan sirip bersentuhan dengan fluida lingkungan yang mempunyai suhu T = 𝑇∞ yang dipertahankan tetap dari waktu ke waktu dan merata, demikian juga dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h).
Kondisi batas dasar sirip :
Dasar sirip dipertahankan tetap mepunyai suhu Tb dari waktu ke waktu.
𝑇(0, 𝑡) = 𝑇𝑏 ; 𝑥 = 0, 𝑡 ≥ 0...(1.3) Kondisi batas ujung sirip :
ℎ. 𝐴𝑠(𝑇∞− 𝑇(𝐿,𝑡)) + 𝑘(𝑇). 𝐴𝑐. 𝜕𝑇
𝜕𝑥 = 𝜌. 𝑐. 𝑉. 𝜕𝑇
𝜕𝑥 ; 𝑥 = 𝐿, 𝑡 > 0...(1.4) Pada Persamaan (1.3) dan (1.4) :
T(L,t) : suhu pada posisi x = L, saat t, oC
1.4.5 Asumsi
Asumsi yang dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam penelitian ini adalah :
1. Sifat konduktifitas termal bahan sirip berubah terhadap suhu, 𝑘 = 𝑘(𝑇).
2. Massa jenis (𝜌) dan kalor jenis bahan sirip (c) tetap (tidak berubah terhadap perubahan suhu) dan merata.
3. Perubahan volume dan perubahan bentuk pada sirip karena adanya perubahan suhu diabaikan.
4. Suhu fluida di sekitar lingkungan sirip tetap dan merata .
5. Suhu dasar sirip dipertahankan tetap dari waktu ke waktu, sebesar 𝑇 = 𝑇𝑏. 6. Suhu awal sirip merata, sebesar 𝑇 = 𝑇𝑖 = Tb.
7. Nilai koefisien perpindahan panas konduksi (ℎ) tetap dan merata dari waktu ke waktu.
8. Arah perpindahan kalor konduksi hanya dalam arah x, tegak lurus dasar sirip (kasus satu dimensi).
9. Tidak ada pembangkitan energi di dalam sirip (𝑞̇ = 0). 10. Perpindahan kalor secara radiasi diabaikan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu :
1. Sebagai alternatif untuk mencari distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektifitas sirip dengan luas penampang fungsi posisi dan nilai konduktivitas termal k fungsi suhu dengan menggunakan metode komputasi cara eksplisit.
2. Dapat digunakan sebagai referensi bagi para peneliti yang melakukan penelitian dengan topik terkait.
3. Menambah sumber wawasan akan kasanah ilmu pengetahuan yang dapat ditempatkan di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma atau dipublikasikan pada khalayak umum.
8
BAB II
DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu perpindahan energi yang terjadi kaena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Ilmu pengetahuan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan kalor yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika yang berisikan tentang kekekalan energi dan arah perpindahan kalor yang berlangsung pada arah tertentu. Pada proses perpindahan energi terdapat tiga modus perpindahan kalor antara lain: konduksi (conduction) atau hantaran, konveki ( convection ) atau radiasi ( radiation ).Masing- masing cara perpindahan kalor ini akan diuraikan sendiri, tetapi karena perpindahan kalor radiasi sangat kecil makan dapat diabaikan. Perlu ditekankan bahwa dalam kebanyakan situasi yang terjadi di dalam alam, kalor mengalir tidak dengan satu cara tetapi dengan beberapa cara yaang terjadi karena bersamaan. Sangat penting untuk diperhatikan bahwa di dalam perekayasaan untuk mengetahui proses perpindahan kalor energi akan saling berpengaruh dari berbagai cara perpindahan kalor tersebut.
Gambar 2.1: Ilustrasi arah aliran kalor 2.2 Perpindahan Kalor Konduksi
Konduksi (conduction) adalah proses perpindahan kalor yang terjadi dalam suatu benda padat akibat adanya gradien suhu (temperature gradient) dari bagian bersuhu tinggi ke suhu rendah tanpa diikuti oleh perpindahan partikelnya , dan disertai perpindahan energi kinetik dari setiap molekulnya. Perpindahan kalor konduksi terjadi apabila media rambatnya bersifat statis. Persamaan perpindahan kalor secara konduksi menurut Fourier dinyatakan dalam Persamaan (2.1).
𝑞 = −𝑘. 𝐴.𝜕𝑇
𝜕𝑥 = 𝑘. 𝐴. 𝑇2−𝑇1
∆𝑥 ...(2.1) Pada Persamaan (2.1) :
𝑞 : l aju perpindahan kalor konduksi, W 𝑘 : konduktivitas termal bahan, W/moC
A : luas penampang tegAk lurus terhadap arah rambatan panas, m2 𝜕𝑇
𝜕𝑥 : perubahan suhu terhadap perubahan posisi, oC
T2 : Suhu pada permukaan dinding kanan, oC T1 : Suhu pada permukaan dinding kiri, oC
Gambar 2.2 Proses perpindahan kalor konduksi
Tanda minus pada persamaan perpindahan kalor secara konduksi tersebut dimaksudkan agar persamaan di atas memenuhi hukum termodinamika II, yaitu kalor akan mengalir ke tempat yang memiliki suhu lebih rendah.
Persamaan perpindahan kalor secara konduksi Fourier ini mirip dengan persamaan konduksi elektrik milik Ohm, jika persamaan Fourier terdapat nilai k yang merupakan konduktivitas termal maka pada persamaan milik ohm terdapat 𝜌 yang merupakan resistensi elektrik. Dikarenakan kesamaan bentuk persamaan, maka dapat dianalogikan bahwa konduktivitas termal kalor memiliki kemiripan dengan model elektrik milik Ohm.
2.3 Konduktivitas Termal Material
Konduktivitas termal bahan bukanlah sebuah konstanta yang harus bernilai konstan, tetapi konduktivitas material ini dapat berubah sesuai fungsi temperatur. Dari Persamaan (2.1) dapat dilakukan pengukuran melalui percobaan percobaan untuk menentukan nilai konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas pada suhu
rendah, pengolahan analisis teori kinetik gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam percobaan.
Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Termal berbagai bahan pada 00C (Sumber : J.P. Holman 1991 hal 7)
Bahan W/m 0C Btu/h.ft. 0F Logam Perak (murni) Tembaga (murni) Alumunium (murni) Nikel (murni) Besi (murni) Baja karbon, 1% Timbal (murni)
Baja krom-nikel (18% Cr, 8% Ni) Bukan Logam
Kuarsa (sejajar sumbu) Magnesit Marmar Batu Pasir Kaca, jendela Kayu mapel Serbuk gergaji Wol kaca Zat Cair Air-raksa Air Amonia
Minyak lumas, SAE 50 Freon 12, CCl2 F2 Gas 410 385 202 93 73 43 35 16,3 41,6 4,15 2,08-2,94 1,83 0,78 0,17 0,059 0,038 8,21 0,556 0,540 0,147 0,073 273 223 117 54 42 25 20,3 9,4 24 2,4 1,2-1,7 1,06 0,45 0,096 0,034 0,022 4,74 0,322 0,312 0,085 0,042
Bahan W/m 0C Btu/h.ft. 0F
Hidrogen Helium Udara
Uap Air (jenuh) Karvon dioksida 0,175 0,141 0,024 0,0206 0,0146 0,101 0,081 0,0139 0,0119 0,00844
Dapat diperoleh jika aliran kalor dinyatakan dalam watt, Maka satuan konduktivitas termal itu adalah watt perderajat Celcius. Maka nilai konduktivitas termal dapat menunjukan menunjukkan seberapa derajat laju aliran kalor umtuk kenaikan 1 derajat celcius dalam bahan tertentu. Dapat disimpulkan juga bahwa semakin cepat molekul bergerak maka makin cepat pula energi yang diangkut.
Untuk meramalkan konduktivitas zat cair dan zat padat, ada beberapa teori yang dapat digunakan. Tetapi pada umumnya dalam zat cair dan zat padat terdapat banyak masalah yang masih memerlukan penjelasan. Mekanisme konduktivitas pada zat cukup sederhana. Energi kinetik molekul ditunjukan oleh suhunya jadi pada bagian yang bersuhu tinggi molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada yang bersuhu rendah. Molekul itu mengangkut energi kinetik ke bagian sistem yang suhunya lebih rendah dan disini menyerahkan energinya pada waktu bertumbukan dengan molekul yang energinya lebih rendah.
Gambar 2.3 Konduktivitas termal beberapa zat padat (Sumber : J.P. Holman, 1991 Hal 9)
Energi termal dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus berikut.: melalui getaran kisi (Lattice Vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Jika dalam konduksi listrik yang baik terdapat elektron bebas yang bergerak dalam struktur kisi-kisi bahan maka elektron itu dapat menghantarkan mengahantarkan listrik dan dapat pula membawa energi termal dari daerah yang bersuhu tinggi ke suhu rendah. Energi panas yang dipindahkan atau berpindah dengan cara getaran kisi tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Oleh karena itu penghantar listrik yang baik adalah penghantar panas yang baik pula, contohnya perak, tembaga, alumunium dan besi. Konduktivitas termal beberapa zat padat ditunjukan seperti Gambar 2.3.
Gambar 2.4 Konduktivitas termal beberapa zat cair (Sumber : J.P Holman, 1991, Hal 9)
Mekanisme fisis konduksi energi termal dalam zat cair secara kualitatif tidak berbeda dari gas. Namun situasinya menjadi lebih rumit karena molekul-molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, sehingga medan gaya molekul (molecular force energy) lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam pross tubrukan molekul. Nilai konduktivitas termal beberapa cairan ditunjukan pada Gambar 2.4. Dari gambar grafik di atas terlihat bahwa nilai konduktivitas termal tergantung terhadap suhu.
Bahan yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi dinamakan konduktor dan bahan yang memiliki nilai konduktivitas termal yang rendah dinamakan isolator. Suatu nilai konduktivitas termal menunjukan seberapa cepat kalor megalir dalam suatu bahan tetrtentu. Konduktivitas termal bahan merupakan suatu besaran intensif pada material yang menunjukan kemampuan mateial menghantarkan kalor.
2.4 Perpindahan Kalor Konveksi
Perpindahan kalor konveksi terjadi pada fluida bergerak seperti air, minyak atau angin dan terjadi perpindahan massa. Perpindahan kalor konveksi merupakan perpindahanan energi kalor dengan kerja gabungan dari konduksi kalor, yaitu pentimpanan energi dan gerakan campuran oleh fluida cair atau gas. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi dari permukaan benda padat ke fluda cair atau gas. Perpindahan energi panas secara konveksi dari permukaan suatu benda padat yang mempunyai suhu tinggi ke fluida sekitarnya berlangsung dengan beberapa tahap yaitu panas akan mengair secara konduksi dari permukaan benda padat ke partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan permukaan tersebut. Hal ini menyebabkan partikel-partikel fluida akan bergerak ke suhu yang lebih rendah dan partikel- partikel fluida tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian energi ke partikel-partikel fluida lainnya.
Gambar 2.5 Perpindahan kalor konveksi pada dinding Persamaan perpindahan kalor konveksi adalah :
𝑞 = ℎ. 𝐴. (𝑇𝑤−𝑇∞)...(2.2) Pada Persamaan (2.2) :
q : Perpindahan kalor konveksi , Watt
A : Luas permukaan dinding benda yang bersentuhan dengan fluida, m2 Tw : Suhu permukaan benda , oC
𝑇∞ : Suhu fluida , oC
Perpindahan kalor secara konveksi yaitu dibedakan menjadi dua yaitu perpindahan kalor konveksi secara alamiah (bebas) dan perpindahan kalor konveksi secara paksa.
2.4.1 Perpindahan Kalor Konveksi Secara Alamiah
Perpindahan kalor konveksi secara alamiah atau bebas terjadi apabila sebuah benda ditempatkan dalam suatu fluida yang mempunyai suhu lebih tinggi atau lebih endah dari suhu tersebut. Karena adanya perbedaan suhu benda dan suhu fluida mengakibatkan kalor mengalir diantara benda dan fluida, akibat lainnya adalah adanya perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida di dekat permukaan. Perbedaan kerapatan menyebabkan fluida yang lebih berat mengalir ke bawah dan fluida yang ringan mengalir ke atas. Perbedaan kerapatan karena gradien suhu mengakibatkan terjadinya gerakan fluida karena bedanya massa jenis
Contoh paling sederhana pada perpindahan panas konveksi alamiah atau bebas ditemui pada kasus memasak air. Semua air yang ada dalam tangki dapat mendidih secara merata karena terjadinya pergerakan air yang disebabkan adanya perbedaan massa jenis. Arus perpindahan energi dalam yang tersimpan dalam fuida pada konveksi alamiah atau bebas pada hakekatnya sama dengan konveksi paksa, tetapi intesitas gerakan campurannya dalam konveksi ilmiah atau bebas pada umumnya lebih kecil dan koefisien perpindahan kalornya menjadi lebih kecil dari konveksi paksa.
2.4.1.1 Bilangan Rayleigh (Ra)
Bilangan Rayleigh dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.3). 𝑅𝑎 = 𝐺𝑟. 𝑃𝑟 = g.β(T−T∞).δ3 v2 . 𝑃𝑟 ...(2.3) dengan 𝛽 = 1 𝑇𝑓, 𝑇𝑓 = (𝑇−𝑇∞) 2 Pada Persamaan (2.3) : g : Percepatan gravitasi = 9,81, m/s2
𝛿 : Panjang karakteristik, untuk silinder horizontal 𝛿 = L, m Pr : bilangan Prandtl Gr : bilangan Grashof 𝑇∞ : suhu fluida , ℃ T : suhu dinding , ℃ 𝑇𝑓 : suhu film , ℃ V : viskositas kinematik, m2/s 2.4.1.2 Bilangan Nusselt (Nu)
Untuk silinder horizontal, bilangan Nusselt dinyatakan dengan Persamaan (2.4).
Untuk Ra ≤ 1012, berlaku Persamaan (2.4).
𝑁𝑢 = 0,6 + ( 𝐺𝑟𝑃𝑟 (1+(0,599/𝑃𝑟)9⁄16) 16 9 ⁄ ) 2 ...(2.4)
Dan bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi.
𝑁𝑢 = ℎ 𝛿
𝑘𝑓 atau ℎ = 𝑁𝑢 𝛿
Pada Persamaan (2.5) : Nu : bilangan Nusselt
kf : konduktivitas termal fluida, W/m oC
h : koefisien perpindahan kalor konveksi fluida, W/m oC 2.4.2 Perpindahan Kalor Konveksi Paksa
Perpindahan kalor konveksi paksa terjadi karena adanya perbedaan suhu yang mengalir dan fluida yang bergerak dikarenakan adanya alat bantu seperti pompa, blower atau kipas angin. Sehingga menyebabkan adanya perbedaan suhu antara benda dan fluida yang mengakibatkan kalor mengalir dari antara benda dan fluida serta mengakibatkan perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida yang ada di dekat permukaan. Perbedaan kerapatan menyebabkan fluida yang berat akan mengalir ke arah bawah dan fluida yang ringan akan bergerak ke atas. Gerakan fluida yang terjadi ini karena adanya bantuan alat seperti kipas angin atau pompa. Mekanisme perpindahan kalor karena adanya fluida yang bergerak akibat adanya alat bantu disebut perpindahan kalor konveksi paksa. Pada kasus sirip diasumsikan konveksi paksa terjadi dalam aliran menyilang silinder seperti yang tersaji pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Silinder dalam Arah Silang Aliran 𝜌∞
Untuk menghitung laju perpindahan kalor konveksi, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan kalor konveksi ℎ. Sedangkan untuk mencari nilai koefisien perpindahan kalor konveksi ℎ dapat dicari dari bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt sendiri. Pada konveksi paksa bilangan Nusselt merupakan fungsi dari bilangan Reynold 𝑁𝑢 = 𝑓 (𝑅𝑒, 𝑃𝑟 ).Persamaan Nusselt dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.6)
𝑁𝑢 = ℎ 𝑑
𝑘𝑓………(2.6)
Untuk berbagai bentuk geometri benda, koefisien perpindahan kalor rata-rata dapat dihitung dari Persamaan (2.7):
ℎ 𝑑 𝑘𝑓 = 𝐶 ( 𝑈∞ 𝐿 𝑉𝑓 ) 𝑛 𝑃𝑟13 ⟺ ℎ = (𝑘𝑓 𝑑) 𝐶 ( 𝑈∞ 𝐿 𝑉𝑓 ) 𝑛 𝑃𝑟13...(2.7)
Pada persamaan (2.6) hingga (2.7) Nu : bilangan Nusselt
Pr : bilangan Prandtl
𝑣𝑓 : viskositas kinematik fluida, m2/s L : panjang karakteristik, m
U∞ : kecepatan fluida, m/s
𝑘𝑓 : konduktivitas termal fluida, W/m oC
h : koefisien perpindahan kalor konveksi fluida, W/m2oC Dengan nilai konstanta C dan n sesuai dengan Tabel 2.2
Tabel 2.2 : Nilai konstanta pada Persamaan (2.7) (Sumber : J.P. Holman, 1995, Hal 268)
Redf C n 0,4 – 4 0,989 0,33 4 – 40 0,911 0,385 40 – 4000 0,683 0,466 4000 – 40000 0,193 0,618 40000 – 400000 0,0266 0,805
Untuk perpindahan kalor dari silinder yang tak bundar nilai C dan n dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.3
Tabel 2.3 :Nilai konstanta pada Persamaan (2.7) untuk silinder tak bundar (Sumber : J.P. Holman 1995 hal 271)
2.4.2.1 Untuk Aliran Laminar
Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran Laminar : Rex < 100.000.
Bilangan Reynold dirumuskan seperti pada persamaan (2.8): Rex =
ρU∞L µ =
𝑈∞L
𝑣𝑓 ………...(2.8)
Untuk 10−1< Re f <105 𝑁𝑢 = (0,35 + 0,56 Ref0,52) Prf0,03...(2.9) Untuk 1 < Re 103 𝑁𝑢 = (0,43 + 0,50 Ref0,5) Prf0,38 ( 𝑃𝑟𝑓 𝑃𝑟𝑤) 0,25...(2.10) Untuk 10−3< Re<2×105 𝑁𝑢 = 0,25 Re 0,6) Prf0,38 ( Prf Prw) 0,25...(2.11)
2.4.2.2 Untuk Aliran Turbulen
Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran sudah turbulen: 5 x 105 < Re < 107, berlaku persamaan Nusselt:
Nu = ℎ 𝐿 𝑘𝑓 = 0,037 + 𝑅𝑒𝐿 4 5 𝑃𝑟 1 3...(2.12) Pada Persamaan (2.12) : Re : Bilangan Reynold Nu : Bilangan Nusselt Pr : Bilangan Prandtl
2.5 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi
Koefisien perpindahan kalor konveksi (h) bervariasi terhadap jenis alirannya (lamnarr atau turbulen), bentuk dan ukuran benda atau area yang dialiri fluida, sifat-sifat dari fluida, suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien perpindahan kalor konveksi juga tergantung dari jenis mekanisme perpindahan kalor konveksi yang terjadi, dengan konveksi alamiah (bebas) yaitu gerakan fluida yang disebabkan bougancy effect atau konveksi paksa yaitu gerakan fluida yang disebabkan oleh alat bantu seperti pompa atau kipas.
Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi dapat ditentukan secara analisis untuk aliran fluida diatas benda-benda yang mempunyai bentuk ukuran yang sederhana seperti sebuah plat datar atau aliran dalam tabung seperti Persamaan (2.12). Nilai kira-kira koefisien perpindahan kalor konveksi ditunjukan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 : Harga koefisien perpindahan kalor konveksi (h)
Modus W/(m2. ˚C) Btu /(h.ft2. ˚F)
Konveksi bebas, ∆𝑻 = 𝟑𝟎˚𝐂
Plat vertikal, tinggi 0,3 m (1ft) di udara 4,5 0,79
Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara 6,5 1,14
Silinder horisontal, diameter 2 cm, dalam
air 890 157
Konveksi paksa
Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur
sangkar 0,2 m 12 2,1
Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur
sangkar 0,75 m 75 13,2
Udara 2 atm mengalir di dalam tabung
diameter 2,5 cm, kecepatan 10 m/s 65 11,4
Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 2,5 cm 3500 616
Aliran udara melintas silinder diameter 5
cm, kecepatan 50 m/s 180 32
Air mendidih
Dalam kolam atau bejana 2.500 – 35.000 440 – 6.200
Mengalir dalam pipa 5.000 – 100.000 880 – 17.600
Pengambunan uap air, 1 atm
Muka vertikal 4.000 – 11.300 700 – 2.000
Dari bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi: Nu=ℎ.𝐿 𝑘𝑓 atau h= 𝑁𝑢.𝑘𝑓 𝛿 ...(2.13) Pada Persamaan (2.13) : Nu : Bilangan Nusselt
h : Koefisien perpindahan kalor konveksi fluida, W/m2˚C kf : konduktivitas termal fluida, W/m oC
𝐿 : Panjang karakteristik, m 2.6 Sirip
Sirip adalah piranti yang berfungsi untuk mempecepat laju perpindahan kalor dengan cara memperluas luas permukaan benda. Ketika suhu benda mengalami perpindahan kalor secara konveksi, maka laju perpindahan kalor dari benda tersebut dapat dipercepat dengan cara memasang sirip sehingga luas. .permukaan benda semakin luas dan pendinginannya semakin cepat. Berbagai jenis muka sirip dapat dilihat pada Gambar 1.1
Prestasi sirip yang maksimum tidak didapatkan berdasarkan panjang sebuah sirip. Namun, efisiensi maksimum suatu sirip bisa didapatkan dari kuantitas material sirip (massa, volume, atau biaya), dan proses memaksimumkan ini jelas mempunyai arti ekonomi. Perlu diperhatikan juga bahwa sirip yang dipasang pada muka perpindahan kalor tidak selalu mengakibatkan peningkatkan laju perpindahan kalor. Jika nilai h, koefisien konveksi besar sebagaimana pada fluida berkecepatan tinggi atau zat cair mendidih, malah mengakibatkan berkurangnya perpindahan
kalor. Hal ini disebabkan karena dibandingkan dengan tahanan konveksi, tahanan konduksi merupakan halangan yang lebih besar terhadap aliran kalor.
2.7 Laju Perpindahan Kalor
Laju perpindahan kalor actual merupakan jumlah kalor yang dilepas oleh sirip dalam setiap waktunya. Jika sirip dibagi menjadi n volume kontrol maka, laju perpindahan kalor dapat juga dinyatakan dengan jumlah kalor yang dilepas oleh sirip dalam setiap waktunya oleh seluruh volume kontrol secara konveksi ke lingkungannya atau dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.14).
qaktual= q1 + q2 + q3+ q4+...+ qn...(2.14)
qaktual =h{∑𝑛𝑖=1 (Asi(Ti-T∞))} ...(2.15) pada Persamaan (2.14) dan Persamaan (2.15) :
qaktual : laju perpindahan kalor aktual, W
h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 ˚C Asi : luas permukaan dari volume kontrol pada posisi i, m2
Ti : Suhu sirip pada volume kontrol pada posisi i, ˚C
T∞ : Suhu fluida, ˚C
2.8 Efisiensi Sirip
Efisiensi sirip merupakan perbandingan jumlah kalor yang dilepas sirip sesungguhnya (qaktual) terhadap jumlah kalor yang dilepas seandainya temperatur di seluruh permukaan sirip sama dengan temperatur dasar sirip (𝑞maksimal), seperti disajikan pada Persamaan (2.16).
𝜂 =
𝑞𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑞𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙=
∑ni=1(Asi(Ti−T∞))
∑𝑛𝑖=1(𝐴𝑠𝑖(Tb−T∞))...(2.16)
𝜂
:
efisiensi siripℎ
:
koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2 oCAsi : luas permukaan sirip pada volume kontrol pada posisi i, m2 Ti : suhu sirip pada volume kontrol pada sirip di posisi i, oC Tb : suhu dasar sirip, oC
T∞ : suhu fluida, oC
n : jumlah volume kontrol 2.9. Efektivitas Sirip
Efektivitas sirip merupakan perbandingan antara kalor yang dilepas sirip sesungguhnya dengan kalor yang dilepas seandainya tidak ada sirip atau tanpa sirip, akan dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.17)
𝜀 =
h(∑ni=1(Asi(Ti−T∞)))hAci(Tb−T∞) ...(2.17) pada Persamaan (2.16):
𝜀 : efektifitas sirip
h : koefisien perpindahan kalor, W/m2 oC
Asi : Luas permukaan sirip pada volume kontrol pada posisi i, m2 Ac0 : Luas penampang dasar sirip, m2
Ti : Suhu pada volume kontrol pada posisi i, 0C Tb : Suhu dasar sirip, 0C
T∞ : Suhu fluida, 0C
2.10 Difusivitas Termal
Difusivitas termal merupakan nama lain dari kebauran termal bahan, dengan semakin besar nilai difusivitasnya (α) semakin cepat kalor membaur dalam media rambat. Persamaan difusivitas termal dinyatakan dengan Persamaan (2.18).
𝛼 = 𝑘 𝜌 𝑐……….(2.18) Pada Persamaan (2.18) : α : difusivitas termal, m2/s k : konduktivitas termal, W/m oC 𝜌 : massa jenis, kg/m3
c : kalor spesifik benda, J/kg oC 2.11 Tinjauan Pustaka
Fahendri , Festiyed dan Hidayati (2014) meneliti heatsink yang terdiri dari dua bahan homogen (alumunium dan tembaga) dengan ukuran tinggi= 2 cm dan panjang 4,5 cm. Pada heatsink dibuat titik titik node untuk mencari persaman distribusi panasnya dengan metode beda hingga. Solusi numerik dapat diselesaikan dengan bantuan komputer dengan meggambarkan distribusi panasnya menggunakan sofware matlab 7.0. Berdasarkan penelitian bahan penyusun heatsink berpengaruh terhadap distribusi panas yang dihasilkan. Bahan yang paling baik adalah bahan yang memiliki konduktivitas termal k yang besar, tembaga lebih baik daripada alumunium.
Zaini, Ahmad dan Nugroho, Gunawan (2005) meneliti perpindahan panas yang terjadi pada fin dengan profil longitudinal tidak seragam yaitu trapesium. Penelitian ini dilakukan studi secara analitik dan numerik perpindahan panas pada
fin berpeampang trapesium dengan melakukan variasi pada ketebalan ujung fin mulai dari 0; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7 sampai 0,9 mm. Studi analitik merupakan tahap penyelesaian persamaan model persamaan matematik secara manual untuk mendapatkan solusi analitik. Studi numerik merupakan tahap untuk menganalisa perpindahan panas yang terjadi pada fin dengan profil longitudinal trapesium melalui simulasi pada CFD ( Comptational Fluid Dinamic). Berdasarkan penelitian ini fin dengan ketebalan ujung 0,9 mm paling baik karena penurunan temperaturnya palig besar. Hasil dari kedua studi ini tidak terlalu besar.
Purwadi, P.K. (2008) meneliti hubungan antara ξ dengan Efisiensi(ղ) dan Efektivitas sirip pada keadaan tak tunak (unsteady state).Nilai ξ adalah bilangan non-dimensi yang dinyatakan dengan L3/2(h/kAm)1/2. Bentuk sirip berbentuk Sirip longitudinal dengan profil siku empat. Perhitungan distribusi suhu pada sirip dilakukan secara simulasi numerik dengan mempergunakan metode beda hingga cara eksplisit. Berdasarkan hasil penelitian semakin besar nilai ξ , semakin kecil nilai efisiensi sirip dan efektivitas sirip,. Semakin besar nilai h, Laju aliran kalor konveksi semakin besar, beda suhu antara suhu sirip dengan suhu fluida di sekitar sirip semakin kecil, tetapi nilai ξ semakin besar.
Supriyono (2000) dalam jurnal meneliti metode elemen hingga untuk menyelesaikan persamaan differensial parsiil untuk aliran kalor dalam keadaan tak tunak. Obyek penelitiannya adalah suatu simulasi doamin bidang dua dimensi yang pada batas tertentu atau titik-titik tertentu diketahui suhunya. Dengan mendeskripsikan domain tersebut berbentuk sigitiga. Dalam perhitungan ini menggunakan komputer,perhitungannya aplikasi ini digunakan progam komputer
dengan Progam Pascal versi 6.0. Berdasarkan hasil penelitian dapat dibangun suatu sistem aplikasi komputer untuk menyelesaikan persoalan perambatan panas dua dimensi untuk kondisi tunak dengan menggunakan metode elemen hingga. Semakin banyak jumlah elemen semakin akurat hasilnya . Suhu menyebar dari tempat yang suhunya lebih tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah.
Suswanto, Mustaqim dan Wibowo, Agus (2015) meneliti penurunan suhu dengan melakukan variasi jumlah sirip dan meneliti seberapa besar penurunan suhu yang terjadi pada pada heat exchanger pipa ganda dengan sirip siku empat . Penelitian ini menggunakan stainless steel sebagai tube yang dipasangi sirip ( segi empat ) dengan jarak dengan jumah tertentu. Jarak sirip bervariasi 15 cm dan 20 cm, jumlah sirip bervariasi 4 sampai 6 pada masing- masing tube. Air dingin di alirkan ke dalam shell dengan kecepatan tetap dan air panas dialirkan ke dalam tube dengan kecepatan tetap. Dalam jangka waktu 10 menit. Berdasarkan hasil penelitian pengaruh jumlah sirip pada permukaan tube dapat dapat meningkatkan penurunan suhu.
29
BAB III
PERSAMAAN NUMERIK PADA SETIAP VOLUME
KONTROL
3.1 Kesetimbangan Energi
Gambar 3.1 menyajikan model kesetimbangan energi yang terjadi pada volume kontrol.
Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol
Pada volume kontrol, kesetimbangan energi dapat dinyatakan dengan :
[ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝 𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝛥𝑡 ] + [ 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝛥𝑡 ] = [ 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝛥𝑡 ] ( Ein -Eout ) + ( Eg ) = ( Est )..(3.1) Persamaan (3.1):
Eout : Energi yang keluar dari volume kontrol per satuan waktu, W
Eg : Energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol per satuan waktu, W
Est : Energi yang tersimpan dalam volume kontrol per satuan waktu, W
3.1.1 Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol pada Sirip
Untuk mendapatkan persamaan model matematika yang sesuai dengan persoalan pada penelitian, peninjauan dilakukan terhadap elemen kecil setebal ∆x, yang dinamakan dengan volume kontrol. Seperti ditunjukan pada Gambar 3.2
Gambar 3.2 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada Sirip
Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi, model matematika pada Persamaan (1.1) dapat diperoleh. Penelitian ini mengasumsikan nilai konduktivitas termal fungsi suhu, nilai kalor jenis dan massa jenis bahan tetap tidak ada energi yang dibangkitkan di dalam sirip; perpindahan kalor secara radiasi diabaikan; kondisi sirip dalam keadaan tak tunak (unsteady state). Kesetimbangan energi pada volume kontrol dapat dinyatakan sebagai berikut :
(Ein – Eout ) + Eg = Est ;Eg = 0, karena tidak ada energi yang dibangkitkan, maka persamaan dapat ditulis :
[Ein-Eout] =Est Ein = qx Eout = qx+dx + qkonv Est = 𝜌𝑐𝑑𝑉 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 = 𝜌𝑐𝑑𝑉(𝑥). 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡
Bila dituliskan dengan notasi matematik maka didapat Persamaan (3.2) :
𝑞𝑥− (𝑞𝑥+𝑑𝑥+ 𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣) = 𝜌𝑐𝑑𝑉(𝑥) 𝜕(𝑇(𝑥,𝑡)) 𝜕𝑡 , (untuk k=k((T))...(3.2) 𝑞𝑥− 𝑞𝑥+𝑑𝑥− 𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣= 𝜌𝑐𝑑𝑉(𝑥) 𝜕(𝑇(𝑥,𝑡)) 𝜕𝑡 Pada Persamaan (3.2) : 𝑞𝑥+𝑑𝑥 = 𝑞𝑥+ 𝜕𝑞𝑥 𝜕𝑥 . 𝑑𝑥 𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 = ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥). (𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞) maka diperoleh : 𝑞𝑥− (𝑞𝑥+𝜕𝑞𝑥 𝜕𝑥 . 𝑑𝑥) − ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥)(𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞) = 𝜌𝑐𝑑𝑉(𝑥) 𝜕𝑇(𝑥, 𝑡) 𝜕𝑡 −𝜕𝑞𝑥 𝜕𝑥 . 𝑑𝑥− ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥)(𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞) = 𝜌𝑐𝑑𝑉(𝑥) 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 Bila dikalikan 1 𝑑𝑥
−𝜕𝑞𝑥 𝜕𝑥 − ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥) 𝑑𝑥 (𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞)= 𝜌𝑐 𝑑𝑉 𝑑𝑥 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 ...(3.3)
Dengan mensubstitusi Persamaan 𝑞𝑥= −𝑘(𝑇)𝐴𝑐(𝑥) 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 ke dalam Persamaan (3.3) maka diperoleh : − [𝜕[−𝑘(𝑇).𝐴𝑐(𝑥) 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 ] 𝜕𝑥 ] − ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥) 𝑑𝑥 (𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞) = 𝜌𝑐 𝑑𝑉(𝑥) 𝑑𝑥 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 𝜕 𝜕𝑥[𝑘(𝑇). 𝐴𝑐(𝑥) 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 ] − ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥) 𝑑𝑥 (𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞) = 𝜌𝑐 𝑑𝑉(𝑥) 𝑑𝑥 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡
Model matematika untuk sirip pada Persamaan (3.3) dapat dinyatakan sebagai berikut : 𝜕 𝜕𝑥[𝑘(𝑇)(𝑥, 𝑡). 𝐴𝑐(𝑥) 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 ] − ℎ. 𝑑𝐴𝑠(𝑥) 𝑑𝑥 (𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞) = 𝜌𝑐 𝑑𝑉(𝑥) 𝑑𝑥 𝜕𝑇(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 ; 0<x<L, t>0
3.2 Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan
Langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan dengan metode beda hingga adalah dengan membagi benda uji sirip menjadi elemen-elemen kecil (volume kontrol) dengan jarak antara elemen sebesar Δx, seperti terlihat pada Gambar 3.3. Banyaknya elemen kecil (volume kontrol) ini dapat ditentukan secara sembarang, pada penelitian ini diambil sebanyak 101. Jika diinginkan hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya, jarak antara elemen (volume kontrol) diambil sekecil mungkin. Tebal volume kontrol pada dasar dan ujung sirip adalah ∆𝑥
2. Tebal volume kontrol pada antara dasar dan ujung sirip setebal ∆x.
Penyelesaian dengan metode numerik beda hingga cara eksplisit dilakukan dengan mengubah persamaan matematik; Persamaan (1.1), Persamaan (1.3), Persamaan (1.4) ke dalam bentuk persamaan beda hingga cara eksplisit, dengan memanfaatkan deret Taylor, atau dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi. Persamaan (3.10) diperoleh dari Persamaan (1.1) atau dari prinsip kesetimbangan energi pada volume kontrol yang ada di dalam benda, Persamaan (3.4) diperoleh dari Persamaan (1.3), Persamaan (3.13) diperoleh dari persamaan (1.4).
Gambar 3.3 Pembagian volume kontrol pada sirip
Pada Gambar 3.3, volume kontrol pada dasar sirip adalah volume kontrol ke 1, volume kontrol antara dasar sirip dan ujung sirip adalah volume kontrol ke 2 sampai
dengan ke 100 dan volume kontrol pada ujung sirip adalah volume kontrol ke 101. Jarak antara volume kontrol sebesar ∆x.
3.2.1 Persamaan Diskrit Untuk Volume Kontrol Pada Sirip
Persamaan diskrit pada volume kontrol pada sirip ada 3 macam, yaitu (1)persamaan volume kontrol pada dasar sirip, (2) persamaan volume kontrol antara dasar sirip dengan ujung sirip, (3) persamaan volume kontrol pada ujung sirip.
3.2.1.1 Volume Kontrol Pada Dasar Sirip (Volume Kontrol ke 1 )
Volume kontrol pada dasar sirip memiliki suhu yang dipertahankan tetap dari waktu ke waktu. Tebal volume kontrol = ∆x/2, suhu volume kontrol dasar sirip adalah Tb.
…...(3.4)
3.2.1.2 Volume Kontrol yang Terletak di Antara Dasar Sirip dan Ujung Sirip Gambar 3.5 menyajikan gambar volume kontrol yang terletak di antara dasar sirip dan ujung sirip. Aliran kalor yang terjadi pada volume kontrol ada 3 yaitu, aliran kalor yang masuk dari muka kiri secara konduksi (q1), aliran kalor yang masuk dari muka kanan secara konduksi (q2), dan aliran kalor dari fluida yang masuk dari permukaan selimut secara konveksi (q3).
Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kontrol yang terletak antara dasar sirip dengan ujung sirip
Berlaku untuk volume kontrol : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,...., 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99,100.
Dengan :
q1 : perpindahan kalor konduksi melalui permukaan dinding kiri,
atau dari volume kontrol di posisi i-1 ke i.
q1 : 𝑘 𝑖−1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 −𝑇𝑖𝑛) 𝛥𝑥 ...(3.5)
q2 : perpindahan kalor konduksi melalui dinding kanan atau dari
volume kontrol di posisi i+1 ke i
q2 : 𝑘 𝑖+1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖+1 2⁄ (𝑇𝑖+1𝑛 −𝑇𝑖𝑛) 𝛥𝑥 ... (3.6) q3 = qconv : perpindahan kalor konveksi melalui permukaan volume kontrol di
posisi i, dari fluida ke permukaan volume kontrol i.
q3 = qkonv : ℎ𝐴𝑠,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛) ...(3.7)
dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi, diperoleh :
[𝑞1+ 𝑞2+ 𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣] + [0] = 𝜌𝑐𝑉𝑖∆𝑇 ∆𝑡
Dengan mensubstitusikan persamaan (3.5), (3.6) dan (3.7) ke dalam persamaan tersebut, diperoleh : 𝑘 𝑖−1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 −𝑇𝑖𝑛) 𝛥𝑥 + 𝑘𝑖+1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖+1 2⁄ (𝑇𝑖+1𝑛 −𝑇𝑖𝑛) 𝛥𝑥 + ℎ𝐴𝑠,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖 𝑛)= 𝜌𝑐𝑉𝑖 (𝑇𝑖𝑛+1−𝑇𝑖𝑛) 𝛥𝑡 ...(3.8) Jika Persamaan (3.8) dikalikan dengan Δx, maka akan diperoleh persamaan (3.9)
𝑘 𝑖−1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + 𝑘𝑖+1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖+1 2⁄ (𝑇𝑖+1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + +ℎ𝐴𝑠,𝑖∆𝑥(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛)= 𝜌𝑐𝑉𝑖∆𝑥 (𝑇𝑖𝑛+1−𝑇𝑖𝑛) 𝛥𝑡 ……...(3.9) 𝑇𝑖𝑛+1− 𝑇𝑖𝑛= ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖[𝑘𝑖−1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + 𝑘𝑖+1 2𝑛 ⁄ . 𝐴𝑐,𝑖+1 2⁄ (𝑇𝑖+1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛)+ ℎ∆𝑥𝐴𝑠,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛)]
𝑇𝑖𝑛+1 = ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖[𝑘1−1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛)+ 𝑘1+1 2𝑛 ⁄ . 𝐴𝑐,𝑖+1 2⁄ (𝑇𝑖+1 𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + ℎ∆𝑥𝐴𝑠,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛)] + 𝑇𝑖𝑛 𝑇𝑖𝑛+1 = ∆𝑡 𝜌𝑐∆𝑥𝑉𝑖[𝑘𝑖−1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1 𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + 𝑘𝑖+1 2𝑛 ⁄ . 𝐴𝑐,𝑖+1 2⁄ (𝑇𝑖+1 𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + ℎ∆𝑥𝐴𝑠,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛)] + 𝑇𝑖𝑛...(3.10)
Persamaan (3.10) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besar suhu pada setiap volume kontrol yang terdapat antara dasar sirip dengan ujung sirip (dari volume kontrol 2 sampai dengan 100) .
Keterangan :
𝑇𝑖𝑛+1 : suhu pada volume kontrol di posisi i, pada saat n+1, oC
𝑇𝑖𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi i, pada saat n, oC
𝑇𝑖−1𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi i-1, pada saat n, oC
𝑇𝑖+1𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi i+1, pada saat n, oC
𝑇∞ : suhu fluida, oC
𝛥𝑡 : selang waktu, detik
𝛥𝑥 : tebal volume kontrol, m
𝑉𝑖 : volume dari volume kontrol sirip pada posisi i, m3
𝐴𝑐,𝑖−1 2⁄ : luas penampang dari volume kontrol sirip pada posisi i-1 2⁄ , m2
𝐴
𝐴𝑠,𝑖 : luas permukaan dari volume kontrol sirip pada posisi i, m2
𝑘 𝑖−1 2⁄ 𝑛
: konduktivitas termal bahan sirip pada posisi i-1 2⁄ , saat n, W/m oC
∶ 𝑘𝑛(𝑇𝑖𝑛)+𝑘𝑛(𝑇𝑖−1𝑛 ) 2 ≈ 𝑘 𝑛((𝑇𝑖𝑛)+(𝑇𝑖−1𝑛 ) 2 ) 𝑘 𝑖+1 2⁄ 𝑛
: konduktivitas termal bahan sirip pada posisi i+1 2⁄ , saat n, W/m oC
≈ 𝑘𝑛((𝑇𝑖+1𝑛 ))+𝑘𝑛(𝑇𝑖)
2 ≈ 𝑘
𝑛((𝑇𝑖+1𝑛 )+(𝑇𝑖+1𝑛 )
2 )
𝜌 : Massa jenis bahan sirip, kg/m3
c : kalor jenis bahan sirip, J/kg oC
3.2.1.3 Volume Kontrol Pada Ujung Sirip (Volume Kontrol ke 101)
Gambar 3.6 menyajikan gambar volume kontrol yang berada di ujung sirip. Ada tiga aliran kalor yang terjadi pada volume kontrol. Aliran kalor konduksi dari muka kiri volume kontrol (q1), aliran kalor konveksi dari fluida ke muka kanan dari volume kontrol (q2) dan aliran kalor konduksi dari fluida ke permukaan selimut volume kontrol q3 = (qkonv).
Gambar 3.6 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di ujung sirip q1 = 𝑘 𝑖−1 2⁄ 𝑛 . 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 −𝑇𝑖𝑛) 𝛥𝑥 q2 = qkonv1 = ℎ𝐴𝑐,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛) q3 = qconv2 = ℎ𝐴𝑠,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛)
dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi pada volume kontrol diperoleh :
[𝑞1+ 𝑞2+ 𝑞3] = [𝜌𝑐𝑉𝑖 ∆𝑇 ∆𝑡]
Dengan mensubstitusikan q2 dan q3 ke dalam persamaan di atas dapat diperoleh:
𝑘 𝑖−1 2⁄ 𝑛 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ 𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛 Δ𝑥 + ℎ𝐴𝑐,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖 𝑛) + h 𝐴 𝑠,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛) = 𝜌𝑉𝑖𝑐 𝑇𝑖𝑛+1−𝑇𝑖𝑛 Δt ...(3.11)
Jika Persamaan (3.11) dikali dengan Δx, maka akan didapat Persamaan (3.12) 𝑘 𝑖−1 2⁄ 𝑛 𝐴 𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + ℎΔ𝑥𝐴𝑐,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛) + h Δ𝑥𝐴𝑠,𝑖 (𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛) = 𝜌𝑉𝑖Δ𝑥𝑐 𝑇𝑖𝑛+1−𝑇𝑖𝑛 Δt ………....( 3.12)
Persamaan (3.12) dapat disederhanakan menjadi :
𝑇𝑖𝑛+1 = ( Δ𝑡
𝜌 𝑐 Δ𝑥𝑉𝑖) [𝑘𝑖−1 2⁄
𝑛 𝐴
𝑐,𝑖−1 2⁄ (𝑇𝑖−1𝑛 − 𝑇𝑖𝑛) + ℎΔ𝑥𝐴𝑐,𝑖(𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛) +
h Δ𝑥𝐴𝑠,𝑖 (𝑇∞− 𝑇𝑖𝑛)] + 𝑇𝑖𝑛 ...(3.13)
Persamaan (3.13) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai suhu dari waktu ke waktu pada volume kontrol yang terletak di ujung sirip.
Pada Persamaan (3.13) :
𝑇𝑖𝑛+1 :suhu pada volume kontrol di posisi ujung sirip atau pada posisi i, pada saat n+1,
: oC
𝑇𝑖𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi ujung sirip i, pada saat n, oC
𝑇𝑖−1𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi i-1, pada saat n, oC
𝑇𝑖+1𝑛 : suhu pada volume kontrol di posisi i+1, pada saat n, oC
𝑇∞ : suhu fluida di sekitar sirip, oC 𝛥𝑡 : selang waktu, detik
𝛥𝑥 : jarak antara volume kontrol, m