• Tidak ada hasil yang ditemukan

Widodo 1 Fakultas Hukum, Universitas Wisnuwardhana Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Widodo 1 Fakultas Hukum, Universitas Wisnuwardhana Malang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUNAKAN INFORMASI ELEKTRONIK DAN/ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK

Widodo1

Fakultas Hukum, Universitas Wisnuwardhana Malang Abstrak

Penghinaan dan/atau Pencemaran nama baik menggunakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik di Indoesia merupakan kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan 45 ayat (3) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tahun 2008. Semua tersangka ditahan oleh polisi, dan hanya sebagain kecil yang dibebaskan oleh pengadilan. Penahanan tersebut menyebabkan trauma bagi masyarakat dan hukum tersebut diangsap represif sehingga pasal tersebut perlu diubah atau di-decriminalisasi. Penggiat perjuangan HAM menganggap pasal tersebut terlalu membatasi kebabasan berpendapat dan berekspresi sehingga dapat menghambat perkembangan demokratisasi. Namun, banyak orang yang berpendapat bahwa negara Indonesia juga wajib memberikan perlindungan kepada setiap orang agar tujuan pengembangan demokratisasi tidak melanggar hak setiap orang untuk memperoleh kehormatan. Berdasarkan beberapa pertimbangan, ketentuan ancaman pidananya dalam Pasal 45 ayat (3) diturunkan dari ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun, dan pidana denda dari ancaman pidana denda paling banyak 1 milyar rupiah menjadi 750 juta rupiah. Perubahan pasal tersebut merupakan “jalan tengah” antara pihak yang pro dan kontra pada tindak pidana tersebut, dalam rangka menumbuhkembangkan demokratisasi tanpa mengabaikan kehormatan orang. Politik hukum perubahan pasal tersebut adalah memperkecil kemungkinan penahanan tersangka oleh penegak hukum dan agar pasal tersebut tidak menjadi penghalang orang berpendapat dalam upaya peningkatan demokratisasi. Namun, jika pendapat orang tersebut melanggar kehormatan orang lain, maka pelaku bisa dipidana atas pengaduan korban. Politik hukum perubahan pasal tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, ketentuan UUD NRI Tahun 1945, yang dijabarkan dalam RPJPN, dan RPJMN. Antara tujuan perubahan dengan pasal yang dibah juga konsisten sehingga perubahan ancaman pidana tersebut dapat menunjang pelaksanaan prinsip keseimbangan antara hak dengan kewajiban warganegara di negara demokrasi. Kata Kunci: politik hukum, ancaman pidana, penghinaan, pencemaran nama baik, informasi elektronik, dokumen elektronk

Abstract

Humiliation and / or defamation using electronic information and / or electronic documents in Indonesia is a crime as provided for in Article 27 paragraph (3) and 45 paragraph (3) of the Act on Information and Electronic Transactions 2008. All offenders were detained by the police, and only a small number were released by the court. The detention caused trauma to the community and the law was repressed so that the article needed to be changed or decriminalized. Activists of the human rights struggle consider the article too restrictive of freedom of opinion and expression so that they can respect the development of democratization. However, many people argue that the Indonesian state is also obliged to provide protection to everyone so that the goal of developing democratization does not violate the right of everyone to honor. Based on several considerations, the provisions of the criminal threat in Article 45 paragraph (3) are derived from the threat of imprisonment for a maximum of 6 years to 4 years, and criminal fines from criminal fine of a maximum of 1 billion rupiah to 750 million rupiah. The amendment to the article is a "win-win solution" between parties who are pro and contra of the crime, in order to develop democratization without ignoring the honor of the person. The legal politics of the amendment of

1

(2)

the article is to minimize the possibility of detention of offender by law enforcement and so that the article does not become an obstacle for people to argue in an effort to increase democratization. However, if the opinion of the person violates the honor of another person, then the offender can be convicted of the victim's complaint. The legal politics of the amendment of the article is in accordance with the values of Pancasila, the provisions of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, which are outlined in the RPJPN, and RPJMN. Between the objectives of the amendment and the article that is written, it is also consistent so that changes in the criminal threat can support the implementation of the principle of the balance between rights and the obligations of citizens in a democratic country.

Keywords: legal politics, criminal threats, humiliation, defamation, electronic information, electronic documents

A. Pendahuluan

Setiap masyarakat mempunyai hu kum, meskipun sederhana. Hukum seba gai bagian dari norma yang berlaku di dalam masyarakat berfungsi mengatur, mengawasi, dan memgubah masyarakat. Fungsi tersebut dapat bersifat mutlak atau relatif, tergantung pada penghor matan masyarakat terhadap hukum.2 Agar dapat berfungsi optimal, pembuat hukum perlu menentukan arah dan tujuan pembuatan dan penerapan hukum. Pera daban negara-negara barat menganggap bahwa hukum merupakan sentral kehi dupan.3 Kajian tentang arah, tujuan, dan prospek penerapan hukum yang dibuat tersebut lazim disebut politik hukum.

Undang-undang adalah bagian dari hukum, sehingga dalam setiap UU pasti mempunyai aspek politik hukum, terma suk UU mengatur kegiatan manusia di dunia maya (virtual), yaitu UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tran saksi Elektronik (LN Tahun 2008 No. 58, TLN No. 4843), selanjutnya disebut UU-ITE, yang di dalamnya mengatur tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik menggunakan informasi elek

2 David A. Funk. Major Functions of Law in Modern Society Featured, Case W. Reserve Law Revew, Vol. 257, 1972, p. 275

3 Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Kencana, Jakarta, 2009. p. 15.

tronik dan/atau dokumen elektronik (Pa sal 27 ayat (3) dan pelakunya diancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah (Pasal 45 ayat (3)). Kons truksi utama unsur tindak pidana kejaha tan tersebut diatur dalam Pasal 310 dan 311 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (selan jutnya disebut KUHP). Pasal tersebut mengatur cybercrime, yaitu kejahatan yang menggunakan teknologi informamsi sebagai alat dan kejahatan yang menja dikan komputer sebagai sasaran.4 Kejaha tan lahir karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam kehidupan manusia,5 yang biasa disebut

cybercrime.6

Jumlah pelaku tindak pidana penghi naan dan/atau pencemaran nama sebagai mana dimaksud Pasal 27 ayat (3) UU-ITE di Indonesia makin meningkat,

4 Widodo. Hukum Pidana di Bidang teknologi Informasi. Aswaja Pressindo, Yogya karta, 2012, p. 2

5 Widodo. Pemberantasan Cybercrime: Teori dan Aplikasi Kebijakan Non-Penal (Per bandingan antara Pelaksanaan di Indonesia, di Luar Negeri, dengan Kebijakan Internasional). Kertagama Publishing, Jakarta, 2007, p. 122.

6 Tb. R. Nitibaskara, Problema Yuridis Cybercrime, Makalah pada Seminar Cyber Law, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, Juli 2000, p. 2.

17 17 17 17

(3)

antara lain ada 20 putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,7 94,88% pelaku dijatuhi pidana penjara, dan 6,12% perkara diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.8

Keadaan tersebut direaksi beragam oleh anggota masyarakat. Sebagian meng angap ketentuan dalam 2 pasal tersebut bersifat represif dan dapat menghalangi kebebasan berpendapat/ berekspresi di negara demokrasi, bahkan banyak orang yang mengiginkan pasal tersebut di-dekriminalisasi dengan merujuk isi pemi kiran kaum abolisionis, bahwa pidana hendaknya diganti dengan cara negosiasi, perbaikan, dan pemulihan hubungan anta ra pelaku dan korban,9 atau diganti dengan sanksi perdata (ganti kerugian).10 Meskipun demikian, juga tidak sedikit anggota masyarakat yang tetap meng anggap bahwa ketentuan 2 pasal tersebut wajib dipertahankan untuk menjaga kehormatan seseorang dan tetertiban masyarakat. Polemik tersebut wajar terja di, karena di setiap negara, terutama di negara yang sedang berkembang sering terjadi ketidakcocokan antara nilai-nilai dalam sistem hukum yang ada dengan

7 Putusan Pengadilan Landmark Terkait Penggunaan Pasal 27 ayat 3 UU-ITE, https:// www.hukumonline.com, diakses tanggal 3 September 2018.

8 Betapa Kecilnya Ppeluang untuk Lepas dari Jerat UU-ITE, https://tirto.id, diakses tanggal 22 Agustu 2018

9 Paul H. Robinson and John M. Darley. Intuitions Of Justice: Implications for Criminal Law and Justice Policy. Southern California Law Review, Vol. 81 (1), 2007, p. 12

10 Kyu Ho Youm. Libel Law And The Press: U.S. and South Korea Compared. Pacific Basin Law Journal, Vol. 13 (231), 1995, p. 234

nilai-nilai yang dihayati oleh anggota ma syarakat.11

Menghadapi fenomena tersebut, Pemerintah RI tidak boleh hanya mem perhatikan mereka yang menginginkan menghapus atau mempertahankan pasal tersebut, meskipun sudah menjadi opini di masyarakat karena pemerintah RI mempunyai patokan dasar, yaitu Panca sila yang di dalamnya mengandung nilai-nilai penghormatan terhadap sesama secara adil. Jika pememerintah selalu mengikuti keinginan warganegara, jutru akan terjadi kekacauan di masyarakat. Hal ini didasarkan pada pendapat Lipp mann, bahwa opini massa dapat berba haya bagi masyarakat jika objek diperta ruhkan yang sangat esensial bagi manu sia.12 Padahal, penghinaan terhadap mar tabat manusia merupakan hak asasi manu sia yang penting.

Secara teoretik, ada keterkaitan anta ra hukum dengan masyarakat. Perubahan masyarakat dapat mempengaruhi hukum, namun hukum juga wajib menjadi sarana perubahan yang terencana, 13 dan menuju pada kehidupan yang lebih baik.14 Meru juk pada pemikiran tersebut, pemerintah RI sebagai salah satu inisiator yang ber wenang mengubah UU memandang perlu adanya perubahan ancaman pidana pada UU-ITE dengan cara mengajukan

11 Esmi Warassih Pujirahayu, Pember dayaan Masyarakat Dalam Mewujudkan Tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum dan Persoa lan Keadilan), Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 14 April 2001, p. 12

12 Walter Lippmann. Filsafat Publik. Yayasan Obor, Jakarta, 1999. p. 21

13 Abdul Manan. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Kencana, Jakarta, 2006, p., 7

14 Ahmad Ali. Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. Chandra Pratama, Jakarta, 1996, p. 215.

(4)

Perubahan. Akhirnya, RUU Perubahan UU-ITE disetujui DPR menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (LN Tahun 2016 Nomor 251, TLN Nomor 5952), yang di dalmnya antara lain mengubah Pasal 45 ayat (3) yang mengancam pidana bagi pelaku penghinaan dan/atau penghinaan dari ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah menjadi ancaman pidana paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 750 juta rupiah.

Perubahan hukum perlu dilakukan karena menurut Wahyono, pembangunan hukum nasional di Indonesia mutlak dilakukan,15 dalam rangka menuju hu kum responsif, yaitu hukum yang mempu merepon kepentingan masyarakat. Na mun, apakah perubahan tersebut sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan hukum di era reformasi, dan apakah peru bahan tersebut prospektif untuk mengem bangkan demokratisasi tanpa mengesam pingkan kehormatan orang lain. Karena itu, perubahan ini sangat menarik dikaji dari sisi politik hukum untuk mengetahui kehendak legislator tentang ke mana arah pengembangan hukum tersebut,16 khusus nya perubahan Pasal 45 ayat (3). Untuk membahas permasalahan, maka sistema tika dalam pembahasan artikel ini adalah: pendahuluan, pembahasan, yang didalam nya menganalisis tentang: (a) arah peru bahan pasal, (a) tujuan perubahan pasal, (c) faktor yang berpengaruh terhadap

15 Padmo Wahjono. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. p. 78

16 A. Mukthie Fadjar. Reading Material Politik Hukum. Pascasarjana Univ. Brawijaya, Malang, 2001, p.2.

perubahan pasal, (d) prospek pelaksanaan pasal yang sudah diubah, dan (e) konsis tensi antara arah, tujuan prubahan dengan hasil perubahan.

B. Pembahasan

1. Pengertian, Ruang Lingkup, Arah, Tujuan, Fungsi, Dan Sumber Politik Hukum Negara Republik Indonesia

Politik hukum adalah pernyataan kehendak penguasa negara mengenai ke mana arah pengembangan hukum yang berlaku di wilayah untuk mencapai tuju an negara, latar belakang politik, ekono mi, sosial, budaya atas perubahan produk hukum; dan penegakan hukum di dalam kenyataan di masyarakat.17 Ruang ling kup politik hukum nasional Indonesia sebagai legal policy penguasa mencakup politik pembangunan hukum dan politik pelaksanaan hukum.18 Politik hukum ter sebut merupakan respon pembuat hu kum atas kebutuhan masyarakat dan negara dalam rangka mencapai tujuan negara. Arah politik hukum adalah meningkatkan kesejahteraan warga negara, baik melalui kebijakan kesejahteraan sosial, maupun kebijakan perlindungan sosial.19 Politik hukum mempunyai peranan penting da lam rangka mencapai tujuan negara kare na akan diketahui tujuan pembuatan dan perubahan hukum. Tujuan politik hukum menurut Theo Huijbers, yaitu untuk men jamin keadilan dalam masyarakat, untuk menciptakan ketenteraman hidup dengan

17 Moh Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, p. 4

18 Abdul Hakim Garuda Nusantara. Politik Hukum Indonesia. YLBHI, Jakarta, 1985, p. 2.

19 Muladi. Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia. Habibie Center, Jakarta, 2002, p. 269.

(5)

memelihara kepastian hukum, dan untuk menanganikepentingan-kepentingan yang nyata dalam kehidupan bersama secara konkret.20 Fungsi politik hukum adalah sebagai pedoman sekaligus penjelas ten tang eksistensi suatu hukum, bahkan seba gai bahan dalam melakukan panafsiran isi norma hukum, baik penafsiran teleo logis, historis, maupun sistematis. Sum ber Politik hukum nasional adalah Panca sila, UUD NRI Tahun 1945, Ketetapan MPR, peraturan perundang-undangan la in, kaidah-kaidah hukum adat, yuris prudensi, doktrin, dan putusan hakim.

Hakikat politik hukum juga meru pakan sarana (tool) dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam rangka membuat sistem hukum nasional yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indo nesia.21 Politik hukum ada pada setiap hukum, baik yang lama maupun yang baru sebagai hasil perubahan yang menga rah pada pencapaian tujuan negara.22

2. Analisis Politik Hukum Dalam Perubahan Pasal 45 Ayat (3) Uu No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Uu No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaski Elektronik

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005– 2025 (LN Tahun 2007 Nomor 33, TLN No. 4700), selanjutnya disingkat RPJPN,

20 Theo Huijbers. Sejarah Filsafat Hukum. Jakarta, Bulan Bintang,1995, p.p. 116-117

21 Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, p. 1

22 Moh. Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, p. 2

dan Peraturan Presiden Republik Indo nesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Meneng ah Nasional 2015-2019 (LN TAHUN 2015 No. 3), selanjutnya disingkat RPJMN, tidak diatur tentang “pembang unan UU”, tetapi diatur tentang “pem bangunan hukum.” Berdasarkan penger tian tersebut, maka dalam jabaran berikut akan diuraian tentang pembangunan hukum, dan harus diartikan sebagai peru bahan UU. Perubahan hukum merupakan bagian dari pembangunan hukum Indo nesia, karena perubahan merupakan pro ses menjadikan hukum lebih baik. Mengingat UU merupakan bagian dari hukum, maka perubahan UU juga meru pakan bagian dari perubahan hukum.

Jika perubahan pasal tersebut dikait kan dengan isi RPJPN dan RPJMN maka dapat diketahui bahwa berdasarkan Objek (wujud) Pembangunan Hukum di Indonesia adalah hukum tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan dalam bentuk UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU-ITE. Cara Perubahan Pasal tersebut sudah memenuhi persya ratan yaitu sebagai berikut. Prosesnya, melalui mekanisme yang sudah baik (antara lain melalui penerapan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan), secara terpadu dan demokratis berdasarkan Pan casila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pihak yang dilibatkan, seluruh komponen ma syarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi, yang selalu memper hatikan (1) kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, (2) pengaruh globalisasi, dan (3) hasil penelitian yang objektif yang diperoleh dari hasil kerja sama dengan berbagai komponen lembaga

(6)

terkait, baik di dalam maupun di luar negeri.

Berkaitan dengan pemahaman ten tang subtansi politik hukum Pasal 45 ayat (3), penulis berpendapat bahwa untuk mengetahui politik hukum pasal tersebut dianalisis dari 5 sub-kajian, yaitu: (1) arah perubahan pasal; (2) tujuan peru bahan pasal; (4) faktor-faktor yang ber bengaruh dalam perubahan pasal; dan (c) prospek pelaksanaan pasal yang diubah, dan (5) Konsistensi antara artara, tujuan perubahan yang termuat dalam konsi deran UU dengan eksistensi pasal yang diubah.

3. Arah Perubahan Pasal 45 ayat (3) Arah setiap hukum di Indonesia adalah menjabarkan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma, karena Pancasila adalah segala sumber dari hukum negara (Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) yang fungsinya sebagai landasan bagi terselenggaranya negara Indonesia sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945), untuk mencapai tujuan negara Indonesia (Pem bukaan UUD NRI Tahun 1945 alenia 4).

Berdasarkan lampiran RPJPN, dapat dipahami bahwa arah pembangunan hukum di Indonesia adalah pada makin terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mencakup bidang: (a) Pembangunan materi hukum, (b) struktur hukum, termasuk aparat hukum, (c) sarana dan prasarana hukum; (d) perwujudan masyarakat yang mem punyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan

negara hukum dan penciptaan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis.

Jika dikaitkan dengan RPJPN, maka perubahan Pasal 45 ayat (3) tersebut selaras dengan isi RPJPN, bahkan arah perubahan tersebut termasuk dalam kate gori pembangunan materi (subtansi) hukum, yang sudah memenuhi persyara tan, yaitu.

a. Terciptanya produk hukum beserta peraturan pelaksanaan yang dapat diaplikasikan secara efektif selaras dengan dinamika pembangunan dan aspirasi masyarakat, dan kebutuhan saat ini maupun masa depan. Pasal 45 ayat (3) yang dapat digunakan sebagai landasan permohonan tersangka/ter dakwa agar ditahan oleh penegak hukum selama proses peradilan pidana berlangsung. Jika tersangka tidak ditahan, maka ia masih dapat mela kukan kegiatan sehari-hari, dan orang lain tidak terlalu takut dengan pasal tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pendapat warga negara di ruang virtual.

b. Meningkatnya kepastian dan perlin dungan hukum, penegakan hukum dan HAM, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban. Perubahan UU tersebut menentukan bahwa penghinaan dan atau pence maran nama baik merupakan tindak pidana dan dapat dipidana, dengan pidana yang diancamkan mengguna kan stelsel maksimum yang isinya tidak seberat UU terdahulu. Harapan nya, orang tetap dijamin kebebasan berpendapatnya, tetapi jika pendapat nya melanggar kehormatan orang lain maka pelaku masih dapat dipidana. Keuntungan dari penetapan tindak

(7)

pidana penghinaan tersebut, adalah adanya kepastian hukum, bahwa un dang-undang baru untuk mengadali kan pelaku yang sudah sesuai dengan kriteria kejahatan,23 dan penjatuhan pidana oleh pengadilan tidak boleh melebihi batasan dalam Paal tersebut, dalam rangka melindungi HAM untuk keadilan dan kebenaran.

c. Terciptanya kesejahteraan dalam rang ka penyelenggaraan negara yang makin tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan pembangunan nasio nal akan makin lancar. Arah ini akan dicapai melalui pasal 45 ayat (3), dan dapat mengarah pada kesejahteraan (karena biaya negara untuk perawatan tahanan dapat digunakan memenuhi kebutuhan pembangunan sektor kese jahteraan masyarakat), ketertiban dan teratur (karena setiap manusia mem punyai batasan tentang cara berpen dapat di ruang virtual, mana yang boleh dan mana yang dilarang).

Jika dikaitkan dengan RPJMN, karena perubahan tersebut terjadi tahun 2016, maka arah Perubahan UU tersebut selaras dengan visi pembangunan nasio nal 2015-2019 yaitu untuk mewujudkan indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Visi yang kemudian dijabarkan dalam misi juga sesuai yaitu misi ke-3 yaitu mewujudkan masyarakat demokra tis berlandaskan hukum. Perubahan UU tersebut sangat diperlukan, karena menu rut jabaran dalam RPJMN, kondisi sosial, politik, hukum, dan keamanan yang stabil diperlukan sebagai prasyarat pem

23 Craig Burgess. Criminal Defamation in Australia: Time to Go or Stay?. Murdoch University Law Review, Vol. 20 (1), 2013, p. 21.

bangunan yang berkualitas, antara lain dengan indikator bidang demokrasi yang menjamin keamanan dan ketertiban. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, dikembanagkan rencana agenda pembang unan nasional disusun sebagai penjaba ran operasional dari Nawa Cita, yaitu dengan cara menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara melalui proses reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas dari korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Secara konkret, langkah tersebut dijajdikan sasaran kerja yaitu peningkatan hukum yang berkeadilan, yaitu Meningkatkan Keterpaduan Dalam Sistem Peradilan Pidana, yang dilakukan melalui keterpaduan substansi hukum acara pidana baik KUHAP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa politik hukum peru bahan ancaman pidana dalam Pasal 45 ayat (3) atas tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU-ITE bersumber Pancasila, yaitu demi men capai tujuan negara, yang dijabarkan dalam dengan RPJPN, difokuskan dalam RJPMN 2015-2019. Dengan demikian, arah dan tujuan perubahan UU-ITE tidak menyimpang dari cita hkum Pancasila dan ketentuan dalam UUD NRI 1945. Kerangka dasar itu tidak terlepas dari kedudukan Pancasila yang menjadi cita hukum (rechtside) dan harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia. 24

4. Tujuan Perubahan Pasal 45 ayat (3)

24 Moh. Mahfud MD. op.cit., p. 2

(8)

Tujuan setiap hukum di Indonesia mengatur, melindungi, menyelesaikan masalah dan menciptakan kesejahteraan. Hukum harus menjadi sarana untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehi dupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemer dekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Mengingat tujuan tersebut masih umum maka, perlu dijabarkan RPJPN, dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.

Berdasarkan pemikiran tersebut dan merujuk pada konsideran huruf a, d, e, dan f UU-ITE maka tujuan penerbitan UU-ITE adalah menciptakan hukum yang merespon berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat, yaitu pengaturan tentang pemanfaatan Teknologi Informa si yang memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia agar pemanfaatannya aman dan tidak disalahgunakan, demi menjaga, memeli hara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional dalam rangka mencip takan kesejahteraan masyarakat Indone sia.

Berdasarkan konsideran, tujuan peru bahan UU-ITE adalah menjamin penga kuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk meme nuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Tujuan tersebut juga akan dicapai dengan cara mengubah Pasal 45 ayat (3), yaitu menurunkan ancaman pidana bagi pelaku penghinaan dan/atau penghinaan mengunakan informasi elek tronik dan/atau dokumen elektronik, dari pidana penjara paling lama 6 tahun atau

denda 1 miyar rupiah (Pasal 43 ayat (3) UU ITE) menjadi pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda 750 juta rupiah (Pasal 45 ayat (3).

Jika dikaitkan dengan RPJPN dan RPJMN, diketahui bahwa tujuan peruba han pasal tersebut selaras dengan tujuan pembangunan hukum Indonesia, yaitu sebagai berikut..

a. Melanjutkan pembaruan produk hu kum untuk menggantikan peraturan perundang-undangan warisan koloni al.

Tujuan ini dipenuhi dipenuhi dengan menetapkan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik yang menggunakan sarana konvensional (perbuatan dan ancaman pidannya sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP), menjadi penghi naan dan/atau pencemaran nama baik yang menggunakan sarana kon vensional yang menggunakan perang kat Teknologi informasi (sebagaima na dimaksud Pasal 27 ayat (3) UU-ITE), dan mengancam pidana pen jara dan/atau denda kepada pelaku (Pasal 45 ayat (3)).

Perubahan ini merupakan cermi nan dari nilai-nilai sosial dan kepen tingan masyarakat Indonesia serta diharapkan mampu mendorong tum buhnya kreativitas dan melibatkan masyarakat untuk mendukung pelak sanaan penyelenggaraan pemerinta han dan pembangunan nasional yang bersumber pada Pancasila dan Un dang Undang Dasar Negara Repu blik Indonesia Tahun 1945. Tindak pidana penghinaan dan/atau pence maran nama baik mengunakan teknologi informasi (Pasal 27 ayat (3), yang diancam dengan Pasal 45

(9)

ayat (3) merupakan hukum baru, tetapi yang berfungsi sebagai pen yempurna hukum tingalan kolonial belanda untuk mengisi mengisi keku rangan/kekosongan hukum sebagai pengarah dinamika lingkungan strate gis yang sangat cepat berubah seba gaimana dimaksud dalam RPJPN. b. Membentuk hukum nasional yang

lebih baik sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan aspirasi masya rakat, untuk mendukung pembentu kan sistem hukum nasional yang dicita-citakan.

Tujuan ini dapat dipenuhi karena hukum teknologi informasi merupakan bagian dari jawaban atas kebutuha masyarakat di era digital dan demokratisasi. Pengurangan an caman pidana dalam Pasal 45 ayat (3) juga dapat memastikan muncul nya aspek-aspek positif dan meng hambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan terlaksananya kea dilan untuk semua warga negara untuk menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyara kat secara maksimal. Dengan demiki an, tujuan perubahan pasal ini adalah tidak lagi menjadikan pasal tersebut sebagai sarana menakuti orang untuk berpendapat, yang berarti negara tetap memberikan hak kepada setiap warganegara untuk mengemukakan pendapat menggunakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektro nik, namun jika pendapat tersebut menyerang kehormatan orang lain dalam bentuk penghinaan/dan atau pencemaran nama baik, maka negara dapat menjatuhkan dipidana atau permintaan korban.

5. Faktor yang Berpengaruh terha dap Perubahan Pasal 45 ayat (3) Karakter politik hukum senantiasa berkembang seiring dengan perkembang an konfigurasi politik, meskipun kapasi tasnya bervariasi. Konfigurasi politik yang demokratis senantiasa diikuti oleh hukum yang responsif/otonom. Sedang kan konfigurasi politik yang otoriter akan menghasilkan hukum yang konservatif. 25 Merujuk pada pemikiran tersebut, dapat dipahami bahwa perubahan Pasal 45 ayat (3) dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu seba gai berikut.

a. Faktor ideologis, yaitu upaya meng aktualisasikan nilai-nilai Pancasila, terutama sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Perubahan ini dila kukan dalam rangka mencapai tuju an negara karena Pancasila adalah cita hukum (rechtside) sehingga wa jib dijadikan penentu arah pembangu nan hukum di Indonesia.26 Hukum Nasional harus merupakan lanjutan (inklusif modernisasi) dari hukum adat, dengan pengertian bahwa hu kum nasional itu harus berjiwa Pan casila.27

b. Faktor yuridis, yaitu menjabarkan asas-asa hukum dalam UUD 1945 (misalnya asas negara hukum, hak asasi manusia), norma hukum dalam UU (misalnya UU tentang: peraturan hukum pidana, telekomunikasi, pemi lihan umum, kebebasan mengemu kakan pendapat di muka umum,

25 Ibid., 2009. p. 17-18.

26 Moh. Mahfud MD, Mengawal Arah Politik Hukum Nasional Melalui Prolegnas dan Judicial Review , http://www.mahfudmd.com, diakses tanggal 12 Juli 2012, pk. 17.00 WIB

27 Sunarjati Hartono. Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat. Alumni, Bandung, 1971, p. 31

(10)

Kitab Undang-Undang Hukum Aca ra Pidana, Pengesahan International

Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)). c. Faktor teoretis, yaitu tentang teori

pemidanaan modern yang mengarah pada upaya rehabilitasi pelaku, bukan pada pembalasan terhadap pelaku kejahatan, sehingga beratnya tindak pidana tidak selalu berban ding lurus dengan keberhasilan pen capaian tujuan pemidanaan. Kebija kan pemidanaan dapat menjamin bahwa pelaku sudah dipertanggung jawabkan untuk memulihkan keada an dan melindungi masyarakat seca ra keseluruhan.28

d. Faktor politis, yaitu berusaha mening katkan demokrasi sebagai pilar pen yelenggaraan negara negara. Hal ini dipengaruhi pada konfigurasi politik di Indonesia yang mengarah pada konfigurasi politik demokratis se hingga menginginkan terciptanya hu kum responsif/otonom. Hukum seba gai variabel tergantung (dependent

variable) sedangkan politik sebagai

variabel bebas (independent vari

able).29 Fungsi utama hukum pun juga tidak boleh dianggap sebagai variabel yang sepenuhnya indepen den,30 karena hakikat hukum adalah politik.31

e. Faktor empiris, yaitu kebutuhan nega ra dan masyarakat untuk peningka tan kebebasan berdapat, demokrati

28 Craig Burgess, op.cit., p. 2

29 Muladi, op.cit, 2002, p. p. 259-260. 30 David A. Funk, op.cit., p. 293.

31 Ruth Gavison. Culture, society, Law and

Adjudication. International Journal of

Constitutional Law, Volume 11 (4), 2013, p. 1114

sasi, perkembangan teknologi infor masi, dan perlindungan kehormatan orang. Politik hukum harus dapat menangani kepentingan-kepentingan yang nyata dalam kehidupan bersa ma secara konkret.32

Berdasarkan jabaran tersebut dapat dipahami bahwa politik hukum dalam perubahan Pasal 45 ayat (3) tersebut secara teoretik selaras dengan pendapat Theo Huijbers bahwa arah dan tujuan politik hukum adalah menjamin keadilan dalam masyarakat, menciptakan keten teraman hidup dengan memelihara kepas tian hukum.33

6. Prospek Pelaksanaan Pasal 45 ayat (3)

Pasal 45 ayat (3) sangat prospektif untuk mendukung pencapauan tujuan nasional karena sejalan RPJPN tahun 2005-2025 dan RPJMN tahun 2015-2019. Alasannya, (a) dari sisi subtansi hukum, jenis pidana penjara sudah biasa digunakan sebagai alat pelaksanaan politik kriminal di Indonesia dan mempunyai efek pencegahan yang andal; (b) dari sisi struktur hukum, penegak hukum pidana (polisi, jaksa, hakim, dan advokat) sudah mencukupi untuk mene gakkan ketentuan tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas; (c) sarana dan prasarana sudah terpenuhi yaitu Rutan dan LAPAS bersama sistem dan perso nialnya; (d) budaya hukum juga men dukung karena mayoritas masyarakat menganggap bahwa penghinaan adalan tindak pidana, dan pidana penjara atau pidana denda merupakan jenis pidana

32 Theo Huijbers, Sejarah Filsafat Hukum. Jakarta, Bulan Bintang,1995, p. 116-117

(11)

yang diinginkan masyarakat. Selain itu, mayoritas anggota masyarakat juga meng inginkan negara yang makin demokratis dengan pelibatan sebanyak-banyaknya pendapat rakyat melalui pelaksanaan hak kebebasan mengemukakan pendapat.

Pelaksanaan pasal tersebut akan mendapat dukungan dari pemerintah dan rakyat, dan mudah dilaksanakan karena sangat bermanfaat bagi demokratisasi, kepastian hukum, dan kebutuhan dalam bidang komunikasi dan teknologi infor masi. Paling sedikit 4 manfaat perubahan pasal tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Meningkatkan peluang orang untuk turut serta dalam proses demokrasi melalui cara mengemuakakn penda pat di media virtual (dunia maya) dengan tanpa melanggar kehormatan orang lain.

Menurut RPJPN, demokrasi da pat meningkatkan partisipasi masya rakat dalam berbagai kegiatan pem bangunan, dan memaksimalkan po tensi masyarakat, serta meningkat kan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara. Se lanjutnya dalam RPJPN juga dikemu kakan bahwa Pembangunan hukum harus memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan politik.

Peningkatan demokratisasi da pat terjadi dengan rasionalitas bahwa penegak hukum tidak menahan ter sangka atau terdakwa yang mela kukan penghinaan dan/pencemaran nama baik menggunakan informasi elektronik dan/atau dekumen elek tronik, karena setelah ada perubahan Pasal 45 ayat (3) tindak pidana tersebut hanya diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun,

sehingga berdasarkan KUHAP, pela ku tindak pidana tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditahan karena salah satu syarat ojektif penahanan adalah jika tersangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Jika pelaku dipi dana, maka juga dapat menjadi upaya Memantapkan pelembagaan nilai-nilai demokrasi yang menitikbe ratkan pada prinsip-prinsip toleransi, non-diskriminasi, dan kemitraan sebagaimana dimakmsud dalam RPJPN dan RPJMN. Pemidanaan tersebut juga selaras dengan isi agen da pembangunan nasional dalam bab 6 RPJMN bahwa bahwa langkah-langkah konkret dalam tahun 2015-2019 akan Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara. Keha diran negara ini dapat dilakukan oleh legislator melalui pembaruan hu kum, dan pengadilan melalui putu san yang dapat menjadi sumber hukum,34 mengingat banyak pihak yang percaya bahwa pengadilan akan membawa perubahan sosial yang diinginkan.35

b. Mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk perawatan tahanan. Hal ini terjadi karena pela ku pengihaan penghinaan dan/pence maran nama baik menggunakan informasi elektronik dan/atau doku men elektronik tidak menjadi taha nan negara, sehinga pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya perawatan

34 David A. Funk, op.cit., p. 301.

35 Ruth Gavison, op.cit, p. 1114

(12)

tahanan yang jumlahnya sangat banyak.

c. Mengurangi over kapasitas penghuni RUTAN dan LAPAS. Hal ini terjadi karena pelaku pengihaan penghinaan dan/pencemaran nama baik menggu nakan informasi elektronik dan/atau dekumen elektronik tidak di tahan kemudian ditempatkan di RUTAN atau LAPAS karena berstatus seba gai tahanan negara,

d. Mempercepat terciptanya tatanan masyarakat yang tertib, adil, dan sejahtera.

Perubahan hukum dapat mem percepat terciptanya tatanan masya rakat yang tertib, adil, dan sejahtera karena ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat hanya akan tercpta jika ada hukum yang dibuat secara responsif kemudian ditegakkan secara adil. Katertiban tercipta karena UU-ITE tersebut mempunyai efek pencegahan pidana pidana penghinaan. Keadilan tercipta karena penyelesaian tindak pidana penghinaan melalui sistem peradilan pidana berupa putusan pengadilan dianggap merepresentasikan perlin dungan negara terhadap pelaku dan korban tindak pidana. Kesejahteraan akan tercipta jika semua warga negara selalu difasilitasi oleh negara, baik dalam rangka memenuhi kebu tuhan pembangunan materiel mau pun immaterial. Hal ini sejalan dengan RPJMN bahwa pem bangu nan akan diarahkan pada kesejahte raan (prosperity), demokrasi (demo

cracy) dan keadilan (justice).

Kesejahteraan juga akan terca pai jika setiap orang memperoleh perlindungan atas kehormatannya,

karena siapapun yang menyerang ke hormatan orang lain menggunakan menggunakan informasi elektronik dan/atau dekumen elektronik dapat dileporkan ke polisi diproses secara hukum. Proses penyelesaian secara hukum ini dapat berdampak positif, misalnya (a) menghindari masyara kat melakukan tindakan main hakim sendiri dan persekusi kepada pela ku, (b) menghindari orang melaku kan balas dendam dengan cara penganiayaan bahkan pembunuhan terhadap pelaku, (c) warga masyara kat lebih berhati-hati dalam menyam paikan informasi di dunia maya karena penghinaan merupakan tin dak pidana.

Tetap dianggapnya penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagai tindak pidana yang diancam dengan pidana selaras dengan RPJPN bahwa pembangunan hukum harus merupakan upaya erciptanya supremasi hukum dan penegakkan hak-hak asasi manusia yang bersum ber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo nesia Tahun 1945 serta tertatanya sistem hukum nasional yang mencer minkan kebenaran, keadilan, akomo datif, dan aspiratif.

7. Konsistensi antara Tujuan Peruba han Pasal 45 ayat (3) dan Hasil Perubahannya

Secara teknis, tujuan pembuatan atau perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan dapat diketahui dari isi konsideran peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dan jika peraturan perundang-undangan memuat penjelasan, maka tujuan tersebut diurai

(13)

kan secara rinci dalam penjelasan umum peraturan perundang-undangan. Berdasar kan pemikiran tersebut dapat diketahui bahwa dalam konsiderans pertama UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU-ITE, dapat dipahami bahwa tujuan perubahan UU adalah menjamin penga kuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk meme nuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Tujuan UU ini diarahkan sebagai upaya pemenuhan kesepakatan negara Indonesia yang sudah mengesah kan International Covenant on Civil and

Political Rights (Kovenan Internasional

Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) melalui Undang-Undang Nomor 12 Ta hun 2005, terutama yang ada kaitannya dengan pasal 19 Kovenan tersebut.

Tujuan bahwa perubahan tersebut dilakukan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebe basan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertim bangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokra tis. Hasilnya, Pasal 45 ayat (3) diubah agar ketentuan Pasal 27 (ayat (3) yang isinya tentang tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik mengguna kan informasi elektronik dan/atau doku men elektronik tetap dipertahankan kebe rakuannya (Pasal 27 ayat (3) ini tidak diubah), agar ada jamianan bagi setiap orang untuk memperoleh keamanan, ketertiban umum, namun jangan sampai ketentuan pasal 27 ayat (3) tersebut menghalangi hak setiap orang untuk memperoleh kebebasan dalam berdemo krasi demik menciptakan masyarakat demokratis, yaitu dengan cara merubah

ancaman pidananya (dalam Pasal 45 ayat (3) menjadi lebih ringan.

Secara umum, di Amerika, kebeba san pers sebagai sarana mengemukakan pendapat menjadi sesutu yang diagung kan sebagai bentuk check and balances, meskipun kadang menghina orang lain. Sedangkan di Korea Selatan, kebebasan pers dan perlindungan hak individual kedudukannya sama.36 Indonesia sebagai negara Pancasila mempunyai kebijakan tersendiri yang berbeda, yaitu membatasi hak dengan tanggungjawab. Penentuan kebijakan penurunan ancaman pidana tersebut dimakduskan oleh Pemerintah Indonesia agar ada keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam kaitannya dengan kebebasan mengemukakan penda pat, demokratisasi, dan perlindungan hak pribadi. Dengan demikian, dapat dipaha mi bahwa tujuan perubahan tersebut adalah agar negara Indonesia tetap memberi hak seluas-luasnya kepada seti ap warganegara untuk berpendapt baik lisan maupun tulisan di dunia maya, namun tetap berkewajiban menghormati orang lain. Jika orang mengabaikan kewa jibannya, maka negara dapat mengadili pelaku atas aduan korban.

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat dipahami bahwa dalam UU tentang Perubahan UU-ITE terdapat konsistensi antara tujuan perubahan sebagaimana ada dalam konsideran angka 1 dengan penormaan dan substansi Pasal 45 ayat (3), sehingga pasal tersebut digunakan sebagai salah satu cara mencapai tujuan perubahan hukum, yaitu menjamin peng akuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang tanpa meninggalkan kewajiban menghormati hak orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang

36 Kyu Ho Youm, op.cit., p. 265.

(14)

keadilan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

Secara teoretik, perubahan UU di negara demokrasi (seperti Indonesia) bukan merupakan proses atau kejadian yang aneh, termasuk perubahan berat-ringannya pidana karena meskipun Mes kipun ancaman pidana banyak diperde batkan efektivitasnya, namun suatu masyarakat suatu saat pasti membutuh kannya.37 Justru perubahan UU merupa kan upaya menciptakan hukum yang responsif dan aplikatif dalam rangka men capai tujuan negara. Perubahan tersebut merupakan bagian dari politik hukum nasional, karena menurut Padmo Wahyo no, politik hukum dilakukan oleh peme gang kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk memformulasi hukum, sehingga menca kup ruang lingkup pembentukan, penera pan, dan penegakan hukum.38

C. Penutup

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Arah perubahan Pasal 45 ayat (3)

adalah mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma, da lam rangka membentuk sistem hu kum nasional yang mantap yang dapat diaplikasikan secara efektif selaras dengan dinamika pembangu nan dan aspirasi masyarakat, dan kebutuhan saat ini maupun masa depan melalui jaminan kepastian dan perlindungan hukum berbasis HAM yang mengarah pada kesejahteraan. 2. Tujuan perubahan Pasal 45 ayat (3)

adalah menjamin pengakuan serta

37 Paul H. Robinson, op.cit., p. 12 38 Padmo Wahjono. op cit., p. 160

penghormatan atas hak dan kebeba san orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan keterti ban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis, dengan cara melan jutkan pembaruan produk hukum untuk menggantikan peraturan perun dang-undangan warisan kolonial se suai dengan kebutuhan pembangu nan dan aspirasi masyarakat. Negara Indonesia tetap memberikan hak berpendapat kepada setiap penduduk untuk membangun demokrasi, na mun jika isi pendapat tersebut me langgar hak orang lain, maka negara dapat menjatuhkan pidana terhadap pelaku atas pengaduan korban. 3. Perubahan Pasal 45 ayat (3) dipeng

aruhi oleh 5 faktor, yaitu ideologis, yuridis, teoretis, politis, dan empiris. 4. Pasal 45 ayat (3) sangat prospektif karena mendapat dukungan dari pemerintah (presiden) dan rakyat (DPR-RI), dan mudah dilaksanakan karena sangat bermanfaat bagi demo kratisasi, menjamin kepastian hu kum, dan memnuhi kebutuhan dalam bidang komunikasi dan teknologi informasi.

5. Legislator konsisten dalam membuat tujuan perubahan dengan dengan penormaan dalam Pasal 45 ayat (3), sehingga isi pasal tentang kebijakan penurunan ancaman pidana tersebut dapat mengarah pada pelaksanaan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara.

D. Daftar Rujukan Buku

(15)

Ali, Ahmad, 1996. Menguak Tabir

Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. Chandra Pratama, Jakarta

D, Moh Mahfud M, 2009. Politik

Hukum di Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta

Fadjar, A. Mukthie Fadjar, 2001.

Reading Material Politik Hukum.

Pascasarjana Univ. Brawijaya, Malang. Hartono, Sunarjati, 1971. Dari

Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat. Alumni, Bandung

Hartono, Sunaryati. Politik Hukum

Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,

Alumni, Bandung.

Huijbers, Theo Huijbers, 1995.

Sejarah Filsafat Hukum. Jakarta, Bulan

Bintang

Lippmann, Walter, 1999. Filsafat

Publik. Yayasan Obor, Jakarta

Manan, Abdul, 2006. Aspek-Aspek

Pengubah Hukum. Kencana, Jakarta

Marzuki, Peter Mahmud, 2009,

Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta.

Muladi. Demokratisasi, Hak Asasi

Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia. Habibie Center, Jakarta.

Nusantara, Abdul Hakim Garuda, 1985. Politik Hukum Indonesia, YLBHI, Jakarta.

Wahyono, Padmo, 1986. Indonesia

Negara Berdasarkan Atas Hukum. Gha

lia Indonesia, Jakarta

Widodo, 2007. Pemberantasan Cybercrime: Teori dan Aplikasi Kebija kan Non-Penal (Perbandingan antara Pelaksanaan di Indonesia, di Luar Nege ri, dengan Kebijakan Internasional). Ker

tagama Publishing, Jakarta.

Widodo, 2012. Hukum Pidana di

Bidang teknologi Informasi. Aswaja Pres

sindo, Yogyakarta

Artikel dalam Jurnal Ilmiah

Burgess, Craig. Criminal Defama tion in Australia: Time to Go or Stay?.

Murdoch University Law Review, Vol. 20

(1), 2013.

Funk, David A., Major Functions of Law in Modern Society Featured, Case

W. Reserve Law Revew, Vol. 257, 1972.

Gavison, Ruth. Culture, society, Law and Adjudication. International Journal

of Constitutional Law, Volume 11 (4),

2013

Robinson, Paul H. and John M. Darley. Intuitions Of Justice: Implica tions for Criminal Law and Justice Policy. Southern California Law Review, Vol. 81 (1), 2007.

Youm, Kyu Ho Youm. Libel Law And The Press: U.S. and South Korea Compared. Pacific Basin Law Journal, Vol. 13 (231), 1995.

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005– 2025 (LN Tahun 2007 Nomor 33, TLN No. 4700)

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elek tronik (LN Tahun 2008 No. 58, TLN No. 4843),

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (LN Tahun 2016 Nomor 251, TLN Nomor 5952)

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan

(16)

Jangka Menengah Nasional 2015-2019 (LN TAHUN 2015 No. 3)

Makalah

Nitibaskara, Tb. R. Nitibaskara,

Problema Yuridis Cybercrime, Makalah

pada Seminar Cyber Law, diselengga rakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Ban dung, Juli 2000.

Pudjirahayu, Esmi Warassih, Pem

berdayaan Masyarakat Dalam Mewujud kan Tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan), Pidato

Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 14 April 2001

Berita di Internet

Betapa Kecilnya Ppeluang untuk Lepas dari Jerat UU-ITE, https://tirto.id,

diakses tanggal 22 Agustus 2018

D, Moh. Mahfud M, Mengawal Arah

Politik Hukum Nasional Melalui Proleg nas dan Judicial Review , http://www. mahfudmd.com, diakses tanggal 12 Juli 2012

Putusan Pengadilan Landmark Ter kait Penggunaan Pasal 27 ayat 3 UU-ITE,https://www.hukumonline.com, diak

Referensi

Dokumen terkait

Majelis Jemaat GPIB Syaloom di Balikpapan dengan ini menyampaikan ucapan Selamat Ulang Tahun kepada Warga Jemaat yang ber-Hari Ulang Tahun baik Ulang Tahun KELAHIRAN maupun

Kateter menetap digunakan untuk periode waktu yang lebih lama.Kateter menetap ditempatkan dalam kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian sebelum dilakukan

mempen pengar garuhi uhi ata atau u men mengko gkonta ntamin minasi asi air airan an log logam, am, sehi sehingg ngga a pro proses ses den dengan gan dapur baja

Metode pengeringan yang sangat sederhana yaitu dengan menusukkan pada lidi atau dijepit dengan sebilah bambu dan meletakkannya dekat perapian kayu bakar selama

Router dapat digunakan untuk menghubungkan banyak jaringan kecil ke sebuah jaringan yang lebih besar, yang disebut dengan internetwork, atau untuk membagi sebuah

Berdasarkan uji ANOVA yang telah dilakukan pada bab sebelumnya diperoleh informasi bahwa pada keenam rasio yang diuji ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara

Pada penelitian ini terdapat beberapa tujuan, yaitu (1) Untuk menganalisis pengaruh minat baca terhadap hasil belajar siswa kelas XI IIS pada mata pelajaran ekonomi di SMA

Tokoh ayah dalam novel Bukan Pasar Malam yang merupakan seorang guru, memiliki jiwa nasionalis yang tinggi.. Rasa Nasionalis dapat kita liat ketika tokoh ayah