• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRI YUONO SAPUTRA Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Gunadarma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRI YUONO SAPUTRA Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Gunadarma"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

TERHADAP MANAJEMEN LABA (STUDI PADA PERUSAHAAN

PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA

EFEK INDONESIA)

TRI YUONO SAPUTRA

Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Gunadarma E-mail : triyuonoutha@yahoo.co.id

ABSTRAK

Agensi teori mengakibatkan hubungan yang asimetris antara pemilik dan pengelola untuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance yang bertujuan menjadikan perusahaan menjadi lebih baik dan sehat dengan prinsip-prinsip yang dimiliki yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance dengan menggunakan variabel berupa ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen, keberadaan komite audit dan keberadaan top share terhadap praktik manajemen laba. Sampel yang digunakan adalah perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2010. Penelitian ini menggunakan discretionary accruals model Jones. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dan menggunakan alat analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa variabel ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen, keberadaan komite audit dan keberadaan top share terbukti tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Hal ini dikarenakan penerapan Good Corporate Governance yang masih belum dapat dilaksanakan secara optimal dan efektif oleh masing-masing perusahaan.

Kata Kunci : Good Corporate Governance, Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Komisaris Indepeden, Keberadaan Komite Audit, Keberadaan Top Share, Manajemen Laba

ABSTRACT

The agency theory resulted in relations between the owner and management of asymmetrical to avoid occurring relationship asymmetry would require a concept that is the concept of good corporate governance which aims to make companies are becoming more good and healty with the principles of transparency, to which it belongs is independence, accountability, responsibility and fairness.

The aim of this research is to find out the influence of good corporate governance by using variables, such as the size of the board of commissioners the proportion of independent commissioner, the existence of audit committee and the existence of top management practices share against earnings. A sample that we use is publicly-listed property firm and real estate listed on the indonesia stock exchange in 2009 up to 2010. This research using discretionary accruals model jones. A method of collecting data in this research using purposive of sampling and use the device linear regression analysis worship of idols.

(2)

This research result showed that variable, the size of the board of commissioners the proportion of independent commissioner, the existence of audit committee and the existence of top share proved not affect the practice of management profit. This is because the implementation of good corporate governance was still not enforceable optimally and effective by each of the enterprises.

Keywords : good corporate governance, the size of the board of commissioners, the proportion of independent commissioner, the existence of audit committee, the existence of top share, management profit

PENDAHULUAN

Krisis keuangan pada tahun 2008 yang melanda di semua negara sangat berpengaruh terhadap sebagian perusahaan dan industri. Secara nasional akibat dari resesi ekonomi AS tersebut sangat nampak terjadi. Hampir semua harga saham rontok melebihi 10 persen. Langkah-langkah antisipasi terhadap krisis keuangan di AS tersebut tentunya memiliki dampak yang berarti bagi dunia usaha di Indonesia termasuk dunia property yang akan mengalami penurunan pembayaran kredit. Sektor properti memiliki arti yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional, yakni dalam rangka penyediaan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat dan dalam rangka penyerapan tenaga kerja.

Kepanikan terhadap akibat krisis ekonomi bermula dari krisis perumahan di AS dipicu oleh macetnya kredit dari para debitor dengan gagal bayar tinggi (subprime mortgage). Akibatnya, puluhan bank penyalur kredit maupun perusahaan investasi yang memegang surat utang berbasis subprime mortgage pun merugi. Kondisi ini bisa juga akan akan terjadi di Indonesia, jika kondisi property di Indonesia mengalami goncangan. Apalagi ditambah dengan kondisi daya beli masyarakat yang menurun hingga menyebabkan macetnya pemba-yaran kredit perumahan baik RSh maupun real estate.

Dampak selanjutnya perekonomian akan ikut kolaps, dan sulit sekali untuk membangun kembali sektor properti yang lebih stabil. Dalam menyikapi ini peran pemerintah sangat dinantikan pelaku bisnis properti. Mempermudah melakukan perijinan, penyediaan lahan dan membuka akses terhadap pengadaan material murah bisa diupayakan pemerintah. Hal ini memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan praktik manajemen laba.

Manajemen laba (earnings management) adalah suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Menurut Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa earnings management terjadi ketika manajemen menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi-transaksi yang mengubah laporan keuangan, hal ini bertujuan untuk menyesatkan para stakeholders tentang kondisi kinerja ekonomi perusahaan, serta untuk mempengaruhi penghasilan kontraktual yang mengendalikan angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba ini sendiri berawal dari teori agensi.

Teori agensi menjelaskan bahwa suatu kontrak antara manajer selaku agent dengan pemilik perusahaan. Pemilik memberikan kewenangan pengambilan keputusan dan otoritas kepada agent untuk menjalankan perusahaan demi kepentingan pemilik (Jensen dan Meckling, 1976). Manajer mengetahui informasi internal lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan dengan para pemilik, sehingga informasi yang disampaikan oleh manajer terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya karena manajer cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya. Keadaan yang seperti ini dikenal dengan asimetri informasi yang dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan praktik manajemen laba (Richardson, 1998).

(3)

Oleh karena itu diperlukan suatu sistem untuk mengurangi tindakan praktik manajemen laba yaitu dengan menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Good Corporate Governance adalah suatu sistem tata kelola perusahaan yang mengatur hubungan antara pihak manajemen, dewan komisaris, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar berjalan dengan baik dan efektif. Beberapa mekanisme GCG meliputi ukuran dewan komisaris, keberadaan komisaris independen, keberadaaan komite audit dan Top share.

Pelaksanaan GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewaan komisaris dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri dan dapat meningkatkan kepercayaan investor. Penerapan GCG akan mempermudah perusahaan dalam melakukan pemisahan tugas pada masing-masing pihak agar setiap pihak tidak ikut campur terhadap tugas pihak lain. Dengan adanya pemisahan tugas dan fungsi masing-masing struktur tersebut maka akan tercipta suatu perusahaan yang baik dan sehat sesuai dengan prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran.

TELAAH PUSTAKA

Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan menggunakan perkiraan (judgement), misalnya judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukkan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggung jawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang, penurunan nilai asset, metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

Fudenberg dan Tirole (1995), praktik manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer yakni mempercepat/memperlabat penjualan, mengubah skedul pengiriman barang, mempercepat/memperlambat pengeluaran untuk riset serta pemeliharaan. Sementara Lo (2007) mengelompokkan manajemen laba dalam dua katagori yakni real earning management seperti tindakan untuk mempengaruhi arus kas, dan accrual management melalui perubahan dalam estimasi dan kebijakan akuntansi. Dampak dari kedua tindakan manajemen laba tersebut menimbulkan biaya yang berbeda, dimana tindakan real earning management akan memakan lebih banyak biaya bagi perusahaan (Roychowdhury, 2006).

Banyak hal yang dapat menjadi faktor dalam melakukan manajemen laba, diantaranya adalah adanya peluang untuk mengambil keuntungan pribadi, adanya pelaporan laporan keuangan yang tidak sebenarnya karena manajer ingin menunjukkan kinerja yang baik kepada pemilik sehingga manajer dapat memanipulasi hasil laporan keuangan dan adanya hubungan yang asimetri antara pemilik dan pengelola perusahaan artinya pemilik hanya menginginkan mendapatkan deviden yang besar dari penanam modalnya sementara manajer menginginkan kinerja yang baik agar manajer mendapatkan sesuatu yang lebih misalnya bonus atas kinerja yang baik yang telah dilakukannya.

(4)

Good Corporate Governance

Good Corporate Governance, sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders (Tjager et al., 2003). Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya. Pengertian Good Corporate Governance menurut FCGI (2001) adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Good Corporate Governance didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan prinsip-prinsip antara lain fairness, transparency, accountability dan responsibility, yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajemen, perusahaan (direksi dan komisaris), kreditur, karyawan serta stakeholders lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak (Putri W, 2006). Banyak pendapat mengenai definisi Good Corporate Governance, dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa Good Corporate Governance adalah suatu sistem tata kelola perusahaan yang mengatur hubungan antara pihak manajemen, dewan komisaris, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar berjalan dengan baik dan efektif.

Prinsip-prinsip GCG menyangkut lima bidang utama: hak-hak para pemegang saham dan perlindungannya; peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya; pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu serta transparansi sehubungan dengan struktur dan operasi korporasi; tanggung jawab dewan (Dewan Komisaris maupun Direksi) terhadap perusahaan, pemegang saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Secara ringkas prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai: perlakuan yang setara (fairness), transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), dan independensi (Tjager et al., 2003).

Beberapa mekanisme GCG meliputi ukuran dewan komisaris, keberadaan komisaris independen, keberadaaan komite audit dan Top share. Selanjutnya dibawah ini akan dibahas secara ringkas mengenai mekanisme GCG tersebut.

Ukuran Dewan Komisaris

Suatu mekanisme mengawasi, memberikan saran, dan petunjuk mengenai aktifitas manajemen yang dilakukan oleh Dewan Direksi. Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan oleh puhak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribisi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan.

Proporsi Komisaris Independen

Anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Keberadaan Komisaris Independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih objektif dan independen dan juga untuk menjaga fairness atau keadilan serta mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas bahkan kepentingan stakeholders lainnya (Alijoyo dan Zaini, 2004).

(5)

Keberadaan Komite Audit

Memberikan pengawasan secara menyeluruh tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Komite Audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh Komite Audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan.

Keberadaan Top Share

Individu, keluarga, atau institusi yang memiliki kontrol terhadap sebuah perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung pada tingkat pisah batas hak kontrol tertentu. Pemegang saham pengendali disebut juga sebagai pemilik ultimat terbesar. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, ada pemegang saham besar yang mengendalikan perusahaan yang dinamai pemegang saham pengendali.

Pengembangan Hipotesis

Menurut Ujiyantho dan Pramuka (2007), Yusriati, Yuli, dan Eliada (2010) Serta Yayuk (2011) mengemukakan bahwa jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi efektivitas mekanisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen. Berdasarkan hasil beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran Dewan Komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sehingga hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

Ho1 = Ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Ha1 = Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba

Menurut Herni dan Susanto (2008), Etty (2008) serta Nasution dan Setiawan (2007) membuktikan bahwa proporsi Komisaris Independen dapat mengurangi praktik manajemen laba. Sedangkan menurut Yusriati, Yuli, dan Eliada (2010), Putri (2010) serta Welvin dan Arleen (2010) bahwa proporsi Komisaris Independen tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Berdasarkan hasil beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa proporsi Komisaris Independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sehingga hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

Ho2 = Proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Ha2 = Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba

Menurut Herni dan Susanto (2008) menganalisis hubungan komisaris independen, dan komite audit. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kehadiran komite audit dan komisaris independen mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen laba di perusahaan. Hal ini menandakan bahwa mekanisme Good Corporate Governance penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang adil (fair) dan transparan. Sedangkan menurut Etty (2008) meneliti pengaruh penerapan Corporate Governance terhadap nilai perusahaan dengan manajemen laba. Hasil dari penelitian ini adalah kesimpulan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Begitu pula

(6)

menurut Putri (2010) bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan hasil beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Komite Audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sehingga hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

Ho3 = Keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Ha3 = Keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba

Penelitian yang dilakukan Murhadi (2009) membuktikan bahwa adanya pemegang saham mayoritas adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi mendorong pengawasan menjadi lebih profesional sehingga berdampak pada penurunan praktik manajemen laba. Sedangkan Putri (2010) keberadaan top share pada perusahaan sampel tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada atau tidaknya pemegang saham pengendali dalam suatu perusahaan belum tentu dapat meningkatkan manajemen laba. Berdasarkan hasil beberapa peneliti tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Top Share tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sehingga hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

Ho4 = Keberadaan Top Share tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Ha4 = Keberadaan Top Share berpengaruh terhadap manajemen laba

Praktik earning management memungkinan terjadi di Indonesia mengingat kepemilikan perusahaan di Indonesia cenderung dimiliki oleh sekelompok tertentu yang merupakan satu keluarga dan bertindak sebagai controllling shareholder. Pihak controlling shareholder dapat menggunakan pengaruhnya kepada pihak manajemen untuk melakukan praktik earnings management. Apabila di dalam perusahaan tidak terdapat controlling shareholder, maka praktik earnings management dapat dilakukan oleh pihak manajemen yang dapat mengakibatkan kerugian pada pemegang saham (Murhadi, 2009). Dari uraian tersebut, maka dikembangkan hipotesis mayor sebagai berikut:

Ho5 = Penerapan Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap manajemen laba

Ha5 = Penerapan Good Corporate Governance berpengaruh terhadap manajemen laba

METODE PENELITIAN

Pemilihan Sampel

Objek dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan properti dan real estate yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2009-2010. Perusahaan properti dan real estate dipilih sebagai objek penelitian didasarkan pada metode nonprobability sampling tepatnya metode purposive sampling. Selain itu juga perusahaan properti dan real estate termasuk perusahaan yang aktif transaksi di bursa sehingga akan banyak analis yang melakukan pembahasan Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut : (1) Perusahaan yang tergabung dalam sektor properti dan real estate di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2009 sampai periode tahun 2010. (2) Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode tahun 2009 dan periode tahun 2010 yang dinyatakan dalam (Rp). (3) Perusahaan sampel yang memiliki data lengkap mengenai komisaris independen, dewan komisaris, komite audit dan Top share serta data yang diperlukan untuk mendeteksi manajemen laba.

(7)

Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance yang dalam hal ini dapat dijelaskan melalui proporsi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit dan keberadaan top share.

a. Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah total anggota dewan komisaris, baik yang berasal dari internal perusahaan maupun dari eksternal perusahaan sampel.

b. Proporsi Komisaris Independen

Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan jumlah total anggota komisaris independen dibagi dengan jumlah total anggota dewan komisaris. Menurut FCGI yaitu jumlah komisaris independen paling kurang 30% dari jumlah total dewan komisaris. c. Keberadaan Komite Audit

Variabel komite audit merupakan variabel dummy dengan kriteria jika perusahaan sampel memiliki komite audit maka diberi nilai 1, jika perusahaan sampel tidak memiliki komite audit maka akan diberi nilai 0.

d. Keberadaan Top Share

Variabel Top Share menunjukkan ada tidaknya pemegang saham pengendali (Controlling shareholder) yang sama atau melebihi 50% dari total saham, dengan menggunakan dummy 1 bila terdapat pemegang saham pengendali dan 0 bila tidak terdapat pemegang saham pengendali.

2. Variabel Dependen

Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Penggunaan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow et al,. 1995), model tersebut dituliskan sebagai berikut :

TAit = Nit – CFOit

Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persamaan regresi Ordinary Least Square (OLS) sebagai berikut :

TAit/Ait-1 = β1 (1 / Ait-1) + β2(ΔRevt / Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1) + e

Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus :

NDAit = β1 (1 / Ait-1) + β2(ΔRevt / Ait-1 - ΔRect / Ait-1 ) + β3 (PPEt/Ait-1)

Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut :

DAit = TAit/Ait-1 – NDAit

Keterangan :

DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke-t NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke-t TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke-t

Nit = Laba bersih perusahaan I pada periode ke-t

CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan I pada periode ke-t Ait-1 = Total aktiva perusahaan I pada periode ke t-1

ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke-t PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke-t

ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke-t β1-β3 = Koefisien variabel

(8)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Hasil seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan diperoleh jumlah sampel sebanyak 41 perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2010. Seluruh data yang tersebut kemudian diambil sesuai kriteria yang telah dipilh berdasarkan metode purposive sampling sehingga data yang terkumpul sebanyak 30 perusahaan. Dari hasil pengolahan data langkah selanjutnya akan dilakukan uji parsial dan uji simultan untuk mengetahui apakah terjadi praktik manajemen laba diketemukan hasil sebagai berikut :

Tabel 1

Hasil Uji Parsial (Uji-t)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) .008 .012 .695 .490 DK .001 .002 .046 .331 .742 KI -.007 .015 -.068 -.487 .628 KA -.009 .007 -.195 -1.442 .155 TS .006 .006 .125 .933 .355 a. Dependent Variable: EM

Berdasarkan tabel diatas diketahu hasil uji parsial (uji-t) pada pengujian hipotesis yang pertama yaitu HO1 diterima berarti ukuran dewan komisaris pada perusahaan properti dan real estate tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba. Hal ini terlihat pada hasil uji parsial (uji-t) yang memiliki nilai signifikansi (p) 0.742 > signifikan (α) 0.05.

Hasil penelitian ini dapat diterima karena banyak atau sedikitnya dewan komisaris bukanlah faktor utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen laba yang dilakukan didalam perusahaan. Masih banyak faktor lagi yang dapat mempengaruhi efektifitas pengawasan terhadap manajemen laba yang dilakukan didalam perusahaan. Akan tetapi efektivitas mekanisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Yusriati, Yuli, dan Eliada 2010) dan (Yayuk, 2011)

Hasil uji parsial pada pengujian hipotesis yang kedua yaitu HO2 diterima, artinya proporsi komisaris independen pada perusahaan properti dan real estate tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba. Hal ini terlihat pada hasil uji parsial (uji-t) yang memiliki nilai signifikansi (p) 0.628 > signifikan (α) 0.05 Hasil penelitian ini dapat diterima karena Bursa Efek Indonesia telah mengatur jumlah keberadaan komisaris independen, namun dalam praktiknya belum ada mekanisme tentang bagaimana pemegang saham memilih komisaris independen ini, sehingga walaupun dewan komisaris ini telah ada namun tidak diketahui bagaimana penunjukkannya. Kondisi yang demikian masih memperluas kesempatan bagi beberapa pihak untuk melakukan praktik KKN, salah satunya dengan penunjukkan anggota komisaris independen yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan direksi perusahaan. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak negatif pada aplikasi Corporate Governance dan merendahkan kualitas informasi yang diberikan perusahaan karena banyaknya kesempatan untuk memanipulasi dan mempermainkan data.

(9)

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Putri, 2010), (Murhadi, 2009) serta (Welvin dan Arleen, 2010) bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba pada perusahaan. Sedangkan hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nasution dan Siswanto 2007), (Herni dan Susanto 2008) , dan (Etty, 2008) bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba pada perusahaan.

Hasil uji parsial pada pengujian hipotesis yang ketiga yaitu HO3 diterima berarti keberadaan komite audit pada perusahaan properti dan real estate tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba. Hal ini terlihat pada hasil uji parsial (uji-t) yang memiliki nilai signifikansi (p) 0.155 > signifikan (α) 0.05 Hasil penelitian ini dapat diterima mengingat lemahnya praktik Corporate Governance di Indonesia. Sama halnya dengan komisaris independen, proses penunjukkan anggota komite audit masih belum jelas dan terbuka, sehingga keindependensiannya masih patut diragukan. Pemilihan anggota yang masih memiliki hubungan kekerabatan marak terjadi. Integritas komite audit sendiri masih harus dipertanyakan. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak negatif pada aplikasi Corporate Governance dan merendahkan kualitas informasi yang diberikan perusahaan karena banyaknya kesempatan untuk memanipulasi dan mempermainkan data.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh( Etty 2008), (Murhadi 2009), (Welvin dan Arleen 2010) dan (Putri, 2010) bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba pada perusahaan. Sedangkan hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Herni dan Susanto 2008) bahwa keberadaan komite audit berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba pada perusahaan.

Hasil uji parsial pada pengujian hipotesis yang keempat yaitu HO4 diterima berarti keberadaan top share pada perusahaan properti dan real estate tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini terlihat pada hasil uji parsial (uji-t) yang memiliki nilai signifikansi (p) 0.355 > signifikan (α) 0.05. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada atau tidaknya pemegang saham pengendali dalam suatu perusahaan belum tentu dapat meningkatkan manajemen laba. Namun hasil penelitian ini dapat diterima mengingat bahwa dalam penelitian ini yang menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan sampel adalah institusi sebesar 35%.

Hal ini dikarenakan adanya tidak adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi menjadikan pengawasan kurang profesional sehingga berdampak terjadinya praktik manajemen laba. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Putri, 2010) bahwa keberadaan top share tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba pada perusahaan. Sedangkan hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Murhadi 2009) bahwa keberadaan top share berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba pada perusahaan.

(10)

Tabel 2

Hasil Uji Simultan (Uji F)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .001 4 .000 .716 .585a

Residual .028 55 .001

Total .030 59

a. Predictors: (Constant), TS, KI, KA, DK b. Dependent Variable: EM

Berdasarkan tabel diatas diketahui hasil uji F pada penelitian ini yaitu HO diterima atau dapat diartikan bahwa penerapan Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini terlihat pada hasil uji simultan (uji F) yang memiliki nilai signifikansi (p) 0.585 > signifikan (α) 0.05. Kesimpulannya secara serentak (bersama-sama) variabel independen (ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen, keberadaan komite audit dan keberadaan top share) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini berarti bahwa diterapkannya Corporate Governance dalam suatu perusahaan tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut benar-benar sehat atau terbebas dari tindakan manajemen laba. Hal ini disebabkan karena penerapan Corporate Governance merupakan hal yang baru di Indonesia, sehingga penerapannya belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh masing-masing perusahaan.

Hal tersebut juga bisa dapat dilihat dari Corporate Governance Perception Index (CGPI) tahun 2009-2010 tidak terdapat perusahaan sampel yang masuk dalam 10 besar, artinya bahwa penerapan Corporate Governance belum dapat dilaksanakan secara optimal pada perusahaan sampel, sehingga penerapan Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan menurut Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) tahun 2009 hanya terdapat 1 perusahaan sampel yang masuk dalam 20 besar yaitu Bakrieland Development Tbk, perusahaan tersebut terdapat pada posisi 15 dengan skor 76,93% predikat terpercaya. Tahun 2010 hanya terdapat 1 perusahaan sampel yang masuk dalam 20 besar yaitu Bakrieland Development Tbk, perusahaan tersebut terdapat pada posisi 15 dengan skor 76,96% predikat terpercaya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penerapan Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan sampel. Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari (Putri, 2010) dan (Ujiyantho dan Pramuka, 2007) bahwa Corporate Governance tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1 Ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2010. Hal ini dikarenakan ukuran dewan komisaris bukanlah faktor utama efektivitas pengawasan yang dapat mempengaruhi manajemen laba.

2 Proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2010. Hal ini dikarenakan penerapan Good Corporate Governance yang dilakukan perusahaan-perusahaan sampel hanya sebagai pemenuhan regulasi saja.

(11)

3 Keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2010. Hal ini dikarenakan proses penunjukkan anggota komite audit masih belum jelas dan terbuka.

4 Keberadaan top share tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2010. Hal ini dikarenakan adanya tidak adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi menjadikan pengawasan kurang profesional sehingga berdampak terjadinya praktik manajemen laba.

5 Penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2010. Hal ini disebabkan karena penerapan Corporate Governance belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh masing-masing perusahaan. Hal tersebut juga bisa dapat dilihat dari Corporate Governance Perception Index (CGPI) tahun 2009-2010 tidak terdapat perusahaan sampel yang masuk dalam 10 besar.

DAFTAR PUSTAKA

Alijoyo, Antonius. dan Zaini. S. 2004. Corporate governance suatu pengantar : peranan dewan komisaris dan komite audit dalam pelaksanaan corporate governance. Indeks: Jakarta.

Dechow, Patricia M., R.G. Sloan and A.P. Sweeney, (1995), Detecting earnings management, The Accounting Review 70, 193-225.

FCGI. 2001. Corporate Governance : Tata kelola perusahaan. Edisi ketiga. Jakarta

Fudenberg, D. and Tirole, J., 1995. A theory of income and dividend smoothing based on incumbency rents, Journal of Political Economy 103, p.75–93.

Healy, Paul M. and J.M. Wahlen. 1999. A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For Standard Setting. Accounting Horizons 13, 365-383.

Herni, dan Yulius K. Susanto. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan Publik, Praktik Pengelolaan Perusahaan, Jenis Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Risiko Keuangan Terhadap Tindakan Perataan Laba (Studi Empiris Pada Industri yang Listing di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, Vol. 23 No. 3, 2008, hal: 302-314.

Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3. hal. 305-360.

Lo, K. 2008. Earnings Management And Earnings Quality, Journal of Accounting and Economics 45.

Nasution, dan Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia. Jurnal simposium nasional akuntansi X.

(12)

Nirmala, Putri. 2010. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Perusahaan yang Tergabung dalam Indeks LQ-45). Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Jakarta : Universitas Gunadarma.

Putri. W. 2006, Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Jumlah Komisaris Terhadap Kinerja perusahaan. Skripsi Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Program Studi Akuntansi Universitas Islam Indonesia.

Richardson, Vernon J. (1998). Information Asymmetry an Earnings Management: Some Evidence. Working Paper, 30 Maret

Roychowdhury, S. 2006. Earnings Management Through Real Activities Manipulation, Journal ofAccounting and Economics 42.

Schipper, K. 1989. Commentary: Earnings Management. Accounting Horizons (December): 91-102.

Tjager, I.N., et al. 2003. Corporate Governance. Jakarta : Prenhalindo.

Ujiyantho dan Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Go Publik Sektor Manufaktur), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.

Yayuk. D. 2011. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Yang Terdaftar Dalam LQ 45. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Jakarta : Universitas Gunadarma

Yusriati, N.F., et al. 2010. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Timbulnya Earnings Management Dalam Menilai Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol 12, No. 2, Agustus 2010, Hlm 69-80. Universitas Jendral Soedirman.

Welvin. dan Arleen. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Gorvernance, Independensi Auditor, Kualitas Audit Dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol 12, No. 1, April 2010, Hlm 53-68. STIE Trisakti. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

seluruh dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang saya sampaikan, berikan, kirimkan, dan/atau isikan untuk memenuhi persyaratan sebagai mahasiswa

[r]

Angka ini menunjukkan bahwa struktur pasar minyak kayu putih yang terjadi adalah pasar persaingan sempurna, hal ini diperkuat dengan kondisi di lapang bahwa tidak ada kegiatan

Jiwa sosial akan memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menerima dan sebagainya) tanpa merasa dirugikan karena hal ini dilakukan dengan ikhlas. Ketabahan

Dengan meneliti keberadaan air tanah dangkal yang memanjaatkan data muka air tanah dibawah permukaan tanah pada sumur penduduk di Pulau Bawean, maka dapat diketahui

Iman kepada kitab-kitab Allah dahulu berarti kita wajib percaya bahwa sebelum Al Qur’an, Allah SWT menurunkan kitab-kitab kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya, iman yang

Skripsi yang berjudul “ hubungan Antara Pola Asuh Authoritative Dengan Tingkat Disiplin Anak pada Anak TK BA Aisyiyah Mertasari Kecamatan Purwanegara Kabupaten

Ideology can not be separated from the discourse. Ideology is produced through discourse construction. C) explains that ideology is articulated in a concept that links