Penjelasan/uraian Dalam bentuk MATRIKS dapat di lihat pada penyajian tabel berikut ini:
Tabel 4.47 Proses analisis untuk memperoleh faktor-faktor penyebab tidak dimanfaatkannya ruang terbuka yang ada di kecamatan Cristo Rei untuk aktivitas budaya TL , terhadap variabel kontinuitas kegitan budaya dan ketidaksesuaian penyediaan ruang
Sumber: Hasil survey dan temuan lapangan, sintesa kajian teori dan analisa, 2011-2012
Karakteristik existing ruang
Terbuka kota titik 1-11
Variabel Karakteristik ruang terbuka yang bebasiskan pada budaya TL
Pembahasan
Faktor-faktor penyebab tidak dimanfaatkannya ruang terbuka kota yang
ada di kecamatan Cristo Rei untuk aktivitas budaya TL
(1) (2) (3) (4) (6)
Perubahan Sosial
(Kategori I) 1, 2, 4 dan 9 Kelompok/kategori ruang yang dapat di gunakan untuk aktivitas budaya bersifat profan/eksibisi dengan jumlah peserta sedikit sampai sedang
1.) Kontinuitas kegitan budaya
1.) Luasan ruang berkisar antara 160-250 M2; 2.) Terbatas pada fungsi atau pelayanan untuk kegiatan-kegiatan budaya yang bersifat sakral dan profan; 3.) Pola ruang yang dilingkupi oleh perabot atau elemen ruang yang memeiliki makna sakral, dan berpijak pada kepercayaan kosmologi; 4.) Memiliki makna ganda diantaranya: Makna sakral dan makna profane; 5.) Didominasi oleh perabot-perabot yang bermakna sakral; 6.) Masuk dalam kategori skala ruang yang kecil dan sedang; 7.) Memiliki orientasi ruang yang berpatokan pada keberadaan perabot ruang dan juga kepercayaan pada nilai kosmologis.
Tidak adanya kontinuitas kegiatan budaya TL pada existing ruang terbuka yang ada di kecamatan Cristo Rei karena karakteristik existing ruang terbuka kota tidak cocok untuk menampung aktivitas budaya TL
Berdasarkan pada pembahasan karakteristik existing ruang terbuka Kategori I, II & III dengan karakteristik ruang terbuka yang berbasiskan pada budaya TL dapat disimpulkan bahwa,
“kontinuitas kegiatan budaya” adalah
merupakan salah satu faktor penyebab tidak dimanfaatkan ruang terbuka yang ada di kecamatan Cristo Rei untuk aktivitas budaya TL
(Kategori II) 6,7, 8, 10 & 11
Kelompok/kategori ruang yang dapat di gunakan untuk aktivitas budaya bersifat sakral maupun profan/eksibisi dengan jumlah peserta sedang sampai banyak
2.) Ketidaksesuaian penyediaan ruang
Karakteristik existing ruang terbuka yang ada di kecamatan Cristo Rei tidak sesuai dengan karakteristik ruang terbuka yang berbasiskan pada budaya TL
Berdasarkan pada pembahasan karakteristik existing ruang terbuka Kategori I, II & III dengan karakteristik ruang terbuka yang berbasiskan pada budaya TL dapat disimpulkan bahwa “Ketidaksesuaian penyediaan ruang” merupakan salah satu faktor penyebab tidak dimanfaatkan ruang terbuka yang ada di kecamatan Cristo Rei untuk aktivitas budaya TL
(Kategori III) : 3 & 5 Kelompok/kategori ruang yang dapat di gunakan untuk aktivitas budaya bersifat sakral dengan jumlah peserta banyak
Berdasarkan pada analisis di atas maka ditetapkan/disintesakan beberapa faktor-faktor
penyebab berdasarkan pada 3 kategori ruang terbuka kota sebagai berikut:
Tabel 4.51 Sintesa faktor-faktor penyebab tidak dimanfaatkannya ruang terbuka yang ada di kecamatan Cristo Rei untuk aktivitas budaya TL ,
berdasarkan kategori ruang I, II dan III
No
Kategori
Faktor-faktor penyebab tidak dimanfaatkannya ruang terbuka kota yang ada di kecamatan Cristo
Rei untuk aktivitas budaya TL
(1)
(2)
(3)
I
Ruang
1,
2,
4
dan
9:
Kelompok/kategori ruang yang dapat
di gunakan untuk aktivitas budaya
bersifat profan/eksibisi dengan jumlah
peserta sedikit sampai sedang
1.) Faktor kontinuitas kegitan budaya; 2.) Ketidaksesuaian penyediaan ruang; 3.) Faktor
ketidaksesuaian luasan ruang; 4.) Faktor ketidaksesuaian pola ruang; 5.) Faktor ketidaksesuaian
skala ruang; 6.) Faktor ketidaksesuaian orientasi ruang; 7.) Banyaknya aktivitas budaya yang sudah
ditinggalkan; 8.) Terjadinya benturan budaya; 9.) minimnya partisipasi masyarakat; 10.) Adanya
pengaruh budaya dari luar/modernisasi; 11.) Regulasi pemafaatan ruang terbuka berdasarkan pada
budaya; 12.) Regulasi pengendalian ruang terbuka berdasarkan pada budaya
II
Ruang 6, 7, 8, 10 & 11 :
Kelompok/kategori ruang yang dapat
di gunakan untuk aktivitas budaya
bersifat sakral maupun profan/eksibisi
dengan jumlah peserta sedang sampai
banyak
1.) Faktor kontinuitas kegitan budaya; 2.) Ketidaksesuaian penyediaan ruang; 3.) Banyaknya
aktivitas budaya yang sudah ditinggalkan; 4.) Terjadinya benturan budaya; 5.) minimnya
partisipasi masyarakat; 6.) Adanya pengaruh budaya dari luar/modernisasi; 7.) Regulasi pemafaatan
ruang terbuka berdasarkan pada budaya; 8.) Regulasi, pengendalian ruang terbuka berdasarkan
pada budaya
III
Ruang: 3 & 5 : Kelompok/kategori
ruang yang dapat di gunakan untuk
aktivitas budaya bersifat sakral dengan
jumlah peserta banyak
1.) Faktor kontinuitas kegitan budaya; 2.) Ketidaksesuaian penyediaan ruang; 3.) Faktor
ketidaksesuaian luasan ruang; 4.) Faktor ketidaksesuaian perabot ruang; 5.) Faktor
ketidaksesuaian skala ruang; 6.) Faktor ketidaksesuaian orientasi ruang; 7.) Banyaknya aktivitas
budaya yang sudah ditinggalkan; 8.) Terjadinya benturan budaya; 9.) minimnya partisipasi
masyarakat; 10.) Adanya pengaruh budaya dari luar/modernisasi; 11.) Regulasi pemafaatan ruang
terbuka berdasarkan pada budaya; 12.) Regulasi pengendalian ruang terbuka berdasarkan pada
budaya
Berdasarkan pada hasil sintesa faktor-faktor penyebab untuk masing-masing kategori ruang terbuka kota
pada tabel 4.51, maka faktor-faktor tersebut akan di jadikan sebagai dasar penyusunan pertanyaan pada
kusioner Delphi yang akan di lempar kepada para pakar/stakeholders, untuk proses selengkapnya dapat
dilihat pada tabel dan pertanyaan-pertanyaan berikut ini/Lihat Laporan Thesis hal. 287-398
Kategori ruang I: Ruang 1, 2, 4 dan 9, adalah kelompok/kategori ruang yang dapat di gunakan untuk aktivitas budaya bersifat profan/eksibisi
dengan jumlah peserta sedikit sampai sedang
No
Faktor–faktor penyebab
Pilihan Anda
S
TS
I
Perubahan sosial
1
Tidak adanya kontinuitas kegitan budaya
Alasan anda:
2
Ketidaksesuaian penyediaan ruang
Alasan anda:
Kategori ruang I: Ruang 1, 2, 4 dan 9, adalah kelompok/kategori ruang yang dapat di gunakan untuk aktivitas budaya bersifat profan/eksibisi dengan jumlah peserta sedikit sampai sedang
No Faktor–faktor penyebab Pilihan Anda
S TS
II Lingkungan fisik ruang terbuka
1
Ketidak sesuaian luasan, pola, makna, perabot, skala dan orientasi existing ruang terbuka kota untuk kegiatan-kegiatan ritual-ritual adat dan kegiatan-kegitan budaya Timor-Leste
Alasan anda:
Kategori ruang I: Ruang 1, 2, 4 dan 9, adalah kelompok/kategori ruang yang dapat di gunakan untuk aktivitas budaya bersifat profan/eksibisi dengan jumlah peserta sedikit sampai sedang
No Faktor–faktor penyebab Pilihan Anda
S TS
III Perubahan/pergeseran budaya dan pengaruh modernisasi
1 Banyak dari aktivitas budaya yang sudah di tinggalkan Alasan anda:
2 Terjadinya benturan budaya Alasan anda:
3 Minimnya partisipasi masyarakat Alasan anda:
Setelah melempar pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada para pakar/stakeholders, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan ITERASI atas jawaban dari para responden seperti di sajikan pada
proses berikut ini/proses selengkapnya dapat di lihat pada laporan Thesis Hal. 172-232
Kategori Ruang I: Ruang 1, 2, 4 dan 9, adalah Kelompok/kategori ruang yang dapat di gunakan untuk aktivitas budaya yang bersifat
profan/eksibisi dengan jumlah peserta sedikit sampai sedang
Faktor-faktor penyebab
Faktor perubahan sosial
1.) Tidak adanya kontinuitas kegitan budaya
Responden (S/TS)
Ia
Ib
Ic
II
III
IV
Va
Vb
Vc
VIa
VIb
VII
VIII
IX
TS
TS
S
S
S
S
S
S
TS
S
S
S
S
S
2.) Ketidaksesuaian penyediaan ruang
Ia
Ib
Ic
II
III
IV
Va
Vb
Vc
VIa
VIb
VII
VIII
IX
S
TS
S
S
TS
TS
TS
TS
S
TS
S
TS
S
S
Tabel 4.54 Hasil iterasi tahap pertama atas faktor-faktor penyebab tidak dimanfaatkannya ruang terbuka kota di kecamatan Cristo Rei untuk
aktivitas budaya TL, untuk kategori ruang terbuka I
Hasil dari responden: 1.) S:11, TS:3; 2.) S:7, TS: 7. baik pertanyaan 1 maupun 2 akan di ajukan lagi pada kuesioner tahap berikutnya karena belum ada konsensus dari para pakar.
Keterangan: S : Setuju; TS: Tidak Setuju
I = Departemen pendidikan dan kebudayaan TL: a.) Departemen seni budaya tradisional, b.) Departemen industri kreatif kebudayaan, dan c.) Direktorat museum dan perpustakaan Nasional TL, II = Parlemen Nasional TL, komisi infrastruktur dan peralatan sosial; III = Direktorat tata ruang dan perumahan Nasional; IV = Directorat pertanahan, properti dan pekerjaan pemetaan Nasional, TL; V = Tokoh Agama: a.) Tokoh agama Katolik, b.) Tokoh agama Kristen Protestan, dan c.) Tokoh agama Islam; VI = Akademisi: a.) Universitas Nasional TL/UNTL, b.) Universitas da Paz/UNPAZ; VII = Ex. Presiden Timor Lorosae Planning Institut/TLPI; VIII = Presiden Asosiasi Arsitek TL; IX = Pakar perkotaan swasta/konsultan perencanaan arsitektur dan kota.
Untuk melihat hasil ITERASI selengkapnya dari hasil responden dari para pakar dapat dilihat pada
laporan Thesis Hal. 184-196
Setelah dilakukan ITERASI selama 3 tahap baru di peroleh konsensus atas faktor-faktor yang di
tanyakan/dilempar kepada para pakar/stakeholders, sehingga hasil akhir dari kesepakatan para
pakar/stakeholders atas faktor-faktor penyebab tidak dimanfaatkannya ruang terbuka di kecamatan
Cristo Rei untuk aktivitas ritual dan budaya TL adalah:
A.) Untuk kategori ruang terbuka I terdiri dari: 1.) Faktor regulasi pemafaatan ruang terbuka
berdasarkan pada budaya; 2.) Faktor regulasi pengendalian terbuka berdasarkan pada budaya;
3.) Faktor ketidak sesuaian penyediaan ruang; 4.) Faktor ketidaksesuaian fungsi, pola, makna,
perabot, skala dan orientasi ruang; 5.) Faktor terjadinya benturan budaya; 6.) Faktor
minimnya partisipasi masyarakat; dan 7.) Faktor adanya pengaruh budaya dari
luar/modernisasi.
B.) Untuk kategori ruang terbuka II terdiri dari: 1.) Faktor regulasi pemafaatan ruang terbuka
berdasarkan pada budaya; 2.) Faktor regulasi pengendalian terbuka berdasarkan pada budaya;
3.) Faktor ketidak sesuaian penyediaan ruang; 4.) Faktor terjadinya benturan budaya; 5.)
Faktor minimnya partisipasi masyarakat; dan 6.) Faktor adanya pengaruh budaya dari
luar/modernisasi.
C.) Untuk kategori ruang terbuka III terdiri dari: 1.) Faktor regulasi pemafaatan ruang terbuka
berdasarkan pada budaya; 2.) Faktor regulasi pengendalian terbuka berdasarkan pada budaya;
3.) Faktor ketidak sesuaian penyediaan ruang; 4.) Faktor ketidaksesuaian fungsi, pola, makna,
perabot, skala dan orientasi ruang; 5.) Faktor terjadinya benturan budaya; 6.) Faktor
minimnya partisipasi masyarakat; dan 7.) Faktor adanya pengaruh budaya dari
luar/modernisasi.
3.) Analisis untuk sasaran 3 : Digunakan Teknik analisis Triangulasi untuk merumuskan konsep
pemanfaatan ruang terbuka berdasarkan sudut pandang budaya TL, secara singkat proses analisis dapat
dilihat seperti pada bagan berikut ini/hasil selengkapnya dapat dilihat pada laporan Thesis hal. 251-278
MERUMUSKAN
KONSEP
PEMANFAATAN
RUANG TERBUKA
SUMBER: 2
STUDI
LITERATUR/
KAJIAN
TEORI
SUMBER:3
HASIL
ANALISA
DELPHI
SUMBER 1:
STUDI
EMPIRIK
EKPLORASI & ELABORASI
Dimana analisis ini dilakukan dengan megelaborasi konsep pemanfaatan ruang terbuka berdasarkan
pada
budaya secara umum, hasil analisis Delphi dan juga konsep pemanfaatan ruang terbuka secara tradisonal
yang berbasiskan pada budaya atau preferensi pemanfaatan ruang terbuka untuk aktivitas budaya di
wilayah kecamatan Cristo Rei dan juga kecamatan lainnya di wilayah administratif kabupaten Dili
, selain
itu juga dilakukan studi literature dari wilayah lainnya baik di TL maupun NTT yang menggunakan ruang
terbuka sebagai wadah untuk melakukan aktivitas-akvitas ritual budaya dan akvitas budaya lainnya, baik
aktivitas budaya yang bersifat sakral maupun profan.
DI Sub Bab 4.2.2
dari hal. 125-129
& Hal. 250-251
Laporan Thesis
hal. 123-232 &
hal. 254-250
Laporan
Thesis hal.
13-73 & hal.
245-250
Matriks berikut ini dapat menjelaskan prose Anlisis Triangulasinya, untuk hasil selengkapnya dapat di lihat
pada laporan Thesis hal. 251-278 Tabel 4.63-4.65
Prinsip-prinsip pemanfaatan ruang terbuka yang berbasiskan pada budaya
No Faktor
Penyebab
Studi literature Hasil analisis
Delphi
Studi empirik tentang pemanfaatan ruang terbuka
secara tradisional berbasiskan pada budaya dan pengaruh budaya di TL
dan regulasi pemanfaatan ruang kerbuka
Hasil triangulasi rumusan konsep pemanfatan ruang terbuka berdasarkan
pada sudut pandang budaya
TL
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Ketidaksesuaian penyediaan ruang
Berbagai perubahan sosial dan kebudayaan, akan dapat berakibat yang menguntungkan atau sebaliknya. Suatu perubahan yang terjadi mengharuskan perlunya modifikasi pola tingkah laku. Kebudayaan mengenal ruang dan tempat tumbuh dan berkembang, dengan mengalami perubahan, penambahan dan pengurangan. Manusia tidak berada pada dua tempat atau ruang sekaligus, dan ia hanya dapat pindah ke ruang lain pada masa lain. Pergerakan ini telah berakibat pada persebaran kebudayaan, dari masa ke masa, dan dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai akibatnya di berbagai tempat dan waktu yang berlainan, dimungkinkan adanya unsur-unsur persamaan disamping perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu di luar masanya, suatu kebudayaan dapat dipandang ketinggalan zaman (anakkronistik), dan dapat pula di luar tempatnya dipandang asing atau janggal Poerwanto, (1997)
Dari hasil analisa/iterasi tahap III menyebutkan bahwa: 1.) banyak dari ruang terbuka di daerah Cristo Rei di pakai untuk aktivitas rekreasi saja, sehingga karena eksistensi ruangnya memang tidak sesuai untuk aktivitas budaya; 2.) ruang yang tersebar di daerah Cristo Rei semua tidak ada yang di sediakan untuk melakukan serimoni budaya atau ritual adat, dan banyak dari ruang-ruang yang terbengkalai justru berada di dekat pantai, jauh dari pemukiman penduduk; 3.) ruang-ruang yang terdapat di kecamatan Cristo Rei, tidak seperti ruang tradisonal pada umumnya, yang memiliki kekhasan untuk melayani kegiatan budaya; 4.) masyarakat akan lebih merasa pas bila melakukan aktivitas ritual mereka di ruang-ruang yang memang memberikan aura yang berbeda/benuansa sakral dan harus menunjukan karakter ruang yang menyerupai karakter ruang trasional yang memang bermakna budaya
Keberadaan ruang-ruang terbuka tradisional di TL pada umumnya adalah untuk mengakomodasi atau mewadahi keperluan sehari-hari wargannya atau dengan segala sesuatu yang yang berkaitan dengan kehidupan dan penghidupan masyarakat tradisional TL, termasuk untuk mewadahi/menampung kegiatan-kegiatan ritual adat dan kegiatan budaya lainnya
Menyediakan ruang terbuka kota yang berbasiskan pada pelayanan yang bersifat profan/publik.
Tabel 4.63 Matriks analisis triangulasi untuk merumuskan konsep pemanfaatan ruang terbuka berdasarkan sudut pandang budaya TL untuk kategori ruang I
Berdasarkan analisis triangulasi di atas (laporan Thesis hal. 251-278 Tabel 4.63-4.65) maka konsep
pemanfatan ruang terbuka berdasarkan sudut pandang budaya TL adalah terdiri dari:
1.) Konsep ruang untuk kategori ruang terbuka kota I, antara lain: 1.) menyediakan ruang terbuka kota yang
berbasiskan pada pelayanan yang bersifat profan/publik; 2.) menyediakan ruang yang dimanfaatkan untuk
melayani ktivitas budaya TL yang disesuaikan dengan luasan, pola, makna, perabot, skala dan orientasi ruang
yang berpijak pada kepercayaan kosmologis dan bermakna profan; 3.) menyediakan ruang terbuka untuk
aktivitas budaya TL yang disertai dengan sosialisasi kepada seluruh masyarakat dari berbagai kalangan (tua
dan muda) tentang pentingnya melestarikan/menjaga dan meneruskan tradisi/budaya TL; 4.)
mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap aktivitas budaya yang dilaksanakan di wilayah
kecamatan Cristo Rei, terutama untuk aktivitas budaya yang bersifat/bermakna profan; 5.) menyediakan
wadah/wahana ruang terbuka kota yang khusus melayani aktivitas-aktivitas budaya yang bersifat/bermakna
profan, sehingga dapat menghindarkan masyarakat dari pengaruh luar/modernisasi; 6.) Menyediakan
regulasi yang mengatur tentang pemanfaatan ruang terbuka kota yang berbasiskan pada budaya TL,
terutama untuk aktivitas budaya bersifat/bermakna profan; 7.) menyediakan regulasi yang mengatur
tentang pengendalian ruang terbuka kota yang berbasiskan pada budaya TL, terutama untuk aktivitas budaya
bersifat/bermakna profane. pada budaya TL, terutama untuk aktivitas budaya bersifat/bermakna sakral/suci
ataupun profan.
2.) Konsep ruang untuk kategori ruang terbuka kota II, antara lain: 1.) menyediakan ruang terbuka kota
yang berbasiskan pada pelayanan yang bersifat sakral ataupun profan/publik; 2.) menyediakan ruang
terbuka untuk aktivitas budaya TL yang disertai dengan sosialisasi kepada seluruh masyarakat dari berbagai
kalangan (tua dan muda) tentang pentingnya melestarikan/menjaga dan meneruskan tradisi/budaya TL; 3.)
mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap aktivitas budaya yang dilaksanakan di wilayah
kecamatan Cristo Rei, terutama untuk aktivitas budaya yang bersifat/bermakna sakral ataupun profan; 4.)
menyediakan wadah/wahana ruang terbuka kota yang khusus melayani aktivitas-aktivitas budaya yang
bersifat/bermakna sakral/suci ataupun profan, sehingga dapat menghindarkan masyarakat dari pengaruh
luar/modernisasi; 5.) Menyediakan regulasi yang mengatur tentang pemanfaatan ruang terbuka kota yang
berbasiskan pada budaya TL, terutama untuk aktivitas budaya bersifat/bermakna sakral/suci ataupun
profan; 6.) menyediakan regulasi yang mengatur tentang pengendalian ruang terbuka kota yang berbasiskan
pada budaya TL, terutama untuk aktivitas budaya bersifat/bermakna sakral/suci ataupun profan.
3.) Konsep ruang untuk kategori ruang terbuka kota III, antara lain: 1.) menyediakan ruang terbuka kota
yang berbasiskan pada pelayanan yang bersifat sakral/suci; 2.) Menyediakan ruang yang dimanfaatkan untuk
melayani ktivitas budaya TL yang disesuaikan dengan luasan, pola, makna, perabot, skala dan orientasi ruang
yang berpijak pada kepercayaan kosmologis dan bermakna sakral/suci; 3.) Menyediakan ruang terbuka
untuk aktivitas budaya TL yang disertai dengan sosialisasi kepada seluruh masyarakat dari berbagai kalangan
(tua dan muda) tentang pentingnya melestarikan/menjaga dan meneruskan tradisi/budaya TL yang bersifat
sakral/suci; 4.) Mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap aktivitas budaya yang dilaksanakan di
wilayah kecamatan Cristo Rei, terutama untuk aktivitas budaya yang bersifat/bermakna sakral/suci; 5.)
Menyediakan wadah/wahana ruang terbuka kota yang khusus melayani aktivitas-aktivitas budaya yang
bersifat/bermakna sakral, sehingga dapat menghindarkan masyarakat dari pengaruh luar/modernisasi; 6.)
Menyediakan regulasi yang mengatur tentang pemanfaatan ruang terbuka kota yang berbasiskan pada
budaya TL, terutama untuk aktivitas budaya bersifat/bermakna sakral/suci; 7.) Menyediakan regulasi yang
mengatur tentang pengendalian ruang terbuka kota yang berbasiskan pada budaya TL, terutama untuk
aktivitas budaya bersifat/bermakna sakral/suci.
SINGKATNYA Konsep pemanfaatan Ruang terbuka Kota di bagi menjadi 3 Kategori, diantaranya:
1.) Untuk kategori I: adalah untuk Ruang dengan pelayanan yang bersifat dan bermakna profan/sifatnya
Eksibisi atau dapat di pertotonkan kepada khayak banyak
2.) Untuk kategori II: adalah untuk Ruang dengan pelayanan campuran/Mix Use yakni yang bersifat dan
bermakna profan/sifatnya Eksibis atau dapat di pertotonkan kepada khalayak banyak dan juga untuk jenis
pelayanan terhadap aktivitas yang bersifat sakral/suci
3.) Untuk kategori III: adalah untuk Ruang dengan pelayanan yang bersifat sakral/suci
Intinya mengarah pada konsep pemanfaatan ruang yang mejawab / merespon atas
setiap faktor penyebab yang ada, yang mana disesuaikan atau berdasarkan pada
setiap kategori Ruang terbuka kota yang di bagi mejadi 3 kategori
Hasil selengkapnya dapat di lihat pada penjelasan
8.) Perbaikan Kesimpulan karena belum mencerminkan permasalahan, telah dilakukan perbaikan sesuai dengan
3 sasaran dan hasil akhir/Final result dari setiap analisis untuk 3 sasaran yang ada, untuk mengetahui hasil
selengkapnya dapat di lihat di di Hal. 279 - 281
Berdasarkan pada hasil akhir/Final result dari setiap analisis untuk 3 sasaran yang ada, maka secara
sistimatis dapat di tetapkan beberapa kesimpulkan mengenai pemanfaatan ruang terbuka kota di
kecamatan Cristo Rei, kabupaten Dili berdasarkan pada budaya TL sebgaia berikut:
1.) Karakteristik ruang terbuka yang berbasiskan pada budaya TL, adalah:
a.) Luasan ruang berkisar antara 160-250 M2; b.) Terbatas pada fungsi atau pelayanan untuk kegiatan-kegiatan
budaya yang bersifat sakral dan profan; c.) Pola ruang yang dilingkupi oleh perabot atau elemen ruang yang
memiliki makna sakral, dan berpijak pada kepercayaan kosmologi; d.) Memiliki makna ganda diantaranya: Makna
sakral dan makna profan; e.) Didominasi oleh perabot-perabot yang bermakna sakral; e.) Masuk dalam kategori
skala ruang yang kecil dan sedang; f.) Memiliki orientasi ruang yang berpatokan pada keberadaan perabot ruang
dan juga kepercayaan pada nilai-nilai kosmologis.
2.) Faktor -faktor yang menyebabkan tidak dimanfaatkannya ruang terbuka yang ada di kecamatan Cristo
Rei untuk aktivitas budaya TL, adalah:
1.) Faktor ketidaksesuaian penyediaan ruang; 2.) Faktor ketidaksesuaian luasan, pola, makna, perabot, skala dan
orientasi ruang; 3.) Faktor terjadinya benturan budaya; 4.) Faktor minimnya partisipasi masyarakat; 5.) Faktor
adanya pengaruh budaya dari luar/modernisasi; 6.) Faktor belum adanya regulasi pemafaatan ruang terbuka
berdasarkan pada budaya; dan 7.) Faktor belum adanya regulasi pengendalian ruang terbuka berdasarkan pada
budaya.
3.) Konsep pemanfaatan ruang terbuka berdasarkan sudut pandang budaya TL, adalah:
1.) Untuk kategori I: Untuk Ruang dengan pelayanan yang bersifat dan bermakna profan/sifatnya Eksibisi atau dapat
di pertotonkan kepada khalayak banyak.
2.) Untuk kategori II: Untuk Ruang dengan pelayanan campuran/Mix Use yakni yang bersifat dan bermakna
profan/sifatnya Eksibis (dapat di pertotonkan),
dan juga untuk jenis pelayanan terhadap aktivitas yang bersifat sakral/suci
Saran:
Sesuai dengan hasil penelitian di atas maka penulis memberikan saran sebagai berikut: agar dilakukannya
penelitian lanjutan terhadap pemanfaatan ruang terbuka untuk aktivitas-aktivitas ritual adat dan aktivitas
budaya TL yang lebih spefik, yakni dari tiap suku-suku lainnya yang berada di wilayah TL tentang
pemanfaatan ruang terbuka.