• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25 o -35 o lintang utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25 o -35 o lintang utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tanaman teh (Camellia Sinensis (L) O. Kuntze) merupakan tumbuhan hijau yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25o-35o lintang utara dan 95o-105o bujur timur. Perkebunan teh paling banyak ditemui adalah di India, China dan Srilanka. Tahun 1999, produksi teh dunia didapat dari beberapa negara diantaranya India (30 %), China (23,5 %), Srilanka (9,5 %), Kenya (7,5 %), Indonesia (5 %) dan Turki (4 %). Di Indonesia tanaman teh tumbuh baik di daerah-daerah dengan ketinggian 400 meter - 1200 meter di atas permukaan laut. Teh mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang berkewarganegaraan Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia, yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Pada tahun 1978 pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari China untuk dibudidayakan di pulau Jawa. Setelah saat itu, Belanda menerapkan politik tanam paksa (Culture Stelsel) kepada rakyat Indonesia, setelah Indonesia merdeka perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini. Dari aspek lingkungan, usaha budidaya dan pengolahan teh termasuk jenis usaha yang mendukung konservasi tanah dan air. (DTI, 2016)

Peran komoditas teh dalam perekonomian di Indonesia cukup strategis. Industri teh tahun 2009 diperkirakan menyerap sekitar 3 juta pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa. Selain itu, secara nasional industri teh

(2)

2

menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 1,2 triliun (0,3 % dari total PDB nonmigas) dan menyumbang devisa bersih USD 110 juta per tahun. Pada tahun 2014 total produksi teh Indonesia mencapai 143.751 ton atau 5,7 % dari total produksi teh dunia dengan produktivitas teh sebesar 1.464 Kg/Ha. Indonesia juga mengekpor teh ke beberapa negara mencapai 66.399 ton atau senilai USD 134.584 ribu pada tahun 2015. Tujuan ekpor teh yaitu Malaysia, Rusia, Pakistan, Amerika, Jerman, China dan lainnya. Harga teh kering domestik tahun 2013 adalah Rp. 17.456,- per kg, sedangkan untuk harga produsen teh dunia USD 6.517 per ton. Konsumsi teh Indonesia pada tahun 2015 adalah 0,61 kg/kapita/tahun dengan jumlah penduduk 258.705 ribu jiwa (DTI, 2016).

Menurut Sandeep, Gopinath dan Manas (2010) permasalahan yang dihadapi perkebunan teh di seluruh dunia adalah kekurangan tenaga kerja pemetik dan meningkatnya upah kerja. Dari beberapa penelitian dapat diketahui kebutuhan tenaga kerja pemetik di beberapa perkebunan teh di pulau Jawa. PTPN IX Perkebunan Kaligua, Brebes Jawa Tengah hanya memiliki tenaga kerja pemetik 6 orang per 10 hektar kebun teh (Sajida 2013). PT. Pagilaran, Batang, Jawa tengah memiliki 5 orang per 10 hektar kebun teh (Saraswati, 2008). Sedangkan PT. Sumber Abadi Tirtasentosa Perkebunan Rumpun Sari Kemuning memiliki 7 orang per 10 hektar kebun teh (Kusuma, 2008), PT. Tambi Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah hanya memiliki 6 orang per 10 hektar kebun teh (Marganingrum, 2010), dan PT. Sinar Inesco Perkebunan Sambawa hanya memiliki 6 orang per 10 hektar kebun teh (Kurniawan, 2014).

(3)

3

Berdasarkan data di atas perkebunan teh belum mampu mencapai standar kebutuhan tenaga kerja yang ditentukan, oleh karena itu salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut adalah meningkatkan produktivitas tenaga kerja pemetik. Hal tersebut membuat manajemen berfikir untuk alternatif pemetikan teh yaitu pemetikan mekanis. Kebutuhan tenaga kerja di perkebunan teh rata-rata 13 orang per 10 hektar kebun teh dan 70% adalah tenaga kerja pemetik (Herawati dan Nurawan 2009). Areal perkebunan dengan luas 31,14 ha yang memiliki produktivitas 1552,13 kg/Ha, membutuhkan 37 orang dengan manual (etem) dan 23 orang menggunakan gunting petik, sedangkan menggunakan mesin petik teh hanya membutuhkan 6 orang/ha (Kurniawan, 2015). Kelangkaan tenaga kerja pemetik pada saat panen dikarenakan banyak orang yang tidak berminat menjadi pemetik teh karena upah yang rendah masih menjadi suatu kendala di tingkat perkebunan teh rakyat ataupun swasta.

Dampak dari kelangkaan tenaga kerja pemetik menyebabkan produktivitas kebun tidak maksimal, sehingga target produksi tidak tercapai. Target produksi yang tidak tercapai mengakibatkan perkebunan teh mengalami kerugian, baik material atau non material. Kekurangan tenaga kerja pemetik memiliki dampak terhadap fisiologis tanaman, pucuk teh yang sudah memenuhi syarat untuk di petik tidak dapat dipetik tepat waktu. Hal ini menyebabkan tinggi tanaman perdu menjadi tinggi, sehingga menyulitkan pada saat proses pemetikan. Proses pemetikan yang sulit menyebabkan kualitas hasil petikan menjadi berkurang, pucuk dengan kualitas jelek menyebabkan harga pucuk teh menjadi rendah. PT. Sinar Inesco Perkebunan Sambawa menetapkan upah kerja pemetik berdasarkan

(4)

4

kualitas petikan. Petikan halus dihargai Rp 600 per kg, petikan medium Rp 400 per kg dan petikan kasar Rp. 200 per kg, sedangkan upah untuk operator mesin petik tenaga bensin adalah Rp. 200 per kg.

Pemetikan mekanis di bagi menjadi dua bagian, pemetikan dengan alat (etem dan gunting petik) dan pemetikan dengan mesin. Pemetikan menggunakan etem memiliki banyak kekurangan, pertama memiliki kapasitas yang rendah yaitu hanya 41,51 kg/ha dan pucuk memenuhi syarat sebesar 49,11%. Pemetikan menggunakan gunting petik memiliki kapasitas kerja pemetik sebesar 66,82 kg/ha dengan pucuk memenuhi syarat 48,84 %. Jika dilihat dari segi kapasitas jauh lebih kecil dibandingkan dengan mesin petik tenaga bensin yang mencapai 224 kg/ha (untuk 1 orang operator). Mesin petik tenaga bensin memiliki permasalahan yaitu berat alat 15 kg, bahkan memiliki berat maksimal 70 kg ketika terisi penuh, sehingga membutuhkan 3 orang operator pria. Tenaga pemetik yang ada di perkebunan teh adalah tenaga kerja perempuan, maka jika mesin petik dioperasikan maka tenaga pemetik akan tergantikan oleh tenaga kerja pria. Selain itu, mesin petik sulit dioperasikan di perkebunan teh di Indonesia yang memiliki kemiringan lahan berbukit dan bergelombang, yang memiliki kemiringan mencapai 70%.

Permasalah terjadi pada proses perancangan mesin petik teh sehingga menurunkan kapasitas kerja pemetik dan pucuk memenuhi syarat. Hal ini terjadi dari beberapa aspek yang mempengaruhi, seperti pada kontruksi mesin petik, proses pemetikan, bahan yang di petik dan hasil petikan. Sehingga perlu sebuah persamaan matematis untuk meningkatkan kinerja mesin petik.

(5)

5 1.2. Rumusan Masalah

Pokok dari permasalahan yang dicari dalam penelitian ini adalah solusi kelangkaan tenaga kerja pemetik yang menyebabkan target produksi tidak tercapai. Permasalahan yang dihadapi dicari penyelesaiannya di dalam penelitian adalah :

1. Perlunya rancangan mesin petik dengan penerapan analisis dimensi sehingga kapasitas kerja pemetik dan pucuk memenuhi syarat meningkat serta pucuk memenuhi syarat menurun.

2. Bagaimana menentukan persamaan matematis hubungan antara kapasitas kerja pemetik, pucuk memenuhi syarat dan pucuk tidak memenuhi syarat terhaadap parameter kontruksi, proses dan hasil yang mempengaruhi? 3. Bagaimana mengaplikasikan mesin petik dengan pendekatan ergonomi

kepada tenaga kerja perempuan?

4. Bagaimana menganalisis ekonomi mesin petik ? 1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Merancang mesin petik teh dengan penerapan analisis dimensi untuk meningkatkan kapasitas kerja pemetik dan pucuk memenuhi syarat serta menurunkan pucuk yang tidak memenuhi syarat.

2. Menentukan persamaan matematis hubungan kapasitas kerja pemetik, pucuk memenuhi syarat dan pucuk tidak memenuhi syarat terhadap parameter konstruksi, proses dan hasil yang mempengaruhi.

(6)

6

3. Mengaplikasikan mesin petik teh tipe reciprocating single cutter sumber daya baterai dengan pendekatan ergonomi kepada tenaga kerja perempuan. 4. Menganalisis secara ekonomi mesin petik teh tipe reciprocating single

cutter sumber daya baterai.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan manfaat sebagai berikut:

1. Diperoleh rancang bangun mesin petik teh yang dapat meningkatkan kapasitas kerja pemetik dan pucuk memenuhi syarat serta menurunkan pucuk tidak memenuhi syarat.

2. Didapatkan persamaan matematis hubungan kapasitas kerja pemetik, pucuk memenuhi syarat dan pucuk memenuhi syarat terhadap parameter konstruksi, proses dan hasil yang mempengaruhi.

3. Diperoleh hasil kapasitas kerja pemetik, pucuk memenuhi syarat, pucuk memenuhi syarat, kebisingan, getaran, keluhan musculoskeletal, ketahanan dan biaya dari mesin petik teh.

1.5. Batasan Masalah

Penelitian rancang bangun mesin petik teh (Camellia Sinensis (L) O. Kuntze) tiper reciprocating single cutter dengan sumber daya baterai hanya meneliti tentang :

1. Tenaga kerja pemetikan yang menggunakan mesin petik teh menggunakan tenaga kerja perempuan.

(7)

7

2. Hasil penelitian ini dihitung secara kapasitas kerja pemetik, pucuk memenuhi syarat dan pucuk tidak memenuhi syarat.

3. Persamaan matematis rancangbangun mesin petik teh menggunakan analisis dimensi.

1.6. Hipotesis

1. Rancangbangun mesin petik teh sumber daya baterai dapat meningkatkan kapasitas kerja pemetik sebesar 200 kg/ha.

2. Rancangbangun mesin petik teh sumber daya baterai meningkatkan pucuk memenuhi syarat menjadi 60% dan menurunkan pucuk tidak memenuhi syarat menjadi 40%.

3. Rancangbangun mesin petik teh sumber daya baterai dengan kebisingan kurang dari 85 dB, getaran kurang dari 8 m/s2 dan keluhan tenaga kerja pemetik di bawah 70% pada 6 jam kerja.

4. Rancangbangun mesin petik teh dapat mengurangi biaya pertahun 25% dari pemakaian mesin petik tenaga bensin.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Darwis dan Sunarti (1991) produk-produk yang dihasilkan pada pola pertumbuhan berasosiasi dengan pembentukan produk biasanya merupakan produk-produk langsung dari suatu

Menurut Learner dalam Abdurrahman (1999:215), “Metode membaca dasar umumnya menggunakan pendekatan elektik yang menggabungkan berbagai prosedur untuk mengajarkan kesiapan,

Studi ini menyimpulkan bahwa gizi balita yang ren- dah, pemberian ASI yang tidak eksklusif, dan status ekonomi ibu yang ren- dah merupakan faktor-faktor risiko

〔商法三九〕株主総会招集通知に示される「会議ノ目的タル事項」 について 昭和三六年一月二一日大阪高裁判決 米津, 昭子Yonetsu, Teruko

rumusan masalah sesuai dengan permasaahan strategi bersaing, oleh karna itu, maka rumusan masalah yang di kemukan adalah apa sajakah faktor- faktor kunci keberhasilan

The result of this study shows that (1) the writer found four types of error namely: speech error, pronunciation error, grammatical error, and code switching; (2) The frequency

Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Pola Konsumsi Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kassi-KassI.. Tersedia :

Hasil penelitian menunjukkan: (1) lima butir soal uraian pada materi cahaya, sembilan butir soal uraian materi pesawat sederhana dan sembilan butir soal uraian materi