1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberadaan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menegah) memiliki peran penting
sebagai pengaman, stabilisator, dan dinamisator perekonomian Indonesia. UMKM
yang terus berkembang dengan total modal yang besar nantinya bisa berubah
menjadi CV ataupun PT. Hal ini sudah terbukti dengan terus meningkatnya jumlah
unit usaha mikro di Indonesia. Menurut survei Badan Statistik Nasional (2014), sejak
tahun 2000 jumlah unit UMKM terus beranjak naik hingga tahun 2012.Dengan
rata-rata prosentase kenaikannya 3.1 % tiap tahunnya. Krisis finansial Asia tahun 1997
atau krisis Moneter di Indonesia tidak cukup berarti bagi laju pertumbuhan UMKM
nasional.Setelah 3 tahun mengalami degradasi paska krisis moneter, jumlahnya
berangsur naik di tahun 2000.Hal ini membuktikan bahwa peran UMKM sangat
penting dalam pembangunan dan stabilisator pertumbuhan ekonomi nasional di
Indonesia.
Dengan dibukanyaMasyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015,
persaingan global akan semakin kencang. Pasar akan mengeliminasi secara alamiah
produk-produk yang masuk sesuai selera dan alokasi belanja konsumen. Oleh
karenanya, setiap perusahaan khususnya perusahaan dibidang industri dan
manufaktur didesak untuk menciptakan produk baru yang kreatif dan inovatif supaya
produknya bisa tetap bertengger di pasaran.Perusahaan harus fleksibel mengikuti
pergerakan dan perubahan selera pasar.Teknologi yang diterapkan juga harus terus
Produk yang berkualitas saja tidak cukup.Untuk menjaga keberlangsungan
hidup perusahaan, para pemangku kepentingan harus bijak dan teliti dalam
pengambilan keputusan. Tidak hanya fokus dengan pemasaran dan bagaimana
meningkatkan penjualan, perusahaan juga harus memikirkan bagaimana cara
mengefisienkan pengeluaran-pengeluaran pos biaya dan pemanfaatan sumber daya
yang tersedia. Baik itu sumber daya modal, sumber daya alam maupun sumber daya
manusia. Selain itu, perusahaan harus menerapkan strategi-strategi yang tepat dalam
proses produksi produk guna mewujudan penghasilan laba yang optimum.
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mengolah bahan mentah
menjadi produk setengah jadi yang selanjutnya diolah kembali menjadi produk jadi
yang siap dikemas dan dipasarkan. Oleh karenanya, perusahaan manufaktur
memerlukan pencatatan akuntansi biaya. Menurut Mulyadi (2010), Akuntansi biaya
adalah sistem pencatatan, pengelompokan, peringkasan dan penyajian biaya produksi
dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu sekaligus penafsiran
terhadapnya. Dalam perusahaan manufaktur, siklus akuntansi biaya diawali dengan
pencatatan harga pokok produk dagangan yang dibeli seperti bahan baku dan
diakhiri dengan produk dagangan yang siap jual. Tujuan pencatatan akuntansi biaya
adalah menyuguhkan informasi harga pokok produksi produk yang hendak dijual,
cakupan biaya administrasi dan biaya pemasaran. Akuntansi biaya sendiri memiliki
tiga fungsi inti yakni: penentu kos produksi produk, pengendali biaya yang
dikeluarkan, dan puncaknya adalah pengambilan keputusan khusus oleh para
pemangku kepentingan.
Informasi biaya sangat diperlukan untuk perusahaan guna menentukan harga
mengetahui terlebih dahulu harga pokok produksi produk tersebut. Perusahaan
manufaktur menggunakan harga pokok produksi sebagai patokan dalam menetapkan
harga jual produknya. Hal ini dimaksudkan supaya perusahaan tidak terlalu tinggi
dalam menetapkan harga jual sehingga membuat produk sulit dipasarkan atau
menetapkan harga jual terlalu rendah yang bisa menyebabkan rugi.
Terdapat dua metode dalam mencatat penentuan harga pokok produksi. Dua
cara tersebut dibedakan berdasarkan karakteristik proses produksi dan produk yang
diproduksi. Metode pertama adalah harga pokok pesanan (job order costing). Di
dalam metode job order costing ini, seluruh biaya produksi dihimpun untuk pesanan
tertentu. Harga pokok per satuan produk ditentukan dengan cara membagi seluruh
biaya produksi pesanan yang bersangkutan dengan jumlah produk pesanan yang
diproduksi. Metode lainnya adalah menggunakan harga pokok proses (process
costing). Process costingini menghimpun biaya produksi yang digunakan perusahaan yang menggarap produknya secara massa (Mulyadi, 2010)
Bersumber dari penelitian Setiawan, dkk (2010) dengan judul Evaluasi
Penerapan Metode Job Order Costing Dalam Penentuan Harga Pokok Produksi
(Studi Kasus Pada PT. Organ Jaya) menyatakan dalam pembebanan biaya tenaga
kerja langsung kedalam harga pokok produksi ditetapkan berdasarkan pada unit
output yang dihasilkan. Dalam perhitungan biaya bahan baku PT. Organ jaya telah
menghitung berdasarkan tarif yang ditentukan yakni sebesar Rp. 30.000 per kilogram
yang sudah termasuk biaya celup kain. Harga pokok produksi yang diperhitungkan
oleh PT. Organ Jaya terlalu sederhana sehingga hasilnya kurang akurat. PT. Organ
Jaya dapat menggunakan metode jam kerja langsung untuk perhitungan biaya tenaga
agar memudahkan didalam perhitungan biaya tenaga kerja langsung. Dalam
perhitungan harga pokok produksi perusahaan tidak memiliki persediaan bahan baku
karena barang yang dibeli langsung digunakan untuk proses produksi.
Penelitian yang telah dilaksanakan oleh Batubara (2013) dengan judul
Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Full Costing pada Pembuatan
Etalase Kaca dan Alumunium di UD. Istana Alumunium Manado, menyimpulkan
bahwa peneliti menemukan perusahaan memasukkan semua biaya ke dalam biaya
produksi yakni biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead
pabrik dan biaya administrasi dan umum, biaya perlengkapan kantor serta biaya
transportasi. Hal ini menimbulkan selisih sebanyak Rp. 520.000. Perbedaan nilai
yang dihasilkan disebabkan oleh pembebanan biaya overhead pabrik pada
perusahaan lebih tinggi ketimbang pembebanan overhead yang dikalkulasi ulang
dengan metode full costing.
Dari penelitian Kusumawardani (2013) dengan judul Perhitungan Harga
Pokok Menggunakan Metode Job Order Costing (Studi Kasus UMKM CV. Tristar
Alumunium) memberikan hasil analisis bahwa perhitungan harga pokok produksi
yang digunakan job order costing tapi masih belum tepat. Perhitungan biaya bahan
baku tidak dipisahkan dengan biaya penunjang dan biaya aksesoris, harga bahan
baku menggunakan tarif awal pembelian, perhitungan biaya tenga kerja langsung
hanya memakai satu tarif pekerja, dan biaya overhead belum dibebankan
seluruhnya. Hasilnya perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan
lebih kecil dari pada perhitungan harga produksi menggunakan metode job order
costing untuk produk etalase alumunium standar panjang 200 cm dan jemuran alumunium standar panjang 150 cm. Sedangkan untuk produk almari rak piring
panjang 100cm menghasilkan perhitungan harga pokok produksi perusahaan yang
lebih besar.
Penelitian dari Rahmaji (2013) dengan judul Penerapan Activity-Based
Costing System untuk Menentukan Harga Pokok Produksi PT. Celebes Mina Pratama, menyatakan bahwa perbedaan yang terjadi antara harga pokok produksi
dengan menggunakan sistem tradisional dengan Activity Based Costing System
dikarenakan pembebanan biaya overhead pabrik pada masing-masing produk. Pada
sistem tradisional biaya pada tiap-tiap produk hanya dibebankan pada satu cost
driver saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya overhead pabrik. Sedangkan pada metode Activity Based Costing System, biaya overhead
pabrik ditiap-tiap produk dibebankan pada banyak cost driver, sehingga Activity
Based Costing System dapat mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap produk secara akurat berdasarkan besaran konsumsi ditiap-tiap aktivitas.
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Samsul (2013) dengan judul
Perbandingan Harga Pokok Produksi Full Costing dan Variable Costing untuk Harga
Jual CV. Pyramid, menyatakan bahwa perbandingan metode full costing dan
variable costing dalam perhitungan harga pokok produksi pada CV. Pyramid guna mematok harga jual,menampakkan metode full costing memiliki nominal jauh lebih
tinggi dalam perhitungan harga pokok produksi dari pada metode variable costing.
Hal ini dikarenakan dalam perhitungan harga pokok produksi pada metode full
costing memasukkan semua akun biaya baik berjenis variabel maupun tetap.
Sedangkan penelitian dari Apriadi, dkk (2014) dengan judul Analisis Metode
Harga Pokok Pesanan Dalam Menentukan Harga Pokok Produksi Pada Pt. Mardika
dengan menggunakan metode harga pokok pesanan pada Pt. Mardika Griya Prasta,
perhitungan biaya bahan baku berdasarkan metode harga pokok pesanan perusahaan
menetapkan persentase yang sudah ditetapkan perusahaan sebagai cadangan sebesar
12% untuk kenaikan kayu yang tidak dapat diprediksi perusahaan. Perhitungan biaya
tenaga kerja berdasarkan metode harga pokok pesanan, perusahaan menetapkan upah
borongan sehingga perusahaan tidak perlu membuat perhitungan biaya tenaga kerja
taksiran. Perhitungan biaya overhead pabrik perusahaan ditetapkan berdasarkan
biaya yang dibebankan langsung pada pesanan berdasarkan tarif ditentukan dimuka.
Dalam menetapkan biaya overhead pabrik taksiran perusahaan mengalikan jumlah
bahan baku kayu yang digunakan dengan kebijakan biaya yang telah ditetapkan
perusahaan. Dan perhitungan taksirannya lebih kecil dari yang seharusnya. Karena
terjadi kesalahan pencatatan akuntansi.
Bersumber dari penelitianlain yang pernah dilaksanakan oleh Setiadi, dkk
(2014) dengan judul Perhitungan Harga Pokok Produksi Dalam Penentuan Harga
Jual Pada CV. Minahasa Mantap Perkasa, menyimpulkan bahwa untuk memenuhi
ketersediaan gudang dengan jumlah sama dari waktu ke waktu, pengumpulan biaya
produksi dilakukan dengan metode harga pokok proses dengan pendekatan full
costing.Penentuan harga jual produk yang diberikan kepada konsumen dihitung berdasarkan biaya produksi per unit yang ditambah persentase markup dengan tujuan
memperoleh laba yang lebih optimal dan mampu menutup biaya produksi yang telah
dikeluarkan.
Penelitian lainnya juga pernah dilakukan oleh Salindeho, (2015) yang
berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Pada UD. The Sweetets Cookie
produksi, perusahaan membebankan semua unsur biaya produksi berdasarkan biaya
yang terjadi dalam proses produksi. Sedangkan jika menggunakan metode variable
costingterdapat perbedaan terhadap perlakuan biaya overhead pabrik. Dimana di dalam metode full costingmenggunakan biaya overhead tetap dan biaya variabel,
sedangkan di metode variabel costing hanya menggunakan biaya overhead variabel.
Dari keseluruhan penelitian diatas memperlihatkan perhitungan harga pokok
produksi sangat substansial untuk perusahaan. Harga pokok produksi sangat erat
korelasinya dengan perolehan laba perusahaan. Perusahaan yang memproduksi
berbagai jenis produk pesanan spesifik akan sangat fatal apabila keliru dalam
penentuan harga pokok produksi produk. Apabila harga jual yang ditetapkan terlalu
rendah, perusahaan bisa saja mengalami kerugian. Sedangkan jika harga jual yang
ditetapkan terlalu tinggi, bisa saja perusahaan kesulitan memasarkan produknya
karena terlalu mahal.
Pra survei sudah dilaksanakan di PT. President Furniture Jepara pada Rabu
27 April 2016. Perusahaan yang mulai menyandang status PT. pada tahun 2009 ini
bergerak dibidang produksi dan ekspor furniture kayu jati. PT. President Furniture
melakukan pemasaran produknya dengan menggunakan e-commerce atau penjualan
dengan website. Penjualan sudah sampai ke beberapa negara di Eropa, Asia dan
Timur Tengah. Dalam satu bulan PT. President Furniture bisa mengirim produk
hingga puluhan kontainer ke luar negeri.
Dalam penentuan harga pokok produksi, PT. President Furniture Jepara
masih menggunakan perhitungan manual sederhana. Perusahaan mengalikan
kubikasi kayu jati yang dihabiskan untuk menghasilkan satu produk dengan angka
ditentukan dari harga beli bahan baku kayu jati kualitas sedang Rp. 8.000.000/m3.
Dengan rumus Rp. 12.000.000 dikali kubikasi kayu jati, perusahaan mengestimasi
harga pokok produksi yang diperoleh sudah termasuk biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik. Angka Rp. 12.000.000 ini bisa berubah sewaktu-waktu jikaterjadi kenaikan harga bahan baku kayu jati dan biaya tenaga kerja.
Dalam penentuan harga jual, PT. President Furniture menentukan harga jual
dengan menggunakan biaya perkiraan tertinggi. Biaya perkiraan tertinggi disini
adalah penambahan markup sekitar 60% dari harga pokok produksi yang
diperoleh.Hal ini dilakukan guna menghindari kerugian dan untuk memberikan
fasilitas diskon kepada konsumen sekitar 5 – 10 %, dengan begitu target laba bruto
minimal perusahaan sebesar 30% tetap tercapai.
Perusahaan yang memproduksi berbagai macam produk spesifik memerlukan
ketelitian dalam penetapan harga pokok tiap-tiap spesifikasi produk.Melihat proses
produksinya yang dilakukan berbasis pesanan, perusahaan lebih cocok menggunakan
metode job order costing dalam penentuan harga pokok produksi. Penelitian ini
mengulas tentang perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode job order
costing pada PT. President Furniture Jepara yang mengerucut pada produk Meja Oval “Extending Table 180set” karena merupakan produk yang paling sering dipesan.
Penelitian ini merupakan replika dari jurnal yang di susun oleh
Kusumawardani(2013) dengan judul Perhitungan Harga Pokok Produksi
Menggunakan Metode Job Order Costing (Studi Kasus UMKM CV. Tristar
Alumunium).Kedua penelitian ini mengulas tentang perhitungan harga pokok
metode full costing. Keduanya juga membandingkan perolehan laba perusahaan
sebelum dan sesudah dihitung menggunakan metode job order costing. Letak
perbedaannya adalah pada objek teliti yang memiliki karakteristik proses produksi
yang berbeda dan pada penelitian jurnal utama menghitung tiga jenis produk yakni
etalase, jemuran dan almari rak piring, sedangkan pada penelitian ini hanya merujuk
pada satu produk yakni Meja Oval Extending Table 180set.
Dalam penelitian ini penulis menyusun skripsi dengan judul "Penerapan
Perhitungan Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Job Order Costingdengan Pendekatan Full Costing (Studi Kasus Pada PT. President Furniture Jepara)". Penulis bermaksud menunjukkan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode job order costingpada produk Meja
Oval Estending Table 180set di perusahaandan membuktikan apakah target laba
bruto perusahaan sudah terpenuhi ketika perhitungannya menggunakan metode job
order costing.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan metode job order costing pada PT. President Furniture
Jepara?
2. Apakah target laba operasional PT. President Furniture Jepara sudah
terpenuhi ketika perhitungan harga pokok produksinya menggunakan
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan mengkalkulasi ulang perhitungan harga pokok produksi
pada PT. President Furniture Jepara dengan menggunakan metode job
order costing
2. Membuktikan apakah target laba operasional PT. President Furniture
Jepara sudah terpenuhi ketika perhitungan harga pokok produksinya
menggunakan metode job order costing.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
pihak-pihak terkait diantaranya:
1. Pihak Perusahaan
Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam
penentuan harga pokok produksi PT. President Furniture, selanjutnya
menggunakan metode job order costing. Karena sebelumnya penentuan
harga pokok yang dilakukan perusahaan masih menggunakan
perhitungan manual sederhana
2. Akademik
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi secara teoritis mengenai
penerapan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan
metode job order costing. Dimaksudkan sebagai bahan literatur
penelitian selanjutnya yang homogen di dunia pendidikan khususnya
3. Penulis
Penelitian ini dimaksudkan menjadi sarana menambah wawasan bagi
penulis perihal penentuan harga pokok produksi dengan menggunakan
metode job order costing.
1.5 Sistimatika Penelitian
Sistimatika keseluruhan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang skripsi ini ditulis,
rumusan masalah, tujuan penelitian dilakukan, batasan masalah,
manfaat penelitian serta sistimatika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II mengupas tentang landasan teori yang digunakan sebagai
patokan dalam menulis skripsi. Landasan teori tersebut berupa
konsep-konsep dan teori yang bersinggungan dengan permasalahan
yang dirumuskan guna menganalisis permasalahan yang diangkat,
yakni definisi akuntansi biaya, aktifitas akuntansi biaya, fungsi
akuntansi biaya, definisi biaya, penggolongan biaya, hubungan biaya
dengan produk, harga pokok produksi, kalkulasi harga pokok
produksi, metode harga pokok pesanan (job order costing), manfaat
informasi HPP, karakteristik harga pokok produksi berdasarkan