NUSANTARA IX PABRIK TEH KEBUN JOLOTIGO
PEKALONGAN, JAWA TENGAH
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan
Oleh:
Sia, Antonio Alexander Setiawan NIM : 16.I1.0174
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaanNya dalam menyelesaikan kegiatan kerja praktek, penulisan, dan penyusunan laporan berjudul “Pengawasan Mutu pada Tahap Sortasi Teh Hitam Mutu I dan II di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo Pekalongan Jawa Tengah”. Kerja praktek merupakan kegiatan bagi mahasiswa untuk mempraktekkan teori yang telah diajarkan selama masa perkuliahan secara langsung di lapangan pekerjaan dan mendapat pengalaman secara langsung bekerja di lapangan. Laporan kerja praktek ini adalah bentuk pertanggung jawaban penulis selama melaksanakan kerja praktek di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo yang dilaksanakan pada 9 Januari 2019 sampai 2 Februari 2019.
Selama pelaksanaan kerja praktek dan penulisan laporan kerja praktek, banyak pihak yang bersedia membantu dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan kerja praktek dan penulisan laporan kerja praktek. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
 Tuhan Yesus Kristus atas pertolonganNya selama pelaksanaan kerja praktek hingga pembuatan laporan kerja praktek.
 Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, STP., M Sc. sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Pangan yang mengijinkan penulis untuk melaksanakan kerja praktek.
 Dr. Ir. Lindayani, MP. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing kerja praktek dan penyusunan laporan akhir.
 Direksi PT Perkebunan Nusantara IX yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan kerja praktek di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo.
 Bapak T. M Sitinjak, SP selaku Manajer PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo Pekalongan, Jawa Tengah dan staff kantor induk yang telah mengijinkan penulis melaksanakan kerja praktek di perusahaan tersebut.
iii
 Bapak Gefri Brahmanto, ST selaku pembimbing lapangan kerja praktek dan asisten teknik pengolahan beserta staff dan mandor teknik.
 Bapak Kustoyo selaku wakil asisten teknik yang telah mendampingi penulis selama kegiatan kerja praktek.
 Ibu Sari dan Ibu Amik selaku mandor sortasi dan Tea Tester yang telah membimbing, memberikan saran, dan mendampingi selama kegiatan kerja praktek.
 Seluruh karyawan pabrik dan perkebunan yang telah membantu pelaksanaan kegiatan kerja praktek.
 Orang tua, kakak, dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, dan bantuan dalam menyelesaikan kegiatan kerja praktek.
 Rekan seperjuangan dari UNIKA (Andre dan Excel), UKWM (Vidje, Kenya, dan Christine), UB (Iip, Amel, dan Aini), UNIMUS (Ahmad), dan UNSOED (Nino) dalam pelaksanaan kegiatan kerja praktek.
Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis berharap supaya pembaca dapat memberikan kritik serta saran yang membangun untuk penulis di masa depan. Penulis juga berharap bahwa laporan Kerja Praktek ini dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan baik bagi PT Perkebunan Nusantara IX, keluarga besar civitas akademika Universitas Katolik Soegijapranata, maupun pihak lain yang tidak disebutkan. Akhir kata, penulis memohon maaf appabila terdapat kesalah atau ketidak sesuaian dalam laporan Kerja Praktek ini. Sekian dan terima kasih.
Semarang, 22 Mei 2019
iv DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek ... 1
1.2. Tujuan ... 1
1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 2
1.4. Metode Kerja Praktek ... 2
2. PROFIL PERUSAHAAN ... 3
2.1. Gambaran Umum di PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo Pekalongan Jawa Tengah ... 3
2.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 3
2.1.2. Identitas Perusahaan... 4
2.1.3. Visi dan Misi Perusahaan... 5
2.1.4. Lokasi Perusahaan ... 5
2.1.5. Topografi dan Iklim Kebun Jolotigo... 5
2.2. Ketenagakerjaan ... 7
2.2.1. Klasifikasi Tenaga Kerja... 7
2.2.2. Sistem Kompensasi ... 7
2.2.3. Tunjangan Tenaga Kerja ... 8
2.2.4. Jam Kerja ... 10
2.2.5. Sistem Perekrutan Tenaga Kerja ... 11
2.3. Struktur Organisasi ... 12
2.4. Sistem Pemasaran dan Distribusi Produk ... 12
3. SPESIFIKASI PRODUK ... 14
4. TUGAS KHUSUS: PENGAWASAN MUTU PADA TAHAP SORTASI TEH HITAM MUTU I DAN II DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX JOLOTIGO PEKALONGAN JAWA TENGAH ... 15
4.1. Latar Belakang ... 15
4.2. Tujuan ... 17
4.3. Metode Pengumpulan Data ... 17
4.4. Pembahasan ... 18
4.4.1. Mutu Teh Hitam ... 20
4.4.2. Proses Sortasi Kering ... 29
v
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
5.1. Kesimpulan ... 39
5.2. Saran ... 39
6. DAFTAR PUSTAKA ... 40
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jam Kerja Karyawan Kantor ... 10 Tabel 2. Jam Kerja Karyawan Pabrik ... 11 Tabel 3. Spesifikasi Produk PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo 14 Tabel 4. Standar Penerimaan Hasil Uji Mutu Teh Hitam Orthodoks Mutu I Broken
Grade-High/Medium Grown ... 51 Tabel 5. Standar Penerimaan Hasil Uji Mutu Teh Hitam Orthodoks Mutu I Small
Grade-High/Medium Grown ... 53 Tabel 6. Standar Penerimaan Hasil Uji Mutu Teh Hitam Orthodoks Mutu II dan III
Broken Grade-High/Medium Grown... 55 Tabel 7. Standar Penerimaan Hasil Uji Mutu Teh Hitam Orthodoks Mutu II dan III
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hopper I (a) dan Hopper II (b) ... 21
Gambar 2. Conveyor Belt (tanda panah putih), Magnet (tanda panah kuning), dan Wadah Besi (tanda panah biru) ... 22
Gambar 3. Mesin Bubble tray Tampak Dari Samping(a) dan Bagian Permukaan Mesin Bubble Tray (b) ... 23
Gambar 4. Mesin Vibro blank ... 23
Gambar 5. Mesin Drug roll Tampak Dari Samping ... 24
Gambar 6. Mesin Mini Picker (lihat tanda panah) ... 25
Gambar 7. Mesin Chota sifter ... 26
Gambar 8. Mesin Winnower ... 26
Gambar 9. Mesin Crusher ... 27
Gambar 10. Peti Miring ... 28
Gambar 11. Gentong Sortasi Berisi Bubuk Teh ... 28
Gambar 12. Exhaust fan ... 29
Gambar 13. Contoh Pengujian Chopping atau Sensori Bubuk Teh ... 32
Gambar 14. Contoh Sampel Kualitas Terstandar ... 34
Gambar 15. Alat Infra Tester ... 34
Gambar 16. Pengamatan Densitas Bubuk Teh Menggunakan Gelas Ukur 500 ml. ... 36
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Pabrik PTPN IX Kebun Jolotigo ... 42
Lampiran 2. Struktur Organisasi dan Tugas Anggota Organisasi ... 43
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Sortasi Kering Teh Hitam Mutu I ... 49
Lampiran 4. Diagram Alir Cara Kerja Pengukuran Kadar Air dengan Infra Tester ... 50
Lampiran 5. Tabel Kriteria Penilaian Sensori ... 51
Lampiran 6. Tabel Spesifikasi Berat Paper Sack ... 59
Lampiran 7. Presensi Kerja Praktek ... 60
1 1.1. Latar Belakang Kerja Praktek
Teh adalah salah satu minuman yang terkenal dan sering dikonsumsi di berbagai tempat. Konsumen teh sangatlah banyak dan luas, dari anak – anak hingga lansia di semua penjuru dunia semua dapat mengkonsumsi teh. Indonesia dengan iklim tropisnya merupakan salah satu dari produsen teh di dunia dengan kualitas ekspor yang baik. PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan merupakan salah satu dari empat belas PT Perkebunan Negara yang ada di Indonesia. Letak kantor pusat PTPN IX adalah pada Jalan Mugas Baru XI no. 29, Mugassari, Semarang Selatan. PTPN IX mengelola perkebunan peninggalan Belanda ketika zaman penjajahan dahulu, dengan fokus budidaya teh, kopi, karet, dan gula. Perkebunan teh yang dikelola oleh PTPN IX ada tiga, yaitu Kebun Jolotigo, Kebun Kaligua, dan Kebun Sumugih. Kebun Jolotigo merupakan salah satu tempat perkebunan yang dikelola oleh PTPN IX yang bertempat di desa Jolotigo, kecamatan Talun, Pekalongan. Lokasi kebun yang jauh dari perkotaan disertai lingkungan yang alami akan mendukung kualitas produksi teh yang baik. Untuk menghasilkan kualitas teh yang baik, diperlukan pengawasan mutu yang baik pula untuk menjamin agar teh yang dihasilkan sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Untuk itulah penulis memilih PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo sebagai tempat dilaksanakannya Kerja Praktek untuk mempelajari tentang penjaminan mutu teh hitam yang diproduksi oleh PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo.
1.2. Tujuan
Mengetahui proses produksi teh, mengetahui proses sortasi dan pengawasan mutu I dan II teh hitam, dan memperoleh pengalaman kerja baru yang akan berguna ketika bekerja di lapangan.
2 1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kerja praktek dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo Pekalongan selama 21 hari kerja yang dimulai pada 9 Januari 2019 hingga 1 Februari 2019.
1.4. Metode Kerja Praktek
Metode kerja praktek yang dilakukan menerapkan metode dengan cara observasi kegiatan pekerja lapangan secara langsung baik di perkebunan maupun di pabrik, wawancara dan diskusi dengan pembimbing lapangan, mandor, dan pembimbing akademik terkait topik laporan, dan studi pustaka yang berkaitan dengan kerja praktek. Kegiatan yang telah dilakukan selama kerja praktek antara lain adalah:
 Orientasi pabrik, tenaga kerja yang bertugas, dan mandor tiap divisi produksi teh hitam.
 Pengantar resmi perusahaan berkaitan dengan tata tertib dan hal-hal yang berkaitan dengan kerja praktek.
 Pengamatan langsung pada tiap-tiap tahap produksi teh dimulai dari pemetikan hingga pengemasan.
 Wawancara dengan mandor tiap divisi produksi teh hitam mengenai informasi terkait produksi teh hitam.
 Dokumentasi mesin dan data pendukung untuk mendukung penulisan laporan.  Studi pustaka dengan cara pengumpulan literatur terkait untuk melengkapi data
3
2.1. Gambaran Umum di PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo Pekalongan Jawa Tengah
2.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan
Awal mula perkebunan Jolotigo adalah dari penggabungan 2 kebun bekas kerjasama dari NV Belanda, yang terdiri dari :
Nama Kebun: Jolotigo
Nama Pemilik: NV. Watering Loebber
Lokasi:
- Kecamatan Talun: 482,75 Ha - Kecamatan Doro: 139,68 Ha - Jumlah Luas: 622,43 Ha
Wilayah: Kabupaten Pekalongan
Nama Kebun : Tombo-Wonodadi
Nama Pemilik: NV. Landbouw Onderneming
Lokasi:
- Kecamatan Bandar: 282,64 Ha - Kecamatan Wonotunggal: 246,80 Ha - Jumlah Luas: 529.44 Ha
Wilayah: Kabupaten Batang
Jumlah Keseluruhan: 1.151,87 Ha
Johanes van Hall mendirikan Perkebunan Jolotigo pada tahun 1875 dengan tanaman budidaya berupa karet, kopi, teh, dan kina. Perkebunan Jolotigo dikelola oleh pemerintahan Belanda hingga tahun 1942. Ketika Belanda pergi dari Indonesia akibat peperangan dengan Jepang pada tahun 1942-1947, Perkebunan Jolotigo mulai dikelola oleh pemerintah Jepang hingga perang usai dan pengelolaan Perkebunan Jolotigo kembail diambil alih oleh pemerintahan Belanda. Kemudian pada tahun 1957
pengelolaan Kebun Jolotigo diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia yang dikenal dengan istilah Nasionalisasi dengan Administratur pertama Bapak R. Soemardjo. Pada tahun 1961-1962 status perkebunan berubah menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Baru Unit Jawa Tengah IV dan menerima penyerahan Kebun Tombo-Wonodadi dari Pemerintah Daerah Tingkat II Pekalongan. Pada tahun 1963-1968 perkebunan dikelompokan kedalam PPN Aneka Tanaman XI dengan penerimaan Kebun Doro dari Kebun Blimbing. Pada tahun 1973 status PPN berubah menjadi PTP XVIII (Persero) Kebun Jolotigo/Tombo-Wonodadi/Doro. Pada tahun 1995, Kebun Jolotigo bergabung dengan Kebun Blimbing menjadi Kebun Blimbing/Jolotigo dengan kedudukan Administratur berada di Kebun Blimbing. Pada tahun 1996 terjadi Restrukturisasi Perkebunan-Perkebunan Negara dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1996. Kebun Blimbing / Jolotigo yang semula di bawah naungan PTP XVIII (Persero) berubah menjadi PTPN IX (Persero) dimana kedudukan Direksi berada di Surakarta. Pemisahan Kebun Jolotigo dengan Kebun Blimbing terjadi pada tahun 1999 dengan kedudukan Administratur serta Sinder Kepala di masing-masing kebun dan Direksi berada di Semarang. Pada tahun 2014 Kebun Jolotigo tetap dikelola PTPN IX dibawah Holding Perkebunan dengan Induk PTPN III (Persero) hingga sekarang.
2.1.2. Identitas Perusahaan
PTPN IX Kebun Jolotigo merupakan salah satu kebun yang dimiliki oleh PTPN IX yang merupakan kebun hasil pemisahan dengan Kebun Blimbing. Identitas dari PTPN IX Kebun Jolotigo adalah :
1. Nama Perusahaan: PT Perkebunan Nusantara IX 2. Status Perusahaan: BUMN
3. Alamat Perusahaan:
 Pusat: Jln. Mugas Dalam (Atas) Semarang No. Telp. 024-8414635
No. Fax. 024-8415408  Perwakilan / Kebun: Jolotigo
4. Nama Kebun: Jolotigo
5. Lokasi Kebun: Kabupaten Pekalongan  Desa: Jolotigo
 Kecamatan: Talun  Kabupaten: Pekalongan
2.1.3. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dari PT Perkebunan Nusantara IX adalah menjadi perusahaan agrobisnis yang berdaya saing tinggi dan tumbuh berkembang bersama mitra.
Misi dari PT Perkebunan Nusantara IX adalah:
1. Memproduksi dan memasarkan produk karet, teh, kopi, gula dan tetes ke pasar domestik Internasional secara profesional untuk menghasilkan pertumbuhan laba (profit growth) dan mendukung kelestarian lingkungan.
2. Mengembangkan cakupan bisnis melalui diversifikasi usaha, yaitu produk hilir, wisata agro, dan usaha lainnya untuk mendukung kinerja perusahaan.
3. Mengembangkan sinergi dengan mitra usaha strategis dan masyarakat lingkungan usaha untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
2.1.4. Lokasi Perusahaan
Letak geografis Kebun Jolotigo terletak di dua daerah Kabupaten yaitu Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. Kebun Jolotigo memiliki 3 kebun yang terdiri atas Afdeling Udoro, Afdeling Selatan, dan Afdeling Tombo-Wonodadi yang letaknya terpencar satu sama lain dan terpusat di Jolotigo.
2.1.5. Topografi dan Iklim Kebun Jolotigo
Kebun Jolotigo/Tombo-Wonodadi/Doro terletak di dua daerah kabupaten yaitu Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. Perkebunan terdiri dari Afdeling Udoro, Afdeling Selatan, Afdeling Tombo dan Afdeling Wonodadi
yang satu sama lain letaknya terpencar dan berpusat di Kebun Jolotigo. Peta pabrik kebun Jolotigo dapat dilihat pada Lampiran 1.
a. Afdeling Udoro
Afdeling Udoro memiliki luas sebesar 349,62 Ha dengan komoditi utama berupa karet. Afdeling ini masuk ke dalam 4 desa yaitu Desa Jolotigo, Desa Mesoyi, Desa Dowomangun Kecamatan Talun, serta Desa Doro Kecamatan Doro. Afdeling Udoro terletak pada ketinggian 200-600 dpl, dengan keadaan kondisi lahan landai sampai bergelombang / berbukit. Afdeling Udoro memiliki tanah berjenis latozol dan andozol, bertekstur lempung, berbatu, daya sanggah tanah terhadap air rendah sehingga pada musim hujan cepat jenuh dan lengket, dan bila musim kemarau cepat kering dan tanah pecah. Tipe iklim Afdeling Udoro adalah tipe B mengarah ke C (menurut Teori Smith Verguson) dengan kesuburan tanah sedang.
b. Afdeling Selatan
Afdeling Selatan memiliki luas sebesar 272,81 Ha dengan komidi utama berupa teh.
Afdeling ini masuk ke dalam 2 desa yaitu Desa Jolotigo dan Desa Sengare Kecamatan Talun. Afdeling Selatan terletak pada ketinggian 500-1.200 dpl, dengan kondisi lahan bergelombang/terjal sampai berbukit. Afdeling Selatan memiliki jenis tanah andozol dengan tekstur tanah yang lempung, berbatu, daya sanggah terhadap air rendah sehingga pada musim hujan cepat jenuh dan lengket, dan bila musim kemarau cepat kering dan tanah pecah. Tipe iklim Afdeling Selatan adalah tipe B (menurut Teori Smith Verguson) dengan kesuburan tanah sedang.
c. Afdeling Tombo/Wonodadi
Afdeling Tomb /Wonodadi memiliki luas sebesar 529,44 Ha dengan komoditi utama berupa teh dan karet. Afdeling ini masuk ke dalam 4 desa yaitu Desa Tombo, Desa Wonomerto, Desa Wonodadi, dan Desa Pesalakan Kecamatan Bandar. Afdeling
Tombo dan Wonodadi berjarak kurang lebih 35 km dari Ibukota Kabupaten Batang.
Afdeling Tombo/Wonodadi terletak pada ketinggian 400-1.250 dpl, dengan kondisi lahan landai dan berbukit terjal. Afdeling Tombo/Wonodadi memiliki tanah dengan jenis latozol dan andozol yang bertekstur lempung, berbatu, daya sanggah terhadap
air rendah sehingga pada musim hujan cepat jenuh dan lengket, dan bila musim kemarau cepat kering dan tanah pecah. Tipe iklim Afdeling Tombo/Wonodadi adalah tipe B (menurut Teori Smith Verguson) dengan kesuburan tanah sedang.
2.2. Ketenagakerjaan
2.2.1. Klasifikasi Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo terdiri atas tiga jenis karyawan yaitu karyawan tetap, karyawan tidak tetap, dan karyawan honorer. Karyawan tetap meliputi pimpinan, karyawan staf (pelaksana dan pembantu pelaksana). Karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan harian (borong) yaitu borong tetap (misalnya pemetik) dan borong lepas (misalnya pengangkut kayu), dan terakhir karyawan honorer seperti sopir. Tugas tiap tenaga kerja dapat dilihat pada Lampiran 2. Tenaga Kerja yang bekerja di PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo secara keseluruhan berjumlah 515 orang yang terdiri atas 8 orang karyawan pimpinan, 58 karyawan pelaksana, 82 karyawan pembantu pelaksana, 273 karyawan harian lepas teratur (HLT), 93 karyawan harian lepas skill (HLS), dan 1 karyawan honorer. Sebagian besar merupakan masyarakat sekitar lokasi kebun maupun di sekitar Desa Jolotigo.
2.2.2. Sistem Kompensasi
Sistem kompensasi ditujukan untuk memberikan timbal balik atas kinerja yang telah diberikan tenaga kerja bagi perusahaan. Sistem kompensasi bermanfaat dalam menjaga eksistensi tenaga kerja agar tenaga kerja tidak keluar dari perusahaan. Penentuan sistem kompensasi harus sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) dan kesesuaian dengan anggaran biaya perusahaan. Terdapat perbedaan besar kompensasi antar satu pekerja dengan pekerjaan lain dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain posisi atau jabatan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
a. Gaji
Gaji merupakan kompensasi yang diberikan untuk tiap bulannya dan dibayar pada akhir bulan yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan. Biasanya yang mendapatkan gaji ini adalah tenaga kerja bulanan (karyawan tetap) dan karyawan honorer yang ditetapkan oleh direksi dengan besar gaji berdasarkan surat keputusan dari Direksi dengan disesuaikan terhadap jabatan dan karyawan golongan masing-masing.
b. Upah Borongan
Upah borongan dibayarkan tiap dua minggu sekali. Upah ini diberikan kepada tenaga kerja borongan tetap maupun lepas sesuai produktivitas masing-masing tenaga kerja, seperti tenaga kerja pemetik, pemotong kayu, dan penyemprot tanaman. Secara khusus untuk kegiatan pemetikan yang dilakukan oleh buruh petik dengan upah yang ditetapkan adalah berdasarkan hasil petikan dan hasil produksi teh. Semakin banyak petikan yang didapat, semakin banyak upah yang didapatkan. Semakin baik kualitas hasil petikan teh, semakin besar jumlah upah tiap kilogram dari hasil petikan.
2.2.3. Tunjangan Tenaga Kerja
Tunjangan merupakan kompensasi tambahan yang bertujuan untuk memotivasi tenaga kerja agar tetap bekerja dengan baik. Tujuan utama dari tunjangan kerja untuk membuat tenaga kerja mengabdikan hidupnya pada organisasi dalam jangka panjang. Perusahaan harus menanggapi kebutuhan dari keinginan tenaga kerja sehingga di dalam perusahaan tercipta kondisi dimana kesejahteraan tenaga kerja terjamin secara serius sehingga memberikan motivasi bai tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan bekerja. PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo memberikan tunjangan kepada karyawannya berupa :
1. Tunjangan Kesehatan
Tunjangan ini diberikan kepada seluruh karyawan tetap dengan mendapatkan pengobatan gratis sampai sembuh selama mengikuti prosedur yang berlaku. Jaminan ini ditangani langsung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. BPJS adalah perusahaan asuransi yang sebelumnya dikenal sebagai
PT Askes dan merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja).
2. Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa yaitu berupa asuransi yang diperuntukkan bagi tenaga kerja jika tenaga kerja meninggal dunia. Asuransi tersebut akan diberikan kepada keluarga yang bersangkutan.
3. Bonus
Bonus atau upah tambahan diberikan kepada seluruh karyawan borongan jika mereka bekerja selama 23 hari dalam satu bulan. Besarnya bonus yang diberikan tergantung laba perusahaan, biasanya bonus diberikan maksimum 5 kali gaji dan akan diakumulasi setiap tahun.
4. Tunjangan Jabatan
Karyawan yang karena jabatan dan statusnya dalam organisasi perusahaan serta diberikan wewenang untuk melaksanakan kebijakan perusahaan, kepadanya diberikan tunjangan jabatan yang besarnya diatur dan ditetapkan oleh perusahaan. 5. Tunjangan Struktural
Karyawan yang memangku jabatan puncak (Sekretaris Perusahaan, Kepala SP, Kepala Baigan, dan Manager) diberi tunjangan struktural yang besarnya ditetapkan dan diatur oleh perusahaan.
6. Tunjangan Kompensasi
Kepada karyawan yang tidak dapat naik golongan karena strata maupun Masa Kerja Golongan (MKG) dalam strata tertentu kepadanya diberikan tunjangan kompensasi yang diatur dan ditetapkan oleh perusahaan.
7. Tunjangan Hari Raya
Tunjangan yang diberikan kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali. Besarnya THR adalah minimal satu bulan gaji disesuaikan dengan golongannya masing-masing. 8. Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan suatu program yang ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja dikarenakan meninggal dunia, cacat, atau umur yang mencapai 56 tahun. Program ini dilaksanakan dengan sistem tabungan hari tua. JHT memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 56 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. Iuran
program JHT ditanggung 3,7% oleh perusahaan dan 2% ditanggung oleh tenaga kerja.
Selain tunjangan kerja diatas, PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo juga menyediakan beberapa fasilitas guna meningkatkan produktivitas para karyawan serta kesejahteraan keluarga karyawan yaitu:
1. Penyediaan sarana perumahan untuk karyawan pendatang yang belum memiliki rumah.
2. Penyediaan sarana peribadatan berupa Masjid serta koperasi dan sarana olahraga. 3. Penyediaan listrik dan air.
4. Pemberian pakaian kerja 1 setel per tahun sesuai dengan kondisi perusahaan. 5. Santunan kematian, apabila ada karyawan dan keluarganya meninggal.
6. Transportasi bagi karyawan dan keluarga berupa truk dan mobil jeep untuk mengantar dan menjemput anak sekolah.
2.2.4. Jam Kerja
Pengaturan waktu kerja yang diterapkan di PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo meliputi tiga bagian sebagai berikut:
1. Pekerja Bagian Kantor
Jam kerja yang diberlakukan untuk tenaga kerja bagian kantor adalah 8 jam dengan jumlah hari kerja 6 hari. Adapun jadwal kerja bagian kantor PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jam Kerja Karyawan Kantor
Hari Jam Kerja (WIB) Jam Istirahat (WIB)
Senin s/d Kamis 06.00-14.00 09.30-10.00
Jumat 06.00-14.00 -
2. Pekerja Bagian Pabrik
Jadwal pekerja pabrik di perusahaan ini diberlakukan perbedaan jam kerja pada masing-masing proses produksi dan dengan jumlah hari kerja selama 7 hari penuh. Untuk penjadwalan jam kerja pabrik dari tiap-tiap proses produksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jam Kerja Karyawan Pabrik
Proses Kegiatan Jam Kerja (WIB)
Penerimaan Pucuk 10.00-17.00
Pelayuan
Penggilingan dan Pengeringan
17.00-04.00 04.00-11.00
Sortasi dan Pengepakan 06.00-14.00
3. Pekerja Bagian Kebun
Jadwal pemetikan pucuk daun teh yang ditetapkan oleh perusahaan adalah pada waktu pagi hari pukul 06.00 sampai dengan 12.00 WIB. Kemudian proses penimbangan dan pengangkutan pucuk teh ke pabrik dilakukan pada pukul 13.00 WIB.
2.2.5. Sistem Perekrutan Tenaga Kerja
Terdapat dua cara bagi PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo melakukan perekrutan tenaga kerja. Cara yang pertama adalah perekrutan secara langsung oleh pabrik terhadap tenaga kerja borongan dengan melalui mandor masing-masing bagian sesuai dengan kebutuhan. Cara kedua adalah melalui Direksi dengan cara pendaftaran pada web resmi PTPN IX untuk mencari tenaga kerja di bagian produksi. Pelamar akan mengajukan lamaran kerja berdasarkan informasi lowongan pekerjaan. Setiap tenaga kerja baru selalu diberikan pelatihan. Pelatihan tersebut dapat langsung dilakukan pihak perusahaan seperti dengan pembimbingan oleh masing-masing mandor maupun asisten. pelatihan tenaga kerja juga dilakukan oleh tenaga ahli dan pakar tanaman teh. Selain itu pihak perusahaan juga melakukan studi banding di perusahaan lain dan selanjutnya pengetahuan yang diperoleh diterapkan pada PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo.
2.3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo. Adanya struktur organisasi yang jelas maka komunikasi dan koordinasi antara karyawan pimpinan, pelaksana, pembantu pelaksana, lepas teratur, dan honorer dapat berjalan dengan baik sehingga akan membantu tercapainya tujuan perusahaan. PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo menggunakan struktur organisasi fungsional dimana wewenang pemimpin tertinggi dilimpahkan kepada bagian yang memiliki jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para pelaksana yang memiliki keahlian khusus. Sinder Kepala memberikan instruksi atau perintah secara teknis kepada masing-masing Sinder ditiap bagian masing-masing, setelah Sinder Bagian menerima instruksi dari Sinder Kepala maka akan diteruskan kepada beberapa mandor dan karyawan yang berada dibawahnya. Struktur organisasi PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo beserta penjabaran tugas dan wewenang dari masing-masing anggota pada struktur organisasi di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo dapat dilihat pada Lampiran 2. Struktur Organisasi dan Tugas Tiap Departemen
2.4. Sistem Pemasaran dan Distribusi Produk
Pemasaran teh PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo menggunakan sistem lelang dan sistem order. Sistem ini adalah sistem yang digunakan oleh seluruh PTPN di Indonesia. Pabrik akan mengirim sampel produk ke gedung PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo pusat bertempat di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Kemudian pendistribusian produk dilakukan dengan cara lelang oleh distributor KPBN (Kantor Pemasaran Bersama Nusantara) di Jakarta. PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara adalah satu-satunya perusahaan yang melaksanakan penjualan komoditas perkebunan seperti minyak sawit mentah, karet, teh, kopi, dan kakao di Indonesia.
Bila kesepakatan jual terjadi, produk akan dikirim ke gudang PT Perkebunan Nusantara yang berada di Pelabuhan Tanjung Priok untuk kemudian dikirim ke perusahaan yang dituju. Produk mutu III dijual ke perusahaan lokal, yaitu perusahaan tersebut langsung membeli ke PT Perkebunan Nusantara IX kebun Jolotigo dengan membawa surat pengantar yang disebut Drop Order (DO). Perusahaan asing yang biasa membeli untuk kualitas ekspor yaitu mutu I dan II meliputi Unilever Asia, L ELINKS, SURUCHI, BGH/C, Finly, dan Lipton.
14
PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo memproduksi bubuk teh hitam kering menggunakan sistem pengolahan Orthodox rotorvane. Tujuan utama produksi teh adalah untuk diekspor ke luar negeri. Hasil produksi teh mutu 1 dan 2 akan diekspor keluar negeri, sedangkan teh mutu 3 akan dipasarkan dalam negeri. Teh yang diekspor akan dikemas dalam paper sack yang siap diekspor, sedangkan teh mutu 3 akan dikemas dalam karung plastik. Pada Tabel 3. dapat dilihat jenis teh beserta grade/mutu tiap teh dan ukuran mesh tiap teh.
Tabel 3. Spesifikasi Produk PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo
JENIS TEH UKURAN TEH (Mesh)
Mutu I
Broken Orange Pekoe (BOP) 12
Broken Orange Pekoe Fann (BOPF) 14
Pekoe Fann (PF) 18
DUST 22-60
Broken Pekoe (BP) 12 / 14
Broken Tea (BT) 12 / 14
Mutu II
Pekoe Fann II (PF II) 18
Broken Pekoe II (BP II) 12
Fanning II (FANN II) 18
DUST II 22 / 60
DUST III 60
Mutu III
Serat Daun (BM) Sisa
15 4.1. Latar Belakang
Mutu adalah karakteristik menyeluruh dari suatu wujud produk, kegiatan, proses, organisasi, atau manusia yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan. Pengawasan mutu makanan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memastikan bahwa mutu makanan yang telah diproduksi dapat memenuhi syarat yang ditetapkan (Kusuma et al, 2017).
Tanaman teh (Camellia sinensis) adalah tumbuhan yang tumbuh subur pada dataran tinggi dengan ketinggian 200-2000 meter di atas permukaan laut. Semakin tinggi daerah pertumbuhan teh, semakin baik mutu teh yang dihasilkan. Umumnya, teh akan dibedakan dalam grade atau mutu agar konsumen dapat mengerti kualitas dari teh yang dikonsumsi. Grading adalah proses separasi dan sortasi daun teh berdasarkan ukurannya agar didapatkan keseragaman ukuran (Smith, 2016). Selain itu, mutu teh juga dapat menandakan seberapa tinggi kandungan kafein dalam teh dan cara menyajikannya. Sistem grading secara luas akan mengelompokkan teh menjadi dua jenis berdasarkan metode pembuatannya, yaitu orthodox dan unorthodox. Metode orthodox berarti proses pembuatan teh dilakukan dengan cara tradisional, sedangkan metode unorthodox berarti proses pembuatan teh dilakukan dengan bantuan mesin seperti pada proses pembuatan teh CTC (Kearns, 2015).
Menurut jenis prosesnya, teh dapat dibedakan menjadi 6, yaitu green tea, black tea, white tea, oolong tea, pu-erh tea, dan curl-tear-curl (CTC). Teh hijau adalah teh yang tidak mengalami oksidasi dan fermentasi. Variasi teh hijau adalah variasi teh terbanyak dengan aroma dan flavor yang unik untuk tiap variasi. Teh hitam adalah teh yang mengalami oksidasi sepenuhnya. Jenis teh hitam memiliki rasa yang lebih kuat daripada variasi teh yang tidak mengalami oksidasi. White tea adalah teh yang tidak atau sedikit dioksidasi dan hanya mengalami sedikit pemrosesan. Daun yang digunakan untuk white tea hanyalah pucuk daun muda dan daun muda yang belum mekar sepenuhnya. Oolong
tea adalah teh tradisional dari Cina dengan proses yang unik meliputi pelayuan dibawah sinar matahari dan oksidasi sebelum mengalami penggulungan. Pu-erh tea adalah varietas teh hitam yang diproses dengan cara fermentasi dalam waktu yang lama. Daun teh dari pu-erh tea akan mengalami oksidasi dan fermentasi dengan bantuan mikroba setelah dikeringkan dan digulung. Kualitas dari pu-erh tea akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur teh. Curl-tear-curl tea (CTC) adalah teh yang diproses dengan mesin CTC. Karakteristik dari teh CTC adalah kenampakan yang seragam dan selalu dalam bentuk broken grade. Keuntungan dari proses CTC dibandingkan proses lainnya terletak pada biaya operasionalnya yang lebih rendah dibanding proses lain dan teh yang dihasilkan akan mempunyai flavor yang lebih kuat (INFOCOMM, 2016).
Indonesia adalah salah satu dari 10 negara penghasil teh terbesar di dunia. Data dari FAOSTAT tahun 2015 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 Indonesia dapat memproduksi 148.100.000 ton teh. Berdasarkan SK Menperdag No. 266/KP.X/6 dan SK Ditjen Perdagangan Luar Negeri No. 42. DAGLU/KP/IV/86, standar teh hitam di Indonesia digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:
 Teh daun (Leafy grades), mengandung potongan-potongan daun yang lebih besar dan lebih panjang daripada jenis teh bubuk (broken) yang pada proses sortasi tertahan pada ayakan mesh 7. Jenis teh hitam pada mutu ini adalah OP (Orange Pekoe), OP Sup (Orange Pekoe Superior), FOP (Flowery Orange Pekoe), S (Souchon), BS (Broken Souchon), BOP Sup (Broken Orange Pekoe Superior), BOP Grof, (Broken Orange Pekoe Grof), BOP Sp (Broken Orange Pekoe Special), dan LM (Leafy Mixed).
 Teh bubuk (Broken Grades) adalah jenis teh yang pada proses sortasi dapat lolos ukuran mesh 7 dan tertahan pada mesh 20, yaitu BOP I / BOP (Broken Orange Pekoe I / Broken Orange Pekoe), FBOP (Flowery Broken Orange Pekoe), BP (Broken Pekoe), BP II (Broken Pekoe II), BT (Broken Tea), BT II (Broken Tea II), BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning), BOPF Sup (Broken Orange Pekoe Fanning Superior), dan BM (Broken Mixed).
 Teh halus (Small Grades), Jenis teh yang pada sortasi lolos dari mesh 20, yaitu jenis mutu F (Fanning), F II (Fanning II), TF (Tippy Fanning), PF (Pekoe Fanning), PF II (Pekoe Fanning II), Dust, Dust II, dan Dust III
 Teh campuran orthodox (Mixed orthodox) yakni campuran dua atau lebih jenis mutu teh daun , bubuk , dan atau teh halus.
(Setyamidjaja, 2000)
Produk teh hitam kering yang diproduksi oleh PTPN IX Kebun Jolotigo termasuk dalam kategori Broken grade dan Small grade. Proses pengolahan teh hitam kering dari awal hingga akhir meliputi pemetikan, pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis, dan pengeringan (Yuwono & Elok, 2017). Setelah pengeringan dilakukan, sortasi akan dilakukan untuk memisahkan bubuk teh berdasarkan jenis dan mutunya. Menurut Nazaruddin (1993), teh yang berasal dari pengeringan ternyata masih heterogen atau masih bercampur baur, baik bentuk maupun ukurannya. Selain itu, teh juga masih mengandung debu, tangkai daun, dan kotoran lain yang akan sangat berpengaruh pada mutu teh nantinya. Untuk itu sangat dibutuhkan proses penyortiran atau pemisahan yang bertujuan untuk mendapatkan suatu bentuk dan ukuran teh yang seragam, sehingga cocok untuk dipasarkan dengan mutu terjamin. Bubuk teh yang sebelumnya masih dalam bentuk bubuk I, II, III, IV, dan badag akan disortasi menjadi bubuk teh dengan berbagai macam jenis dan grade yang siap seduh. Pengawasan mutu bubuk teh dilakukan pada tahap pengeringan dan sortasi. Pada tahap pengeringan, kadar air bubuk teh diamati untuk menentukan apakah proses pengeringan bubuk telah berjalan dengan baik atau tidak. Pada tahap sortasi sendiri, pengawasan mutu teh dilakukan dengan melihat kadar air, densitas, dan chopping atau tea tasting.
4.2. Tujuan
Untuk mengetahui proses pengawasan mutu pada tahap sortasi teh hitam mutu I dan II, meliputi kadar air, densitas, dan chopping/organoleptik.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan permintaan data kepada pihak PTPN IX Jolotogo. Observasi dilakukan oleh penulis pada jam kerja karyawan pabrik pada bagian sortasi dan pengawasan mutu, yaitu jam 8
hingga selesai. Wawancara juga dilakukan oleh penulis dengan narasumber berupa karyawan sortasi dan pengawasan mutu, serta mandor sortasi dan pengawasan mutu. Permintaan data berupa sejarah perusahaan, mesin dan alat pabrik, data karyawan harian dan staf tetap, instruksi kerja, dan lain sebagainya dilakukan penulis kepada pihak PTPN IX melalui tim QC PTPN IX Jolotigo.
4.4. Pembahasan
Proses sortasi teh hitam setelah dikeringan disebut sortasi kering. Tujuan dari sortasi kering adalah untuk mendapat warna dan partikel teh kering yang seragam dan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pihak perdagangan (Setyamidjaja, 2000). Proses sortasi kering akan memisahkan bubuk teh berdasarkan besar partikel bubuk. Partikel bubuk teh yang besar akan tertahan oleh mesin dan keluar dari proses sortasi sebagai hasil samping, sedangkan partikel bubuk teh yang kecil akan keluar sebagai hasil utama. Proses sortasi kering teh hitam di PTPN IX Jolotigo dilakukan dengan tujuan utama untuk menghasilkan teh hitam dengan kualitas atau mutu I.
Mutu teh hitam akan ditentukan dari pengujian teh secara sensori oleh tea tester.
Penguji akan melihat warna, kekuatan, dan aroma teh hitam yang akan ditentukan oleh kandungan teh seperti theaflavin, thearubigin, kafein, komponen volatil, dll. Theaflavin
dan thearubigin adalah komponen utama dari teh hitam yang akan berperan banyak menentukan kualitas teh hitam tersebut. Theaflavin dan thearubigin akan dihasilkan dari oksidasi polifenol pada teh ketika fermentasi dan oksidasi enzimatis terjadi pada proses pembuatan teh. Dalam teh dengan kualitas yang baik, kandungan theaflavin pada teh dapat mencapai 78-92% dan thearubigin 6-14% (Roberts, 1961).
Menurut SNI 1902:2016, terdapat syarat mutu umum dan syarat mutu khusus untuk teh hitam. Berikut ini adalah syarat-syarat mutu teh hitam.
Syarat umum:
1. Keadaan keringan teh:
 Bentuk: Bulat, keriting tergulung dan terpilin  Tekstur: Padat sampai dengan rapuh
 Benda asing: Tidak ada 2. Keadaan air seduhan:
 Warna: Kuning kemerahan sampai merah kecoklatan  Rasa: Normal khas teh
 Aroma: Normal khas teh 3. Keadaan ampas seduhan:
 Warna: Merah tembaga sampai hitam  Aroma: Normal khas teh
Syarat Khusus:
1. Kadar polifenol (b/b) minimal 13% 2. Kadar air (b/b) maksimal 7%
3. Kadar ekstrak dalam air (b/b) minimal 32% 4. Kadar abu total (b/b) 4-8%
5. Kadar abu larut dalam air dari abu total (b/b) minimal 45% 6. Kadar abu tak larut dalam asam (b/b) maksimal 0,5% 7. Alkalinitas abu larut dalam air (b/b) 1-3%
8. Serat kasar (b/b) maksimal 15% 9. Cemaran logam
 Kadmium (Cd) maksimal 0,2 mg/kg  Timbal (Pb) maksimal 2 mg/kg  Timah (Sn) maksimal 40 mg/kg  Merkuri (Hg) maksimal 0,03 mg/kg  Arsen (As) maksimal 1 mg/kg 10.Cemaran mikroba
 Angka lempeng total maksimal 3 x 103 koloni/g  Bakteri Coliform kurang dari 3 APM/g
4.4.1. Mutu Teh Hitam
Teh hitam mutu I adalah teh hitam hasil proses sortasi kering dari bubuk I, II, III, IV, dan badag yang telah melewati proses pengeringan dan tidak dikecilkan dengan mesin
crusher dengan karakteristik warna bubuk teh yang hitam, warna seduhan teh yang gelap, rasa teh yang kuat, dan adanya pucuk daun teh pada bubuk teh mutu I. Dalam teh hitam mutu I, terdapat lebih banyak kandungan theaflavin dan thearubigin daripada teh hitam mutu II, sehingga warna, rasa, dan kecerahan teh hitam mutu I berbeda dengan teh hitam mutu II (Nihal et al, 2010). Proses utama sortasi bubuk teh hitam mutu I dilakukan pada mesin Chota sifter dengan mesh ayakan yang berbeda-beda ukuran, yaitu 12, 14, 18, 24, dan 60 dan kemudian dipisahkan lebih lanjut di mesin winnower
karena hasil sortasi yang kurang sempurna. Sehingga, dihasilkan bubuk teh hitam mutu I yang berbeda-beda pula. Hasil utama dari proses sortasi adalah bubuk teh mutu I di PTPN IX Kebun Jolotigo adalah Broken Orange Pekoe (BOP) (mesh 12), Broken Orange Pekoe Fanning (BOPF) (mesh 14), Pekoe Fanning (PF) (mesh 18), DUST (mesh 24), Broken Pekoe (BP) (mesh 12),dan Broken Tea (BT) (mesh 14).
Hasil samping dari proses sortasi teh hitam mutu I adalah bubuk teh yang tidak lolos. Semua bubuk teh yang tidak lolos akan dikumpulkan menjadi satu dan diproses lebih lanjut dengan tujuan untuk memaksimalkan produksi teh. Bubuk teh hasil dari proses pengolahan lebih lanjut ini akan dikategorikan sebagai bubuk teh mutu II akibat bubuk teh telah dikecilkan dengan mesin crusher. Bubuk teh mutu II akan memiliki kadar
theaflavin dan thearubigin yang lebih rendah daripada bubuk teh mutu I (Nihal et al,
2010). Maka warna bubuk teh dan seduhan teh akan menjadi lebih merah serta rasa teh yang lebih ringan dibandingkan bubuk teh mutu I. Bubuk teh yang termasuk dalam kategori mutu II adalah Pekoe Fanning II (PF II) (mesh 18), Broken Pekoe II (BP II) (mesh 14), Fanning II (FANN II) (mesh 18), DUST II (mesh 24), dan DUST III (mesh
24).
Pengawasan mutu bubuk teh mutu I dan II dilakukan seiring dengan berjalannya proses sortasi kering. Untuk mengetahui proses sortasi kering dan pengawasan mutu bubuk teh mutu I dan II, diperlukan pengetahuan tentang mesin yang berperan dalam proses
sortasi beserta aliran proses sortasi. Berikut ini adalah alat-alat yang digunakan selama proses sortasi kering teh hitam PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo:
1. Hopper
Hopper yang dapat dilihat pada Gambar 1. adalah tempat bagi bubuk yang telah dikeringkan dari dryer untuk dikumpulkan sebelum diolah lebih lanjut. Kapasitas
Hopper yang digunakan disini adalah 2 ton. Tahun pembuatan dari Hopper yang digunakan disini adalah tahun 2008. Terdapat dua Hopper yang digunakan dan masing-masing menampung bubuk yang berbeda. Hopper I digunakan untuk menampung bubuk I, II , dan III, sedangkan Hopper II digunakan untuk menampung bubuk IV dan badag.
Gambar 1. Hopper I (a) dan Hopper II (b) 2. Conveyor belt
Conveyor belt yang dapat dilihat pada Gambar 2. digunakan untuk memindahkan bubuk teh dari satu mesin ke mesin lainnya. Juga, dapat dilihat bahwa terpasang magnet pada conveyor belt yang berguna untuk mengangkat benda-benda asing yang mengandung logam seperti paku atau baut dari mesin yang dapat lepas dan tercampur dengan bubuk teh yang sedang diolah. Pada salah satu ujung Conveyor belt juga terdapat wadah terbuka dari besi untuk menampung bubuk teh yang akan dibawa oleh conveyor belt. Terdapat juga kunci yang digunakan untuk mengatur
celah pada ujung wadah besi sehingga banyaknya bubuk teh yang keluar dapat diatur.
Gambar 2. Conveyor Belt (tanda panah putih), Magnet (tanda panah kuning), dan Wadah Besi (tanda panah biru)
3. Bubble tray
Bubble tray adalah mesin yang berguna untuk memisahkan partikel bubuk yang besar dengan yang kecil. Pada bubble tray, terdapat lubang-lubang kecil dengan diameter kurang lebih 4 mm untuk menyaring bubuk yang dilewatkan. Bubble tray
akan bergerak memutar sambil mendorong bubuk untuk maju keluar. Partikel bubuk yang kecil akan lolos dari Bubble tray dan akan dibawa masuk ke mesin selanjutnya, sedangkan partikel yang tidak lolos dari Bubble tray akan ditampung menjadi satu oleh seluruh bubuk besar hasil samping yang tidak lolos dan dikecilkan lebih lanjut dalam Crusher. Terdapat 3 unit bubble tray dengan tahun pembuatan mesin yang berbeda, yaitu tahun 1965, 1969, dan 1980. Kapasitas dari 1 unit Bubble tray adalah 200-250 kg/jam. Gambar mesin dan penampakan permukaan mesin bubble tray
Gambar 3. Mesin Bubble tray Tampak Dari Samping(a) dan Bagian Permukaan Mesin
Bubble Tray (b) 4. Vibro Blank/Vibro Screen
Vibro blank yang dapat dilihat pada Gambar 4 dan vibro screen adalah mesin yang berguna untuk memisahkan serat dan tangkai daun teh dengan bubuk teh. Pada mesin
vibro blank dan vibro screen, terdapat silinder plastik yang memutar sambil mengenai bubuk yang dilewatkan. Tangkai dan serat daun teh yang lolos dari buble tray akan ditangkap dan dipisahkan oleh silinder plastik. Perbedaan dari vibro blank
dan vibro screen adalah adanya mesh pada bagian bawah mesin vibro screen, sedangkan vibro blank hanya menggunakan lempengan besi saja. Ukuran mesh yang digunakan pada mesin Vibro screen adalah 12, 14, dan 18. Terdapat 2 unit vibro screen dengan tahun pembuatan yang berbeda, yaitu tahun 1968 dan 1988. Kapasitas dari 1 unit vibro blank/vibro screen adalah 350-450 kg/jam.
Gambar 4. Mesin Vibro blank
5. Drug Roll
Drug roll yang dapat dilihat pada Gambar 5 adalah mesin yang berguna untuk mengecilkan partikel bubuk yang dilewatkan pada mesin. Pada mesin Drug roll,
digunakan 2 buah silinder besi dengan conveyor belt karet diantara silinder besi untuk membawa bubuk teh maju dan tergerus oleh besi. Kapasitas pengolahan dari 1 unit Drug roll adalah 250-400 kg/jam.
Gambar 5. Mesin Drug roll Tampak Dari Samping 6. Mini Picker
Mini picker yang dapat dilihat pada Gambar 6 adalah mesin yang berfungsi seperti
Vibro blank, yaitu memisahkan serat dan tangkai daun pada bubuk teh dengan menggunakan silinder plastik. Bedanya, mesin Mini Picker dipasangkan pada bagian atas Conveyor belt sedangkan Vibro blank/Vibro screen adalah satu bagian mesin yang terpisah.
Gambar 6. Mesin Mini Picker (lihat tanda panah) 7. Chota sifter
Chota sifter yang dapat dilihat pada Gambar 7 adalah mesin yang berfungsi untuk mengayak dan memisahkan partikel bubuk teh berdasarkan ukuran partikelnya dengan lebih spesifik sesuai mesh yang digunakan. Penampakan mesin Chota sifter
dapat dilihat pada Gambar 7. Pada mesin Chota sifter, ukuran mesh yang digunakan adalah 12, 14, 18, 24, dan 60. Pada pembuatan teh mutu I, bubuk yang tertahan pada mesh 12 akan dikumpulkan dan diproses kembali pada mesin Drug roll. Bubuk yang lolos mesh 12 dan tertahan pada mesh 14 akan keluar menjadi bubuk BOP/BP. Bubuk yang lolos pada mesh 14 tertahan pada mesh 18 akan menjadi bubuk BOPF / BT. Bubuk yang lolos mesh 18 dan tertahan mesh 24 akan menjadi bubuk PF. Bubuk yang lolos mesh 24 dan tertahan mesh 60 akan menjadi bubuk Dust. Bubuk yang lolos pada mesh 60 akan menjadi debu teh digunakan untuk campuran mutu 2. Terdapat 2 unit Chota sifter dengan tahun pembuatan yang berbeda, yaitu tahun 1981 dan 1989. Kapasitas dari 1 unit Chota sifter adalah 250-300 kg/jam.
Gambar 7. Mesin Chota sifter
8. Winnower
Winnower yang dapat dilihat pada Gambar 8 adalah mesin yang berfungsi untuk memisahkan partikel teh berdasarkan berat bubuk. Bubuk akan dimasukkan pada salah satu ujung winnower, sedangkan pada ujung lainnya terdapat blower yang menggerakkan angin keluar dari winnower. Bubuk yang masuk ke dalam mesin akan bergerak akibat blower dan terjatuh karena gaya gravitasi. Bubuk yang lebih berat akan jatuh lebih awal daripada bubuk yang lebih ringan, sehingga bubuk teh dapat diseragamkan berdasarkan beratnya. Di bawah mesin Winnower, terdapat 16 corong yang berfungsi sebagai tempat keluarnya bubuk teh. Bubuk yang keluar akan ditampung dalam gentong sortasi. Tahun pembuatan mesin winnower pada pabrik PTPN IX Kebun Jolotigo adalah tahun 1968. Kapasitas dari 1 unit winnower adalah 250-300 kg/jam.
9. Crusher
Crusher yang dapat dilihat pada Gambar 8 adalah mesin yang digunakan untuk mengecilkan partikel bubuk teh yang tidak dapat diproses pada proses sortasi mutu I akibat ukurannya yang besar. Contoh partikel bubuk teh yang besar adalah serat daun, tulang daun, tangkai, gulma, dll. Pada mesin crusher, terdapat 2 silinder besi yang besar untuk menggilas dan menghancurkan bubuk yang dimasukkan. Terdapat pula kunci pada bagian atas crusher untuk mengatur seberapa halus atau kasar hasil yang diinginkan dengan cara mempersempit jarak antar 2 silinder besi. Apabila tidak diatur, partikel teh yang terlalu besar dapat menyumbat mesin karena jarak yang terlalu sempit untuk keluarnya partikel teh. Tahun pembuatan mesin crusher pada pabrik PTPN IX Jolotigo adalah tahun 1981. Kapasitas dari 1 unit crusher adalah 250-300 kg/jam.
Gambar 9. Mesin Crusher
10. Peti miring
Peti miring yang dapat dilihat pada Gambar 10 adalah tempat penyimpanan bagi bubuk teh yang telah selesai melalui bagian sortasi. Penyimpanan bubuk teh dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu BOP, BOPF, PF, DUST, BP, BT, PF II
Fanning II, DUST II, dan DUST III. Kapasitas total dari peti miring adalah 13.100 kg.
Gambar 10. Peti Miring 11. Gentong sortasi
Selama proses sortasi, bubuk teh hasil samping maupun hasil jadi yang telah selesai diproses ditampung dalam gentong sortasi yang dapat dilihat pada Gambar 11 sebagai penampungan sementara. Kapasitas dari satu gentong adalah 25 kg. Jumlah gentong yang digunakan dapat mencapai 80 buah.
Gambar 11. Gentong Sortasi Berisi Bubuk Teh 12. Exhaust fan
Tujuan pemasangan Exhaust fan yang dapat dilihat pada Gambar 12 pada proses sortasi adalah untuk mengeluarkan debu teh yang dihasilkan selama proses sortasi
keluar menuju ruang debu yang terletak dibelakang ruang sortasi. Terdapat 2 Exhaust fan yang dipasang pada dinding tepat dibelakang kedua mesin Chota sifter.
Gambar 12. Exhaust fan
4.4.2. Proses Sortasi Kering
Proses sortasi bubuk teh mutu I dapat dilihat pada Lampiran 3. Sortasi bubuk teh dilakukan pada 3 lane, dimana tiap lane memiliki urutan mesin yang berbeda-beda, tetapi memiliki satu tujuan yaitu mensortasi bubuk teh menjadi grade dan jenis yang diinginkan. Lane 1 bertugas untuk mensortasi bubuk I, II, dan III. Urutan mesin pada
lane 1 adalah Hopper I, Bubble tray, Vibro blank, Drug roll, Mini picker, dan Chota sifter. Lane 2 bertugas untuk mensortasi bubuk IV dan badag yang berukuran besar agar menjadi lebih kecil dan dapat digabungkan pada lane 1. Urutan mesin pada lane 2
adalah Hopper II, Drug roll, Bubble tray, dan Vibro screen. Lane 3 bertugas untuk menyempurnakan hasil sortasi pada lane 1. Urutan mesin dari lane 3 adalah Bubble tray, Vibro blank, Mini picker, dan Chota sifter. Setelah proses sortasi pada lane 3
selesai, bubuk akan dibawa ke Winnower untuk disortasi lebih lanjut. Winnower akan memisahkan partikel berdasarkan beratnya, semakin berat partikel maka semakin cepat jatuh ke bawah. Pengotor yang lolos seperti kerikil kecil dapat terpisah dari bubuk teh dan bubuk teh dapat dibedakan lebih lanjut jenisnya melalui berat bubuk teh. Proses sortasi ini akan menghasilkan bubuk teh mutu I dengan jenis BOP, BOPF, PF, Dust, BP,
dan BT. Sortasi untuk bubuk teh Mutu II dapat dimulai ketika proses sortasi bubuk teh mutu I selesai. Bubuk teh berukuran besar hasil samping dari proses sortasi teh mutu I akan dikumpulkan dan dikecilkan dengan Crusher. Kemudian, proses sortasi mutu II akan berjalan mirip dengan proses sortasi mutu I, hanya saja produk teh yang dihasilkan adalah produk bubuk teh mutu II dengan jenis PF II, Fanning II, DUST II, dan DUST III. Hasil samping dari proses sortasi mutu II akan menjadi bubuk teh mutu III, yakni
Broken Mixed (BM) dan kawul.
4.4.3. Pengawasan Mutu Teh Hitam
Selama proses sortasi bubuk teh mutu I dan II, pengawasan mutu dilakukan untuk menjamin bubuk teh yang dihasilkan memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh PTPN. Kriteria pengawasan mutu yang digunakan oleh PTPN IX mengacu kepada kriteria penilaian mutu yang digunakan oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN). PT KPBN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan pemasaran teh mutu I dan II dari semua PTPN dengan cara pelelangan umum. Semua teh yang akan dilelang harus dikirim dan diuji terlebih dahulu kualitasnya oleh KPBN. Kriteria yang diuji adalah sensori/chopping, kadar air, dan densitas bubuk teh. Oleh karena itu, kegiatan pengawasan mutu bubuk teh mutu I dan II di PTPN IX Kebun Jolotigo akan memperhatikan kenampakan, kadar air, dan densitas bubuk teh. Kegiatan pengawasan mutu dilakukan pada tiga tahap proses pembuatan produk teh. Yang pertama adalah ketika bubuk I, II, III, IV, dan badag telah selesai dikeringkan dan sedang dibawa oleh conveyor belt menuju Hopper untuk ditampung. Yang kedua adalah ketika bubuk teh telah selesai disortasi dan akan disimpan dalam peti miring. Yang ketiga adalah ketika bubuk teh dikemas pada bagian pengemasan.
Pengujian chopping/sensori dilakukan dengan cara menyeduh teh dan menilai teh berdasarkan bubuk yang digunakan maupun seduhan teh yang dihasilkan. Dalam pengujiannya, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi agar memenuhi standar yang ditetapkan dalam surat No. 3 02/PTPN/831/2018. Yang pertama, minimal kecerahan tempat chopping adalah 1000 lux. Kedua, pH air yang digunakan haruslah 7 atau netral, Total Dissolved Solid (TDS) dalam air tidak boleh berada dibawah 10ppm,
tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Ketiga, meja seduh heruslah berwarna putih. Ke-empat, mangkok, cangkir atau gelas, dan penutup haruslah berwarna putih dan terbuat dari porcelain dengan kapasitas 280 atau 120 ml dan dilengkapi dengan sendok seduh serta timbangan analitik. Dan yang terakhir, haruslah tersedia alat uji pendukung yang minimal, yakni moisture analyzer, gelas ukur 500 ml, stainless mini shifter, termometer laser, dan termometer batang. Dalam pengerjaannya, chopping / tea tasting teh yang dilakukan di PTPN IX Jolotigo telah dilakukan sesuai dengan ISO 3103:1980 “Tea -- Preparation of liquor for use in sensory tests”. Standard ini adalah
standard yang ditetapkan oleh ISO dan juga digunakan oleh British Standard 6008 sebagai prosedur persiapan minuman teh untuk diuji secara organoleptik.
Untuk mulai menguji, mula-mula bubuk ditimbang sebanyak 5,6 gram dan dimasukkan ke dalam cangkir penyeduh. Selanjutnya air mendidih dituang ke dalam cangkir penyeduh hingga penuh atau sebanyak 280ml. penyeduhan teh dilakukan selama 6 menit. Setelah selesai, bubuk teh disaring dan dipisahkan dengan air teh, kemudian pengamatan dapat dilakukan. Contoh teh yang telah selesai disiapkan untuk diuji dapat dilihat pada Gambar 13. Secara sensori, kriteria yang diujikan adalah
Appearance/karakteristik bubuk teh, liquor/cairan yang dihasilkan melalui seduhan teh, dan infusion/karakteristik bubuk teh setelah diseduh. Cara chopping teh dengan benar adalah mula-mula kenampakan seduhan teh beserta bubuk teh sebelum dan setelah diseduh diamati dengan baik. Kemudian seduhan teh diambil menggunakan sendok yang telah disediakan dan teh dapat dicucup atau dihisap menggunakan mulut hingga menimbulkan bunyi yang keras. Teh yang telah dihisap kemudian penguji dapat mengeluarkan teh pada spittoon atau pada tempat yang disediakan.
Gambar 13. Contoh Pengujian Chopping atau Sensori Bubuk Teh
Uji ini dilakukan dengan mengandalkan indera sensori manusia, yaitu indera penciuman, perabaan, penglihatan, dan perasa. Sehingga, penguji yang melaksanakan uji ini harus benar-benar berpengalaman dalam bidang ini. Sebab, diperlukan cara pengujian yang benar dan indera sensori yang sudah terlatih untuk mengidentifikasi rasa, aroma, flavour, dan kenampakan teh yang diuji. Sebagai contoh, untuk dapat merasakan flavour teh dengan baik, teh tidak boleh diminum dan harus dikeluarkan dari mulut karena ketika diminum, flavour teh akan ikut terminum dan hilang dari mulut. Selain itu, penguji juga harus melatih indera perasanya untuk mengidentifikasi rasa, aroma, dan flavour yang dapat muncul dalam teh dengan baik. Butuh waktu yang lama, yaitu lima tahun lebih bagi penguji teh untuk melatih indera perasanya agar identifikasi teh dapat dilakukan dengan baik dan benar (Cheadle & Nick, 2015). Akan tetapi, setiap manusia mempunyai sensitivitas sensori yang berbeda satu sama lain dan prinsip penilaian yang berbeda-beda pula. Dengan alasan tersebut, maka digunakan panduan untuk menilai teh yang diujikan agar penguji dapat menyamakan persepsi penilaian terhadap teh yang diuji. Tabel panduan penilaian yang digunakan untuk menguji teh di PTPN IX Jolotigo dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan tabel kriteria penilaian sensori yang dapat dilihat pada Lampiran 5, dapat dilihat beberapa variabel yang akan membedakan penilaian teh, yakni mutu, jenis, dan ketinggian tempat tumbuh teh. Untuk mutu teh, bubuk teh mutu I akan memiliki warna, rasa, dan penampilan yang berbeda dibanding bubuk teh mutu II. Bubuk teh mutu I akan memiliki penampilan warna yang lebih hitam pada bubuk teh dan seduhan teh yang dihasilkan serta rasa yang lebih kuat daripada bubuk mutu II. Yang kedua, penilaian bubuk teh dibedakan dari jenis teh yang diujikan, yaitu Broken grade atau
Small grade. Perbedaan ini disebabkan karena teh hitam Broken grade memiliki kelebihan pada kenampakan bubuk teh dibandingkan teh hitam Small grade, tetapi rasa yang dihasilkan oleh teh hitam Small grade lebih pekat daripada teh hitam Broken grade. Yang ketiga adalah dari ketinggian tempat tumbuh teh. Tanaman teh yang ditanam pada ketinggian yang berbeda akan menghasilkan rasa yang berbeda pula. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi lingkungan tanaman pada dataran tinggi akan
berbeda dengan dataran rendah, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman teh dan reaksinya terhadap lingkungan sekitarnya. Letak perbedaan antar dataran tinggi dan dataran rendah ada pada suhu lingkungan, ketersediaan air, tanah, hama/gulma, polusi, paparan cahaya, dan lain sebagainya (Ahmed et al, 2014). Semakin tinggi tempat pertumbuhan tanaman teh, maka rasa yang dihasilkan akan semakin kuat dan kompleks (Baker et al, 2012). Menurut pengujian yang dilakukan oleh Owuor (2007), teh yang ditanam pada ketinggian diatas 2000 meter diatas permukaan laut akan memiliki kandungan theaflavin dan thearubigin yang lebih tinggi dibandingkan dengan teh yang ditanam pada ketinggian 650 meter diatas permukaan laut dengan waktu fermentasi dan kultivar teh yang sama. Sehingga, teh yang dihasilkan pada ketinggian diatas 2000 meter memiliki kualitas warna dan rasa yang lebih bagus (Owuor et al, 2008). PTPN IX Kebun Jolotigo menyamakan kategori ketinggian tanaman teh yang ditanam pada kategori High/Medium Grown yang berarti tanaman teh ditanam pada ketinggian 600 meter hingga lebih dari 1200 meter diatas permukaan laut.
Chopping teh akan menentukan nilai atau kualitas yang dari teh tersebut. Sistem penilaian yang digunakan PTPN IX Jolotigo mengacu pada sistem yang digunakan oleh
Jakarta Tea Auction dengan skala penilaian 0-100. Nilai teh didapat dari pengamatan secara sensori pada Appearance/karakteristik bubuk teh, liquor/cairan seduhan teh, dan
infusion/ampas bubuk teh setelah diseduh. Penilaian Appearance bubuk teh adalah pada warna, kerataan, kebersihan, dan bentuk serta ukuran bubuk. Penilaian infusion/ampas seduhan bubuk teh adalah pada warna dan kerataan ampas. Penilaian liquor/cairan seduhan teh adalah pada warna air, kekuatan rasa, dan aroma yang dihasilkan. Nilai dari ketiga aspek tersebut akan ditotal dan dikelompokkan berdasarkan kualitasnya. Teh dengan nilai 0-20 adalah teh dengan kualitas poor/rendah. Teh dengan nilai 21-40 adalah teh dengan kualitas medium low. Teh dengan nilai 41-60 adalah teh dengan kualitas medium. Teh dengan nilai 61-80 adalah teh dengan kualitas best medium. Teh dengan nilai 81-100 adalah teh dengan kualitas best/terbaik. Untuk bubuk teh mutu I maupun mutu II yang dihasilkan pada PTPN IX Kebun Jolotigo masih berada pada kondisi medium hingga best medium dengan rentang nilai 60 hingga 64. Contoh bubuk yang telah dinilai dapat dilihat pada Gambar 14, dimana sampel tersebut merupakan
bubuk BOP yang telah dinilai dengan nilai appearance 29, liquor 25, infused 6, dan total nilai adalah 60 sehingga termasuk kategori medium.
Gambar 14. Contoh Sampel Kualitas Terstandar
Kriteria kedua yang harus diperhatikan pada mutu teh hitam adalah kadar air. Pengukuran kadar air bubuk teh di PTPN IX Jolotigo dilakukan dengan menggunakan alat Infra Tester yang dapat dilihat pada Gambar 15.
Prinsip kerja Infra Tester adalah dengan mengukur kadar air melalui perbedaan berat sampel yang diuji ketika awal ditimbang dan setelah dipanaskan dengan sinar inframerah yang dipancarkan oleh alat selama 5 menit. Cara kerjanya adalah, mula-mula bandul berat pada alat dipastikan berada pada posisi 0 atau dibawah. Sampel yang akan diujikan kemudian diletakkan pada cawan yang akan digantung pada ujung yang berlawanan dengan bandul berat. Jarum penanda keseimbangan antar berat sampel dan bandul berat dipastikan agar berada di tengah. Kemudian, lampu inframerah dapat dinyalakan dan lemari tempat alat dapat ditutup agar udara dari luar tidak dapat masuk dan lingkungan kondisi alat infra tester dapat terjaga. Setelah selesai, sampel yang digunakan dalam pengukuran kadar air dibuang karena sampel menjadi gosong dan tidak layak untuk diproses. Untuk cara kerja yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pengukuran kadar air bubuk teh dilakukan pada 3 tahap, yaitu setelah bubuk teh keluar dari proses pengeringan untuk bubuk I, II, III, IV, dan badag, sebelum bubuk teh disimpan pada peti miring, dan ketika dikemas. Kriteria pengukuran kadar air pada Infra Tester bagi bubuk I, II, III, IV, dan badag adalah maksimal 3 dengan batas toleransi 3,5. Untuk bubuk teh yang akan disimpan dan yang dikemas adalah maksimal 6. Apabila pengukuran kadar air bubuk I, II, III, dan IV tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, maka bubuk akan dikembalikan ke bagian pengeringan untuk dikeringkan kembali.
Pencapaian kriteria kadar air pada bubuk teh tidaklah mudah untuk dilakukan. Kondisi pabrik yang berada pada dataran tinggi dan curah hujan yang besar terutama pada musim penghujan menyebabkan kelembaban lingkungan sangat tinggi. Sehingga, sejak dari awal kadar air daun teh sudah tinggi dan menjadi susah untuk diturunkan hingga batas yang ingin dicapai. Juga, tungku pembakaran untuk proses pengeringan yang kuno masih menggunakan kayu bakar dan kayu yang digunakan juga basah karena kelembaban yang tinggi, sehingga panas yang dihasilkan tungku bisa saja tidak mencapai batas yang ditetapkan dan teh tidak kering dengan sempurna. Selain itu, panas yang dihasilkan bisa juga melebihi batas yang diinginkan sehingga teh menjadi gosong ketika keluar dari proses pengeringan. Dampak negatif yang dapat terjadi bila kadar air
pada teh tidak sesuai dengan kriteria adalah pada rasa dan kenampakan teh yang dihasilkan. Teh yang gosong maupun teh yang kurang kering akan memberikan rasa yang tidak enak pada seduhan teh serta memberikan kenampakan bubuk yang buruk, yaitu hitam pekat pada teh yang gosong dan kecoklatan pada teh yang kurang kering.
Kriteria ketiga yang harus diperhatikan dalam pengawasan mutu teh hitam adalah densitas bubuk. Pengujian densitas bubuk dilakukan untuk mengetahui seberapa besar densitas bubuk teh. Pengukuran densitas bubuk teh dilakukan dengan cara 100 gram bubuk teh ditimbang. Kemudian bubuk teh yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas ukur. Bubuk dalam gelas ukur dipastikan menyebar secara merata kemudian pengamatan densitas dapat dilakukan dengan cara mengamati angka yang tertera pada gelas ukur 500 ml.
Gambar 16. Pengamatan Densitas Bubuk Teh Menggunakan Gelas Ukur 500 ml. Berikut ini adalah standard densitas yang ditetapkan oleh KPBN :
BOP: 340-350 mm BOPF: 330-335 mm PF: 290-295 mm DUST: 250-255 mm BT: 410-420 mm BP: 240-250 mm PF II: 280-290 mm
BP II: 250-260 mm DUST II: 240-245 mm DUST III: 225-230 mm FANN II: 290-295 mm
Pengukuran densitas pada bubuk teh berguna untuk menjaga agar kemasan bubuk teh dapat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Teh yang dikemas akan disimpan dalam gudang penyimpanan. Teh yang telah dikemas haruslah mencapai berat yang ditetapkan, tetapi tinggi 1 tumpukan/choppaper sack teh dengan jumlah 10 paper sack tidak boleh melebihi 2,1 meter yang dapat dilihat pada Gambar 17. Bila tinggi 1 chop melebihi 2,1 meter, teh tidak dapat diekspor karena melebihi kapasitas ukuran pengangkut yang digunakan untuk mengekspor. Spesifikasi berat kemasan (netto, bruto, tarra) dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 17. Satu Chop Paper Sack
Mutu teh selama penyimpanan dapat mengalami penurunan akibat terpaparnya teh dengan cahaya dan udara bebas. Penurunan mutu teh akan menyebabkan rasa teh dapat berubah menjadi semakin lemah hingga hambar atau datar. Perubahan rasa tersebut disebabkan karena berubahanya kandungan teh selama penyimpanan. Menurut Wickremasinghe (1972), kandungan air, theaflavin, thearubigin, asam amino, polifenol total, epigallocatechin gallate dan epicatechin gallate dalam teh akan berubah-ubah tergantung berapa lama teh disimpan. Kadar air teh akan meningkat semakin lama teh