SKEMA PENELITIAN UNGGULAN FKIP
EFEKTIFITAS MODUL AJAR BERBASIS KOMPETENSI PADA
MATA KULIAH MASALAH NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS
TERHADAP KEMAHIRAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI
MAHASISWA
KETUA : Drs. ELFIS SUANTO, M.Si 0001106602 ANGGOTA : Drs. SAKUR, M.Ed 0007046402 RAHMIA (MHS) 1405121829
Sumber Dana: PNBP FKIP Universitas Riau Tahun 2018 Nomor Kontrak: 2389/UN19.5.1.1.5/TU/2018
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
iii
Rendahnya penguasaan atau capaian hasil belajar mahasiswa dalam mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNA/SB), patut diduga salah satu penyebabnya adalah karena masih kurangnya literatur atau buku-buku yang berbahasa Indonesia dan belum adanya bahan ajar berbasis kompetensi yang benar-benar sesuai dengan silabus mata kuliah MNA/SB yang berlaku di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UR (Elfis Suanto 2015). Untuk memecahkan masalah tersebut dan untuk membantu mahasiswa maupun dosen dalam mempelajari dan mengajarkan matakuliah MNA/SB maka penelitian pengembangan bahan ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas di program studi Pendidikan matematika jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau ini sangat perlu dilakukan.
Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk menghasilkan bahan ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas yang sesuai dengan silabus yang berlaku di Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau yang valid. Hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi kepada dunia pendidikan matematika secara umum. Secara khusus, membantu dan memberi kemudahan kepada mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas dan membantu dosen dalam menyediakan bahan ajar yang valid untuk menunjang perkuliahan.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development). Penelitian dan pengembangan adalah suatu bentuk penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Creswell 2009). Penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE; Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. Bagan model pengembangan ADDIE di adopsi dari Branch (2009), Molenda (2003) dan Morrison et al. (2011). Dalam tahapan pengembangan peneliti melakukan validasi terhadap bahan ajar yang dikembangkan. Validator terdiri dari dua orang pakar materi dan satu orang pakar pembelajaran. Instrumen validasi berupa soalan atau pernyataan yang terdiri dari 35 pernyataan diadopsi dari Sa’dun Akbar (2016) yang meliputi aspek: (1) relevansi, (2) keakuratan, (3) kelengkapan sajian, (4) sistimatika sajian, (5) kesesuaian sajian dengan tuntutan pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa, (6) cara penyajian, (7) kesesuaian bahasa dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan (8) keterbacaan dan kekomunikatifan.
Hasil penilaian validator tentang aspek relevansi 17% setuju dan 83% sangat setuju, aspek keakuratan 8,33% setuju dan 91,68% sangat setuju, aspek kelengkapan sajian 16,65% setuju dan 83,35% sangat setuju, aspek sistematika sajian 66,70% setuju dan 33,30% sangat setuju, aspek kesesuaian sajian dengan tuntutan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa 100% validator sangat setuju, aspek cara penyajian 22,20% setuju dan 77,80% sangat setuju, aspek kesesuaian bahasa dengan kaidah bahasa Indonesia dengan baik dan benar 100% validator sangat setuju, dan aspek keterbacaan dan kekomunikatifan validator menyatakan 100% sangat setuju. Berarti validator
v
dan rahmat Nya sehingga laporan penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya. Shalawat dan salam di sampaikan kepada nabi Muhammad SAW semoga kita diberi syafaat beliau hendaknya.
Penelitian ini telah menghasilkan produk berupa modul ajar mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNA/SB)pada program studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Riau yang telah memenuhi aspek praktikalitas dan berpengaruh untuk meningkatkan kemahiran berpikir tinggkat tinggi mahasiswa. Semoga modul ajar ini berguna bagi mahasiswa dan dosen untuk mendukung kelancaran dan memberi kemudahan dalam mengikuti perkuliahan MNA/SB tersebut. Penelitian pengembangan modul ajar ini merupakan kerjasama tim peneliti dan mahasiswa serta berbagai pihak terkait sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan sangat baik.
Penelitian ini dilakukan atas dukungan dan kerjasama berbagai pihak, untuk itu melalui laporan penelitian ini kami tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dekan FKIP Universitas Riau yang telah menyetujui pemberiaan dana untuk penelitian ini.
2. Bapak Wakil Dekan 1 FKIP Universitas Riau yang mengkoordinir bidang penelitian ini sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
3. Para validator dan mahasiswa yang telah memberi tanggapan, masukan atau saran pada penelitian ini.
4. Semua pihak yang telah membantu terlaksana dan suksesnya kegiatan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti berharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca atau para peneliti untuk kesempurnaan dan peningkatan penelitian kami di masa yang akan datang.
Pekanbaru, 30 November 2018 Peneliti
vi
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN ...ii
RINGKASAN PENELITIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1 1.2Perumusan Masalah ... 4 1.3Tujuan Penelitian ... 4 1.4Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Modul Ajar Berbasis Kompetensi ... 6
2.2Kemahiran Berpikir Tingkat Tinggi Matematika ... 8
2.3Prosedur Pengembangan ADDIE ...10
2.4Materi Pendukung Modul Ajar MNASB ... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Bentuk Penelitian ... 16
3.2. Sampel Penelitian ...17
3.3. Lokasi Penelitian ...17
3.4. Data dan Instrumen Pengumpulan Data ...17
3.5. Teknik Analisis Data ...17
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Kepraktisan Modul Ajar ... 19
4.2Kefektifan Modul Ajar terhadap Kemahiran Berpikir Tingkat Tinggi ...22
BAB V KESIMPULAN ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
vii
Tabel 2.1 Perbandingan Teori KBTR dan KBTT pada Matematika ...9
Tabel 3.1 Taburan Item Pernyataan ...17
Tabel 3.2 Kriteria Persentasi Kepraktisan Modul Ajar ...18
Tabel 4.1 Hasil Angket Respon Mahasiswa pada Aspek Keterbacaan ...20
Tabel 4.2 Hasil Angket Respon Mahasiswa pada Aspek Kemudahan ...20
Tabel 4.3 Hasil Angket Respon Mahasiswa pada Aspek Sistimatika Sajian ...21
Tabel 4.4 Hasil Rata-rata Angket Respon Mahasiswa setiap Aspek ...22
Tabel 4.5 Rata-rata, Variansi dan Standar Deviasi Pretest KBTT Mahasiswa ...23
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Pretest KBTT Mahasiswa ...23
Tabel 4.7 Uji Levene Data Pretest KBTT Mahasiswa Kelas Sampel ...24
Tabel 4.8 Hasil Uji-t Kesamaan Rata-rata Pretest KBTT mahasiswa Kelas Sampel ...24
Tabel 4.9 Rata-rata, Variansi dan Standar Deviasi Posttest KBTT Mahasiswa ...25
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Posttest KBTT Mahasiswa ...26
Tabel 4.11 Uji Levene Data Posttest KBTT Mahasiswa Kelas Sampel...26
Tabel 4.12 Hasil Uji-t Kesamaan Rata-rata Posttest KBTT Kelas Sampel ...27
Tabel 4.13 Rata-rata, Jangkauan, Variansi dan Standar Deviasi KBTT data Gain ....27
Tabel 4.14 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Data Gain KBTT Mahasiswa ...28
Tabel 4.15 Uji-t Data Gain KBTT Mahasiswa Kedua Kelas Sampel ...28
Tabel 4.16 Uji Levene Data Gain KBTT Mahasiswa Kelas Sampel ...29
viii
ix
Lampiran 2. Organisasi Penelitian ...34
Lampiran 3. Instrumen Penelitian ...36
Lampiran 4. Sertifikat Seminar URICES 2st ...38
Lampiran 5. Sertifikat Seminar Hasil Penelitian Dosen FKIP UNRI dan PPT ...35
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang PenelitianMatematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang keberadaannya sangat diperlukan dalam kehidupan. Karena matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia dan menjadi dasar pengembangan teknologi, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia (Kemendikbud 2014). Oleh karena itu pendidikan metematika diberikan mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Transisi global pendidikan matematika, semula menekankan kepada kemahiran algoritma kognitif kepada kompetensi berfikir tingkat tinggi telah memberi tantangan dan kesan kepada pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran matematik di abad 21. Pembelajaran matematik seharusnya mengambil perhatian dalam pembelajaran konsep secara mendalam dan bermakna (NAEYC 2002; Noor Azlan 2000) sehingga kompetensi berfikir tingkat tinggi mahasiswa dapat dibina dengan baik. Kompetensi berfikir merupakan kemahiran yang paling dasar yang mestinya dikembangkan diruang-ruang perkuliahan dan merupakan kunci untuk mencapai hasil belajar yang tinggi bagi semua mahasiswa (Nessel & Graham, 2007).
Kemristekdikti (2016) mengemukakan bahwa dengan diterbitkannya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sebagai Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, maka mendorong semua perguruan tinggi untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan tersebut. KKNI merupakan pernyataan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang penjenjangan kualifikasinya didasarkan pada tingkat kemampuan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran (learning outcomes). Perguruan tinggi sebagai penghasil sumber daya manusia terdidik perlu mengukur lulusannya, apakah lulusan yang dihasilkan memiliki ‘kemampuan’ setara dengan ‘kemampuan’(capaian pembelajaran) yang telah dirumuskan dalam jenjang kualifikasi KKNI. Sebagai kesepakatan nasional, ditetapkan lulusan program sarjana misalnya paling rendah harus memiliki “kemampuan” yang setara dengan “capaian pembelajaran” yang dirumuskan pada jenjang 6 KKNI, Magister setara jenjang 8, dan seterusnya.
Pendidikan Matematika merupakan salah satu program studi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pedidikan (FKIP) di Universitas Riau (UNRI) yang memiliki dan menghasilkan lulusan calon guru matematika untuk sekolah dasar, menengah bahkan perguruan tinggi. Di program studi Pendidikan Matematika mata kuliah disajikan dalam bentuk satuan kredit semester (sks) yang berjumlah 144 sks. Jumlah tersebut dibagi dalam 5 kelompok bidang kajian yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian sebanyak 8 sks, mata kuliah prilaku berkarya sebanyak 15 sks, mata kuliah keahlian berkarya sebanyak 27 sks, mata kuliah berkehidupan bermasyarakat sebanyak 14 sks dan mata kuliah keilmuan dan keterampilan sebanyak 80 sks (Prodi pend.mat FKIP UNRI 2013).
Sebaran mata kuliah dalam kelompok bidang kajian mata kuliah keilmuan dan keterampilan selanjutnya disebut MKK (80 SKS) meliputi mata kuliah yang berkaitan dengan bidang ilmu matematika dibagi lagi menjadi 5 kelompok bidang ilmu yaitu analisis, aljabar, geometri, statistika, dan matematika terapan. Salah satu mata kuliah dalam kelompok bidang ilmu matematika terapan adalah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB). MNASB merupakan Persamaan Diferensial lanjut (advanced). MNASB adalah terapan Persamaan Diferesial pada pelbagai masalah nyata sederhana seperti gelombang, aliran panas dan lain-lain. Mahasiswa dapat mengikuti mata kuliah MNASB jika telah mengikuti mata kuliah prasyaratnya yaitu Kalkulus Integral, Kalkulus Lanjut dan Persamaan Diferensial itu sendiri.
Kreyszig (1993) mengemukakan bahwa MNASB bertujuan untuk mengembangkan kemampuan analisis, kemampuan berpikir logis matematis dengan memahami model matematika dari suatu masalah nyata yang berbentuk persamaan diferensial biasa dengan atau tanpa nilai awal dan mampu memecahkan masalah nyata yang sederhana dalam model matematika berbentuk persamaan diferensial biasa dan/atau persamaan diferensial parsial dengan nilai awal dan syarat batas.
Dalam kurikulum program studi Pendidikan Matematika FKIP UNRI (2013) dijelaskan bahwa mata kuliah MNASB memberikan dasar yang kuat untuk memecahkan model-model matematika yang muncul pada disiplin ilmu-ilmu lainnya. Dalam mata kuliah ini dibahas delapan topik besar yaitu ;(1) Pengertian masalah nilai awal dan solusinya; masalah syarat batas dan solusinya; (2) Masalah nilai awal lanjut dan MSB PD Biasa, (3) Masalah Sturm-Liouville, (4) Sistem fungsi ortogonal, (5) Deret Fourier, (6) MSB; Masalah nyata berupa persamaan gelombang satu dimensi, (7) MSB; Masalah nyata berupa aliran panas satu dimensi, dan (8) MSB; Masalah nyata berupa aliran panas dua dimensi dalam keadaan stabil (Prodi Pend. Mat. FKIP UNRI, 2013).
Sebagai dosen pengampu mata kuliah MNASB, peneliti menjabarkan ke delapan topik di atas sebagai berikut :
1. Pengertian Masalah Nilai Awal (MNA) dan pengertian solusinya. Kemudian pengertian Masalah Syarat Batas (MSB) dan pengertian solusinya.
2. Masalah Nilai Awal Lanjut dan masalah Syarat batas dengan persamaan diferensial biasa.
3. Pengertian persamaan Sturm-Liouville, kemudian dibahas masalah Strum-Liouville sebagai masalah syarat batas.
4. Sistem fungsi ortogonal meliputi dua fungsi ortogonal, dua fungsi ortonormal dan proses ortonormalisasi dua fungsi. Kemudian baru dibahas himpunan fungsi ortogonal, himpunan fungsi ortonormal dan proses ortonormalisasi himpunan fungsi.
5. Deret Fourier meliputi deret Fourier diperumum, deret Fourier fungsi dengan perioda sembarang p = 2L, deret Fourier fungsi dengan perioda p = 2π, deret Fourier fungsi genap dan fungsi ganjil serta deret Fourier fungsi setengah kisaran.
6. Dibahas juga masalah syarat batas yang diambil dari masalah nyata berupa persamaan gelombang satu dimensi.
7. Masalah syarat batas yang diambil dari masalah nyata berupa persamaan aliran panas satu dimensi.
8. Masalah syarat batas yang diambil dari masalah nyata berupa persamaan aliran panas dua dimensi dalam keadaan stabil.
Untuk menguasai ke delapan topik di atas dengan baik , menuntut kemahiran berpikir tingkat tinggi mahasiswa. Kemahiran berfikir adalah proses intelektual yang berkait dengan pembentukan konsep, analisis, aplikasi, sintaksis, dan menilai maklumat yang dikumpulkan atau dihasilkan melalui pemerhatian, pengalaman atau refleksi (Ball & Garton, 2005). Berdasarkan taksonomi Bloom, proses kognitif dibagi menjadi dua yaitu kemahiran berfikir tingkat rendah (KBTR) dan kemahiran berfikir tingkat tinggi (KBTT). Kemampuan yang termasuk kemahiran berfikir tingkat rendah adalah kemampuan mengingat, kefahaman, dan aplikasi. Kemahiran berfikir tingkat tinggi meliputi kemampuan mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi/ menilai, dan mencipta (Anderson & Krathwohl 2001). Melakukan operasi aritmetik yang sederhana, mengaplikasikan aturan atau hukum matematik secara langsung, mengerjakan tugas algoritma merupakan kemahiran berpikir tingkat rendah. Sedangkan, kemampuan berpikir tingkat tinggi di antaranya iaitu pemahaman yang bermakna, kompilasi dugaan, membuat analogi atau perumpamaan dan penjabaran, membuat alasan yang logik, penyelesaian masalah, mengkomunikasikan dan menghubungkaitkan matematik (Webb & Coxford 1993). Menurut model berfikir bersepadu (Integrated Thinking Model) oleh jabatan pendidikan Iowa (1989), untuk mencapai KBTT matematik memerlukan kepada pengetahuan matematik asas bersepadu, pemikiran kritikal dalam matematik, pemikiran kreatif dalam matematik dan proses berfikir yang kompleks dalam pembelajaran matematik (Sophocleous & Pitta-Pantazi 2015).
Dilain pihak, berdasarkan pengalaman peneliti mengampu mata kuliah MNASB selama lebih kurang 15 tahun, pada umumnya mahasiswa mengalami kesulitan dalam menentukan selesaiannya terutama memilih metode/teknik integrasi yang tepat untuk menyelesaikan MNASB dan masih menunjukkan kemampuan berpikir tingkat rendah. Salah satu dugaan penyebabnya adalah masih kurangnya literatur yang berbahasa Indoesia dan belum adanya bahan ajar berbasis kompetensi yang benar-benar sesuai dengan silabus mata kuliah MNASB yang berlaku di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UR. Dampak dari permasalahan tersebut adalah rendahnya hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah MNASB dalam tiga tahun terakhir. Di bawah ini disajikan sebaran nilai yang diperoleh mahasiswa pada semester genap tahun akademik 2016/2017.
Tabel 1.1 Hasil Belajar MNASB Mahasiswa semester genap 2016/2017
Nilai Akhir Kelas A
(Mahasiswa) Kelas B (Mahasiswa) A 3orang (7,1%) 4orang (9,5%) A- 2orang ( 4,8%) 3orang ( 7,1%) B+ 1orang ( 2,4%) 2orang (4,8%) B 2 orang (4,8%) 5orang ( 11,9%)
B- 5orang (11,9%) 2orang (4,8%)
C+ 11 orang (26,2%) 7 orang (16,7%)
C 12orang (28,5%) 9orang ( 21,4%)
D 2 orang (4,8%) 6orang (14,3%)
E 4 orang ( 9,5%) 4orang (9,5%)
Jumlah 42 orang (100%) 42 orang (100%)
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa setiap kelas masih terdapat 50% lebih mahasiswa yang memperoleh nilai akhir C, D, atau E. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan mahasiswa dalam mata kuliah MNASB masih rendah. Berdasarkan kenyataan tersebut maka peneliti sudah melakukan penelitian pengembangan modul ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah MNASB tersebut, dan sudah dihasilkan suatu modul ajar yang valid (Elfis Suanto, dkk 2017) tetapi belum diteliti aspek praktikalisnya dan efektifitasnya. Maka pada penelitian ini peneliti melajutkan penelitian tersebut yaitu melihat aspek praktikalitasnya dan efektifitasnya terhadap kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) matematika mahasiswa .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah modul ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB) Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau yang dikembangkan telah memenuhi aspek praktikalitas?
2. Apakah kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) mahasiswa yang menggunakan modul ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai awal dan Syarat batas (MNASB) lebik baik dibandingkan dengan pembelajaran secara biasa (konvensional)?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari modul ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB) Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau terhadap kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) matematika mahasiswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan modul ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah MNASB yang benar-benar sesuai dengan silabus Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau yang memenuhi aspek praktikalitas dan dapat membina kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) matematika mahasiswa.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa maupun dosen untuk membantu dan memberi kemudahan dalam mempelajari matakuliah Nilai Awal dan/atau Syarat Batas (MNASB) dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi matematika mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Modul Ajar Berbasis Kompetensi
Modul ajar yang dikembangkan adalah modul ajar berbasis kompetensi. Kompetensi yang dimaksud dalam penelitian ini hanya meliputi dua kompetensi utama yaitu kemampuan penalaran matematika dan kemampuan koneksi matematika. Berikut diuraikan tentang kemampuan penalaran matematik dan koneksi matematik.
a. Kemampuan Penalaran Matematik
Tim PPPG matematika (2005) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Sejalan dengan itu, penalaran dalam penelitian Awaludin (2007) adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan dengan menggunakan logika tertentu berdasarkan informasi yang diberikan. Sebagai bukti kebenaran dari kesimpulan tersebut seorang siswa harus memberikan argumen atau alasan yang logis.
Sumarmo (2013) menyatakan bahwa penalaran matematik dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran bersifat induktif dan penalaran bersifat deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah:
a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus yang lainnya.
b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang
teramati.
d) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur.
e) Memperkirakan jawaban, solusi, kecenderungan, interpolasi dan ekstrapolasi. f) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak bisa sekaligus keduanya. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu
b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
c) Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika.
Relasi antara banyaknya pasangan celana panjang (warna putih, biru, hitam) dan kemeja (warna kuning dan merah) dengan bilangan: a. 2 c. 5 e. 8 b. 3 d. 6
Penalaran induktif dan deduktif walaupun saling berlawanan, tetapi penggunaannya dalam matematika saling melengkapi. Cara menentukan kemampuan penalaran matematis mahasiswa dalam penelitian ini yaitu melalui tes hasil belajar. Jika mahasiswa dapat menjawab soal dengan logis dan relevan, maka mahasiswa dikatakan dapat bernalar dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan penalaran matematik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penalaran induktif (transduktif dan menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur) dan penalaran deduktif (menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi) b. Kemampuan Koneksi Matematik
Koneksi dapat diartikan sebagai keterkaitan. Koneksi dalam hal ini diartikan sebagai keterkaitan-keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.
Menurut Webb dan Coxford dalam Sumarmo (2013) kemampuan siswa dalam koneksi matematis meliputi mengkoneksikan pengetahuan konseptual dan prosedural; (2) menggunakan matematika pada topik lain (other curriculum areas); (3) menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan; (4) melihat matematika sebagai satu kesatuan yang terintegrasi; (5) menerapkan kemampuan berpikir matematis dan membuat model untuk menyelesaikan masalah dalam pelajaran lain, seperti musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis; (6) menggunakan dan menghargai koneksi di antara topik-topik dalam matematika; dan (7) mengenal berbagai representasi untuk konsep yang sama. Selain itu NCTM (2000) juga menyatakan bahwa pemecahan masalah dan penalaran dalam koneksi merupakan pokok utama arahan matematika dalam jangka waktu panjang, dan aplikasi yang baru-baru ini disadari. Aplikasi dapat membantu untuk menghubungkan matematika dan siswa.
Sejalan dengan Webb dan Coxford, NCTM (2000) mengemukakan bahwa belajar bermakna merupakan landasan utama untuk terbentuknya mathematical
connections, karena koneksi matematis bertujuan untuk membantu pembentukan
persepsi siswa dengan cara melihat matematika sebagai bagian terintegrasi dengan kehidupan. Untuk terbentuknya kemampuan koneksi matematis tersebut, dalam NCTM Standards (2000) dijelaskan bahwa pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan berikut: (1) memperhatikan serta menggunakan koneksi matematis antar berbagai ide matematis, (2) memahami bagaimana ide-ide matematis saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga terbangun pemahaman yang menyeluruh, dan (3) memperhatikan serta menggunakan matematika dalam konteks di luar matematika.
1) Koneksi antar konsep matematika
Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan saling terkait antar satu topik dengan topik lainnya. Dalil pengaitan Bruner (Delima, 2011: 18) menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang
digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya.
2) Koneksi matematika dengan disiplin ilmu lain
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berkembang secara dinamik. Oleh karena itu, matematika merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan, dan tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti. Banyak ilmu-ilmu lain yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika, antara lain ilmu fisika, kimia, biologi, teknik, pertanian, sosial, ekonomi, psikologi, filsafat, dan lain-lain. Selain itu, matematika juga mengabdi pada cabang ilmu humanisme yang meliputi seni lukis, salah satunya Golden Ratio dipergunakan dalam menentukan perbandingan ukuran dalam melukis.
3) Koneksi matematika dengan dunia nyata
Matematika merupakan pendekatan yang logis dan dapat diterapkan di berbagai lapangan. Matematika merupakan ilmu yang menyajikan dan menelaah hal-hal yang abstrak, sehingga seolah-olah tak ada hubungannya dengan kehidupan nyata. Padahal, hakikatnya matematika telah berakar dalam setiap kegiatan manusia, dari hal yang sederhana sampai pada penelitian lanjut oleh para ahli dalam berbagai ilmu. Persoalan dalam kehidupan sehari-hari biasanya berbentuk soal verbal atau dikenal dengan nama soal cerita.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas diketahui bahwa koneksi matematik tidak hanya mencakup masalah yang berhubungan dengan matematika saja, namun juga dengan pelajaran lain serta dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, kualitas kemampuan dosen dalam mengaitkan konsep-konsep matematika untuk mengembangkan kemampuan kognitif mahasiswa sangat dibutuhkan. Misalnya dengan cara menyajikan soal-soal yang bersifat kontekstual yang mengundang dan menantang kemampuan berpikir, merefleksi mahasiswa dengan mengajukan
scaffolding, melatih mahasiswa mengajukan pertanyaan sendiri dan
menyelesaikannya, serta menuntut kemampuan mahasiswa untuk menerjemahkan atau mengemukakan kembali ide dan gagasan matematis yang termuat dalam bahasa biasa ke dalam bahasa matematis atau model-model matematika dan sebaliknya sehingga dapat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk membuat representasi.
2.2 Kemahiran Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT) Matematika
Pada tahun 1956 Bloom memperkenalkan istilah ‘tingkat pemikiran’ atau
levels of thought processes dalam taksonominya yang dikenali sebagai ‘Taxonomy
of educational objectives : Cognitive domains’. Taksonomi Bloom ini pun telah
direvisi semula oleh bekas pelajarnya Lorin Anderson dan bekerjasama dengan rakannya David Krathwohl. Kumpulan ini telah melakukan pemurnian konsep Bloom antara tahun 1995 hingga 2000 (Anderson & Krathwohl 2001), sehingga dikenali taksonomi Bloom Revisi.
Menurut taksonomi Bloom revisi proses kognitif dibagi menjadi kemahiran berfikir tingkat rendah (KBTR) dan kemahiran berfikir tingkat tinggi (KBTT). Kemampuan yang termasuk kemahiran berfikir tingkat rendah adalah kemampuan mengingat, kefahaman, dan aplikasi. Kemahiran berfikir tingkat tinggi meliputi kemampuan menganalisis, menilai, dan mencipta (Anderson & Krathwohl 2001). Manakala merujuk pada Lembaga Peperiksaan Malaysia (2013) terdapat empat aras dalam domain kognitif dalam KBTT bersesuaian dengan taksonomi Bloom Revisi iaitu mengaplikasi, menganalisis, menilai dan mencipta, seperti gambar 2.1.
Gambar 2.1Taksonomi Bloom Revisi
(Anderson dan Krathwohl 2001; Lembaga Peperiksaan Malaysia 2013) Kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) merupakan tingkat yang paling tinggi di dalam hierarki proses kognitif. Kemahiran berpikir tingkat tinggi membolehkan mahasiswa untuk mengatasi pelbagai cabaran yang berlaku. Terdapat beberapa konsep yang berhubungan dengan kemahiran berpikir tingkat tinggi iaitu; pemikiran kritikal, penyelesaian masalah, pemikiran kreatif, dan membuat keputusan (Nessel & Graham 2007).
Berikut ini perbandingan teori kemahiran berpikir tingkat rendah (KBTR) dan kemahiran berpikir tingkat tinggi ( KBTT) dalam pengajaran matematika.
Tabel 2.1 Perbandingan teori KBTR dan KBTT pada Matematika
KBTR KBTT
Berpikir tingkat rendah adalah menyelesaikan tugas-tugas semasa bekerja dalam situasi biasa dan konteks, atau, menggunakan
Berpikir tingkat tinggi melibatkan menyelesaikan tugas-tugas di mana algoritma tidak diajar atau menggunakan algoritma dikenali
algoritma sudah biasa kepada pelajar (Thompson 2008).
semasa bekerja dalam konteks atau situasi yang tidak dikenali (Thompson 2008).
Tugas-tugas berpikir tingkat rendah memerlukan pelajar “…..untuk menarik balik fakta, melakukan operasi yang mudah, atau menyelesaikan masalah jenis yang biasa. Ia tidak memerlukan pelajar untuk bekerja di luar biasa”(Schmalz 1973).
Penggunaan pemikiran yang kompleks, non-algoritma untuk menyelesaikan tugas di mana tidak ada yang boleh dijangka, pendekatan yang terlatih dengan baik atau laluan jelas dicadangkan oleh tugas,arahan tugas,
atau contoh yang diusahakan (Stein & Lane 1996).
Berpikir tingkat rendah terlibat apabila pelajar menyelesaikan tugas-tugas di mana penyelesaian memerlukan penggunaan algoritma yang dikenal, sering tanpa justifikasi, penjelasan, atau bukti yang diperlukan, dan di mana hanya satu jawaban yang betul yang mungkin (Senk, Beckman, & Thomson 1997).
Berpikir tingkat tinggi sebagai menyelesaikan tugas di mana tiada algoritma yang telah diajarkan, di mana justifikasi atau penjelasan yang diperlukan, dan di mana lebih dari satu penyelesaian boleh dibuat. (Senk, Beckman, & Thomson 1997).
Berpikir tingkat rendah lazimnya penarikan balik maklumat atau pengaplikasian konsep atau pengetahuan untuk situasi biasa dan konteks (Resnick 1987).
Disifatkan berfikir tingkat tinggi sebagai "bukan-algoritma” (Resnick 1987).
2.3Prosedur Pengembangan ADDIE
Secara umum, desain modul pengajaran (Istructional Design) ialah suatu sistem pengajaran yang sistematik, yang menyediakan beberapa seri langkah yang perlu diikuti sepenuhnya bagi menghasilkan bahan pengajaran yang berkesan dan membolehkan pembelajaran lebih efisien, lebih efektif dan memberi kemudahan (Morrison et al. 2013). Reka bentuk bahan pembelajaran merupakan proses yang kompleks, kreatif, aktif dan perulangan dengan tujuan memberikan kaedah pengajaran yang optimum yang dapat mengubah pengetahuan, keterampilan dan afektif mahasiswa (Dick & Reiser 1989). Gustafson dan Branch (2002) yakin bahawa sekiranya semua langkah dalam membuat bahan ajar dipatuhi secara sistematik, maka sesuatu pengajaran yang dirancang akan menjadi lebih berkesan dan relevan.
Berikut diuraikan model reka bentuk (design) pengembangan modul ajar ADDIE. Menurut Molenda (2003) dan Morrison et al. (2011), ADDIE merupakan akronim untuk Analysis (analisis), Design (reka bentuk), Development
(perkembangan), Implementation (pelaksanaan) dan Evaluation (penilaian). Model ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carry tahun 1996 untuk merancang sistem pembelajaran. model ini dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk pengembangan produk seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan ajar. Sistematik model pengembangan ADDIE digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Sistematik Model ADDIE
Sumber: Molenda (2003) dan Morrison et al. (2011)
Dalam model pengembangan ADDIE ada lima tahapan pengembangan, yaitu;
i. Analysis
Pada peringkat ini, aktiviti utama adalah menganalisis keperluan pembangunan modul baharu dan menganalisis kebolehan dan syarat-syarat pembangunan modul tersebut. Pembangunan modul baharu di awal oleh adanya masalah dalam model yang sudah dijalankan. Masalah dapat terjadi kerana model pembelajaran yang ada sudah tidak relevan dengan keperluan sasaran, lingkungan belajar, teknologi, dan ciri-ciri pelajar atau hal lainnya.
Proses analisis dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan antaranya: (1) apakah bahan ajar baru mampu mengatasi masalah pengajaran dan pembelajaran yang dihadapi, (2) apakah bahan ajar baru mendapat dukungan fasiliti untuk diterapkan; (3) apakah pengajar mampu menerapkan bahan ajar baru tersebut. Analisis bahan ajar baru perlu dilakukan untuk mengetahui kebolehan apabila metode pembelajaran tersebut diterapkan.
ii. Design
Dalam perancangan bahan ajar, peringkat desain memiliki kesamaan dengan merancang kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini merupakan proses sistematik yang dimulai daripada menetapkan tujuan belajar, merancang senario kegiatan belajar mengajar, merancang perangkat pembelajaran, merancang materi
pembelajaran dan alat penilaian pencapaian belajar. Rancangan bahan ajar ini masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses pembangunan berikutnya.
iii. Development
Pengembangan (development) dalam model ADDIE berupa kegiatan realisasi rancangan produk. Dalam peringkat desain, disusun kerangka konseptual penerapan bahan ajar baru. Dalam peringkat pembangunan, kerangka yang masih konseptual tersebut direalisasikan menjadi produk yang siap diimplementasikan. Sebagai contoh, apabila pada peringkat design dirancang penggunaan model/metode baharu yang masih konseptual, maka pada peringkat pembangunan dibuat perangkat pembelajaran dengan model/metode baru tersebut seperti RPP, media dan materi pelajaran.
iv. Implementation
Pada peringkat ini diimplementasikan rancangan dan metode yang telah dikembangkan pada situasi yang nyata di kelas. Selama implementasi, rancangan model/modul yang telah dikembangkan diterapkan pada kondisi yang sebenarnya. Materi disampaikan sesuai dengan bahan ajar yang sudah dikembangkan. Setelah penerapan metode kemudian dilakukan penilaian awal untuk memberi umpan balik kepada penerapan bahan ajar berikutnya.
v. Evaluation
Penilaian (evaluation) dilakukan dalam dua bentuk iaitu penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif dilaksanakan di hujung pertemuan pembelajaran (mingguan) sedangkan penilaian sumatif dilakukan setelah kegiatan berakhir secara keseluruhan (semester). Penilaian sumatif mengukur kompetensi akhir daripada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hasil penilaian digunakan untuk memberi umpan balik kepada pihak pengguna bahan ajar. Revisi dibuat sesuai dengan hasil penilaian atau keperluan yang belum dapat dipenuhi oleh bahan ajar baru tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE, karena menurut peneliti, langkah dalam model ini sederhana dan sistematik serta cocok untuk merancang bahan ajar. Kelima peringkat pada model ADDIE ini sudah sangat sederhana apabila dibandingkan dengan model reka bentuk yang lainnya. Sifatnya yang sederhana dan berstruktur dengan sistematik maka model reka bentuk ADDIE akan mudah dipelajari oleh para perancang. Adapun kelemahan model ADDIE adalah dalam peringkat analisis memerlukan masa yang lama. Kerana pada peringkat ini, perancang diharapkan mampu menganalisis dua komponen daripada pelajar terlebih dahulu dengan membagi analisis menjadi dua iaitu analisis kinerja dan analisis keperluan. Dua komponen analisis ini yang nanti nya akan mempengaruhi lamanya proses menganalisis pelajar sebelum tahapan pembelajaran dilaksanakan. Dua komponen ini merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi tahap mendesain pembelajaran yang selanjutnya.
2.4 Materi Pendukung Modul Ajar MNASB
Berikut disajikan materi pendukung untuk mengembangkan modul ajar MNASB, yaitu persamaan diferensial.
a. Persamaan Differensial Homogen
Persamaan diferensial homogen dapat diselesaikan dengan cara mengubahnya terlebih dahulu menjadi persamaan diferensial peubah terpisah.
Definisi :
Persamaan diferensial ordo satu M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0 disebut homogen jika ditulis dalam bentuk y=f(x,y) terdapat suatu fungsi g sehingga f(x,y) dapat dinyatakan dalam bentuk g(y/x) atau f(x,y)=g(y/x).
Definisi :
Fungsi real dua peubah F(x,y) disebut fungsi homogen derajat n jika berlaku F(tx,ty) = tn F(x,y), tR.
Teorema :
Persamaan diferensial dalam bentuk M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0 disebut persamaan diferensial homogen jika fungsi dua peubah M(x,y) dan N(x,y) merupakan fungsi homogen dan berderajat sama.
Terorema :
Bila M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0 ……… (1)
Merupakan persamaan diferensial homogen, maka perubahan peubah y = vx akan mentransformasikan persamaan diferensial (1) menjadi persamaan diferensial yang dapat dipisah dalam v dan x.
b. Persamaan Diferensial Non Homogen
Untuk menentukan selesaian persamaan diferensial non homogen, terlebih dahulu persamaan diferensial tersebut harus diubah menjadi persamaan diferensial homogen dengan menggunakan metode substitusi linier. Perhatikan persamaan diferensial M(x,y)dx + N(x,y)dy = 0. Bila M(x,y) = ax + by + c dan N(x,y) = px + qy + r maka persamaan diferensial tersebut dapat diselesaikan dengan beberapa cara berikut :
1) Langsung memisalkan u = ax + by + c dan v = px + qy + r sehingga diperoleh dx dan dy dalam du dan dv, maka persamaan diferensial menjadi homogen dalam u dan v.
2) Jika c = r = 0 maka persamaan diferensial termasuk persamaan diferensial homogen, dapat diselesaikan langsung dengan pemisalan y = vx.
3) Jika aq = pb atau q b p a
k sehingga ax + by = k(px + qy), digunakan substitusi
u = px + qy.
4) Jika c dan r tidak kedua-duanya nol dan q b p a
digunakan substitusi x = X + h dan y = Y + k sehingga PD menjadi homogen karena selesaian dari SPL yang bersesuaian.
c. Persamaan Diferensial Linier Ordo-n
Sebelum membahas persamaan diferensial ordo n maka terlebih dahulu dibahas tentang persamaan diferensial linier ordo satu.
Definisi :
Persamaan Diferensial Ordo Satu disebut linier jika ditulis dalam bentuk
dx dy
+ P (x) y = Q(x) ... (2) dimana P dan Q konstan untuk fungsi hanya dari x (tidak dalam y).
Bentuk (2) diatas ditulis dy + (Py – Q)dx = 0 ...……... (3) Kita ingat kembali mengenai PD tak eksak dan Faktor Integrasi. Bentuk (3) nampaknya seperti bentuk M dx + N dy = 0. Bila P 0 maka PD (1) tak eksak.
Misalkan adalah fungsi dalam x saja (mengapa?) dan faktor faktor integrasi dari (3) sehingga dengan mengalikan pada (3) diperoleh
(Py – Q)dx + dy = 0 ... (4)
dx d x dan P y Q Py karena PD sudah eksak, maka P= dx d sehingga; d = P dx
In Pdx Pdx e Substitusikan ke persamaan (3)
0 e Pdx Py Q dx e Pdxdy dx Q e dy e dx Py e Pdx Pdx Pdx dx Q e y e d Pdx Pdx dx Q e y e d Pdx
Pdx
c dx e Q y ePdx Pdx
Jadi selesaiannya berbentuk U y = UQ dx + c, dimana U = ePdx.
Pedoman kerja untuk menyelesaikan persamaan diferensial linier adalah : a) Ubah bentuk PD kedalam bentuk standar
dx dy
+ P . y = Q b) Cari Faktor Integrasi
FI = = ePdx
Dua buah formula enInxxn dan enInx xn akan sering digunakan dalam
menghitung FI.
c) Cari selesaian dengan menggunakan formula y . FI = y =
Q dx.Berikut dibahas tentang persamaan diferensial ordo-n. Definisi :
Persamaan diferensial ordo ke-n dapat dinyatakan dalam bentuk :
a
x y F
x dx dy x a dx y d x a dx y d x a dx y d x a n n n n n n n n o . ... . . . 2 1 2 2 1 1 1 ..(5)dimana ao
x 0 dan a1,a2,a3,...,an dan F fungsi real yang kontinu padainterval
a,b .Persamaan (5) disebut persamaan diferensial linier homogen bila F(x) = 0 untuk setiap nilai x. Persamaan (5) disebut persamaan diferensial linier non homogen bila F(x) 0 untuk suatu nilai x. Pada bagian ini yang pertama kali akan disoroti adalah Persamaan Diferensial Linier (PDL) yang homogen.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bentuk Penelitian
Untuk melihat aspek kepraktisan dari modul ajar berbasis kompetensi yang dikembangkan, bentuk penelitiannya adalah penelitian pengembangan (R & D). Prosedur pengembangan yang digunakan adalah prosedur ADDIE (Analysis,
Design, Development, Implementation dan Evaluation). Ini merupakan penelitian
lanjutan dari penelitian sebelumnya, yaitu masuk ke tahap implementasi dan evaluasi. Modul ajar yang dikembangkan yang sudah memenuhi aspek validitas (Elfis Suanto dkk, 2017), kemudian di implementasikan dengan menguji cobakan pada kelas sebanyak 32 orang mahasiswa dan di evaluasi. Setelah dilakukan tiga kali pertemuan, mahasiswa diminta respon/tanggapan dengan mengisi angket atau kuisioner yang bertujuan untuk menilai aspek ke praktikalan bahan ajar tersebut.
Untuk melihat efektifitas dari modul ajar berbasis kompetensi yang dikembangkan terhadap kemahiran berpikir tingkat tinggi matematika mahasiswa, maka bentuk penelitiannya adalah penelitian kuasi eksperimen, karena penelitian ini dilakukan pada kelas yang sudah ada tanpa mengubah jadwal dan kelas yang sudah diatur oleh program studi pendidikan matematika. Menurut Ruseffendi (2005) pada kuasi eksperimen subjek tidak dikelompokkan secara acak tetapi menerima keadaan subjek apa adanya.
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
equivalen pretest and posttest control group design (Sugiyono 2013). Dalam desain
penelitian ini melibatkan dua kelas, yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat perlakuan pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis kompetensi (X) sedangkan kelas kontrol pembelajaran seperti biasa/lazim (konvensional). Pada dua kelompok diberikan pretest (O1)dan posttest
(O2). Desain ekperimennya dapat digambarkan sebagai berikut.
Kelas/Kelompok Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen Kontrol O1 O1 X - O2 O2
Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebasnya adalah pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis kompetensi (PBK) dan pembelajaran konvensional (PKv). Variabel terikatnya adalah kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT). Sedangkan variabel kontrolnya adalah kemampuan awal matematis mahasiswa (KAMM).
3.2 Sampel Peneiltian
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas yaitu sebanyak tiga kelas, kelas A, kelas B dan kelas C. Kemudian sampel ditentukan sebanyak dua kelas dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu memperhatikan keadaan awal mahasiswa dan dosen pengajarnya. Atas pertimbangan tersebut maka sampel dalam penelitian ini adalah kelas A dan kelas C.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Riau terhadap mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB). Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2018.
3.4 Data dan Instrumen Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari data respon/tanggapan mahasiswa tentang aspek kepraktisan dari modul ajar yang dikembangkan dan data hasil belajar keterampilan berpikir tingkat tinggi matematika mahasiswa.
Data respon mahasiswa untuk menilai aspek praktisan dikumpulkan dengan menggunakan instrumen angket atau kuisioner. Kepraktisan merupakan kata benda dari praktis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), praktis berarti mudah dan senang memakainya. Jika dikaitkan dengan modul ajar, mahasiswa senang dan mudah menggunakan modul ajar tersebut dalam pembelajaran. Kepraktisan merupakan salah satu kriteria dari pengembangan suatu produk (Nieveen 1999). Menurut Fauzan (2009), menyelidiki kepraktikasan suatu produk dapat dilihat dari aspek keterbacaan, kemudahan menggunakan, dan struktur produk.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kepraktikasan modul ajar ini merujuk kepada pendapat Fauzan (2009), dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Taburan item pernyataan
No. Dimensi/aspek Kepraktikasan Nomor Item Pernyayataan
1. Keterbacaan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
2. Kemudahan 8, 9, 10, 11, 12
3. Struktur 13, 14, 15
Data tentang kemahiran berpikir tingkat tinggi matematika mahasiswa diperoleh melaui tes hasil belajar. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data ini adalah soal-soal KBTT yang berbentuk soal-soal uaraian yang terdiri dari 4 soal.
3.5 Teknik Analisis Data
Data tanggapan mahasiswa tentang kepraktisan modul ajar dikumpulkan dengan menggunakan angket. Angket respon mahasiswa menggunakan skala Likert dengan rentang sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Skor total dihitung dengan memberi nilai 1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju) untuk masing-masing item pernyatan.
Data tentang repon mahasiswa yang diperoleh melalui angket di analisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑉𝑝=
𝑇𝑠𝑝 𝑇𝑠ℎ
× 100%
(Modifikasi dari Sa’dun Akbar 2016). Keterangan:
𝑉𝑝 : skor responden
𝑇𝑠𝑝 : total skor empiris dari responden
𝑇𝑠ℎ : total skor maksimal yang diharapkan
Kriteria respon mahasiswa terhadap kepraktisan modul ajar dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Kriteria Persentasi Kepraktisan Modul Ajar Kriteria Tingkat Praktikalitas
85,01% ≤ 𝑥 < 100% Sangat praktis
70,01% ≤ 𝑥 < 85,00% Praktis
50,01% ≤ 𝑥 < 70,00% Kurang praktis
01,00% ≤ 𝑥 < 50,00% Tidak praktis
Data tentang kemahiran berpikir tingkat tinggi matematika mahasiswa diperoleh dengan menggunakan tes yaitu melalui pretest dan posttest. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan SPSS 23 for Windows. Sehingga diperoleh jawaban dari rumusan masalah apakah ada pengaruh yang signifikan dari bahan ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB) Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau terhadap kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) matematika mahasiswa dan apakah peningkatan kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) mahasiswa yang menggunakan bahan ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai awal dan Syarat batas (MNASB) lebik baik dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional (biasa).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini adalah produk berupa modul ajar perkuliahan. Modul ajar yang dikembangkan terdiri dari empat bab yaitu bab I. Pendahuluan; pengertian masalah nilai awal dan solusinya, pengertian masalah syarat batas dan solusinya, bab II. Sistim Fungsi Ortogonal, bab III. Deret Fourier, dan bab IV. MSB tentang Gelombang 1-Dimensi. Modul ajar tersebut dapat digunakan oleh dosen dan mahasiswa untuk menunjang perkuliahan MNASB. Proses pengembangan bahan ajar ini telah mengikuti langkah-langkah model pengembangan ADDIE. Adapun hasilnya bahwa modul ajar tersebut sudah memenuhi aspek validitas (Elfis Suanto dkk 2017), sedangkan tetang aspek kepraktikasan dilaporkan sebagai berikut.
Modul ajar yang dikembangkan dengan berlandaskan pada teori belajar konstruktivisme dan teori belajar kognitif dengan arah/basis pengembangannya adalah kompetensi mahasiswa. Kompetensi mahasiswa yang dimaksud yaitu penalaran matematis dan koneksi matematis. Kerangka konseptual pengembangan bahan ajar ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Menurut Needham (1987) ada lima fasa proses pembelajaran berdasarkan toeri konstruktivisme. Lima fasa tersebut adalah orientasi, pencetusan idea, penstrukturan kembali idea, aplikasi idea dan refleksi. Dalam penulisan bahan ajar tersebut terdiri dari beberapa bab dan sub bab. Setiap bab diawali dengan menetapkan sasaran perkuliahan yang dibuat dengan terperinci tentang kompetensi-kompetensi yang harus dicapai mahasiswa. Kompetensi-kompetensi-kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa merupakan penalaran matematis dan koneksi matematis. Setiap sub bab ditulis atau dibuat mengacu kepada fasa-fasa konstruktivisme Needham tersebut untuk dapat mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan diawal bab tersebut.
Kemudian aplikasi teori kognitif dalam bahan ajar bebasis kompetensi ini, diharapkan dalam setiap pembelajaran terjadinya interaksi sosial, baik antara sesama mahasiswa maupun antara mahasiswa dan dosen. Melalui interaksi sosial inilah kognitif anak berkembang kearah yang lebih baik seperti peduli terhadap orang lain, cerdas dan efektif dalam berinteraksi, dan memupuk sikap-sikap baik dalam keseharian mahasiswa.
4.1 Kepraktisan Modul Ajar
Berdasarkan angket respon mahasiswa, analisis deskriptif dilakukan untuk setiap aspek kepraktikasan. Hasilnya per apsek adalah sebagai berikut.
a. Aspek Keterbacaan
Berikut ini adalah hasil angket respon mahasiswa tentang aspek keterbacaan dari modul ajar yang dikembangkan.
Tabel 4.1 Hasil angkat respon mahasiswa pada aspek keterbacaan Bil Dimensi/Aspek Keterbacaan STS (1) TS (2) S (3) SS (4) Rata-rata 1. Struktur kalimat tidak
berbelit-belit.
0% 0% 28,125% 71,875% 3,72
2. Struktur kalimat sesuai dengan tingkat pemahaman mahasiswa.
0% 0% 28,125% 71,875% 3,72
3. Bahasa yang digunakan sederhana, bahasa setengah formal (bahasa sehari-hari di kelas) sehingga mudah memahami modul.
0% 0% 15,625% 84,375% 3,84
4. Kedalaman uraian materi sesuai dengan tingkat pemahaman mahasiswa.
0% 9,375% 31,25% 59,375% 3,5
5. Jabaran materi cukup jelas. 0% 0% 34,375% 65,625% 3,66 6. Gambar atau ilustrasi yang
fungsional memadai.
0% 3,125% 53,125% 43,75% 3,4 7. Secara keseluruhan modul
yang dikembangkan menarik bagi mahasiswa.
0% 9,375% 28,125% 62,5% 3,53
Rata-rata 0% 3,125% 31,25% 65,625% 3,625
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 7 item pernyataan ternyata diperoleh rata-rata dari aspek keterbacaannya 3,625. Pernyataan yang dianggap sangat sesuai oleh mahasiswa hingga mencapai 84,375% menyatakan bahwa bahasa yang digunakan modul sederhana dengan menggunakan bahasa sehari-hari di kelas sehingga mudah dimengerti oleh mahasiswa. Sedangkan 3,125% menyatakan tidak sesuai pada gambar atau ilustrasi yang fungsional pada modul. Mahasiswa belum dapat memahami maksud gambar yang berdasarkan materi sehingga diperlukan pemantapan kembali pada gambar yang akan menarik dan dapat dipahami oleh mahasiswa.
b. Aspek Kemudahan
Tabel 4.2 Hasil angket respon mahasiswa pada aspek kemudahan Bil Dimensi/Aspek Kemudahan
STS (1) TS (2) S (3) SS (4) Rata-rata 1 Petunjuk penggunaan modul
sangat jelas dan mudah dipahami.
0% 0% 3,125% 96,875% 3,97
2 Modul ini memberi kemudahan dalam perkuliahan karena sasaran kompetensi/capaian
pembelajaran setiap materi sudah diberikan.
3 Materi yang disajikan dilengkapi dengan contoh penyelesaian soal-soal sehingga mudah memahami materi ajar.
0% 0% 9,375% 90,625% 3,9
4 Contoh soal yang diberikan dibuat secara sistematis dari yang sederhana/mudah sampai ke yang rumit/kompleks sehingga memudahkan mahasiswa memahami materi.
0% 0% 21,875% 78,125% 3,78
5 Permasalahan yang disajikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga
memudahkan untuk memahami materi ajar.
0% 0% 21,875% 78,125% 3,78
Rata-rata 0% 0% 16,25% 83,75% 3,84
Berdasarkan aspek kemudahan (pernyataan ke 8, 9, 10, 11 dan 12) bahan ajar yang dikembangkan dengan ternyata dari tabel 4.2 terlihat bahwa 83,75% responden menyatakan sangat sesuai, 16,25% menyatakan sesuai dan tidak ada responden yang menyatakan tidak sesuai. Rata-rata dari aspek kemudahan mencapai 3,84 dimana sebagian besar mahasiswa (96,875%) menilai bahwa petunjuk penggunaan modul yang sangat jelas dan mudah dipahami. Sedangkan 9,375% mahasiswa beranggapan setuju bahwa materi yang disajikan dengan contoh soal mudah memahami materi ajar berarti masih adanya sedikit ketidakpahaman mahasiswa mengenai bahan ajar meskipun sudah dibantu dengan contoh soal dan penyelesaiannya. Hal ini diketahui karena belum semua mahasiswa menyatakan 100% sangat setuju dengan pernyataan tersebut.
c. Aspek Sistematika Sajian
Tabel 4.3 Hasil angket respon mahasiswa pada aspek sistematika sajian Bil Aspek Penilaian
STS (1)
TS (2) S (3) SS (4) Rata-rata 1. Uraian materi mengikuti
alur pikir dari sederhana ke kompleks.
0% 3,125% 25% 71,875% 3,69
2. Uraian materi mengikuti alur pikir dari lingkup lokal ke global.
0% 0% 21,875% 78,125% 3,78
3. Latihan soal yang diberikan diurutkan dari yang
sederhana ke yang kompleks.
0% 0% 28,125% 71,875% 3,72
Berdasarkan Tabel 4.3 pada aspek sistematika sajian diperoleh rata-rata 3,73 dengan 73,96% menilai sangat sesuai dengan item pernyataan yang diberikan. Uraian materi mengikuti alur pikir dari lingkup lokal ke global dinyatakan 78,125% sangat sesuai. Berarti uraian materi bahan aja dianggap sudah bagus dari aspek sistematika sajian.
d. Rata-rata hasil angket respon mahasiswa setiap aspek Tabel 4.4 Hasil rata-rata angket respon mahasiswa setiap aspek
Bil Aspek yang dinilai STS (1)
TS (2) S (3) SS (4) Rata-rata 1. Aspek keterbacaan. 0% 3,125% 31,25% 65,625% 3,625
2. Aspek kemudahan 0% 0% 16,25% 83,75% 3,84
3 Aspek sistematika sajian 0% 1,04% 25% 73,96% 3,73
Rata-rata 0% 1,388% 24,167% 74,445% 3,72
Berdasarkan rata-rata dari tabel 4.4 diperoleh hasil rata-rata yaitu 3,72. Hal ini berarti pada kriteria aspek kepraktisannya dinyatakan sangat praktis sehingga modul dapat digunakan karena dalam hasil yang diperoleh sebelumnnya telah memenuhi aspek kepraktikalan berdasarkan aspek keterbacaan, kemudahan dan sistematika sajian.
4.2Keefektifan Modul Ajar terhadap Kemahiran Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT) Mahasiswa
4.2.1 Analisis Data Sebelum Perlakuan
Analisis data sebelum perlakuan meliputi analisis data kemampuan awal mahasiswa kedua kelas sampel pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB) yang diperoleh dari hasil pretest. Untuk memastikan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan yang setara perlu dilakukan uji statistik terhadap data
pretest. Data pretest akan dilakukan dua analisis yaitu analisis data statistik deskriptif dan analisis data statistik inferensial. Pada analisis data statistik deskriptif akan mendeskripsikan gambaran data yang diperoleh dengan menentukan nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum, jangkauan, variansi, dan standar deviasi, sedangkan pada analisis data statistik inferensial, data akan diuji normalitas, homogenitas, dan dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata. Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 22 for windows.
Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh deskripsi terhadap data KBTT pretest mahasiswa kedua kelas sampel seperti ditunjukkan pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Rata-rata, Variansi dan Standar Deviasi data Skor Pretest KBTT Mahasiswa Kelas Sampel
No Ukuran Statistik Nilai
Kelas 6A Kelas 6C 1 Rata-rata 21.8152 22.5714 2 Skor minimum 15 15 3 4 5 6 Skor maksimum Jangkauan Varians Standar Deviasi 30 15 21.706 4.6589 30 15 26.180 5.1166
Tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata KBTT untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen relatif sama atau tidak jauh berbeda dan jangkauan sama. Kemudian variansi dan standar deviasi kedua kelas sampel berbeda tetapi tidak terlalu besar perbedaannya. Maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol kemampuan awalanya setara. Namun data tersebut belum bisa memastikan apakah kemampuan awal mahasiswa kedua kelas sampel pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB) itu berbeda atau tidak secara signifikan. Untuk memastikannya, perlu dilakukan uji statistik terhadap data pretest mahasiswa tersebut, yaitu sebagai berikut.
a. Uji Normalitas
Kriteria pengujian yang digunakan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 22 for windows pada uji Kolmogorov-Smirnov yaitu jika angka signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov sig.>0.05 maka 𝐻0 diterima dan 𝐻1 ditolak. Sebaliknya jika angka signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov sig.< 0.05 maka 𝐻0 ditolak dan
𝐻1 diterima. Hasil uji normalitas data skor pretest mahasiswa dengan bantuan SPSS adalah seperti pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Data Skor Pretest KBTT mahasiswa Kelas Sampel
Kelas N Rata-rata Simpangan Baku Sig. 𝐻0
Eksperimen (6A) 32 21.8125 4.6589 0.060 Diterima Kontrol (6C) 28 22.5714 5.1166 0.127 Diterima Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) dari kelas eksperimen (6A) (0.060) dan kelas kontrol (6C) (0.127). Kedua-duanya adalah sig> ( = 0.05), sehingga hipotesis nol (𝐻0) diterima. Berarti data skor pretest KBTT mahasiswa
kelas ekperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan pada data yang berdistribusi normal. Karena data
pretest kedua kelas sampel berdistribusi normal, maka akan dilakukan uji
homogenitas pada kedua kelas tersebut. Pengujian dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS for Windows versi 22 menggunakan Levene-Test. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai significance (sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka
H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak. Hasil uji Leveneseperti disajikan pada
tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Uji LeveneData Pretest KBTT Mahasiswa Kelas Sampel
Kelas N Sig H0
Eksperimen (6A) 32
0.599 Diterima
Kontrol (6C) 28
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai significance (sig) pada kedua kelas lebih dari
𝛼 = 0,05 sehingga 𝐻0 diterima. Berarti varian data skor pretest KBTT mahasiswa kedua kelas sampel adalah berdistribusi homogen.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Karena kedua kelas sampel data pretest KBTT adalah berdistribusi homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata dapat dilakukan. Uji kesamaan dua rata-ratadilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan KBTT matematis mahasiswa dari kedua kelas sampel adalah setara. Uji kesamaan dua rata-rata skor pretest KBTT mahasiswa kelas sampel dengan bantuan aplikasi SPSS for Windows versi 22 menggunakan uji Independent Sample T-Test, dilakukan dengan asumsi kedua varians homogen (equal variances assumed). Kriteria pengujiannya, jika nilai
significance (sig) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya H0
ditolak. Hasil uji kesamaan rata-data skor pretest KBTT mahasiswa kedua kelas sampel seperti disajikan pada tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8 Hasil Uji-t kesamaan rata-rata Pretest KBTT mahasiswa Kelas Sampel
Kelas N Sig. (2 tailed) H0
Eksperimen (6A) 32
0.550 Diterima
Kontrol (6C) 28
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai significance (sig) lebih dari 𝛼 = 0.05 sehingga
𝐻0 diterima. Berarti, dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor pretest KBTT
mahasiswa kelas eksperimen (6A) dan kelas kontrol (6C) adalah sama pada tingkat kepercayaan 95%. Sehingga eksperimen boleh dilakukan keatas kedua kelas sampel tersebut dan boleh dilihat efektifitasnya tehadap kemahiran tingkat tinggi mahasiswa.
4.2.2 Analisis Data Setelah Perlakuan
Analisis data setelah perlakuan meliputi dua tahapan analisis yaitu; 1) analisis rata-rata posttest KBTT kedua kelas sampel menggunakan uji-t, uji ini untuk melihat perbedaan kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) mahasiswa antara kedua kelas sampel, dan 2) analisis data skor Gain (skor peningkatan KBTT), aanalisis ini untuk melihat apakah ada pengaruh yang signifikan dari modul ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah MNASB Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau terhadap kemahiran berpikir tingkat tinggi
(KBTT) matematika mahasiswa. Data dianalis dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 22 for windows.
a. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh deskripsi terhadap data
posttest KBTT mahasiswa kedua kelas sampel seperti ditunjukkan pada tabel 4.9
berikut.
Tabel 4.9 Rata-rata, Variansi dan Standar Deviasi Data Posttest KBTT mahasiswa Kelas Sampel
No Ukuran Statistik Nilai
Kelas Eksperimen (6A) Kelas Kontrol (6C)
1 Rata-rata 73.5056 62.6143 2 Skor minimum 40.03 30.53 3 4 5 6 Skor maksimum Jangkauan Varians Standar Deviasi 90.30 50.27 144.517 12.0215 89.24 58.71 223.731 14.9576
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest KBTT untuk kelas eksperimen jauh lebih tinggi daripada nilai rata-rata kelas kontrol. Kemudian varians dan standar deviasi juga jauh berbeda. Hal ini bermakna bahwa terdapat perbedaan KBTT kelas ekperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen rataan KBTT lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Namun data tersebut belum bisa memastikan apakah KBTT mahasiswa kedua kelas sampel pada mata kuliah Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (MNASB) benar-benar berbeda secara signifikan. Untuk memastikan signifikansinya secara statistik, perlu dilakukan uji statistik yaitu uji-t (uji kesamaan dua rata-rata) terhadap data pretest KBTT mahasiswa. Uji-t boleh dilakukan apabila data KBTT kedua kelas sampel tersebut homogen. Untuk melihat homogenitas dari data KBTT kedua kelas sampel tersebut syaratnya adalah data KBTT kedua kelas sampel harus berdistribusi normal. 1) Uji Normalitas
Uji homogenitas hanya boleh dilakukan terhadap data yang berdistribusi normal. Untuk itu, maka data posttest KBTT kelas sampel terlebih dahulu akan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian yang digunakan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 22 for
windows pada uji Kolmogorov-Smirnov yaitu, jika angka signifikansi uji
Kolmogorov-Smirnovsig >0.05 maka 𝐻0 diterima dan 𝐻1 ditolak. Sebaliknya jika
angka signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov sig < 0.05 maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1
diterima. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov data posttest KBTT mahasiswa seperti ditunjukkan pada tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Posttest KBTT Mahasiswa Kelas Sampel
Kelas N Rata-rata Simpangan Baku Sig. 𝐻0
Eksperimen 6A 32 73.5056 12.0215 0.069 Diterima Kontrol 6C 28 62.6143 14.9576 0.200 Diterima Tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai significance (sig) kelas eksperimen (0.690) dan kelas kontrol (0.200) > ( = 0.05), sehingga 𝐻0 diterima. Berarti
data posttest KBTT mahasiswa kedua kelas sampel adalahberdistribusi normal. 2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan pada data yang berdistribusi normal. Karena data
pretest kedua kelas sampel berdistribusi normal, maka akan dilakukan uji
homogenitas data posttest KBTT kedua kelas sampel. Pengujian dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS for Windows versi 22 menggunakan uji Levene. Kriteria pengujian yaitu, jika nilai significance (sig) lebih besar dari α = 0,05, maka H0
diterima; dalam hal lainnya, H1 ditolak. Hasil uji Levene seperti disajikan pada tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11 Hasil uji Levene data Posttest KBTT Mahasiswa Kelas Sampel
Kelas Sampel N Sig H0
Eksperimen (6A) 32
0.440 Diterima
Kontrol (6C) 28
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa nilai significance (sig) pada kedua kelas lebih dari 𝛼 = 0,05 sehingga hipotesis nol 𝐻0 diterima. Berarti varians data posttest
KBTT mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah berdistribusi homogen.
3) Uji Dua Rata-rata
Kemudian dilakukan uji perbedaan dua rata-ratanilai posttest KBTT kedua kelas sampel untuk melihat perbedaan kemahiran berpikir tingkat tinggi (KBTT) mahasiswa yang menggunakan modul ajar berbasis kompetensi pada mata kuliah Masalah Nilai awal dan Syarat batas (MNASB) dan mahasiswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran secara biasa (konvensional).
Uji perbedaan dua rata-rata posttest KBTT kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan bantuan aplikasi SPSS for Windows versi 22 menggunakan uji
Independent Sample T-Test. Uji ini dapat dilakukan dengan asumsi kedua varians
homogen (equal variances assumed). Kriteria pengujiannya adalah jika nilai
significance (sig) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima, dalam hal lainnya H1
ditolak. Hasil uji perbedaan dua rata-rata posttest kedua kelas sampel seperti disajikan pada abel 4.12 berikut.