• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

38

Universitas Kristen Petra

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1. Meraih Mimpi

Film yang disutradarai oleh Phil Mitchell dan sekaligus menjadi produser bersama dengan Mike Wiluan, Chan Pui Yin, Philip Stamp menggarap film Indonesia anak dalam bentuk animasi yang beredar pada tahun 2009. Film ini bercerita tentang seorang gadis bernama Dana yang diperankan oleh Gita Gutawa, yang terpaksa mengikuti tradisi patriarkis di kampungnya, dominasi penguasa tuan tanah yang membebani keluarganya dan seluruh kampung dengan pajak tanah yang tinggi. Tuan tanah Pairot mengirim anak buahnya untuk mengancam, memaksa, dan tidak segan-segan melukai warga yang tinggal ditanahnya untuk segera membayar pajak tersebut. Di lain pihak tuan tanah Pairot, berniat mengusir paksa warga demi membangun perhotelan dan kasino untuk kepentingan pribadinya. Ayah Dana, Somad berencana dengan Pairot untuk menikahkan Dana dengan Ben untuk menutup hutang pajak tanah kepada Pairot. Dana kemudian bertekad memenangkan kompetisi beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya, sehingga ia dapat berjuang melawan ketidakadilan yang dilakukan tuan tanah Pairot. Akhirnya Dana berhasil mendapatkan beasiswa tersebut, tetapi ternyata tidak menyelesaikan masalah, Somad tidak memperbolehkan Dana untuk menerima beasiswa tersebut karena hidup Dana sudah terjamin jika menikah dengan Ben dan Somad menyuruh Dana untuk menyerahkan beasiswa tersebut kepada adiknya, Ray. Ditemani dengan binatang-binatang hutan dan adiknya Ray yang diperankan oleh Patton Idola Cilik, Dana tidak hanya berhasil mendapatkan beasiswa, tetapi mereka juga menemukan rahasia tuan tanah akan identitasnya yang sebenarnya (http://www.filmindonesia.or.id/).

(2)

39

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.1. Cover Film Meraih Mimpi

4.1.2. Obama Anak Menteng

Berangkat dari sebuah novel berjudul Obama Anak Menteng karya Damien Dematra, cerita ini dibuat dalam bentuk hiburan layar lebar untuk anak-anak. Dengan disutradarai oleh John De Rantau, film dengan judul serupa ini diharapkan akan menjadi inspirasi bagi anak-anak untuk terus mengejar mimpi dan cita-cita. Film ini direncanakan beredar pada 1 Juli 2010, saat liburan sekolah tiba.

Film ini dibuat di Indonesia, sebab Obama kecil tinggal di negeri ini. Banyak kisah yang sebenarnya mampu dituangkan sutradara Denias ini menjadi cerita yang kontroversial, namun John enggan mengangkatnya. Film ini lebih kepada sudut pandang tentang anak berkulit hitam yang selama 2,5 tahun tinggal di Menteng, hanya spiritnya saja yang ditonjolkan. Untuk latar tempat film ini, John memilih kota Bandung sebagai lokasi syuting. Keputusan ini diambilnya karena mengaku tak mampu menyulap Jakarta menjadi kota tempo dulu dengan unsur warna hitam dan putih untuk menampilkan kesan jaman dulu. Dalam film ini, sosok Obama cilik akan diperankan oleh Hasan Faruq Ali, 12 tahun, pendatang baru yang berwajah mirip Obama. Adapun ibunda Obama, Ann Dunham, akan diperankan oleh Kara Lachele, 25 tahun.

(3)

40

Universitas Kristen Petra

Dari sekian banyak tokoh dalam cerita, sosok Turdi menjadi satu tokoh misterius. Turdi merupakan salah satu saksi yang pernah tinggal bersama keluarga Obama. Dia diyakini memahami bagaimana kehidupan Obama di rumah, kedekatannya dengan Lolo Soetoro, dan hubungan Obama dengan ibunya.

Barry Obama berusia 9 tahun ketika ia tiba di Menteng. Sebagai anak baru juga latar belakangnya yang campur aduk membuatnya sulit beradaptasi. Persahabatannya dengan anak-anak tetangga, berbeda strata sosial yaitu Slamet dan Yuniardi, serta pembantunya yang banci, Turdi, membawa Barry ke berbagai pengalaman masa kecil yang tidak terlupakan. Lewat permainan pingpong, monopoli, bahkan main kelereng, membuat Barry semakin akrab dengan Slamet dan Yuniardi. Ia juga memahami kehidupan unik seorang banci bernama Turdi. Hubungan keduanya makin memancing olok-olok anak-anak kampung. Di lapangan sepak bola berlumpur, Barry pun bentrok dengan Carut dan geng-nya. Semua pengalaman ini mengajarkan pada Barry, selain membuka diri dalam menerima perbedaan, tapi juga menerima dirinya sendiri sebagai orang yang beda seutuhnya. Satu tahun di Menteng membekali Barry dengan pelajaran nilai-nilai yang masih ia pegang sampai ia dewasa. Ketika Barry sudah berhasil beradaptasi dengan lingkungannya, sebuah konflik di rumahnya membuatnya harus pergi meninggalkan Menteng.

Tiadanya ucapan perpisahan meninggalkan rasa getir di hati sahabat-sahabatnya. Namun, mereka yakin bahwa Menteng telah memberi banyak pengalaman tak terlupakan bagi Barry. Bahkan ketika Barry berhasil meraih cita-citanya menjadi Presiden Amerika Serikat. Teman-teman masa kecil Barry pun ikut merasakan kebahagiaan Barry meskipun mereka jauh terpisahkan oleh jarak dan komunikasi. Obama Anak menteng menjadi sebuah film dengan cerita sederhana dan inspiratif, yang kemudian menjelma menjadi bagian dari mosaik sejarah orang nomor satu di Amerika, Barrack Obama (http://www.21cineplex.com/).

(4)

41

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.2. Cover Film Obama Anak Menteng

4.1.3. Lima Elang

Lima Elang merupakan sebuah film keluarga yang berkisah tentang petualangan Pramuka. Film Lima Elang menceritakan tentang petualangan lima anak saat mengikuti perkemahan pramuka bisa menjadi film hiburan keluarga sekaligus menanamkan nilai-nilai positif dari kegiatan pramuka. Kisah petualangan dalam film Lima Elang dimulai ketika dua dari Lima Elang ini diculik oleh penjahat.

Film Lima Elang yang disutradarai Rudi Soedjarwo dengan penulis cerita dan skenario Salman Aristo ini diperankan oleh banyak pemeran baru di antaranya, Christoffer Nelwan, Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, Teuku Rizky Muhammad, Bastian Bintang Simbolon, dan Monica Sayangbati. Film Lima Elang bercerita tentang Baron diperankan oleh Christoffer Nelwan yang kesal saat harus mengikuti orang tuanya pindah dari Jakarta ke Balikpapan. Ia pun memilih untuk menutup diri dari lingkungan barunya dan sibuk sendiri bermain mobil RC. Namun, suatu ketika, Baron harus mewakili sekolahnya untuk mengikuti perkemahan Pramuka tingkat Daerah. Ia satu regu dengan Rusdi diperankan oleh Iqbaal Dhiafkari Ramadhan, pramuka supel tapi kelewat optimistis dan sering kali membuat Baron jengkel.

(5)

42

Universitas Kristen Petra

Bersama dengan anggota lain, Anton diperankan oleh Teuku Rizky Muhammad, si ahli api, dan Aldi diperankan oleh Bastian Bintang Simbolon, si kerdil yang tempramental, mereka memulai petualangan barunya di Perkemahan. Mereka juga bertemu dengan Sindai diperankan oleh Monica Sayangbati, gadis perkasa yang banyak membantu Baron dan kawan-kawan ketika harus menjelajahi hutan lebat dalam salah satu games perkemahan. Situasi semakin menegangkan ketika Rusdi dan Anton diculik oleh komplotan penebang hutan liar pimpinan Arip Jagau di tengah hutan. Baron, Aldi, dan Sindai, yang tadinya mau kabur dari perkemahan, harus kembali untuk menolong kedua sahabatnya. Petualangan yang tersaji penuh ketegangan namun terkadang lucu.

Film ini bukan sekedar film keluarga yang berkisah tentang petualangan dan persahabatan pramuka namun bisa disebut sebagai kado ulang tahun dalam rangka memperingati 50 Tahun (Tahun Emas) Gerakan Pramuka yang diperingati 14 Agustus 2011 silam. Film ini sekaligus berusaha menanamkan nilai-nilai positif dari kegiatan pramuka. Film ini memang merupakan kerjasama antara Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka dengan SBO Films. Bahkan Ketua Kwarnas, Prof.Dr.dr Azrul Azwar, MPH. pun turut menjadi produser eksekutif (http://www.filmindonesia.or.id/).

(6)

43

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.3. Cover Film Lima Elang

4.2. Hasil Uji Reliabilitas

Berikut ini hasil perhitungan tiap indikator yang dilakukan antara coder 1 atau Hakim dengan coder 2. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan rumus Cohen Kappa:

Persetujuan yang diamati – persetujuan yang diharapkan Reliabilitas =

Antar-Coder 1 – persetujuan yang diharapkan Dari hasil uji reliabilitas, ditemukan hasil berikut :

4.2.1. Meraih Mimpi

Tabel 4.1. Hasil Uji Reliabilitas Meraih Mimpi

Kategori Kekerasan Hasil Hasil Uji Reliabilitas

Kekerasan Fisik : Memukul 0,86 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menampar 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Mencekik 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menendang 0,82 Reliabel

(7)

44

Universitas Kristen Petra

Kekerasan Fisik : Menginjak 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Melukai dengan tangan/senjata 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menganiaya 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Membunuh 1 Reliabel

Kekerasan Psikologis : Membentak 0,94 Reliabel Kekerasan Psikologis : Menyumpah 0,8 Reliabel Kekerasan Psikologis : Mengancam 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Merendahkan/menghina 0,7 Reliabel Kekerasan Psikologis : Memerintah 0,91 Reliabel Kekerasan Psikologis : Melecehkan 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Menguntit 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Memata-matai 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Menyentuh 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Meraba 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Mencium 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Ucapan pelecehan seksual 1 Reliabel Kekerasan Seksual : Memaksa berhubungan seks 1 Reliabel

Kekerasan Finansial : Mencuri 1 Reliabel

Kekerasan Finansial : Tidak memenuhi financial 1 Reliabel Kekerasan Finansial : Mengendalikan pengeluaran 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Menggunjingkan 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Mempermalukan 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Menggencet 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Memusuhi 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Melalaikan tanggung jawab 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Mengutamakan diri sendiri 1 Reliabel

(8)

45

Universitas Kristen Petra

4.2.2. Obama Anak Menteng

Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas Obama Anak Menteng

Kategori Kekerasan Hasil Hasil Uji Reliabilitas

Kekerasan Fisik : Memukul 0,94 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menampar 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Mencekik 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menendang 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Melempar barang ke tubuh 0,8 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menginjak 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Melukai dengan tangan/senjata 0,83 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menganiaya 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Membunuh 1 Reliabel

Kekerasan Psikologis : Membentak 0,93 Reliabel Kekerasan Psikologis : Menyumpah 0,93 Reliabel Kekerasan Psikologis : Mengancam 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Merendahkan/menghina 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Memerintah 0,92 Reliabel Kekerasan Psikologis : Melecehkan 0,88 Reliabel Kekerasan Psikologis : Menguntit 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Memata-matai 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Menyentuh 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Meraba 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Mencium 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Ucapan pelecehan seksual 1 Reliabel Kekerasan Seksual : Memaksa berhubungan seks 1 Reliabel

Kekerasan Finansial : Mencuri 1 Reliabel

Kekerasan Finansial : Tidak memenuhi financial 1 Reliabel Kekerasan Finansial : Mengendalikan pengeluaran 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Menggunjingkan 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Mempermalukan 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Menggencet 1 Reliabel

(9)

46

Universitas Kristen Petra

Kekerasan Relasional : Memusuhi 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Melalaikan tanggung jawab 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Mengutamakan diri sendiri 1 Reliabel

Sumber : Olahan Peneliti

4.2.3. Lima Elang

Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Lima Elang

Kategori Kekerasan Hasil Hasil Uji Reliabilitas

Kekerasan Fisik : Memukul 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menampar 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Mencekik 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menendang 0,8 Reliabel

Kekerasan Fisik : Melempar barang ke tubuh 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menginjak 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Melukai dengan tangan/senjata 1 Reliabel

Kekerasan Fisik : Menganiaya 0,8 Reliabel

Kekerasan Fisik : Membunuh 1 Reliabel

Kekerasan Psikologis : Membentak 0,97 Reliabel Kekerasan Psikologis : Menyumpah 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Mengancam 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Merendahkan/menghina 0,88 Reliabel Kekerasan Psikologis : Memerintah 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Melecehkan 0,75 Reliabel Kekerasan Psikologis : Menguntit 1 Reliabel Kekerasan Psikologis : Memata-matai 0,8 Reliabel

Kekerasan Seksual : Menyentuh 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Meraba 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Mencium 1 Reliabel

Kekerasan Seksual : Ucapan pelecehan seksual 1 Reliabel Kekerasan Seksual : Memaksa berhubungan seks 1 Reliabel

(10)

47

Universitas Kristen Petra

Kekerasan Finansial : Tidak memenuhi finansial 1 Reliabel Kekerasan Finansial : Mengendalikan pengeluaran 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Menggunjingkan 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Mempermalukan 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Menggencet 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Memusuhi 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Melalaikan tanggung jawab 1 Reliabel Kekerasan Relasional : Mengutamakan diri sendiri 1 Reliabel

Sumber : Olahan Peneliti

4.3. Temuan Data dan Analisis Data 4.3.1. Meraih Mimpi

Berikut merupakan grafik frekuensi jenis kekerasan yang terdapat pada film Meraih Mimpi:

Grafik 4.1. Frekuensi jenis kekerasan film Meraih Mimpi

Sumber : Olahan Peneliti

Dalam film Meraih Mimpi, peneliti mendapatkan hasil bahwa kekerasan yang ditampilkan paling dominan adalah kekerasan psikologis dengan memperoleh nilai 6,375 dan kekerasan yang tidak ditampilkan dalam film adalah

(11)

48

Universitas Kristen Petra

jenis kekerasan finansial. Berikut merupakan grafik persentase jenis-jenis kekerasan :

Grafik 4.2. Persentase jenis kekerasan film Meraih Mimpi

Sumber : Olahan Peneliti

Pada grafik 4.2, diketahui bahwa jenis kekerasan yang banyak ditunjukkan dalam film ini, adalah jenis kekerasan psikologis yaitu sebesar 63 persen. Artinya, jika dilihat dari hasil persentase yang didapat, dengan perbedaan yang cukup jauh antara indikator psikologis dengan indikator-indikator lainnya dapat dimaknai bahwa di dalam film ini cenderung lebih sering menerpa psikologis anak-anak karena kekerasan-kekerasan psikologis dalam film memiliki perbedaan persentase yang cukup jauh dengan konten yang lain. Kekerasan psikologis ditampilkan melalui komunikasi verbal, antara lain kekerasan psikologis yang paling dominan adalah membentak sebanyak 17 kali. Jenis kekerasan membentak sebagian besar sering dilakukan oleh Pairot dan anak buahnya dalam menindas warga perkampungan, Contohnya,

Pairot:

“Terserah Somad! Sudah kuperingatkan kau! Besok semua akan kuhancurkan! Semuanya!”

(12)

49

Universitas Kristen Petra

“Minggir kau nenek tua! Sudah kuperingatkan ya!”

“Tolol! Tolol! Tolol! Beenn!! Dasar anak pemalas! Ambil si tolol dari bawah mobilku!”

Anak buah Pairot:

“Hei Pairot! Mestinya kau tengok muka-muka orang itu waktu aku hancurkan sekolah mereka.. mereka minta tolong.. ampun.. ampun.. hahaha”

“Sudah kubilang tadi, yang ini kau bawa kesana, terus yang disini kau bawa juga kesana! Jangan sampai yang disana kau bawa kesini! Tunggu apa lagi cepat pergi

kau lah!!” Guru: “Dilarang bicara!”

Somad:

“Ray! Hentikan permainanmu! Panggil kakakmu, kerjaan masih banyak!” Dana:

“hah! Enak aja!! Ga akan kejadian! Aku mending nurut ke burung daripada ke kamu!”

“Awas kau ya!”

“Jangan seenaknya merampas milik orang!”

Sedangkan jenis kekerasan psikologis yang paling jarang ditampilkan adalah menguntit dan memata-matai. Menguntit dan memata-matai hanya muncul 1 kali dan hanya dilakukan oleh Ben pada saat Dana mencari bukti tentang kebohongan ayah Ben, Pairot. Di dalam film ini juga menggunakan peran binatang-binatang yang dapat berbicara karena film ini berjenis animasi. Binatang-binatang tersebut juga sering menunjukkan kekerasan seperti membentak ketika berbicara dengan temannya, sengaja melukai temannya dengan badannya, mengejek dan sebagainya. Selain jenis kekerasan membentak, jenis

(13)

50

Universitas Kristen Petra

kekerasan psikologis yang juga ditampilkan adalah menyumpah dan mengancam masing-masing sebanyak 6 kali, merendahkan sebanyak 4 kali, memerintah sebanyak 10 kali, melecehkan sebanyak 2 kali, menguntit dan memata-matai masing-masing sebanyak 3 kali.

Kemudian jenis kekerasan yang sering ditampilkan berikutnya adalah kekerasan fisik yaitu sebesar 33 persen. Dalam kekerasan fisik, yang paling banyak dilakukan adalah melukai dengan tangan atau senjata sebanyak 12 kali, contohnya dengan kapak, traktor, dan senjata lainnya. Jenis kekerasan tersebut sering digambarkan melalui anak buah Pairot memukul guru yang menentang membayar pajak tanah sekolah dan tidak segan-segan merobohkan sekolah dengan paksa, anak buah Pairot memukul anak buahnya sendiri, anak buah Pairot memukul Somad, dan kekerasan fisik lainnya.

Gambar 4.4. Anak buah Pairot melakukan kekerasan fisik memukul Sumber : Film Meraih Mimpi

Gambar 4.5. Anak buah Pairot melakukan kekerasan fisik memukul Sumber : Film Meraih Mimpi

(14)

51

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.6. Anak buah Pairot melakukan kekerasan fisik memukul Sumber : Film Meraih Mimpi

Selain itu, manusia juga digambarkan melukai binatang-binatang dalam film, seperti warga memukul burung yang sedang lewat karena hampir menabrak orang yang bersangkutan dan Ray melukai binatang dengan kapak.

Gambar 4.7. Ray melakukan kekerasan fisik melukai dengan kapak Sumber : Film Meraih Mimpi

(15)

52

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.8. Melakukan kekerasan fisik memukul binatang Sumber : Film Meraih Mimpi

Gambar 4.9. Melakukan kekerasan fisik memukul Sumber : Film Meraih Mimpi

Hal ini sangat berbahaya bila ditonton dan ditiru oleh anak-anak, selain dapat meniru perkataan yang buruk atau sumpah serapah lainnya dalam film, anak-anak juga dapat meniru perbuatannya terhadap binatang. Anak dapat memperlakukan binatang-binatang yang ada di kehidupan nyata dengan semena-mena seperti di dalam film dan tidak ada kasih sayang dalam memperlakukan binatang.anak cenderung meniru berbagai perilaku agresif yang diobservasinya atau dilihatnya tanpa sadar dan pemahaman yang mendalam tentang perilaku yang ditiru (Gunarsa, 2002, p. 182). Kemudian selain melukai dengan tangan/senjata, jenis kekerasan fisik yang ditampilkan menendang sebanyak 7 kali, memukul sebanyak 5 kali, melempar barang ke tubuh sebanyak 4 kali, mencekik dan menginjak masing-masing sebanyak 2 kali. Sedangkan kekerasan menampar,

(16)

53

Universitas Kristen Petra

menganiaya dan membunuh tidak ditampilkan dalam film. Contoh kekerasan lainnya:

Gambar 4.10. Ray melakukan kekerasan fisik menendang Sumber : Film Meraih Mimpi

Dalam film ini juga ditemukan kekerasan seksual yaitu kekerasan seksual menyentuh yang dilakukan Ben terhadap Dana. Menyentuh dalam film ini dikatakan kekerasan seksual karena pihak yang disentuh yaitu Dana, merasa enggan dan tidak suka untuk disentuh dengan menunjukkan ekspresi kesal dan mengedikkan bahunya pada saat Ben menyentuh pundak Dana. Ben melihat ekspresi Dana seperti itu, secara otomatis Ben memaksa untuk menyentuh pundak Dana.

Gambar 4.11. Ben melakukan kekerasan seksual menyentuh Sumber : Film Meraih Mimpi

Jenis kekerasan yang tidak ditunjukkan dalam film ini adalah kekerasan finansial. Di dalam film, hanya ditunjukkan bahwa Pairot memaksa warga untuk

(17)

54

Universitas Kristen Petra

membayar pajak dan menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadinya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai korupsi yaitu mengambil atau menggunakan uang orang lain yang bukan hak nya, tetapi di dalam indikator-indikator kekerasan tidak ditemukan korupsi merupakan kekerasan finansial. Sehingga dalam perhitungan coding tidak dimasukkan kekerasan tersebut.

Berdasarkan data tersebut bahwa psikologis anak merupakan sasaran utama dalam menerpa pesan-pesan yang ada di dalam film tersebut. Dengan lebih banyak menunjukkan komunikasi verbal contohnya berkata „tolol‟ atau „bego‟, sehingga anak akan langsung meniru apa yang didengarnya meskipun hal-hal yang buruk dan dipraktekkan di kehidupan sehari-hari. Hal tersebut akan berdampak buruk pada psikologis anak, bahkan perlakuan terhadap binatang sekalipun karena pengaruh film bergantung dari filmnya sendiri. Bila film mengandung pesan-pesan moral atau pesan-pesan pendidikan akan berdampak positif, tetapi bila di dalam film terdapat banyak adegan kekerasan maka akan berdampak negatif bagi penontonnya (Effendy, 2007, p. 209). Sedangkan jenis kekerasan finansial yang sesuai indikator tidak ditampilkan dalam film Meraih Mimpi, tetapi peneliti menemukan hal-hal yang berkaitan dengan finansial atau materi yaitu masalah korupsi. Berdasarkan definisi korupsi dalam perpektif hukum dalam UU No. 20 Tahun 2001, korupsi dikelompokkan menjadi beberapa bentuk yaitu kerugian keuangan Negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi (http://www.kppu.go.id/docs/Artikel/Seminar%20PBJ.pdf). Sehingga peneliti memaknai kekerasan yang ada dalam film Meraih Mimpi termasuk korupsi karena perbuatan yang dilakukan oleh Pairot termasuk pemerasan dan perbuatan curang hanya untuk kepentingan pribadinya.

Berdasarkan dialog-dialog dalam film menunjukkan bahwa masih banyak menggunakan kata-kata kotor atau sumpah serapah di dalam obrolan anak kecil di dalam film. Dalam penelitian psikolog Albert Bandura, dikatakan bahwa anak tidak langsung memberikan respon pada film yang ditontonnya, tetapi anak menyimpan apa yang ditontonnya tersebut dalam bentuk kognitif (cognitive form). Bentuk kognitif ini tetap aktif dalam diri anak dan pada saat berada pada situasi

(18)

55

Universitas Kristen Petra

atau kondisi yang serupa yang ada di dalam film yang ditontonnya (http://edukasi.kompasiana.com/). Artinya, anak-anak yang menonton dapat meniru apa yang ditontonnya karena berpikir anak kecil di dalam film sama dengan di kehidupan nyata, sehingga anak-anak yang menonton menganggap hal tersebut diperbolehkan. Kecenderungan anak meniru apa yang dilihat atau didengarnya tanpa mempertimbangkan hal tersebut baik dilakukan atau tidak.

4.3.2. Obama Anak Menteng

Berikut merupakan grafik frekuensi jenis-jenis kekerasan yang terdapat dalam film Obama Anak Menteng :

Grafik 4.3. Frekuensi jenis kekerasan film Obama Anak Menteng

Sumber : Olahan Peneliti

Pada grafik 4.3, peneliti mendapatkan hasil bahwa kekerasan yang ditampilkan dalam film Obama Anak Menteng yang paling dominan adalah kekerasan psikologis dengan memperoleh nilai 6,75 dan kekerasan yang paling jarang ditampilkan adalah jenis kekerasan finansial dengan memperoleh nilai 0,4. Selain terdapat grafik frekuensi, juga dijelaskan jenis kekerasan yang terdapat dalam film ini melalui grafik 4.4:

(19)

56

Universitas Kristen Petra

Grafik 4.4. Persentase jenis kekerasan film Obama Anak Menteng

Sumber : Olahan Peneliti

Kekerasan yang paling menonjol atau dominan dalam film Obama Anak Menteng adalah kekerasan psikologis dengan persentase sebesar 61 persen. Artinya, jika dilihat dari hasil persentase yang didapat, dengan perbedaan yang cukup jauh antara indikator psikologis dengan indikator-indikator lainnya dapat dimaknai bahwa di dalam film ini cenderung menerpa psikologis anak-anak dengan menunjukkan kekerasan-kekerasan psikologis melalui komunikasi-komunikasi verbal, antara lain membentak dan menyumpah masing-masing sebanyak 17 kali. Sebagian besar dialog oleh geng Carut terhadap Barry dan teman-temannya dilakukan dengan membentak dan kata-kata yang mengolok-olok Barry dengan menyebutkan bentuk fisik Barry. Contohnya,

Carut:

“Nantang lu! Udah dibilang ini lapangan gue! Heh item! Kriting! Gue ingetin sama lu, ga ada anak pungut buangan yang boleh nginjek lapangan gue! Ngerti

lu!!”

“Heh! Ini tuh lapangan gue! Heh! Udah bikin geng lu! Mau nantangin gue hah?!” “Hei! Braninya lu masih masuk ke daerah gue!”

(20)

57

Universitas Kristen Petra

Slamet:

“Tepoknya yang bener donk Yun! Bego amat sih lu!” “Sok tau lu! Bego lu!”

Yuni:

“Woy! Ngaca lu! Jaga mulut lu ye! Jangan lu pikir gue takut sama lu!” Rebecca:

“Kurang ajar kamu!!”.

Penggambaran kekerasan seperti melecehkan bentuk fisik tersebut dapat menimbulkan tanggapan atau persepsi buruk anak-anak yang menonton bahwa kita diciptakan berbeda-beda dan anak-anak diajarkan untuk membeda-bedakan dalam berteman atau bersosialisasi, seperti kulit hitam dengan kulit putih, rambut lurus dengan rambut keriting, dan sebagainya. Selain jenis kekerasan membentak dan menyumpah, jenis kekerasan psikologis yang lain yaitu mengancam sebanyak 2 kali, memerintah sebanyak 7 kali, melecehkan sebanyak 9 kali, memata-matai sebanyak 2 kali. Sedangkan merendahkan dan menguntit tidak ditampilkan dalam film.

Kemudian jenis kekerasan yang sering ditampilkan berikutnya adalah kekerasan fisik yaitu sebesar 26 persen. Dalam kekerasan fisik, yang paling banyak dilakukan adalah memukul sebanyak 18 kali. Kekerasan ini sering dilakukan geng Carut yang berkelahi dengan Barry dalam memperebutkan lapangan. Contohnya,

(21)

58

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.12. Geng Carut melakukan kekerasan fisik memukul dan menendang Sumber : Film Obama Anak Menteng

Gambar 4.13. Geng Carut melakukan kekerasan fisik memukul Sumber : Film Obama Anak Menteng

Gambar 4.14. Turdi melakukan kekerasan fisik memukul Sumber : Film Obama Anak Menteng

(22)

59

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.15. Slamet melakukan kekerasan fisik memukul Sumber : Film Obama Anak Menteng

Selain jenis kekerasan memukul, dalam film juga ditampilkan jenis kekerasan menampar sebanyak 1 kali, menendang sebanyak 2 kali, melempar barang ke tubuh sebanyak 3 kali, menginjak dan menganiaya masing-masing sebanyak 1 kali, sedangkan kekerasan mencekik, melukai dengan tangan/senjata dan membunuh tidak ditampilkan dalam film.

Jenis kekerasan finansial merupakan jenis kekerasan yang mendapat persentase paling kecil dibandingkan indikator kekerasan yang lain, hanya mendapat persentase 3 persen. Jenis kekerasan yang ditampilkan adalah hanya kekerasan mengendalikan pengeluaran yaitu pada saat Carut menantang Barry bertanding sepakbola, terdapat Calo yang meminta paksa uang taruhan untuk pertandingan sepakbola tersebut. Menurut teori, hal yang dilakukan calo tersebut termasuk mengendalikan pengeluaran.

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan pesan-pesan yang ada di dalam film Obama Anak Menteng cenderung menerpa psikologis anak. Kekerasan psikologis dalam film ditunjukkan dengan lebih banyak menampilkan komunikasi verbal contohnya berkata „bego amat sih lu‟ atau „anak pungut buangan‟ , kalimat-kalimat tantangan/ancaman, atau kalimat-kalimat-kalimat-kalimat pelecehan seperti „Heh item! Kriting!‟ , sehingga anak akan langsung meniru apa yang didengarnya meskipun hal-hal yang buruk dan dipraktekkan di kehidupan sehari-hari karena anak cenderung meniru berbagai perilaku agresif yang diobservasinya atau dilihatnya.

(23)

60

Universitas Kristen Petra

Peniruan ini berlangsung secara spontan dan umumnya tanpa sadar, tanpa pemahaman yang lebih mendalam dan baik-buruknya perilaku yang ditiru (Gunarsa, 2002, p.182). Hal tersebut akan berdampak buruk pada psikologis dan perilaku anak.

Kemudian jenis kekerasan finansial yang tidak sering ditampilkan dalam film Obama Anak Menteng, berdasarkan data yang didapat peneliti memaknai bahwa finansial masih merupakan masalah yang termasuk dalam masalah untuk anak, walaupun di dalam film tidak banyak ditampilkan.

4.3.3. Lima Elang

Berikut merupakan grafik frekuensi jenis-jenis kekerasan yang terdapat dalam film Lima Elang :

Grafik 4.5. Frekuensi jenis kekerasan film Lima Elang

Sumber : Olahan Peneliti

Pada grafik 4.5, menunjukkan bahwa kekerasan psikologis merupakan kekerasan yang paling dominan dalam film Lima Elang dengan mendapat nilai 6,25. Jenis kekerasan yang tidak ditunjukkan dalam film ini adalah jenis kekerasan seksual dan kekerasan finansial. Selain terdapat grafik frekuensi, juga dijelaskan jenis kekerasan yang terdapat dalam film ini melalui grafik 4.6:

(24)

61

Universitas Kristen Petra

Grafik 4.6. Persentase jenis kekerasan film Lima Elang

Sumber : Olahan Peneliti

Pada grafik 4.6, diketahui bahwa jenis kekerasan yang paling banyak ditunjukkan dalam film ini adalah jenis kekerasan psikologis sebesar 66 persen. Hal tersebut ditunjukkan dalam film banyak ditemukan kekerasan psikologis membentak sebanyak 17 kali. Contohnya,

Baron:

“Yah, RC itu bukan cuma mobil-mobilan! Ayah sama Ibu egois!!” Arip:

“Awas! Kalo jaga anak kecil aja ga becus, aku sunat ulang kalian!!” “Brengsek! Jul! Jul!”

Kekerasan menyumpah yang ditampilkan sebanyak 6 kali, mengancam sebanyak 7 kali, merendahkan sebanyak 8 kali, memerintah sebanyak 5 kali, melecehkan sebanyak 4 kali, contohnya

Teman:

(25)

62

Universitas Kristen Petra

Kekerasan memata-matai sebanyak 3 kali, contohnya pada saat Aldi melihat kearah Sandra tanpa sepengetahuan Sandra. Sedangkan menguntit tidak ditampilkan dalam film. Berdasarkan data yang diperoleh, film ini memiliki kecenderungan menerpa psikologis anak-anak yang menontonnya dengan menunjukkan kekerasan psikologis yang dimunculkan melalui komunikasi-komunikasi verbal. Kekerasan psikologis yang nampak sering dilakukan oleh penjahat yang menyandera Rusdi dan Anton, seperti membentak kedua anak tersebut, mengeluarkan sumpah serapah, mengancam, dan lain-lain.

Jenis kekerasan berikutnya yang paling sering ditampilkan di dalam film yaitu kekerasan fisik sebesar 21 persen. Pada jenis kekerasan fisik ini yang paling banyak ditunjukkan adalah melukai dengan tangan atau senjata sebanyak 8 kali. Jenis kekerasan melukai dengan tangan atau senjata sering ditunjukkan penjahat yang menyandera Rusdi dan Anton, penjahat tersebut menggunakan pisau untuk menakut-nakuti kedua anak tersebut. Sedangkan Baron dan teman-temannya memukul penjahat-penjahat tersebut dengan menggunakan batu dan kayu untuk menyelamatkan Rusdi dan Anton. Contohnya,

Gambar 4.16. Sindai melakukan kekerasan fisik melukai dengan senjata Sumber : Film Lima Elang

(26)

63

Universitas Kristen Petra

Gambar 4.17. Baron melakukan kekerasan fisik melukai dengan senjata Sumber : Film Lima Elang

Gambar 4.18. Baron, Aldi, Sindai melakukan kekerasan fisik melukai dengan tangan/senjata

Sumber : Film Lima Elang

Gambar 4.19. Penjahat melakukan kekerasan fisik melukai dengan senjata Sumber : Film Lima Elang

(27)

64

Universitas Kristen Petra

Selain kekerasan melukai dengan tangan/senjata, jenis kekerasan lainnya yang ditunjukkan adalah memukul, menendang, melempar barang ke tubuh masing-masing sebanyak 2 kali, mencekik sebanyak 1 kali, menganiaya sebanyak 3 kali, sedangkan menampar, menginjak dan membunuh tidak terdapat dalam film ini.

Gambar 4.20. Aldi melakukan kekerasan fisik melempar barang ke tubuh Sumber : Film Lima Elang

Gambar 4.21. Penjahat melakukan kekerasan fisik mencekik Sumber : Film Lima Elang

(28)

65

Universitas Kristen Petra

Jenis kekerasan yang tidak ditunjukkan dalam film ini adalah kekerasan seksual dan kekerasan finansial. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa anak-anak belum sampai pada tahap memikirkan masalah-masalah yang berhubungan dengan seksual dan finansial. Maka dari itu kekerasan seksual dan finansial tidak ditunjukkan dalam film ini.

4.3.4. Total Jenis Kekerasan dalam Keseluruhan Film Indonesia Anak Setelah dilakukan perhitungan frekuensi perfilm, berikut merupakan grafik frekuensi jenis kekerasan pada semua film.

Grafik 4.7. Frekuensi jenis kekerasan pada 3 film

(29)

66

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.4. Total jenis kekerasan pada 3 film Film

Jenis Kekerasan

Meraih Mimpi

Obama Anak

Menteng Lima Elang Total

Kekerasan Fisik 3.33 2.89 2 8.22

Kekerasan Psikologis 6.375 6.75 6.25 19.375

Kekerasan Seksual 0.2 0.4 0 0.6

Kekerasan Finansial 0 0.33 0 0.33

Kekerasan Relasional 0.167 0.67 1.167 2

Sumber : Olahan Peneliti

Tabel 4.4 menunjukkan jumlah jenis kekerasan pada keseluruhan film Indonesia anak. Dan dapat dilihat bahwa nilai total kekerasan yang ditunjukkan sebesar 30,531 pada 3 film dengan total 266 scene yang digunakan sebagai unit analisis. Dari tabel 4.4, diketahui bahwa jenis kekerasan yang sering muncul dalam semua film adalah kekerasan psikologis, yaitu sebanyak 155 kali. Kemudian diikuti jenis kekerasan fisik, yaitu sebanyak 74 kali, jenis kekerasan relasional sebanyak 12 kali, sedangkan jenis kekerasan yang paling jarang diungkapkan dalam 3 film adalah jenis kekerasan seksual yaitu sebanyak 3 kali dan jenis kekerasan finansial sebanyak 1 kali. Berikut persentase jenis kekerasan yang diungkapkan dalam 3 film Indonesia anak dapat dilihat dalam grafik 4.8:

(30)

67

Universitas Kristen Petra

Grafik 4.8. Persentase total jenis kekerasan dalam 3 film Indonesia anak

Sumber : Olahan Peneliti

Pada grafik 4.8, dapat dilihat bahwa jenis kekerasan psikologis mendapatkan persentase sebesar 63 persen, yang berarti mendapatkan persentase tertinggi diantara jenis kekerasan yang lain. Artinya, kekerasan psikologis ini merupakan kekerasan yang paling dominan, atau kekerasan yang paling sering ditunjukkan pada 3 film Indonesia anak Meraih Mimpi, Obama Anak Menteng, dan Lima Elang. Dalam film Meraih Mimpi dan Lima Elang, kekerasan psikologis ditampilkan memiliki kesamaan yaitu kekerasan dalam bentuk membentak. Hampir sebagian besar dialog dalam film mengeluarkan nada yang tinggi dan dapat disebut dengan membentak. Sedangkan dalam film Obama Anak Menteng, hampir sama kekerasan psikologis yang ditunjukkan adalah kekerasan membentak teapi dengan disertai dengan menyumpah. Banyak kata-kata sumpah serapah yang keluar dari perbincangan anak kecil di dalam film.

Berdasarkan data dapat dimaknai bahwa film-film Indonesia untuk anak-anak dengan cerita yang berbeda, setting yang berbeda, pemeran yang berbeda, sutradara yang berbeda lebih mengacu pada hal-hal atau masalah-masalah yang berhubungan dengan psikologis penontonnya yaitu anak-anak. Kekerasan-kekerasan psikologis melalui komunikasi verbal yang mengakibatkan penontonnya yaitu anak-anak akan langsung meniru dan mempraktekkannya di

(31)

68

Universitas Kristen Petra

kehidupan sehari-harinya. Apalagi kekerasan yang ditampilkan di dalam film dilakukan oleh anak-anak, sehingga anak-anak yang menonton dapat berpikir bahwa peran anak-anak yang di dalam film sama dengan di kehidupan nyata. Anak cenderung meniru berbagai perilaku agresif yang diobservasinya atau dilihatnya. Peniruan ini berlangsung secara spontan dan umumnya tanpa sadar, tanpa pemahaman yang lebih mendalam dan baik-buruknya perilaku yang ditiru (Gunarsa, 2002, p.182).

Dalam kekerasan psikologis dengan berbagai macam bentuk kekerasan yang digunakan untuk sub-indikator yaitu membentak, menyumpah, mengancam, menghina, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai. Jenis kekerasan paling tinggi setelah kekerasan psikologis adalah jenis kekerasan fisik, yaitu mendapatkan persentase sebesar 27 persen. Kemudian diikuti oleh jenis kekerasan relasional yang memperoleh persentase sebesar 7 persen. Dalam 3 film Indonesia anak tersebut, jenis kekerasan yang paling jarang diungkapkan adalah jenis kekerasan seksual yang mendapatkan persentase sebesar 2 persen dan jenis kekerasan finansial dengan persentase sebesar 1 persen. Berdasarkan data yang diperoleh, kekerasan finansial dan kekerasan seksual ditampilkan dalam ketiga film tersebut dengan persentase yang kecil. Peneliti menemukan masalah korupsi di dalam film Meraih Mimpi tetapi peneliti tidak memasukkan korupsi di lembar koding karena keterbatasan teori.

Jenis kekerasan psikologis merupakan jenis kekerasan yang sering ditunjukkan dalam 3 film Indonesia anak di atas. Berikut merupakan penjabaran jenis kekerasan psikologis pada tiap sub-indikator (membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan/menghina, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai).

(32)

69

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.5. Total tiap sub-indikator jenis kekerasan psikologis Film

Kekerasan Psikologis

Meraih Mimpi Obama Anak Menteng Lima Elang Total Membentak 17 17 17 51 Menyumpah 6 17 6 29 Mengancam 6 2 7 15 Merendahkan/menghina 4 10 8 22 Memerintah 10 7 5 22 Melecehkan 2 9 4 15 Menguntit 3 0 0 3 Memata-matai 3 2 3 8

Sumber : Olahan Peneliti

Tabel 4.5 menunjukkan total tiap sub-indikator yang ditunjukkan oleh 3 film Indonesia anak, yaitu Meraih Mimpi, Obama Anak Menteng dan Lima Elang. Dari hasil tabel di atas, dapat diketahui, bahwa sub-indikator membentak merupakan sub-indikator dari jenis kekerasan psikologis yang paling sering ditunjukkan oleh 3 film Indonesia anak diatas, yang mendapat total frekuensi 51 kali, kemudian diikuti oleh indikator menyumpah sebanyak 29 kali, sub-indikator merendahkan atau menghina dan memerintah masing-masing sebanyak 22 kali, sub-indikator mengancam dan melecehkan masing-masing sebanyak 15 kali, sub-indikator memata-matai sebanyak 8 kali, dan sub-indikator yang paling jarang ditunjukkan adalah sub-indikator menguntit sebanyak 3 kali. Selain dijelaskan melalui tabel 4.5, tiap sub-indikator juga dijelaskan melalui persentase pada grafik 4.9 :

(33)

70

Universitas Kristen Petra

Grafik 4.9. Persentase total tiap sub-indikator jenis kekerasan psikologis

Sumber : Olahan Peneliti

Grafik 4.9 menunjukkan persentase tiap-tiap sub-indikator pada jenis kekerasan psikologis. Sub-indikator membentak merupakan sub-indikator yang mendapat persentase terbesar, yaitu 31 persen, yang artinya sub-indikator yang sering ditunjukkan dalam 3 film Indonesia anak di atas karena setiap sub-indikator menyumpah, mengancam, merendahkan/menghina, memerintah, melecehkan selalu mengandung nada-nada tinggi yang dapat dikatakan membentak sehingga membentak mendapat persentase paling tinggi. Ketiga film yang diteliti mengandung banyak kekerasan membentak yang dapat memberikan dampak buruk pada anak-anak. Anak-anak dapat menjadi lebih kasar dalam berbicara karena meniru perkataan-perkataan di dalam film yang penuh dengan bentakan. Anak-anak dapat saja berpersepsi bahwa perkataan dengan membentak itu sudah menjadi hal yang biasa dalam berbicara baik dengan sesama anak-anak ataupun dengan orang dewasa atau orang tua.

(34)

71

Universitas Kristen Petra

4.4. Interpretasi Data

Dalam penelitian ini, menggunakan 3 film layar lebar yaitu Meraih Mimpi, Obama Anak Menteng dan Lima Elang. Film Meraih Mimpi, Obama Anak Menteng dan Lima Elang merupakan film cerita panjang (Feature-Length Films), yaitu film dengan durasi lebih dari 60 menit pada umumnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini (Effendy, 2002, p. 11). Film Meraih Mimpi memiliki durasi 78 menit, Obama Anak Menteng memiliki durasi 96 menit, sedangkan film Lima Elang memiliki durasi 87 menit. Ketiga film tersebut sesuai dengan kriteria film cerita panjang dan ketiga film ini tergolong film teatrikal yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung-gedung pertunjukkan atau bioskop (cinema). Film ini dibuat secara mekanik (Effendi, 2003, p. 201).

Dari hasil dan temuan data, ditemukan bahwa jenis-jenis kekerasan yang terdapat dalam 3 film Indonesia anak, yaitu Meraih Mimpi, Obama Anak Menteng dan Lima Elang adalah kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan finansial dam kekerasan relasional sesuai dengan teori kekerasan yang dikemukakan Santoso (Santoso, 2002, p. 11). Dari banyaknya jenis kekerasan yang ada, terdapat jenis kekerasan yang sering ditunjukkan atau jenis kekerasan yang dominan dibanding jenis kekerasan yang lain. Jenis kekerasan yang dominan tersebut dari keseluruhan film adalah kekerasan psikologis yaitu dengan mendapatkan persentase sebesar 63 persen. Berdasarkan data yang diperoleh, film-film Indonesia untuk anak-anak dengan sutradara yang berbeda, setting yang berbeda dan cerita yang berbeda lebih mengacu pada hal-hal atau masalah-masalah yang berhubungan dengan psikologis penontonnya yaitu anak-anak. Sedangkan jenis kekerasan yang paling jarang ditunjukkan dalam ketiga film tersebut yaitu jenis kekerasan finansial, karena masalah finansial atau hal yang berhubungan dengan materi bukan merupakan permasalahan anak-anak, melainkan permasalahan orang dewasa maka dari itu dalam film-film untuk anak jarang ditemukan kekerasan finansial. Walaupun ditemukan kekerasan finansial dan kekerasan seksual di dalam film, hanya mendapat persentase paling kecil dibanding jenis kekerasan lainnya.

(35)

72

Universitas Kristen Petra

Jika dilihat secara rinci, kekerasan psikologis memiliki beberapa sub-indikator, diantaranya adalah membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan/menghina, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai (Santoso, 2002, p. 11). Dari beberapa sub-indikator tersebut, sub-indikator yang sering ditunjukkan dalam keseluruhan film adalah sub-indikator membentak yang mendapat perolehan persentase sebesar 31 persen. Hal ini berarti bahwa sub-indikator membentak merupakan sub-sub-indikator yang mendominasi dalam 3 film ini. sedangkan sub-indikator yang jarang ditunjukkan adalah sub-indikator menguntit dengan mendapat persentase sebesar 2 persen. Adanya hasil tersebut, dapat diketahui bahwa film-film layar lebar dengan kategori anak, dibuat untuk anak-anak dan sebagian besar diperankan oleh anak-anak ternyata juga mengandung kekerasan yang di dominasi kekerasan psikologis dan yang berikutnya kekerasan fisik. Sedangkan jenis kekerasan yang jarang ditunjukkan dari keseluruhan film adalah jenis kekerasan finansial tetapi di dalam film Meraih Mimpi peneliti menemukan kekerasan finansial dalam bentuk korupsi. Peneliti tidak memasukkan dalam lembar koding karena keterbatasan teori kekerasan Santoso.

Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan berbagai cara, contoh memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan/senjata, menganiaya, membunuh. Kekerasan psikologis merupakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban, contoh dengan cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah, menguntit, dan memata-matai. Kekerasan seksual merupakan tindakan yang mengarah pada desakan seksual, seperti menyentuh, meraba, mencium, ucapan pelecehan seksual, memaksa berhubungan seks. Kekerasan finansial diantaranya mencuri uang korban, menahan atau tidak memberi pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya. Sedangkan kekerasan relasional merupakan kekerasan yang berakibat negatif pada hubungan antar personal atau hubungan sosial di tengah masyarakat, seperti menggunjingkan, mempermalukan, menggencet (bullying), memusuhi, melalaikan tanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan diri

(36)

73

Universitas Kristen Petra

sendiri (Santoso, 2002, p. 11). Dalam ketiga film, kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan psikologis dan cenderung menampilkan komunikasi verbal seperti membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan/menghina, memerintah, melecehkan yang digunakan sebagai sub-indikator. Dari beberapa sub-indikator tersebut, jenis kekerasan membentak yang paling dominan. Reaksi-reaksi emosional seperti membentak atau marah, menanggapi orang lain dengan kasar dan perilaku agresif lain yang diobservasi oleh anak dalam sebuah tayangan cenderung disimpan anak dalam bentuk cognitive form dan waktu anak berada dalam situasi yang sama, cognitive form tersebut akan aktif mempengaruhi anak untuk memberikan reaksi emosional yang sama (Gunarsa, 2004, p. 182).

Pada tahun 2006, Etsa Dwiningrum, mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya, melakukan penelitian mengenai kekerasan yang terdapat dalam film kartun Tom and Jerry. Film kartun Tom and Jerry merupakan film kartun buatan MGM Hollywood pada tahun 1940. Temuannya menunjukkan bahwa film kartun Tom and Jerry merupakan film yang mengandung kekerasan. Jenis kekerasan yang terdapat dalam film Tom and Jerry antara lain jenis kekerasan fisik, kekerasan terbuka, kekerasan tertutup, kekerasan agresif, kekerasan defensif, dan kekerasan kolektif. Jenis kekerasan yang dominan dalam film Tom and Jerry adalah jenis kekerasan terbuka. Jenis kekerasan terbuka adalah jenis kekerasan yang dapat dilihat secara langsung, seperti perkelahian (http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_8194.html).

Pada tahun 2007, Fransisca Mariantje, mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya, melakukan penelitian mengenai kekerasan yang terdapat dalam film South Park. South Park adalah film animasi Amerika yang disiarkan oleh Comedy Central sejak tahun 1997 di salah satu stasiun televisi Amerika. Temuannya menunjukkan bahwa film South Park merupakan film yang mengandung kekerasan. Jenis kekerasan yang terdapat dalam film South Park antara lain kekerasan verbal, kekerasan fisik dan kekerasan simbolik. Jenis kekerasan yang dominan dalam film South Park adalah kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik merupakan kekerasan yang menggunakan alat, misalnya

(37)

74

Universitas Kristen Petra

batang pohon, tombak, traktor, kursi, pisau sekop dan besi penyetrum (http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_5251.html).

Pada tahun 2012, Rony Gunawan, mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya, melakukan penelitian mengenai kekerasan yang terdapat dalam film animasi pendek. Film animasi pendek yang diteliti adalah film Shaun the sheep, Larva, Oscar’s Oasis, The Owl, Glumpers. Kelima film kartun tersebut ditayangkan di media televise Indonesia dan mengandung kekerasan. Jenis kekerasan yang terdapat di dalam 5 film tersebut antara lain: kekerasan kartun, kekerasan fantasi, kekerasan fisik, melibatkan objek, kebakaran, tersirat, kekerasan verbal. Film Shaun the sheep mengandung kekerasan yang dominasi kekerasan fantasi. Jenis kekerasan fantasi adalah kekerasan yang melibatkan hal-hal fantasi seperti robot, alien, hantu, ciptaan-ciptaan yang lainnya. Film Larva didominasi kekerasan kartun. Jenis kekerasan kartun adalah kekerasan yang tidak ada di dunia nyata dan hanya ada pada kartun, contohnya pada kartun Tom and Jerry, dimana Jerry memukul Tom dan memasukkan Tom ke dalam botol, sehingga tubuh Tom berbentuk seperti botol. Film Oscar’s Oasis dan The Owl mengandung kekerasan yang didominasi kekerasan fisik, dan film Glumpers didominasi oleh kekerasan kartun.

Berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa di dalam film-film animasi untuk anak baik berdurasi panjang maupun berdurasi pendek, sampai film layar lebar Indonesia untuk anakpun dipenuhi kekerasan yang di dominasi kekerasan psikologis. Temuan-temuan tersebut member bukti bahwa anak-anak sekarang dikepung oleh banyak kekerasan melalui media film. Hal ini dapat memberikan dampak yang negatif pada anak bila anak terus diberi tontonan penuh dengan kekerasan. Menurut hasil studi tentang kekerasan di media di Amerika Serikat pada tahun 1995, ditarik 3 kesimpulan menarik. Pertama, tayangan kekerasan meningkatkan perilaku agresif. Kedua, melihat tayangan kekerasan berulang-ulang menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban. Ketiga, tayangan kekerasan dapat menghilangkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa bahwa betapa berbahayanya dunia (Haryatmoko, 2007, p. 124). Film

(38)

75

Universitas Kristen Petra

Meraih Mimpi, Obama Anak Menteng dan Lima Elang menunjukkan berisi banyak kekerasan dan bila film-film tersebut ditonton berulang kali oleh anak, kemungkinan dapat menyebabkan anak menjadi tidak peka kekerasan dan lingkungannya yang mengalami kekerasan, maka akan juga berdampak bagi kehidupan sosial anak. Seharusnya media massa membantu anak masuk dalam kehidupan masyarakat dengan menunjukkan perilaku dan norma dominan kepada mereka, hal ini disebut pembelajaran observasional (Vivian, 2008, p. 484). Justru media massa membuat anak mempelajari perilaku-perilaku menyimpang dari media tersebut dan mempraktekkannya di dunia nyata. Didukung dengan teori yang dikemukakan George Gerbner, ia yang mencemaskan terdapat banyak adegan kekerasan di media maka dari itu ia melakukan penelitian dengan menyusun indeks kekerasan dan menghitung adegan kekerasan di media. Dalam penelitiannya, Gerbner berteori bahwa kekerasan media memberikan efek negatif kepada masyarakatnya, inilah yang disebut “the mean-world syndrome”, yang artinya orang menganggap dunia adalah tempat yang jauh lebih berbahaya dibandingkan yang sebenarnya (Vivian, 2008, p. 494).

Kekerasan sering kali dilekatkan pada efek media, dengan setiap bentuk medium baru menarik kritik bagi kebangkitan perilaku sosial yang tidak diinginkan. Film memiliki konten yang rentan membuat kecemasan publik dan mempunyai efek yang ditimbulkan dari konten kekerasan tersebut (Hartley, 2010, p. 141). Dari temuan-temuan tersebut, dapat diketahui bahwa tontonan untuk anak-anak dipenuhi dengan kekerasan baik dalam film animasi berdurasi panjang, film animasi pendek, bahkan film layar lebar untuk anak pun dipenuhi dengan kekerasan, sehingga anak-anak sedang dikepung oleh tayangan-tayangan kekerasan dan akan menimbulkan efek dari tayangan kekerasan tersebut. Seperti contoh kasus di Manteca, California, dua anak umur 13 tahun memukul ayahnya dengan kayu bakar, lalu menendang dan mencekiknya dengan rantai anjing hingga tewas. Mereka mengaku bahwa dia melihat tindakan itu di film. Contoh lain, kasus di California tahun 1974 dimana dua gadis yang sedang bermain di pantai diperkosa dengan menggunakan botol bir oleh empat remaja. Mereka juga mengaku mendapat ide tersebut dari sebuah film yang mereka tonton empat hari sebelumnya (Vivian, 2008, p. 485).

(39)

76

Universitas Kristen Petra

Tayangan-tayangan kekerasan dapat berpengaruh negatif terhadap seorang anak. Teori-teori perkembangan psikologis mengasumsikan bahwa anak-anak tidak mampu atau tidak bisa mengatasi kekerasan di media (Burton, 2007, p. 374). Maka dari itu anak-anak merupakan sasaran empuk bagi media. Hal ini terjadi karena anak cenderung meniru berbagai perilaku agresif yang diobservasinya atau dilihatnya. Peniruan ini berlangsung secara spontan dan umumnya tanpa sadar, tanpa pemahaman yang lebih mendalam dan baik-buruknya perilaku yang ditiru. Seperti halnya yang dikemukakan Gunter (1994) dalam bukunya Burton bahwa menonton tayangan kekerasan melahirkan peniruan atas perilaku tersebut yang disebut imitation dan menonton kekerasan khalayak menjadi keras, memikirkan kekerasan atau bersikap keras yang disebut desensitization (Burton, 2007, p. 368). Berdasarkan hasil temuan data yang didapat, kekerasan yang paling dominan ditampilkan dalam film layar lebar Indonesia adalah psikologis yang dapat berdampak jangka panjang seperti merubah sikap anak menjadi keras, membentuk kepribadian atau pola pikir dan kepercayaan anak sesuai dengan apa yang diobservasinya. Sesuai dengan perkembangan kepribadian, anak melakukan identifikasi dengan tokoh yang sering diobservasinya. Bila anak terlalu banyak mengobservasi perilaku kekerasan di media, maka pengaruh negatif tayangan kekerasan tersebut makin berdampak dalam kepribadiannya. Kecuali melalui identifikasi, anak menyerap nilai-nilai, cara pikir, pola rasa dan pola laku tokoh-tokoh tersebut. Bila anak banyak menonton perilaku kekerasan dengan cara pikir para tokoh yang negatif, maka anak melakukan proses identifikasi pada pola pikir, pola rasa dan pola laku yang salah. Dibuktikan dalam studi boneka Bobo yang dilakukan oleh Albert Bandura, yang menunjukkan film kekerasan pada anak dan kemudian mengajak anak bermain boneka yang ukurannya besar. Bandura menyimpulkan bahwa anak yang menonton film kekerasan cenderung memukuli boneka itu ketimbang anak lain yang tidak menonton (Vivian, 2008, p. 487).

Selain kekerasan psikologis dan kekerasan fisik yang menerpa anak-anak, peneliti menemukan kekerasan finansial dalam bentuk korupsi yang dapat berakibat buruk untuk anak karena anak sejak dini diajarkan dan diberi contoh korupsi. Tidak menutup kemungkinan korupsi dapat ditiru oleh anak-anak. Di dalam teori belum menyebutkan bahwa korupsi merupakan kekerasan finansial,

(40)

77

Universitas Kristen Petra

sehingga peneliti tidak memasukkan korupsi dalam lembar koding. Temuan ini diharapkan dapat melengkapi keterbatasan teori finansial tersebut karena anak-anak sudah diberi contoh cara korupsi melalui film Meraih Mimpi.

Dalam kesimpulan hasil penelitian, ditemukan adanya kontroversi dalam media yang menciptakan perbedaan antara kekerasan yang ada dalam realitas dan kekerasan virtual atau kekerasan fiksi. Kekerasan virtual atau fiksi apakah sama dan mampu merepresentasikan kekerasan yang ada di realitas sesungguhnya. Peneliti menggunakan kekerasan sosiologis atau kekerasan yang ada di realitas dan tidak menggunakan kekerasan virtual karena kekerasan fiksi atau virtual menjadi berbahaya ketika justru memberi kemungkinan baru yang tidak ada di dunia riil. Kekerasan yang ditunjukkan dalam fiksi bukannya tanpa meninggalkan bekas luka pada pemirsanya atau pembacanya, terutama pada anak bisa meninggalkan traumatisme dan perilaku agresif. Kekerasan yang ada dalam fiksi tersebut dapat dikategorikan sebagai kategori hiperrealistis. Ada kepura-puraan dan simulasi dalam kekerasan tersebut, namun efek bagi penontonnya sama atau bahkan lebih dahsyat daripada pertarungan tinju, karate atau bentuk kontak fisik lainnya. Fiksi mampu memproyeksikan keluar dari yang riil dunia yang mungkin meski tidak ada dalam kenyataan. Biasanya meski jauh dari realitas, fiksi masih memiliki pijakan atau analogi dengan dunia riil. Kekerasan yang ditemukan dalam keseharian menemukan pemenuhan tambahan dan pelengkap di virtual. Lalu berlangsung rasionalisasi dan optimalisasi kekerasan riil melalui pemindahan ke lingkup cyber. Bahkan kekerasan imajiner yang sulit dipercaya atau keterlaluan bisa dipresentasikan dalam layar menjadi suatu tampilan fiksi yang menciptakan ilusi realitas (Haryatmoko, 2007, p. 132).

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Uji Reliabilitas Meraih Mimpi
Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas Obama Anak Menteng
Grafik 4.1. Frekuensi jenis kekerasan film Meraih Mimpi
Grafik 4.2. Persentase jenis kekerasan film Meraih Mimpi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kondisi tersebut, maka jika suatu citra watermark dijadikan citra grayscale, yang hanya mempunyai satu nilai intensitas, maka jika nilai intensitas pada piksel-piksel

Untuk mengetahui keuntungan pemakaian dan penambahan kinetin terhadap mutu cabai segar selama penyimpanan dengan menggunakan jenis kemasan yang berbeda pada

Upaya tambahan pengawasan yang dilakukan oleh Penyewa yaitu dengan mengirimkan surveyor, loading master, serta mewajibkan Pemilik Kapal untuk melakukan pemasangan Vessel

Raya Kalimalang Jati Waringin, Cipinang Melayu, Jakarta Timur, telp..

Observasi ini bertujuan agar mahasiswa dapat secara langsung melihat dan mengamati proses belajar di kelas. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan tersebut, mahasiswa

Adapun yang menjadi jenis-jenis hardness yang digunakan untuk pengukuran kekerasan suatu bahan adalah antara lain Rockwell, Vickers, Brinel, dan Knoop.. Setiap alat ini

Pernyataan Jaro Sami (Jaro Tangtu Kampung Cibeo) menyebutkan kondisi tersebut dengan kata teu endah yaitu kurang bagus ketika seseorang yang menjabat tokoh adat adalah

HONDA FREED PSD th 10 silver mu- lus Rp. Cash Krdt Hub. Alu Alu No.. Bedugul 2 Blok NC No.. Rebo Jaktim Hp. Peta Barat No. 125jt Pemakai Hub. Mazda LCD touchscreen FOpt..