49
PENDIDIKAN PROSES PENGOLAHAN SECARA KIMIA, FISIK DAN BIOLOGIS TERHADAP PENURUNAN KADAR TANIN
DAN ASAM ANARKADAT BUAH SEMUA JAMBU MENTE SEBAGAI BAHAN PAKAN UNGGAS SECARA RAMAH
LINGKUNGAN
By : Dr. Mihrani, S.Pt., MP.
Program Studi Penyuluhan Peternakan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Jl. Poros Malino KM 7 Bontomarannu Gowa Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstract
This research study aims to find out how much lower levels of tannins through the process of pressing, NaOH soaking and steaming in order to obtain raw materials such as flour pseudo cashew fruit to proceed to the next study the fermentation. Their conclusion that the nutritional value, protein, amino acid composition, metabolic energy and protein digestibility of artificial fruit cashew (Anacardium occidentale L.) can be improved by the process of fermentation using Aspergillus niger fungus.
Besides anti-nutrient elements, namely tannins and acids anakardat may also be reduced or eliminated. Tannins false cashew fruit can be eliminated up to 100 percent through the fermentation process while anakardat acid in the fruit can be eliminated false cashew to 90.26 percent by the fermentation process in the fungus Aspergillus niger application.
Keywords: processing, chemical, physical, biological, cashew
Abstrak
Pendidikan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar penurunan kadar tanin melalui proses pengepresan, perendaman NaOH, dan pengukusan agar diperoleh bahan baku berupa tepung buah semu jambu mete untuk dilanjutkan ke penelitian berikutnya yaitu fermentasi. Kesimpulan yang diperoleh bahwa nilai gizi, kandungan protein, komposisi asam amino, energi metabolis dan daya cerna protein dari buah semu jambu mete (Anacardium Occidentale L.) dapat ditingkatkan dengan proses fermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger. Selain itu unsur-unsur anti nutrien yaitu tanin dan asam anakardat dapat pula diturunkan atau dieliminir. Tanin buah semu jambu mete dapat dieliminasi hingga 100 persen melalui proses fermentasi sedangkan asam anakardat pada buah semu jambu mete dapat dieliminasi hingga 90,26 persen dengan proses fermentasi pada aplikasi kapang Aspergillus niger.
Kata kunci : Pengolahan,kimia,fisik,biologis,jambu mete
50
I.Pendahuluan
Keberhasilan usaha peternakan dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama makanan, di samping bibit dan tata laksana. Ransum berkualitas tinggi merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi untuk optimasi produksi ternak, khususnya ayam broiler. Usaha pemeliharaan ayam broiler dari tahun ke tahun terus meningkat, demikian pula dengan tuntutan akan bahan-bahan pakannya. Konsekuensi logis atas hal tersebut mengakibatkan nilai input bahan-bahan pakan meningkat.
Pemanfaatan limbah pertanian atau industri yang masih belum mempunyai nilai ekonomis, berlimpah, dan mengandung gizi relatif baik bahkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan adalah tindakan bijaksana. Salah satu yang dimaksud yaitu penanganan limbah jambu mete. Jambu mete dikenal merupakan tanaman yang diarahkan ke industri pertanian, selain juga sebagai tanaman produk sampingan oleh para petani dalam skala usaha relatif kecil. Tanaman bersangkutan hidup subur dan dapat bertumbuh-kembang di daerah tropis. Hal menarik dari budidaya tanaman tersebut menyangkut pada keberadaan biji-bijiannya yang dimanfaatkan untuk bahan kacang mete, sedangkan buah semunya yang secara fisik jauh lebih besar justru jarang dijadikan produk niaga bahkan terbuang.
Buah semu jambu mete mengandung komponen nutrien yang cukup lengkap, akan tetapi memiliki faktor pembatas yaitu rasa sepat dan gatal. Rasa sepat dan gatal yang diketahui berasal dari zat tanin dan asam anakardat merupakan unsur-unsur antinutrisi bagi ternak unggas dan dapat mempengaruhi fungsi alat pencernaan terutama pada ayam broiler yang memiliki sifat cepat tumbuh. Tanin pada buah- buahan umumnya termasuk kelompok terhidrolisis sedangkan yang mengandung zat asam relatif sukar mengingat berasal dari komponen kimia kuat. Oleh karena itu, material bersangkutan sebelumnya perlu dilakukan pengolahan secara fisika, kimia dan biologis agar unsur-unsur antinutrien tereliminasi.
Cara pengurangan kandungan air buah semu jambu mete segar melalui pengepresan relatif mudah dilakukan. Penurunan kadar tanin dengan metode pengukusan dianggap efektif, karena adanya perenggangan bentuk materi sehingga terhidrolisisnya sejumlah tanin. Upaya memperkecil kandungan tanin bahan melibatkan penggunaan zat kimia jauh lebih efektif dibandingkan secara fisik, mengingat reaksi hidrolisis terjadi secara langsung, akan tetapi pemakaiannya harus
51 dalam dosis rendah. Metode fermentasi yang merupakan tindak lanjut pemrosesan sudah tentu bertujuan untuk mendapatkan bahan baru yang memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan bahan asalnya. Hal yang diprediksi agak sukar diatasi menyangkut kandungan asam anakardat, mengingat selama ini belum diperoleh informasi yang luas seperti halnya tentang tanin.
Buah semu jambu mete dapat dijadikan substrat bagi pertumbuhan mikroba terutama yang mampu mendegradasikan protein dan serat kasar, mengingat tujuan dilakukannya proses fermentasi agar ikatan kompleks protein, selulosa, dan pati dapat dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana oleh enzim ekstraselular. Dalam proses fermentasi memungkinkan terjadinya penurunan kandungan tanin bahan akibat reaksi kerja enzim produk mikroba tertentu. Adanya perubahan tersebut, maka diharapkan secara proporsional komponen lainnya diantaranya protein dan asam-asam amino, dapat meningkat serta kandungan serat kasar dan kadar taninnya menurun. Permasalahan berapa besar pengaruh proses pengolahan secara kimia, fisik, dan biologis terhadap penurunan kadar tanin dan asam anakardat buah semu jambu mete? Tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan pendidikan tentang pengaruh proses pengolahan buah semu jambu mete sebagai pakan unggas baik secara fisik, kimia atau biologis terhadap penurunan kadar tanin dan asam anakardat secara ramah lingkungan.
II. Bahan dan Metode
Tahap persiapan berupa pengumpulan buah semu jambu mete segar, pembersihan buah semu jambu mete dengan pencucian air ledeng, dilanjutkan dengan pengepresan dan perendaman larutan NaOH serta pengukusan. Penelitian disini adalah pembibitan mikroba dan fermentasi buah semu jambu mete dengan Aspergillus niger. Pada tahap persiapan dolakukan Pengumpulan Buah Semu Jambu
Mete dilanjutkan dengan Pengolahan yaitu Pengepresan, Perendaman NaOH dan Pengukusan. Penelitian dilaksanakan di Kab. Soppeng, Propinsi Sulawesi Selatan pada bulan November 2001 sampai Januari 2002. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah buah semu jambu mete yang diperoleh dari P.T. Bendoro di Kab. Sidrap Makassar, zat-zat kimia diperoleh dari PT. BRATACO Jl. Kelenteng 8 Bandung. Peralatan yang digunakan adalah ember, karung, baskom, timbangan, alat
52
pengepres, kompor, panci, pisau, terpal, air ledeng. Adapun prosedur pelaksanaan meliputi buah semu jambu mete yang masih segar (0 – 1 hari setelah dipetik) dicuci kemudian dipress dengan metode vertikal pressing secara sederhana, setelah itu direndam dalam larutan NaOH 1,25 N selama sepuluh menit lalu dicuci lagi sampai bersih dan dikukus selama lima belas menit serta selanjutnya dijemur (5 – 7 hari).
Setelah kering kemudian digiling menjadi tepung.
Buah Semu Jambu Mete (BSJM)
Dicuci
Press
Direndam dalam larutan NaOH (10 menit)
Dicuci
Dikukus (15 menit) Dijemur (5-7 hari)
Digiling
Tepung Buah Semu Jambu Mete
Gambar 1. Proses pembuatan tepung buah semu jambu mete
Peubah yang diukur
Peubah yang diamati adalah kadar tanin dan asam anakardat buah semu jambu mete.
53 III. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar penurunan kadar tanin melalui proses pengepresan, perendaman NaOH, dan pengukusan agar diperoleh bahan baku berupa tepung buah semu jambu mete untuk dilanjutkan ke penelitian berikutnya yaitu fermentasi.
Kandungan tanin dan asam anakardat buah semu jambu mete sebelum dan setelah melalui tahap pengolahan yaitu pengepresan, perendaman NaOH dan pengukusan diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar Tanin dan Asam Anakardat Buah semu Jambu Mete Berdasarkan Tahapan Prosessing
Tahap Pengolahan Kandungan Penurunan Kandungan Penurunan
Tanin Tanin Asam anakardat Asam anakardat (%) (%) (%) (%)
Tanpa diolah 8,14 - 2,67 - Diolah melalui :
1. 4,62 43,24 1,90 28,84 2. 2.41 70,39 0,92 65,54
3. 1,38 83,04 0,51 80,90
Total Penurunan - 83,04 - 80,90
Keterangan: 1. Pengepresan
2. Pengepresan + Perendaman NaOH
3. Pengepresan + Perendaman NaOH + Pengukusan
54
Keterangan: 1. Pengepresan
2. Pengepresan + Perendaman NaOH
3. Pengepresan + Perendaman NaOH + Pengukusan
Grafik 2. Kandungan tanin dan asam anakardat buah semu jambu mete melalui proses pengepresan perendaman NaOH dan pengukusan
Kadar tanin buah semu jambu mete 8,14 persen setelah dilakukan pengepresan menjadi 4,62 persen sehingga penurunannya adalah 43,24 persen.
Hal tersebut terjadi mengingat keberadaan tanin yang masuk kelompok terhidrolisis bersifat lebih mudah larut hingga keluar bersama dengan air (Haslam, 1966). Kandungan Asam anakardat buah semu jambu mete dari 2,67 persen setelah dipres menjadi 1,90 persen sehingga penurunannya adalah 28,84 persen. Hal tersebut akibat asam anakardat relatif sukar larut dalam air menurut Merck Index (2001) sehingga penurunannya lebih sedikit dibandingkan dengan kadar tanin.
Proses perendaman NaOH buah semu jambu mete terjadi penurunan kadar tanin sampai 70,39 persen dari 8,14 persen menjadi 2,41 persen. Hal tersebut memberikan suatu pengertian bahwa keberadaan ion Na+ dalam larutan alkali dapat mengikat senyawa tanin. Begitu juga kandungan asam anakardat dari 2,67 persen menjadi 0,92 persen sehingga penurunannya adalah 65,54 persen.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
segar 1 2 3
8.14
4.62
2.41
1.38
2.67 1.9
0.92 0.51
persen
Tanin As.anakardat
55 Proses pengukusan buah semu jambu mete dari 8,18 persen menjadi 1,38 persen sehingga penurunan kadar taninnya adalah 83,04 persen. Penurunan kadar tanin pada proses pengukusan terjadi adanya perombakan struktur dinding sel mengakibatkan perenggangan ikatan antara tanin dengan dinding sel yang mengakibatkan tanin lebih mudah terdegredasi dan terurai. Selain itu terjadi pula perenggangan dan pemecahan struktur antara dinding sel dan menyebabkan permukaan bahan pakan menjadi luas (Agnologi dan Giuliani, 1977).
Kandungan asam anakardat buah semu jambu mete 2,67 persen setelah dikukus menjadi 0,51 persen penurunannya adalah 80,90 persen. Pengurangan asam anakardat pada buah semu jambu mete selama pemanasan disebabkan karena asam anakardat bersifat thermolabile dan adanya proses dekarboksilasi menjadi anakardol yang lebih lunak, kurang korosif dan tidak toksik lagi (Tyman dkk., 1989). Hal serupa dilaporkan Shobha dkk. (1991) bahwa proses pengukusan pada kulit biji jambu mete masih menyimpan 80 persen asam anakardat.
Kadar tanin buah semu jambu mete yang mengalami proses pengepresan, perendaman NaOH dan pengukusan berkurang drastis sampai dengan 83,04 persen. Kandungan asam anakardat buah semu jambu mete yang mengalami proses pengepresan, perendaman NaOH dan pengukusan berkurang sampai dengan 80,90 persen.
3.2. Pengaruh Dosis dan Lama Fermentasi Limbah buah semu Jambu Mete Terhadap Kandungan Protein
Pengaruh dosis inokulum dan lama fermentasi terhadap perubahan kandungan protein tepung limbah buah semu jambu mete fermentasi disajikan pada Tabel 2.
56
Tabel 2. Rataan Kandungan Protein Limbah buah semu Jambu Mete Produk Fermentasi.
Dosis Lama Fermentasi (hari) Rataan W2 W3 W4 W5
……….%………
D1 26,78 28,44 28,31 27,29 27,70a
D2 27,26 26,80 27,68 28,23 27,49a
D3 27,73 28,64 28,79 28,71 28,47b
Rataan 27,26a 27,96a 28,26a 28,07a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda sagat nyata (P >0.01).
Hasil penelitian pengaruh fermentasi terhadap peningkatan kadar protein kasar oleh Aspergillus niger bervariasi antara 26,78 persen sampai 28,79 persen.
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 3) terbukti bahwa perlakuan menimbulkan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap peningkatan kadar protein limbah buah semu jambu mete produk fermentasi. Hasil analisis keragaman faktor tingkat dosis inokulum berpengaruh terhadap peningkatan kandungan protein, sedangkan faktor lama fermentasi tidak berbeda, sehingga tidak terjadi interaksi.
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada dosis inokulum 0,1 persen (D1) tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan dosis inokulum 0,2 persen (D2) namun berbeda sangat nyata (P<0.05) dengan dosis inokulum 0,3 persen (D3). Dosis inokulum 0,3 persen ditemukan kadar protein tertinggi yaitu 28,47 persen, kemudian diikuti oleh dosis inokulum 0,1 persen didapat kandungan protein 27,70 persen, sedangkan dengan dosis 0,2 persen kandungan proteinnya 27,49 persen. Semakin tinggi dosis semakin banyak populasi kapang Aspergillus niger yang pada gilirannya makin banyak misellium terbentuk, sehingga meningkatkan nitrogen total secara proporsional. Hal tersebut terjadi sebagai akibat pada produk fermentasi masih terdapat zat pembatas yaitu asam anakardat. Himejima dan kubo (1991) menegaskan
57 bahwan asam anakardat dapat menekan aktivitas mikroba. Guna mengatasi masalah bersangkutan sudah tentu agar pertumbuhan berlansung normal, maka diperlukan dosis inokum yang lebih tinggi.
Stamford, dkk. (1988), Risfaheri (1992), dan Kompiang (1994) menyatakan bahwa antara besaran dosis 0,2 persen inokulum dengan lama fermentasi 3 – 5 hari terjadi suatu interaksi menandakan kedua faktor tersebut terjadi reaksi saling pengaruh mempengaruhi terhadap perbaikan kualitas produk fermentasi. Berlainan halnya dengan hasil penelitian yaitu terjadinya pencapaian kualitas zat gizi limbah buah semu jambu mete yang lebih baik justru pada penggunaan dosis 0,3 persen, akan tetapi tidak terjadi suatu interaksi dan hanya berbeda diakibatkan oleh faktor dosis inokulum.
Hasil sidik ragam pada faktor lama fermentasi tidak berbeda nyata (P>0.05).
Hal tersebut terbukti dari lama fermentasi 2 hari saja sudah dapat dihasilkan kadar protein tinggi demikian pula seterusnya ditemukan pada lama fermentasi 3, 4, maupun 5 hari. Namun secara visual menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi semakin tinggi kandungan proteinnya. Terjadinya peningkatan kadar protein limbah buah semu jambu mete produk fermentasi yang diakibatkan oleh perlakuan lama fermentasi erat kaitannya dengan waktu yang dapat dipergunakan oleh kapang untuk tumbuh dan berkembangbiak (Halid, 1991). Menurut Tangendjaya (1987) peningkatan protein disumbangkan oleh massa mikroba akibat pertumbuhannya dalam media. Menurut Wang dkk. (1979) bahwa kadar protein media meningkat selama proses fermentasi berlangsung akibat kenaikan jumlah massa sel oleh mikroba kapang. Perbedaan kandungan protein atas lama fermentasi disebabkan adanya taraf pertumbuhan Aspergillus niger dimana ada kapang yang mengalami fase adaptasi, fase pertumbuhan cepat, fase penurunan dan fase kematian. Observasi visual diketahui bahwa pertumbuhan kapang Aspergillus niger ditandai dengan perkembangan miselium terjadi pada substrat. Kapang yang ditanam dalam substrat memerlukan masa adaptasi dalam pertumbuhannya. Fardiaz (1988) menyatakan bahwa adaptasi tersebut diperlukan oleh mikroba guna menyesuaikan diri dengan lingkungan disekelilingnya. Lama fase adaptasi dipengaruhi oleh media dan jumlah spora yang ditambahkan. Hari ke nol fermentasi belum terjadi pembelahan sel oleh
58
kapang. Kapang pada saat tersebut masih menyesuaikan diri dengan kondisi pertumbuhan dan lingkungan untuk persiapan metabolisme.
Keterangan:
D1 = Dosis 0,1 pesen W2 = 2 hari D2 = Dosis 0,2 pesen W3 = 3 hari D3 = Dosis 0,3 pesen W4 = 4 hari W5 = 5 hari
Gambar 3. Kandungan Protein Buah semu Jambu Mete Produk Fermentasi
Menurut Buckle dkk. (1987) pada awal inokulasi mikroorganisme ke dalam medium belum terjadi waktu pembelahan sel. Pembelahan sel baru berlangsung beberapa menit atau jam tergantung spesies, media dan lingkungan. Demikian juga memasuki hari kesatu, belum tampak hifa pada medium, tetapi tidak berarti bahwa pertumbuhan kapang belum terjadi. Saat itu Aspergillus niger sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan dan aktif melakukan metabolisme, ditandai dengan timbulnya uap air pada dinding baki dan penutup medium substrat mulai ditumbuhi oleh miselium berwarna putih, tetapi belum tumbuh secara merata, sebagai hasil dari proses metabolisme kapang. Pertumbuhan miselium pada hari ke dua menyebabkan permukaan medium sudah ditutupi hifa dan pada hari ketiga mulai tampak spora dipermukaan medium dan terlihat sudah mulai merata diselingi pertumbuhan spora berwarna hitam. Berarti kapang terus-menerus tumbuh dan berkembang biak.
25.5 26 26.5 27 27.5 28 28.5 29
W2 W3 W4 W5
persen
Lama Fermentasi
D1 D2 D3
59 Timbulnya spora disebabkan oleh nutrien yang terdapat pada medium sudah mulai berkurang. Spora tersebut terus tumbuh dan berkembang biak. Hari ke 2 sampai hari ke 4 terjadi kenaikan protein yang sangat pesat, karena mikroba berkembang biak dengan cepat yaitu mengalami fase pertumbuhan cepat. Sejak hari ke 4, spora semakin bertambah dan menyebar sampai hari ke 5. Selanjutnya pertumbuhan mikroba mengalami masa perlambatan pada hari ke 5, namun tidak mengalami perbedaan yang nyata, sebagai akibat dari kondisi lingkungan sudah tidak lagi konduksif bagi pertumbuhan mikroba atau beberapa zat makanan yang tersedia sudah mulai berkurang.
Kondisi mikroba selama fermentasi sangat menentukan produksi dan mutu protein sel tunggal yang dihasilkan. Unsur karbon dan nitrogen mutlak diperlukan dalam pertumbuhan mikroba untuk proses pembentukan metabolit seperti enzim dan hormon (Prescott dan Dunn, 1959). Unsur-unsur utama seperti karbon, nitrogen, fosfor dan sulfur dalam pertumbuhan Aspergillus niger juga memerlukan unsur- unsur lain seperti besi, kalsium, tembaga, seng, mangan, magnesium, natrium, kalium. Garam-garam magnesium dan kalsium berfungsi sebagai pengendap senyawa-senyawa kimia yang dapat menganggu pertumbuhan kapang (Pelezar dan Chan, 1981).
Urea merupakan senyawa yang mengandung unsur nitrogen tinggi dan menyokong pertumbuhan pada produksi konidia secara baik. Aspergillus niger mempunyai enzim urease yang mampu mengoksidasi urea menjadi amonium dan karbondioksida. Ion tersebut selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino.
Sintesis enzim-enzim oleh Aspergillus niger memerlukan ketersediaan asam amino yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhannya (Lehninger, 1991). Penurunan urea selama proses fermentasi menunjukkan suatu kepastian bahwa urea sebagai sumber nitrogen penyusun enzim, mengingat sumber nitrogen yang tersedia cepat habis dimanfaatkan untuk sintesa protein.
Meningkatnya kadar protein karena turunnya kadar pati dan kadar lemak ditunjang oleh suburnya pertumbuhan kapang yang mengandung nitrogen cukup tinggi. Selama proses fermentasi mikroba mengeluarkan enzim yang terdiri atas protein dan mikrobanya sendiri merupakan sumber protein sel tunggal. Jadi meningkatnya protein substrat secara proporsional, karena kadar karbohidrat dan
60
lemak berkurang akibat dipergunakan oleh mikroba, sedangkan protein ditahan oleh mikroba dan berubah menjadi protein tunggal.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka ditetapkan untuk perbanyakan material bahan baku buah semu jambu mete produk fermentasi digunakan dosis inokulum 0,3 persen pada lama fermentasi 4 hari mengingat hasilnya terutama kandungan protein tertinggi (28,79 persen).
3.3. Komposisi Kimia Buah semu Jambu Mete tanpa fermentasi dan Produk Fermentasi.
Berdasarkan hasil analisa laboratorium secara deskriftif maka diketahui komposisi kimia buah semu jambu mete melalui proses pengepresan, perendaman NaOH dan pengukusan (BSJM) dan buah semu jambu mete melalui proses pengepresan, perendaman NaOH dan pengukusan serta fermentasi (BSJMF) atas perlakuan dosis inokulum 0,3 (D3) persen pada lama fermentasi 4 hari (W4), kemudian dilakukan analisis terhadap kandungan asam aminonya. Hasil analisis keduanya ditampilkan pada Tabel 13, dan tampak bahwa pengaruh fermentasi oleh kapang Aspergillus niger terjadi perubahan kandungan gizi dan peningkatan kadar asam amino buah semu jambu mete secara drastis.
Tabel 3. Hasil Analisa Proksimat dan Asam Amino Buah semu Jambu Mete tanpa fermentasi dan Produk Fermentasi
Zat makanan BSJM BSJMF Perubahan %
Protein Kasar (%) 14,18 28,79 +103,03 Serat Kasar (%) 9,95 9,87 -0,80 Lemak Kasar (%) 4,79 2,92 -39,04 Calsium (%) 0,05 0,01 -80,00 Phosphor(%) 0,06 0,08 +33,33 Tanin (%) 1,38 0 -100,00 Asam Anakardat (%)* 0,51 0,26 -49,02 Asam-asam Amino
61 Asam amino esensial
Arginin (%) 0,52 0,70 +34,62 Lisin(%) 0,68 0,87 +27,94 Histidin (%) 0,23 0,30 +30,43 Leusin (%) 0,94 1,10 +17,02 Isoleusin (%) 0,64 0,74 +15,63 Valin (%) 0,68 0,93 +36,76 Methionin (%) 0,15 0,31 +106,67 Threonin (%) 0,46 0,64 +39,13 Fenilalanin (%) 0,52 0,69 +32,69 Tirosin (%) 0,26 0,52 +100,00 Asam amino non esensial
Alanin (%) 0,65 0,83 +27,69 Aspartat (%) 1,07 1,33 +24,30 Glutamat (%) 1,21 1,57 +29,75 Glisin (%) 0,57 0,80 +40,35 Serin (%) 0,50 0,66 +32,00
Keterangan : Hasil Analisa Lab. Terpadu IPB, Bogor, 2002 * Hasil Analisa Lab. BALITBIO, Cimanggu, Bogor
Kadar protein buah semu jambu mete fermentasi menunjukkan peningkatan cukup tinggi dari 14,18 persen menjadi 28,79 pesen. Menurut Wang dkk. (1979) kenaikan protein dapat disebabkan oleh adanya kenaikan jumlah massa sel kapang, protein tersebut sumbangan dari tubuh mikroba itu sendiri sebagai akibat adanya pertumbuhan. Peningkatan protein akibat terkonversinya pati dan urea menjadi protein. Aspergillus niger memproduksi enzim pendegredasi pati menjadi glukosa yang unsur karbon dari glukosa berguna dalam proses fermentasi. Karbon bersangkutan adalah sumber zat makanan utama yang diperlukan dalam pertumbuhan kapang (Kompiang dkk., 1995). Sani dkk. (1992) dan Refnita (1990) mengatakan selama berlangsungnya fermentasi disamping meningkatkan protein,
62
kapang Aspergillus niger juga menghasilkan berbagai jenis enzim diantaranya sellulase, phitase, amilase, dan protease.
Peningkatan asam amino paling tinggi terjadi pada asam amino esensial methionin sebesar 106,67 persen. Peningkatan ini karena adanya pertumbuhan kapang yang sangat baik, sedangkan kapang merupakan sumber protein dengan kandungan N dari kapang sekitar 8 persen (Unus Suriawiria, 1986). Asam amino metionin termasuk asam amino yang esensial sama dengan lisin dan biasanya perlu penambahan dengan asam amino sintesis untuk menyusun ransum ayam.
Meningkatnya kandungan metionin akibat pengaruh dari fermentasi sangat membantu dalam menyusun ransum, apalagi kualitas asam amino esensial hasil fermentasi jauh labih baik dari yang tanpa fermentasi.
Keberadaan serat kasar baik pada buah semu jambu mete tanpa fermentasi maupun produk fermentasi ditemukan relatif sama. Serat kasar pada buah semu jambu mete merupakan serat kasar murni yang berasal dari buah bersangkutan, berlainan halnya serat kasar buah semu jambu mete produk fermentasi terjadi sebagai akibat adanya akumulasi pertumbuhan miselia dari Aspergillus niger yang kaya akan serat kasar. Frazier dan Westhoff (1981) menyatakan bahwa Aspergillus niger merupakan kapang yang dapat tumbuh cepat dan menghasilkan beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosinase dan selulase. Buah semu jambu mete mengandung serat kasar dan sewaktu proses fermentasi berlangsung maka enzim selulase bekerja memecah serat kasar. Keberadaan meningkatnya serat kasar sebagai akibat bertumbuh kembangnya miselia disatu pihak dan menurunnya kandungan serat kasar buah semu jambu mete dilain pihak, akhirnya ditemukan keseimbangan kandungan serat kasar antara buah semu jambu mete sebelum dan sesudah fermentasi.
Penurunan kadar lemak pada proses fermentasi buah semu jambu mete menandakan terjadi degradasi lemak selama proses fermentasi. Penyusutan lemak membuktikan bahwa lemak dimanfaatkan oleh mikroba untuk sumber energi (Wagenknecht, 1961). Bahkan menurut Wang dkk. (1979) material lemak terutama asam lemak dipakai sebagai sumber energi bagi pertumbuhan mikroba.
Proses pengepresan, perendaman NaOH, pengukusan dan fermentasi tepung buah semu jambu mete dengan kapang Aspergillus niger dapat menurunkan tanin
63 sebesar 100 persen relatif lebih tinggi dari pada penurunan kadar asam anakardat sebesar (90,26 persen). Hal tersebut akibat adanya perubahan pH yang semula 7,0 menjadi 3,97, mengingat tanin tidak tahan terhadap suasana asam. Menurut Haslam (1966) bahwa asam produk fermentasi dapat menghidrolisis senyawa tanin terutama yang berstruktur polyester menjadi gula atau berhubungan dengan alkohol polihidrat dan asam-asam karboksilatfenol. Pengurangan asam anakardat pada proses fermentasi tidak sepenuhnya dapat berlansung seperti halnya pada tanin. Saat terjadi pertumbuhan dan pengembangan mikroba pada waktu fermentasi tampilan produksi kapang Aspegillus niger tidak menjalani hambatan atas kehadiran asam anakardat.
Berarti dalam proses fermentasi asam anakardat tidak banyak mengalami netralisasi baik oleh kehadiran mikroba maupun dalam kondisi adanya perubahan pH.
Kesimpulan yang diperoleh bahwa nilai gizi, kandungan protein, komposisi asam amino, energi metabolis dan daya cerna protein dari buah semu jambu mete (Anacardium Occidentale L.) sebagai bahan pakan unggas dapat ditingkatkan dengan proses fermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger. Selain itu unsur-unsur anti nutrien yaitu tanin dan asam anakardat dapat pula diturunkan atau dieliminir.
Tanin buah semu jambu mete dapat dieliminasi hingga 100 persen melalui proses fermentasi sedangkan asam anakardat pada buah semu jambu mete dapat dieliminasi hingga 90,26 persen dengan proses fermentasi pada aplikasi kapang Aspergillus niger.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Salam, S., Wiryatun, L., Haryadi, 1992. Protein, Vitamin dan bahan Ikutan Pangan. PAU Pangandan Gizi. UGM.
Achmadi, J. 1988. Serat Kasar, Zat Anti Nutrisi pada Ransum Ayam. Poultry Indonesia. No. 98/Th. IX.
Anderson-Hafermann, J.C., Y. Zhang, C. M. Parsons and T. Hymowitz. 1992. Efect of heating on nutritional quality of conventional and Kunitz Trypsin inhibitor-Free Soy beans. Poultry Sci. 71: 1700-1709.
AOAC, 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. 16th Edition. Association of Official Analitical Chemist, Washinton, D.C.
Appleby, M.C. B.O. Hughes, and H.A.Elson. 1992. Poultry Production Systems.
Redwood Press Ltd, Melkshan
Arbianto, P. 1976. Peranan Mikroba dalam Bahan Makanan. Kelompok Ilmu dan Teknologi Bahan Makanan, ITB, Bandung. 182 – 184.
64
Bangbengaard, P. 1977. Industrial enzymes produced by members of genus Aspergillus. In. J. E. Smith dan J. A. Pateman (Eds). Genetics and Physiology of Aspergillus. Academic Press. New York. P. 393 – 396.
Bechorn, E.J. 1967. Production of Microbial Enzim. Dalam H.J. Peppler. 1967. J.
Microbial Tecnology 5 (4) : 16-19.
Biro Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Brenes, A. R.R. Marquardt, W. Gueenter dan B.A. Rotter. 1993. Effect of enzime supplementation on the nutrional value of raw, autoclaved, and dehulled lupins (Lupinus albus) in chicken diets. Poultry Science. 72: 2281 – 2293.
Buckle, K. A. dkk. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Cahyono, 2001. Jambu Mete Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.
Yogyakarta.
Calabota. D.F., J.A. Cherry, P. B. Siegel. And G.C. harry. 1983. The intestinal flora of the chicken in the period 2 to 6 weeks of age with particular reference to the anaerobic bacteria. Br. Poultry sci. 13: 321-326.
Card, L. E. and Nesheim, 1973. Poultry Production. 11 th Ed. Lea and Febiger.
Philadelphia.
Chalal, D. S. 1985. Solid-State Fermentation With Trichoderma reesei for Cellulase Production. App. Enviroment Microbiol. 49: 205-210.
Chang, S.I., H.L. Fuller. 1964. The effect of tannin content of sorghums on their feeding value fot growing chicks. Poultry Sci. 43: 30-36.
Cullison, E. A. 1978. Feeds and Feeding. Prentice Hall of India Private Limited, New Delhi.
Deddy Muchtadi, 1969. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Kaeamanan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Darana S., 1987. Efisienasi Biologis dan Ekonomis Usaha Peternakan Ayam Ras Jenis Petelur di Daeraha Bogor, Tangerang dan Bekasi. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Darana S., 1995. Penggunaan Sorghum bicolor L. Moench Yang Difermentasi dengan Kapang Rhizopus Oligosporus Dalam Ransum Ayam Broiler.
Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Darwis, AZ., E. Sukara, ED. Amiroenas, M. Syahbana, dan R. Purnawati. 1990.
Produksi Enzim Selulase dan Biomassa untuk Pakan Ternak dari Biokonversi Pod Coklat oleh Trichoderma viride. Labporan Penelitian Laboratorium Bioindustri PAU. Bioteknologi. IPB. Bogor.
Deshpande, S.S., dan Cheryan, M., 1985. Evalution of Vanillin Assays for Tannins Analisis for Dry Beans. J. Food Sci. 50: 905 – 910.
Dirjen Perkebunanan, 2000. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta.
Djarijah, N.M., dan D. Mahedalswara. 1994. Jambu Mete dan Pembudidayaannnya.
Kanisius, Yogyakarta.
Djarir Makfoeld, 1992. Polifenol. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Doeschate, R.A.H.M., C.W. Scheele, V.V.A.M. Schreurs dan J.D. Van Der Klis.
1993. Didestibility studies in broiler chickens: influence of genotype, age, sex and method of determination. British Poultry Sci. 34: 131 – 146.
Doyle, P.T., C. Davendra dan B.R. Pearce. 1986. Rice straw as a feed for ruminant.
IDP, Camberra. P. 54 – 74.
65 Dwiyanto, K., M. Sabrani dan P. Sitorus. 1980. Evaluasi berat karkas dan efisiensi finansil tujuh strain ayam pedaging. Buleten Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. 26: 24 – 29.
Esau, K. 1965. Plant Anatomy. 2nd Ed. John Wiley & Sons, Inc., New York, London and Sydney.
Essary, E.O., L.E. Darson, E.L. Wilsman, and L.E. Holmes, 1965. Influences of Different levels of Fat and Protein in The Diet on Access of Fat Poposition in Fryers. Poultry Sci. 39: 1249.
Evan , D. G., T. L. Goodwin and L.D. Andrew. 1976. Chemical Composition, Carcass Yield and Tenderness of Broiler an Influenced by rearing Method and Genetic starain. Poul. Sci. 55 ; 748.
Fardiaz, S., 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.
Fenney, D.J., 1969. Probit Analysis. Cambridge University Press.
Frazier, W.C. and D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. Fourth Edition. Tata Mc Graw-Hill Publ. Co. Ltd., New Delhi.
Fuller, H. L., S.I. Chang, and D.K. Potter. 1967. Detoxification of dientary tannnic acid by chicks. J. Nutr. 91 : 477 – 481
Gandjar, I. 1983 Perkembangan mikrobiologi dan Bioteknologi di Indonesia.
Mikrobiologi di Indonesia. Dikeluarkan oleh PERHIMI. 422-424.
Griffiths, L. S. lesson., and J.D. Summers. 1977. Fat Deposition in Broiler:
Influence of System of Dietary Energy Evalution and level of Various Fat Soerces on Abdominal fat pad size; Poultry Sci. 56: 1018-1026.
Gupta, R.K., E. Haslan. 1980. Vegetable tannin structure and biosynthesis in:
Proceeding. Symposium on Polyphenols in Cereal and Legumes. 36th Annual Meeting of the Institute of Food Tecnologists. 10-13 June 1979. St.
Louis. Missouri. Available from IDRC. Box 8500. Ottawa.
Haedler, L. G. and Dunverneil. 1970. Note of the possibility of processing fruit of the cashew. French Institut of overseas Fruit Research.
Hamaker. B. R., A.W. Kirleis, E.T. Mertz, and J. D. Axtell. 1986. Effect of cooking the protein profiles and in vitro digestibility of sorghum and maize. J. Agric.
Food Chem. 34 647-649.
Hang, Y. D. D. F. Splittstoessitr, r. E.E. Woodams, dan R. M. Sherman. 1977. Citric Acid Fermentation of Brewery Waste. J. of Food Science 42 (2) : 383 – 388.
Hart. M.A., H.G. Walker Jr., R.P. Graham, P.G. Hanni, A.H. Brown and G.O.
Kohler. 1981. Steam treatment of crop residues for increased ruminant digestibility. I. Effect of process parameter. J. Anim. Sci. 51: 402 – 408.
Haslam. E. 1966. Chemistry of Vegetable Tannins. Academic Press. New York.
Hattab, S.1988. Sisi lain dan Peternakan Broiler. Ayam dan Telur XVIII (23)
Herkelman, K.L., G.L. Cromwell, A.H. Cantor, T. S. Stahly and T.W. Pfeiffer. 1993.
Effects of heat treatment on the nutritional value of conventional and low inhibitor soybeans for chicks. Poultry Science. 72: 1359-1369.
Himejima M. dan Kubo I. 1991. Antibacterial Agents from the cashew Anacardium occidentale (Anacadiaceae) nut Shell Oil. J. Agric. Food Chem. 39: 418 – 421.
Janssen, W. M. M.A. dan B. Carre. 1985. Influence of fibre on digestibility of poultry feeds. In Recent Developments in Poultry Nutrition. D.J.A. Cole and W. Haresign Eds. London. Butterwoths, p. 78 – 93.
66
Jernigan, M.A., and R.D. Miles. 1985. Probiotics in Poultry Nutrition. World’s Poultry Science Journal. 2: 99-105.
Ji L.N., Zhao, X. R., dan Yang, H.Y. 1992. Effects of Trace Elements on Citric Acid Fermentation by Aspergillus niger and Treatment of cane Molasses as Raw Material. J. Industrial Microbiology 22 (2): 16-21.
Komari dan S. Purawisastra. 1985. Pengaruh Perebusan terhadap kadar tanin dalam kedele, kecipir dan lantoro gung. Media Teknologi Pangan. Vol. 1.
No. 2.
Kompiang, I. P. 1994. Cassapro A Promising protein enriched cassava as animal and fish feed. Indonesia Agric. Res Develop J. 16 (4): 57 – 63.
Kubena, L. F., T. C. Chen, J. W. Deaton, and F. N. Reece. 1974. Factor influencing the quality of abdominal fat in broiler. Dietary energy levels. Poult. Sci. 53:
974 – 978.
Kubo, I., S. Komatsu, M. Ochi, 1993. Antitumor Agents from The Cashew (Anacardium occidentale) Apple Juice. J. Agric. Food Chem. 41: 1012 – 1015.
Kubo, I., Kinst hori, I., and Yokogawa, Y. 1994. Journal of Natural Products. 57:
545
Kwanluthay. 1995. Dibayangi Ketergantungan Impor, Kapasitas Industri Pakan Ayam Terus Meningkat. Republika no. 305. 15 Nov. Hal.3.
Lakshmipathi, V., S. Thirumalai, M.R. Vishwanathan dan R. Venkatakrishan. 1990.
Cashew apple-meal as feed chiks. Indian Journal of Poultry Sci. 25:4, 296- 297.
Latshaw, J.D., N. Musharaf dan R. Retrum. 1994. Processing of feather meal to maximize its nutrional value for poultry. Animal feed Sci. and Tech. 47: 179- 188.
Lee. H. and J. D. Garlich. 1992. Effect of overcooked soybean meal on chicken performance and amino acid availability. Poultry Science 71: 499-508.
Lehninger, A. L., 1991. Principle of Biochemistry. And Metabolisme. Elsivier Science Publishing Company Inc. California.
Liener, i. E. 1980. Toxic Constituents of Plant Food Stuffs, in; Food Stuffs, in: Food Science and tecnology. Academic Press. New York and Sydney.
Likuski, H.J.A., and H.G. Dorrell. 1978. A bioassay for Rapid Determinations of Amino Acid Availability Value. Poultry Sci, 57: 1658 – 1660.
Lin, C. Y. 1982. Fetness: A result of selection for fast growth. Poultry International 21: 62-64.
Linder, M . C., 1985. Nutritional Biochemistry and metabolisme. Elsivier Science Publishing Company Inc. California.
Lubis, D.A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan 2. PT. Pembangunan, Jakarta.
Marrison, F.B. 1961. Feed and Feeding. The Morrison Publishing Co.
Martin-Tanguy, J., Guillaume, J. dan Kosso, A., 1977. Condensed Tannin in Horse Bean Seeds: Chemical Structure and Apparent Effect in Poultry. J. Sci Food Agric. 28 : 145 – 152.
Maynard, L. A., J.K. Loosli., H. F. Hintz. And R.G. Warner. 1979. Animal Nutrition. 7 Ed. Tata Mc Graw-Hill Pulishing Co. Ltd., New Delhi.
Merck Index, 2001, The Merck Index of Chemicals and Drugs, An Encyclopedia for the Chemist, Pharmacist, Phisycian and allied Proffession. 6th. Ed Rahway, Merck and Co. N. J. USA.
67 Mirzah. Udju. 1997. Pengaruh Pengolahan Tepung Limbah Udang dengan Tekanan Uap Panas Terhadap Kualitas dan Pemanfaatannya dalam ransum Ayam Broiler. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Moat, A.G. 1979. Microbial Physiology. John Willey and Sons Inc, New York. 16- 22.
Moore, E. dan Lanecker, 1982. Fundamental of Fungi. Rentice hall, Inc., New York.
Muljohardjo, M. 1990. Jambu Mente dan Teknologi Pengolahannya. Liberty, Yoyakarta.
Naronha, C.D. 1977. Raw material for feni: Symposium Alcoholic Berverage Industries, India.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry 8th. Ed. National Academy of Sciences. Washington. D.C.
North, M.O. 1978. Commercial Chicken Production Manual Third Ed. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut.
Noy Y. dan D. Sklan., 1995. Digestion and Absorption in the Young Chick. Poultry.
Sc. 74: 366 – 373.
Oh, H.I. dan Hoff, J.E., 1986. Effect Condensed Grape Tannin on the Invitro Activity of Digestive Protease and Activation of their Zymogen. J. Food Sci.
53: 577 – 580.
Okwolegu, T.N. dan Mackay, E.J. 1969. Cashew nut moisture realtion, J. Sci. Food Agric 20:697-702.
Olentine. G.C., 1999. Watt Poultry Statistical Yearbook . Poultry International. Vol.
38. No. 9.
Papadopoulos, M.C., A.R. El Boushy and E.H. Ketelaars. 1985. Effect of Different Processing Conditions on Amino Acid Digestibility of Feather Meal Determined by Chicken Assay. Poultry Sci. 64: 1729 – 1741.
Parson, C. M., L.M. Potter and B.A. Bliss. 1982. True metabolizable energy corrected to nitrogen equilibrium. Poultry Sci. 61: 2241-2246.
Parson, C. M., K. Hashimoto, K. J. Wedelind, Y. Han and D.H. Baker. 1992. Effect of Overprocessing on Availability of Amino Acid and Energy in Soybean Meal. Poultry Sci. 71: 133 n- 140.
Pelezar, M.J., R.D. Reid and E. S. C. Chan. 1981. Microbiology 4th Ed. Tata Mc.
Graw-Hill Publ. Co. Ltd. New Delhi.
Peppler, J. H. 1973. Yeast Technology. The AVI Publ. Co. Inc. Westport, Connecticut.
Piliang, W. G. dan S.A.H. Djojosoebagio. 1990. Fisiologi Nutrisi Volume I depdikbud. Dikti PAU Ilmu Hayat. IPB. Bogor pp 213, 234.
Pillay P.P., 1935. On Anacardic Acid Part I. Anacardic Acid and Tetrahydroancardic Acid. J. Indian Chem. Soc. 12:226-231.
Poesponegoro, M. 1975. Makanan Hasil Fermentasi. Laporan Ceramah Ilmiah.
Lembaga Kimia Nasional. LIPI. Bandung. 2 : 1- 9.
Pomeroy, R. W. 1955. Live-Weight Growth, in Progress in the Physiology of Farm Animals, Edited by John Hammond. Vol 2 Butterworths Scientific Publication. London.
Prescott, S. C., S.G. Dunn. 1959 Industrial Microbiology. Mc Graw Hill Book Company. Inc. Third Edition. New York. Toronto. London.
68
Price, M. L., L. G. Butler, J.C. Rogler, and W. R. Featherston. 1979. Overcoming the nutritinally harmful effects of tannin in sorghum grain by treatment with inexpensive chemicals. J. Agric. Food Chem. 27: 44 –445.
Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pangan dan Gizi Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.
Raimbault, M. dan Alazard. 1980. Culture methode to study Fungal Growth in Solid state Fermentation. European J. Applied Microbiology and Biotechnology.
9; 199 – 209.
Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition in Tropics. Vikas Publishing House Pvt. Ltd., India.
Rao, M.S. 1977. Wine Technology. Symposium Alkoholic beverages industries, India Rasyaf, M. 1992. Pengelolalaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisus,
Yokyakarta.
Reed, G and H. J. Peppler. 1973. Yeast Technology. The AVI Publ. Co. Inc, Westport, Connecticut. 97-99.
Rehm, H.J. and G. Reed. 1981. Biotecnology. Vol 1 Microbial Fundamentals.
Verlaghchemie GMbh. Weinheim. 221-254
Risfaheri, 1992. Kajian Proses Biokonversi Buah semu Jambu Mente sebagai Pakan Ternak Melalui Fermentasi Substrat Padat. Tesis Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Roer, M. A., Habison dan C.P. Kubicek. 1981. Regulation of citric acid production in Aspergillus niger. In M. Moo-Young dan C.W. Robbinson. Advances in Biotechnology: Fermentation Products.
Rusdi, D. Udju. 1992. Fermentasi Konsentrat Campuran Bungkil Biji Kapok dan Onggok serta Implikasi Effeknya Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler.
Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Saono, S. 1976. Pemanfaatan Jasad renik dalam Pengolahan Hasil Sampinan atau Sisa-sisa Produksi Pertanian. Dalam Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 22 (4). 6-15.
Saragih, Y. P., dan Y. Haryadi, 1994. Mete, Budidaya jambu mete, Pengupasan Glondong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Satiawihardja, B. 1984. Fermentasi media Padat dan Manfaatnya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Say. Ralph. R., 1992. Manual of Poultry Production in the Tropics. The Technical Centre for Agricultural and Rural Co. Oporation.
Schaible, P.J. 1970. Poultry Feed Nutrition. The Avi Puslishing Inc., Westport, Connecticut, California.
Scott, M. L., M.C. Neisheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed, Pubhlished M. L.Scott and Associates, Ithaca New York.
Senez, J.C. 1979. Solid Fermentation on Starchy Substrat. The Use of of Organic Residues on The Rural Communuities. The United Nation University. 127- 137.
Shahkhalili, Y., Finut, P.A., Hurrel, R. dan Fern, E., 1990. Effects of Foods Rich in Polyphenols on Nitrogen Exretio in Rats. J. Nutr. 120 : 346 – 352.
Shang Shyng Yang. 1987. Protein Enrichment of Sweet Potato Residue with Amylolytic Yeast by Silid Fermentation. Biotecnology and Bioengineering of Extracellular Phytase. Appl. Microbial.
69 Shin T. H. 1988. The effect of yeast culture in Swine and poultry rations. College of Agriculture Sung Kyun Kwan University Suwon. Republic of Korea. P. 440- 746.
Shobha, S. V., B. Ravidranath, 1991. Supercritical Carbondioxide and Solvent Extraction of The Phenolic Lipids of Cashew Nut (Anacardium occidentale) Shells. J. Agric. Food Chem. 39: 2214-2217.
Shurtleff, W., dan Aoyagi, A. 1979. The Book of Tempeh. Profesional Edition.
Harper and Row, Publishing, New York Hagerstown, San Francisco, London, A. New Age Foods Study Center Book. 145-196.
Sibbald, I.R. 1980. Metabolizable energy evaluation of poultry diets. In: Recent Advances in Animal Nutrition. W. Haresign and D. Lewis Eds. London, Butterworth.
Sibbald, I.R., P.M. Morse. 1983a. Effects of the nitrogen correction and of feed intake on true metabolizable energy value. Poultry Sci. 62 : 138 – 142.
Sihombing, D.T.H.dan S. Simamora. 1979. Penelitian Bungkil Biji kapok Untuk Makanan Ternak Babi. Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pembangunan Peternakan. LPP-BPP. Deptan : 45 – 55.
Sinurat, A.P., I.A.K. Bintang, T. Murtisari, T. Pasaribu, T. Purwadaria dan T. Hartati.
1998. Nilai Gizi Bungkil Kelapa Terfermentasi dalam Ransum Itik Petelur dengan Kadar Fosfor yang berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 3(1);
15-21.
Siregar, A.P., M. Sabrani dan P. Suroprawiro. 1982. Teknik beternak Ayam Ras di Indonesia. Cetakan kedua. Margie Group. Jakarta. 11 – 13.
Smith, O.B. dan A.A. Adegbola. 1982. Evalution of Cacao Pods as Affect Ingridient for Ruminant in Nigeria. FAO. Pod and Health Paper, Rome.
Sklan, d. and S. Hurwitz. 1980. Protein digestion and absorption in young chick and turkey. Journal Nutrition. 110: 139 – 144.
Soares, J. H. Jr., and R.R. Kifer. 1971. Evaluation of protein quality based on residual amino acid of the illeal contents of chick. Poultry Sci. 50: 41-46.
Soehadji. 1993. Pokok-pokok Acuan Pembangunan Peternakan PJP II, Kebijaksanaan Repelita IV dan RAPBN Sub Sektor Peternakan. Dalam Ayam dan Telur no. 94. 7 – 13.
Soehadji. 1995. Bioteknologi Peternakan. Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan. Departemen Pertanian dan Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Ciawi. Hal: 71-79.
Soeharsono. 1976. Respon Broiler terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan.
Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Somes, r. G. and M. Wiedenhefft. 1982. Cooked and organoleptic charecteristics of scaleless broiler chicken. Poult. Sci. 61 : 221 – 225.
Son, J. H., D. Ragland, O. Adeola. 2002. Quantification of digesta flow into the caeca. Brit. Poult. Sci. 43 : 322 – 324.
Stamford, T.L.M.,R. Vieira, N.B. Guerra, R.B. de Medeiros dan M.L. Cavalcante.
1988. Protein enrichment of cashew wastes for animal feeds. Food and Nutrition Bulletin. 10: 1, 61 – 64.
Stanbury P. F., and Withaker. 1984. Principle of Fermentation Technology.
Pergamon Press, New York. 216-223.
70
Steal, R. G., J.H. Torrie, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik, Alihbahasa, S.Bambang. Ed. 2, Cet. 2. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Supriati, S. Rosmini, T. Haryati. T. Purwadaria dan I. P. Kompiang., 1995.
Fermentasi Ampas Sagu (Metroxylon Sp)dengan Aspergillus niger, Prosiding. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.
Supriyadi, 1993. Perbaikan Metode Pembuatan Manisan Kering Buah Jambu mete.
Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Suriawiria, U., 1986. Pengantar Mikrobiologi umum. Angkasa, bandung.
Thanh, N.C and J. S. Wu. 1976. Treatment of Tapioca Starch Weste walter by Torulla Yeast. J. Aplied. Sci. Research Corporation of Thailand. 27: 283-290.
Tilman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke dua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Titus, H. W. and J. C. Fritz. 1971. The Scientific Feeding of Chicken. 5th Ed. The Interstate Publisher Inc. Danvile, Illnois. USA.
Tyman, J.H. P., Johnson, R. A., Muir, M., Rokhgar, R., 1989. The Extraction of Natural Cashew nut Shell Liquid from the Cashew nut (Anacardium occidentale). J. Am. Oil Chem. Soc. 68 : 553 – 557.
Van Soest, P. J. 1979. Symposium on Factor Influencing Voluntary Inteke of Herbage by Ruminant: Voluntary Intake in Relation to Chemical Composition and Digestibility. J. Anim. Sci. 24 : 834.
Vohra, P. H., F.H. Kratzeer dan M.A. Joslyn., 1966. The Growth Depressing and Toxing Effects of Tannin to Chicks. Poultry Science. 45 : 135 – 144.
Wahju J., 1994. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahyuni, S. 1995. Biokonversi Dedak Padi oleh Kapang Aspergillus ficuum sebagai Upaya Menurunkan Kadar Fitat dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Ayam Petelur. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wang, D.I.C., C.L. Cooney., A.L. Demein. 1979. Fermentation and Enzymes Technology. John and Sons, New York.
Wibowo, 1990. Teknologi Fermentasi. PAU Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wibraham, A. C., and M.S. Matta. 1992. Introduction to Organic and Biological Chemistry. Diterjemahkan oleh Suminar Achmadi. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit ITB, Bandung. 431-438.
Wilson, B. J. 1980. Growth in Bird for Meat Production. Dalam B.J. Wilson and T.
L. J. Lawrence, Ed. Growth in Animals. Butterworths, London-Boston.
Winer. B.J. 1971. Statistical Principles in Experimental Design. Scond Ed.
International Student Edition. McGraw-Hill, Kogakusha. Ltd., Tokyo, Auckland, Dusseldorf, Johannesburg, Londonh, Mexico, New Delhi, Panama, Singapore, Sydney.
Winter, A.R. and E.M. Funk. 1960. Poultry Science and Practise. J. B. Lippincott Company, Chichago, Philandelphia, New York. 121 – 175.
Winterhalter, P., 1991. In Volatile Compounds in Food and Beverage Fruit IV. New York. 389-409.
Wiradisastra, M.D.H. 1986. Efektivitas Keseimbangan Energi dan Asam Amino, dan Efisiensi Absorpsi dalam Memenuhi Persyaratan Kecepatan Tumbuh Ayam Broiler. Disertasi. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
71 Yamagima, Y.; K. Ohashi; Y. Sakamoto; S. Hirakawa dan T. Kamikawa, 1987.
Synthesis of Anacardic Acid and Ginkgoic Acid. Tetrahedron. 43 (15): 3387- 3394.