• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intan Izzati Dwiputri, Gatot Soepriyanto Binus University, Jln. Kebon Jeruk Raya No. 9, Jakarta Barat 11480, ,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Intan Izzati Dwiputri, Gatot Soepriyanto Binus University, Jln. Kebon Jeruk Raya No. 9, Jakarta Barat 11480, ,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PENGUNGKAPAN ETIKA DAN UNSUR GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KEMUNGKINAN

KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN

(STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)

Intan Izzati Dwiputri, Gatot Soepriyanto

Binus University, Jln. Kebon Jeruk Raya No. 9, Jakarta Barat 11480, +628510954585, intanizzati@hotmail.com

ABSTRACT

This study aims to analyze the ethics disclosure to the financial statements to the firms indicated of fraudulent financial statement. There are other variables that are related to Good Corporate Governance (GCG) such as an independent audit committee, independent directors, managerial ownership, EPS and the reputation of the external auditor as a control variable. Samples of the study were based on the manufacturing companies listed in the Indonesian Stock Exchange in 2010 and 2011 where rules for ethical disclosure is still voluntary. Furthermore, the samples were categorized into 2 group based on Beneish M Score calculation are 52 non-fraud firms and 54 fraud firms. Using binary logistic regression method, the study finds that ethical disclosure, independent audit committee and the external auditor's reputation does not affect the likelihood of fraudulent financial reporting. While independent directors, managerial ownership and EPS affect the possibility of fraudulent financial reporting. The study also documents that voluntary ethical disclosures in Indonesian firm are low and there is no difference in the extent of disclosure between fraud firm and non fraud firm.

Keywords: Ethics disclosure, fraudulent financial reporting, fraud.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengungkapan etika terhadap indikasi kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Terdapat variabel lain yang terkait Good Corporate Governance (GCG) yaitu komite audit independen, komisaris independen, kepemilikan manajerial, EPS dan reputasi KAP sebagai variabel pengendali. Penelitian dilakukan terhadap industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 dan 2011. Objek penelitian dikategorikan menjadi 2 berdasarkan perhitungan Beneish M Score menjadi 52 perusahaan non fraud dan 54 perusahaan fraud. Tahun penelitian digunakan sebelum adanya peraturan BAPEPAM terkait pengungkapan etika, guna mengkaji suasana sukarela terkait pengungkapan etika. Metode penelitian menggunakan regresi binary logistic dan hasil penelitian ini menemukan bahwa pengungkapan etika, komite audit independen dan reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

Sedangkan komisaris independen, kepemilikan manajerial dan EPS mempengaruhi kemungkinan perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini menemukan

(2)

bahwa pengungkapan etika sukarela di perusahaan Indonesia masih rendah dan tidak terdapat perbedaan luas pengungkapan etika antara perusahaan fraud dan non fraud.

Kata Kunci: Pengungkapan etika, kecurangan laporan keuangan, fraud.

PENDAHULUAN

Selama tahun 2011 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menunjukkan kinerja yang positif yakni dicerminkan dengan menguat 13.22 poin atau 0.35%. Mencapai titik tertinggi di 4,193.44 pada 1 Agustus 2011 dan berada di level terendah di 3,269.45 pada 4 Oktober 2011 (kontan.co.id). Hal ini mengindikasikan kepercayaan investor pada perekonomian Indonesia yang cenderung membaik.

Tingkat kepercayaan investor tersebut merupakan tanda positif yang mencerminkan bahwa perekonomian Indonesia bergerak ke arah positif dan stabil, hal ini memberikan tanda bahwa investor mempercayai kinerja emiten yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan gambaran kinerja perusahaan yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Namun sayangnya tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kasus kecurangan laporan keuangan perusahaan untuk menutupi kondisi perusahaan yang sesungguhnya sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan investor.

Kecurangan dalam bentuk rekayasa laporan keuangan bukan menjadi hal yang baru lagi di dunia perekonomian. Berawal sejak tahun 2001, kasus skandal akuntansi terbesar di dunia tepatnya di Amerika, perusahaan Enron dan WorldCom menimbulkan krisis dan kerugian di berbagai belahan dunia. Enron Corporation melakukan tindak kecurangan dengan menyembunyikan hutang perusahaan dan melebih- lebihkan keuntungan perusahaan sebesar 1 miliar US dollar. Dalam kasus WorldCom, perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan dengan cara memindahkan akun beban ke akun modal sehingga dengan kapitalisasi biaya ini akan menaikkan pendapatan dan laba.

Kecurangan laporan keuangan terjadi tidak hanya di Amerika tetapi juga di berbagai negara. Pada tahun 2003 di Jepang, perusahaan Kanebo International melakukan penipuan akuntansi dengan mencatat keuntungan palsu sebesar $2 miliar selama lima tahun, Satyam Computer Services di India melakukan kecurangan laporan keuangan dengan merekayasa 95% saldo bank sebesar 50.4 miliar rupee, atau $1.04 miliar dollar yang sebenarnya tidak pernah ada, selain itu perusahaan telah membukukan laba sebesar 32.4 miliar rupee lebih besar 20% dari posisi sebenarnya yaitu hanya 27 miliar rupee. Di Indonesia, PT Kimia Farma tahun 2001 melakukan rekayasa laporan keuangan menggelembungkan laba 24.7% menjadi sebesar Rp 132.2 miliar dari seharusnya sebesar Rp 99.56 miliar, hal ini terjadi karena persediaan yang lebih saji sebesar Rp 31.1 miliar dan penjualan sebesar Rp 10.7 miliar. Berbagai kasus ini menjadi bukti bahwa kecurangan laporan keuangan menjadi permasalahan yang marak di belahan manapun di dunia.

Pada umumnya kecurangan laporan keuangan dilakukan untuk menutupi kondisi perusahaan yang sebenarnya. Hal ini akan menimbulkan kerugian bagi para investor dalam menentukan keputusan ekonomi. Jika hal ini terjadi secara kolektif, maka akan menimbulkan risiko krisis ekonomi yang akan berdampak pada berbagai negara di dunia. Menyadari besarnya risiko ekonomi yang dapat ditimbulkan, maka pemerintah melalui badan regulasi telah mengeluarkan peraturan dan pengawasan untuk meminimalisasi kemungkinan kecurangan laporan keuangan salah satunya dengan Peraturan Nomor X.K.6 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang penyampaian laporan tahunan termasuk pengungkapan wajib maupun sukarela bagi emiten atau perusahaan publik.

Salah satu dari pengungkapan yang dimaksud adalah pengungkapan kode etik pada suatu perusahaan yang dimaksudkan untuk memberikan informasi bagaimana perusahaan menerapkan nilai-nilai yang dianut dalam menjalankan perusahaan.

Kode etik perusahaan memiliki peran penting untuk menumbuhkan dan mendorong semua pihak dalam perusahaan tanpa terkecuali untuk senantiasa berlaku jujur dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan aktifitas perusahaan. Kode etik ini dapat menjadi acuan bertindak entitas semua elemen yang terdapat dalam perusahaan. Bersama penguatan pengendalian internal maka keberadaan kode etik akan mengurangkan kecenderungan melakukan kecurangan laporan keuangan.

Untuk mengantisipasi kejadian skandal akuntansi serupa, pada tahun 2002 Senat Amerika Serikat menerbitkan Sarbanes Oxley Act (SOX), khususnya bagian 406, yang mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan implementasi, perubahan, dan ruang lingkup kode etik bagi seluruh karyawan. Indonesia mengadaptasi SOX 406 melalui Peraturan Nomor X.K.6 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012, hal ini menjadi menarik untuk melihat pengungkapan etika di Indonesia dalam mencegah kecurangan laporan keuangan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Persons (2010) yang meneliti tentang kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Objek penelitian ini adalah 222 perusahaan (111 perusahaan

(3)

yang melakukan kecurangan dan 111 perusahaan yang tidak melakukan kecurangan) yang terdaftar di NASDAQ, New York Stock Exchange (NYSE) dan AMEX. Variabel penelitian ini adalah pengungkapan etika sukarela, anggota independen dalam komite audit, masa jabatan komite audit, keterlibatan direktorat dalam komite audit, pemisahaan fungsi CEO dan komisaris, dan EPS. Dari penelitian tersebut, terdapat tiga hasil diantaranya adalah pertama, sebesar 11,7% pada perusahaan yang melakukan kecurangan dan 19,8% pada perusahaan non kecurangan yang memiliki pengungkapan etika sukarela pada laporan tahunan keuangan. Kedua, luas pengungkapan etika sukarela pada perusahaan kecurangan lebih rendah dibandingkan perusahaan non kecurangan. Ketiga, pengungkapan etika berhubungan negatif dengan kemungkinan kecurangan laporan keuangan berdasarkan analisis regresi logit dengan lima variabel kontrol.

Perbedaan penelitian ini adalah adanya penghapusan variabel yaitu keterlibatan direktorat dan masa jabatan komite audit karena minimnya informasi yang menyatakan adanya dualitas jabatan direktorat dan masa jabatan komite audit pada laporan keuangan. Variabel lain yang tidak diikutsertakan adalah pemisahan fungsi CEO dan komisaris karena Indonesia menganut sistem dibedakannya tugas direktur dan komisaris sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan variabel. Variabel tersebut diganti dengan variabel komisaris independen, kepemilikan manajerial dan reputasi KAP. Selain itu, penelitian ini fokus kepada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010 dan 2011 karena manufaktur merupakan industri terbesar di Indonesia. Tahun 2010 dan 2011 dijadikan sebagai objek penelitian karena merupakan tahun sebelum diberlakukannya peraturan pengungkapan etika yakni Peraturan BAPEPAM No Kep- 431/BL/2012. Penelitian ini ingin mengkaji situasi dimana sebelum ada penekanan terhadap penyajian informasi terkait pengungkapan etika.

Penelitian mengenai kecenderungan kecurangan laporan keuangan dan pengungkapan etika masih sangat minim di Indonesia, sehingga hal ini menjadi menarik untuk diteliti untuk mengetahui apakah investor Indonesia dapat menilai kemungkinan kecurangan laporan keuangan dengan memperhatikan informasi tertentu pada laporan keuangan perusahaan (khususnya pada bagian Tata Kelola Perusahaan) terutama mengenai pengungkapan kode etik dan variabel independen lain dalam penelitian ini yang terkait dengan Good Corporate Governance (GCG) diantaranya jumlah anggota independen dalam komite audit, jumlah anggota independen dalam dewan komisaris, kepemilikan manajerial, EPS dan reputasi KAP.

HIPOTESIS

Perusahaan yang menjalankan dan mengungkapkan informasi tentang kode etik perusahaannya akan cenderung memiliki tingkat kecurangan yang rendah. Persons (2010) telah mengkategorikan beberapa aspek penting yang ada dalam pengungkapan etika suatu perusahaan. Aspek tersebut terdiri dari 18 aspek yang dirangkum dari perusahaan publik di Amerika Serikat. Perusahaan yang melakukan kecurangan cenderung mengungkapkan informasi etika tidak secara lengkap. Sedangkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan, cenderung akan memberikan informasi etika secara transparan kepada publik.

Hal ini sejalan dengan penelitian Persons (2010) yang menemukan bahwa pengungkapan etika sukarela memiliki hubungan negatif terhadap indikasi kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Pengungkapan etika sukarela diharapkan dapat membantu investor dalam pengambilan keputusan.

Ha1 : Pengungkapan etika berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

Jika sebuah perusahaan memiliki komite audit dalam pelaksanaannya, maka perusahaan tersebut cenderung memiliki tingkat kecurangan yang rendah. Komite audit akan bekerja secara efektif mengawasi pembuatan laporan keuangan oleh manajemen dan memantau pengendalian internal perusahaan.

Pengendalian internal yang ketat mengindikasikan bahwa perusahaan telah mematuhi peraturan yang berlaku. Tiscini dan Donato (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit dalam perusahaan akan mencegah manajer dalam melakukan kecurangan. Dalam penelitiannya, D’Onza dan Lamboglia (2011) menyatakan bahwa adanya komite audit mengurangi kemungkinan kecurangan. Bertambahnya jumlah anggota audit independen akan cenderung memberikan kinerja yang positif sehingga meminimalisir indikasi kemungkinan kecurangan laporan keuangan perusahaan. Dalam penelitiannya, Abbot (2002) menemukan bahwa komite audit yang independen berhubungan negatif dengan indikasi adanya kecurangan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Klein (2002), Dechow et al. (2004), dan Uzun et al.

(2004).

Ha2 : Komite audit independen berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

(4)

Jaggi & Tsui (2007) menemukan bahwa tingginya proporsi anggota independen dalam dewan komisaris perusahaan memiliki hubungan positif antara perdagangan pihak dalam perusahaaan dan manajemen laba. Adanya perdagangan pihak dalam dan manajemen laba yang agresif menjurus kepada kecurangan laporan keuangan. Jadi, tingginya proporsi anggota independen dalam dewan komisaris menekan tindakan kecurangan perusahaan.

Hasil penelitian Beasley (1996) menunjukkan adanya hubungan antara proporsi dewan komisaris dengan kecurangan pelaporan keuangan. Perusahaan yang melakukan kecurangan memiliki memiliki persentase dewan komisaris eksternal yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Uzun et al. (2004) yang menyatakan bahwa perusahaaan yang tidak melakukan kecurangan memiliki persentase komisaris luar dan independen yang tinggi dibandingkan perusahaan yang melakukan kecurangan.

Ha3 : Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

Kepemilikan saham manajerial yang lebih tinggi dapat dilihat sebagai mekanisme untuk membatasi perilaku oportunistik dan adanya kecurangan diperkirakan akan berhubungan negatif dengan kepemilikan saham manajerial. Dalam penelitiannya, Owen Jackson et al. (2009) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap indikasi kecurangan laporan keuangan. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial akan menekan indikasi kecurangan laporan keuangan perusahaan.

Ha4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

EPS merupakan salah satu indikator profitabilitas perusahaan. Semakin besar EPS menandakan semakin besar keuntungan yang terdapat pada saham yang beredar. Dalam penelitian Pearsons (2010) terdapat hubungan negatif antara EPS sebelum kecurangan tahun pertama dengan kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Hal ini dikarenakan kinerja yang buruk akan memberikan motif kepada manajemen untuk melakukan kecurangan karena hal ini akan merugikan keamanan pekerjaan mereka dan kompensasi yang diterima manajemen. Sehingga perusahaan yang memiliki tingkat EPS stabil tinggi akan cenderung kecil kemungkinan untuk terindikasi kecurangan laporan keuangan.

Ha5 : EPS berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

Untuk mendapatkan hasil yang kredibilitas tinggi, perusahaan akan lebih memilih Kantor Akuntan Publik (KAP) yang baik. Dalam penelitian ini, reputasi KAP diproksikan dari besarnya KAP, yakni apakah KAP merupakan The Big Four atau non-The Big Four. Kantor Akuntan Publik besar yang memiliki reputasi yang baik akan cenderung memiliki kemampuan spesialisasi dan inovasi melalui teknologi sehingga memungkinkan untuk menemukan kecurangan dalam perusahaan (De Angelo, 1981 dalam Wardhani, 2009). Dengan sumber daya yang cukup, maka auditor dapat mendeteksi dan mengoreksi kesalahan pada laporan keuangan.

Dalam penelitiannya, Farber (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan memiliki presentase KAP The Big Four yang lebih kecil. Namun hasil penelitian Dechow et al.(2004) menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang melakukan kecurangan dengan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan dalam hal reputasi KAP yang diproksikan dengan KAP The Big Four dengan non-The Big Four.

Ha6 : Reputasi kantor akuntan publik berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan menggunakan time series. Data diperoleh dengan cara mengunduh laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan sumber yang mendukung lainnya. Penelitian ini menggunakan objek penelitian 106 perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2011, yang memenuhi kriteria berdasarkan purposive sampling. Kriteria tersebut diantaranya hanya mengikutsertakan perusahaaan yang menggunakan mata uang rupiah pada laporan keuangannya, mempublikasikan laporan tahunan dan laporan yang telah diaudit yang memiliki tanggal tutup buku 31 Desember, dan diindikasikan melakukan kecurangan dua tahun berturut-turut.

(5)

Metode yang digunakan untuk mengkategorikan perusahaan fraud dan non fraud adalah Beneish M Score Model. Metode ini adalah metode untuk mengukur tinggi-rendahnya kemungkinan perusahaan melakukan manipulasi pada pendapatannya (Beneish, 2012). Jika Benesih M-Score lebih besar dari -2.22 (yaitu kurang dari negatif) mengindikasikan bahwa laporan keuangan telah dimanipulasi.Sebaliknya, jika nilai M Score perusahaan < -2.22, maka perusahaan tersebut tidak diindikasikan melakukan manipulasi pada pendapatannya.

Berikut adalah rumus Beneish M Score:

M-Score = -4.84 + 0.920 DSRI + 0.528 GMI + 0.404 AQI + 0.892 SGI + 0.115 DEPI - 0.172 SGAI - 0.327 LVGI + 4.697 TATA

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh variabel etika, komite audit independen, komisaris independen, kepemilikan manajerial, EPS dan reputasi KAP terhadap kemungkinan kecurangan menggunakan bantuan program statistik SPSS 21.0 dengan menggunakan dua metode antara lain:

1. Analisis Statistik Deskriptif 2. Regresi Logistik

a. Penilaian keseluruhan model b. Pengujian kelayakan model regresi c. Pengujian koefisien determinasi d. Pengujian hipotesis

Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

FRAUD = α + β1ETHICS + β2INDAUD+ β3INDCOMM + β4MAN + β5EPS+ β6REPAUD + ε Keterangan:

FRAUD : Dinilai dari hasil formulasi Beneish M Score Model.

Perusahaan yang memiliki M-Score >-2,2 diindikasikan melakukan kecurangan (1) dan M-Score < -2,2 diindikasikan tidak melakukan kecurangan (0).

α : Konstanta

ETHICS : Jumlah indeks pengungkapan etika sukarela berdasarkan jurnal Persons (2010) INDAUD : Persentase komite audit independen

INDCOMM : Persentase komisaris independen MAN : Persentase kepemilikan manajerial

EPS : Jumlah laba per saham tahun fiskal berjalan

REPAUD : Reputasi KAP (The Big Four atau non- The Big Four)

ε : Error

HASIL DAN BAHASAN

Statistik Deskriptif

Hasil pengolahan data analisis deskriptif statistik variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan SPSS 21.0 dan hasil pengujian statistik deskriptif untuk variabel rasio (ETHICS, INDAUD, INDCOMM, MAN, dan EPS) disajikan pada Tabel 4.1 sedangkan untuk variabel nominal (REPAUD) dan kecurangan (FRAUD) dijelaskan dengan frequency table.

Tabel 1 Deskripsi Data Kecurangan FRAUD

Frequency Percent

0 52 49.1

1 54 50.9

Total 106 100

Catatan:

0 = Non Fraud (Perusahaan yang tidak diindikasikan melakukan kecurangan

(6)

1 = Fraud (Perusahaan yang diindikasikan melakukan kecurangan

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat 52 perusahaan atau sebesar 49.1% data observasi merupakan perusahaan yang tidak diindikasikan melakukan kecurangan. Sedangkan terdapat 54 peusahaan atau 50.9% dari data observasi yang diindikasikan melakukan kecurangan pada laporan keuangannya. Pengkategorian antara dua sampel perusahaan ini signifikan berbeda setelah dilakukan uji independen t-test sebagai berikut:

Tabel 2 Hasil Uji T-test Kecurangan FRAUD

Fraud Category Mean t Sig.

Fraud /1 -2.874

-4.996 0.000 Non Fraud /0 -0.819

Berikut adalah hasil pengujian statistik deskriptif untuk variabel independen:

Tabel 3 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Ordinal dan Rasio Variabel Fraud/Non

Fraud Mean Std. Deviation Minimum Maximum

ETHICS FRAUD 1.35 2.020 0 7

NON FRAUD 1.135 2.086 0 7

INDAUD FRAUD 0.588 0.372 0 1

NON FRAUD 0.638 0.369 0 1

INDCOMM FRAUD 0.340 0.114 0 0.5

NON FRAUD 0.452 0.176 0.25 1

MAN FRAUD 0.006 0.027 0 0.184

NON FRAUD 0.409 0.080 0 0.268

EPS FRAUD 4.591 2.094 0 8.390

NON FRAUD 2.771 1.883 0 6.303

ETHICS (Etika), INDAUD, (Persentase Komite Audit Independen), INDCOMM (Persentase Komisaris Independen), EPS (Earning Per Share), dan REPAUD (Reputasi KAP berdasarkan The Big Four atau bukan).

Tabel 4 Deskripsi Data Ukuran KAP

Catatan:

0 = Diaudit oleh The Big Four 1= Diaudit oleh non The Big Four

Dari tabel 3 dan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa variabel etika memiliki rata-rata yang rendah yaitu pada perusahaan fraud 1.35 dan non fraud 1.135 dari nilai maksimum 7. Kemudian variabel komite

Fraud Non Fraud Total

Frequency Percent Frequency Percent Frequency Percent

0 24 44.4 8 32,4 32 30.2

1 30 55.6 44 67,6 74 69.8

Total 54 100 52 100 106 100

(7)

audit independen menunjukkan rata-rata yang tergolong tinggi yaitu 0.588 pada perusahaan fraud dan 0.638 pada perusahaan non fraud. Pada variabel komisaris independen dapat dilihat bahwa perusahaan fraud memiliki komisaris independen yang lebih rendah yaitu rata-rata 0.340 dibandingkan perusahaan non fraud yaitu 0.452. Hal ini setipe pada variabel kepemilikan manajerial, perusahaan fraud memiliki rata-rata kepemilikan manajerial yang rendah yaitu 0.006 jauh dibandingkan dengan rata-rata pada perusahaan non fraud yaitu 0.409. Selanjutnya variabel EPS dapat dilihat bahwa rata-rata perusahaan fraud memiliki tingkat EPS yang tinggi yaitu 4.591 sedangkan pada perusahaan non fraud sebesar 2.771.

Variabel reputasi KAP dapat dilihat bahwa mayoritas data observasi yaitu sebanyak 74 perusahaan atau 69.8% menggunakan jasa audit KAP non The Big Four.

Uji Hipotesis

Berikut adalah hasil pengujian hipotesis menggunakan uji regresi logistik:

Tabel 5 Hasil Pengujian Regresi Logistik

Variabel Koefisien Sig. Pengaruh

ETHICS -0.63 0,675 Tidak Signifikan

INDAUD 0.284 0,735 Tidak Signifikan

INDCOMM -9.957 0,000* Signifikan

MAN -14.288 0,038* Signifikan

EPS 0.693 0,000* Signifikan

REPAUD 0.620 0,331 Tidak Signifikan

Constant 1.271

*) Tingkat signifikansi : 0,05 (5%)

ETHICS (Etika), INDAUD, (Persentase Komite Audit Independen), INDCOMM (Persentase Komisaris Independen), EPS (Earning Per Share), dan REPAUD (Reputasi KAP berdasarkan The Big Four atau bukan).

Berdasarkan hasil regresi, pengungkapan etika tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Hal ini didukung oleh hasil pengujian t-test yang tidak signifikan dan rata-rata pada kedua kategori perusahaan yang hanya berbeda tipis. Mengacu pada teori sinyal, perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan cara mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara mengurangi asimetri informasi ialah dengan memberikan sinyal kepada pihak luar yang dapat berupa informasi keuangan (Nuswandari, 2009). Berdasarkan data lapangan, ketika perusahaan dalam situasi yang buruk (sedang berbuat curang atau mengalami kesulitan keuangan), perusahaan Indonesia cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi (untuk mengaburkan kenyataan yang ada). Perusahaan dalam situasi yang buruk berusaha untuk menutup-nutupi informasi yang buruk dengan memberikan informasi yang berlebihan agar mereka terlihat baik. Perusahaan yang berkualitas tinggi lebih menyukai sumber dana dari eksternal atau internal dibandingkan penerbitan saham baru (Nuswandari, 2009). Sehingga, perusahaan ingin memberikan sinyal kepada pihak luar bahwa perusahaan tampak baik dan dapat dipercaya, agar pihak luar terus berinvestasi kepada perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Persons (2010).

Komite audit independen membantu fungsi dari dewan komisaris dalam melakukan pengawasan atas kinerja perusahaan terkait penyajian dan pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan hasil regresi, variabel komite audit independen menunjukkan koefisien positif sebesar 0.284 dengan tingkat signifikansi 0.735 lebih besar dari 0.05. Nilai signifikansi tersebut menunjukkan bahwa variabel komite audit independen tidak berpengaruh terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

Mengacu pada hasil statistik deskriptif, nilai rata rata komite audit independen pada perusahaan fraud adalah 0.588 sedangkan pada perusahaan non fraud 0.638. Perbedaan yang terjadi dapat dikatakan tidak cukup signifikan karena t-test menunjukkan signifikansi 0.491. Penolakan hipotesis ini dikarenakan keberadaan komite audit independen mungkin belum berkontribusi untuk menghindari indikasi kecurangan laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena komite audit tidak dibentuk dengan kesadaran sukarela oleh perusahaan dalam upaya meningkatkan tata kelola internal perusahaan yang baik, tetapi

(8)

dikarenakan adanya ketentuan undang-undang yang mengharuskan adanya komite audit dalam perusahaan. Sehingga menyebabkan kurang efektifnya komite audit yang independen dalam perusahaan (Abdullah dan Nasir, 2004). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan D’Onza dan Lamboglia (2011), Klein (2002), Dechow et al. (2004), dan Uzun et al. (2004) yang menyatakan bahwa besarnya persentase komite audit independen mengurangi kemungkinan kecurangan.

Variabel komisaris independen menunjukkan koefisien negatif sebesar -9.957 dengan tingkat signifikansi 0.000 lebih kecil dari 0.05. Tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0.05 menandakan bahwa adanya hubungan signifikan antara proporsi komisaris independen dengan kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Sehingga komisaris independen mempengaruhi kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Semakin besar proporsi komisaris independen menandakan bahwa keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan lebih banyak dari komisaris tidak independen. Adanya pengawasan yang objektif dari komisaris, dapat memperkecil peluang manajemen untuk melakukan kecurangan. Lebih lanjut dapat dilihat bahwa rata-rata komisaris independen pada perusahaan fraud sebesar 0.340 lebih kecil dibandingkan pada perusahaan non fraud yakni sebesar 0.452. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Beasley (1996) dan Uzun et al (2004) yang menemukan bahwa komisaris independen memiliki hubungan negatif dengan kecurangan.

Variabel kepemilikan manajerial menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -14.288 dengan nilai signifikansi sebesar 0.038. Hal ini berarti variabel kepemilikan manajerial menunjukkan arah negatif terhadap indikasi kecurangan laporan keuangan. Nilai signifikansi dari hasil regresi sebesar 0.038 dibawah signifikansi 5%, maka disimpulkan bahwa variabel kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap indikasi kecurangan laporan keuangan. Semakin besar persentase kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan akan meminimalisasi perbedaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Sehingga manajemen cenderung akan menjalankan perusahaan untuk menyejahterakan kepentingan pemegang saham. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Owen Jackson et al (2009).

Variabel EPS menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0.693 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000. Hal ini berarti variabel EPS menunjukkan arah positif terhadap indikasi kecurangan laporan keuangan. Nilai signifikansi dari hasil regresi sebesar 0.000 dibawah signifikansi 5%, maka disimpulkan bahwa variabel EPS berpengaruh signifikan terhadap indikasi kecurangan laporan keuangan. EPS merupakan cerminan kinerja manajemen dalam menjalankan perusahaan. Semakin besar EPS maka akan semakin baik kinerja perusahaan tersebut sehingga hal ini memberikan tekanan kepada manajemen untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kinerja baik tersebut. Namun mungkin saja manajemen melakukan cara-cara yang tidak baik untuk mempertahankan kinerja ini yaitu dengan cara melakukan kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Persons (2010) yang menyatakan EPS berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

Variabel reputasi KAP menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0.620 dengan nilai signifikansi sebesar 0.331. Hal ini berarti variabel reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap indikasi kecurangan laporan keuangan. Hal ini dapat disebabkan mayoritas perusahaan menggunakan jasa KAP non The Big Four dalam mengaudit laporan keuangannya. Sehingga reputasi KAP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan yang dicapai pada penelitian ini adalah komisaris independen, kepemilikan manajerial dan EPS memberikan pengaruh terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Semakin besar proporsi komisaris independen pada suatu perusahaan, akan memberikan pengawasan yang objektif terhadap manajemen sehingga menekan kemungkinan kecurangan. Kemudian semakin besar proporsi saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan menekan kemungkinan kecurangan. Hal ini akan meminimalisasi perbedaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Sehingga manajemen akan menjalankan perusahaan untuk memberikan kesejahteraan untuk pemegang saham. Selanjutnya EPS yang tinggi cenderung mengindikasikan perusahaan tersebut melakukan kecurangan. Tingkat EPS yang tinggi akan menekan manajemen untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja baiknya tersebut.

Sedangkan variabel etika, komite audit independen dan reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Hasil statistik deskriptif terkait etika menunjukkan bahwa rendahnya pengungkapan etika secara sukarela pada perusahaan Indonesia dan tidak ada perbedaan signifikan dalam hal pengungkapan etika antara perusahaan fraud dan non fraud.

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini diantaranya untuk perusahaan manufaktur, agar meningkatkan proporsi komisaris independen sehingga meningkatkan pengawasan yang objektif terhadap

(9)

manajemen dan dapat menekan kecurangan. Selanjutnya perusahaan manufaktur agar menerapkan pengungkapan informasi yang ada pada laporan tahunan mereka sehingga investor dapat menilai kondisi perusahaan sesungguhnya dalam membuat keputusan ekonomi.

REFERENSI

Abbott Lawrence J, Young Park, Susan Parker. (2002). The Effects of Audit Committee Activity and Independence on Corporate Fraud. Managerial Finance: Vol. 26, Iss. 11; pg. 55-68.

Abdullah, S, N., & Nasir, N, M. (2004). Accrual management and the independence of the boards of directors and audit committees. IIUM Journal of Economics and Management 12, no. 1.

BAPEPAM LK. (2012). Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-431/BL/2012.

Beasley, M. S. (1996). An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. Accounting Review, 443-465.

Beneish, M.D. (2012). http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1998387 diakses tanggal 19 Maret 2013.

D’Onza, Giuseppe., Lamboglia, Rita. (2011). Internal Audit and Corporate Governance Conference 2012.

Dechow, P., Ge, W., & Schrand, C. (2004). Understanding earnings quality: A review of the proxies, their determinants and their consequences. Journal of Accounting and Economics, 50(2), 344-401.

Di Donato, R. T. F. (2004). The Relation Between Accounting Frauds and Corporate Governance Systems: An Analysis of Recent Scandals.

Farber, D. B. (2005). Restoring Trust After Fraud: Does Corporate Governance Matter?. The Accounting Review, 80(2), 539-561.

Jaggi, B., & Tsui, J. (2007). Insider Trading, Earnings Management and Corporate Governance:

Empirical Evidence Based on Hong Kong Firms. Journal of International Financial Management &

Accounting, 18(3), 192-222.

Karina, Sandra. (2011). Pertumbuhan Industri Manufaktur Bisa Terkoreksi.

http://economy.okezone.com/read/2011/12/16/320/543418/large–diakses tanggal 18 April 2013.

Klein. (2002). Audit Committee, Board of Director Characteristics, and Earnings Management. Journal of Accounting & Economics. Vol. 33, Iss. 3; p. 375.

Megasari, Dyah. (2011). IHSG Ditutup Naik 3,2% Selama Tahun 2011.

http://investasi.kontan.co.id/news/ihsg-ditutup-naik-32-selama-tahun-2011 Diakses tanggal 5 April 2013.

Nuswandari, Cahyani. (2009). Pengungkapan Pelaporan Keuangan dalam Perspektif Signalling Theory.

Kajian Akuntansi, 48-57. ISSN: 1979-4886.

Owens-Jackson, L. A., Robinson, D., & Shelton, S. W. (2009). The Association Between Audit Committee Characteristics, the Contracting Process and Fraudulent Financial Reporting. American Journal of Business, 24(1), 57-66. American Journal of Business. Vol. 24, Iss. 1; pg. 57, 9 pgs.

Persons, O. (2010). Could Investors Use Voluntary Ethics Disclosure to Access the Likelihood of Fraudulent Financial Reporting?. International Journal of Disclosure and Governance Vol 7, 2, 153-166.

Uzun, H., Szewczyk, S. H., & Varma, R. (2004). Board Composition and Corporate Fraud. Financial Analysts Journal, 33-43.

Wardhani, Ratna. (2009). Faktor-Faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis.

RIWAYAT PENULIS

Intan Izzati Dwiputri lahir di kota Jakarta pada 11 Oktober 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi peminatan Auditing pada tahun 2013. Pada Juni 2013 penulis telah bekerja sebagai Associate Compliance pada PT Dipo Star Finance.

Referensi

Dokumen terkait

Data penyelidikan tanah dapat diambil melalui data sekunder pada studi perencanaan terdahulu, namun untuk beberapa lokasi yang diperlukan

Nilai rata-rata kemampuan menulis pantun dengan menggunakan model pembelajaran TPS (Think Phair Share) siswa kelas X SMA N 1 Bayang Utara Kabupaten Pesisir Selatan dilihat

Pemberian Scaffolding dalam Pemecahan Masalah Soal Cerita pada Pokok Bahasan Persamaan Linear Satu Variabel (Plsv) Di Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Program

Berdasarkan hasil penelitian, animasi 2D media pembelajaran ini membuat siswa lebih cepat mengerti dalam memahami materi organ tubuh manusia yang biasanya

Indeks Jaccard pada assosiasi Daun Sang dengan semai vegetasi

Hasil penelitian ini hendaknya dijadikan pegangan oleh pemerintah, akademisi maupun produsen bahan bangunan untuk dapat memanfatkan bahan bangunan pengganti hasil penelitian

Untuk skenario jumlah cluster yang digunakan sebanyak 5, dapat dilihat bahwa penjumlahan nilai s terbesar diperoleh ketika pengclusteran dilakukan dengan menggunakan

Iklan yang akan digunakan sebagai bahan analisis utama dalam tulisan ini adalah iklan politik di media sosial melalui platform Youtube yaitu Sarjana Kerja Kerja Kerja 5 yang