• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Teresia Martina Dewi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Teresia Martina Dewi"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN SCAFFOLDING DALAM PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN LINEAR SATU

VARIABEL (PLSV) DI KELAS VII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Teresia Martina Dewi 131414037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PEMBERIAN SCAFFOLDING DALAM PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN LINEAR SATU

VARIABEL (PLSV) DI KELAS VII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Teresia Martina Dewi 131414037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iv

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Filipi 4: 6)

Dengan penuh rasa syukur, saya persembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah memberikan berkat yang luar biasa lewat orang-orang terkasih di sekelilingku dalam perjuangan selama menempuh kuliah di Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma hingga pada tahap menyelesaikan skripsi ini. Ayahku Basilius Agung Jiyono, Ibuku Agnes Jinarwi, Mbak Chris, Kak Lory, Mas Widodo, Budhe Pahami, Pakdhe Sujono, Mbak Ari,

(4)

vii ABSTRAK

Teresia Martina Dewi. 2018. Pemberian Scaffolding dalam Pemecahan Masalah Soal Cerita pada Pokok Bahasan Persamaan Linear Satu Variabel (Plsv) Di Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya siswa kelas VII di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita terutama pada materi Persamaan Linear Satu Variabel. Kesulitan yang dialami siswa ini apabila dibiarkan dapat menghambat kelancaran proses penyerapan materi ke tingkat yang lebih lanjut khususnya pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan masalah tersebut peneliti memilih scaffolding sebagai upaya untuk membantu siswa dalam proses pemecahan masalah soal cerita persamaan linear satu variabel. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini ialah pertama, untuk mengetahui jenis-jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam pemecahan masalah soal cerita pada pokok bahasan bahasan Persamaan Linear Satu Variabel, yang kedua, mengetahui pemberian scaffolding yang sesuai untuk membantu siswa dalam pemecahan masalah soal cerita pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, sedangkan berdasarkan teknik pembahasannya termasuk dalam penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data menggunakan: 1) Observasi, 2) Tes, dan 3) Wawancara. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dengan langkah-langkah reduksi data, penyejian data, dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan analisis diperoleh hasil penelitian diperoleh beberapa kesalahan siswa dalam pemecahan masalah soal cerita Persamaan Linear Satu Variabel sebagai berikut: 1) Memahami masalah (menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal); 2) Transformasi masalah (membuat model matematika dan menentukan variabel); 3) Ketrampilan proses (mengoperasikan model matematika); 4) Penulisan jawaban (menarik kesimpulan). Sehingga dilakukan pemberian scaffolding yang disesuaikan dengan letak kesulitan siswa. Pemberian

scaffolding dalam pemecahan masalah soal cerita pokok bahasan persamaan linear

satu variabel pada tahap pemahaman masalah yaitu Explaining dan Restructuring, pada tahap transformasi masalah yaitu Reviewing, Restructuring, dan Developing

Conceptual Thinking. Sedangkan scaffolding yang diberikan pada tahap

ketrampilan proses yaitu Restructuring dan Reviewing. Selanjutnya scaffolding yang diberikan pada tahap penulisan jawaban ialah Developing Conceptual

Thinking.

(5)

viii ABSTRACT

Teresia Martina Dewi. 2018. The Provision of Scaffolding in The Problem Solving of Story Matter on The Subjects of Linear Equations of One Variabel (PLSV) in Seventh Grade Junior High School Stella Duce 2 Yogyakarta. A Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research triggered by the high number of students in seventh grade junior high school Stella Duce 2 Yogyakarta that had difficulties in doing the word problems in the matter of Linear Equations of One Variable .The difficulties experienced students when be left could hinder the smooth process of absorption matter to the more advanced particularly in the math .Based on the issue researchers choose scaffolding as an effort to to help students in the process problem solving about story of linear equations one variabel .Next , the purpose of this research is know the scaffolding appropriate to help students in problem solving about word problems on the subjects of Linear Equations of One Variable.

The type of research that used by the researcher is qualitative approaches, but based on technique his discussion included in research descriptive. Data collection method use: 1) observation, 2) test, and 3) interview. Data analysis technique used namely qualitative data analysis by steps reduction data, presentation of data, and the withdrawal of conclusion.

Based on the analysis, the results of the students errors are:1) understand a problem, namely determine what known; 2) a transformation of a problem (including making a model math and determine a variabel); 3) skills process (operates a model mathematics); 4) of writing in 2008 the draw a conclusion) .So, the provision of scaffolding that has been adjusted to the current positions of the difficulty students. The provision of scaffolding in solving a problem a word problem subjects of of linear equations one variabel during the preparatory phase of understanding a problem that is explaining and restructuring, during the preparatory phase of the transformation of a problem that is reviewing, restructuring, and developing. conceptual. While, scaffolding given at the skills the process namely restructuring and reviewing. Then, the scaffolding given at the encoding is developing conceptual thinking.

(6)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI………..xii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAGAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4 C. Rumusan Masalah ... 4 D. Tujuan Penelitian ... 5 E. Batasan Masalah ... 5 F. Penjelasan Istilah ... 5 G. Kegunaan Penelitian ... 6 H. Sistematika Penulisan ... 7 BAB II ... 9 LANDASAN TEORI ... 9 A. Pembelajaran Matematika ... 9

B. Pemecahan Masalah Matematika ... 10

(7)

xiii

D. Soal Cerita……….20

E. Tinjauan Materi : Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) ... 24

F. Penelitian yang Relevan ... 26

G. Kerangka Berfikir ... 27

BAB III ... 30

METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 31

D. Data Penelitian ... 31

E. Rancangan Penelitian ... 31

F. Teknik Pengumpulan Data ... 32

G. Instrument Pengumpulan Data ... 34

H. Teknik Analisis Data ... 41

I. Keabsahan Data ... 43

BAB IV ... 44

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 44

A. Deskripsi Subjek Penelitian ... 44

B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 44

C. Penyajian Data Penelitian ... 45

a. Analisis Data Hasil Tes dan Wawancara ... 45

b. Deskripsi Pemberian Scaffolding ... 64

D. Temuan Penelitian ... 92 E. Keterbatasan Penelitian ... 95 BAB V ... 111 PENUTUP ... 111 A. Kesimpulan ... 111 B. Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 115 LAMPIRAN ... 119

(8)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Pedoman Pemberian Scaffolding ... 36

Tabel 4. 1 Daftar Nama Subjek Penelitian ... 44

Tabel 4. 2 Pemberian Scaffolding subjek S01 soal no.1 ... 66

Tabel 4. 3 Pemberian Scaffolding subjek S01 soal no.2 ... 70

Tabel 4. 4 Pemberian Scaffolding subjek S01 soal no.3 ... 73

Tabel 4. 5 Pemberian Scaffolding subjek S02 soal no.1 ... 76

Tabel 4. 6 Pemberian Scaffolding subjek S02 soal no.2 ... 80

Tabel 4. 7 Pemberian Scaffolding subjek S02 soal no.3 ... 83

Tabel 4. 8 Pemberian Scaffolding subjek S03 soal no.3 ... 86

Tabel 4. 9 Pemberian Scaffolding subjek S04 soal no.3 ... 89

(9)

xv BAGAN

(10)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Hasil pekerjaan S01 soal no.1 ... 46

Gambar 4. 2 Hasil pekerjaan S01 soal no.2 ... 47

Gambar 4. 3 Hasil pekerjaan S01 soal no.3 ... 49

Gambar 4. 4 Hasil pekerjaan S02 soal no.1 ... 50

Gambar 4. 5 Hasil pekerjaan S02 soal no.2 ... 51

Gambar 4. 6 Hasil pekerjaan S02 soal no.3 ... 52

Gambar 4. 7 Hasil pekerjaan S03 soal no.1 ... 54

Gambar 4. 8 Hasil pekerjaan S03 soal no.2 ... 55

Gambar 4. 9 Hasil pekerjaan S03 soal no.3 ... 57

Gambar 4. 10 Hasil pekerjaan S04 soal no.1 ... 58

Gambar 4. 11 Hasil pekerjaan S04 soal no.2 ... 59

Gambar 4. 12 Hasil pekerjaan S04 soal no.3 ... 60

Gambar 4. 13 Hasil pekerjaan S05 soal no 1 ... 61

Gambar 4. 14 Hasil pekerjaan S05 soal no.2 ... 62

(11)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. 1 Surat Ijin Penelitian ... 119

Lampiran A. 2 Surat Keterangan Penelitian ... 120

Lampiran A. 3 Lembar Validasi Soal Tes Oleh Pakar ... 121

Lampiran A. 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Review Materi) ... 125

Lampiran A. 5 Kisi-kisi Tes Soal Cerita ... 136

Lampiran A. 6 Lembar Soal Tes ... 147

Lampiran A. 7 Perhitungan Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes Kelas Uji Coba ... 148

Lampiran A. 8 Hasil Perhitungan Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes Kelas Uji Coba ... 151

Lampiran A. 9 Hasil Tes Soal Cerita yang Sudah Dikelompokkan ... 154

Lampiran A. 10 Hasil Pekerjaan Subjek Penelitian Pada Soal Tes... 155

(12)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Proses belajar mengajar sekarang ini menuntut guru tidak lagi hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi siswa sendiri yang harus membangun pengetahuannya. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dalam pengajarannya, matematika dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Matematika bersifat abstrak, sehingga seringkali dijumpai kesulitan-kesulitan yang dialami oleh peserta didik bahkan oleh guru matematika sendiri. Oleh sebab itu, untuk mempelajari matematika siswa terlebih dahulu harus memahami konsep awalnya. Karena apabila siswa sudah mengetahui konsep awal, siswa akan lebih mudah mengembangkan pengetahuan yang telah ia miliki. Siswa umumnya memiliki pengetahuan awal yang berbeda-beda sehingga permasalahan yang dihadapi setiap peserta didik tidaklah selalu sama. Retno Dewi Tanjung dkk (2012) mengatakan bahwa kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh peserta didik yang berkemampuan di bawah rata-rata, tetapi bisa juga dialami oleh peserta didik dengan tingkat kemampuan yang lain. Pengetahuan matematika yang dimiliki peserta didik merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis, yang berperan penting dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam matematika sekolah biasanya diwujudkan melalui soal cerita. Menurut Hartini (2008:3), soal cerita merupakan salah satu bentuk soal yang menyajikan permasalahan terkait dengan kehidupan sehari-hari dalam bentuk cerita. Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa dalam menemukan solusi dari soal cerita yang akan diselesaikan. Pertama, yaitu kemampuan dalam memahami soal dan menginteprestasikannya sehingga dapat mentransfernya ke dalam model matematika. Kedua, yaitu

(13)

kemampuan algoritma yaitu kemmapuan siswa untuk menentukan algoritma yang tepat dalam menyelesaikan soal, ketelitian penghitungan serta kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil penghitungan yang siswa lakukan dan mengaitkannya dengan soal awal yang akan diselesaikan (Hartini, 2008:10). Penguasaan kemmapuan verbal dan kemampuan algoritma tersebut tidak seluruhnya dimiliki oleh setiap siswa yang tentunya memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Seperti yang terjadi di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, banyak ditemukan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita terutama pada materi Persamaan Linear Satu Variabel karena pada materi Persamaan Linear Satu Variabel ini banyak memuat soal cerita yang berkaitan dengan aspek pemecahan masalah. Kesulitan yang dialami siswa ini apabila dibiarkan dapat menghambat kelancaran proses penyerapan materi ke tingkat yang lebih lanjut khususnya pada mata pelajaran matematika. Kesulitan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah tidak berarti siswa tersebut belum bisa menjawab atau menyelesaikannya, tetapi bisa saja dikarenakan siswa belum bisa mengetahui permasalahan yang ia terima pada proses pembelajaran matematika. Selain itu, kesulitan siswa dapat terlihat ketika siswa melakukan kesalahan saat melakukan proses pemecahan masalah matematika. Hal yang terkadang belum disadari oleh guru adalah bahwa permasalahan yang dihadapi siswa itu disebabkan oleh kurangnya peran guru di dalam proses pembelajaran matematika. Selain itu, tidak jarang pemberian bantuan yang diberikan guru belum memperhatikan letak kesulitan siswa. Hal tersebut ditemukan ketika peneliti melakukan pengamatan di kelas, pendekatan yang dilakukan oleh guru masih belum maksimal. Kurangnya interaksi dan pendampingan guru dengan siswa ketika pembelajaran mengakibatkan guru sulit untuk mengenali karakteristik siswa dan siswa cenderung passif. Anghileri (2006: 50), pendidik yang efektif jika mereka mampu memberikan bantuan ke peserta didik dengan berbagai pendekatan dalam pembelajaran yang

(14)

mendorong keterlibatan aktif. Keaktifan siswa pada proses pembelajaran matematika sangat diperlukan, baik dalam bertanya apabila mendapat kesulitan dalam memecahkan masalah, sehingga memudahkan pendidik untuk memberikan bantuan yang tepat kepada siswa tersebut.

Pemberian bantuan yang tepat dan jelas bagi peserta didik ialah di saat anak merasa kesulitan dalam menyelesaikan permasalahannya, sehingga peserta didik dapat mencapai tingkat pengembangan potensi dalam memahami dan membangun pengetahuan matematika (Machmud: 2011), namun pemberian bantuan ini tidak lantas menghilangkan keikutsertaan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahannya, tetapi tetap memberikan kesempatan untuk terlibat dengan proses yang terjadi. Hal tersebut sesuai dengan pengertian scaffolding yang dipaparkan oleh Chairani (2015:40) yaitu pemberian bantuan secukupnya kepada siswa yang didasarkan pada bentuk kesulitan yang dialami oleh siswa. Scaffolding pertama kali digagas oleh Vygotsky, seorang ahli psikologi dari Rusia, yang selanjutnya dipopulerkan oleh Bruner, seorang ahli pendidikan matematika. Vygotsky (1978) mengutarakan gagasan Zone of Proximal Development

(ZPD) dan Scaffolding. Menurut Vygotsky (dalam Supiyani, 2013), setiap

anak mempunyai apa yang disebut dengan Zone of Proximal Development

(ZPD), yang dikatakan sebagai jarak antara tingkat perkembangan aktual

dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi. Dalam hal ini Vygotsky (1978) berpendapat bahwa siswa akan mampu mencapai daerah maksimal bila dibantu secukupnya. Apabila siswa belajar tanpa dibantu, dia akan tetap berada di daerah actual tanpa bisa berkembang ketingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi. Dalam pembelajaran,

scaffolding dapat dikatakan sebagai jembatan yang digunakan untuk

menghubungkan apa yang sudah diketahui siswa dengan sesuatu yang baru atau yang akan dikuasai/diketahui siswa. Hal yang utama dalam penerapan

scaffolding terletak pada bimbingan guru. Bimbingan guru diberikan secara

bertahap setelah siswa diberi permasalahan, sehingga kemampuan aktualnya mencapai kemampuan potensial. Bantuan tersebut dapat berupa

(15)

petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, atau memberikan contoh Chairani (2015:41).

. Vygotsky (1978) memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 2009). Scaffolding dipersiapkan oleh guru untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan scaffolding yang disediakan memungkinkan siswa untuk berhasil menyelesaikan tugas Chairani (2015:41). Berdasarkan masalah tersebut peneliti memilih

scaffolding sebagai upaya untuk membantu siswa dalam proses pemecahan

masalah soal cerita persamaan linear satu variabel yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Pemberian Scaffolding dalam Pemecahan Masalah Soal Cerita pada Pokok Bahasan Persamaan Linear Satu Variabel di Kelas VII Di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Adanya kesulitan peserta didik dalam pemecahan masalah soal cerita pada materi Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV).

2. Pemberian bantuan yang dilakukan oleh guru belum memperhatikan letak kesulitan siswa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan peneliti membuat identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Apa saja jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam pemecahan masalah soal cerita pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel di kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta?

(16)

2. Bagaimanakah pemberian scaffolding yang sesuai untuk membantu siswa dalam pemecahan masalah soal cerita pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel di kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ingin diteliti di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Mengetahui jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam pemecahan masalah soal cerita pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel di kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

2. Mengetahui pemberian scaffolding yang sesuai untuk membantu siswa dalam pemecahan masalah soal cerita pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel di kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. E. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan sesuai dengan tujuan, maka penelitian ini perlu adanya batasan masalah, yaitu:

1. Penelitian ini hanya mendeskripsikan kesalahan atau kesulitan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal cerita pada materi Persamaan Linear Satu Variabel serta pemberian scaffolding yang sesuai untuk membantu kesulitan yang dialami oleh siswa tersebut. Jenis-jenis

scaffolding yang digunakan adalah jenis-jenis scaffolding yang

disampaikan oleh Anghilleri.

2. Penelitian ini dilakukan pada kelas VII Gaharu di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.

F. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman pada penelitian ini, maka peneliti perlu mendeskripsikan beberapa istilah berikut:

(17)

Pemecahan masalah adalah suatu petunjuk dalam melakukan tindakan yang berfungsi untuk membantu seseorang menyelesaikan suatu permasalahan secara bertahap.

2. Soal cerita matematika

Soal cerita matematika adalah soal matematika yang diungkapkan atau dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

3. Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV)

Persamaan linear Satu Variabel adalah suatu persamaan dengan satu variabel (satu peubah) yang memiliki pangkat bulat positif dan pangkat tertinggi variabelnya satu. Bentuk umum persamaan linear adalah:

ax + b = 0 4. Scaffolding

Secara sederhana, scaffolding dapat diartikan sebagai suatu teknik pemberian dukungan belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian dukungan belajar ini tidak dilakukan secara terus menerus, tetapi seiring dengan terjadinya peningkatan kemampuan siswa, secara berangsur-angsur guru harus mengurangi dan melepaskan siswa untuk belajar secara mandiri. Jika siswa belum mampu mencapai kemandirian dalam belajarnya, guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa memperoleh kemajuan sampai mereka benar-benar mampu mencapai kemandirian.

G. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Dengan pemberian scaffolding yang tepat sesuai kesulitan yang dialami oleh siswa, siswa diharapkan mampu memecahkan masalah soal cerita pada meteri Persamaan Linear Satu Variabel dengan baik.

(18)

2. Bagi guru

Membantu guru dalam mengantisipasi kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada meteri Persamaan Linear Satu Variabel. 3. Bagi peneliti

Dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan pengalaman secara langsung dalam melakukan penelitian berupa penjabaran dan pemberian

scaffolding dan juga menambah pengetahuan tentang letak-letak kesalahan

yang dilakukan siswa sekaligus bekal bagi peneliti dalam mengelola pembelajaran matematika dengan peneliti memasuki di dunia kerja sebagai guru.

4. Bagi pembaca

Dapat dijadikan bahan refrensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut apabila terjadi kesamaan permasalahan.

H. Sistematika Penulisan 1. Bagian Awal Skripsi:

Bagian awal skripsi memuat beberapa halaman yang terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman persembahan, lembar pernyataan karya, lembar pernyataan persetujuan publikasi, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar bagan. 2. Bagian Isi:

Bagian isi ini memuat lima bab, yaitu sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini membahas secara singkat isi skripsi dan memberikan gambaran mengenai garis-garis besar yang terkandung dalam skripsi ini. Dalam bab ini diantaranya memuat: latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, penjelasan istilah, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II: LANDASAN TEORI

Peneliti akan membahas tentang terori-teori yang berkaitan dengan fokus penelitian dari permasalahan pertama hingga akhir. Dalam bab ini meneliti

(19)

akan mengulas mengenai: pembelajaran matematika, pemecahan masalah matematika, scaffolding, soal cerita, tinjauan materi Persamaan Linear Satu Variabel, dan penelitian yang relevan.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bagian ini akan memaparkan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, data penelitian, teknik pengumpulan data, instrument pengumpulan data, teknik analisis data, serta keabsahan data.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan mendeskripsikan tentang data-data selama penelitian berlangsung yaitu: deskripsi subjek penelitian, deskripsi pelaksanaan penelitian, penyajian data penelitian, temuan penelitian beserta pembahasannya.

BAB V: PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian serta saran-saran yang terkait dengan skripsi.

3. Bagian akhir skripsi

Bagian akhir dari skripsi ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

(20)

9 BAB II

LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika

Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar dan mengajar merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Sudjana (1989:28) belajar merupakan proses melihat mengamati, dan memahami sesuatu. Kegiatan belajar dilakukan oleh dua orang pelaku yaitu guru dan siswa. menunjukkan pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan oleh para guru sebagai pengejar. Perilaku guru adalah membelajarkan dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku pembelajaran tersebut terkait dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai- nilai kesusilaan, seni, norma agama, sikap dan keterampilan.

Bruner (dalam Hudoyo 1990:48) berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Jadi, untuk mempelajari konsep matematika yang lebih tinggi terlebih dahulu haruslah mempelajari atau menguasai konsep prasyarat yang mendahului konsep tersebut. Oleh karenaa itu, belajar matematika sebenarnya untuk mendapatkan hubungan-hubungan dan simbol-simbol dan kemudian mengaplikasikannya kesituasi yang nyata.

Erat kaitannya dengan kegiatan belajar di sekolah adalah mengajar. Menurut Sardiman (2007:47) mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Dalam proses mengajar matematika, guru diharapkan untuk mampu menguasai dengan baik konsep atau bahan ajar matematika. Selain itu guru juga harus menguasai atau memahami teori belajar sehingga dapat menciptakan

(21)

pembelajaran yang berkualitas.

Ali (2004:47) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan proses aktif peserta didik yang mengembangkan potensi dirinya. Sehingga dapat dikatakan proses pembelajaran sangat tergantung kepada guru (dalam melaksanakan pembelajaran. Johnson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2003:252) menyatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai Fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan menurut Johnson dan (Rising dalam Suherman 2003:19) matematika diartikan sebagai pola berpikir, pola mengorganisasi, pembuktian yang logik, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol yang padat. Adapun lima alasan perlunya belajar matematika menurut Cornellius (dalam Abdurrahman, 2003:253) diantaranya:

1. Karena matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, 2. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,

3. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, 4. Sarana untuk mengembangkan kreativitas,

5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah kegiatan yang terjadi antara siswa dengan guru, untuk membantu siswa dalam memahami arti, hubungan-hubungan, serta simbol-simbol yang digunakan dalam penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari. B. Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam pembelajarn matematika, dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru. Dalam proses pemecahan masalah, para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuan matematika yang baru. Melalui proses pemecahan masalah, siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, serta keingintahuan yang tinggi dalam

(22)

situasi yang tidak biasa. Dalam kehidupan sehari-hari menjadi pemecah masalah yang baik dapat mengarah menjadi hal yang menguntungkan.

Polya dalam Hudojo (2005:128-129) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak begitu saja dengan segera dapat dicapai. Lebih lanjut polya mengemukakan bahwa dalam matematika terdapat dua macam masalah:

a. Masalah untuk menemukan (problem to find). b. Masalah untuk membuktikan (problem to prove).

Menurut Wena (2013:60) pemecahan masalah secara sistematis adalah petunjuk untuk melakukan suatu tindakan yang berfungsi untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Secara operasional tahap-tahap pemecahan masalah secara sistematis terdiri atas empat tahap berikut :

1. Memahami masalahnya

Adapun pemahaman terhadap masalah menurut Hudojo (2005: 138-139) diantaranya yaitu :

a. Membaca dan membaca ulang masalah tersebut. Pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.

b. Mengidentifikasi apa yang diketahui dari masalah tersebut c. Mengidentifikasi apa yang hendak dicari

d. Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalah e. Tidak menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.

2. Membuat rencana penyelesaian masalah

Di dalam merencanakan penyelesaian masalah seringkali diperlukan kreativitas. Sejumlah strategi dapat membantu kita untuk merumuskan suatu rencana penyelesaian masalah. Menurut Wheeler dalam Hudojo (2005:139-140) mengemukakan strategi penyelesaian masalah antara lain sebagai berikut:

(23)

a. Membuat suatu table. b. Membuat suatu gambar.

c. Menduga, mengetes dan memperbaiki. d. Mencari pola.

e. Menyatakan kembali masalah. f. Mengguanakan penalaran. g. Menggunakan variable. h. Menggunakan persamaan.

i. Mencoba menyederhanakan permasalahan. j. Menghilangkan situasi yang tidak mungkin. 3. Melaksanakan rencana penyelesaian

4. Memeriksa kembali, mengecek hasilnya.

Langkah melihat kembali apakah penyelesaian masalah sudah sesuai dengan ketantuan yang diketahui dan tidak terjadi kontradiksi merupakan langkah terakhir yang penting. Selanjutnya menurut Hudojo (2005:144-145) terdapat empat komponen untuk mereview suatu penyelesaian yaitu sebagai berikut:

a. Mengecek hasilnya

b. Menginterpretasikan jawaban yang diperoleh

c. Bertanya kepada diri sendiri, apakah ada cara lain untuk mandapatkan penyelesaian yang sama

d. Bertanya kepada diri sendiri, apakah ada penyelesaian yang lain Penggunaan pemecahan masalah secara sistematis pada dasarnya untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalah secara bertahap. Seperti baik apa yang dikemukakan oleh Gagne (1992) bahwa cara baik yang dapat membantu peserta didik dalam pemecahan masalah adalah memecahkan masalah selangkah demi selangkah dengan menggunakan aturan tertentu. Disamping itu pemecahan masalah secara sistematis juga memperhatikan beberapa prosedur seperti yang dikemukakan Giancoli dalam Wena (2013:63) berikut:

(24)

memecahkannya.

2. Tulis apa yang diketahui atau yang diberikan, kemudian tuliskan apa yang ditanyakan.

3. Pikirkan tentang prinsip, definisi, dan persamaan hubungan yang berkaitan.

4. Sebelum mengerjakannya yakinkan bahwa prinsip, definisi, dan persamaan tersebut valid.

5. Pikirkanlah dengan hati-hati tentang hasil yang diperoleh, apakah masuk akal atau tidak masuk akal.

6. Suatu hal yang sangat penting adalah perhatikan satuan, serta cek penyelesaiannya.

Dengan prosedur pemecahan masalah secara sistematis peserta didik diberi kesempatan untuk bekerja secara sistematis, peserta didik banyak melakukan latihan dan guru memberi petunjuk secara menyeluruh. Dengan latihan yang dilakukan oleh peserta didik diharapkan peserta didik memiliki keterampilan dalam menyelesaikan soal. Penggunaan pemecahan masalah secara sistematis dalam latihan menyelesaikan soal didukung oleh teori belajar Ausubel tentang belajar bermakna, yang menekankan perlunya menghubungkan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan pemecahan masalah secara sistematis, peserta didik dilatih tidak hanya mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, tetapi juga dilatih untuk menganalisis soal, mengetahui secara pasti situasi soal, besaran yang diketahui dan yang ditanyakan serta perkiraan jawaban soal. Beradasarkan beberapa uraian di atas dapat diterik kesimpulan bahwa dalam pemecahan masalah tidak hanya dipelajari bagaimana menyelesaikan sebah soal akan tetapi dipelajari bagaimana memahami sebuah soal, prosedur pengerjaan soal serta bagaimana mengerjakan soal secara sistematis.

C. Scaffolding

(25)

teori belajar konstruktivisme Vygotsky (1978) yang mengutarakan gagasan

Zone of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Vygotsky (1978) mendefinisikan Zone of Proximal Development sebagai berikut:

Zone of Proximal Development is the distance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance or collaboration with more capable peers.

Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara

perkembangan aktual, seperti yang nampak dalam pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial, seperti yang ditunjukan dalam pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau dengan bekerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu. Menurut Vygotsky (dalam Supiyani, 2013), setiap anak mempunyai apa yang disebut dengan Zone of Proximal Development (ZPD). Dalam hal ini Vygotsky berpendapat bahwa ,siswa akan mampu mencapai daerah maksimal bila dibantu secukupnya. Apabila siswa belajar tanpa dibantu, dia akan tetap berada di daerah actual tanpa bisa berkembang ketingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi. Konsep ZPD erat kaitannya dengan scaffolding. Menurut Vygotsky dalam (Suyono dan Hariyanto, 2016:113) scaffolding adalah sebuah teknik memberikan bantuan yang diberikan oleh orang yang lebih ahli (guru atau teman sesama peserta didik yang lebih pandai) sepanjang sesi pengajaran agar peserta didik beranjak dari zona aktual menuju zona potensial. Dalam kaitan dengan pembelajaran scaffolding ini, lebih lanjut Vygotsky dalam Suyono dan Hariyanto (2016:113) berpendapat bahwa “apa-apa yang dikerjakan peserta didik dengan cara bekerja sama dengan orang-orang yang berkompeten pada hari ini, tentu dapat dilakukannya sendiri besok pagi”.

Dalam pembelajaran, scaffolding dapat dikatakan sebagai jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa yang sudah diketahui siswa dengan sesuatu yang baru atau yang akan dikuasai/diketahui siswa. Hal yang utama dalam penerapan scaffolding terletak pada bimbingan guru.

(26)

Bimbingan guru diberikan secara bertahap setelah siswa diberi permasalahan, sehingga kemampuan aktualnya mencapai kemampuan potensial. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, atau memberikan contoh Chairani (2015:41).

Vygotsky (1978) memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 2009). Scaffolding adalah bantuan (parameter, aturan atau saran) pembelajar memberikan peserta didik dalam situasi belajar. Scaffolding memungkinkan peserta didik untuk mendapat bantuan melalui keterampilan baru atau di luar kemampuannya. Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Scaffolding dipersiapkan oleh guru untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan scaffolding yang disediakan memungkinkan siswa untuk berhasil menyelesaikan tugas Chairani (2015:41).

Agus N. Cahyo (2013: 133-134) menjelaskan bahwa tujuan penerapan

scaffolding pada proses pembelajaran, diantaranya sebagai berikut:

a. Memotivasi dan mengaitkan minat peserta didik dengan tugas.

b. Menyederhanakan tugas sehingga membuatnya lebih terkelola dan bisa dicapai oleh peserta didik.

c. Menyediakan beberapa arahan/petunjuk untuk membantu peserta didik fokus pada pencapaian tujuan.

d. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan peserta didik dan solusi standar atau yang diharapkan.

e. Mengurangi frustasi dan resiko peserta didik.

(27)

kegiatan yang akan dilakukan.

Anghileri (2006) mengusulkan tiga hierarki dari penggunaan

scaffolding yang merupakan dukungan dalam pembelajaran matematika: At the most basic level, enviromental provisions enable learning to take place without the direct intervention of the teacher. The subsequent two levels identify teacher interactions that are increasingly directed to developing richness in the support of mathematical learning through explaining, reviewing and restructuring and developing conceptual thinking.

Menurut Anghileri tiga hierarki dari penggunaan scaffolding yaitu:

Level 1 : Enviromental provisions (Classroom organization, artefacts)

Pada level ini scaffolding diberikan dengan mengondisikan lingkungan yang mendukung kegiatan belajar. Misalkan dengan menyediakan lembar tugas secara terstruktur serta menggunakan bahasa yang mudah dimerngerti siswa. Menyediakan media atau gambar-gambar yang sesuai dengan masalah yang diberikan.

Level 2 : Explaining, reviewing, and restructuring

Pada level kedua ini terdapat interaksi langsung antara guru dengan siswa. Bentuk interaksi meliputi : menjelaskan (explaining) yaitu cara untuk menyampaikan konsep yang dipelajari, meninjau (reviewing) yaitu mengidentifikasi aspek-aspek yang paling penting berkaitan dengan implisit ide-ide matematika atau masalah yang akan dipecahkan dan restrukturasi (restructuring) yaitu menyederhanakan sesuatu yang abstrak dalam matematika menjadi lebih dapat diterima oleh siswa.

Level 3 : Developing Conceptual Thinking

Pada level selanjutnya, antara guru dengan siswa terlibat secara langsung dalam suatu interaksi, khususnya dalam matematika. Bentuk interaksi yang dimaksud yaitu explaining (menjelaskan), reviewing (meninjau/memeriksa) dan restructuring (membangun ulang pemahaman). 1. Explaining

Bentuk interaksi pertama (menjelaskan) menerapkan cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan konsep yang dipelajari siswa. Pada tahap ini guru menfokuskan perhatian siswa pada

(28)

aspek-aspek yang berhubungan dengan matematika. 2. Reviewing

Saat siswa terlibat dengan tugas, mereka tidak selalu dapat mengidentifikasi aspek-aspek yang paling penting berkaitan dengan ide tersirat matematika atau masalah yang akan dipecahkan. Guru membantu siswa dengan cara menfokuskan kembali siswa dan member kesempatan lebih lanjut untuk mengembangkan sendiri dari pada tergantung oleh guru. Reviewing diklasifikasikan menjadi lima jenis interaksi diantaranya :

a. Looking, touching and verbalishing

Pada interaksi ini guru mendorong siswa untuk menangani suatu permasalahan, merefleksikan apa yang bisa dilihat oleh siswa dan meminta siswa untuk menceritakan kembali hasil pengamatannya

menggunakan bahasa mereka sendiri. b. Prompting and probing

Pada interaksi ini guru mengarahkan siswa untuk dapat menjelaskan dan melakukan pembenaran. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang mengarahkan pada siswa menuju solusi yang diinginkan. Di sisi lain, pertanyaan tersebut dapat membantu siswa memperluas pemikiran mereka sendiri.

c. Interpreting students’ action and talk

Pada interaksi ini guru mentafsirkan tindakan dan ucapan siswa. Hal tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai tugas yang sedang dikerjakan siswa.

d. Parallel modeling

Pada saat interaksi yang telah dilakukan dirasa tidak cukup mengarah pada solusi yang diharapkan, strategi alternatif yang dapat digunakan adalah dengan pemodelan yang sama, guru dapat memberi contoh serupa yang dapat dipahami oleh siswa.

e. Students explaining and justifying

(29)

melalui belajar kelompok (diskusi). Melalui diskusi tersebut, siswa akan secara aktif berpartisipasi dan memperjelas pemikiran mereka. Di samping itu, melalui diskusi, guru juga dapat mengetahui pemahaman individu.

3. Restructuring

Melalui membangun ulang pemahaman ini, tujuan guru adalah secara bertahap membuat ide-ide yang lebih mudah dipahami siswa.

Restructuring (Membangun Ulang Pemahaman) terbagi menjadi

empat jenis interaksi, sebagai berikut : a. Providing meaningfull contexts

Saat siswa dapat dihadapkan pada suatu permasalahan matematika yang abstrak dan siswa tidak dapat menyelesaikannya, guru dapat menangani hal tersebut dengan membuat permasalah yang abstrak tersebut menjadi permasalahan yang lebih konkret sesuai dengan hal-hal yang telah siswa ketahui.

b. Simplifying the problem

Saat siswa tidak berhasil menyelesaikan suatu permasalahan, guru dapat membantu siswa dengan menyederhanakan permasalahan tersebut. Cara yang dapat digunakan adalah mereduksi hal-hal yang kurang relevan dan lebih memfokuskan pada hal-hal yang relevan. c. Rephrasing students talk

Pada interaksi ini peran penting guru adalah mengamati proses siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Guru dapat melakukan tanya jawab berkaitan dengan proses siswa menyelesaikan masalah tersebut.

d. Negotiating meanings

Pada interaksi ini, guru melakukan negoisasi makna dengan siswa sebelum dilakukan penggeneralisasian. Kegiatan ini dilakukan guru untuk menghindari kesalahpahaman mengenai suatu permasalahan.

Level 3 : Developing Conceptual Thingking

(30)

mengembangkan pemikirian konseptual dengan cara mengungkapkan pemahaman pada siswa. Interaksi guru pada murid adalah guru mengarahkan siswa untuk meningkatkan daya pikir secara konseptual, interaksi guru dan siswa yaitu menciptakan kesempatan untuk mengungkapkan pemahaman secara bersama-sama. Level ketiga ini menuntut pembelajaran matematika untuk lebih banyak mengajarkan mengulang prosedur yang telah dipelajari untuk menyelesaikan masalah. Tingkat tertinggi dari scaffolding ini terdiri dari interaksi pengajaran yang secara gamblang mengembangkan pemikiran konseptual dengan menciptakan kesempatan untuk mengungkapkan pemahaman pada siswa. Pada tahap ini siswa didukung untuk membuat koneksi dan mengembangkan alat-alat representasi. Siswa juga dilibatkan dalam wacana konseptual yang dapat meningkatkan daya pikir.

a. Making Connections

Membuat hubungan dari suatu hal yang sangat penting dilakukan oleh guru untuk siswa sebagai strategi dalam pemberian dukungan dengan melakukan intervensi sehingga siswa mampu untuk mengembangkan idenya.

b. Developing Representational Tools

Mengembangkan alat representasi merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran matematika berkaitan dengan penggunaan simbol, gambar, kata-kata dan yang lainnya. Guru diharapkan mampu memfasilitasi untuk mempresentasikan simbol, gambar serta kata-kata tersebut agar mudah dipahami siswa. Scaffolding yang diberikan diharapakan dapat meningkatkan kemampuannya untuk memahami makna simbol, gambar, kata-kata tersebut.

c. Generating Conceptual Discourse

Dalam interaksi ini, peran ini guru bukan lagi menjelaskan atau memberikan pembenaran seperti yang telah di uraikan pada tingkat scaffolding sebelumnya, melainkan guru lebih menitikberatkan pada

(31)

strategi ataupun proses yang telah digunakan siswa untuk menyadari bentuk lain yang relevan dari masalah yang diberikan yang diperoleh dari penalaran matematika mereka.

D. Soal Cerita

Menurut Sweden et al (dalam Endang Setyo Winarni, 2012:122) soal cerita adalah soal yang diungkapkan dalam bentuk cerita yang diambil dari pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep matematika. Menurut Abidia dalam (Marsudi Raharjo, 2009: 2) soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Sedangkan menurut pendapat Haji (1994:13), soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/ hitungan. Dilanjutkannya, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada dilingkungan siswa. Berdasarkan beberapa pengertian soal cerita dari beberapa alhi diatas, dapat disimpulkan bahwa soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita dalam kehidupan sehari-hari siswa, dimana soal tersebut memuat masalah matematika yang harus diselesaikan oleh siswa. Dalam matematika, soal cerita banyak terdapat dalam aspek pemecahan masalah, dimana dalam menyelesaikannya siswa harus mampu memahami maksud dari permasalahan yang akan diselesaikan, dapat menyusun model matematikanya serta mampu mengaitkan permasalahan tersebut dengan materi pembelajaran yang telah dipelajari sehingga dapat menyelesaikannya dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Menurut Hartini (2008:10) dalam menyelesaikan suatu soal cerita, siswa harus memiliki beberapa kompetensi yaitu 1) kemampuan verbal yaitu kemampuan dalam memahami soal dan menginterpretasikannya sehingga dapat mengubahnya ke dalam model matematika dan 2) kemampuan algoritma yaitu kemampuan siswa untuk menentukan algoritma yang tepat dalam menyelesaikan soal, ketelitian perhitungan serta kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil perhitungan yang siswa lakukan dan mengaitkannya dengan soal awal

(32)

yang akan diselesaikan.

Menurut Hudojo (2003:198) langkah - langkah dalam menyelesaikan soal cerita sebagai berikut.

1. Membaca soal cerita.

Sedapat mungkin siswa membaca soal cerita itu sendiri-sendiri (dalam batin). Kemudian seorang siswa membaca soal cerita itu dengan suara keras sedang yang lain mendengarkan.

2. Tanyakan kepada siswa beberapa pertanyaan untuk mengetahui apakah soal cerita itu sudah benar-benar dimengerti. Pertanyaan-pertanyaan itu misalnya:

(a)“Apa yang kau ketahui dari soal itu?”

(b)“Apa saja dari soal itu yang dapat kau peroleh?” (c)“Apa yang hendak kau cari?”

(d)“Bagaimana kamu akan menyelesaikan soal itu?”

3. Rencana metode penyelesaian. Mintalah kepada siswa untuk memilih operasi dan jelaskan mengapa operasi itu dapat dipergunakan untuk menyelesaikan soal yang dimaksud.

4. Menyelesaikan soal cerita. Bila ketiga langkah di atas sudah dilaksanakan, akan memudahkan penyelesaian soal. Setiap siswa dapat bekerja sendiri secara bebas.

5. Bila suatu penyelesaian sudah diperoleh, coba diskusikan, apakah jawaban itu sudah benar, interprestasikan hasil tersebut dalam konteks soal cerita itu.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman. Metode analisis kesalahan Newman diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Anne Newman, seorang guru bidang studi matematika di Australia. Dalam kajiannya White (2010:133) menjelaskan langkah-langkah pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman bahwa:

NEA (Newman’s Error Analysis) was designed as a simple diagnosticprocedure. Newman (1977, 1983) maintained that when a

(33)

person attempted toanswer a standard, written, mathematics word problem then that person had to beable to pass over a number of successive hurdles:

Level 1 Reading (or Decoding),2 Comprehension, 3 Transformation, 4 Process Skills, and 5 Encoding.

Menurut Newman sebagaimana dikutip White (2010:134) ketika peserta didik ingin mendapatkan solusi yang tepat dari suatu masalah matematika dalam bentuk soal uraian, maka peserta didik diminta untuk melakukan lima kegiatan berikut.

(1)Silahkan bacakan pertanyaan tersebut. Jika kamu tidak mengetahui suatu kata tinggalkan saja.

(2)Katakan apa pertanyaan yang diminta untuk kamu kerjakan. (3)Katakan bagaimana kamu akan menemukan jawaban.

(4)Tunjukkan apa yang akan kamu kerjakan untuk memperoleh jawaban tersebut. Katakan dengan keras sehingga dapat dimengerti bagaimana kamu berpikir.

(5)Tuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut.

Dalam proses penyelesaian masalah, ada banyak faktor yang mendukung peserta didik untuk mendapatkan jawaban yang benar. Jha (2012:17) menyatakan bahwa dalam menyelesaikan masalah menggunakan prosedur Newman terdapat dua jenis rintangan yang menghambat peserta didik untuk mencapai jawaban yang benar, yaitu 1) permasalahan dalam membaca dan memahami konsep yang dinyatakan dalam tahap membaca dan memahami masalah, dan 2) permasalahan dalam proses perhitungan yang terdiri atas transformasi, keterampilan memproses, dan penulisan jawaban. Berikut adalah indikator dari kelima langkah pemecahan masalah berdasarkan Prosedur Newman menurut Jha (2012) dan Singh (2010).

1. Reading

Indikator langkah pertama prosedur Newman yaitu reading adalah sebagai berikut.

1) Siswa dapat membaca atau mengenal simbol-simbol dalam soal. 2) Siswa memaknai arti setiap kata, istilah atau simbol dalam soal.

(34)

2. Comprehension

Indikator langkah kedua prosedur Newman yaitu comprehension adalah sebagai berikut.

1) Siswa memahami apa saja yang diketahui dalam soal. 2) Siswa memahami apa saja yang ditanyakan dalam soal. 3. Transformation

Indikator langkah ketiga prosedur Newman yaitu transformation adalah sebagai berikut.

1) Siswa dapat mengubah informasi dalam soal ke model matematika. 2) Siswa mengetahui apa saja rumus yang akan digunakan untuk

menyelesaikan soal.

3) Siswa mengetahui operasi hitung yang harus digunakan untuk menyelesaikan soal.

4. Process Skill

Indikator langkah keempat prosedur Newman yaitu process skill adalah sebagai berikut.

1) Siswa mengetahui langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan soal.

2) Siswa dapat melakukan langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan soal dengan tepat.

5. Encoding

Indikator langkah kelima dalam prosedur Newman yaitu encoding adalah sebagai berikut.

1) Siswa dapat menunjukan jawaban akhir dari penyelesaian soal dengan benar.

2) Siswa dapat menuliskan jawaban akhir sesuai dengan kesimpulan yang dimaksud dalam soal.

Menurut Praktipong & Nakamura (2006:113), prosedur Newman adalah sebuah metode untuk menganalisis kesalahan dalam soal uraian. Kesalahan-kesalahan menurut Newman ialah sebagai berikut.

(35)

Kesalahan membaca menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa tidak mampu membaca kata-kata maupun simbol yang terdapat dalam soal. Kesalahan reading dapat diketahui dengan cara wawancara langsung terhadap subjek.

2. Kesalahan Memahami (Comprehension Error)

Kesalahan memahami menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa mampu membaca soal namun gagal memahami apa yang dimaksudkan/diperlukan sehingga siswa tersebut gagal dalam menyelesaikan permasalahannya.

3. Kesalahan Transformasi (Transformation Error)

Kesalahan transformation menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa sudah mampu memahami apa yang diketahui dan dibutuhkan dalam penyelesaian masalah namun tidak mampu mengindentifikasikan operasi matematika yang tepat untuk menyelesaikan permasalahannya.

4. Kesalahan Ketrampilan Proses (process skill)

Kesalahan process skill menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa telah mampu menentukan operasi matematika yang tepat namun siswa salah dalam mengemukakan prosedur pengerjaan yang benar.

5. Kesalahan Penulisan (Encoding Error)

Kesalahan encoding menurut Singh (2010:267) bisa terjadi walaupun siswa telah mampu mengerjakan dengan benar masalah matematika namun dengan kecerobohannya siswa tersebut menulis jawaban akhir yang salah.

E. Tinjauan Materi : Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV)

Berikut ini ditunjukkan tinjauan tentang materi persamaan linear satu variabel menurut Cunayah (2005:128-137).

1) Pengertian Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV):

a. Kalimat Tertutup atau Pernyataan Kalimat tertutup atau pernyataan adalah kalimat yang dapat dinyatakan benar saja atau salah saja atau

(36)

tidak dua-duanya. Contoh: Ibu kota Indonesia adalah Jakarta atau satu merupakan bilangan prima.

b. Kalimat Terbuka, Kalimat terbuka adalah kalimat yang belum dapat ditentukan nilai kebenarannya, karena memiliki unsur yang belum diketahui nilainya. Contoh: Dua dikurangi m adalah satu. Dalam matematika sesuatu yang belum diketahui nilainya dinamakan variabel atau peubah. Variabel atau adalah simbol/lambang yang mewakili sebarang anggota suatu himpunan semesta. Variabel biasanya disimbolkan dengan huruf kecil.

Contoh: “ 9 dikurangi suatu bilangan hasilnya 5 “, jika suatu bilangan diganti dengan x, maka kalimat itu dapat ditulis dalam simbol matematika yaitu : 9 – x = 5.

Kalimat terbuka yang menggunakan tanda penghubung “ = “ disebut persamaan. Jika variabel suatu persamaan memiliki pangkat bulat positif dan pangkat tertingginya adalah satu maka persamaan tersebut disebut persamaan linear. Persamaan linear yang hanya memuat satu variabel adalah persamaan linear satu variabel (PLSV). Bentuk umum dari persamaan linear satu variabel adalah :

ax+b = 0

2) Sifat-sifat Kesetaraan Persamaan Linear Satu Variabel

Penentuan penyelesaian persamaan linear satu variabel dapat dilakukan dengan sifat-sifat kesetaraan persamaan linear satu variabel berikut.

1) Jika masing-masing ruas kiri dan ruas kanan pada persamaan linear satu variabel dijumlahkan dengan bilangan yang sama, maka menghasilkan persamaan linear satu variabel yang setara.

2) Jika masing-masing ruas kiri dan ruas kanan pada persamaan linear satu variabel dikurangi dengan bilangan yang sama, maka menghasilkan persamaan linear satu variabel yang setara.

3) Jika masing-masing ruas kiri dan ruas kanan pada persamaan linear satu variabel dikalikan dengan bilangan yang sama, maka

(37)

menghasilkan persamaan linear satu variabel yang setara.

4) Jika masing-masing ruas kiri dan ruas kanan pada persamaan linear satu variabel dibagi dengan bilangan yang sama dan bukan nol, maka menghasilkan persamaan linear satu variabel yang setara.

3) Membuat Model Matematika dan Menyelesaikan Masalah Sehari-hari yang berkaitan dengan Persamaan Linear Satu Variabel

Beberapa permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat diselesaikan dengan perhitungan yang melibatkan persamaan linear satu variabel. Permasalahan sehari-hari tersebut biasanya disajikan dalam bentuk soal cerita. Langkah-langkah menyelesaikan soal cerita sebagai berikut:

1) Mengubah kalimat-kalimat pada soal cerita menjadi beberapa kalimat matematika (model matematika), sehingga membentuk persamaan linear satu variabel.

2) Menyelesaikan persamaan linear satu variabel yang dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Buatlah diagram (sketsa), jika soal berhubungan dengan geometri. b. Misalkan besaran yang belum diketahui dengan sebuah variabel. c. Terjemahkan kalimat pada soal cerita menjadi model matematika

dalam bentuk persamaan.

d. Selesaikan persamaan yang diperoleh dengan informasi-informasi yang telah kamu ketahui pada materi sebelumnya.

3) Menggunakan penyelesaian yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan pada soal cerita.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan scaffolding yang di gunakan peneliti sebagai acuan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Restyanna Yanu Pratiwi yang di

tulis dalam skripsinya pada tahun 2013 yang berjudul “ Pembentukan Karakter dan Pemecahan Masalah melalui Model Pembelajaran Superitem Berbantuan Scaffolding Materi Trigonometri Kelas X SMK ” dari jurusan

(38)

matematika Universitas Negeri Semarang. Hasil dari penelitian tersebut menunujukkan bahwa kemampuan pemecahkan masalah siswa dapat meningkat melalui pembelajaran dengan model Superitem berbantuan

scaffolding. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan peneliti adalah, sama-sama memberikan scaffolding pada proses pembelajaran matematika dan jenis penelitian yang di gunakan sama-sama kualitatif. Sedangkan perbedaannya adalah pada materi dan juga temapat penelitian.

2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutanto Wasis Prasetyo yang di tulis dalam skripsinya pada tahun 2015 yang berjudul “ Profil Scaffolding Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Berbasis IT pada Materi Bangun Datar Siswa Kelas VII SMP 2 Ngunut Tulungagung” dari jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan memberikan scaffolding dalam menyelesaikan masalah geometri berbasis IT dapat meningkatkan pemahman dan kemampuan mengoperasaikan bentuk aljabar siswa pada materi geometri. Hal ini di tunjukkan dengan adanya peningkatan pada hasil belajar siswa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah, sama-sama memberikan scaffolding pada proses pembelajaran matematika dan jenis penelitian yang digunakan sama-sama kualitatif. Sedangkan perbedaannya adalah pada materi dan juga tempat penelitian.

G. Kerangka Berfikir

Penelitian ini di awali dari kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal persamaan linier satu variabel. kesalahan tersebut diantaranya: 1) memahami masalah, 2) menentukan pola/bentuk matematika dari soal, 3) menentukan cara untuk menemukan penyelesaiaanya, 4) menyelesaiakan masalah persamaan linier satu variabel, 5) penarikan kesimpulan. Sebagaimana di ketahui bahwa kesalahan yang dilakukan siswa dalam proses penyelesaian merupakan sumber utama untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi siswa. Untuk membantu siswa mengatasi kesulitan

(39)

tersebut, peneliti memberikan scaffolding (bantuan belajar) yaitu meliputi: 1)

Explaining, 2) Reviewing, 3) Restructuring, dan 4) Developing conceptual thinking. Setelah pemberian scaffolding kesulitan yang dihadapi siswa dapat

teratasi sehingga peserta didik mampu memahami konsep persamaan linier satu variabel dengan baik.

(40)

Bagan 2. 1 Kerangka Berfikir

Explainin g

Pemberian Scaffolding Persamaan Linear Satu

Variabel Membac a masalah Kesalahan siswa Memahami Masalah Transformas i masalah Ketrampilan psroses/prosed ur (menyelesaika n persamaan) Penulisa n jawaban Reviewing Developin g Conceptua l Thinking Restructurin g

Siswa dapat menyelesaikan masalah Persamaan Linear Satu Variabel

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif menurut Sudjana (2007:64) yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan gejala atau peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Selain itu, penelitian yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang mengambil atau memfokuskan pada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian.

Menurut Moleong (2007:6-15), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek yang berupa perilaku, persepsi, tindakan dan lain-lain. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa karakteristik, adapun karakteristik penelitian kualitatif menurut Moleong (dalam Tanzeh:2011) adalah: 1) Latar alamiah, 2) manusia (peneliti) sebagai alat (instrumen) utama, 3) Metode yang digunakan adalah kualitatif, 4) Analisi data dilakukan secara induktif (dari umum ke kusus), 5)Teori dari dasar, 6) Laporan hasil penelitian di susun secara deskriptif, 7) Lebih mementingkan proses daripada hasil, 8) Adanya batasan penelitian dengan adanya fokus penelitian, 9) Adanya kriteria kusus untuk keabsahan data, 10) Desain yang bersifat sementara, yaitu dapat berubah sesuai dengan kenyataan yang di temukan di lapangan, 11) Hasil penelitian di rundingkan dan di sepakati bersama. Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan bentuk scaffolding yang diberikan dalam proses pemecahan masalah pada soal cerita materi persamaan linear satu variabel.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan Januari - Februari 2018 di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Suryodiningratan No.33, Mantrijeron, Yogyakarta.

(42)

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII Gaharu SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang berjumlah 34 siswa. Keseluruhan siswa di kelas tersebut merupakan subjek tes utama . Tetapi hanya 5 (lima) siswa yang diambil sebagai subjek penelitian. Lima subjek penelitian ini dipilih dari tiga kelompok yang berbeda, yaitu kelompok atas, sedang, dan bawah. Pemilihan subjek penelitian dipilih dari kelompok yang berbeda lebih dimaksudkan untuk menjaring informasi yang lengkap. Selain itu, subjek juga harus mempunyai kemampuan yang baik dalam berkomunikasi. Pemilihan siswa yang baik dalam berkomunikasi akan dikonsultasikan dengan guru matematika di kelas tersebut.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah bentuk scaffolding yang diberikan dalam proses pemecahan masalah soal cerita pada materi Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) yang mengacu pada scaffolding Anghilleri.

D. Data Penelitian

Data penelitian ini berupa 1) data hasil pengerjaan siswa pada soal tes yang di berikan, 2) data yang diperoleh dari hasil wawancara yang berupa pernyataan dan jawaban siswa tentang jalannya proses berfikir siswa dalam upaya memperoleh penyelesaian dari soal yang di berikan, 3) data pengamatan peneliti pada proses pemberian Scaffolding pada siswa . Adapun dokumentasi hanya di gunakan sebagai data pendukung. Dimana data yang telah di kumpulkan tersebut diperlengkap dengan hasil catatan lapangan peneliti berdasarkan keadaan yang terjadi.

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan dilaksanakan meliputi tiga tahap yaitu : tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Masing-masing tahap akan diuraikan sebagai berikut :

(43)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi : (1). Menentukan sekolah yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. (2) meminta izin kepada kepala sekolah SMP Stella Duce 2 Yogyakarta (3) membuat kesepekatan dengan guru bidang studi matematika di SMP Stella Duce 2 Yogykarta, mengenai waktu dan kelas yang akan digunakan untuk penelitian. (4) melakukan wawancara dengan guru bidang studi matematika di kelas yang akan dijadikan tempat penelitian mengenai kondisi siswa termasuk permasalahan-permasalahn yang muncul dalam pembelajaran matematika (5) menyusun instrumen penelitian yang berupa tes beserta pedoman wawancara. (6) melakukan validasi instrument yang telah dibuat pada dosen pembimbing dan guru bidang studi matematika.

2. Tahap pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi : (1) Melakukan review materi selama 2 jam pelajaran (2) Memberikan tes utama (2) Menganalisis hasil tes masing-masing siswa (3) Memilih subjek penelitian. (4) Melakukan wawancara bebas terpimpin pada siswa yang telah dipilih berdasarkan hasil tes utama dan memberikan scaffolding pada siswa tersebut. (5) Memberikan soal tes evaluasi.

3. Tahap analisis data

Setelah tahap pelaksanaan selesai dilaksanakan, maka langkah selanjutnya adalah tahap analisis data. Data yang telah diperoleh pada tahap pelaksanaan kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dalam hal ini data yang dianalisis adalah data hasil tes dan hasil wawancara.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang dapaty menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu.

(44)

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:

1. Tes

Tes adalah cara dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan yang berbentuk pemberian tugas baik berupa pertanyaan atau perintah yang harus dikerjakan. Pada penelitian ini, tes bertujuan untuk menentukan siswa manakah yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian sekaligus untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh subjek dalam pemecahan masalah soal cerita pada tes utama. Data hasil pekerjaan pada tes utama ini dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan mengoreksi hasil pekerjaan siswa pada tes utama yang disesuaikan dengan kunci jawaban yang telah dibuat oleh peneliti. Kemudian diurutkan berdasarkan skor yang diperoleh masing-masing siswa dari skor tertinggi ke skor yang terendah dan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok atas, kelompok sedang, dan kelompok bawah. Sedangkan analisis secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan tahapan analisis Newman sebagai acuan dalam mengidentifikasi kesalahan yang dialami oleh siswa yang juga disesuaikan pada kunci jawaban yang telah dibuat oleh peneliti. Setelah menentukan subjek berdasarkan analisa hasil pada tes utama, subjek akan diwawancarai berdasarkan hasil pekerjaan pada tes utama yang bertujuan untuk lebih memperjelas letak kesalahan yang dilakukan dan penentuan bentuk

scaffolding yang akan diberikan.

2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah bertujuan untuk memperkuat data tentang kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Dalam hal ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) sebelum memulai wawancara peneliti menyiapakan alat perekam yaitu handphone dan alat tulis (2) selanjutnya, siswa diminta menjelaskan jawaban yang telah ditulis oleh subjek

Gambar

Tabel 3. 1 Kisi-kisi Soal Tes  No
Tabel 3. 2 Pedoman Pemberian Scaffolding
Tabel 4. 1 Daftar Nama Subjek Penelitian  No  Inisial Subjek
Tabel 4. 2 Pemberian Scaffolding subjek S01 soal no.1  Tahap  Kesalahan  Interaksi  Scaffolding  Scaffolding yang diberikan   Praktik Pemberian Scaffolding  Transformasi  masalah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil validasi tahap I dan tahap II oleh ahli media pada produk multimedia yang dikembangkan dapat diperoleh data untuk. dianalisis dan digunakan sebagai acuan

Menurut Kasmir 38 , pemasaran bank adalah suatu proses untuk menciptakan dan mempertukarkan produk atau jasa bank yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan

Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan

Nomor Induk Dosen Khusus yang selanjutnya disingkat dengan NIDK adalah nomor induk yang diterbitkan oleh Kementerian untuk dosen/instruktur yang bekerja paruh waktu atau

7) Berbadan sehat, tidak buta warna, tidak tuli dan tidak bertato. 8) Tidak bekerja pada instansi lain baik Pemerintah maupun BUMNj. Pria minimal 165 cm dengan berat badan

Berdasarkan Panduan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Tengah, pelaksanaan Festival Danau Poso dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh elemen masyarakat

Tampilan yang membedakan dari respon , seperti yang tampak pada gambar, adalah amplitudo berkurang secara linear dengan waktu, tidak secara eksponen seperti pada kasus

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk