• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konformitas dengan Konsumsi Minuman Beralkohol Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Tengaran Tahun Pelajaran 2012/2013 T1 132009089 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konformitas dengan Konsumsi Minuman Beralkohol Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Tengaran Tahun Pelajaran 2012/2013 T1 132009089 BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Konsumsi Minuman Beralkohol

2.1.1 Pengertian Alkohol

Alkohol sendiri ada bermacam macam, yang biasa kita jumpai di

minuman keras adalah jenis ethyl alkohol atau biasa disebut dengan etanol/alkohol

saja. Sedangkan yang disebut spritus adalah methyl alcohol atau sering disebut

metanol. Menurut Poerwodarminto (2000) alkohol adalah nama zat cair yang

memabukkan. Budiarjo (1991) mengemukakan alkohol adalah senyawa kimia

organis yang berperan sebagai obat peringan pada aktifitas system syaraf pusat.

Alkohol adalah minuman yang sifatnya menimbulkan ketagihan.

2.1.2 Minuman Beralkohol

Minuman beralkohol atau sering disebut minuman keras adalah jenis

NAZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli berapa

kadar alkohol didalamnya. Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat

menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan).

Penyalahgunaan/ketergantungan NAZA jenis alkohol ini dapat

menimbulkan gangguan mental organic, yaitu gangguan dalam fungsi berpikir,

berperasaan dan berperilaku. Gangguan mental organic ini disebabkan reaksi

langsung alkohol pada neuro – transmitter sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat

adiktifnya itu, maka orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa disadari akan

(2)

8 Alkohol saat ini tidak hanya digunakan dalam dunia medis saja, alkohol

tidak asing lagi bagi masyarakat umum, terlebih orang yang menyalahgunakannya

salah satunya adalah minuman beralkohol. Minuman beralkohol adalah minuman

yang mengandung zat etanol, zat psikoaktif yang bila dikonsumsi akan

mengakibatkan kehilangan kesadaran (Ahira, 2010).

Pada perkembangan dan tahap peralihan ini, remaja rentan dengan

perilaku menyimpang dan frustasi akibat kekecewaan atau kegagalan atas apa

yang dikehendakinya. Banyak cara individu tersebut dalam mereaksi frustasi yang

dialami, salah satunya adalah kompensasi yang dimana individu berusaha untuk

menutupi kekurangan atau kegagalannya dengan cara-cara lain yang dianggap

memadai. Kompensasi tersebut cenderung ke arah negatif seperti mengkonsumsi

minuman beralkohol.

Di Indonesia, minuman beralkohol sudah banyak merambah dari

masyarakat menengah ke atas sampai golongan masyarakat berekonomi ke

bawah. Tidak dipungkiri akses untuk memperoleh minuman beralkohol sangat

mudah. Menurut Laporan Status Global mengenai Alkohol dan Kesehatan 2011

keluaran WHO, tak kurang dari 320.000 orang antara usia 15-29 tahun meninggal

setiap tahun karena berbagai penyebab terkait alkohol. Jumlah ini mencapai

sembilan persen dari seluruh kematian dalam kelompok usia tersebut

(Hidayatullah, 2011).

2.1.3 Golongan minuman beralkohol

Minuman beralkohol terdiri dari tiga golongan ditinjau dari kadar

(3)

9 (Peraturan Menteri Kesehatan No. 86/1977) Minuman beralkohol dibagi dalam

tiga golongan yaitu :

1) Golongan A

Minuman keras golongan A adalah minuman keras dengan kadar etanol

(C2H5OH) 1% - 5%. Contoh minumannya adalah Bir Bintang, Green sand,

Anker Bir, San Miguel, dan lain lain.

2) Golongan B

Minuman keras golongan B adalah minuman keras dengan kadar etanol

(C2H5OH) lebih dari 5% - 20%. Contoh minuman golongan B antara lain Anggur

Malaga, Anggur Kolesom cap 39, Anggur Ketan Hitam, Anggur Orang Tua,

Shochu, Creme Cacao, dan jenis minuman anggur lainnya.

3) Golongan C

Minuman keras golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol

(C2H5OH) lebih dari 20% - 50%. Contoh minumannya adalah Mansion of House,

Scotch Brandy, Stevenson, Tanqueray, Vodca, Brandy, dan lainnya.

2.1.4 Jenis minuman beralkohol

Berikut ini adalah beberapa contoh jenis minuman beralkohol yang beredar di Indonesia dan sering di konsumsi oleh remaja.

1) Anggur

Anggur (atau juga populer disebut dalam bahasa Inggris: wine) adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh di area 30 hingga 50 derajat lintang utara dan selatan. Minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah lain yang kadar alkoholnya berkisar di antara 8% hingga 15% biasanya disebut sebagai wine buah (fruit wine).

2) Bir

(4)

10 bahan yang digunakan untuk membuat bir berbeda antara

satu tempat dan yang lain, maka karakteristik bir seperti rasa dan warna juga sangat berbeda baik jenis maupun klasifikasinya. Salah satu minuman tertua yang dibuat manusia, yaitu sejak sekitar tahun 5000 SM yang tercatat di sejarah tertulis Mesir Kuno dan Mesopotamia.

3) Brendi

Brendi (bahasa Inggris: brandy, berasal dari bahasa Belanda, brandewijn) adalah istilah umum untuk minuman anggur hasil distilasi, dan biasanya memiliki kadar etil alkohol sekitar 40-60%. Bahan baku brendi bukan hanya anggur, melainkan juga pomace (ampas buah anggur sisa pembuatan minuman anggur) atau fermentasi sari buah. Bila bahan baku tidak ditulis pada label, brendi tersebut dibuat dari buah anggur asli.

4) Rum

Rum (rhum) adalah minuman beralkohol hasil fermentasi dan distilasi dari molase (tetes tebu) atau air tebu yang merupakan produk samping industri gula. Rum hasil distilasi berupa cairan berwarna bening, dan biasanya disimpan untuk mengalami pematangan di dalam tong yang dibuat dari kayu ek atau kayu jenis lainnya. Produsen rum terbesar di dunia adalah negara-negara Karibia dan sepanjang aliran Sungai Demerara di Guyana, Amerika Selatan. Selain itu, pabrik rum ada di negara-negara lain di dunia seperti Australia, India, Kepulauan Reunion.

5) Sampanye

Sampanye adalah minuman anggur putih bergelembung yang dihasilkan di kawasan Champagne di Perancis, sekitar 90 kilometer di timur laut Paris. Reims adalah salah satu wilayah penghasil sampanye yang terkenal. Umumnya terbuat dari anggur pinot noir, sampanye yang berkualitas bagus mempunyai warna kekuningan. Sampanye biasanya hanya diminum pada acara-acara khusus seperti perayaan tahun baru dan sering pula terlihat pada perayaan kemenangan kejuaraan olahraga seperti Formula 1, di mana sang pemenang di podium membuka sebotol sampanye dan menyemprotkan isinya.

6) Tuak

Tuak atau juga disebut arak di nusantara adalah sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang mengandung gula. Tuak sering juga disebuat pula arak adalah produk yang mengandung alkohol. Bahan baku yang biasa dipakai adalah: beras atau cairan yang diambil dari tanaman seperti nira kelapa atau aren, legen dari pohon siwalan atau tal, atau sumber lain.

(5)

11 juga dengan nama brem bali, dikenal mengandung alkohol

yang kadarnya cukup tinggi.Beberapa tempat di Pulau Madura dahulu dikenal sebagai sebagai penghasil tuak, namun orang Madura tidak mempunyai kebiasaan minum yang kuat. Saat ini dapat dikatakan sangat sedikit orang Madura yang minum tuak atau arak.Masyarakat Tapanuli (Sumatera Utara), khususnya masyarakat beretnis Batak menganggap bahwa Tuak berkhasiat menyehatkan badan karena mengandung efek menghangatkan tubuh.

7) Vodka

Vodka (bahasa Polandia: wódka; bahasa Rusia:

о́ а; bahasa Ukraina: орі а, horilka; bahasa Belarus:

арі а, harilka) adalah sejenis minuman beralkohol berkadar tinggi, bening, dan tidak berwarna, yang biasanya disuling dari gandum yang difermentasi. Banyak yang menduga bahwa kata Vodka merupakan turunan dari kata bahasa Slavia "voda" (woda, о а) вang berarti "air," meskipun banyak pendapat-pendapat lain.Kecuali untuk sejumlah kecil perasa, vodka mengandung air dan alkohol (etanol).

Vodka biasanya memiliki kandungan alkohol sebesar 35 sampai 60% dari isinya. Vodka Rusia klasik mengandung 40% (80° kandungan murni), angka tersebut dirumuskan oleh ahli kimia terkenal Rusia, Dmitri Mendeleev. Menurut Museum Vodka di St. Petersburg, Rusia, Mendeleev berpendapat bahwa kandungan yang sempurna yaitu 38%, tetapi karena minuman beralkohol pada waktu itu dikenakan pajak berdasarkan kandungan alkoholnya, persentasenya dinaikkan menjadi 40 untuk mempermudah penghitungan pajak.

8) Wiski

Wiski (bahasa Inggris: whisky dari bahasa Gaelik Skotlandia, atau whiskey dari bahasa Irlandia, fuisce) merujuk secara luas kepada kategori minuman beralkohol dari fermentasi serealia yang mengalami proses mashing (dihaluskan, dicampur air serta dipanaskan), dan hasilnya melalui proses distilasi sebelum dimatangkan dengan cara disimpan di dalam tong kecil dari kayu (biasanya kayu ek).

2.1.5 Faktor Pendorong Pengkonsumsian Minuman Beralkohol

Karamoy (2004) mengungkapkan ada dua faktor yang mempengaruhi

perilaku minuman beralkohol yaitu faktor internal dan faktor eksternal antara lain

keluarga, lingkungan tempat tinggal, konformitas kelompok, keadaan sekolah dan

(6)

12 Sedangkan menurut Hawari (2001), terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk mengkonsumsi minuman beralkohol, meliputi :

1) Faktor keluarga

Diantara faktor penyebab lainnya, keluarga selalu menjadi tersangka

utaman penyebab penyalahgunaan alkohol. Pasalnya, keluarga merupakan

lingkungan terdekat yang secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian dan

perilakunya.

2) Faktor kepribadian

Kepribadian pengguna alkohol juga turut berperan dalam perilaku ini.

Pada remaja, biasanya penyalahgunaan alkohol memiliki konsep diri dan harga

diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat dengan ditandai

ketidakmampuan individu mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah

cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi juga turut mempengaruhi.

3) Faktor kelompok teman sebaya (peer group)

Kelompok atau teman sebaya yang menggunakan alkohol memiliki

kemampuan yang cukup kuat mempengaruhi orang – orang disekitarnya untuk

menggunakan alkohol.

4) Faktor kesempatan

Semakin mudahnya untuk mendapatkan alkohol, bisa dibilang sebagai

(7)

13 2.1.6 Tahap – tahap Konsumsi Alkohol

Tahap –tahap konsumsi alkohol menurut Jellinek, 1942 (dalam George,

1990) antara lain :

1) Tahap pra alcoholic

Individu kadang – kadang minum pada acara tertentu, dan belum ada

konsekwensi serius yang ditimbulkan. Frekuensi minumnya akan bergerak

antara kadang-kadang ke tahap peminum rutin, dari awalnnya yang bermotif

sosial menjadi peminum вang mendapatkan “sesuatu” dari rutinitas minum

tersebut, biasanya efek psikologikal misalnya mengurangi stress, dan akan

mulai mencari kesempatan untuk dapat minum, hal ini akan dengan cepat

berubah menjadi standar pribadi individu untuk mengatasi stress, tahap ini

biasanya berjalan 1 bulan hingga 2 tahun.

2) Tahap prodomal

Individu minum dalam jumlah banyak namun belum tampak pada

gejala masalah yang dapat diamati dari luar. Individu masih terjaga namun

beberapa kali mengalami apa yang dinamakan kehilangan kesadaran. Untuk

mengurangi stress, terkadang beberapa individu dapat berhenti minum dan

kembali menjadi peminum yang bermotif sosial. Bagaimanapun juga, banyak

diantara mereka melanjutkan untuk memperbanyak minum dan mulai

minum-minuman yang berbeda. Mencuri-curi waktu untuk minum sebelum atau

selama pesta minum terjadi.

Dalam tahap ini orang tersebut tidak menganggap alkohol sebagai

(8)

14 alkohol menjadi sangat banyak. Periode ini berlangsung antra 5 bulan – 4,5

tahun tergantung kondisi individu, dan diakhiri dengan kehilangan kontrol.

3) Tahapan crucial

Hilangnya kontrol terhadap perilaku minum alkohol dan kadang

kadang individu minum secara sangat berlebihan sebagai permintaan fisik

untuk minum lebih banyak. Individu tidak dapat mengontrol berapa jumlah ia

minum pada saat sekali minum, bisa atau tidak bisa mengontrol peminum

akan tetap meminum alkohol. Individu mulai menyadari dan mulai berpikir

rasional, kadang-kadang periode tersebut muncul saat peminum

mencoba-coba membuktikan pada orang lain, bahwa minum-minum bukanlah suatu

masalah.

Disisi lain pola pikir orang tersebut akan berubah menjadi “Jika aku

hanya ___________, maka hal itu takkan menjadi masalah bagiku. Perubahan

yang umum terjadi biasanya adalah meminum minuman yang berbeda,

misalnya dari wisky ke bir, perubahan dalam bekerja, minum-minum di

tempat lain dan mencampur beberapa jenis minuman. Bagaimanapun juga,

perubahan individu ini berakhir pada kegagalan, kurang bisa mengontrol diri,

perilaku agresif, serta gangguan dalam kehidupan keluarga dan

bermasyarakat. Peminum biasanya menjadi orang gampang marah, merasa

bersalah dan hidup menjadi terpusat pada alkohol.

4) Tahapan kronic

Aktivitas primer individu sepanjang hari adalah seputar memperoleh

dan meminum alkohol yang mana alkohol mendominasi hidupnya. Jika dalam

(9)

15 agak terganggu), pada tahap ini individu akan kehilangan pekerjaan dan

mengalami konflik dengan lingkungan dan keluarga. Peminum akan minum di

pagi buta, jeda antara botol pertama dan selanjutnya biasanya terpaut sekitar 4

jam.

Peminum menemukan bahwa rasa bersalah menjadi alasan utama dia

untuk tetap minum. Selanjutnya akan terbentuk lingkaran setan, dimana

mereka tidak akan bisa tenang jika tidak minum, mereka bisa minum

sepanjang waktu, bahkan minum bersama orang yang selama ini mereka

hindari. Toleransi menurun drastis, menjadi linglung setelah minum.

Guncangan terhadap diri menjadi sering terjadi, terkena penyakit yang terkait

dengan alkohol. Pada tahap ini individu bisa meninggal atau mengalami

kerusakan otak yang parah, dan menjadi kandidat utama untuk perawatan.

2.1.7 Tipe – Tipe Pola Minum

Jellinek вang terkenal sebagai “Bapak” dari penelitian tentang

ketergantungan alkohol mengkategorikannya menjadi 5 tipe pola minum (dalam

George, 1990) :

1) Alpha

Tipe pola minum alpha merupakan ketergantungan psikologikal

murni atas efek alkohol untuk mengurangi sakit (fisik dan mental). Tidak ada

tanda-tanda gangguan yang parah dalam kehidupan individu tipe ini. Efeknya

hanya mengakibatkan sedikit gangguan dalam hubungan antar individu dan

pekerjaan. Jellinek menghindari menyebut individu ini sebagai “peminum

(10)

16 pemikiran yang sama, dia juga berpikir jika perkembangan tersebut tidak bisa

dihindari. Tipe individu ini dapat berubah menjadi tipe gamma, tipe ini

biasanya berlangsung selaman 30 tahun – 40 tahun. Ada beberapa pendapat

tentang apakah tipe Alpha adalah peminum sejati atau bukan.

2) Beta

Tipe ini muncul saat masalah-masalah fisik yang disebabkan oleh

alkohol bermunculan, misalnya liver, radang lambung dan masalah syaraf.

Bagaimanapun juga tipe beta ini bukanlah individu yang minum karena

ketergantungan psikologi atau fisiologinya terhadap alkohol, individu tidak

mengalami gejala penarikan diri saat tidak minum, Jellinek percaya bahwa

tipe ini adalah tipe yang paling sering muncul dalam budaya luas. Jellinek

berpikir proses beta menjadi gamma atau delta sama dengan proses alpha ke

gamma.

3) Gamma

Tipe ini ditandai dengan perubahan dalam toleransi, perubahan

fisiologi, munculnya gejala-gejala tertentu dan kehilangan kontrol atas diri.

Tipe ini juga melibatkan meningkatnya kekebalan diri terhadap alkohol.

Dalam tipe ini Jellinek menjelaskan perkembangan dari ketergantungan

psikologi ke fisiologi, yang ditandai dengan perubahan sikap. Jellinek

mengatakan tipe gamma adalah tipe yang paling merusak dalam kesehatan

(11)

17 4) Delta

Tipe ini sangat mirip dengan Gamma, termasuk tiga karakteristik

yang disebut sebelumnya, namun disamping lepas kontrol, tipe ini tidak bisa

berhenti minum, seolah-olah alkohol adalah darah mereka. Pada situasi

tertentu peminum tipe ini bisa mengontrol kebiasaan mereka, tapi mereka

tidak dapat “menjalani hidup” tanpa menderita karena alkohol.

Individu tipe ini dideskripsikan Jellinek sebagai yang paling sulit

disembuhkan dan biasanya eksis di negara yang melegalkan alkohol. Jellinek

menekankan bahwa individu tipe ini adalah individu yang anti sosial. Karena

ketidak adanya penyembuhan atau penurunan. Meluasnya penyebaran tipe ini

menjadi tersembunyi dan pada akhirnya dapat diterima di masyarakat luas.

2.1.8 Gejala Pengkonsumsi Minuman Beralkohol

Gangguan mental organic yang terjadi pada diri seseorang ditandai

dengan gejala-gejala berikut :

1) Terdapat dampak berupa perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak

kekerasan lainnya, ketidakmampuan menilai realitas dan gangguan dalam

fungsi sosial dan pekerjaan (perilaku maladaptif).

2) Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut : Pembicaraan cadel, gangguan

koordinasi, cara jalan yang tidak mantap, mata jereng, muka merah.

3) Tampak gejala-gejala psikologik sebagai berikut : Perubahan alam perasaan

(mood/afek), misalnya euphoria/disforia. Mudah marah dan tersinggung

(12)

18 perhatian/konsentrasi. Hendaya ini besar pengaruhnya bagi kecelakaan lalu

lintas.

2.1.9 Keterlibatan Alkohol Pada Remaja

Adolescent Alcohol Involvement Scale atau skala keterlibatan alkohol

pada remaja merupakan skala вang disusun oleh Maвer dan Filstead’s (1979).

Skala pengukuran ini terdiri dari 14 item. Item tersebut merujuk pada beberapa

aspek keterlibatan alkohol pada remaja вang ditentukan Maвer dan Filstead’s

antara lain pengkonsumsian alkohol, frekuensi minum-minuman beralkohol, efek

dari minum-minuman beralkohol, dan pandangan / perspektif mengenai minuman

beralkohol.

Skala tersebut telah ditentukan skor pada setiap itemnya, dan terdapat 2

jenis kategori keterlibatan alkohol, yakni pada kategori penggunaan minuman

beralkohol dengan interval skor 1-36 dan kategori alkoholik / peminum berat pada

interval skor 37-80.

2.2 Konformitas

2.2.1. Definisi Konformitas

Myers (2010), konformitas merupakan perubahan perilaku atau

kepercayaan seseorang akibat dari tekanan kelompok. Sears, dkk (1999)

mengatakan bahwa konformitas adalah menampilkan suatu tindakan karena orang

lain juga melakukannya.

Conformity (konformitas) adalah tendensi untuk mengubah keyakinan

(13)

19 Goldstein, 2004). Sedangkan Baron, dkk (2008) memberikan definisi mengenai

konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah

sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial (dalam Sarwono,

2009).

Orang menyesuaikan diri karena dua alasan utama, yakni perilaku orang

lain memberikan informasi yang bermanfaat dan kita menyesuaikan diri karena

ingin diterima secara sosial dan menghindari celaan.

Namun, kecenderungan untuk melakukan konformitas tidak selalu

berarti hanya mengikuti pada hal-hal yang positif saja, manusia juga dapat

melakukan konformitas pada bentuk-bentuk perilaku negatif (Sarwono, 2009).

Dari pengertian konformitas menurut beberapa ahli diatas dapat

disimpulkan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku individu mengikuti

suatu kelompok agar diterima secara sosial.

2.2.2 Alasan utama konformitas (Sears, 1999)

1) Perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat

Orang-orang melakukan sesuatu yang dilakukan oleh orang lain

karena orang lain mempunyai, atau tampaknya mempunyai informasi yang

tidak mereka miliki. Tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi

ditentukan oleh dua aspek situasi : Sejauh mana mutu informasi yang dimiliki

orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana kepercayaan diri kita

terhadap penilaian kita sendiri.

(14)

20 Menghindarkan rasa tidak senang orang lain terhadap diri, namun

sejumlah faktor lainnya ikut menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan

celaan ini terhadap tingkat konformitas individu.

2.2.3 Faktor-faktor yang dapat menimbulkan tingkat konformitas yang lebih

tinggi (Sears,1999), antara lain :

1) Kelompok yang besar

Asch (1958) menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan tingkat

konformitas yang tinggi, ukuran kelompok tiga atau empat orang sama

mudahnya seperti yang dilakukan untuk kelompok yang lebih besar. Mann

(1977) dalam penelitian mengenai antrian, bila ada enam orang atau lebih

yang membentuk antrian, orang-orang yang baru datang biasanya juga akan

ikut dalam antrian itu, semakin banyak jumlah orang dalam suatu antrian,

semakin besar kemungkinan orang lain akan ikut mengantri (dalam Sears,

1999).

2) Keahlian kelompok

Merupakan salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap

kelompok. Semakin tinggi tingkat keahlin kelompok itu dalam hubungannya

dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan

individu terhadap pendapat mereka.

3) Ketiadaan rasa percaya diri dalam diri individu

Sisi lain adalah bahwa sesuatu yang meningkatkan kepercayaan

individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas. Salah

(15)

21 konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya

sendiri untuk menampilkan suatu reaksi.

Seseorang dapat menurunkan konformitas dengan membuat orang

lain merasa lebih menguasai suatu persoalan. Segala sesuatu yang

meningkatkan rasa percaya individu terhadap penilaiannya sendiri akan

menurunkan tingkat konformitas karena kemudian kelompok bukan

merupakan sumber informasi yang unggul lagi.

2.2.4 Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat konformitas, antara

lain:

1) Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan

pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli

bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas.

2) Bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan

individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat, dan keyakinan yang

kuat akan menurunkan konformitas.

3) Keterikatan yang semakin kuat akan semakin menurunkan konformitas.

Antara keterikatan pribadi yang kuat dan keterikatan umum tidak terdapat

perbedaan, mungkin karena keterikatan pribadi yang kuat menimbulkan

keterikatan yang begitu kuatnya sehingga konformitas berada di tingkat yang

(16)

22 2.2.5. Aspek-aspek konformitas

Menurut Sears, dkk (1999) ada beberapa aspek dalam konformitas,

yakni:

1) Kekompakan

Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu

dengan kelompoknya. Istilah kekompakan disini merupakan total kekuatan

yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat

mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Semakin besar rasa suka anggota satu

terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat

dari keanggotaan kelompok, serta makin besar kesetiaan mereka, dan

sebagainya akan semakin kompak kelompok itu. Kekompakan yang tinggi

menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Kekompakan terjadi juga

dikarenakan sebagai berikut :

a. Penyesuaian diri

Pada dasarnya orang menyesuaikan diri karena dua alasan utama,

yang pertama karena perilaku orang lain memberikan infomasi yang

bermanfaat dan yang kedua karena ingin diterima secara sosial,

memperoleh persetujuan, dan menghindari celaan kelompok.

Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan

anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi orang lain

untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok, dan semakin

menyakitkan bila orang lain mencela. Sehingga kemungkinan untuk

menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai

(17)

23 Anggota kelompok akan berusaha lebih keras untuk menyesuaikan dri

dalam kelompok yang mempunyai semangat kelompok yang tinggi.

b. Perhatian terhadap kelompok

Peningkatan konformitas inn terjadi karena anggotanya enggan

disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan akan

menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang atau

menyimpang pada saat-saat yang sangat penting akan diperlukan, tidak

menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dalam kelompok.

Semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompok, semakin

serius tingkat rasa takutnya tehadapa penolakan, dan semakin kecil

kemungkinannya untuk tidak menyetujui kelompok.

2) Kesepakatan

Kesepakatan merupakan faktor yang sangat penting bagi imbulnya

konformitas namun juga dapat menurunkan drastis konformitas, berikut

beberapa hal yang mempengaruhi :

a. Kepercayaan terhadap kelompok

Bila tingkat kepercayaan pada mayoritas tinggi akan semakin

meningkatkan konformitas. Sebaliknya bila tingkat kepercayaan terhadap

mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meski orang

yang berbeda pendapat sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota

lain yang membentuk mayoritas.

b. Pendapat yang sama

Pendapat yang sama akan meningkatkan konformitas karena jika

(18)

24 dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam pandangannya

sendiri maupun dalam pandangan orang lain.

c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok

Dalam kelompok apabila satu orang saja tidak sependapat

dengan anggota yang lain dalam kelompok tersebut, akan menurunkan

tingkat konformitas sebesar seperempat dari tingkat umumnya, entah

orang yang berbeda pendapat tersebut mempunyai jabatan atau tidak,

mempunyai keahlian atau tidak, konformitas cenderung turun sampai

tingkat yang terendah.

3) Ketaatan

Dalam penelitian ketaatan oleh Milgram, 1963 (dalam Sears, 1999)

hasil-hasil menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut subjek mengalami

tekanan yang besar dari situasi dan tuntutan peneliti sendiri daripada tugas

yang diberikan pada subjek.

a. Tekanan karena ganjaran, ancaman/hukuman

Meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan

perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, hukuman atau ancaman

merupakan salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan. Misal anak

terkadang lebih menurut dengan apa yang diperintahkan orang tua dengan

ganjaran dan hukuman, jika nilai pada tesnya baik akan diberikan uang

saku lebih, dan ancaman bila anak merokok akan dipukul.

Namun ketaatan juga dapat dipengaruhi melalui peniruan dan

(19)

25 yang mereka lihat dilakukan oleh orang lain. Jika melihat seseorang tidak

taat, dia akan cenderung menjadi kurang taat.

b. Harapan orang lain

Orang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena

orang itu tersebut mengharapkannya. Orang akan menampilkan perilaku

sesuai dengan label yang anda berikan. Misal karena orang lain mmberi

label murah hati dan tidak murah hati, seseorang akan berusaha untuk

mendapat label murah hati dari orang lain.

Suatu label dapat memperkuat gambaran itu dan mendorong

orang untuk menampilkan perilaku yang sesuai dengan gambaran tersebut,

di waktu lain, label dapat membuat orang merasa cemas tentang gambaran

tersebut dan berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Elemen kognitif, dan terutama pemikiran orang mengenai dirinya

sendiri, memainkan peran penting dalam ketaatan. Harapan-harapan orang

lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat

implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan

menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala

sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal

yang hampir tidak mungkin timbul.

2.3 Hasil Penelitian yang Berhubungan

Berikut beberapa penelitian yang telah ada untuk mendukung penelitian

ini, yakni hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2013) menunjukkan

(20)

minum-26 minuman beralkohol pada remaja sebesar rxy = 0,397 dengan taraf signifikansi

0,000 (p<0,01).

Penelitian oleh Priharjanti (2011) hasil penelitian menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara konformitas kelompok dengan perilaku minum

minuman keras pada remaja dengan rxy sebesar 0,05 dan p=0,000 (p<0,05).

2.4 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka penulis mengajukan hipotesis

bahwa “Ada hubungan yang positif signifikan antara konformitas dengan

konsumsi minuman beralkohol pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tengaran

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diterapkan model pembelajaran team quiz berbantuan macromedia flash

bahwa skripsi dengan judul : Analisis Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, dan Harga terhadap Minat Beli Produk Oriflame (Studi Kasus pada Mahasiswi Fakultas Ekonomika dan

Pendapat tersebut juga sejalan dengan hasil Penelitian Arkham (2014:94) yang berjudul penalaran adaptif siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika materi

Menurut Frees (2003:276) orientasi kewirausahaan adalah kunci untuk meningkatkan kinerja pemasaran. Perusahaan yang pemimpinnya berorientasi wirausaha memiliki visi yang

Jabatan dalam suatu perusahaan atau kantor menuntut adanya syarat-syarat pendidikan umum dan khusus, baik itu jenjang pendidikan ataupun keahlian yang dimiliki oleh

Penelitian kuantitatif digunakan peneliti untuk mengetahui hubungan antara tiga variabel dalam penelitian ini yaitu variabel model pembelajaran problem posing,

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat

Skripsi dengan judul “ Studi Korelasi antara Prestasi Belajar Bahasa Indonesia dengan Prestasi Belajar Matematika pada Soal Cerita di Smp Sore Pule Trenggalek 2009