• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENKULTURASI BUDAYA MASYARAKAT BALI DI DAERAH TRANSMIGRASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ENKULTURASI BUDAYA MASYARAKAT BALI DI DAERAH TRANSMIGRASI."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ENKULTURASI BUDAYA MASYARAKAT BALI DI DAERAH

TRANSMIGRASI

(Studi Kasus pada Desa Adat Bali di Daerah Transmigrasi Desa Rejo Binangun,

Lampung Timur)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sosiologi

Oleh

YOVI RESTIANDARI 1005438

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Lampung Timur)

Oleh

Yovi Restiandari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Yovi Restiandari 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak

(3)

(Studi Kasus pada Desa Adat Bali di Daerah Transmigrasi Desa Rejo

Binangun, Lampung Timur)

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I,

Dr. Elly Malihah., M.Si.

NIP. 19660425 199203 2 002

Pembimbing II,

Mirna Nur Alia A, S.Sos., M.Si

NIP. 19830312 201012 2 008

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi UPI Bandung

Siti Komariah, M.Si., Ph.D.

(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN…… ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

A. Hakikat Enkulturasi ... 11

1. Pengertian Enkulturasi ... 11

2. Perbedaan Enkulturasi dengan Sosialisasi... ... 13

3. Hubungan Enkulturasi dalam proses pewarisan budaya ... 13

4. Media Enkulturasi... 14

B. Peranan Pendidikan dalam Melestarikan Kebudayaan... 15

1. Pelestarian Kebudayaan... 15

2. Pendidikan Sosiologi dalam Melestarikan Budaya... . 17

C. Hakikat Budaya ... 19

1. Kebudayaan... 19

2. Wujud Kebudayaan………. ... 22

3. Unsur-unsur Kebudayaan……… ... 24

(5)

6. Nilai Budaya... ... 27

D. Hakikat Norma ... 29

1. Pengertian Norma……… ... 29

2. Norma Moral... ... 30

3. Tingkatan Norma... ... 30

E. Hakikat Masyarakat………. ... 31

1. Pengertian Masyarakat……….... ... 31

2. Unsur-unsur Masyarakat……... ... 32

F. Pengertian Transmigrasi……….. ... 33

G. Teori Sistem Sosial………. ... 35

1. Pengertian Sistem Sosial... ... 36

2. Unsur-unsur Pokok Sistem Sosial... ... 37

H. Perubahan Sosial... ... 38

1. Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya... ... 38

2. Teori Fungsional... ... 41

I. Penelitian Terdahulu... ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Lokasi dan Subjek Penelitian... 46

1. Lokasi Penelitian... ... 46

2. Subjek Penelitian... ... 46

B. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 48

1. Metode Penelitian ... 48

2. Pendekatan Penelitian ... 50

C. Instrumen Penelitian ... 51

D. Teknik Pengumpulan Data... ... 52

1. Wawancara... ... 52

2. Observasi... ... 55

3. Studi Dokumentasi... ... 56

4. Studi Literatur... ... 56

E.Prosedur Penelitian ... 57

(6)

2. Tahap Perijinan Penelitian ... 57

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian... ... 58

E.Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 59

1. Reduksi Data ... 59

2. Penyajian Data ... 60

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi ... 60

F. Uji Validitas Data ……..……….. ... 61

1. Mengadakan Member Chek. ……… ... 61

2. Triangulasi ……….. ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Kondisi Umum Desa Rejo Binangun……… ... 63

1. Keadaan Umum Masa Lampau……… ... 63

a. Sejarah Desa Rejo Binangun... ... 63

b. Pembangunan pada Awal Transmigrasi... ... 64

c. Pendidikan diawal Transmigrasi... ... 64

d. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Rejo Binangun... ... 65

e. Kegiatan Rohani... ... 65

2. Keadaan Umum Desa Rejo Binangun saat ini……… ... 67

B. Deskripsi Hasil Penelitian ……….. ... 75

1. Hasil Observasi ……… ... 75

2. Hasil Wawancara ………. ... 80

C. Pembahasan Hasil Penelitian ………. ... 108

D. Kesimpulan Teoritis... 124

E. Pokok Bahasan Enkulturasi Budaya dalam Kurikulum SMA 2013... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 131

A. Kesimpulan ……….. ... 131

B. Saran ……… ... 134

DAFTAR PUSTAKA……….. 135

(7)

i

Enkulturasi Budaya Masyarakat Bali Di Daerah Transmigrasi

Yovi Restiandari 1005438

ABSTRAK

Pelestarian budaya bagi masyarakat yang melakukan transmigrasi tentu berbeda cara dan prosesnya dibandingkan dengan masyarakat yang menjadi suku asli suatu daerah. Bahkan juga mengalami kendala-kendala tertentu. Contohnya pada masyarakat transmigran Bali yang ada di Desa Rejo Binangun, Lampung Timur. Masyarakat Bali dalam melakukan transmigrasi tentu juga membawa tradisi daerah masing-masing. Untuk dapat terus mewariskan budaya-budaya Bali, generasi tua mengajarkan budaya-budaya tersebut kepada generasi muda. Masyarakat Bali dalam melakukan pelestarian budaya disebut juga dengan proses enkulturasi budaya. Enkulturasi budaya adalah proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap individu dengan sistem norma, adat dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai bagaimana strategi dalam upaya enkulturasi budaya. Selain itu, tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui kendala-kendala yang terjadi terkait dengan enkulturasi budaya dan juga bagaimana cara mengatasi kendala tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif dan data diuraikan secara deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa strategi enkulturasi budaya dilakukan secara struktual oleh kepala adat yang menaungi desa adat, masyarakat Hindu Bali dan orang tua selaku warga adat, Disbupar yang menaungi perihal kebudayaan dan sekolah yang berada di lingkungan masyarakat Bali. Dalam melakukan enkulturasi budaya tersebut, terdapat kendala berupa hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat yang melanggar desa adat, kendala yang terkait dengan transmigrasi dan kendala ini merupakan kendala yang paling banyak ditemui. Dan kendala yang terakhir yaitu kendala yang berkaitan dengan generasi muda. Namun kendala-kendala tersebut dapat diatasi oleh pihak-pihak yang bersangkutan seperti kepala adat, masyarakat dan orang tua, Disbudpar dan sekolah.

(8)

Enculturation Balinese Culture On Transmigration Areas

Yovi Restiandari 1005438

ABSTRACT

Preservation of culture for the people who do the transmigration of different ways and the process compared to the indigenous populations of an area. Even experienced certain constraints. For example in the community Balinese transmigrants in the village rejo Binangun, East Lampung. The people of Bali in doing transmigration of course also brought traditions of each region. To be able to continue to pass on cultures of Bali, the older generation teaches the cultures to the younger generation. Balinese people in the preservation of culture is also called the process of enculturation culture. Cultural enculturation is the process of studying and adjusting the minds and attitudes of individuals with a system of norms, customs and rules of living in a culture.

The purpose of this study was to find out information about how the strategy in an attempt enculturation culture. In addition, the purpose of this research is to know the constraints that occur related to cultural enculturation and also how to overcome these obstacles.

The method used in this study is a case study with a qualitative approach and data described descriptively. Data collection techniques used were through interviews, observation, documentation studies and literature studies.

From the results of this research is that the strategy of cultural enculturation struktual done by the village headman, who overshadowed the traditional village, Balinese Hindu community and parents as indigenous people, Disbupar that houses about culture and schools located in the community of Bali. In conducting the cultural enculturation, there are constraints in the form of things that relate to people who violate the traditional village, the constraints associated with the transmigration and this constraint is a constraint that is most common. And the last obstacle is the difficulties associated with the younger generation. However, these constraints can be resolved by the parties concerned as the head of customs, community and parents, school and Disbudpar.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak

kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas

masing-masing. Walaupun corak kebudayaan itu beraneka ragam sesuai dengan

kebhinekaan suku bangsa dan agama, namun mempunyai ciri-ciri yang sama

yakni bersifat keindonesiaan.

Kebudayaan Bali yang bercorak tradisi dan religius Hindu merupakan

nilai-nilai luhur warisan budaya bangsa dan menjadi penggerak dalam mewujudkan

cita-cita bangsa. Warisan budaya Bali merupakan hasil proses peradaban

masyarakat Bali secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya,

yang mempunyai fungsi sangat vital dalam mengarahkan dan mengendalikan

perilaku manusia menuju kehidupan yang lebih manusiawi dan beradab.

Kebudayaan Bali sebagai salah satu bagian dari kebudayaan Indonesia

sebenarnya dapat dilihat sebagai suatu hasil dan sekaligus proses penghayatan

terhadap nilai-nilai leluhur yang telah disepakati bersama sebagai norma oleh para

penduduknya. Oleh karena itu, kebudayaan Bali pada awalnya adalah landasan

perilaku yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Bali. Namun

ketika kebudayaan Bali ditepatkan dalam tatanan kebudayaan Indonesia, maka

usaha-usaha untuk mengembangkan kebudayaannya harus diarahkan kepada

tatanan yang bersifat nasional.

Adapun cita-cita pengembangan kebudayaan Indonesia tersebut dirumuskan

dalam UUD 1945 pasal 32 menurut Depdikbud (1998, hlm 1) sebagai berikut :

Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Atas kesepakatan ini kebudayaan Bali harus dikembangkan sesuai dengan

(10)

Indonesia, kebudayaan Bali mungkin hanya dapat disaingi oleh kebudayaan Jawa

dalam hal pertahanan budaya sepanjang perjalanan sejarah.

Masyarakat Bali biasanya hidup secara berkelompok yang terbentuk dalam

satu desa adat atau biasa disebut dengan desa pakraman sebagai suatu kesatuan

masyarakat. Kesatuan tersebut memiliki tradisi dan tata krama pergaulan hidup

masyarakat umat Hindu tersendiri dalam ikatan kahyangan tiga dan mempunyai

wilayah tertentu, harta kekayaan sendiri, serta berhak mengurus rumah tangganya

sendiri. Dalam satu desa pakraman, biasanya terdiri dari satu atau lebih banjar

pakraman sebagai unit di bawah desa pakraman yang memiliki seperangkat aturan

adat (awig-awig) yang digunakan untuk mengatur hubungan perilaku

antarindividu manusia dalam masyarakat.

Awig-awig dibuat oleh warga desa melalui kesepakatan dalam rapat desa

yang disusun berdasarkan nilai-nilai ajaran Hindu. Dalam awig-awig tersebut

diatur hak dan kewajiban krama desa, diantaranya kewajiban warga (krama) untuk

memelihara tempat suci (pura) dan prosedur untuk mendapatkan bantuan dari desa

pakraman dalam melaksanakan kegiatan upacara adat dan agama yang bersifat

suka maupun duka. Di samping itu, awig-awig memuat sanksi adat yang diberikan

kepada setiap warga desa pakraman yang melanggar hak dan kewajiban yang

dimaksud.

Pada tahun 1950-an pemerintah Belanda, melakukan kolonisasi atau yang

saat ini dikenal dengan sebutan transmigrasi, yang dikhususkan pada masyarakat

yang menghuni di Pulau Jawa dan Bali. Masyarakat Jawa dan Bali tersebut

dipindahkan ke pulau-pulau yang masih sedikit penghuninya seperti Sumatra,

Kalimantan, Sulawesi serta pulau-pulau kecil lainnya. Di daerah Sumatra sendiri,

salah satu tempat tujuan transmigrasi adalah di provinsi Lampung. Saat itu,

Provinsi Lampung belum berdiri sendiri dan masih bersatu dengan Provinsi

Sumatra Selatan.

Transmigrasi yang dilakukan sejak zaman kolonial Belanda ini memiliki

beberapa tujuan demi kehidupan Indonesia yang lebih maju, meskipun awalnya

(11)

beberapa daerah di Indonesia. Koentjaraningrat ( 1982, hlm 248) menyatakan

bahwa:

Distribusi penduduk di Indonesia, telah dirasakan lama oleh Pemerintah Jajahan Belanda sebagai suatu keadaan yang bisa menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi yang serius. Demikian mereka berusaha untuk memindahkan penduduk Jawa, Madura dan Bali terutama dari daerah–daerah yang telah sangat padat ke daerah-daerah di luar Jawa dan Madura yang masih relatif kosong.

Jadi, untuk mengatasi berbagai masalah sosial-ekonomi yang ada di

Indonesia, pemerintah jajahan Belanda berusaha memindahkan warga yang berada

di Jawa, Madura dan Bali untuk berpindah (transmigrasi) ke luar Jawa seperti

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain. Seiring dengan perubahan

lingkungan strategis di Indonesia, transmigrasi dilaksanakan dengan paradigma

baru sebagai berikut (http://id.wikipedia.org/wiki/Transmigrasi) :

1. Mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan 2. Mendukung kebijakan energi alternatif (bio-fuel)

3. Mendukung pemerataan investasi ke seluruh wilayah Indonesia 4. Mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan 5. Menyumbang bagi penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan

Transmigrasi tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk,

melainkan upaya untuk pengembangan wilayah. Metodenya tidak lagi bersifat

sentralistik dan top down dari Jakarta, melainkan berdasarkan kerjasama antar

daerah pengirim transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Penduduk

setempat semakin diberi kesempatan besar untuk menjadi transmigran penduduk

setempat (TPS), proporsinya hingga mencapai 50:50 dengan transmigran

penduduk asal (TPA).

Dasar hukum yang digunakan untuk program ini adalah Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (sebelumnya

UU Nomor 3 Tahun 1972) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi (Sebelumnya PP Nomor 42

Tahun 1973), ditambah beberapa Keppres dan Inpres pendukung.

Pada periode tahun 1950-1969, Lampung mendapat tambahan penduduk

(12)

transmigrasi awalnya merupakan program politik balas budi belanda, yaitu untuk

mendukung upaya belanda mengelola tanah perkebunan di Lampung. Para

transmigran itu ditempatkan di kawasan Gedongtataan ( Kabupaten Pringsewu),

Gading Rejo (Kabupaten Pringsewu), Wonosobo ( Kabupaten Tanggamus),

Metro, Lampung Tengah, Batanghari (Lampung Timur) dan Kabupaten Tulang

Bawang.

Masyarakat asal Bali sendiri melakukan transmigrasi mulai tahun 1952 datang

di Provinsi Lampung. Gelombang pertama berasal dari beberapa Kabupaten di

Bali seperti Tabanan, karangasem, dan Klungkung. Kemudian mereka menempati

wilayah Seputih Raman, Lampung Tengah. Setelah gelombang pertama pada

tahun 1952, gelombang kedua datang ke provinsi Lampung pada Tahun

1963-1964, pasca letusan Gunung Agung di Bali. Mereka mendiami wilayah Lampung

Selatan. Kedua gelombang transmigran tersebut harus menghadapi permasalahan

yang sama, yaitu harus bertahan hidup di tengah hutan belantara, membuka lahan

pertanian yang masih berupa hutan dengan binatang - binatang buas seperti

harimau, ular hingga beruang ganas. Para kolonis yang sekarang dikenal dengan

nama transmigran itu tidak hanya membawa peralatan pertanian, namun juga

membawa nama desa dan kebudayaan mereka di tanah yang baru. Sambil

membuka hutan menjadi areal pertanian, para kolonis itu juga membangun desa –

desa dan melanjutkan tradisi budayanya.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa para transmigran membawa

tradisi budayanya masing-masing, hal itu juga berlaku pada masyarakat Bali di

daerah Lampung. Meskipun tidak sebesar peradaban kebudayaan di Provinsi Bali,

namun para transmigrasi Bali di Provinsi Lampung ini cukup mendapatkan

perhatian dari masyarakat adat lain yang tinggal di Daerah Provinsi Lampung.

Terutama jika terdapat suatu upacara atau perayaan hari besar Hindu- Bali.

Awalnya warga Bali hanya ada di tiga Kabupaten di Lampung. Namun kini warga

asal Bali sudah tersebar di 14 Kabupaten/ Kota Di Lampung. termasuk di Desa

Rejo Binangun, Raman Utara, Lampung Timur. Warga Bali yang berada di

(13)

Lampung Timur dan Lampung Selatan. Dan sisanya menyebar diberbagai sudut

Provinsi Lampung.

Seperti di Provinsi Bali, masyarakat transmigran asal Bali ini hidup secara

berkelompok dan membentuk desa adat atau Desa Pakraman. Dengan hidup

berkelompok seperti demikian, pelestarian budaya Bali dapat dilakukan tanpa

mendapatkan masalah yang berarti. Kebudayaan Bali masih dapat dilestarikan

meskipun berada di daerah transmigrasi.

Melestarikan budaya di daerah transmigrasi tentunya memiliki cara yang

berbeda dengan daerah asalnya. Bahkan upaya melestarikan budaya memiliki

kendala-kendala tertentu yang diakibatkan oleh transmigrasi itu sendiri.

Masyarakat Desa Rejo Binangun hingga saat ini tidak pernah mengalami konflik

berkepanjangan dengan masyarakat asli Lampung seperti di daerah Lampung

Selatan. Hal itu karena masyarakat Lampung menyadari bahwa daerah Lampung

merupakan daerah transmigrasi. Masyarakat Lampung dan Bali sama-sama

menjunjung rasa toleransi. Sehingga satu sama lain tidak pernah mengusik

keberadaan suku bangsa yang lainnya.

Pelestarian budaya tersebut dapat dilakukan dengan cara enkulturasi budaya.

Enkulturasi budaya adalah proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran

serta sikap individu dengan sistem norma, adat dan peraturan-peraturan yang

hidup dalam kebudayaannya. ( Waridah dkk 2000, hlm 216). Untuk dapat

mempertahankan budaya Bali, masyarakat transmigran tersebut harus memiliki

cara-cara tersendiri. Masyarakat transmigran Bali pertama-tama harus melakukan

adaptasi secara terus menerus sejak awal di tempatkan di Desa Rejo Binangun

hingga saat ini. Selain melakukan adaptasi, masyarakat transmigran Bali tersebut

memiliki kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu.

Contohnya yaitu melakukan kegiatan upacara maupun kegiatan kebudayaan yang

dilakukan secara rutin agar tradisi yang dimiliki tidak punah. Selain itu,

masyarakat seharusnya memiliki solidaritas yang kuat untuk melakukan

kerjasama demi tercapainya tujuan yang telah dibentuk. Masyarakat transmigran

juga harus memiliki strategi-strategi untuk mempertahankan budaya agar tidak

(14)

Dari pemaparan diatas, hal-hal itulah yang melatarbelakangi penulis untuk

meneliti mengenai enkulturasi Budaya masyarakat Bali di daerah transmigrasi,

khususnya tentang “Enkulturasi Budaya Masyarakat Bali di Daerah

Transmigrasi (Studi Kasus pada Desa Adat Bali di Daerah Transmigrasi Desa Rejo Binangun, Lampung Timur). Hal itu dilakukan karena ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang bagaimana cara-cara enkulturasi budaya Bali

di Provinsi Lampung guna melestarikan budaya Bali meskipun berada di daerah

transmigrasi.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan dan melihat

kondisi yang terjadi di lapangan, dapat diidentifikasikan beberapa masalah yaitu

sebagai berikut:

1. Budaya Bali masih terjaga di Desa adat Bali desa Rejo Binangun, Lampung

Timur meskipun tidak sebesar peradaban kebudayaan di Provinsi Bali.

2. Di Desa Rejo Binangun masih sering melaksanakan upacara-upacara adat dan

merayakan hari-hari besar tertentu yang terkadang menarik minat masyarakat

setempat.

3. Terdapat upaya-upaya enkulturasi budaya meskipun berada di daerah

transmigrasi.

4. Proses enkulturasi terjadi di lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan

dibantu oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan.

C. Rumusan dan Batasan Masalah

Bertitik tolak pada latar belakang masalah diatas, yang menjadi

permasalahan pokok yang akan di teliti adalah “bagaimana proses enkulturasi budaya masyarakat Bali di daerah transmigrasi di Desa Rejo Binangun, Lampung

Timur?” Mengingat rumusan tersebut masih terlalu luas, maka untuk

memudahkan dalam melakukan penelitian, maka dapat dirinci beberapa

(15)

1. Bagaimana strategi atau pendekatan dalam melakukan enkulturasi budaya

pada masyarakat transmigran Bali di Desa Rejo Binangun, Lampung Timur?

2. Bagaimana kendala enkulturasi budaya masyarakat transmigran Bali di Desa

Rejo Binangun, Lampung Timur?

3. Bagaimana upaya mengatasi kendala enkulturasi budaya masyarakat

transmigran Bali di Desa Rejo Binangun, Lampung Timur?

D. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan atau penelitian ini, penulis memiliki tujuan-tujuan tertentu.

Adapun tujuan- tujuan itu terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai

berikut:

1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai

bagaimana enkulturasi budaya Bali di daerah transmigrasi terutama di Desa Rejo

Binangun, Lampung Timur. Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan agar

masyarakat Bali yang terdapat di Provinsi Lampung terutama di Desa Adat Bali,

Desa Rejo Binangun, Lampung Timur dapat mempertahakan Budaya Bali yang

melekat pada kelompoknya

2. Tujuan Khusus

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi strategi atau pendekatan dalam melakukan enkulturasi

budaya pada masyarakat transmigran Bali di daerah Rejo Binangun,

Lampung Timur.

2. Mendeskripsikan kendala enkulturasi budaya masyarakat transmigran Bali di

Desa Rejo Binangun, Lampung Timur.

3. Mendeskripsikan upaya mengatasi kendala enkulturasi budaya masyarakat

(16)

E. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Secara teoritis, penelitan ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan

kontribusi dalam menjaga dan mempertahankan budaya Bali, meskipun berada di

daerah transmigran selama puluhan tahun. Selain itu, ketika kita mengetahui apa

yang menjadi kendala dalam mempertahankan budaya Bali, maka kita akan lebih

mudah untuk memberikan solusi bagi kasus ini. Penelitan ini juga diharapkan

dapat bermanfaat untuk menambah khasanah pengetahuan bagi peneliti dan

pembaca mengenai enkulturasi budaya Bali di daerah transmigrasi terutama di

Desa Adat Bali, Desa Rejo Binangun, Lampung Timur.

2. Praktis

Secara praktis, penilitian ini bermanfaat sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

Penelitian ini berguna sebagai sarana pengetahuan dan diharapkan dapat

membantu melestarikan budaya Bali di daerah transmigrasi terutama di

Desa Rejo Binangun, Lampung Timur.

b. Bagi Masyarakat Bali di Desa Rejo Binangun, Lampung Timur

Penelitian ini berguna agar masyarakat Bali yang berada di Provinsi

Lampung mampu melestarikan budaya Bali meskipun sedang berada di

daerah transmigrasi yaitu di Provinsi Lampung.

c. Bagi Masyarakat sekitar Desa Rejo Binangun, Lampung Timur

Penelitian berguna agar masyarakat Raman Aji dapat membantu

melestarikan serta dapat lebih mengenal berbagai macam budaya Bali

pada masyarakat selain Bali di Desa Rejo Binangun.

d. Bagi Pemerintah Provinsi Lampung

Penelitian ini berguna agar pemerintah Provinsi Lampung khususnya

Dinas Kebudayaan Lampung lebih memperhatikan budaya lain yang ada

di Lampung. Tidak hanya kebudayaan Lampung saja, tetapi juga

(17)

F. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi atau sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Pendahuluan merupakan bagian awal dalam penyusunan skripsi yang berisi:

latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, serta struktur organisasi penelitian.

2. BAB II Kajian Pustaka

Kajian pustaka mempunyai peran yang sangat penting. Bab ini memuat

konsep mengenai enkulturasi, budaya, transmigrasi dan masyarakat serta hal yang

menjadi teori utama. Melalui kajian pustaka ditunjukkan “the state of the art” dari

teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu

yang diteliti. Dalam kajian pustaka, peneliti membandingkan, mengontraskan, dan

memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji dikaitkan dengan

masalah yang diteliti.

3. BAB III Metode Penelitian

Pada BAB metode penelitian ini akan menjelaskan mengenai metodologi

yang ingin digunakan dan jenis penelitian apa yang dipilih oleh penulis. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan

kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,

studi literatur dan studi dokumentasi.

4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada BAB 1V ini berisikan tentang pengolahan atau analisis data dan

pembahasan atau analisis temuan. Pengolahan data dilakukan berdasarkan

tahap-tahap yang telah ditentukan. Di dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan

dengan metode penelitian kualitatif. Pembahasan dalam BAB ini dikaitkan dengan

teori-teori terkait yang telah dibahas pada BAB II Kajian Pustaka.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Pada BAB V akan disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil

analisis temuan penelitian. Kesimpulan harus menjawab pertanyaan penelitian

(18)

dapat ditujukkan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil

penelitian yang bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk

melakukan penelitian selanjutnya, kepada pemecahan masalah di lapangan atau

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan diteliti oleh penulis terletak di Desa Rejo Binangun

Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Lokasi

penelitian tersebut dipilih karena di desa tersebut terdapat desa yang mayoritas di

huni oleh warga asal Bali yang saat itu melakukan transmigrasi ke daerah

Lampung. Hingga daerah ini membentuk desa adat Bali yang cukup terkenal

disekitar Daerah Lampung Timur karena masih mempertahankan budaya Adat

Bali. Bahkan pertahanan budaya dilakukan tidak hanya oleh keluarga, namun juga

diajarkan pada dunia pendidikan.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber yang dapat memberikan informasi

mengenai permasalahan yang akan penulis teliti. Adapun subjek yang akan diteliti

yaitu:

a. Kepala Desa Adat Bali Rejo Binangun sebagai orang yang dihormati dan

dianggap memiliki peran penting dalam penegakan hukum yang dibentuk

baik lisan maupun non lisan dan juga sebagai pengambil keputusan guna

menjaga kelestarian kebudayaan Bali yang berada di Desa tersebut.

Dalam hal ini, Kepala Desa Adat Bali Rejo Binangun merupakan informan

kunci. Karena beliau memiliki peran sangat penting dalam strategi dan

pendekatan pelestarian budaya, serta dinilai sebagai orang yang paling

mengerti mengenai pihak-pihak selanjutnya yang dapat membantu

melestarikan budaya Bali.

b. Pihak Pemerintah yang terdiri dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (

Disbudar) Kabupaten Lampung Timur yang memiliki andil dalam menaungi

perihal kebudayaan. Serta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

(20)

kewenangannya untuk mengizinkan suatu perkara yang berhubungan dengan

pendidikan.

c. Masyarakat Adat Bali di Desa Rejo Binangun sebagai pelaksana kebudayaan

yang memiliki peran penting dalam melestarikan kebudayaan Bali yang ada

di Desa tersebut.

d. Pihak sekolah yang dapat membantu menjaga pelestarian budaya Bali di Desa

Rejo Binangun. Karena pada sekolah tersebut memiliki perbedaan dengan

sekolah yang lain. Di sekolah yang berada di Desa tersebut, melaksanakan

kegiatan yang disesuaikan dengan Kebudayaan Bali yang kental dengan desa

tersebut.

Pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling dan snowball sampling. Sugiyono (2011, hlm. 53) menjelaskan

pengertian purposive sampling adalah sebagai berikut:

purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu itu misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti.

Artinya, subjek penelitian relatif sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian

tetapi subjek penelitian dapat terus bertambah sesuai keperluan. Pada penelitian

kualitatif tidak ada sampel acak tetapi pemilihan sampel dilaksanakan secara

berurutan, penyesuaian berkelanjutan dari sampel dan pemilihan berakhir jika

sudah terjadi pengulangan.

Pengertian snowball sampling dikemukakan oleh Sugiyono (2012 : 54) yang

menyatakan bahwa:

(21)

Pada teknik pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling ini,

banyaknya subjek dalam penelitian ini ditentukan oleh adanya pertimbangan

perolehan informasi. Jika data telah memadai, dan telah sampai pada titik jenuh,

maka keabsahan data dianggap cukup. Yang dimaksud dengan data telah

mencapai titik jenuh yaitu data atau informasi yang diperoleh memiliki kesamaan

setelah dilakukan penelitian terhadap informan yang berbeda.

Oleh karena itu, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam pengumpulan

data pada teknik sampling ini, responden didasarkan pada ketentuan atau

kejenuhan data dan informasi yang diberikan.

B. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam melaksanakan penelitian adalah

metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Suryabrata (1983)

penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi

secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau

daerah tertentu (Haryanto,

http://belajarpsikologi.com/pendekatan-jenis-dan-metode-penelitian-pendidikan/). Nazir (2005, hlm. 54) menyatakan pengertian

metode deskriptif yaitu sebagai berikut:

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran atau sesuatu pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang terjadi.

Adapun pengertian penelitian deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi

(2004, hlm. 44) adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan

masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data,

menganalisis dan menginterpretasi.

Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa “aktivitas dalam analisis

data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh” . (Sugiyono 2008, hlm. 430).

Metode penelitian deskriptif merupakan metode yang digunakan oleh penulis

(22)

karena metode penelitian deskriptif mengungkapkan berbagai sumber data dan

informasi pendapat-pendapat dari para ahli. Serta dengan mengobservasi dan

wawancara sumber-sumber dapat dijadikan suatu kesimpulan yang maksimal. Di

dalam metode deskriptif ini juga tidak terbatas hanya pada pengumpulan data saja

akan tetapi dapat juga melalui analisis data. Dengan begitu pembahasan dan

analisis data menjadi mudah untuk dipahami.

Berdasarkan jenis penelitan deskriptif, penulis menggunakan metode studi

kasus. Karena metode studi kasus merupakan metode yang meneliti suatu kasus

yang terjadi serta akan memperoleh gambaran kasus secara detail. Kasus yang

diambil dalam hal ini adalah mengenai enkulturasi atau pewarisan budaya pada

kasus masyarakat transmigran Bali.

Oleh karena itu dalam penelitian mengenai enkulturasi budaya pada

masyarakat transmigran Bali di Desa Rejo Binangun ini menggunakan metode

studi kasus karena walaupun masyarakat transmigrasi di Provinsi Lampung ini

terdiri dari berbagai suku seperti Suku Jawa, Sunda, Madura, dan lain-lain, namun

masyarakat transmigran asal Suku Bali memiliki nilai yang khas, meskipun tidak

sepenuhnya sama seperti yang berada di daerah asalnya Provinsi Bali. Selain itu,

peneliti ingin memperoleh gambaran yang detail mengenai budaya yang terus

terjaga hingga saat ini.

Budaya Bali yang masih kental di desa adat Desa Rejo Binangun

mendapatkan cukup banyak perhatian dari masyarakat sekitar. Karena pada desa

adat tersebut sering terjadi upacara-upacara adat yang dalam perayaannya tersebut

mengundang rasa penasaran dari para masyarakat yang berada disekitar kawasan

desa tersebut. Dengan menggunakan metode studi kasus ini peneliti berharap

dapat mengetahui gambaran secara detail mengenai masalah enkulturasi budaya

pada masyarakat Bali yang ada di daerah transmigrasi yaitu Provinsi Lampung

khususnya di Lampung Utara Kabupaten Raman Aji Kecamatan Raman Utara

(23)

2. Pendekatan Penelitian

Dalam hal ini penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengertian

metode penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi

atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,

analisis data kuantitatif / statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang

telah ditetapkan ( Sugiyono 2011, hlm. 8).

Creswell (2010, hlm. 167) mengungkapkan bahwa “Tujuan dari penelitian

kualitatif ini yaitu pada umumnya mencakup informasi tentang fenomena utama

yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipasi penelitian dan lokasi penelitian.

Sugiono (2011, hlm. 9) menjelaskan pengertian metode penelitian kualitatif

sebagai berikut:

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif / kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Pendapat yang lain diungkapkan oleh Maleong (2010, hlm. 27) dalam

bukunya yang berjudul “Metode Penelitian Kualitatif” yaitu sebagai berikut:

Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengandalkan analisa data dan secara induktif mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori yang dasar. Selain itu, penelitian kualitatif bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data dan rancangan penelitannya bersifat sementara serta hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak antara penelitian dan subjek penelitian.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis berpandangan bahwa dalam penelitian

ini,metode kualitatif merupakan metode yang paling tepat digunakan dalam

penelitian ini. Alasan-alasan digunakannya metode kualitatif dalam penelitian ini

adalah karena yang pertama bahwa masalah yang dikaji oleh penulis adalah

(24)

dibutuhan data akurat di lapangan agar sesuai dengan fakta yang terjadi di

lapangan. Yang kedua bahwa dalam pendekatan kualitatif mampu menyajikan

secara langsung hubungan interaksi antara penanya dengan responden. Melalui

pendekatan kualitatif tersebut, peneliti dapat secara langsung mengamati

kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan enkulturasi budaya masyarakat desa Adat

Bali, serta dapat berinteraksi pada saat kegiatan itu berlangsung.

Yang ketiga yaitu yang menjadi instrumen utama dalam penelitian kualitatif

ini adalah peneliti itu sendiri. Hal tersebut memperkuat bahwa memang

pendekatan dalam penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang sanga tepat

digunakan dalam penelitian ini, karena dalam penelitian kualitatif ini memiliki

adaptasi yang sangat tinggi sehingga mengharuskan peneliti untuk dapat

menyesuaikan diri ketika penelitian dihadapkan situasi dan kondisi di lapangan

yang berubah-ubah.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam metode kualitatif adalah manusia, dalam hubungan

ini, peneliti itu sendiri berperan sebagai human instrumen karena peneliti lah yang

langsung terjun ke lapangan dengan teknik pengumpulan data seperti observasi

dan wawancara. Hal ini senada dengan pernyataan yang dikemukakan oleh

Sugiyono (2006, hlm. 251) bahwa “peneliti kualitatif sebagai human instrument,

berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,

melakukan pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas temuannya”. Menurut Guba dan Linclon menyatakan bahwa

secara umum manusia memiliki sejumlah kualitas intrinsik yang dapat membantu

akselerasi pengumpulan data, yaitu sensitivitas, fleksibilitas, totalitas, keluasan,

kecepatan, kesempatan dan responsivitas.”

Masih dalam Sugiyono (2006, hlm. 241), ia menyatakan bahwa untuk dapat

menjadi instrumen penelitian yang baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki

wawasan yang luas, baik wawasan teoritis maupun wawasan yang terkait dengan

(25)

Alasan menjadikan peneliti sebagai instrumen penelitian sendiri adalah

seperti yang dikemukakan oleh Nasution (Sugiyono 2006, hlm. 251) sebagi

berikut:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya

Jadi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini, peneliti adalah

sebagai instrumen utama karena dalam peneltian kualitatif masalah masih bersifat

sementara tentativ dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di

lapangan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang diperoleh haruslah akurat dan valid. Agar dapat mencapai

tujuan tersebut, peneliti harus bertindak sebagai instrumen utama (key instrumen)

atau ikut serta dalam interaksi di lapangan dan menyatu dengan sumber data

dalam situasi yang sangat alamiah (natural setting). Menurut Maryati dan

Suryawati (2007 : 110), “teknik pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh

data dari obyek penelitian.” Teknik pengumpulan data merupakan aspek utama

dalam penelitian karena tujuan dari penelitian adalah mengumpulkan data.

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam

melaksanakan penelitian adalah melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi

dan studi literatur.

1. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk saling bertukar informasi.

Moleong (2010, hlm 135) dalam bukunya yang berjudul metodelogi penelitian

kualitiaf menyatakan bahwa “wawancara percakapan dengan maksud tertentu

percakapan itu dilakukan dengan dua belah pihak yaitu pewawancara (interview)

(26)

pertanyaan itu.” Hal ini sesuai dengan pendapat Esterbeg (2002) dalam Sugiyono (2012, hlm. 317) „wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna

dalam suatu topik tertentu. Orang yang dapat memberikan informasi ketika

dilaksanakannya wawancara dapat disebut dengan informan. Nazir (2005: 194)

juga mendefinisikan pengertian wawancara sebagai berikut:

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara)

Untuk melakukan wawancara, penanya harus menentukan informan yang

mengetahui banyak tentang apa yang menjadi topik pembahasan. Untuk

pembahasan mengenai enkulturasi budaya ini, wawancara akan dilaksanakan pada

orang-orang yang berkaitan dengan penelitian, yaitu masyarakat transmigran Bali,

kepala adat, warga transmigran Bali, pihak pemerintah desa Rejo Binangun, pihak

sekolah yang menerapkan kurikulum pelaksanaan kebudayaan Bali.

Wawancara dilakukan tujuan utamanya adalah untuk mengenali informan

penelitian dan mendapatkan data berupa bagaimana cara pewarisan norma, adat

dan peraturan Adat Budaya Bali yang ada di desa tersebut. Pada desa tersebut

memiliki keunikan tersendiri karena desa tersebut merupakan daerah transmigrasi

masyarakat provinsi Bali yang pada saat itu merupakan program dari pemerintah

Belanda.

Dalam melaksanakan kegiatan wawancara, peneliti itu sendiri sebelumnya

harus berada dalam posisi yang netral atau tidak memihak serta tidak

membenarkan atau menyalahkan keterangan dari informan, agar tidak

menghasilkan data yang bias atau menyimpang dari yang seharusnya. Seperti

yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011, hlm. 264) bahwa kebiasan data ini akan

tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai, situasi, dan kondisi pada saat

wawancara.

Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara terstruktur

(27)

dan pengumpul data mencatatnya. Dalam melakukan wawancara peneliti akan

menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan, dan juga menggunakan

alat bantu perekam. Peneliti melakukan wawancara secara terbuka dan dilakukan

sesuai dengan situasi dan kondisi subjek yang akan diwawancarai. Peneliti juga

langsung mengadakan wawancara kepada para informan yang telah ditetapkan

untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan fokus masalah yang telah

ditentukan dalam penelitian.

Untuk mendapatkan data yang bermanfaat, yang kemudian data tersebut

dapat dianalisis, maka peneliti hendaknya melakukan wawancara dengan teliti dan

mendalam sesuai dengan pedoman wawancara yang telah disiapkan dan terfokus

pada masalah yang dikaji dalam penelitian.

Wawancara terstruktur yang dilaksanakan oleh peneliti menggunakan

pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Lalu peneliti

memilih pihak-pihak yang akan dijadikan informan wawancara sesuai dengan

karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti sesuai dengan fokus masalah

penelitian. Beberapa pihak-pihak yang dapat dijadikan sebagai informan dapat di

tentukan oleh peneliti yaitu Kepala Adat Desa Rejo Binangun, warga masyarakat

Desa Rejo Binangun, Disbudpar dan Dispora. Pihak-pihak tersebut memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Kepala adat sebagai orang yang dihormati oleh warga masyarakat

transmigran Bali. Kepala Adat Desa Rejo Binangun berperan sebagai

informan kunci

b. Tiga warga Adat Bali di Desa Rejo Binangun yang berperan sebagai orang

tua, warga adat dan generasi muda. Responden tersebut terutama telah

menginjak usia remaja maupun dewasa antara usia 16 – 50 tahun.

Pengklasifikasian usia tersebut dilakukan agar dapat dipertanggungjawabkan

pernyataannya.

c. Pihak Pemerintah. Dalam hal ini, peneliti dapat melakukan wawancara

dengan responden dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)

(28)

dan SMP pada yang memberikan andil dalam pelaksanaan kegiatan

kebudayaan.

d. Pihak Sekolah yang ada di daerah Desa Rejo Binangun. Di Desa Rejo

Binangun terdapat tiga Sekolah Dasar (SD) dan satu Sekolah Menengah

Pertama (SMP). Wawancara dilakukan pada masing-masing sekolah. Dan

tiap-tiap sekolah dapat diwakilkan pada guru seni budaya ataupun wakil

kepala sekolah bagian kurikulum.

Peneliti harus benar-benar dapat membaur dan beradaptasi dengan

lingkungan sosial masyarakat transmigran Bali serta terhadap subjek-subjek

penelitian. Wawancara yang dilakukan tidak selalu bersifat formal dan berpatokan

pada pedoman wawancara sehingga informan tidak perlu merasa kaku ketika

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Wawancara yang

dilakukan juga tidak terpaku pada pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun

dalam pedoman wawancara, namun juga tidak melenceng dari maksud dan tujuan

pedoman wawancara yang telah disusun.

2. Observasi

Observasi adalah mengamati kejadian yang akan diteliti sehingga peneliti

dapat mengetahui fakta lapangan yang sebenarnya terjadi. Hal itu sejalan dengan

apa yang dikatakan oleh Nazir (2005, hlm. 175) “pengumpulan data dengan

observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan

data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk

keperluan tersebut”

Menurut Patton dalam Iwan (

http://iwan24.blogspot.com/2012/11/metode-pengumpulan-data-pengertian-data_26.html), tujuan observasi adalah untuk

mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas - aktivitas yang berlangsung,

orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian dilihat dari

perspektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini seperti yang dijelaskan

di atas, peneliti melakukan pengamatan di daerah Kabupaten Raman Utara

(29)

Lampung yang notabene adalah daerah transmigrasi dan bukanlah penduduk asli

daerah tersebut.

Mula-mula peneliti mendatangi desa tersebut untuk melaksanakan observasi

awal untuk mengetahui kondisi objektif desa adat tersebut. Di dalam proses

observasi ini juga peneliti mulai menentukan siapa saja informan-informan kunci,

juga siapa saja informan-informan pelengkap. Observasi terus berlanjut sampai

informasi yang dibutuhkan terpenuhi serta tujuan yang diinginkan peneliti

tercapai.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi yaitu catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berupa tulisan,

gambar atau karya-karya seseorang. Studi dokumen adalah sebagai pelengkap

sehingga kredibilitas data menjadi lebih akurat. Studi dokumentasi dapat

diperoleh di Dinas Kebudayaan setempat mengenai daftar atau jadwal kegiatan

pelaksanaan kebudayaan Bali yang ada di Desa Rejo Binangun.

4. Studi Literatur

Studi Literatur biasa dikenal juga sebagai Studi Kepustakaan. Dalam studi

kepustakaan, sumber data diperoleh dari buku, karya ilmiah, internet, dll.

Dijelaskan oleh Iskandar (http://www.panamstatistik.com/studi-pustaka/),

mengenai pengertian studi kepustakaan sebagai berikut:

Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan

sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.”

Untuk menunjang kegiatan wawancara dan observasi, penelitian ini ditunjang

oleh studi literatur agar data lebih akurat. Teknik pengumpulan data ini dilakukan

dengan cara menggali dan mempelajari berbagai macam sumber buku bacaan,

teks atau naskah, karya ilmiah, yang menunjang dalam penelitian.

Mula-mula peneliti mencari buku-buku sebagai referensi dalam menulis latar

belakang, kajian teori dan metode penelitian, karena pada langkah-langkah

(30)

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Literatur-literatur yang dibutuhkan adalah

mengenai enkulturasi budaya, desa adat Bali, norma,dan transmigrasi. Selain

mencari buku mengenai konten isi, peneliti juga mencari buku mengenai metode

agar metode yang dilakukan saat penelitian tepat. Selain bersumber dari buku,

peneliti mencari beberapa jurnal penelitian, serta mencari dari sumber internet.

Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa studi literatur sangat mendukung

dalam pelaksanaan penelitian ini. Pada tahap ini, peneliti mencari buku sampai

artikel-artikel dan berita-berita dari internet agar peneliti memahami penelitian ini

sebelum ke lapangan dan selama penelitian berlangsung.

E. Prosedur Penelitian

Untuk mencapai hasil penelitian yang maksimal, maka penelitian sebaiknya

dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang telah dirancang oleh peneliti

terlebih dahulu. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penelitian

Menurut Maryati dan Suryawati ( 2007, 99) langkah-langkah rancangan

peneltian adalah sebagai berikut:

a. Menetukan masalah yang akan diteliti.

b. Melakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan dilakukan untuk

mencari informasi yang diperlukan oleh peneliti agar masalahnya

menjadi jelas dan menjajaki kemungkinan diteruskan atau tidaknya

pekerjaan meneliti

c. Merumuskan masalah. Apabila informasi tentang masalah yang akan

diteliti cukup jelas dari studi pendahuluan, maka peneliti harus

merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus dimulai,

kemana harus pergi, dan sarana apa yang harus digunakan.

d. Menentukan judul dan lokasi penelitiannya

e. Menyusun proposan penelitian

2. Tahap Perijinan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian,peneliti melaksanakan tahap-tahap

(31)

mendukung pelaksanaan penelitian ini. Adapun langkah-langkah yang

dilaksanakan adalah:

a. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada ketua jurusan

Pendidikan Sosiologi FPIPS UPI.

b. Dengan membawa surat rekomendasi izin penelitian dari jurusan, penulis

meminta surat izin pemberitahuan penelitian tahap selanjutnya kepada Badan

Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat yang melingkupi Desa Rejo

Binangung Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur Provinsi

Lampung.

c. Setelah Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat

mengeluarkan izin, penulis lalu mengajukan surat tersebut kepada Disbudpar

dan Disspora.

d. Setelah memberikan surat izin pemberitahuan penelitian dari Badan Kesatuan

Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat kepada Disbudpar dan Disppora,

surat-surat tersebut dilampirkan dan diberikan kepada pihak-pihak yang

bersangkutan seperti Kepala Desa Rejo Binangun, Kepala adat dan Warga

jika membutuhkan perizinan.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap pelaksanaan, peneliti sebaiknya melaksanakan pengamatan secara

langsung dan melaksanakan wawancara dengan berbekal instrumen wawancara

yang telah dirancang sebelumnya. Responden telah dipilih berdasarkan

kriteria-kriteria yang telah dijelaskan pada sub bab subjek penelitian. Diharapkan,

responden tersebut dapat memberikan pernyataan yang dapat membantu

menjawab daftar rumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya. Adapun

langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai

berikut:

a. Mendatangi lokasi yang menjadi penelitian, yaitu di desa adat Bali yang

terletak di Desa Rejo Binangun. Melaksanakan observasi serta mewawancarai

kepala adat desa tersebut, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, beberapa

(32)

b. Melakukan studi dokumentasi yang berupa pengambilan gambar-gambar

yang diperlukan dalam penelitian ini serta membuat catatan-catatan yang

penting bagi penelitian ini.

Penelitian tersebut akan terus dilaksanakan hingga data mengalami

kejenuhan. Jika data telah mengalami titik jenuh, maka data sudah dianggap

kredibel.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Moleong (2010, hlm. 247) menerangkan mengenai analisis data bahwa

“proses analisis yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam

catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto dan

sebagainya.”

Hal itu diperkuat oleh pendapat Bogdan dan Biklen (Moleong, hlm. 248)

menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan, yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menetukan pola apa

yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang tepat diceritakan

kepada orang lain.

Menurut Bogdan dalam Sugiono (2012: 244) “ Analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah

dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain”.

Dalam penelitian kualitatif, penganalisisan data dilakukan dengan

serangkaian tiga aktivitas, Sugiono (2008, hlm. 338) mengungkapkan tiga

aktivitas itu terdiri dari reduksi data, display data dan kesimpulan atau verifikasi.

1. Reduksi Data

Menurut Sugiono (2008, hlm. 338) menyatakan bahwa “reduksi data adalah

merangkum, memilah dan memilih hal-hal yang pokok, serta memfokuskan pada

(33)

Data-data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang sangat jelas

dan dapat mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data-data

selanjutnya dan mencarinya lagi jika diperlukan.

Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa pada tahap reduksi data, peneliti

merangkum, memilah dan memilih mana saja data-data yang penting yang harus

disajikan dalam bahan laporan. Melalui teknik merangkum, memilah dan

memilih, peneliti akan mengetahui data-data yang diperlukan dan data-data yang

tidak diperlukan. Data-data yang tidak diperlukan tersebut untuk kemudian akan

dibuang dan tidak dimasukkan dalam bahan penelitian.

2. Display Data / Penyajian Data

Menurut Nasution ( 2003, hlm. 128) berpendapat mengenai display data /

penyajian data adalah sebagai berikut:

Data yang bertumpun dan laporan laporan yang tebal akan sulit dipahami, oleh karena itu agar dapat melihat gambaran atau bagian bagian tertentu dalam penelitian harus diusahakan membuat berbagai macam matrik, uraian singkat, network chart dan grafik.

Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa data-data yang diperoleh di lapangan

pasti akan banyak sekali, oleh karena itu agar peneliti tidak terjebak dalam

tumpukan data dari lapangan yang banyak, peneliti melakukan display data.

Display data yang akan disajikan oleh peneliti adalah dapat berupa uraian singkat

ataupun dalam bentuk grafik.

3. Kesimpulan/ Verifikasi

Pengambilan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan adalah mencari

kesimpulan atas data yang direduksi dan disajikan tadi. Sugiono ( 2008, hlm. 348)

menyampaikan pendapatnya mengenai kesimpulan atau verifikasi adalah sebagai

berikut:

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada dilapangan

Pada kegiatan verifikasi atau pengambilan kesimpulan, Sugiono (2011 : 253)

(34)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal, atau interaktif, hipotesis atau teori.

Jadi pada langkah ketiga ini, peneliti mencari makna dari data yang

dikumpulkan Agar mendapatkan kesimpulan yang tepat, sebaiknya peneliti

senantiasa melakukan verifikasi selama penelitian ini berlangsung.

G. Uji Validitas Data

Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan

apa yang sesungguhnya ada di lapangan. Validitas internal merupakan ukurang

tentang kebenaran data yang diperoleh dengan instrumen, yakni apakan instrumen

tersebut sungguh-sungguh mengukur variabel yang sebenarnya. Dalam penelitian

kualitatif, validitas internal menggambarkan konsep penelitian dengan konsep

yang ada partisipan. Cara untuk memenuhi validitas, berbagai cara dapat

dilakukan dengan cara:

1. Mengadakan Member Check

Salah satu cara yang paling penting dalam melakukan validitas data adalah

melakukan member check. Pada akhir wawancara kita diulangi dalam garis

besarnya, berdasarkan catatan yang telah dimiliki, apa yang dikatakan oleh

responden dengan maksud agar ia memperbaiki bila ada kekeliruan atau

menambahkan apa yang masih kurang. Jadi tujuan member check adalah agar

informasi yang kita peroleh dan gunakan dalam penulisan laporan kita sesuai

dengan apa yang dimaksud oleh informan.

2. Triangulasi

Triangulasi dalam pengajuan kredibilitas adalah pengecekan data dari

berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono 2008, hlm.

372). Teknik pengumpulan data melalui triangulasi dapat dapat diartikan sebagai

teknik yang bersifat penggabungan dari beberapa teknik yang digunakan dalam

(35)

Bila peneliti menggunakan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Bila data berasal hanya dari satu sumber, maka kebenarannya belum dapat

dipastikan. Namun, apabila dua sumber atau lebih menyatakan hal yang sama,

maka tingkatan kebenarannya akan lebih tinggi. Tujuan triangulasi adalah

mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang

diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu

yang berlainan.

Moleong (2007, hlm.330) mengungkapkan bahwa teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebgai pembanding terhadap data itu. Untuk

menetapkan keabsahan data dalam penelitian kualitatif, didasarkan atas empat

tekhnik. Moleong (2007, hlm. 324) menyatakan bahwa ada empat kriteria yang

digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),

kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Teknik triangulasi dapat dilakukan dengan cara pengumpulan beberapa teknik

yang berbeda-beda namun sumber data yang diperoleh sama yaitu data maupun

fakta yang diperoleh selama melakukan penelitian di Desa Rejo Binangun. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Sugiono (2011, hlm. 330) bahwa “triangulasi

teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda

untuk mendapatkan data dari sumber yang sama”. Teknik triangulasi ini dilakukan

dengan menggabungkan hasil observasi serta wawancara yang dilakukan oleh

peneliti dilapangan. Tujuan utama dilakukannya triangulasi dalam penelitian yaitu

untuk mendapatkan hasil yang valid di lapangan dengan menyesuaikan data hasil

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Strategi enkulturasi budaya dilakukan secara struktural yaitu dilakukan oleh

beberapa pihak seperti kepala adat Desa Rejo Binangun, masyarakat Bali itu

sendiri, orang tua yang bertindak sebagai keluarga, sekolah, dan Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Lampung Timur. Kepala adat

Desa Rejo Binangun sebagai pemimpin desa adat mengontrol, membina warga

desa adat agar bertindak sesuai dengan awig-awig yang telah dibentuk. Selain itu,

kepala adat memiliki peran dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan

penetapan pelaksanaan upacara-upacara adat. Secara jelas kepala adat memiliki

peran-peran yang diatur dalam awig-awig. Kemudian masyarakat Bali yang

berada di Desa Rejo Binangun juga membantu generasi muda untuk tetap

melestarikan budaya Bali. Masyarakat Bali sebagai warga desa adat harus

mentaati awig-awig dan melaksanakan kegiatan keagamaan maupun kegiatan

kebudayaan Bali. Dengan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut, maka akan

mempermudah generasi muda untuk melakukan enkulturasi budaya. Enkulturasi

budaya yang dilakukan di wilayah keluarga yaitu dengan cara melakukan

komunikasi intensif dan dilakukan secara sadar maupun tidak sadar sejak kecil

hingga akhir hayatnya. Orang tua mengajarkan aturan-aturan dan pentingnya

pelaksanaan kegiatan keagamaan dan kebudayaan Hindu Bali kepada anaknya.

Selain itu anak-anak juga diajarkan bahasa Bali. Selanjutnya yaitu proses

enkulturasi budaya juga dilaksanakan di lingkungan sekolah yakni SD Negeri 1

Rejo Binangun dan SMP Negeri Raman utara. Sekolah melaksanakan kegiatan

siraman rohani agama hindu setiap hari sabtu setelah pulang sekolah. Selain itu,

sekolah membuat ekstrakurikuler tari bali yang berbentuk sanggar. Siswa juga

diperkenankan untuk mengenakan pakaian adat Bali pada hari-hari tertentu.

Sekolah juga menyediakan fasilitas berupa pura di dalam sekolah sehingga

anak-anak bisa sembahyang kapan saja. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)

(37)

Disbudpar membantu upaya enkulturasi budaya Bali yaitu dengan cara membina

sanggar, memberikan bantuan sanggar dan juga mengundang setiap terdapat acara

festival yang diadakan baik pada skala kabupaten, provinsi maupun negara. Pihak

Disbudpar melakukan kerjasama dengan Disppora dan Sekolah. Dinas pendidikan

bersama sekolah menyediakan murid-murid yang siap tampil dalam kegiatan

festival budaya yang diadakan pihak Disbudpar. Disbudpar juga melakukan

koordinasi dengan kepala adat agar lebih mengetahui kendala-kendala yang terjadi

terkait dengan pelestarian budaya.

Kendala dalam upaya enkulturasi budaya dibedakan atas kendala yang hadapi

desa adat, kendala terkait masalah transmigrasi, dan kendala terkait generasi

muda. Kendala yang dihadapi oleh desa adat yaitu jika terjadi kehamilan diluar

nikah dan terjadi pernikahan beda agama, kesulitan perekonomian yang

berdampak pada pelaksanaan upacara, tidak adanya kewajiban untuk upacara

potong gigi. Kemudian mengenai kendala terkait masalah transmigrasi yaitu

sempat terjadi konflik antara suku Bali dan suku Lampung karena

kesalahpahaman hingga menyebabkan kegoncangan dalam struktur

kemasyarakatan Bali, perbedaan pada sistem pendidikan dimana di Desa Rejo

Binangun ini tidak mengadakan muatan lokal bahasa daerah Bali dan tidak

mengajarkan seni tari Bali secara formal, adanya rasa sungkan terhadap

pembakaran dupa di sekolah, perbedaan letak wilayah, dimana Desa Rejo

Binangun ini bukanlah desa wisata seperti di daerah asalnya Pulau Bali. Sehingga

dalam memperkenalkan seni tari dan budaya Bali tidak dapat dilakukan kapan

saja. Kendala yang terkait dengan generasi muda adalah cukup banyaknya

generasi muda yang melaksanakan perkuliahan di luar kota melakukan urbanisasi

dan terpengaruh modernisasi sehingga tidak mau kembali lagi ke Desa tersebut.

Upaya mengatasi kendala-kendala enkulturasi budaya disesuaikan dengan

masing-masing kendala. Untuk kasus terjadinya kehamilan diluar nikah maka

krama tersebut harus membayar denda yang disesuaikan dengan tingkat ekonomi

orang tersebut dan untuk pelaku pernikahan beda agama maka adat akan menutut

pihak yang bersangkutan untuk masuk kesalah satu agama. mengenai kendala

Referensi

Dokumen terkait

Efek samping jangka panjang akibat pengobatan steroid tidak biasa terjadi pada pasien Multiple Myeloma karena perawatan tersebut diberikan dalam waktu yang

Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Dalam Pe laksanaan Pemungutan Pajak Pembangunan I di Kotamadya Daerah Tingkat I I Surabaya.. 101 DAFTAR

Parameter penentuan lahan kritis yang digunakan adalah tutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat erosi tanah, manajemen hutan, dan produktivitas pertanian. Parameter

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwasanya hipotesis dalam penelitian ini menyatakan hasil belajar siswa yang

Upaya pelestarian dan pemeliharaan lingkungan agar terbebas dari limbah yaitu dengan cara pengolahan limbah dengan pola 3R (Wohyono, 2001). Pola 3R terdiri

Sebaliknya pendidikan yang kurang akan mengahambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan.Menurut IBMantra,1994 makin tinggi tingkat pendidikan

Opening merupakan suatu operasi morfologi citra berupa gabungan dari erosi dan dilasi, opening merupakan operasi dilasi terhadap erosi yang terjadi pada suatu set A dimana

Dalam kondisi ini maka tindakan yang seharusnya dilakukan seorang pemimpin adalah menjadi tauladan sebagi seorang pimpinan, yang menjadi panutan karyawan dan menjadi pengawas