Merokok “Merokok Membunuhmu” dalam Iklan Rokok)
S K R I P S I
Oleh :
DWI J AYANTI INDAH PERMATA
NPM. 0843010197
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Disusun Oleh :
DWI J AYANTI INDAH PERMATA
NPM. 1243215025
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi.
Menyetujui,
PEMBIMBING
J uwito. S.Sos, M.Si.
NPT. 3 6704 95 0036 1
Mengetahui,
DEKAN
Dra. Hj. Supar wati, MSi
Oleh :
DWI J AYANTI INDAH PERMATA NPM. 0843010197
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 9 Mei 2014
Pembimbing
J uwito. S.Sos., M.Si. NPT. 3 6704 95 0036 1
Tim Penguji
1. Ketua
J uwito. S.Sos., M.Si. NPT. 3 6704 95 0036 1
2. Sekr etaris
Dra. Diana Amalia, M.Si. NIP. 1964122519902001
3. Anggota
Zainal Abidin Achmad, M.Si., M.Ed. NPTY. 373 05 99 0170 1
Mengetahui,
hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “SIKAP REMAJ A SURABAYA TERHADAP PESAN BAHAYA
MEROKOK DI MEDIA TELEVISI” dengan baik. Penulis juga mengucapkan
terima kasih sebesar – besarnya kepada Bapak Juwito, S.sos, Msi. selaku dosen
pembimbing yang selama ini dengan baiknya memberikan masukan dan arahan
hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak
terkait dalam proses pengerjaan skripsi hingga skripsi dapat terselesaikan, pihak
terkait antara lain :
1. Bapak Prof. DR. Ir. H. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si. selaku Dekan Fisip – Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Sumardjijati, M.Si. selaku Wakil Dekan Fisip – Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, Msi. Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Seluruh dosen – dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan
yakin itu caranya untuk menyampaikan dukungan. Terima Kasih untuk
segala cinta dan kasih. I Love You All.
7. My Sweetest Family, Mbah Kakung, Om Aris, Mbak Pri, Bu dhe Hari.
Terima kasih semangat, sayang dan doa kalian semua.
8. My Best Friend In The World, Mbak Dian dan si kecil Yayo, Widha, Icha,
Vita, Team Power Rangers, terima kasih untuk dukungan dan waktu yang
menyenangkan. Terima kasih untuk tawa di tiap saat. Untuk Anisatus,
Indri, Novia, Sani, Vena, Mas Sigit, Fiddien, Pipit, Rendy, Mas Luthfi,
Mas Lana, terima kasih untuk bantuan dan note semangatnya, terima kasih
karena selalu diingatkan untuk fokus.
9. Teman-teman seperjuangan dalam pengerjaan skripsi ini yang tidak
mungkin untuk disebutkan satu persatu, terima kasih bersedia berbagi ilmu
dalam proses pengerjaan skripsi ini, juga untuk semangat, sayang dan doa
kalian semua.
Penulis juga menyadari akan banyaknya kekurangan dari skripsi
ini. Penulis berharap kritik dan saran membangun bagi skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi teman – teman jurusan Ilmu Komunikasi
dan semua pihak, khususnya bagi penulis. Terima Kasih.
Surabaya, 27 Februari 2014
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAK ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Kegunaan Penelitian ... 12
BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 13
2.1 Penelitian Terdahulu ... 13
2.2 Landasan Teori ... 14
2.2.2.1 Karakteristik Media Televisi ... 17
2.2.2.2 Fungsi Media Televisi ... 20
2.2.2.3 Televisi Sebagai Media Periklanan ... 22
2.2.3 Iklan ... 25
2.2.3.1 Fungsi Iklan ... 27
2.2.3.2 Jenis Iklan ... 28
2.2.3.3 Ruang Lingkup Iklan ... 29
2.2.3.4 Pesan Iklan ... 30
2.2.3.5 Iklan Produk ... 32
2.2.4 Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok ... 32
2.2.5 Masyarakat Surabaya ... 34
2.2.6 Teori S – O – R ... 37
2.2.7 Teori Reasoned Action Theory ... 38
3.2 Definisi Operasional ... 43
3.2.1 Sikap Remaja di Surabaya Terhadap Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok “Merokok Membunuhmu” di Media Televisi ……….…..…... 44
3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel …………... 48
3.3.1 Populasi ... 48
3.3.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 49
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 51
3.5 Teknik Analisis Data ... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ……….. 53
4.1.1 Gambaran Umum Remaja Surabaya……….. 53
4.1.2 Gambaran Umum Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok “Merokok Membunuhmu” di Televisi ..… 54
4.2.1.2. Pendidikan Terakhir Responden ………….. 58
4.2.1.3. Penggunaan Media ………... 59
4.2.1.4. Durasi Responden Menonton Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok “Merokok Membunuhmu” di Televisi ………...… 59
4.2.1.5. Frekuensi Responden Menonton Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok “Merokok Membunuhmu” di Televisi ….… 60 4.3 Sikap Kognitif, Afektif dan Konatif Remaja terhadap Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok Merokok Membunuhmu” di Media Televisi ……….……..…… 61
4.3.1 Aspek Kognitif ………...…... 61
4.3.2 Aspek Afektif ……….... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ………. 91
5.2 Saran ………. 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
Remaja Ter hadap Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok “Merokok
Membunuhmu” dalam Iklan Rokok)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap remaja di
Surabaya terhadap pesan peringatan kesehatan bahaya merokok “Merokok
Membunuhmu” dalam tayangan iklan di televisi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model S-O-R. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposif sampling dan didapatkan jumlah
responden sebanyak 100 orang remaja berusia 18-21 tahun di Surabaya.
Hasil dari pengolahan data yang didapatkan melalui kuisioner yang
disebarkan dapat disimpulkan bahwa sikap remaja di Surabaya terhadap pesan
peringatan kesehatan bahaya merokok “Merokok Membunuhmu” di televisi
adalah netral. Mereka mengerti mengenai informasi yang disampaikan oleh pesan
tersebut dan paham mengenai dampak dari perilaku merokok, namun belum
memutuskan apakah akan menghentikan perilaku merokok.
xv
Against The Warnings Message of The Danger by Smoking Cigar ette on
Television (Quantitative Descriptive Study of Youth Attitudes Against
Warnings Message of The Danger by Smoking Cigarette “Smoking Cigar ette
Kills You” on Cigarette Adver tisement)
The purpose of this research is to know how the youngs attitude for the
warnings message of the danger by smoking cigarette “smoking cigarette kills
you” that written on the back of a label on a cigarette packet and the impression of
the cigarette advertisement on the television.
In this research, the authors used S-O-R theory. The methods that used is
deskriptive quantitative research methods, sampling technique that used is
purposive sampling with total respondent 100 young people age between 18-21
years old in Surabaya.
The result of the research are the young people attitude of the warning
message of the danger by smoking cigarette “smoking cigarette kill you” in the
television is neutral. They knew about the information based on the massage and
understood about the impact from the smoking behavior, but they still have not
decided to stop the smoking behavior.
Keyword : Attitude, Young, Warning Message of The Danger by Smoking
1.1. Latar Belakang Masalah
Dunia informasi yang tidak terbatas di zaman seperti sekarang ini
membuat masyarakat menelan apapun informasi yang diterimanya. Pengemasan
isi pesan yang begitu beragam dan kreatif juga menjadi salah satu faktor yang
membuat masyarakat tidak dapat menghindari terpaan informasi dari media yang
ada.
Salah satu industri yang memanfaatkan media massa dengan baik untuk
pemasaran produknya adalah industri rokok. Perkembangan industri rokok
berkembang pesat di Indonesia melalui beragam strategi pemasaran, termasuk
dengan menggunakan media massa sebagai media penyampai informasi.
Sejak pertama kali dikenal di Indonesia pada tahuan 1800-an,
pertumbuhan industri rokok terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Dimulai oleh jenis rokok kretek yang beredar di Kudus, kini telah banyak merk
dan macam produk rokok yang beredar di pasaran.
Industri rokok menjadi besar di Indonesia karena beragam alasan. Akses
masyarakat untuk mendapatkan rokok tidak terbatas, siapapun dapat membeli
rokok yang dijual bebas di pasaran. Promosi rokok juga mengambil peran penting
dalam kemajuan industri rokok. Terpaan iklan rokok yang gencar melalui media
ingin mencoba. Terlebih belum adanya peraturan yang secara tegas membatasi
konsumsi rokok bagi masyarakat. (www.indonesiabebasrokok.org diunduh 8
Januari 2014)
Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan sumber daya
masyarakat yang berkualitas terutama dari generasi muda. Karena itu, terus
meningkatnya jumlah perokok tiap tahunnya terutama dari generasi muda
menimbulkan kekhawatiran. Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Prof. dr.
Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE dalam peringatan hari
tembakau sedunia menyampaikan lebih dari 200.000 jiwa meninggal setiap tahun
akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok.
Dengan banyaknya jiwa meninggal tiap tahunnya akibat rokok, bukannya
membuat jumlah perokok berkurang namun dari tahun ke tahun justru bertambah.
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk sebanyak 1,49% setiap
tahunnya dan 28% diantaranya merupakan perokok aktif. Ironisnya, perokok di
Indonesia bukan hanya dari kalangan dewasa, melainkan juga anak-anak dan
remaja. Sebagian besar konsumen tembakau mengalami ketergantungan obat
sebelum usia 20 tahun. (www.health.liputan6.com diunduh 8 Januari 2014)
Menurut data Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P2PL) Kemenkes, saat ini Indonesia menjadi negara ketiga dengan jumlah
perokok aktif terbanyak di dunia 61,4 juta perokok setelah Cina dan India sekitar
perokok pada anak dan remaja juga terus meningkat. Berdasarkan data BKKBN,
di tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 253 juta jiwa.
Dari jumlah penduduk tersebut, sebanyak 70 juta jiwa adalah perokok aktif, dan
sebanyak 39,5% merupakan perokok di usia remaja, sehingga didapatkan jumlah
perokok remaja adalah 27 juta jiwa. Tingginya jumlah perokok aktif tersebut
berbanding lurus dengan jumlah non-smoker yang terpapar asap rokok orang lain
(second hand smoke/ perokok pasif).
Fakta ini menghawatirkan mengingat kandungan dalam rokok yang
berbahaya. Setiap satu batang rokok dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan
kimia seperti: gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen cyanide,
ammonia, acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol,
coumarine, 4-ethylcatechol, ortocresol, perylene dan lain - lain. Secara umum
bahan-bahan ini dapat dibagi dua golongan besar yaitu komponen gas dan padat
atau partikel, sedangkan komponen partikel dibagi dua yaitu nikotin dan tar. Tar
adalah kumpulan bahan kimia yang dapat menyebabkan kanker (karsinogen).
Nikotin adalah suatu bahan aditif, bahan yang dapat membuat orang menjadi
ketagihan dan menimbulkan ketergantungan. Bahan bahan kimia itulah yang
kemudian akan menimbulkan penyakit jika menghisap asapnya. Setiap golongan
penyakit berhubungan dengan bahan tertentu. Kanker paru dihubungkan dengan
kadar tar dalam rokok, penyakit jantung dihubungkan dengan gas karbon
monoksida, nikotin dan lain-lain. Makin tinggi kadar bahan berbahaya semakin
besar kemungkinan seseorang menjadi sakit jika mengihisap rokok. Di banyak
lainnya di setiap bungkus rokok. Yang menjadi masalah adalah rokok Indonesia
mempunyai kadar tar dan nikotin yang lebih tinggi daripada rokok-rokok produksi
luar negeri. (http://rspp.co.id diunduh 12 Januari 2014)
Bahaya rokok bukan hanya dapat dirasakan oleh perokok aktif, melainkan
juga oleh lingkungan disekitarnya. Rokok yang terbakar menghasilkan asap
sampingan sejumlah dua kali lebih banyak daripada asap utama, karena asap
sampingan hampir terus menerus keluar selama rokok dinyalakan, sementara asap
utama baru akan keluar kalau rokok diisap. Satu batang rokok yang dinyalakan
akan menghasilkan asap sampingan sekitar 10 menit sedangkan asap utama
kurang dari 1 menit. Sangat penting diketahui dan perlu mendapat perhatian yaitu
kadar bahan berbahaya ternyata lebih tinggi pada asap sampingan daipada asap
utama dua sampai 5 kali lebih tinggi. Jadi perokok pasif menerima akibat buruk
dari kebiasaan merokok orang disekitarnya. Menurut data Badan Pusat Statistik
tahun. 2013, di Surabaya terjadi peningkatan penderita Infeksi akut pernapasan
atas dibandingkan dengan tahun 2012. Salah satu penyebab infeksi pernapasan
adalah paparan asap rokok.
Selain efek psikologis, kebiasaan merokok juga akan mengurangi
produktivitas, menimbulkan ketergantungan, serta menambah beban negara.
(www.health.kompas.com diunduh 8 Januari 2014) Hal ini tentu merugikan jika
banyak pengguna rokok berasal dari kalangan remaja. Sebagai generasi penerus
bangsa, remaja seharusnya dipersiapkan dengan baik secara fisik dan psikis untuk
kesehatan perlu mendapatkan perhatian yang cukup signifikan dari
lingkungannya, begitu juga dengan faktor psikologis remaja.
Ketua ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Widyastuty Soerojo pada
lokakarya “Understanding Tobacco Industry Throught Their Own Top secret
Document tahun 2008 di Jakarta, mengatakan industri rokok memanfaatkan
karakteristik remaja, ketidaktahuan konsumen dan ketidakberdayaan mereka yang
sudah kecanduan rokok. Iklan rokok menawarkan citra seorang perokok sebagai
seorang yang tangguh, kreatif, penuh solidaritas, macho modern dan lain
sebagainya, sehingga remaja tertarik untuk mengadopsi rokok tanpa menyadari
bahayanya.
Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan
independensi, dan berontak dari norma-norma, dimanfaatkan para pelaku industri
rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata
dan telinga, serta menantang. Usia remaja (12-21 tahun) masih dalam tahapan
mencari jati diri, ingin menjadi sama dengan lingkungan di sekitarnya. Para
remaja ini cenderung pula ingin tampil keren, untuk menarik perhatian agar ia
mendapatkan tempat di komunitasnya. Media Awareness Network
menggambarkannya sebagai kecenderungan untuk menggali profil diri yang
sempurna dan menarik. Karakter remaja ini yang dimanfaatkan oleh industri
rokok dalam menciptakan bentuk promosi yang sesuai dengan yang dibutuhkan
remaja. Monks (1999) membagi masa remaja menjadi tiga kelompok tahap usia
perkembangan, yaitu early adolescence (remaja awal) yang berada pada rentang
pada rentang usia 15 sampai 17 tahun, dan late adolescence (remaja akhir) yang
berada pada usia 17 sampai 21 tahun.
Strategi perusahaan rokok dalam memasarkan produknya adalah dengan
menampilkan iklan yang bersifat menggiring para anak muda menjadi perokok
pemula dengan menggunakan slogan-slogan yang ada dalam dunia remaja dan
generasi muda. Slogan-slogan ini tidak hanya gencar dipublikasikan melalui
berbagai iklan di media elektronik, cetak dan luar ruang, tetapi industri rokok
sudah masuk pada tahap pemberi sponsor setiap event anak muda. Semua
perusahaan tembakau besar di Indonesia memberikan sponsor pada kegiatan olah
raga, acara remaja dan konser musik. Selain itu juga dengan membuat kemasan
rokok menggunakan ikon-ikon remaja, dan menjadikan idola remaja sebagai
bintang iklan. Akibatnya remaja Indonesia sangat terpengaruh oleh iklan rokok
yang mengasosiasikan merokok dengan keberhasilan dan kebahagiaan. Pemberian
sponsor serta promosi melalui berbagai kegiatan merupakan komponen kunci
dalam strategi industri tembakau untuk merangkul para remaja. (Gatra, 2004)
Promosi rokok yang selama ini beredar di media massa cenderung
menawarkan gambaran sesuai yang diinginkan para remaja. Dalam promosinya,
rokok tersebut menawarkan keamanan dan kenyamanan merokok dengan rendah
kadar Tar dan Nikotin, serta adanya slogan yang selalu segar bagi para remaja
misalnya tema “Bukan Basa Basi” versi “Kalau benda bisa ngomong”, “Silahkan
Bicara” yang dikutip dengan gambar mulut yang tertutup plester. Slogan tersebut
keterbukaan, dan berhak melakukan sesuatu seperti yang dilakukan orang dewasa.
(Purwaningwulan, 2007)
Iklan secara tidak disadari sangat mempengaruhi sikap hidup manusia
yang menerimanya. Sejak awal telah diduga bahwa periklanan mampu
menumbuhkan perilaku konsumtif berlebihan terhadap suatu produk tertentu,
sampai pada penyimpangan perilaku yang kurang sesuai (berbeda sama sekali)
dengan perilaku umum masyarakat disekitarnya. Atau dengan kata lain, iklan
yang disiarkan melalui media massa dapat mempengaruhi, dalam arti membawa
dampak yang positif maupun negatif terhadap kehidupan budaya masyarakat.
Dampak tersebut dapat terlihat dalam perubahan sikap, perilaku, kepercayaan,
nilai-nilai, maupun gaya hidup yang melingkupi masyarakat. (Liliweri, 1992:100)
Melihat bagaimana rokok mengakibatkan bahaya yang kompleks dan
bagaimana media promosi rokok sangat mempersuasi masyarakat terutama remaja
sebagai perokok pemula, maka pemerintah tidak tinggal diam. Melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 (PP no. 19 Th. 2003)
tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, pemerintah menetapkan peningkatan
cukai rokok, pembatasan jam tayang bagi iklan rokok, pemberlakuan aturan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) serta peringatan kesehatan di kemasan rokok.
Dalam peraturan tersebut, tulisan peringatan kesehatan yang harus dicantumkan
dalam kemasan rokok berupa ‘merokok dapat menyebabkan kanker, serangan
jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin’. Selain itu, melalui
peraturan tersebut juga telah ditetapkan jam tayang untuk iklan rokok, yaitu hanya
Iklan rokok sendiri sudah tidak mewujudkan bentuk rokok, namun bukan berarti
ide kreatif dari para desainer iklan rokok berhenti.
Namun kebijakan tersebut ternyata tidak berdampak efektif sesuai
dengan harapan pemerintah untuk menekan jumlah perokok pemula. Terlihat dari
semakin bertambahnya jumlah perokok pemula sejak peraturan tersebut efektif
dilaksanakan. Menurut hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas), tercatat pada tahun 2001 prevalensi perokok usia
10-14 tahun sebanyak 9,5%. Namun pada tahun 2010 meningkat hingga 17,5%.
(www.lensaindonesia.com diunduh 12 Januari 2014). Walaupun menurut survei
yang sama, setengah responden melaporkan bahwa bagian yang paling mereka
ingat dalam iklan rokok adalah peringatan tentang bahaya rokok terhadap
kesehatan.
Sekalipun telah dilakukan pembatasan terhadap jam tayang dan materi
iklan televisi, strategi pemasaran perusahaan rokok tetap selangkah jauh lebih
maju dibanding peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Bukan hanya melalui
iklan media massa, perusahaan rokok juga menyasar remaja sebagai pasar melalui
berbagai kegiatan. Perusahaan rokok melalui program CSR (Corporate Social
Responsibility) mendanai berbagai kegiatan remaja, olahraga, pendidikan,
keagamaan, dan kepemudaan yang menimbulkan persepsi positif di masyarakat.
Banyak kegiatan yang mendukung pembinaan remaja yang didanai oleh
perusahaan rokok, diantaranya adalah Djarum Indonesia Open yang membentuk
program beasiswa Djarum yang memberikan dana pendidikan bagi mahasiswa
yang memenuhi syarat, LA Lights Concerts, dan masih banyak lagi.
Untuk mengimbangi gencarnya marketing industri rokok dalam
memasarkan produknya, dan untuk tetap melindungi masyarakat dari bahaya tidak
langsung rokok, pemerintah mengeluarkan peraturan baru. Melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 (PP no. 109 Th. 2012)
tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau
bagi kesehatan. Pemerintah menekankan pembatasan kepada perokok pemula.
Dalam PP no. 109 Th. 2012 dicantumkan kewajiban bagi perusahaan rokok untuk
tidak hanya mencantumkan peringatan bahaya merokok, namun juga menyertakan
konten gambar dalam setiap bungkus rokok yang beredar. Konten gambar tersebut
merupakan visualisasi efek dari rokok. Rencananya akan ada lima gambar yang
sudah dipersiapkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu gambar
kanker mulut, orang merokok dengan asap membentuk tengkorak, kanker
tenggorokan, orang merokok dengan anak di dekatnya, dan yang terakhir
visualisasi kanker paru-paru dan bronkitis. Selain konten gambar, untuk
menegaskan larangan merokok bagi anak di bawah umur, dicantumkan juga
simbol 18+ di kemasan maupun media publikasi rokok.
Penerapan pencantuman konten peringatan bahaya merokok dengan
visualisasi seperti tertera dalam PP no. 109 Th. 2012 telah diterapkan di banyak
negara. Australia, Malaysia, Thailand, dan Singapura telah mencantumkan
gambar dampak merokok di kemasan dan publikasi rokok. Thailand bahkan
meskipun tidak menurun. Artinya tidak ada perokok baru terutama yang berusia
muda. (www.kompasiana.com diunduh 4 januari 2014)
PP no. 109 Th. 2012 resmi berlaku mulai Juni 2014. Namun sejak Januari
2014, industri rokok telah melakukan penyesuaian dan perubahan kata-kata
peringatan di berbagai media publikasi, baik di media cetak maupun elektronik.
Perubahan yang dimaksud adalah tulisan peringatan kesehatan yang sebelumnya
berupa ‘merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan
gangguan kehamilan dan janin’ menjadi ‘Rokok Membunuhmu’ dengan disertai
visual seorang laki-laki dewasa yang sedang merokok dan asap rokok yang
dihembuskan membentuk gambar tengkorak, di sebelah kiri, dan simbol 18+ di
sebelah kanan.
Menurut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama selaku Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI,
peringatan bahaya merokok yang ditulis di kemasan rokok maupun iklan rokok
sengaja ditampilkan bukan untuk para perokok. Peringatan bahaya merokok itu
sejatinya ditujukan kepada anak-anak atau orang yang ingin merokok agar mereka
tidak mencoba. Diharapkan dengan adanya iklan yang bernada keras dan
gambar-gambar menyeramkan yang diakibatkan oleh rokok akan membuat anak-anak
takut dan tidak ingin mencoba rokok, sedangkan perokok pemula diharapkan
untuk berhenti jika sudah tahu akibatnya. (www.ipmg-online.com diunduh 19
desember 2014)
Dari uraian di atas, maka peneliti melihat adanya fenomena yang menarik
menginformasi dan mengedukasi mengenai bahaya merokok melalui peraturan
yang mewajibkan produsen rokok untuk mencantumkan ilustrasi dan peringatan
bahaya merokok, bisa menjadi sumber informasi yang berpengaruh pada sikap
perokok pemula maupun yang baru ingin mencoba merokok, khususnya remaja.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap remaja Surabaya
terhadap pesan peringatan bahaya merokok yang ditampilkan dalam iklan produk
rokok di media televisi.
Penelitian ini menggunakan teori S-O-R dan didukung oleh Reasoned
Action Theory yang dapat menjelaskan bagaimana pesan peringatan kesehatan di
media televisi dapat menyebabkan respon kognitif, afektif dan konatif bagi
pemirsanya. Pada penelitian ini sampel yang akan diteliti adalah remaja berusia
18-21 tahun. Hal ini selain berdasar pada teori tentang remaja, juga berdasar pada
PP no. 109 Th. 2012. Alasan dipilihnya remaja 18-21 tahun : Pertama, sasaran
utama dari pesan peringatan kesehatan “Merokok Membunuhmu” adalah remaja.
Kedua, karena remaja dalam rentang umur tersebut termasuk remaja masa akhir
yang sudah memiliki kematangan kognitif, kematangan emosional dan sosial
(Sarwono, 2004 : 14).
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, peneliti dapat merumuskan
permasalahan penelitian ini, yaitu : Bagaimana Sikap Remaja di Surabaya
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
peneliti ingin mengetahui :
1. Bagaimanakah sikap remaja Surabaya terhadap isi pesan peringatan
kesehatan “Merokok Membunuhmu” yang dipublikasikan melalui
iklan rokok di media televisi.
2. Apakah pesan peringatan kesehatan “Merokok Membunuhmu” efektif
menekan keinginan remaja untuk merokok
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian Ilmu
Komunikasi, khususnya dapat dijadikan dasar pengembangan penelitian
serupa dan sebagai informasi terhadap pihak lain di masa-masa
mendatang.
1.4.2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah pengetahuan
masyarakat pada umumnya dan remaja pada khususnya mengenai dampak
rokok bagi kesehatan. Selain itu juga untuk memberikan kontribusi kepada
instansi terkait mengenai efek pesan peringatan “Merokok Membunuhmu”
2.1. Penelitian Terdahulu
Untuk menunjang penelitian, penulis menemukan Jurnal penelitian yang
bisa digunakan sebagai bahan referensi menyusun penelitian. Dari penelitian
terdahulu yang berjudul “Sikap Remaja Sur abaya Terhadap Gambaran
Laki-Laki dalam Iklan L-Men Ver si Gain Mass 2012” oleh Rudy Chandra. Jurnal
vol I. NO. 3 TAHUN 2013 tersebut diterbitkan oleh Universitas Kristen Petra,
Surabaya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sikap remaja Surabaya
terhadap gambaran laki-laki dalam iklan L-Men versi Gain Mass 2012. Subjek
penelitian dalam jurnal ini adalah sebanyak 100 responden. Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan sikap netral. Metode yang
digunakan penulis dalam penelitian tersebut adalah metode survey dengan tehnik
kuesioner dan wawancara. Penelitian ini menggunakan teori S-O-R yang
menjelaskan sampai pada perubahan sikap. Gambaran laki-laki dalam iklan ini
meliputi tubuh atletis, riasan tertentu, dan aktifitas di luar yang disukai wanita.
Dalam penelitian lainnya yang berjudul “Sikap Masyarakat Sur abaya
Mengenai Iklan Dancow Versi ‘Dokter Kecil’ di Televisi” oleh Michelle
Virginia. Jurnal vol I. NO. 3 TAHUN 2013 tersebut diterbitkan oleh Universitas
Kristen Petra, Surabaya. Latar belakang penelitian ini adalah iklan Dancow Versi
Dokter Kecil memberikan pesan tentang perhatian dan perbaikan gizi melalui
Indonesia untuk turut mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.
Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui apakah masyarakat
menerima dengan baik iklan yang mengandung informasi positif. Sebanyak 100
responden yang berasal dari masyarakat Surabaya menunjukkan sikap positif
mengenai pesan dalam iklan Dancow tersebut. Jenis penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kuantitatif, tehnik penarikan sampel menggunakan non
probability sampling. Dari penelitian ini, penulis menarik kesimpulan bahwa
informasi dapat efektif disampaikan melalui iklan dengan cara yang cerdas.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian dan Deskr ipsi Sikap
Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu
dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan,
perasaan-perasaan, dan kecenderunan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap adalah
evaluatif terhadap objek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana
seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan
peneliti dewasa ini adalah perasaan atau emosi. Dewasa ini banyak psikolog sosial
berasumsi bahwa, diantara faktor-faktor lain, perilaku dipengaruhi oleh tujuannya.
(Van Den Ban dan Hawkins,1999:106-107)
Menurut Schifman dan Kanuk (1997) menyatakan bahwa sikap adalah
ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah senang atau tidak
Objek yang dimaksud bisa berupa merek, layanan, pengecer, perilaku tertentu dan
lain-lain.
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi ataupun nilai. Sikap disini bukan perilaku
tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu
terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa orang, situasi informasi, maupun
kelompok. (Sobur,2003:361)
Sikap terbentuk dengan adanya pengalaman dan melalui proses belajar.
Dengan adanya pendapat seperti ini maka mempunyai dampak terpaan, yaitu
bahwa berdasarkan pendapat tersebut bisa disusun berbagai upaya (pendidikan,
komunikasi dan lain sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang.
(Sobur,2003:362)
2.2.1.1. Komponen Sikap
Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interlasi dari berbagai
komponen, dimana komponen-komponen tersebut ada tiga yaitu :
a. Komponen Kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi,
keyakinan dan pendapat yang dimilik seseoarang tentang objek sikapnya.
Komponen ini berkaitan dengan proses berpikir yang menekankan pada
rasionalistis dan logika. Adanya keyakinan dan evaluative yang dimiliki
seseorang diwujudkan dalam kesan baik atau tidak baik terhadap
b. Komponen Afektif
Komponen emosional atau perasaan seseorang yang berhubungan dengan
rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluative yang berhubungan
erat dengan nilai-nilai kebudayaan dan system nilai yang dimiliki.
c. Komponen Konatif
Komponen yang merupakan kecenderungan seseorang bertindak terhadap
lingkungannya dengan cara ramah, sopan, bermusuhan menentang,
melaksanakan dengan baik dan lain sebagainya.
Apabila ketiga komponen ini dihubungkan dengan tujuan komunikasi
yang terpenting adalah bagaimana suatu pesan (isi) yang disampaikan oleh
komunikator tersebut mampu menimbulkan dampak atau efek pesan tertentu
pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat dirinci sebagai berikut :
a. Dampak Kognitif
Dampak kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan
seseorang menjadi tahu. Dampak kognitif terjadi bila ada perubahan pada
apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Dampak ini
berkaian dengan tranmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan atau
informasi.
b. Dampak Afektif
Dampak afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan,
disenangi atau dibenci khalayak. Disini tujuan komunikator bukan hanya
c. Dampak Konatif
Dampak konatif merujuk pada behavioral atau perilaku nyata yang dapat
diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan
berperilaku. (Rahmat, 2005:219)
2.2.2. Pengertian dan Deskr ipsi Media Televisi
Televisi merupakan tek sistem penyiaran gambar objek yang bergerak
disertai dengan suara, melalui kabel atau satelit, menggunakan alat yang merubah
gambar dan bunyi menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi
berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar pada tabung kaca
(Dagun, 2006: 1109).
Menurut Soerjokanto (2003:24), Televisi merupakan sistem elektronik
yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel
atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara
ke dalam gelombang elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya
yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.
2.2.2.1. Karakteristik Media Televisi
Media Televisi memiliki ciri berbeda dari media yang lain. Menurut
Wahyudi (1986:3-4), karakteristik media televisi adalah :
1. Bersifat Tidak Langsung
Televisi adalah satu jenis dan bentuk media massa yang paling
dilihat dari segi investasi yang ditanamkan. Televisi sangat bergantung
pada kekuatan peralatan elektronik yang sangat rumit. Inilah yang disebut
media teknis. Sebagai contoh, tanpa listrik, siaran televisi tak mungkin
bisa diudarakan dan diterima pemirsa di mana pun. Investasi yang harus
dikeluarkan untuk mendirikan erbuah stasiun televisi komersial, yang
dikelola secara professional dengan lingkup nasional, mencapai ratusan
miliar rupiah.
Sifat padat teknologi dan padat modal inilah yang menyebabkan
televisi sangat kompromistik dengan kepentingan pemilik modal serta
nilai-nilai komersial arus kapitalisme global. Salah satu eksesnya, bahasa
televisi tidak jarang tampil vulgat. Sarat dengan dimrnsi kekerasan dan
sadism, atau bahkan terjebak dalam eksploitasi seks secara vulgar.
Kecaman demi kecaman pun terus mengalir dari public yang peduli masa
depan bangsa.
2. Bersifat Satu Arah
Siaran televisi bersifat satu arah. Kita sebagai pemirsa hanya bisa
menerima berbagai program acara yang sudah dipersiapkan oleh pihgak
pengelola televisi. Kita tidak bisa menyela, melakukan interupsi saat itu
agar suatu acara disiarkan atau tidak disiarkan.
Menurut teori komunikasi massa, kita sebagai khalayak televisi
bersifat aktif dan selektif. Jadi meskipun siaran televisi bersifat satu arah,
tidak berarti kita pun menjadi pasif. Kita aktif mencari acara yang kiya
ditayangkan. Tetapi kehadiran alat ini pun, tidak serta-merta mengurangi
tingkat kecemasan masyarakat, terutama kalangan pendidik, budayawan,
dan agamawan.
3. Bersifat Terbuka
Televisi ditujukan kepada masyarakat secara terbuka ke berbagai
tempat yang dapat dijangkau oleh daya pancar siarannya. Artinya, ketika
siaran televisi mengudara, tidak ada lagi apa yang disebut pembatasan
letak geografis, usia biologis, dan bahkan tingkatan akademis khalayak.
Siapa pun dapat mengakses siaran televisi. Di sini khalayak televisi
bersifat anonym dan heterogen.
Karena bersifat terbuka, upaya yang dapat dilakukan para
pengelola televisi untuk mengurangi ekses yang timbul adalah mengatur
jam tayang acara.
4. Publik Tersebar
Khalayak televisi tidak berada di suatu wilayah, tetapi terserbar di
berbagai wilayah dalam lingkup local, regional, nasional, dan bahkan
internasional. Kini, di Indonesia tumbuh subur stasiun televisi local yang
siarannya hanya menjangkau suatu kota, atau paling luas beberapa kota
dalam radius puluhan km saja dari pusat kota yang menjadi fokus wilayah
siarannya itu. Di Bandung saja, terdapat tiga stasiun televisi lokal. Dalam
perspektif komersial, publik tersebar sangat menguntunkan bagi para
pemasang iklan. Untuk televisi komersial, iklan adalah darah dan urat nadi
5. Bersifat Selintas
Pesan-pesan televisi hanya dapat dilihat dan didengar secara
sepintas siarannya tidak dapat dilihat dan dedengar ulang oleh pemirsa
kecuali dalam hal-hal khusus seperti pada adegan ulang sercara lambat,
atau dengan alat khusus seperti perekam video cassette recorder (VCR).
Sifatnya yang hanya dapat dilihat sepintas ini, sangat memengaruhi
cara-cara penyampaian pesan. Selain harus menarik, bahasa pesan yang
disampaikan televisi harus mudah dimengerti dan dicerna oleh khalayak
pemirsa tanpa menimbulkan kebosanan.
2.2.2.2. Fungsi Media Televisi
Dalam kapasitasnya sebagai media massa, pada dasarnya televisi memiliki
4 (empat) fungsi sosial sebagaimana yang diungkapkan Wilbur Schramm, yakni
fungsi memberikan pener angan (informasi), pendidikan, mempengaruhi dan
mengisi waktu luang atau senggang (Williams, 1989:15).
Era industri televisi seperti saat ini, di mana hampir seluruh masyarakat
tidak dapat lepas dari terpaan media, khususnya televisi, maka pada dasarnya para
pengelolah media massa memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
gambaran realitas dari kenyataan yang sebenarnya. Sehubungan dengan ini, Denis
McQuail dalam buku Mass Communication Theory (1994:65-66) menjelaskan 6
(enam) kemungkinan yang berhubungan dengan peran media yang berhubungan
1. Sebagai jendela (a window on events and experiences), yang
membukakan cakrawala kita mengenai berbagai hal di luar diri kita
tanpa campur tangan dari pihak lain. Dengan kata lain, dalam hal ini
realitas disampaikan apa adanya kepada publik/masyarakat.
2. Sebagai cermin (a mirror of events in society and the world implaying
a faithful reflection), dari berbagai kejadian disekitar kita. Isi media
pada dasarnya adalah pantulan dari berbagai peristiwa itu sendiri.
Dalam hal ini realitas media dipandang sebangun dengan realitas
sebenarnya.
3. Sebagai filter atau penjaga gawang (a filter or gatekeeper), yang
berfungsi menyeleksi realitas apa yang akan menjadi pusat perhatian
publik mengenai berbagai masalah atau berbagai aspek dalam sebuah
masalah. Di sini realitas media dipandang tidak utuh lagi.
4. Sebagai penunjuk arah, pembimbing atau penterjemah (a signpost,
guide or interpreter) yang membuat audiens dapat mengetahui dengan
tepat apa yang terjadi dari laporan yang diberikannya. Di sini realitas
pada dasarnya sudah didesain sedemikian rupa;
5. Sebagai forum atau kesepakatan bersama (a forum or platform), yang
menjadikan media sebagai wahana diskusi dan melayani perbedaan
pendapat atau feedback. Realitas di sini pada dasarnya sudah
merupakan bahan perdebatan untuk sampai menjadi realitas
6. Sebagai tabir atau penghalang (a screen or barrier) yang memisahkan
publik dari realitas yang sebenarnya. Dalam hal ini realitas yang ada di
media dinili bisa saja menyimpang dari kenyataan yang sesungguhnya.
2.2.2.3. Televisi Sebagai Media Periklanan
Televisi merupakan media untuk menyampaikan banyak hal kepada
masyarakat mulai dari hal-hal yang bersifat social, politik, hiburan, olahraga,
beragam berita sampai dengan iklan komersial. Televisi adalah salah satu media
iklan yang banyak digunakan oleh para produsen, karena televisi dipandang
paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersialnya (Sumarwan, 2004 :
185)
Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan
penyampaian pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, dan detik). Pesan televisi
tidak dapat diulang kecuali bila direkam. Disisi lain, pesan ditelevisi memiliki
kelebihan tersendiri karena tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam
gambar yang bergerak.
Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran
terhadap pesan yang disampaikan (Kasali, 1992 : 172). Televisi mempunyai daya
tarik yang disebabkan adanya unsur kata-kata, music, sound effect, dan memiliki
unsur visual berupa gambar (Effendy, 2000 : 177).
Keunggulan yang dimiliki televisi sebagai media iklan antara lain:
Televisi mampu menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas, baik
khalayak sasaran yang bias dijangkau media lain. Jangkauan missal ini
menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau tiap kepala.
2. Dampak yang Kuat
Keunggulan televisi lainnya adalah kemampuannya menimbulkan
dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan sekaligus pada
dua indera yang pengelihatan dan pendengaran.
3. Pengaruh yang Kuat
Televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi
persepsi khalayak sasaran, karena kebanyakan calon pembeli lebih
“percaya” pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi
daripada yang tidak sama sekali (Kasali, 1992 : 122)
Sebagai media periklanan, televisi juga memiliki beberapa masalah
khusus, diantaranya :
a. Biaya periklanan yang meningkat cepat.
b. Erosi penonton televisi dimana rekaman video, program sindikasi,
televisi kabel, internet dan alternative waktu senggang dan rekreasi
lainnya telah mengurangi jumlah orang-orang yang menonton televisi
jaringan.
c. Adanya audience francnalization atau terpecahnya penonton. Para
pengiklan tidak dapat mengharap untuk menarik penonton homogen
sekarang tersedia cukup banyak pilihan program bagi penonton
televisi.
d. Adanya zapping (peralihan dari satu saluran ke saluran lain) dan
zipping (iklan yang telah direkam dengan VCR ditampilkan dengan
cepat ketika penonton menyaksikan materi iklan yang pernah
ditayangkan sebelumnya). (Shimp, 2000 : 536-537)
Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan
penyampaian pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, dan detik). Pesan dari
televisi tidak dapat diulang kecuali bila direkam. Di sisi lain, pesan di televisi
memiliki kelebihan tersendiri karena tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat
dalam gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang
paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi
yang mempunyai unsur audio dan visual. Sehingga para pengiklan percaya bahwa
televisi mampi menabah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga
diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang
disampaikan (Kasali,1992,172)
Sebenarnya secara substansial televisi mempunyai posisi dan peranan yang
sama dengan media cetak dan radio. Hanya saja operasionalisasinya dalam
masyarakat menjadi sangat menentukan karena besar jangkauan yang dicapai.
Harold Laswell menyatakan sebagai berikut:
1. The survellaince of the environment, yaitu mengamati lingkungannya.
2. The correlation of the part of society in responding to the environment,
kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan
pada seleksi evaluasi dan intepretasi.
3. The transmission og the social heritage from one generation to the next,
yaitu menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi
selanjutnya.
Tentu saja ketiga fungsi di atas menyiratkan bahwa pada dasarnya
memberikan penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara
sosiologis menjadi perantara untuk menyampaikan nilai-nilai tertentu kepada
masyarakat. Dalam menyatakan sifat televisi, Jefkins mengungkapkan:
1. Televisi dapat mencapai khalayak yang besar sekali, dan mereka itu
tetap dapat mengambil manfaat sekalipun tidak bisa membaca.
2. Televisi dapat dipakai untuk mengajarkan banyak subjek dengan baik.
Akan tetapi, pengajaran itu akan lebih efektif bila diikuti dengan
diskusi dan aktifitas lain.
3. Televisi bersifat otoritatif dan bersahabat.
Dari sifat televisi seperti di atas dimungkinkan untuk menimbulkan
kecenderungan orang untuk menonton televisi, seperti disampaikan oleh Riza
Prambudi, karena (1) Televisi ada gambarnya, karena itu menjadikan lebih
dramatis, (2) Televisi seyogyanya lebih cepat, bahkan melalui siaran live, (3)
Televisi menuntun penonton, tidak usah memilih mana dulu yang harus dibaca.
2.2.3. Iklan
Menurut Klepper (1986) dalam Liliweri (1992:28) iklan / advertising
kepada pihak yang lain. Jika pengertian ini kita terima maka sebenarnya iklan
tidak ada bedanya dengan pengertian komunikasi yang satu arah. Menurut Bovee
(1976) yang mengemukakan bahwa iklan adalah suatu proses komunikasi, proses
pemasaran, proses social dan ekonomi, proses public relation yang semuanya
bergantung dari cara memandang kita. Wright mengemukakan bahwa iklan
merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat
penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan
layanan serta gagasan / ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi
yang persuasive (Liliweri, 1992:20)
Sedangkan definisi periklanan menurut Institusi Periklanan Inggris adalah
periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang di
arahkan kepada konsumen yang paling potensial atas produk barang atau jasa
tertentu dengan biaya yang paling ekonomis (Jefkins, 1997: 23). Definisi standar
dari periklanan menurut Sutisna mengandung enam elemen yaitu:
1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar.
2. Dalam iklan juga terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya
menampilkan pesan mengenai kehebatan produk yang ditawarkan, tapi
juga sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai
perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan.
3. Periklanan merupakan upaya membujuk dan mempengaruhi
konsumen.
4. Periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media
5. Periklanan memiliki sifat non personal (bukan pribadi).
6. Audience. Tanpa identifikasi audience yang jelas, pesan yang
disampaikan dalam iklan tidak akan efektif (Sutisna, 2003: 275-276).
Pembuatan program periklanan harus selalu dimulai dengan
mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembeli. Kemudian membuat lima
keputusan utama dalam pembuatan program periklanan, yaitu:
1. Mission (misi): Apakah tujuan periklanan?
2. Money (uang): Berapa banyak yang dapat dibelanjakan?
3. Messsage (pesan): Pesan apa yang harus disampaikan?
4. Media (media): Media yang akan digunakan?
5. Measurement (pengukuran): Bagaimana mengevaluasi hasilnya?
(Kotler 2000: 578).
2.2.3.1. Fungsi Iklan
Seiring dengan menjamurnya penawaran-penawaran produk melalui
berbagai media maka konsumen juga dipermudah dalam memilih produk sesuai
dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Melalui iklan penyampaian pesan
dalam penjualan produk akan efektif. Terlebih lagi jika dalam tayangan iklan
tersebut ditampilkan tokoh yang sudah dikenal oleh public, sehingga public akan
semakin percaya kepada perusahaan. Dari tayangan iklan juga konsumen akan
mengenal, meningkat dan mempercayai produk yang akhirnya pada perusahaan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menayangkan iklan dengan frekuensi
berulang-ulang, sehingga konsumen akan cepat mengenal, selalu ingat dan
Sementara itu, Jack Engel, 1980, menuliskan bahwa ada delapan fungsi
yang diharapkan dari kegiatan periklanan. Kedelapan fungsi tersebut yaitu:
1. Menciptakan dan mempertahankan citra baik bagi produk.
2. Menciptakan penjualan bagi pabrikan dan pedagang lokal.
3. Memperkenalkan penggunaan baru sebuah produk.
4. Memberikan informasi yang berharga bagi konsumen.
5. Memberikan penawaran, kupon dan sampel.
6. Menekankan merk dagang.
7. Menjaga dan memelihara ketertarikan konsumen pasca pembelian.
8. Menarik dealer dan distributor baru (Widyatama, 2007: 149-150).
2.2.3.2. J enis Iklan
Iklan memiliki banyak sekali jenis dan kategori, tergantung pada isi pesan
itu sendiri. Berbagai macam fungsi tersebut secara sederhana dapat dibagi dalam
beberapa kelompok, yaitu:
1. Iklan Informasi
Mengingat fungsi informasi yang dikandungnya, maka isi pesan dalam
iklan informasi cenderung lengkap. Bahkan tidak jarang semua
informasi yang berkaitan, disampaikan semua, sehingga sering pula
disebut dengan iklan teknik one stop informations.
2. Iklan Persuasif
Iklan ini di dalam isi pesannya menitikberatkan pada upaya
mempengaruhi khalayak untuk melakukan sesuatu sebagaimana
adalah mempengaruhi khalayak, maka bahasa yang digunakan dalam
pesan ini harus dirancang sedemikian rupa yang mampu membujuk
khalayak.
3. Iklan Pendidikan
Iklan ini menitikberatkan pada tujuan untuk mendidik khalayak, agar
khalayak mengerti atau mempunyai pengetahuan tertentu dan mampu
melakukan sesuatu. Iklan informasi sering pula berisi pesan yang
mendidik.
4. Iklan Hiburan
Iklan tersebut dibuat untuk keperluan hiburan semata. Tujuan pesan
iklan ini adalah menitikbertakan pada kemampuannya untuk
menghibur. Biasanya digunakan untuk memeriahkan festival
periklanan. Seringkali dijumpai dalam bentuk plesetan dalam
masyarakat kita (Widyatama, 2007: 133-134).
2.2.3.3. Ruang Lingkup Iklan
Secara umum, pembagian menurut para praktisi periklanan, ruang lingkup
iklan dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu iklan above the line
dan iklan below the line. Iklan above the line adalah media yang bersifat massa.
Massa yang dimaksud adalah bahwa khalayak sasaran berjumlah besar, antara
satu sama lain tidak saling kenal dan menerpa pesan iklan secara serempak.
Beberapa media yang termasuk kategori above the line yaitu: surat kabar,
iklan below the line adalah iklan yang menggunakan media khusus. Media khusus
yang tergabung dalam below the line yaitu: leaflet, poster, spanduk, baliho, bus
panel, bus stop, point of purchase (POP), stiker, shop sign, flayers, hanging
display dan sebagainya (Widyatama, 2007: 76).
2.2.3.4. Pesan Iklan
Secara parsial, pesan adalah informasi inti dari komunikasi, yang mana
pesan menyangkut apa yang dikomunikasikan, dalam suatu proses komunikasi
pihak-pihak yang terlibat komunikasi (pengirim dan penerima), akan
memanfaatkan atau pun berbagai pesan atau informasi (Haryani, 2000: 11).
Menurut B. Aubrey Fisher, 1978, mengemukakan tentang keberagaman
konsep pesan dalam iklan, antara lain adalah:
1. Sebagai isyarat yang disampaikan.
Pesan dipandang sebagai bentuk dan lokasi pikiran, verbalisasi dan
seterusnya, dalam diri individu. Pesan yang terdapat pada saluran di luar
sumber atau penerima dalam bentuk energi fisik, lebih cocok untuk
dipandang sebagai isyarat (signal). Pikiran disandi ke dalam isyarat,
isyarat dialih sandi ke dalam isyarat. Pikiran disandi ke dalam isyarat,
begitu sebaliknya. Atau, dinyatakan dengan cara lain, pesan disandi ke
dalam isyarat: isyarat disandi ke dalam pesan.
2. Sebagai bentuk struktural.
Pesan sebagai proses penyandian stimulant verbal, fisik dan vokal pesan
3. Sebagai pengaruh sosial.
Pesan secara inheren mempengaruhi atau menimbulkan efek pada para
peserta dengan cara tertentu dan sampai taraf tertentu pula.
4. Sebagai penafsiran.
Pesan sebagai penafsiran lambang atau stimulant sebagai suatu proses
penafsiran sangat tergantung pada penjelasan psikologis tentang
komunikasi manusia. Sebagai penafsiran, pesan sampai berorientasi pada
penerima dalam arti bahwa ia menempatkan pesan dalam diri individu
yang menangkap dan menerima stimuli.
5. Sebagai refleksi diri.
Pesan mencerminkan keadaan internal individu yakni perilaku, dalam
bentuk tertentu, suatu manifestasi yang mencuat keluar dari konsep kotak
hitam tentang sikap, keyakinan, persepsi, nilai, citra, emosi dan
sebagainya.
6. Sebagai kebersamaan.
Pesan dapat dipandang sebagai hubungan yang mengikat orang-orang
menjadi satu dalam suatu situasi komunikatif (Pareno, 2002: 14).
Pekerja kreatif mesti menentukan gaya, nada, kata-kata dan format yang
kohesif dalam tahap eksekusi pesan. Semua pesan biasanya dapat disajikan
dengan berbagai style: gaya hidup, cuplikan hidup, fantasi, mood atau citra,
musical, lambang kepribadian, keahlian teknis, bukti ilmiah dan testimoni
Sulaksana dalam Integrated Marketing Communications, 2007,
menjelaskan bahwa ada beberapa penelitian mencantumkan kriteria iklan yang
menarik perhatian dan terus diingat, yaitu: inovasi (produk baru atau cara
penggunaan yang baru), daya tarik cerita, ilustrasi sebelum dan sesudah, demo
produk, pemecahan masalah dan penempelan ciri relevan yang menjadi lambang
merek.
2.2.3.5. Iklan Pr oduk
Jenis-jenis iklan menurut Liliweri (1992 : 31-32) terdiri atas dua jenis
yaitu Iklan Standard dan Iklan Layanan Masyarakat :
1. Iklan Standar, yaitu iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan
memperkenalkan barang atau jasa untuk konsumen melalui sebuah
media, yang bertujuan merangsang motif dan minat para pembeli atau
pemakai.
2. Iklan Layanan Masyarakat yaitu jenis iklan yang bersifat non profit,
jadi tidak mencari keuntungan akibat pemasangannya kepada
khalayak.
2.2.4. Pesan Peringatan Kesehatan Bahaya Merokok “Merokok
Membunuhmu”
Pesan peringatan kesehatan bahaya merokok adalah pesan mengenai
bahaya dan akibat yang ditimbulkan oleh rokok. Pesan peringatan kesehatan
bahaya merokok wajib dicantumkan dalam setiap media publikasi produk rokok
2012 (PP no. 109 Th. 2012) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat
adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Pesan peringatan kesehatan bahaya merokok yang disebutkan dalam pasal
14, tercetak menjadi satu dengan Kemasan Produk Tembakau. Selain itu
dijelaskan pula Setiap 1 (satu) varian Produk Tembakau wajib dicantumkan
gambar dan tulisan peringatan kesehatan yang terdiri atas 5 (lima) jenis yang
berbeda, dengan porsi masing-masing 20% (dua puluh persen) dari jumlah setiap
varian Produk Tembakaunya.
Pesan peringatan kesehatan yang dimaksud adalah kalimat “Merokok
Membunuhmu” dengan ilustrasi seorang pria yang menghembuskan asap rokok
dan sedang memegang rokok yang menyala di sebelah kiri kalimat. Disamping
ilustrasi tersebut terdapat ilustrasi tengkorak. Ilustrasi ini menggambarkan
bagaimana dampak yang akan diderita perokok aktif maupun pasif jika terpapar
asap rokok, tengkorak disini dapat di artikan kematian. Disisi lain, di sebelah
kanan kalimat terdapat logo 18+. Logo ini menjelaskan batas usia yang diijinkan
merokok, yaitu mulai usia 18 tahun dan di atas 18 tahun. Pesan ini telah mulai
digunakan di semua media publikasi rokok sejak awal tahun 2014. Penggunaan
pesan peringatan kesehatan bahaya merokok ini diantaranya di media iklan rokok
baik di televisi maupun media online (media sosial dan website), media publikasi
luar ruang (baliho, videotron, spanduk event yang disponsori perusahaan rokok),
juga di media cetak yang mempublikasikan kegiatan yang disponsori oleh
Gambar 2.1 : Pesan Peringatan Kesehatan “Merokok Membunuhmu”.
Gambar 2.2 : Pesan Peringatan Kesehatan “Merokok Membunuhmu” di
tayangan iklan televisi.
Sasaran pesan peringatan kesehatan “Merokok membunuhmu” adalah
remaja yang ingin mencoba merokok agar mengurungkan niatnya untuk
melakukan perilaku merokok.
2.2.5. Masyarakat Sur abaya
Secara definisi, masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang
individu dengan individu lain. Masyarakat dalam penelitian ini adalah masyarakat
yang tinggal di kota Surabaya. Dalam dinamika historisnya, terdapat satu karakter
Surabaya sebagai kota perdagangan dan tumbuh menjadi komunitas pedagang
cosmopolitan yang memiliki jaringan luas sampai ke Cina, Inggris, Belanda, dan
Portugis. Sejak abad ke-18, Surabaya telah memiliki berbagai macam industri
berbasis menufaktur, dan pada tahun 1870 menjadi pelopor dibidang industri
setara dengan kota-kota pelabuhan dunia seperti Shanghai, Calcuta, Singapura dan
Hongkong. Sebagai kota perdagangan diperlukan dukungan infrastruktur yang
memadai, maka pada tahun 1878 dibangun infrastruktur kereta api pertama yang
menghubungkan daerah-daerah penyangganya seperti Sidoarjo, Gresik, Jombang,
Kediri, Madiun dan sebagainya. Perkembangan industri dan perdagangan
menorehkan prestasi yang cukup tinggi bagi Surabaya, dimana pada tahun 1900
menjadi kota pelabuhan tersibuk dan kota terbesar di Hindia Timur yang dikuasai
Belanda. Sektor lain yang menjadi bagian dari perkembangan industri dan
perdagangan adalah sektor jasa. Abad ke-19 dan awal abad ke-20, Surabaya
berkembang menjadi pusat jasa untuk ekonomi perkebunan di Jawa Timur,
disamping pusat jasa untuk industrialisasi bagi wilayah-wilayah sekitar Surabaya.
Sebagai kota industri, perdagangan dan jasa, secara pararel Surabaya menjadi
daya tarik luar biasa terhadap migrasi penduduk dari berbagai penjuru daerah di
Jawa Timur, berbagai suku bangsa, bahkan dari berbagai negara. Pada tahun 1905
penduduk Surabaya terhitung sebanyak 150.000 jiwa yang diantaranya terdapat
melepaskan dirinya dari karakter dasar sebagai kota jasa dan perdagangan.
(www.surabaya.go.id diunduh pada 14 Januari 2014)
Masyarakat di Surabaya dalam penelitian ini adalah remaja. Masyarakat di
Surabaya dalam penelitian ini adalah remaja. Remaja berasal dari bahasa latin
yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam
Rice, 1990). Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi
empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15
tahun, masa remaja pertengahan 15 – 17 tahun, dan masa remaja akhir 17 – 21
tahun (Deswita, 2006:192). Namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah
remaja yang sudah memasuki remaja masa akhir. 17 tahun hingga 21 tahun. Masa
remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir
individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa
dewasa (belajarpsikologi.com diunduh pada 1 Februari 2014). Pada usia tersebut
merupakan fase remaja, masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati
diri). Perkembangan “identity” merupakan isu sentral pada masa remaja yang
memberikan dasar bagi masa dewasa. Dalam teori Erikson tentang identity remaja
terdapat empat alternatif dalam menguji diri dan pilihannya yaitu; (a) Identity
Achievement yang berarti bahwa setelah remaja memahami pilihan yang realistic,
maka dia harus membuat pilihan dan perilaku sesuai dengan pilihannya, (b)
Identity Fore Aosure yang berarti menerima pilihan orang tua tanpa
mempertimbangkan pilihan-pilihan, (c) Identity Diffusion yang berarti
yang menurut Erikson berarti penundaan dalam komitmen remaja terhadap
pilihan-pilihan aspek pribadi atau okupasi. (Yusuf, 2001 : 201-202)
2.2.6. Teori Stimulus Organism Response (SOR)
Teori S-O-R sebagai singkatan Stimulus-Organism-Response ini berasal
dari psikologi objek material radio psikolog dan ilmu komunikasi yang sama,
yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, perilaku,
kognisi, efeksi dan saksi. Menurut stimulus respon ini efek yang ditimbulkan
adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian pesan dan reaksi komunikan.
-Gambar 2.3: Model Teori S-O-R (Effendy, 1993:255)
Gambar di atas menunjukkan bahwa :
a. Pesan (stimulus, S), merupakan pesan yang disampaikan komunikator
kepada komunikan. Pesan yang disampaikan tersebut dapat berupa
lambang atau tanda.
b. Komunikan (organism, O), merupakan keadaan komunikan disaat
menerima pesan. Pesan yang disampaikan komunikator diterima sebagai
disampaikan komunikator. Perhatian disini diartikan bahwa komunikan
akan memperhatikan setiap pesan yang disampaikan melalui lambang dan
tanda tersebut. Selanjutnya komunikan mencoba untuk mengartikan dan
memahami setiap pesan yang disampaikan komunikator.
c. Efek (Response, R), merupakan dampak daripada komunikasi. Efek dari
komunikasi adalah perubahan sikap, yaitu sikap afektif, kognitif dan
konatif. Efek kognitif merupakan efek yang ditimbulkan setelah adanya
komunikasi. Efek kognitif berarti bahwa setiap informasi menjadi bahan
pengetahuan bagi komunikan (Effendy, 1993:254)
Menurut Stimulus – Organism – Response ini, efek yang ditimbulkan
adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehigga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan.
2.2.7. Teori Reasoned Action Theory
Teori yang dicetuskan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Hamidi
(2007) menjelaskan bahwa kepercayaan (belief) seseorang menjadi batu
penghadang upaya persuasi. Komunikasi persuasi menurut teori ini berawal ketika
kepercayaan seseorang terhadap suatu objek persuasi berubah. Perubahan
kepercayaan diikuti oleh terjadinya perubahan sikap, kemudian terbentuknya niat
yang sesuai dengan kepercayaan dan berakhir dengan perubahan perilaku
Kepercayaan, menurut Fishbein dan Ajzen menyajikan informasi tentang
objek yang telah dimiliki oleh seseorang. Kepercayaan terkait tentang suatu objek
dan atributnya. Objek suatu kepercayaan bisa orang, perilaku, peristiwa, ataupun
kebijakan.
Sikap menurut Fishbein dan Ajzen didefinisikan sebagai sejumlah
perasaan atau kesukaan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek.
Satu-satunya komponen dari suatu sikap dari teori ini adalah komponen evaluatif, yang
dapat dikatakan sebagai perasaan setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek.
Bila kepercayaan menggambarkan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang
suatu objek, maka sikap merupakan perasaannya terhadap objek tersebut. Sikap
akan mengarah kepada niat-niat kepercayaan (belief intentions), yang secara
totalitas akan searah dengan sikap tersebutSeperti kepercayaan, niat-niat akan
berubah-ubah kekuatannya (kemungkinan bahwa niat-niat tersebut akan
dilaksanakan).
Dalam teori ini perilaku seseorang pertama ditentukan oleh kepercayaan,
yang pada gilirannya menentukan sikap, lalu mempengaruhi niat. Seseorang bisa
mempunyai bermacam-macam kepercayaan tentang suatu objek, satu dengan
yang lain bisa saling mendukung atau mungkin ada yang bertentangan.
Kepercayaan-kepercayaan ini juga bisa berubah-ubah tingkat kekuatannya.
Kepercayaan ini merupakan kesan yang diberikan terhadap objek tertentu, yang
merupakan dasar informatif terhadap sikap, niat, dan perilaku.
Teori ini menyatakan bahwa sikap seseorang akan didasarkan pada
dengan atribut-atribut yang positif, maka sikap akan menjadi positif dan
sebaliknya. (Hamidi, 2007 : 90)
2.3. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini yang diteliti adalah sikap remaja Surabaya terhadap
pesan peringatan kesehatan bahaya merokok “Merokok Membunuhmu” dalam
iklan rokok di media massa. Adapun kerangka berpikirnya sebagai berikut :
Surabaya terpilih dalam penelitian ini, karena Surabaya merupakan ibu
kota Jawa Timur dengan jumlah remaja terbanyak. Hal ini terbukti dengan
banyaknya lembaga pendidikan tingkat menengah pertama (SMP), tingkat
menengah atas (SMA), juga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang
tersebar di Surabaya dibandingkan di daerah lain di Jawa Timur. Selain itu juga
Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Ibu Kota Jakarta.
Indikator yang digunakan untuk mengukur sikap remaja Surabaya
terhadap pesan peringatan setelah mendapatkan terpaan pesan dalam media
publikasi rokok adalah dengan melihat total skor yang dikumpulkan responden
setelah mengisi kuisioner, yaitu kumpulan pertanyaan yang meliputi aspek
kognitif, afektif dan konatif.
Peneliti menggunakan model S-O-R, kepanjangan dari
Stimulus-Organisme-Response. Stimulus merupakan rangsangan dalam hal ini pesan
peringatan kesehatan bahaya merokok “Merokok Membunuhmu” dalam iklan