• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LATIHAN BERSYUKUR TERHADAP PENINGKATAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA LANSIA DI PANTI WREDA THEODORA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH LATIHAN BERSYUKUR TERHADAP PENINGKATAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA LANSIA DI PANTI WREDA THEODORA MAKASSAR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LATIHAN BERSYUKUR TERHADAP PENINGKATAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA LANSIA DI PANTI WREDA THEODORA

MAKASSAR

THE EFFECT OF GRATITUDE EXERCISE TO ENHANCHING THE SUBJECTIVE WELL-BEING OF THE ELDERLY IN THEODORA MAKASSAR

NURSING HOME

1

Mutmainnah Nur Rahma Majid,

2

Widyastuti,

3

Nur Afni Indahari

1,2,3

Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar/ mutmainnahnr1@gmail.com

ABSTRACT

Introduction The elderly in Theodora Nursing Home havephysical and psychological problems that affect their subjective well-being (SWB). One of The factors that can affect their SWB is the exercise of gratitude. This study aims to determine the effect of gratitude exercise on enhancing the subjective well-being of the elderly in Theodora Nursing Home.

Method The study used the one-group pretest-posttest design. Participants of this study had low to moderate SWB (N=6). This study used the Satisfaction with Life Scale that had been adapted into Indonesian by Afriyani to measured the cognitive aspect (α=0.840) and the Scale of Positive and Negative Experience that had been adapted into Indonesian by Sartika to measured the positive (α=0.766) and negative affect (α=0.738).

Result The Wilcoxon test showed that the pretest mean score was 50,33, posttest1 was 49,67, and posttest2 was 49,83 which mean there was no increase of elderly SWB by the p-value (pretest-posttest1 p=0,916 and posttest1-posttest2 p=0,917, p>0,05).

Conclusion The hypothesis result shows that the gratitude exercise does not enhance the subjective well-being of the elderly in the Theodora nursing home.

Keywords: Elderly; Gratitude exercise; Subjective well-being.

ABSTRAK

Pendahuluan Lansia di panti wreda Theodora memiliki permasalahan secara fisik maupun psikis yang mempengaruhi subjective well-being. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap subjective well-being (SWB) yaitu latihan bersyukur. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan bersyukur terhadap peningkatan subjective well-being pada lansia di panti Wreda Theodora.

Metode Penelitian Penelitian ini munggunakan desain eksperimen one group pretest-posttest design. Subjek penelitian memiliki SWB rendah hingga sedang (N=6). Penelitian ini menggunakan Satisfaction with Life Scale yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Afriyani guna mengukur aspek kognitif (α=0.840) dan scale of positive and negative experience yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sartika untuk mengukur afek positif (α=0,766) serta afek negatif (α=0,738).

Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai mean pretest=50,33, posttest1=49,67, dan posttest2=49,83 artinya tidak terdapat peningkatan SWB lansia dengan nilai signifikansi (pretest- posttest1 p=0,916 dan posttest1-posttest2 p=0,917, p>0,05).

Kesimpulan Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa latihan bersyukur tidak berpengaruh terhadap peningkatan subjective well-being pada lansia di panti wreda Theodora.

Kata kunci: Lanjut usia, latihan bersyukur, subjective well-being.

(2)

Pendahuluan

Masa lanjut usia (lansia) merupakan bagian dari tahapan perkembangan yang tidak dapat dihindari oleh siapapun, khususnya individu dengan karunia umur panjang. Masa lansia merupakan tahapan akhir perkembangan didalam kehidupan dan banyak terjadi kemunduran fungsi fisik maupun psikologis.

Kemunduran fisik disebabkan oleh perubahan sel-sel tubuh dan jaringan karena proses penuaan. Kemunduran tersebut berdampak pada psikologis lansia, seperti munculnya perasaan tidak berharga, kesepian, maupun membutuhkan perhatian lebih (Piara, 2012).

Hurlock (1980) mengemukakan bahwa masa lansia dimulai dari usia 60 tahun ke atas. Ihsan (2021) mengemukakan bahwa hasil sensus penduduk pada tahun 2020 menunjukkan jumlahpenduduk lansia perempuan lebih banyak dari pada laki- laki di Sulawesi Selatan.

Sehe (2021) mengemukakan bahwa penduduk lansia di Indonesia meningkat dari 7,59% pada tahun 2010 naik hingga mencapai 9,78% pada tahun 2020. Idris (2020) mengemukakan bahwa Indonesia sedang berada dalam masa transisi ke era ageing population pada tahun 2020 dikarenakan persentase penduduk lansia telah mencapai lebih dari 10% dari populasi.

Marmer (2011) mengemukakan bahwa negara dengan jumlah lansia di atas 10%

dari populasi akan menimbulkan berbagai masalah, mulai dari masalah Kesehatan fisik, sosial, maupun masalah psikologis. Rahmat (2016) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk lansia perlu dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan pada lansia.

Piara (2012) mengemukakan bahwa lansia pada umumnya memiliki konsep hidup tradisional, seperti keinginan akan dihormati, hubungan erat dengan anak, maupun dirawat oleh anak pada masa tua, namun konsep tersebut menunjukkan hal yang bertolak belakang dengan kenyataan saat ini. Lansia saat ini merasa tidak dihormati, tidak diperhatikan, tidak memiliki hubungan emosional yang hangat dengan keluarga, dan merasa kesepian. Hal tersebut menyebabkan

banyak lansia yang tinggal di lembaga- lembaga perawatan seperti panti wreda.

Peneliti melakukan wawancara awal kepada salah satu pengurus panti dan lima lansia di panti Theodora Makassar mengenai alasan lansia menetap di panti. Hasil wawancara menunjukkan bahwa alasan lansia masuk dan menetap di panti disebabkan oleh anak yang sibuk, tidak ada yang merawat, sendiri dirumah, tidak bersosialisasi, dan kesepian, bahkan atas kemauannya sendiri.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan Windy (2017) bahwa lansia menetap dipanti wreda karena anak yang sibuk bekerja, adanya konflik keluarga, sakit, masalah ekonomi keluarga, kesepian, anak tidak sabaran dalam merawat orang tua, maupun tidak memiliki tempat tinggal.

Hasil penelitian Frizia (2012) terhadap para lansia yang menetap dipanti wreda menunjukkan bahwa lansia tersebut cenderung menolak datangnya masa tua dengan kondisi fisik lemah dan tidak berdaya. Individu mengalami penurunan kemampuan adaptasi terhadap kondisinya pada usia lanjut dan ketika hal tersebut terjadi, maka akan berpengaruh terhadap kebahagiaan serta kepuasan hidupnya yang dapat berdampak pada tingkat subjective well-being.

Diener dan Diener (2008) mengemukakan bahwa subjective well-being merupakan evaluasi atau pandangan afektif maupun kognitif mengenai kepuasan individu pada hidupnya. Individu memiliki tingkat subjective well-being tinggi ketika dapat menikmati banyak efek positif dan puas dengan kehidupannya (Diener, 2000

Indriyani, Mabruri, dan Purwanto (2014) melakukan penelitian mengenai perbedaan subjective well-being lansia yang bertempat tinggal di panti dan di rumah dengan subjek sebanyak 30 lansia yang tinggal dirumah dan 29 lansia dipanti wreda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang tinggal dirumah memiliki rata-rata subjective well-being yang tinggi (88,27) dibandingkan lansia yang menetap dipinti wreda (74,89). Hal ini dikarenakan, lansia yang menetap dirumah lebih memungkinkan untuk memperoleh kebutuhannya dengan bersama keluarga dan mendapatkan dukungan keluarga untuk meningkatkan

(3)

semangat hidupnya, berbeda dengan lansia di panti.

Erlangga (2011) mengemukakan bahwa lansia yang menetap di panti wreda cenderung mengalami beberapa masalah psikologis seperti kesepian, ketergantungan, ketidakberdayaan, dan merasa terlantar terutama saat kurangnya dukungan dari keluarga, sehingga menyebabkan hilangnya ketenangan pikiran, menurunkan perasaan bahagia, menurunnya kemampuan untuk merasakan ketenangan hidup, bahkan hilangnya keinginan menikmati kehidupan sehari-hari. Perasaan tersebut muncul akibat dari rendahnya tingkat subjective well-being pada diri lansia, sehingga lansia memandang hal-hal yang terjadi sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.

Subjective well-being merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh lansia.

Lansia mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi jika memiliki tingkatan subjective well-being yang tinggi, sehingga lansia dapat menikmati kehidupan dipanti wreda. Hal tersebut selaras dengan pendapat Rahmat (2016) bahwa lansia dengan subjective well-being yang tinggi akan memiliki kualitas hidup yang dapat mengontrol emosi dan menghadapi berbagai situasi dengan baik.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan diperoleh bahwa selama menetap dipanti, kelima subjek merasakan perasaan tidak senang dengan teman- temannya akibat perselisihan, sedih karena diminta tinggal di panti, keluarga tidak menjenguk kesepian, rindu dengan keluarga, sakit, perasaan tidak berdaya, dan menghabiskan waktu lebih banyak di kamar atau duduk di teras panti.

Diener (2006) mengemukakan bahwa emosi negatif seperti kemarahan, kecemasan, khawatir, kesedihan,iri hati, ketidakberdayaan, dan kesepian yang menjadi indikator dari keadaan buruk individu serta karakteristik rendahnya subjective well-being.Emosi negative atau tidak menyenangkan mewakili responnegatif sebagai reaksi individu terhadap kondisi Kesehatan dan peristiwa dalam kehidupannya. Pengalaman dari emosi negatif menyebabkan individu merasa

memiliki kehidupan yang tidak menyenangkan.

Inglehart (2002) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi subjective well-being lansia salah satunya jenis kelamin.

Berdasarkan sisi kognitif, kepuasan hidup laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dikarenakan tanggungjawab yang sudah berkurang, sedangkan lansia perempuan masih memiliki tanggungjawab untuk mengurusi keluarganya.

Sedangkan sisi afektif,Sameshta dan Agarwal (2017) mengemukakan bahwa perempuan memiliki tingkat depresi, kesehatan subjektif, dan afek negatif yang lebih tinggi daripada laki-laki.

Armenta, Ruberton, dan Lyubomirsky (2015) menambahkan gratitude atau bersyukur sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi subjective well-being individu. Chan (2013) juga menemukan bahwa bersyukur muncul sebagai prediktor yang signifikan dalam memprediksi kepuasan hidup dan afek positif pada individu.

Emmons dan McCullough (2003) menjelaskan bahwa bersyukur merupakan kata dari bahasa latin yang bermakna rasa syukur dan telah dikonseptualisasikan sebagai emosi, kebijakan moral, sifat, maupun respon coping. Christanto, Brenda, Assisiansi, Pangestu, Sarita, dan Sulistiani (2017) mengemukakan bahwa bersyukur menyebabkan individu mampu menunjukkan emosi yang lebih positif dan kebahagiaan yang lebih tinggi terhadap peristiwa didalam kehidupannya. Setyaningsih (2013) mengemukakan bahwa bersyukur dapat dimunculkan dengan tiga cara, yaitu counting blessing dengan menuliskan hal yang disyukuri ke dalam jurnal, gratitude letter dengan menuliskan surat kepada pemberi kebaikan sebagai ucapan syukur dan gratitude contemplation. Gratitude contemplation dilakukan dengan cara memikirkan kembali sesuatu yang dapat membuat individu merasa bersyukur.

Cubero, Fernandez, dan Martinez (2018) melakukan penelitian kepada lansia dengan rentang usia 60 hingga 89 tahun yang terdiri dari 78 lansia perempuan dan 50 lansia laki-laki. Hasil penelitian yang meningkatkan afek positif, resiliensi, kepuasan hidup, dan kebahagiaan.

(4)

Berdasarkan paparan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai subjective well-being pada lansia yang ditingkatkan dengan menggunakan latihan bersyukur. Penelitian ini akan menggunakan latihan bersyukur dengan Teknik gratitude contemplation dengan cara meminta individu untuk memikirkan hal yang disyukuri pada hari- hari sebelumnya dan mempertahankan perasaan syukur terkait hal tersebut.

Berdasarkan penelitian Rash, Matsuba, dan Prkachin (2011) Teknik gratitude contemplation dipilih karena tekniknya sederhana dan dapat dilakukan dalam waktu singkat (Wood, Froh, & Geraghty, 2010).

Adapun hipotesis yang peneliti ajukan yaitu ada pengaruh latihan beryukur terhadap peningkatan subjective well-being pada lansia di panti wreda Theodora Makassar.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan one goup pretest-posttest design. Suryabrata (2015) mengemukakan bahwa one group pretest- posttest design merupakan desain penelitian dengan menggunakan satu kelompok subjek.

One group pretest-posttest design digunakan untuk melihat tingkat pengaruh dari perlakuan yang diberikan kepada subjek penelitian. Penelitian ini melibatkan enam lansia panti wreda Theodora Makassar.

Adapun karakteristik dari subjek penelitian diantaranya; Pertama, perempuan berusia 60 tahun keatas. Kedua, menetap dipanti wreda Theodora Makassar. Ketiga, memiliki subjective well-being yang rendah hingga sedang berdasarkan hasil tes awal. Keempat, bersedia dan mampu untuk mengikuti seluruh rangkaian penelitian. Kelima, masih dapat mengingat kejadian seminggu yang lalu, dapat mendengarkan instruksi (tidak tuli/ memiliki gangguan pendengaran), dapat berbicara, dan dapat berkomunikasi dengan baik.

Data penelitian diperoleh menggunakan skala, yaitu satisfacion with life scale (SWLS) dan scale of positive and negative experience (SPANE). Peneliti menggunakan SWLS yang telah dimodifikasi oleh Afriyani (2010) kedalam bahasa Indonesia untuk mengukur aspek kognitif

yaitu kepuasan hidup subjek dan SPANE yang telah dimodifikasi oleh Sartika (2017) ke dalam bahasa Indonesia untuk mengukur aspek afektif.

Validitas skala penelitian dilakukan dengan uji confirmatory factor analysis (CFA) dan diperoleh nilai faktor loading dari skala SWLS serta SPANE di atas 0,3. Hair, Black,Babin, dan Anderson (2019) mengemukakan bahwa CFA dengan muatan faktor loading lebih dari 0,3 hingga 0,4 merupakan angka minimal untuk dapat diterima atau dikatakan valid.Uji reliabilitas menggunakanCronbach’s alpha diperoleh nilai reliabilitas skala SPANE afek positif sebesar 0,766 dan SPANE efek negative 0,738 yang berarti tergolong sedang, sedangkan SWLS sebesar 0,840 yaitu tergolong baik.

Penelitian dimulai dengan pengukuran pretest untuk mengetahui kondisi awal subjective well-being pada subjek dengan menggunakan SWLS dan SPANE. Setelah itu, subjek diberikan perlakuan berupa latihan bersyukur selama 5 menit. Penelitian ini berlangsung sekali seminggu selama tiga minggu.

Pertemuan pertama diisi dengan perkenalan, doa, pemberian penjelasan singkat mengenai latihan bersyukur, pemberian intervensi latihan bersyukur.

Pemberian latihan bersyukur dilakukan dengan meminta subjek untuk memikirkan orang, benda, atau aktivitas yang disyukuri beberapa hari yang lalu, kemudian direnungkan untuk mempertahankan rasa syukur terkait hal yang disyukurinya tersebut selama 5 menit, setelah itu menceritakan hal yang disyukuri serta perasaannya setelah mengingat kembali hal tersebut.

Pertemuan kedua dan ketiga diisi dengan kegiatan latihan bersyukur dan pengukuran posttest 1. Pengukuran posttest 1 untuk mengetahui kondisi subjek setelah pemberian intervensi dan dilakukan diakhir pertemuan ketiga. Dua minggu setelah pengukuran posttes 1, dilakukan pengukuran posttest 2 dan menutup kegiatan intervensi.

Pengukuran posttest 2 dilakukan untuk mengetahui efek jangka panjang tehadap

(5)

subjective well-being subjek penelitian dari intervensi yang diberikan.

Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan uji Wilcoxon dengan bantuan SPSS Statistic25.0. Hasil analisis deskriptif digunakan untuk membuat ketegorisasi mengenai subjective well-being subjek penelitian yang terbagi menjadi tiga kategori,

yaitu baik/tinggi, cukup/sedang, dan buruk/rendah. Uji Wilcoxon digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan membandingkan skor pretest-posttest 1 dan posttest 1-posttest 2 dari subjek penelitian.

Pengaruh latihan bersyukur dapat diketahui dari adanya perbedaan yang signifikan dari hasil uji hipotesis yang dilakukan. Hasil uji hipotesis dikatakan signifikan jika diperoleh nilai p<0,05.

Hasil

Tabel 1. Kategorisasi subjective well-being subjek penelitian

Inisial Tes awal Pre-test Posttest1 Posttest

Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori

VD 38 Rendah 67 Tinggi 47 Sedang 43 Sedang

WS 23 Rendah 50 Sedang 60 Tinggi 59 Sedang

TOL 18 Rendah 57 Sedang 42 Sedang 51 Sedang

OST 32 Rendah 47 Sedang 36 Rendah 18 Rendah

GFH 38 Rendah 31 Rendah 47 Sedang 41 Sedang

M 52 Sedang 50 Sedang 66 Tinggi 87 Tinggi

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pada tes awal terdapat 1 subjek dengan subjective well-being sedang dan 5 subjek subjective well-being rendah. Pada pengukuran pre-test diketahui 1 subjek dengan subjective well-being tinggi 4 dengan subjective well-being sedang, dan 1 dengan subjective well-being rendah. Pada

pengukuran post-test 1 diketahui 2 subjek subjective well-being tinggi, 3 subjek dengan subjective well-being sedang, dan 1 subjek dengan subjective well-being rendah. Pada pengukuran post-test 2 diketahui 1 subjek subjective well-being tinggi, 4 subjek dengan subjective well-being sedang, dan 1 subjek dengan subjective well-being rendah.

Tabel 2. Hasil uji analisis pretest (O1) dan posttest 1 (O2)

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh nilai Mean O1 = 50,33, Mean O2 = 49,67, dan r = -0,03. Nilai signifikansi yang diperoleh yaitu p=0,916

(p>0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan terhadap tingkat subjective wellbeing sebelum (O1) dan setelah (O2) pemberian latihan bersyukur.

Tabel 3. Hasil uji analisis posttest 1 (O2) dan posttest 2 (O3)

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh nilai Mean O2 = 49,67, Mean O3 = 49,83, dan r = -0,03. Nilai signifikansi yang diperoleh yaitu p=0,917 (p>0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan terhadap tingkat subjective well-

being setelah perlakuan (O2) dan dua minggu setelah pemberian latihan bersyukur.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa pada pengukuran O1-O2 terjadi penurunan nilai mean, sedangkan pada pengukuran O2-O3 terjadi peningkatan nilai Kelompok

Eksperimen

Pengukuran Mean p r Keterangan

O1 50,33

0,916 -0,03 Tidak Signifikan

O2 49,67

Kelompok Eksperimen

Pengukuran Mean p r Keterangan

O2 49,67

0,917 -0,03 Tidak Signifikan

O3 49,83

(6)

mean. Namun, hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pengukuran yang telah dilakukan dengan nilai p>0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa Latihan bersyukur dianggap tidak berpengaruh terhadap peningkatan subjective well-being pada lansia di panti wreda Theodora Makassar.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Latihan bersyukur terhadap peningkatan subjective well-being pada lansia di panti Werdha Theodora Makassar. Subjek penelitian berjumlah enam lansia (VD, WS, TOL, OST, GFH, dan M) yang menetap dipanti Werdha Theodora Makassar. Subjek penelitian memiliki subjective well-being yang diukur menggunakan Scale of Positive and Negative Experiences (SPANE) untuk mengukur aspek afektif dan Statisfaction with Life Scale (SWLS) untuk mengukur aspek kognitif.

Berdasarkan hasil tes awal, 1 subjek (17%) memiliki subjective well-being yang sedang dan lima subjek (83%) memiliki subjective well-being rendah.

Diener, Lucas, dan Oishi (Snyder &

Lopez,2002) mengemukakan bahwa subjective well-being merupakan evaluasi individu dengan cara kognitif dan juga afektif mengenai kehidupannya. Aprilia (2019) mengemukakan bahwa individu memandang kehidupan secara menyeluruh dengan cara yang positif ketika memiliki penilaian yang baik terkait kehidupannya. Diener (2006) mengemukakan bahwa aspek afektif subjective well-being memiliki aspek yang terdiri dari afek positif dan afek negatif. Afek positif subjective well-being berkaitan dengan hal menyenangkan, sedangkan afek negatif berkaitan dengan hal tidak menyenangkan. Aspek kognitif subjective well-being berkaitan dengan kepuasan hidup individu.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif diketahui bahwa pada pengukuran pretest, pada umumnya subjek penelitian (67%) berada dalam kategori subjective well-being sedang. Pada pengukuran skor posttest 1 menunjukkan bahwa pada umumnya subjek penelitian (50%) memiliki subjective well- being sedang. Pada pengukuran posttest 2

menunjukkan bahwa 83% subjek penelitian memiliki subjective well-being sedang.

Hasil analisis dekriptif tersebut menunjukkan bahwa pada pengukuran pretest hingga posttest 2, pada umumnya subjective well-being subjek penelitian berada dalam kategori sedang. Ditinjau dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa Latihan bersyukur tidak berpengaruh terhadap peningkatan subjective well-being pada subjek penelitian.

Berdasarkan hasil uji hipotesis, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga tidak terdapat pengaruh dari latihan bersyukur terhadap peningkatan subjective well-being lansia di panti Wreda Theodora Makassar.

Pada pengukuran pretest hingga posttest 2, subjective well-being subjek penelitian pada umumnya berada pada kategori sedang. Diener (2009b) mengemukakan bahwa individu dikategorikan memiliki subjective wellbeing yang sedang jika merasa cukup puas dengan kehidupannya, kadangkala merasakan emosi menyenangkan atau afek positif yang sedang, dengan jarang merasakan emosi tidak menyenangkan atau afek negatif yang rendah.

Indriyani, Mabruri, dan Purwanto (2014) mengemukakan bahwa lansia di panti memiliki subjective well-being yang sedang, cenderung disebabkan oleh kurangnya perhatian dari keluarga maupun kerabat dekatnya.

Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada keenam subjek penelitian diketahui bahwa sebelum pemberian Latihan syukur, subjek mengaku merasa kesepian karena sering menyendiri, rindu dengan keluarga, khawatir dilupakan oleh keluarga, jarang tersenyum, dan tidak memperdulikan lansia lain atau keadaan sekitar.

Setelah pemberian latihan bersyukur, diketahui bahwa subjek mengaku mensyukuri beberapa hal dalam kehidupannya, merasa cukup bahagia, cukup puas dengan hidupnya, masih seringkali bersedih dan merindukan keluarga ataupun kerabat dekatnya, mulai menyadari hal-hal positif dalam hidupnya.

Hasil wawancara dua minggu setelah posttest 1, keenam subjek mengaku bahwa merasa cukup bahagia, mulai memiliki hubungan yang akrab dan dekat dengan lansia

(7)

lainnya, cukup puas dengan kehidupan saat ini, bersedih karena ingin kembali tinggal bersama keluarga, masih belajar untuk beryukur dalam kesehariannya, dan masih berharap adanya kunjungan dari keluarga.

Hasil uji hipotesis yang tidak signifikan dapat dikarenakan oleh pemberian latihan bersyukur dalam penelitian ini hanya dilakukan sekali seminggu dalam tiga minggu. Pemberian latihan bersyukur yangkurang intens menyebabkan tidak terjadinya perbedaan yang signifikan pada subjective well-being subjek penelitian.

Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan penemuan Emmons dan McCullough (2003) yang menunjukkan bahwa intervensi bersyukur tidak mempengaruhi kesejahteraan individu yang dikarenakan oleh pemberian intervensi yang kurang intensif. Pemberian intervensi syukur dapat lebih terasa pada kesejahteraan individu jika diberikan secara intensif.

Hasil uji hipotesis yang tidak signifikan juga dapat disebabkan oleh beberapa factor penyebab, yaitu factor demografis, fisik, maupun psikologis.

Diener (2009a) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well-being individu yaitu factor demografis yang terdiri dari faktor jenis kelamin, usia, kontak sosial dan aktivitas.

Diener, Lucas, dan Oishi (Snyder & Lopez, 2002) mengemukakan bahwa faktor demografi seperti jenis kelamin dan usia berkaitan terhadap subjective well-being individu. Diener (2009a) mengemukakan bahwa subjective well-being atau kebahagiaan individu akan berbeda jika dikaitkan dengan usia. Perempuan merasa lebih bahagia pada usia muda dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan pada usia tua laki-laki merasa lebih bahagia daripada perempuan.

Bradburn dan Graney (Diener, 2009) menemukan bahwa perubahan kontak social disertai dengan perubahan subjective well- being pada individu yang terjadi bersamaan.

Kontak social mempengaruhi kebahagiaan individu, seperti kontak social dengan teman.

Berdasarkan hasil wawancara kepada lansia, subjek penelitian mengakui tidak dekat dengan lansia lain dan merasa takut untuk mendekatkan diri satu sama lain karena

beberapa lansia mudah tersinggung serta tidak ingin menyebabkan konflik, sehingga menghabiskan sebagian besar waktunya dengan cara menyendiri. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa secara umum kontak socialdengan teman sebaya di panti sangat kurang dilakukan oleh subjek penelitian dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut dapat menyebabkan ketidakbahagiaan.

Diener (2009a) mengemukakan bahwa teori aktivitas menjelaskan perubahan aktivitas disertai dengan perubahan subjective well-being pada individu yang terjadi bersamaan, semakin aktif individu terlibat dalam suatu kegiatan maka dapat menyebabkan kebahagiaan.

Berdasarkan hasil wawancara lanjutan kepada subjek penelitian dan pengurus panti, diketahui bahwa kegiatan sudah tidak diadakan sejak beberapa lansia dipanti sering sakit dan adanya pandemik Covid-19, kegiatan seperti senam pagi setiap sabtu yang sudah tidak diadakan dan kunjungan ataupun kegiatan dari luar sudah dibatasi.

Berdasarkan hasil wawancara, subjek penelitian menambahkan bahwa kegiatan harian yang dilakukan, yaitu duduk diteras, baring dikamar, menonton televisi, membaca alkitab, dan melamun. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa aktivitas dipanti sangat kurang, hal tersebut dapat menjadi penyebab tidak terjadinya perubahan secara signifikan pada subjective well-being subjek penelitian

Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak adanya peningkatan subjective well- being pada lansia setelah pemberian perlakuan yaitu fungsi fisik. Berdasar pada penelitian Frizia (2012) diketahui bahwa lansia yang menetap dipanti wreda cenderung menolak datangnya masa tua karena mengalami penurunan kemampuan adaptasi terhadap kondisinya pada usia lanjut. Dari hasil wawancara diketahui bahwa, subjek penelitian mengakui sering merasa sakit dan nyeri tubuh, sehingga membutuhkan bantuan dari perawat. Frizia (2012) mengemukakan bahwa lansia pada umumnya mengalami penurunan kondisi fisik dan ketika kemampuan adaptasi menurun, maka akan berpengaruh terhadap kebahagiaan serta

(8)

kepuasan hidupnya yang dapat berdampak pada tingkat subjective well-being.

Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak adanya peningkatan subjective well- being pada lansia setelah pemberian perlakuan yaitu faktor psikologis agar lingkungan sosial dan keluarga dapat berkontribusi untuk meningkatkan kebahagiaan lansia.

Patmonodewo, Patmonodewo, Atmodiwirjo, Marat, Munandar, Gunarsa, Soewonda, dan Achir (2001) mengemukakan bahwa lansia yang tidak dapat beradaptasi terhadap proses menua dapat menimbulkan masalah psikologis, seperti rasa tersisihkan, tidak berdaya, tidak dibutuhkan, rasa tidakenakan, post power syndrome, maupun the empty nest.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, subjek penelitian mengakui merasa tersisihkan dan tidak dibutuhkan dengan dilepaskannya untuk menetap dipanti, merasa sedih, kesepian, dan merasa tidak berdaya.

Diener dan Diener (2008) mengemukakan bahwa individu cenderung merasakan ketidakbahagiaan dalam hidupnya ketika memiliki afek negatif lebih banyak dibandingkan afek positif. Diener (2006) mengemukakan bahwa emosi negatif seperti kemarahan, kecemasan, khawatir, kesedihan, iri hati ketidakberdayaan, dan kesepian yang menjadi indicator dari keadaan buruk individu serta karakteristik rendahnya subjective well- being.

Emosi negatif atau tidak menyenangkan mewakili respon negatif sebagai reaksi individu terhadap kondisi kesehatan dan peristiwa dalam kehidupannya. Pengalaman dari emosi negatif menyebabkan individu merasa memiliki kehidupan yang tidak menyenangkan.

Hasil uji hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa latihan bersyukur tidak berpengaruh terhadap peningkatan subjective well-being pada lansia di panti wreda Theodora Makassar. Meskipun demikian, masih terdapat dampak positif yang dirasakan oleh subjek penelitian, yaitu subjek penelitian mengaku bahwa merasa Bahagia dengan memiliki hubungan yang lebih dekat dan

akrab dengan lansia lain yang juga menjadi subjek dalam penelitian.

Hal di atas sejalan dengan hasil penelitian Emmons dan McCullough (2003) pada subjek penelitian usia 22 hingga 70 tahun, diperoleh bahwa subjek penelitian dalam intervensi bersyukur melaporkan kepuasan hidup yang lebih besar, lebih optimis, dan merasa lebih terhubung dengan individu yang lain.

Kesimpulan dan Saran

Hasil uji hipotesi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa latihan bersyukur tidak berpengaruh terhadap peningkatan subjective well-being pada lansia dipanti wreda Theodora Makassar. Adapun saran yang dapat peneliti ajukan diantaranya; Pertama, bagi pihak panti, perlu mempertimbangkan untuk mengadakan program tambahan seperti latihan bersyukur guna membiasakan lansia bersyukur untuk meningkatkan kebahagiaan lansia dan kedekatan sesama lansia di panti.

Kedua, Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk menambah intensitas dalam latihan bersyukur, memberikan pengukuran subjective well-being harian kepada subjek agar dinamika psikologis dapat lebih tergambarkan, atau dapat juga dilakukan pemberian latihan bersyukur dengan teknik gratitude list atau gratitude visit.

Daftar Pustaka

Armenta, C. N., Ruberton, P. M., &

Lyubomirsky, S. (2015). Subjective wellbeing, psychology of. Dalam J. D.

Wright (Ed.), International encyclopedia of the social &

behavioral science (2nd ed.). (hal.

648-653). Oxford: Elsevier.

Afriyani, I. (2010). Subjective well-being ahasiswa di kota Makassar. Skripsi.

Makassar: Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. (Tidak diterbitkan).

Aprilia, A. (2019). Pengaruh intervensi syukur terhadap peningkatan subjectivewell-being mahasiswa.

Skripsi. Makassar: Fakultas Psikologi

(9)

Universitas Negeri Makassar.(Tidak diterbitkan).

Chan, D. W. (2013). Subjective well-being of Hong Kong chinese teachers: The contribution of gratitude, forgiveness, and the orientations to happiness.

Teaching and Teacher Education, 32 (),22-30. Doi :10.1016/j. tate.2 012.12.005.

Christanto, S. A., Bremda, D., Assisiansi, C., Pangestu, M. J., Sarita, I., &

Sulistiani, V. (2017). Gratitude letter:

An effort to increase subjective well- being in college. Anima Indonesian Psychological Journal, 32(3), 158-168.

Cubero, I. M. S., Fernandez, E. R., &

Martinez, A. R. O. (2018). Strengths in older adults: Differential effect of savoring, gratitude, and on optimism well-being. Aging & Mental Healt,1-8.

doi: 10.1080/13607863.2018.1471585.

Diener, E. (2000). Subjective well-being: The science of happiness and a proposal for a national index. American Psychologist,55(1), 34-43.doi:

10.1037/ 0003-066x.55.1.34.

Diener, E. (2006). Guidelines for national indicators of subjective well-being and ill-being. Journal of Happiness Studies,7(4), 397-404.doi: 10.1007/s 10902-006-9000-y.

Diener, E., Diener, R. B. (2008). Happiness:

Unlocking the mysteries of psychological wealth. Victoria:

Blackwell Publishing.

Diener, E. (2009a). The science of well- being:

The collected work of Ed Diener. New York: Springer Science+Business Media B. V.

Diener, E. (2009b). Assessing subjective well- being: Progress and opportunities.

Social Indicatirs Research Series, 25- 65. doi: 10.1007/978-90-481-2354- 4_3.

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002).

Subjective well-being: The science of happiness and life satisfaction. Dalam

C. R. Snyder., & J. Lopez (Eds.), Handbook of positive psychology, (hal 63-73).

New York: Oxford UniversityPress.

Emmons, R. A., & McCullough, M. E.

(2003). Counting blessing versus burdens: An experimental investigation gratitude and subjectivewell being in daily life.

Journal of Personality and Social Psychology, 84(2), 377-389. doi:

10.1037/0022-3514.84.2.337.

Erlangga, S. W. (2011). Jurnal subjective well-being pada lansia penghuni panti jompo.Online.(https://dokumen.tips/d ocuments/jurnal-lansia.html. Diakses pada 2 September2019).

Frizia, G. (2012). Hubungan religiusitas dengan kesejahteraan psikologis pada lansia panti sosial tresna wreda gau mabaji gowa. Skripsi. Makassar:

Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. (Tidak diterbitkan).

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., &

Anderson, R. E. (2019). Multivariate data analysis (8thed.). Northway:

Cengage Learning.

Hurlock, E. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi 5) (Terjemahan oleh Istiwidayanti &

Soedjarwo) Jakarta: Erlangga.

Idris, M. (2021). Daftar daerah yang jumlah wanitanya lebih banyak dari pria.

Kompas.com. (https://money.komp as.com/read/2021/01/26/120758226/

daftar daerah-yang-jumlah-wanitanya- lebihbanyak-dari-pria?page=all).

(diakses pada tanggal24 Februari 2021).

Ihsan, D. N. (2021). Hasil sensus penduduk 2020: Perempuan lebih banyak disbanding laki-laki di 2 provinsi ini.

Solopos.com.

(https://www.solopos.com /hasil- sensus- penduduk-2020- perempuan- lebih-banyak-dibanding-laki-laki-di- 2-provinsi-ini-1103738). (diakses pada tanggal 24 Februari 2021).

(10)

Indriyani, S., Mabruri, M. I., Purwanto, E.

(2014). Subjective wellbeing padalansia ditinjau dari tempat tinggal.

Developmental and Clinical Psychology, 3(1), 66-72. ISSN: 2252- 6358.

Inglehart, R. (2002). Gender, aging, and subjective well-being. International Journal of Comparative Sociology, 43(3-5), 391-408. doi: 10.1177/

002071520204300309.

Marmer, W, P. (2011). Kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing) lansia. Ringkasan Skripsi. Surabaya:

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Patmonodewo, S., Atmodiwirjo, E. T., Marat, S., Munandar, S. C. U., Gunarsa, S. D., Soewondo, S., & Achir, Y. C. A. (2001).

Bunga rampai psikologi perkembangan pribadi: Dari bayi sampai lanjut usia.

Jakarta: UI-Press.

Piara, M. (2012). Pengaruh religiusitas terhadap kesejahteraan psikologis lansia dipanti social tresna wreda. Skripsi.

Makassar: Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. (Tidak diterbitkan).

Rahmat, R. (2016) Pengaruh penerimaan diri terhadap subjective wellbeing pada lanjut usia di panti sosial tresna wreda gau mabaji gowa. Skripsi. Makassar:

Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. (Tidak diterbitkan).

Rash, J. A., Matsuba, M. K., & Prkachin, K.M.

(2011). Gratitude and well-being:Who benefits the most from a gratitude intervention?. Applied Psychology Health and Well-Being, 3(3): 350-369 doi:10.1111/j.1758 0854. 2011.01058.x.

Sameshta., & Agarwal, S. (2017). Effect of gender differences on subjective well- being among dual-earner couples.

International Journal of Multidisciplinary Education and Research, 2(1), 1-4. ISSN: 2455-4588.

Sartika, A. (2017). Kesejahteraan subjective well-being ditinjau dari perilaku prososial dan motivasi perilaku

prososial pada mahasiswa berstatus relawan. Skripsi. Makassar: Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. (Tidak diterbitkan).

Sehe, M. (2021). Hasil sensus 2020:

Penduduk SulSel 9 juta jiwa.

Sindonews.com. (https:// makassar.

Sindonews.com /read /309478/710 /hasil-sensus -2020 penduduk-sulsel-9- juta-jiwa- 1611234080). (diakses pada tanggal 24 Februari 2021).

Setyaningsih, R. (2013). Dari materialism hingga memaafkan (pentingnya pendidikan bersyukur dalam pendidikan karakter anak Indonesia).

Prosiding Seminar Nasional dan Sarasehan Pendidikan Karakter Berbasis Psikologi Islam.

Sidoarjo:Universitas Muhamma diyah Sidoarjo.

Suryabrata, S. (2015). Metodologi penelitian.

Jakarta: Rajawali Pers.

Windy, L. (2017). Lansia yang menghuni panti wreda (studi kasus orang tua yang dititipkan dipanti wreda hargo dedali Surabaya pada etnis jawa).

Jurnal Skripsi Thesis. Surabaya: Prodi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.

Wood, A. M., Froh, J. J., & Geraghty, A. W.

A. (2010). Gratitude and well-being:

A review and theoretical integration.

Clinical Psychology Review, 30, 1-16

Referensi

Dokumen terkait

Evolusi sosial masyarakat awal di Semenanjung Tanah Melayu dari zaman Prasejarah sehingga kepada pembentukan bentuk kerajaan-kerajaan awal melibatkan proses berubahnya

dari minat membaca adalah suatu keinginan yang ada dalam diri. seseorang yang disertai dengan perasaan senang dan perhatian

Penelitian ini mengkaji peningkatan keaktifan dan kemampuan siswa kelas XI IPS SMA Sang Timur Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran menulis proposal kegiatan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat dilihat bahwa ada hubungan komunikasi interpersonal orang tua dengan perilaku siswa kelas VII di SMP Negeri

Hal ini menunjukkan tingkat kelelahan lebih tinggi dialami oleh tenaga kerja dengan masa kerja yang lebih lama oleh karena semakin lama ia bekerja maka perasaan

Customer Relationship Management disingkat CRM adalah suatu jenis manajemen yang secara khusus membahas teori mengenai penanganan hubungan antara

Untuk pencarian pembobot terbaik dan meminimalkan CR dilakukan dengan menggunakan algoritma genetika yang mana pada akhir nya diharapkan akan menghasilkan keputusan

safety riding yang baik pada siswa. Responden yang memiliki SIM C lebih banyak yang melakukan perilaku safety riding yang baik dibandingkan responden yang tidak memiliki