EDISI 440
10 NovemberGRATIS (Untuk K alangan Sendiri)
Editorial
Shalom,
Ada sesuatu yang menarik pada penjelasan Firman Tuhan hari Minggu lalu yang bertemakan “Yesus adalah Tuhan atas Hari Sabat”. Hari Sabat disebut pertama kali ketika Allah berhenti dari pekerjaan- Nya pada hari ketujuh (sekarang dikenal “hari Sabat”) setelah menciptakan dunia dan seisinya selama 6 hari. Hari Sabat itu begitu dihargai dan diistimewakan oleh Tuhan karena hanya pada hari ketujuh disebutkan Ia memberkati dan mengu- duskannya (Kej. 2:3).
Begitu berharganya hari Sabat bagi Tuhan sehingga dalam hukum keempat Allah mengulang lagi perintah-Nya, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sa- bat karena pada hari itu Tuhan memberkati dan menguduskannya (Kel. 20:11). “Hari ketujuh adalah HARI SABAT TUHAN “, kata ayat sebelumnya.
Pada hari itu semua dilarang bekerja dan diharapkan hari itu merupakan hari persekutuan yang indah antara Tuhan, Sang Pencipta, dengan manusia ciptaan-Nya. Pada hari itu Tuhan ingin kita mengingat betapa besar kebaikan dan kasih-Nya saat Dia menciptakan bumi dengan segala isinya untuk kita. Juga betapa besar kekuatan-Nya saat Dia membebaskan Israel dari perhambaan Mesir (bagi kita dari perhambaan dosa). Apakah kita menyadarinya?
Ketika Dia memberi perintah, “Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu tetapi pada hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan”, Ia sepertinya berkata,
“Aku juga bekerja selama enam hari dan Aku pun berhenti pada hari ketujuh untukmu.” Hal ini mengandung arti bahwa selama enam hari Allah bekerja untuk menyediakan apa yang kita perlukan kemudian menyediakan hari ketujuh untuk memberkati dan menguduskannya. Dia mengharapkan kita pun mengkhususkan hari ketujuh bagi-Nya untuk menerima berkat dan kekudusan-Nya. Hal itu diperkuat dengan ayat di Markus 2:21 bahwa Sabat diadakan untuk manusia bukan manusia untuk hari Sabat. Lalu bagaimana tanggapan kita? Apakah kita telah membebaskan diri dari persoalan-persoalan duniawi dan menyiapkan diri untuk mendapatkan berkat dan kekudusan-Nya?
Ketika Dia begitu mengistimewakan Hari Sabat sebagai hari bersama kita, apakah kita juga menghargai dan menguduskan kebersamaan kita dengan-Nya?
“Ya Tuhan, terima kasih telah menjadi Penciptaku sekaligus Pembebasku.”
(Red.)
Shalom,
Betapa besar dan baiknya Tuhan dalam kehidupan kita bahkan Ia mau tinggal bersama kita, menyertai dan membimbing kita senantiasa sesuai dengan kehendak-Nya. Kita patut bersyukur kepada-Nya jika kita masih diberi kesempatan untuk memuji dan mendengarkan Firman-Nya di tengah-tengah bencana (alam) yang mengancam dan merenggut banyak jiwa belum lagi ancaman varian baru hasil mutasi COVID-19 yang menyebar dengan cepat. Namun apa pun yang kita hadapi, Tuhan hadir memberikan kita kekuatan agar kita mampu melewatinya. Ia mempunyai rencana besar dalam setiap kehidupan kita; oleh sebab itu hendaknya kita datang beribadah kepada-Nya dengan sungguh-sungguh bila kita masih dapat mendengarkan dan menikmati Firman-Nya.
Tema Firman Tuhan hari ini ialah “Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat”. Untuk itu kita harus memahami apa Sabat itu, mengapa ada Sabat serta apa tujuan Tuhan memerintahkan untuk menguduskan dan menghormati hari Sabat.
A. TUHAN Memberi Perintah Menguduskan Hari Sabat
Sabat berarti “berhenti dari melakukan segala pekerjaan” atau “istirahat”. Perintah ke-4 dari sepuluh hukum menuliskan, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat; enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu, maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anak- mu laki-laki atau anakmu perempuan atau hambamu laki-laki atau hambamu perempuan atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.” (Kel. 20:8-11)
Pdm. Kasieli Zebua, Lemah Putro, Minggu 25 April 2021
YESUS ADALAH TUHAN ATAS HARI SABAT
Lukas 6:1-11
Mengapa ada Sabat? Agar umat-Nya berhenti dari semua aktivitas yang biasa dikerjakan selama 6 hari. Sama seperti Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya selama enam hari kemudian berhenti bekerja pada hari ketujuh lalu memberkati dan menguduskan hari ketujuh itu (Kej. 2:2-3). Dengan berhenti bekerja pada hari Sabat, mereka tidak lagi disibukkan dengan urusan pekerjaan untuk kelangsungan hidup tetapi hati dan pikiran mereka dikhu- suskan untuk bertemu Tuhan dalam ibadah.
Mengapa Tuhan memerintahkan agar menguduskan hari Sabat?
Supaya umat-Nya mengingat perbuatan-perbuatan besar Tuhan yang dinyatakan melalui penciptaan.
Supaya umat-Nya mengingat akan pembebasan mereka dari perbudakan di tanah Mesir dengan tangan Allah yang kuat dan lengan yang teracung (Ul. 5:12-15).
Apa yang dilakukan bangsa Israel saat merayakan hari Sabat? Mereka berhenti dari kegiatan bekerja, tinggal dalam tenda/rumah bersama seluruh anggota keluarga kemudian mengingat- kan anak-anak mereka tentang Tuhan yang menciptakan dari tidak ada menjadi ada, juga ten- tang Tuhan yang telah menebus mereka dari perbudakan di Mesir. Setelah dibebaskan dari perbudakan di Mesir, mereka diingatkan Tuhan untuk beristirahat pada hari Sabat bukan untuk santai tidur-tiduran tetapi menguduskan hari itu agar mengalami pemulihan dengan Tuhan.
Seluruh anggota keluarga termasuk hamba (pegawai) yang tinggal bersama mereka harus mengkhususkan hari itu untuk bertemu Tuhan dan mengingat kebaikan-Nya. Mereka tidak perlu khawatir mengalami kerugian karena tidak bekerja pada hari itu. Tuhan hanya menuntut mere- ka taat dan memercayai Dia yang berbicara kepada mereka maka mereka akan menyaksikan bagaimana Ia memberkati saat mereka beristirahat.
Introspeksi: apa yang kita lakukan di hari Sabat? Sungguhkah kita berhenti bekerja dan menye- diakan waktu khusus untuk Tuhan dengan beribadah kepada-Nya bersama seluruh anggota keluarga? Atau kita tetap sibuk bekerja karena khawatir kehilangan profit atau beribadah tetapi pikiran terpecah dengan urusan kerjaan? Ilustrasi: Sekiranya Tuhan ada di depan kita secara fisik tetapi kita sibuk ngurusi pekerjaan dan mengabaikan-Nya, apa yang kita dapatkan dari pertemuan itu? Bukankah kita telah melukai perasaan-Nya dengan sikap acuh kita? Dan sudahkah kita mengajari anak-anak kita makna hari Sabat atau membiarkan mereka berbuat sesuka hati di hari itu? Bagaimana dengan nasib pegawai-pegawai yang bekerja pada kita?
Apakah kita memberikan mereka kesempatan untuk berbakti kepada Tuhan atau mempe- kerjakan mereka tanpa istirahat karena tidak mau rugi? Ingat, kita dahulu juga budak namun beroleh kelepasan; jadi kita tidak boleh memeras tenaga pegawai-pegawai kita untuk keun- tungan kita.
Di era Perjanjian Lama, mereka yang tidak menguduskan hari Sabat akan dihukum mati – mereka yang melakukan pekerjaan pada hari itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya (Kel.
31:14). Bagi kita sekarang, jangan biarkan anggota keluarga maupun pegawai yang bekerja bersama kita mati rohani karena mereka tidak dapat menikmati ibadah atau melakukan ibadah sekadar rutinitas saja.
Tuhan memerintahkan Musa, hamba-Nya, untuk mengatakan kepada orang Israel tentang tujuan merayakan hari Sabat, yaitu:
Agar bangsa Israel memelihara hari Sabat turun temurun supaya mereka ingat bahwa Tuhanlah yang menguduskan mereka (Kel. 31:12-17). Perayaan Sabat menjadi perjanjian kekal antara Tuhan dan umat-Nya. Dengan memelihara hari Sabat, mereka senantiasa mengalami perjumpaan dengan Tuhan sebab Ia rindu mereka ada hubungan erat bersama-Nya. Ini bukan berarti Tuhan kesepian tetapi sebenarnya demi kepentingan umat- Nya supaya mereka boleh menikmati kebaikan-Nya.
Aplikasi: hamba Tuhan berkewajiban mengingatkan jemaat agar senantiasa memiliki relasi erat dengan Tuhan untuk menikmati kemurahan-Nya.
Agar bangsa Israel tahu bahwa hari Sabat adalah waktu pertemuan kudus (Im. 23:1-3).
Pertemuan kudus ini dirayakan di segala tempat kediaman dan berlaku turun temurun yang bersifat kekal sebab Tuhan ingin generasi berikutnya hidup dalam anugerah- Nya. Ini bukti Ia mengasihi umat-Nya dan keturunan mereka.
B. Tuhan Menyatakan Makna Sabat yang Benar
Kembali pada Injil Lukas 6:1-11, ada dua peristiwa yang terjadi pada hari Sabat:
Murid-murid memetik gandum pada hari Sabat (ay. 1-5)
Yesus dan para murid-Nya berjalan di ladang gandum pada hari Sabat. Para murid meme- tik bulir gandum dan memakannya. Melihat hal itu, beberapa orang Farisi bertanya mengapa para murid berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat. Yesus menjawab Daud pernah masuk ke Rumah Allah dan mengambil roti sajian lalu mema- kannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya padahal roti itu hanya boleh dimakan oleh imam-imam. Kemudian Yesus melanjutkan, “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”
Yesus menegaskan “Ia adalah Tuhan atas hari Sabat” kepada orang-orang Farisi yang salah dalam mempelajari hukum Taurat. Ternyata para ahli Taurat, orang Farisi dan kepala rumah ibadat memiliki cara pandang salah dan praktik yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki Tuhan berkaitan dengan Sabat.
Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat (ay. 6-11)
Ketika Yesus mengajar di rumah ibadat pada hari Sabat lain, Ia melihat ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat supaya mereka mempunyai alasan untuk mempersalahkan Dia. Yesus malah menantang mereka dengan pertanyaan,
“Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menye- lamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Kemudian Ia menyembuhkan tangan orang itu. Meluaplah amarah mereka dan mereka berunding akan melakukan sesuatu kepada Yesus.
Bersambung ke hal. 9...
DOSA MEMBUAT KESENANGAN PRIBADI MENJADI ‘KEBAIKAN TERTINGGI’
Tuhan memiliki rencana luar biasa untuk seksualitas dan pernikahan kita tetapi setan mempu- nyai rencana sangat berbeda. Teks Alkitab tidak menjawab banyak pertanyaan kita tentang sifat ular yang dapat berbicara dan menjadi perwujudan dari si jahat. Ini menjadi misteri na- mun yang pasti desisan setan yang diucapkan oleh ular mencoba menggoda Hawa. Dan ini juga menolong kita mempertimbangkan metode yang dipakai setan karena kita menghadapi godaan sama dalam mempergumulkan kemurnian seksual kita.
Langkah pertama
yang dilakukan oleh setan ialahmeremehkan Firman Allah.
Allah mengatakan,“Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas tetapi pohon penge- tahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah kaumakan buahnya sebab pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati.” (Kej. 2:16-17)
Di mulut setan, kemurahan hati yang disediakan oleh Allah dipelintir menjadi larangan sewenang-wenang dari “Orang kikir” yang jahat. “Tentulah Allah berfirman: semua pohon da- lam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?”
Pertanyaan setan yang sarkastik berhasil menyerang kebaikan dan kebijaksanaan Allah sekali- gus mengubah perkataan-Nya menjadi topik untuk diperdebatkan. Pertanyaan itu patut ditolak tegas oleh Hawa tetapi Hawa malah memilih menanggapi perkataan Allah sembarangan dengan melebih-lebihkan batasan-Nya (“jangan menyentuh buah”) dan meringankan peringatan-Nya (“jangan sampai kamu mati”).
Langkah kedua
yang dilakukan setan ialahmerusak karakter Allah
. “Sekali-kali kamu tidak akan mati tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” Tantangan setan bersifat langsung: Allah tidak jujur dan iri hati. Ancaman-Nya kosong – kamu tidak akan mati.Allah tidak tertarik dengan keinginan kamu tetapi fokus hanya pada keinginan-Nya sendiri. Ia adalah penguasa yang cemburu, menggunakan kekuasaan kasar atas kamu dalam memper- tahankan hak prerogatif-Nya. Perintah-Nya menindas dan represif membuat kamu terikat. Sen- timen ini masih menggema di dunia modern kita ketika prinsip-prinsip moral dibahas.
Langkah terakhir
dari setan ialahmenentang otoritas Allah
. Gagasan “mengetahui yang baik dan yang jahat” melampaui pengetahuan intelektual tentang standar moral dan etika. Masalah sebenarnya di sini ialah godaan setan kepada Hawa berkaitan dengan baik dan jahat yang Allah lakukan, mendefinisikan dan memutuskan “yang baik”. Hawa akan menjadi seperti Allah – penentu apa yang benar atau salah, yang baik atau yang jahat. Ironisnya, Hawa memang akan mengetahui yang baik dan yang jahat tetapi dari cara pandang yang sangat berbeda dengan Allah. Hawa akan mengetahui kejahatan karena dia mengalaminya dan kebaikan yang menjadi kekurangannya. Namun dia tidak akan pernah mampu mendefinisikan kembali lebih daripada yang dikatakan setan sebab kebaikan dan kejahatan mencerminkan karakter Allah sendiri.Laki-laki dan perempuan bekerja sama memberontak kepada Allah dan dalam prosesnya mere-
A R T I K E L
ka merusak citra Allah dalam diri mereka. Hawa bertindak menuruti kesenangan pribadi yang dianggapnya ‘kebaikan tertinggi’. Dia “melihat” pohon itu baik untuk dimakan dan menye- nangkan mata juga diinginkan untuk membuat orang menjadi bijak. Bagi Hawa, dasar pilihan menjadi murni urusan pribadi; dengan demikian Firman Allah diturunkan menjadi pilihan bukan lagi otoritas Allah.
Allah tidak pernah menyangkal bahwa pohon itu baik untuk dimakan tetapi apa yang dikatakan- Nya ialah pohon itu tidak digunakan untuk makanan dan Ia memilih tidak mengungkapkan alasannya. Masalahnya, apakah Hawa memercayai Allah dan perintah larangan-Nya yang mungkin tidak masuk akal baginya? Ini menjadi masalah pokok dalam kejatuhan – keyakinan bahwa kita menentukan apa yang baik untuk dilakukan, bukankah "ini tubuhku"?
Dengan begitu yakin Hawa bertindak menuruti keinginan ‘terbaiknya’ dan memakan buah itu.
Tindakannya tampak begitu sederhana tetapi betapa mengerikan konsekuensi yang dihadapi- nya!
Penulis mencatat semua dengan singkat juga tentang Adam, “Dia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia dan sua- minya pun memakannya.” Apakah Adam berdiri di sana selama itu, diam dan pasif saat godaan diluncurkan? Alkitab tidak menjelaskan tetapi kita tahu bahwa Adam mendengar langsung perintah Allah tentang pohon tersebut dan akan dimintai pertanggungjawaban. Baik Adam maupun Hawa telah bersalah karena ketidaktaatan dan pembangkangan.
Perjalanan dosa sangatlah konsisten dialami manusia pertama juga oleh kita. Kita menarik ke belakang Tuhan dan Firman-Nya sambil mengedepankan pengertian sendiri yang memberikan kesenangan. Dosa selalu meyakinkan kita untuk bertindak demi kepentingan diri sendiri mes- kipun ini berarti bertentangan dengan Firman Tuhan. Bagi Adam dan Hawa, keinginan mereka begitu menarik dan buahnya begitu memikat sehingga mereka mengabaikan apa yang Allah katakan.
Seorang dari budaya modern melihat apa yang dilakukan Hawa sebagai tindakan yang berani dan bersifat “heroik”. Rabbi Harold Kushner dalam bukunya “How Good Do We Have to Be?”
mengevaluasi, “Saya melihat Hawa sangat berani memakan buah. Dengan berani dia melintasi perbatasan menuju sesuatu yang tak diketahui. Dia menunjukkan kepada kita sisi kemanusiaan dengan semua rasa sakitnya. Ini adalah salah satu peristiwa paling berani dalam sejarah umat manusia. Dia dilihat sebagai tokoh utama dalam cerita dan memimpin suaminya ke dunia baru dari tuntutan dan keputusan moral.
Evaluasi Harold Kushner jauh berbeda dengan evaluasi Allah terhadap tindakan Hawa dan keterlibatan Adam. Tindakan Hawa bukanlah “heroik” tetapi justru menjadi bencana hebat bagi mereka dan semua keturunannya. Tanpa disadari, tindakan mereka telah menghancurkan cip- taan dan semua tidak lagi menjadi sama. Seluruh aspek kehidupan, kemanusiaan dan seksuali- tas kita ternoda dan terpengaruh oleh pilihan mereka dengan memberontak bukan menuruti perintah Allah.
Disadur dari: Paradise Lost by Gary Inrig (Discovery Series)
RINGKASAN BENCANA DI PULAU ROTE NDAO NTT
Pulau Rote berada di posisi paling selatan wilayah Nusa Tenggara Timur, yaitu di antara 10’25’ LS – 11’15’ LS dan 121’49’ BT. Dengan batas-batas wilayah di sebelah utara: Laut Sawu; sebelah selatan: Samudra Hindia;
sebelah timur: Selat Pukuafu; sebelah barat:
Laut Sawu. Kabupaten ini memiliki luas 1280,10 km2 dan terdiri dari 96 pulau di mana
6 pulau berpenghuni (Pulau Rote Ndao dengan Luas 97.854 Ha, Pulau Usu dengan Luas 1.940 Ha, Pulau Nuse dengan Luas 566 Ha, Pulau Ndao dengan luas 863 Ha, Pulau Landu dengan Luas 643 Ha, Pulau Do’o dengan Luas 192 Ha) dan 90 pulau lainnya tidak ada penghuninya. Dari hasil sensus jumlah penduduk di Pulau Rote Ndao – NTT per tahun 2020 yakni 143.764 jiwa. Laki-laki 72.428 jiwa dan perempuan 71.336 jiwa dengan pemeluk agama:
Kristen Protestan 92,86%, Kristen Katolik 1,73%, Islam 5,38 %, Hindu 0,02% dan lainnya 0,01%.
Pada tanggal 03 April – 05 April tahun 2021 terjadi sebuah peristiwa yang mengejutkan masyarakat NTT, yakni datangnya angin badai tropis Seroja melalui Pulau Rote Ndao – NTT, tempat pelayanan Misi Gate. Pada tanggal 03 April 2021 seluruh umat Kristiani merayakan Paskah kebangkitan Tuhan Yesus. Namun ada beberapa gereja tidak melaksanakan ibadah karena situasi saat itu tidak mendukung sebab terjadi hujan lebat tiada henti dan angin yang begitu kencang. Masyarakat pun tidak berani keluar rumah karena banyak pohon tumbang dan kabel listrik terputus.
R E P O R T A S E
Sambungan dari hal 5: “Yesus...”
Di lain kesempatan pada hari Sabat pula Yesus menyembuhkan seorang perempuan yang sudah 18 tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya. Melihat kesem- buhan yang dilakukan Yesus pada hari Sabat, kepala rumah ibadat gusar tetapi Yesus men- jawab dia, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembu- nya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?
Bukankah perempuan ini yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis harus dilepaskan dari ikatannya itu karena ia adalah keturunan Abraham?” Semua lawan-Nya merasa malu mende- ngar perkataan-Nya (Luk. 13:10-17)
Masih berkaitan dengan hari Sabat, Yesus datang ke rumah seorang pemimpin orang Farisi untuk makan di situ. Tiba-tiba datang seorang yang sakit busung air di hadapan-Nya. Yesus kemudian bertanya kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, “Diperbolehkankah me- nyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka diam semua lalu Yesus menyem- buhkan dia dan menyuruhnya pergi. Yesus melanjutkan bicara, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur meskipun pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya (Luk. 14:1-6)
Tim Misi Gate Rote bersyukur karena lokasi tempat tinggal (Rumis) berada di zona aman, letaknya jauh dari pesisir pantai. Di Pulau Rote ada tiga tempat yang mengalami kerusakan berat akibat hujan lebat dan badai Seroja ini, yakni di Rote Timur (Papela), Rote Barat dan kota Ba’a. Di Ba’a air laut naik 1-1,5 meter menyebabkan banyak rumah di pesisir pantai rusak karena angin kencang dari arah laut.
Penduduk di Rote Timur (Papela) pun harus mencari tempat pengungsian.
Selama peristiwa ini terjadi seluruh masyarakat Rote kesulitan mendapatkan air minum, sinyal telekomunikasi tidak stabil dan listrik padam. Namun satu minggu setelah peristiwa tersebut keadaan kembali membaik seperti semula. (Tim Rumis Rote)
Dari beberapa peristiwa di atas, terlihat reaksi para ahli Taurat, orang Farisi, kepala rumah ibadat yang awalnya marah ingin mencelakai Yesus tetapi akhirnya malu, diam dan tidak dapat membantah-Nya ketika Yesus menunjukkan kebenaran makna hukum Taurat berkaitan dengan hari Sabat.
Di mana letak kesalahan mereka dalam mengartikan hari Sabat sehingga mereka selalu ber- tentangan dengan tindakan yang dilakukan oleh Yesus? Yesus memberikan penjelasan makna Sabat melalui perbuatan-perbuatan yang dilakukan-Nya. Seharusnya mereka bertindak seperti yang dilakukan oleh Musa, hamba Allah, yang mengingatkan bangsa Israel untuk menghormati dan menguduskan hari Sabat agar mereka dan orang-orang di sekitarnya bertemu/bersekutu dengan Tuhan bukan malah marah dan menolak-Nya. Di hari Sabat/perhentian, Tuhan meng- inginkan orang-orang yang terikat oleh penyakit maupun roh jahat dapat menikmati perto- longan dan kelepasan setelah bertemu dengan-Nya.
Yesus mau supaya pandangan orang Farisi, ahli Taurat, kepala rumah ibadat berubah tentang hari Sabat yaitu tidak semata-mata melarang melakukan ini itu secara harfiah tetapi memer- hatikan orang-orang di sekitarnya untuk dapat mengalami lawatan dan pertolongan Tuhan.
Juga supaya mereka mengingat adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta serta mem- bebaskan umat-Nya dari perbudakan Mesir dengan tangan-Nya yang kuat.
Pembelajaran: hamba Tuhan bisa salah menafsirkan Firman Tuhan; untuk itu diperlukan keren- dahan hati mau menerima jika ditegur kesalahannya bukan malah ngotot merasa benar.
Ilustrasi: seorang pegawai mengerjakan sesuatu tidak sesuai dengan perintah kita. Ketika dite- gur dia bersikukuh menurut pendapatnya pekerjaannya itu benar. Bagaimana perasaan kita dan apa yang akan kita lakukan terhadap pegawai semacam ini? Ini yang dirasakan oleh Yesus. Ia telah memberikan Firman tentang peraturan hari Sabat tetapi disalahtafsirkan oleh ahli Taurat, orang Farisi dan kepala rumah ibadat. Para hamba Tuhan perlu dukungan doa supaya Firman Tuhan yang disampaikan tidak menyimpang dari apa yang Tuhan maksudkan.
Makna Sabat sesungguhnya membawa kita kepada perhentian untuk mengalami hadirat Tuhan.
Jangan bertindak seperti orang-orang Yahudi yang menaati Sabat bukan dengan iman.
Akibatnya, mereka tidak masuk ke dalam perhentian karena ketidaktaatan (Ibr. 4:1-16). Selain itu, Sabat memberikan kita kelepasan dan kemenangan dari ikatan dosa untuk mengalami damai sejahtera dan kasih-Nya. Jangan kita ketinggalan masuk hari perhentian oleh karena keras hati dan tidak percaya kepada-Nya. Sebaliknya, pergunakan waktu beribadah dengan sungguh-sungguh untuk membangun relasi intim dengan Tuhan hingga satu kali kelak kita akan menikmati perhentian sempurna bersama-Nya.
Jelas sekarang bahwa hari Sabat diadakan untuk (kebaikan) manusia (Mrk. 2:27) supaya manusia dapat menikmati hadirat Tuhan. Ia memberikan waktu khusus-Nya serta menunggu kita untuk datang kepada-Nya. Oleh sebab itu jangan sia-siakan setiap kesempatan ini agar kita tidak ketinggalan masuk ke tempat perhentian yang sudah disediakan bagi kita. Amin.