• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh RONNIE JULIANDRI NIM : Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh RONNIE JULIANDRI NIM : Universitas Sumatera Utara"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRA OKULI (TIO) PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER

ANTARA PEMBERIAN ACETAZOLAMIDE DAN TIMOLOL MALEAT DENGAN PEMBERIAN

ACETAZOLAMIDE DAN LATANOPROST DI RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Mata dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Mata pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RONNIE JULIANDRI NIM : 087110001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)
(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua baik yang kutipan maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Ronnie Juliandri

NIM : 087110001

Tanda Tangan :

(4)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ronnie Juliandri

NIM : 087110001

Program Studi : Ilmu Kesehatan mata Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non Exclusif Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

“PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRA OKULI (TIO) PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER ANTARA PEMBERIAN

ACETAZOLAMIDE DAN TIMOLOL MALEAT DENGAN PEMBERIAN ACETAZOLAMIDE DAN LATANOPROST DI RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2014”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non- eksklusif ini. Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik hak cipta.

Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : januari 2015

Yang Menyatakan

(Ronnie Juliandri)

(5)

ABSTRAK

Latar Belakang : Glaukoma Sudut Terbuka Primer (POAG) disebut juga chronic simple glaucoma yang terjadi pada usia dewasa yang bersifat progresif lambat dengan peningkatan tekanan intraokuli disertai dengan optic disc cupping dan gangguan lapang pandangan.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penurunan TIO pada penderita POAG antara pemberian acetazolamide dan timolol maleat dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost.

Metode : Penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat uji klinis (eksperimental) dengan desain paralel. 34 Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, dimana masing-masing kelompok berjumlah 17 orang, dan akan mendapatkan terapi yang berbeda, yaitu antara pemberian acetazolamide dan timolol Maleat (kelompok I), dengan pemberian acetazolamide dan Latanoprost (kelompok II), dan dievaluasi mulai H-0, Minggu II, bulan I, bulan II, dan Bulan III

Hasil Penelitian : Didapatkan perbandingan yang signifikan dalam menurunkan TIO, antara pemberian acetazolamide dan timolol maleat (p=0,011)* dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost(p=0,003)*,terutama pada bulan III.

Didapatkan perbandingan yang signifikan pada mata kanan yang mendapat pengobatan setelah bulan ke-III, dimana kelompok II (p=0,0001) menurunkan TIO lebih besar dari kelompok I (p=0,009). Demikian juga pada mata kiri setelah bulan ke-III, dimana kelompok II (p=0,0001) menurunkan TIO lebih besar dari kelompok I (p=0,003).Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh beberapa peneliti, dimana obat pada Kelompok II lebih efektif dalam menurunkan TIO dibandingkan dengan obat pada Kelompok I.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan. Dimana pemberian acetazolamide dan latanoprost ini lebih efektif dibandingkan pemberian acetazolamide dan timolol maleat dalam menurunkan TIO pada penderita POAG.

Kata Kunci : Tekanan Intra Okuli, Glaukoma Sudut Terbuka Primer,acetazolamide, timolol maleat, Latanoprost.

(6)

ABSTRACT

Background : Primary Open Angle Glaucoma (POAG) alsdo known as chronic simple glaucoma of adult onset and as typically characterised by slowly progressive raised intraocular pressure associated with characteristic optic disc cupping and spesific visual field defects.

Objective : This research aims to determine the ratio of the IOP reduction in patients with POAG between granting acetazolamide and timolol maleat to acetazolamide and latanoprost.

Method : This research is a case study is a clinical trial (experimental) with parallel design. 34 subjects were divided into two group, where each group numbering 17 people.and will get a different therapies, namely the provision of acetazolamide and timolol maleat (group I), with the provision of acetazolamide and latanoprost (group II), and evaluated when the first examination (H-0), second week, first month,in the swcond month, and the third month.

Result : obtained significant comparison in lowering IOP , the provision of acetazolamide and timolol maleat (p=0,011)* with a provision granting acetazolamide and Latanoprost (p=0,003)*. ...obtained a significant proportion in the right eye that received treatment after the third month, in which the group II (p=0,0001) IOP greater decrease than goup I (p=0,003). In accordance with the results of this study by several researchers, where the drug in group II was more effective in lowering drug IOP compared with group I.

Conclusion : This study showed significant results, where the provision of acetazolamide and latanoprost is more effective than giving acetazolamide and timolol maleat in reducing IOP in patients with POAG.

Keywords : Intra Ocular Pressure, Primary Open Angle Glaucoma, Acetazolamide, Timolol Maleat, Latanoprost

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohim,

Puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis pada Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Delfi, M.Ked (Oph), SpM (K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis mengikuti pendidikan dan keahlian dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis.

2. Dr. Hj. Aryani Atiyatul Amra, M.ked (Oph), SpM (K) dan Dr. Bobby R Erguna Sitepu, M.Ked (Oph), SpM selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah sangat banyak membantu, membimbing dan mengarahkan penulis menjadi dokter Spesialis Mata yang siap mengamalkan spesialisasi tersebut kepada masyarakat.

3. Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM (KVR), dan DR.dr. Masitha Dewi Sari .M.Ked. OPH, Sp.M (K) sebagai pembimbing yang senantiasa memberikan dorongan dan bimbingan, serta telah meluangkan waktu untuk berdiskusi sehingga memberikan kemudahan dan kelancaran dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. Para Guru-guru, Dr. H. Mohd. Dien Mahmud, Sp.M, Dr. H. Chairul Bahri AD, Sp.M, Dr. H. Azman Tanjung, Sp.M, Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, Sp.M (KVR), Dr. Masang Sitepu, Sp.M, (Alm) Dr. Suratmin,

Sp.M (K), Dr. H.Bachtiar, Sp.M (K), (Alm) Dr. H. Abdul Gani, Sp.M, Dr. Hj. Adelina Hasibuan Sp.M, Dr. Hj. Nurhaida Djamil, Sp.M, Dr. Beby

(8)

Parwis, Sp.M, Dr. Syaiful Bahri, Sp.M, Dr. Riza Fatmi Sp.M, Dr. PintoY Pulungan, Sp.M (K), Dr. Hj.Heriyanti Harahap, Sp.M, Dr. Hj. Aryani Atiyatul Amra, M.Ked (Oph), Sp.M (K), Dr. Delfi, M.Ked (Oph), Sp.M (K), Dr. H. Zaldi, Sp.M, Dr.Elly TE Silalahi, Sp.M, Dr. Nurchaliza H Siregar, M.Ked (Oph), Sp.M, DR.Dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph), Sp.M (K), Dr. H. Hasmui Hasan, Sp.M, Dr. Novie Diana Sari, Sp.M, DR.Dr. Rodiah

Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M, Dr. Nova Ariyanti, Sp.M, Dr. Bobby Ramses Erguna Sitepu, M.Ked (Oph), Sp.M, Dr. T. Siti

Harilza Zubaidah, M.Ked (Oph). Sp.M, Dr. Vanda Virgayanti, M.Ked (Oph), Sp.M, Dr. Laszuarni,Sp.M, Dr. Fithria Aldy, M.Ked (Oph), Sp.M, Dr. Ruly Hidayat, M.Ked (Oph), Sp.M, Dr. Marina Albar, M.Ked (Oph), Sp.M, , Dr. Herna Hutasoit, Sp.M, penulis haturkan hormat dan terimakasih yang tak terhingga atas perhatian, kesabaran, bimbingan, dan kesediaan berbagi pengalaman selama mendidik penulis di bagian Ilmu Kesehatan Mata.

5. Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM (KVR), dan DR.Dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph). Sp.M, sebagai guru di Bagian Glaukoma yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan diskusi selama penulisan tesis ini.

6. Drs. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu dalam diskusi dan pengolahan data penelitian ini.

7. Keluarga besar Perdami Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan pada penulis menjadi bagian dari keluarga besar Perdami dan membantu penulis dalam meningkatkan keahlian di bidang kesehatan mata.

8. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

9. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(9)

10. PPDS Ilmu Kesehatan Mata yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat, sekaligus mengisi hari-hari penulis dengan persahabatan, kerjasama, keceriaan dan kekompakan dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

11. Seluruh perawat / paramedik di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr.

Pirngadi Medan dan di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU, terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

12. Para pasien yang pernah penulis lakukan pemeriksaan selama pendidikan dan juga pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

Penghormatan yang tulus kepada senior saya Letkol Laut (Kesehatan) DR. Dr. H. Gede Pardianto, Sp.M yang sejak awal memberikan dukungan, dan arahan kepada penulis sehingga memberikan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Rasa hormat dan terimakasih tak terhingga kepada kedua orang tua penulis tercinta, ayahanda H. Rosakim, SH.MH dan ibunda Hj. Nurhana, tak terbalaskan segala doa, kebaikan,kasih sayang dan pengorbanan , hanya doa tulus dari ananda agar Allah SWT membalas kebaikan ayahanda dan ibunda dengan Ridha Nya.

Terimakasih penulis haturkan pula kepada kedua mertua tercinta, ayahanda (Alm) H. Ismed Ahmad dan ibunda Hj. Susyati , juga kepada kakanda Rossie, abanganda Ir. H. Zulfikar Rida, serta kedua keponakan ku tercinta Rizkha Rida dan Rabithah Jilan.

Kepada istriku tercinta, Dr. Mediyanti, juga anak-anakku tersayang Rayfa Qadra, Raihan Rousdy Bahari, Raysa Balqis, dan Raihana Natasha, terimakasih yang tak terhingga atas segala pengertian, kesabaran, kasih sayang, doa dukungan dan motivasi yang menjadikan semangat buat penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

(10)

Akhirnya kepada semua yang telah berpartisipasi tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain ucapan terimakasih setulus-tulusnya, semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan. Amin Ya Rabbal Alamin.

Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran USU.

Medan, 2015

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI………... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN……….…... 1

1.1 LATAR BELAKANG….……...…... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH……….…... 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN………..…... 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN……….……... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………... 6

2.1 DEFINISI…..……….………... 6

2.2. FISIOLOGI PRODUKSI AKUOS HUMOR... 6

2.3 PATOFISIOLOGI………... 11

2.4 KLASIFIKASI………... 13

2.5 EVALUASI KLINIS NERVUS OPTIKUS... 29

2.6 EVALUASI GONIOSKOPI………... 30

2.7 PENATALAKSAAN ... 31

2.8 KERANGKA KONSEPSIONAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…... 33

3.1 DESAIN PENELITIAN……….……... 33

3.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN………... 33

(12)

3.3 POPULASI, SAMPEL, BESAR SAMPEL,DAN

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL... 33

3.4 VARIABEL PENELITIAN...………... 36

3.5 DEFINISI OPERASIONAL………... 36

3.6 BAHAN DAN ALAT, PROSEDUR PENELITIAN, DAN CARA PENELITIAN ... 38

3.7 ALUR PENELITIAN ... 43

3.8 JADWAL PENELITIAN………... 44

3.9 ANALISA DATA…….……….... 44

3.10 PERSONALIA PENELITIAN………... 45

3.11 PERTIMBANGAN ETIKA………... 45

3.12 BIAYA PENELITIAN………... 45

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. DATA UMUM SUBJEK PENELITIAN ... 46

4.2. PERBANDINGAN PEMBERIAN OBAT ANTARA OBAT KELOMPOK I (ACETAZOLAMIDE 250 mg DAN TIMOLOL MALEAT) DENGAN OBAT KELOMPOK II ( ACETA ZOLAMIDE 250 mg DAN LATANOPROST) ... 61

4.3. PERBANDINGAN PENURUNAN TIO ANTARA PEMBERIAN ACETAZOLAMIDE 250 mg DAN TIMOLOL MALEAT DENGAN PEMBERIAN ACETAZOLAMIDE 250 mg DAN LATANOPROST ... 63

(13)

4.4. PERSENTASE PENURUNAN TIO PADA PEMBERIAN ACETAZOLAMIDE 250 mg DAN TIMOLOL MALEAT SERTA PENURUNAN TIO PADA PEMBERIAN ACETA

ZOLAMIDE 250 mg DAN LATANOPROST ... 64

BAB V. DISKUSI ... 65

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

DAFTAR PUSTAKA... x

LAMPIRAN 1. LEMBAR PENJELASAN KEPDA CALON SUBJEK PENELITIAN ... xiv

LAMPIRAN 2. SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCERN) ... xvi

LAMPIRAN 3. MASTER DATA PENELITIAN ... xviii

LAMPIRAN 4. PERSETUJUAN KOMITE ETIK ... xxvii

LAMPIRAN 5. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xxviii

LAMPIRAN 6. STATUS PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER (POAG) ... xxxi

(14)

DAFTAR TABEL

NO JUDUL HAL

Data Umum Subjek Penelitian:

TABEL 1 - Jenis Kelamin ... 46

TABEL 2 - Umur ... 47

TABEL 3 - Pekerjaan ... 47

TABEL 4 - Suku ... 48

TABEL 5 - Ketajaman Penglihatan (visus) ... 49

TABEL 6 - Cup disc Ratio (CDR) ... 50

TABEL 7 - Lateralisasi ... 50

TABEL 8 Distribusi subjek penelitian kelompok I (acetazolamide 250mg danTimolol maleat) berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO) pada H-0 ... 51

TABEL 9 DIstribusi subjek penelitian kelompok I berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO) pada Minggu II ... 52

TABEL 10 Distribusi subjek penelitian kelompok I berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO) pada Bulan I ... 53

TABEL 11 Distribusi subjek penelitian kelompok I berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO) pada Bulan II ... 54

(15)

TABEL 12 Distribusi subjek penelitian kelompok I berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO)

pada Bulan III ... 55 TABEL 13 Distribusi subjek penelitian kelompok II

(acetazolamide 250mg dan Latanoprost) berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO)

pada H-0... 56 TABEL 14 Distribusi subjek penelitian kelompok II

berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO)

pada Minggu II ... 57 TABEL 15 Distribusi subjek penelitian kelompok II

berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO)

pada Bulan I ... 58 TABEL 16 Distribusi subjek penelitian kelompok II

berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO)

pada Bulan II ... 59 TABEL 17 Distribusi subjek penelitian kelompok II

berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO)

pada Bulan III ... 60 TABEL 18 Perbandingan pemberian obat antara obat

kelompok I dengan obat Kelompok II

Mata Kanan (OD) ... 61 TABEL 19 Perbandingan pemberian obat antara obat

kelompok I dengan obat Kelompok II

Mata Kiri (OS) ... 62

(16)

TABEL 20 Perbandingan penurunan TIO antara

Pemberian acetazolamide dan timolol maleat

dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost ... 63

TABEL 21 Persentase penurunan TIO pada pemberian acetazolamide dan timolol maleat serta

penurunan TIO pada pemberian acetazolamide dan latanoprost. ... 64

(17)

DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HAL

Gambar 1 Fisiologi produksi akuos humor ... 6

Gambar 2 Gambaran sudut bilik mata ... 8

Gambar 3 Anatomi saraf optik ... 8

Gambar 4 Optic Nerve Head atau Optic Disc ... 9

Gambar 5 Struktur kimia timolol maleat ... 16

Gambar 6 Struktur kimia latanoprost ... 22

Gambar 7 Struktur kimia acetazolamide ... 26

(18)

DAFTAR SINGKATAN

AAO = American Academy of Ophthalmology

AMD = Age Related Macular Degeneration

CA = Carbonic Anhydrase

CDR = Cup Disc Ratio

CME = Cystoid Makular Edema

CNS = Central Nerve System

COPD = Chronic Obstructive Pulmonary Disease

C26H40O5 = (isopropyl(Z)-{(1R,2R,3R,5S)3,5–

dihydroxy 2- [(3R)-3- hydroxy- phenylpentyl]5heptenoate).

C3H24NO3S*C4H4O4=(-)(tertbutylamino)3{(4morpholino- 1,2,5thiadiazol-3-yl)-2-propanol maleate)

C4H6N4O3S2, = (2-acetamido-1,3,4-thiadiazol-5-

sulfonamide, N- (5- sulfamyl-1,3,4-thiadiazol- 2-yl) acetamide

H – 0 = Kondisi saat sebelum diberikan pengobatan/ pengukuran awal

IRT = Ibu Rumah Tangga

KOA = Kamera Okuli Anterior

KOP = Kamera Okuli Posterior

mg = Miligram

mmHg = Milimeter of mercury

(19)

mg/ml = Miligram / mililiter

PGF2 = Prostaglandin F2

pH = Potensial of Hydrogen

PNS = Pegawai Negeri Sipil

POAG = Primary Open Angle Glaucoma

TIO = Tekanan Intra Okuli

SR = Sustained Release

WHO = World Health Organization

µl = Mikro Liter

(20)

ABSTRAK

Latar Belakang : Glaukoma Sudut Terbuka Primer (POAG) disebut juga chronic simple glaucoma yang terjadi pada usia dewasa yang bersifat progresif lambat dengan peningkatan tekanan intraokuli disertai dengan optic disc cupping dan gangguan lapang pandangan.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penurunan TIO pada penderita POAG antara pemberian acetazolamide dan timolol maleat dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost.

Metode : Penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat uji klinis (eksperimental) dengan desain paralel. 34 Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, dimana masing-masing kelompok berjumlah 17 orang, dan akan mendapatkan terapi yang berbeda, yaitu antara pemberian acetazolamide dan timolol Maleat (kelompok I), dengan pemberian acetazolamide dan Latanoprost (kelompok II), dan dievaluasi mulai H-0, Minggu II, bulan I, bulan II, dan Bulan III

Hasil Penelitian : Didapatkan perbandingan yang signifikan dalam menurunkan TIO, antara pemberian acetazolamide dan timolol maleat (p=0,011)* dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost(p=0,003)*,terutama pada bulan III.

Didapatkan perbandingan yang signifikan pada mata kanan yang mendapat pengobatan setelah bulan ke-III, dimana kelompok II (p=0,0001) menurunkan TIO lebih besar dari kelompok I (p=0,009). Demikian juga pada mata kiri setelah bulan ke-III, dimana kelompok II (p=0,0001) menurunkan TIO lebih besar dari kelompok I (p=0,003).Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh beberapa peneliti, dimana obat pada Kelompok II lebih efektif dalam menurunkan TIO dibandingkan dengan obat pada Kelompok I.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan. Dimana pemberian acetazolamide dan latanoprost ini lebih efektif dibandingkan pemberian acetazolamide dan timolol maleat dalam menurunkan TIO pada penderita POAG.

Kata Kunci : Tekanan Intra Okuli, Glaukoma Sudut Terbuka Primer,acetazolamide, timolol maleat, Latanoprost.

(21)

ABSTRACT

Background : Primary Open Angle Glaucoma (POAG) alsdo known as chronic simple glaucoma of adult onset and as typically characterised by slowly progressive raised intraocular pressure associated with characteristic optic disc cupping and spesific visual field defects.

Objective : This research aims to determine the ratio of the IOP reduction in patients with POAG between granting acetazolamide and timolol maleat to acetazolamide and latanoprost.

Method : This research is a case study is a clinical trial (experimental) with parallel design. 34 subjects were divided into two group, where each group numbering 17 people.and will get a different therapies, namely the provision of acetazolamide and timolol maleat (group I), with the provision of acetazolamide and latanoprost (group II), and evaluated when the first examination (H-0), second week, first month,in the swcond month, and the third month.

Result : obtained significant comparison in lowering IOP , the provision of acetazolamide and timolol maleat (p=0,011)* with a provision granting acetazolamide and Latanoprost (p=0,003)*. ...obtained a significant proportion in the right eye that received treatment after the third month, in which the group II (p=0,0001) IOP greater decrease than goup I (p=0,003). In accordance with the results of this study by several researchers, where the drug in group II was more effective in lowering drug IOP compared with group I.

Conclusion : This study showed significant results, where the provision of acetazolamide and latanoprost is more effective than giving acetazolamide and timolol maleat in reducing IOP in patients with POAG.

Keywords : Intra Ocular Pressure, Primary Open Angle Glaucoma, Acetazolamide, Timolol Maleat, Latanoprost

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang pandangan, walaupun kenaikan Tekanan Intra Okuli (TIO) adalah salah satu dari faktor resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit.(Kansky, 2007.)

Glaukoma merupakan penyebab terbanyak kedua kebutaan di seluruh dunia dan mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 40-45 juta orang di dunia mengalami kebutaan, sepertiganya di Asia Tenggara. Berarti setiap menit diperkirakan 12 orang menjadi buta, empat orang diantaranya juga berasal dari Asia Tenggara.(Depkes, 2007.)

Berdasarkan hasil survei WHO, penyebab utama kebutaan tahun 2002 adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age related macular degeneration (AMD) (8,7%), trachoma (3,6%), corneal opacity (5,1%) dan diabetic retinopathy (4,8%).

Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996, yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia didapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor 2 sesudah katarak.

Dari 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), retina (0,13%), kelainan kornea (0,10%). (Depkes, Perdami, 2003. Guspita,2009)

(23)

Gangguan penglihatan pada glaukoma, kadang-kadang tidak disertai gejala dan tanda. Dilaporkan Laporan estimasi ditemukan berkisar 60,5 juta penderita dengan Glaukoma sudut terbuka primer/ Primary Open Angle Glaucoma (POAG) di tahun 2010, dan diperkirakan 79.6 juta pada tahun 2020 dimana dijumpai kebutaan bilateral dalam 8.4 dan 11.2 juta penderita berdasarkan hasil koresponden setiap tahunnya.(Ray dan Mookherjee, 2009;

Lubis, 2013).

Tingginya angka kebutaan pada penderita glaukoma terjadi akibat penatalaksanaan yang belum optimal karena patogenesis kelainan yang masih belum jelas.

Secara klinis, glaukoma dibagi atas 3 bagian yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup, dan glaukoma pada anak. Dari ketiga glaukoma ini, glaukoma sudut terbuka yang paling sering dijumpai. Hampir 75% penderita glaukoma menderita glaukoma sudut terbuka (Skuta, et al,2010.)

Sampai saat ini tujuan pengobatan glaukoma lebih mengarah kepada pengobatan untuk menurunkan tekanan intraokuli sehingga dapat mempertahankan penglihatan. Pengobatan dapat di mulai dengan obat tunggal. Jika obat tunggal tidak cukup untuk mengkontrol tekanan intra okuli maka diberikan terapi kombinasi dengan dua atau lebih obat.(Khurana, 2007.)

Kebanyakan pasien yang didiagnosa dengan POAG yang berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan datang dengan stadium lanjut, ini dikarenakan pada POAG dengan gejala yang asimptomatik. Pada kondisi diatas terapi tunggal saja tidak cukup untuk menurunkan tekanan intra

(24)

okuli, maka diperlukan terapi kombinasi untuk menurunkan tekanan intra okuli agar tercapai target pressure.

Berdasarkan uraian diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang perbandingan penurunan Tekanan Intra Okuli pada penderita glaukoma sudut terbuka primer antara pemberian acetazolamide dan timolol maleat dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost di RSUP.H. Adam Malik Medan tahun 2014.

(25)

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Berapa persentase penurunan TIO pada penderita glaukoma sudut terbuka primer pada pemberian acetazolamide dan timolol maleat dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost.

1.2.2 Manakah yang lebih efektif dalam menurunkan tekanan intra okuli (TIO) pada penderita glaukoma sudut terbuka primer, apakah pemberian acetazolamide dan timolol maleat atau pemberian acetazolamide dan latanoprost.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbandingan penurunan TIO pada penderita glaukoma sudut terbuka primer antara pemberian acetazolamide dan timolol maleat dengan pemberian acetazolamide dan latanoprost di RSUP. H. Adam Malik Medan Medan tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui efektifitas dari penggunaan obat-obat pada penderita glaukoma sudut terbuka primer dalam hal dosis, efek samping, dan cara pemberian obat.

- Untuk mendapatkan terapi yang baik terhadap penderita glaukoma sudut terbuka primer.

(26)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Agar didapat efektifitas dari pemberian obat pada penderita POAG di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.4.2 Sebagai informasi kepada masyarakat, khususnya pada penderita glaukoma sudut terbuka primer tentang efektifitas obat termasuk juga mengenai dosis, dan cara pemberian obat.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang pandangan. Walaupun kenaikan Tekanan Intra Okuli (TIO) adalah salah satu dari faktor resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit.( Kansky, 2007)

2.2. Fisiologi produksi akuos humor (Skuta et al, 2009.) Akuos humor dihasilkan oleh korpus siliari dengan - Aktif sekresi

- Pasif sekresi melalui cara ultrafiltrasi dan difusi.

Fisiologi aliran keluar akuos humor :

Akuos humor mengalir dari kamera okuli posterior (KOP) masuk ke kamera okuli anterior (KOA) melewati pupil dan dialirkan keluar melalui trabekular ( a ), uveoskleral ( b ) dan iris (c )

(28)

Gambar 1.(sumber : Kansky, JJ. 2007)

Aliran akuous humor

Prosesus siliaris

Bilik mata belakang

( melalui pupil ) Bilik mata depan

Jalinan trabekula Badan siliar

Kanalis schlemm Sirkulasi vena badan siliar Vena episklera Koroid dan sklera

Jalur trabekular Jalur Uveosklera

(29)

Faktor yang mempengaruhi aliran keluar akuos humor 1. Jalur trabekular meshwork

2. Jalur uveosklera

Anatomi trabekular meshwork

Trabekular meshwork terdiri dari 3 bagian : 1. Uvea meshwork

2. Korneoskleral meshwork

3. Juxtakanalikular ( endothelial ) meshwork Gambaran sudut bilik mata

Gambar 2. (sumber : Kansky J.J. 2007)

Anatomi saraf optik

Saraf Optik terdiri dari lebih dari 1 juta akson yang dimulai dari lapisan sel ganglion retina dan memanjang ke arah cortex occipital.

Saraf optik bervariasi panjangnya dari 35 sampai 55 mm dan rata-rata 40 mm.( Gambar 3)

(30)

Gambar 3.tampak potongan melintang optik disk (sumber : Skuta. et al. 2009)

Saraf Optik dibagi ke dalam daerah topografik berikut:(Skuta et al, 2009; Peeters, 2007)

- bagian intraokular

- bagian intraorbital (berlokasi di dalam kerucut otot) - bagian intrakanalikular (berlokasi di dalam kanal optik) - bagian intrakranial (berakhir di chiasm optik).

(31)

Intraokular

Permukaan anterior saraf optik dapat dilihat secara oftalmoskopik sebagai optic nerve head atau optic disc. Optic nerve head berbentuk oval dan berukuran kira-kira 1,5 mm secara horizontal dan 1,75 mm secara vertikal dengan terdapat bagian depresi berbentuk cup, dimana cup fisiologik secara umum berlokasi sedikit ke arah temporal terhadap titik pusat geometriknya.

Gambar 4 . optic nerve head atau optic disc. (sumber : Kansky J.J. 2007).

Optic nerve head terbagi menjadi : - superficial nerve fiber layer - prelaminar

- laminar - retrolaminar

Bagian dari optic nerve head yang termasuk kedalam bagian intra okular, diantaranya adalah superficial nerve fiber layer; prelaminar; dan laminar serta diperdarahi oleh arteri siliaris posterior dan arteriole retinal

(32)

2.3. Patofisiologi

Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu 2.3.1 Jumlah produksi akuos oleh badan siliar.

2.3.2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis Schlem.

2.3.3. Level dari tekanan vena episklera.

Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran akuos humor. Akuos humor dibentuk oleh badan siliar, dimana masing-masing badan siliar ini disusun oleh lapisan epitel ganda, dihasilkan 2 - 2,5 ul/menit, mengalir dari kamera okuli posterior, lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior.

Sebagian besar akan melalui sistem vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, jukstakanalikuler, kanal Schlem dan selanjutnya melalui saluran pengumpul. Aliran akuos humor akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior hingga mencapai ruangan supra koroid, untuk selanjutnya akan keluar melalui sklera yang intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya.

Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera (10-15%).

TIO yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada banyak kasus peningkatan TIO dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran akuos humor. Beberapa faktor resiko dapat menyertai perkembangan suatu glaukoma termasuk riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, ras, genetik, variasi diurnal, olahraga, obat-obatan.

(33)

Proses kerusakan papil saraf optik akibat TIO yang tinggi atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapang pandangan dari ringan sampai berat.

Glaukomatous optik neuropati adalah tanda dari semua bentuk glaukoma. Kerusakan papil saraf optik glaukomatosa awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah, dan sel glia. Perkembangan glaukomatous optik neuropati merupakan hasil dari berbagai variasi faktor, baik instrinsik maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO memegang peranan utama terhadap perkembangan glaukomatous optik neuropati.

Terdapat dua hipotesa yang menjelaskan perkembangan glaukomatous optik neuropati, teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik menekankan pentingnya kompresi langsung serat-serat akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior, dengan distorsi lempeng lamina kribrosa, dan interupsi aliran aksoplasmik, yang berakibat pada kematian sel ganglion retina. Menurut teori mekanis, TIO yang tinggi berperan menyebabkan kerusakan langsung pada nervus optikus dan akan mengubah struktur jaringan. Kenaikan TIO akan menghasilkan dorongan dari dalam ke luar (inside-outside push) yang akan menekan lapisan laminar ke arah luar dan meningkatkan regangan laminar serta meningkatkan regangan dinding sklera (Lewis et al, 1993).

Teori iskemik fokus pada perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi saraf optik. Perfusi ini bisa akibat dari penekanan TIO pada suplai darah untuk saraf atau proses instrinsik pada saraf optik.

(34)

Atau dengan kata lain turunnya aliran darah di dalam lamina kribrosa akan menyebabkan iskemia dan tidak tercukupinya energi yang diperlukan untuk transport aksonal. Iskemik dan transport aksonal akan memacu terjadinya apoptosis Gangguan autoregulasi pembuluh darah mungkin menurunkan perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah darah optik secara normal meningkat atau menurunkan tekanannya memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO dan variasi tekanan darah.

Pemikiran terbaru tentang glaukomatous optik neuropati mengatakan bahwa kedua faktor mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap kerusakan.

2.4. Klasifikasi

Menurut American Academy of Ophthalmology (AAO), glaukoma dibagi atas : 2.4.1 Glaukoma Sudut Terbuka

Penyebabnya secara umum adalah sebagai suatu ketidaknormalan pada matriks ekstraselular trabekular meshwork dan pada sel trabekular pada daerah jukstakanalikuler, meskipun juga ada di tempat lain. Sel trabekular dan matriks ekstraselular disekitarnya diketahui ada pada tempat agak sedikit spesifik.

2.4.2 Glaukoma sudut terbuka primer (POAG)

Tidak terdapat penyakit mata lain atau penyakit sistemik yang menyebabkan peningkatan hambatan terhadap aliran akuos atau kerusakan terhadap saraf optik, biasanya disertai dengan peningkatan TIO. POAG merupakan jenis glaukoma terbanyak dan umumnya

(35)

mengenai umur 40 tahun ke atas. POAG dikarakteristikkan sebagai suatu yang kronik, progresif lambat, optik neuropati dengan pola karakteristik kerusakan saraf optik dan hilangnya lapang pandangan.(Okeke NC; Friedman, S.D. et al, 2007).

POAG didiagnosa dengan suatu kombinasi penemuan termasuk peningkatan TIO, gambaran diskus optikus, dan menyempitnya lapang pandangan. Peningkatan TIO merupakan faktor resiko penting walaupun beberapa keadaan lain dapat menjadi faktor yang berpengaruh seperti riwayat keluarga, ras, miopia, diabetes mellitus dan lain-lain.(Olver J, 2005 ; Ming SLA dan Sehu WK, 2005).

Mayoritas pasien dengan POAG tidak menjelaskan gejala subjek dalam beberapa tahun. meskipun ditemukan angka yg kecil berupa gejala yang tidak spesifik, diantaranya sakit kepala, sensasi panas pada mata, kabur atau penurunan tajam penglihatan pada pasien yang menggunakan kacamata dengan ukuran yang salah.(Lang G, 2007)

Patogenesis meningkatnya TIO pada POAG disebabkan oleh karena naiknya tahanan aliran akuos humor di trabekular meshwork.

Kematian sel ganglion retina timbul terutama melalui apoptosis (program kematian sel) daripada nekrosis. Banyak faktor yang mempengaruhi kematian sel, tetapi pendapat terbaru masih dipertentangkan adalah kerusakan akibat iskemik dan mekanik.

(36)

2.4.2.1 Prinsip dasar pengobatan POAG:

- Identifikasi target pressure untuk memperkirakan parahnya kerusakan, level TIO, umur, dan keadaan umum pasien.

- Terapi obat tunggal, dimulai dengan topikal. Jika obat awal yang dipilih tidak efektif atau intoleransi, maka obat tersebut harus diganti dengan obat pilihan kedua.

- Terapi kombinasi, jika obat pertama tidak cukup untuk mengontrol tekanan intra okuli maka diberikan terapi kombinasi dengan dua atau lebih obat

- Memantau terapi, perubahan disk, lapang pandangan, dan tonometri secara teratur.(Khurana, 2007)

2.4.2.2. Terapi obat tunggal

2.4.2.2.1 Β-adrenergic antagonists (beta-blockers) topikal, direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi POAG.

- Timolol maleat (0,25 %, 0,5 %)

Penggunaan timolol telah dimulai sejak 1978. Timolol digunakan pertama kali sebagai B adrenergik antagonis topikal di Amerika Serikat untuk pengobatan pada penderita glaukoma dengan tekanan intra okuli yang sangat tinggi (becker Shaefer, 1999; Gabi, S et al, 2012)

Timolol maleat merupakan B adrenergik bloker reseptor yang bersifat non selektif. Timolol maleat ini berwarna putih, berbentuk tepung kristal dengan berat molekul 432,50 dan larut dalam air, methanol, dan alkohol. Timolol maleat ini biasanya stabil dalam temperatur ruangan struktur kimia dari timolol maleat

(37)

S

N N OH CH3

O N OCH2 C CH2NHC CH3

H CH3

Gambar 1. Struktur kimia timolol maleat

Formula empiris dari timolol maleat adalah C3H24NO3S*C4H4O4 dengan nama kimianya (-)-1-(tert-butylamino)- 3-{(4-morpholino-1,2,5-thiadiazol-3-yl)-2-propanol maleate(1:1)(salt)}.

Timolol maleat mempunyai pH 7,0 dan osmolaritasnya sebesar 274- 328 mOsm .

Timolol menghambat aktifitas B1 dan B2 adrenergik dan mempunyai sedikit aktifitas membran stabilisasi yang signifikan dan mempunyai sedikit aksi simpatomimetik. Timolol maleat ini dapat menurunkan tekanan intra okuli menurunkan produksi akuos humor.

Timolol maleat ini dapat diberikan dengan atau tanpa glaukoma dan tanpa adanya perubahan dari tajam penglihatan, akomodasi, dan ukuran pupil.

Sediaan timolol maleat ini ada beberapa formula, ada dalam bentuk solution yang biasanya konsentrasinya 0,25% dan 0,5% (timolol maleat 0,25% dan timolol maleat 0,5%), ada dalam bentuk gel forming solution (timolol maleat XE 0,25% dan timolol maleat XE 0,5%), dan dalam bentuk tablet (blocadren) 5 mg, 10 mg, dan 20 mg. Yang selalu

(38)

digunakan dalam bentuk solution (Ritch R,1996; Hatanaka M et al, 2010)

Timolol maleat ini sangat efektif baik pada penderita kulit hitam maupun kulit putih jika diberikan pada konsentrasi yang sama.

Penetrasi timolol maleat ke dalam mata sangat cepat, dimana efek awalnya terlihat dalam waktu 30 menit – 60 menit dan efek maksimalnya terlihat 2 jam setelah pemberian obat dan akan kembali ke batas normal 24 jam – 48 jam. Timolol maleat ini umumnya diberikan 2 kali sehari walaupun ada juga yang diberikan 1 kali sehari (Ritch R,1996)

Timolol maleat ini didespensasi dalam botol 30UI dan oleh karena timolol maleat diabsorbsi secara sistemik maka penetesan pada 1 mata dapat menurunkan sedikit tekanan intraokuli pada mata sebelahnya, walaupun ada beberapa studi yang mengatakan bahwa timolol maleat ini tidak memberikan efek pada mata yang kontralateral (Ritch R, 1996)

Dikatakan bahwa pemberian timolol maleat XE 0,5% ataupun timolol ophthalmic gel sekali sebanding dengan pemberian timolol maleat 0,5% yang diberikan 2 kali sehari. Pemberian timolol maleat XE baik pagi maupun sore mempunyai hasil yang sama.

Timolol maleat umumnya merupakan first line agent pada pasien-pasien glaukoma sudut terbuka dan pada penderita dengan tekanan intraokuli yang meningkat yang beresiko untuk terjadi kerusakan dari saraf optik. Timolol maleat ini juga dapat diberikan pada glaukoma kongenital dan glaukoma juvenilis, tetapi pada anak-anak

(39)

yang lebih muda harus diawasi karena pernah dilaporkan terjadi apnoe pada neonatus (Becker Shaefer, 1999)

Walaupun beberapa penelitian telah mengatakan bahwa pemakaian timolol maleat ini aman akan tetapi ada beberapa efek samping akibat pemakaian timolol ini, baik efek lokal maupun efek sistemik. Efek samping lokal yang biasa ditemukan antara lain hyperemia pada konjungtiva, keratopaty superfisial, dan dry eye syndrome. Pada beberapa pasien dikatakan bahwa timolol maleat ini dapat menyebabkan alergik bleparokonjungtivitis (Lisegang TJ et al, 2009; Jin,WC et al, 2012).

Efek samping sistemik yang ditemukan selalu berhubungan dengan paru-paru dan CNS. Efek samping CNS ini berhubungan dengan kemampuan obat dalam mencapai blood brain barrier dan menghambat B reseptor sentral. Efek samping CNS ini juga mempengaruhi kemampuan B bloker untuk menghambat serotonin atau 5 hydroxytriptamine reseptor dalam CNS(Ritch R, 1996)

Efek samping lainnya antara lain depresi, cemas, emosi yang labil, lelah, lemah, dan gangguan tidur. Sedangkan pada penderita asma bronkial dan COPD, timolol maleat ini dapat menyebabkan bronkospasme dan obstruksi saluran nafas (Ritch R, 1996)

Pemberian timolol dapat dikombinasikan dengan obat-obat ocular hypertensive lainnya seperti pilokarpin, karbonik anhidrase inhibitor, epinefrin, dan juga prostaglandin analog. Dilaporkan bahwa Stewart et al pada tahun 2000 menggabungkan kombinasi antara timolol maleat dan prostaglandin analog (latanoprost) dapat

(40)

menurunkan tekanan intraokuli sebesar 32%, dibandingkan dengan kombinasi timolol maleat dan brimodine yang hanya menurunkan tekanan intraokuli sebesar 20%, dan juga Diestelhorst et al pada tahun 2006, menggabungkan kombinasi timolol maleat dengan prostaglandin analog (latanoprost) dapat menurunkan tekanan intraokuli sebesar 24%, dibandingkan dengan kombinasi timolol maleat dan pilokarpin yang menurunkan tekanan intraokuli sebesar 21% (Becker Shaefer, 1999)

- Levobunolol hydrochloride (Betagan) (0,25 %, 0,5 % :1-2 kali/hari), nonselective beta-blockers.

Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 20%-30% selama 24 jam dengan mengurangi produksi akuous pada beta reseptor di dalam proses siliaris.

Onset : 1 jam, waktu puncak 2-6 jam, bertahan selama 24 jam.

Aktivitas obat ini lebih panjang daripada timolol.

- Carteolol hydrochloride (Ocupress) (1 % : 1-2 kali/hari), nonselective beta-lockers

Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 20% - 30% selama 24 jam dengan mengurangi produksi akuous pada beta reseptor di dalam proses siliari. Onset : 1 jam, waktu puncak 4 jam, bertahan selama 12 jam.

- Betaxolol hydrochloride (Betoptic (Solution)) (0,25 % : 2 kali/hari), selektive beta-1 blockers.

Lebih disukai sebagai terapi awal pada pasien dengan masalah cardiopulmonary.

(41)

Cara kerja : menurunkan tio sebanyak 15% - 20% selama 24 jam dengan mengurangi produksi akuous pada beta reseptor di dalam proses siliari. Waktu puncak 2-3 jam.

2.4.2.2.2. Pilocarpine (1%, 2%, 4% : 3-4 kali/hari), cholinergic agonists (direct acting).

Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 15 % - 25 %, dengan menstimulasi secara langsung reseptor muskarinik, menyebabkan konstriksi otot siliaris sehingga trabekular meshwork terbuka penuh → meningkatkan aliran trabekular. Waktu puncak 1 ½ - 2 jam.

2.4.2.2.3. Latanoprost

Konsep dari prostaglandin menurunkan tekanan intraokuli berasal dari observasi bahwa hipotoni kronik selalu berhubungan dengan inflamasi intraokuli. Berdasarkan beberapa observasi experimental bahwa pemberian prostaglandin topikal pada mulanya akan terjadi fase peningkatan tekanan intraokuli selama 1 jam yang kemudian akan terjadi penurunan yang berarti dari tekanan intraokuli selama 12 jam dan karena inflamasi intraokuli selalu berhubungan dengan tekanan intraokuli yang rendah, maka dipikirkan penggunaan prostaglandin pada penderita glaukoma. Dari satu studi pada kelinci pada tahun 1977, pemberian topikal prostaglandin dosis rendah dapat menurunkan tekanan intraokuli sebesar 7 mmHg selama 20 jam.

Menurut Camras dan Bito, pemberian topikal prostaglandin dosis tinggi pada monyet dapat menurunkan tekanan intraokuli yang diamati pada 3 hari. Penurunan ini kelihatannya disebabkan adanya peningkatan dari outflow facity tanpa efek dari pembentukan akuos, trabekular

(42)

outflow, dan tekanan vena episklera. PGF2 dan prostaglandin analog lainnya dapat menghasilkan respon hipotensive dalam menurunkan tekanan intraokuli yang telah dicoba pada monyet tanpa adanya fase hipertensive dan tanpa efek dari kelainan refraksi maupun ukuran pupil (Ritch R,1996 dan Becker Shaefer, 1999)

Salah satu golongan prostaglandin analog yang dipakai untuk pengobatan glaukoma adalah latanoprost. Latanoprost merupakan obat menurunkan tekanan intraokuli yang paling efektif dan yang paling sering digunakan sekarang. Dikatakan bahwa latanoprost 0,005% ini dapat menurunkan tekanan intraokuli sebesar 25% - 35% dosis tunggal (Ritch R, 1996; Yadaf KA, 2013).

Latanoprost adalah prodrug ester isopropyl yang tidak aktif dan menjadi aktif secara biologis setelah terhidrolisis dengan asam dari latanoprost. Obat ini diabsorbsi dengan baik di kornea. Pada satu studi dikatakan bahwa konsentrasi maksimum pada akuos humor kira-kira 15-30mg/ml yang akan dicapai 2 jam setelah pemberian secara topikal.

Asam dari latanoprost ini mempunyai plasma clearance sebesar 0,40 L/h/kg dan volume distribusinya 0,16 L.kg. ketersediaan hayati (bioavaibility) dari asam latanoprost ini 45% dengan plasma protein binding 87% (Ritch R,1996. Hejkal WT. Camras BC.,2007)

Formula empiris dari latanoprost ini C26H40O5 dengan nama kimia isopropyl(Z)-{(1R,2R,3R,5S)3,5 –dihydroxy-2-[(3R)-3-hydroxy-5- phenylpentyl]-5-heptenoate.

(43)

HO COOCH(CH3)2

HO OH Gambar 2. Struktur kimia latanoprost

Cara kerja latanoprost dalam menurunkan tekanan intraokuli mirip dengan kerja prostaglandin pada tubuh. Pada mata, latanoprost meningkatkan pengeluaran akuos humor melalui uveoskleral. Adanya peningkatan dari pengeluaran akuos humor maka akan menurunkan tekanan pada mata. Dari beberapa studi dikatakan bahwa latanoprost ini meningkatkan pengeluaran akuos melalui serabut-serabut muskulus ciliaris dengan menurunkan densitas dari kolagen muskulus ciliaris dan molekul extracelular lainnya, sehingga akan menyebabkan penurunan resistensi hydraulik dan peningkatan pengeluaran akuos melalui uveoskleral (Ritch R, 1996)

Latanoprost akan menurunkan tekanan intraokuli dan meningkatkan pengeluaran akuos melalui uveoskleral selama 24 jam.

Latanoprost sebaiknya diberikan dosis tunggal pada sore/malam hari.

Beberapa studi menyatakan bahwa latanoprost tidak mempunyai efek pada blood akuos barrier. Oleh karena latanoprost bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran akuos melalui uveoskleral maka sebaiknya dikombinasi dengan agen yang menurunkan produksi akuos humor. Pada beberapa studi dikatakan bahwa kombinasi latanoprost dengan timolol maleat dapat menurunkan tekanan intraokuli sebesar 28%-32% selama 3 bulan. Latanoprost juga dapat dikombinasi dengan

(44)

karbonik anhidrase inhibitor, dimana pada double-masked studi dikatakan bahwa gabungan prostaglandin dengan acetazolamide 250 mg dapat menurunkan tekanan intraokuli sebesar 21%. Latanoprost juga dapat dikombinasikan dengan adrenergik agonist topikal, sedangkan kombinasi antara latanoprost dengan alpha adrenergik agonist belum pernah dilaporkan, akan tetapi para peneliti meyakinkan bahwa mereka dapat digabungkan. Latanoprost juga dapat digabungkan dengan pilokarpin, dimana berdasarkan beberapa studi kombinasi antara latanoprost dengan pilokarpin 2% dapat menurunkan tekanan intraokuli antara 1,5 mmHg – 3,3 mmHg (Becker Shaefer, 1999)

Efek samping dari pemakaian latanoprost biasanya ringan dan tidak selalu terjadi. Efek samping yang selalu terlihat adalah hiperpigmentasi dari iris atau terjadi perubahan warna iris sekitar 2% - 9% dalam waktu pemakaian 6 bulan. Efek samping lainnya berupa hyperemia konjungtiva, superficial punctate keratopathy, penambahan dari ukuran bulu mata, juga dijumpai cystoid makular edema (CME) terutama pada aphakia maupun pseudophakia. Pada satu studi retrospektif dikatakan bahwa terjadinya CME akibat penggunaan latanoprost sebesar 2,1% (Makoto I; Takeshi Y, 2009; Lisegang TJ et al, 2009, )

Latanoprost merupakan agen okular hipotensi yang sangat efektif yang dapat digunakan pada glaukoma primer maupun glaukoma sekunder. Latanoprost ini juga selalu digunakan pada penderita

(45)

glaukoma yang mengalami residual setelah dilakukan iridotomi pada glaukoma sudut tertutup (Ritch R, 1996; Sari DM, 2010)

Penelitian selama dua tahun oleh Watson PG, Teus MA et al, bebas dari efek samping sistemik, efek samping okular yang paling bermakna adalah peningkatan pigmentasi iris, tetapi ini hanya terjadi pada penderita dengan warna iris campuran. Pada penderita glaukoma dan hipertensi okuli, Latanoprost 0,005% lebih efektif dibandingkan dengan timolol 0,5%. Penurunan Tekanan Intra Okuli pada pemakaian Latanoprost 0,005% sehari sekali pada sore hari dapat mencapai 41%.

Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 25 % - 32 % dengan meningkatkan aliran uveoskleral dari akuous. Waktu puncak 10-14 jam.

Maksimum efek penurunan TIO sampai 6 minggu.

2.4.2.2.4. Acetazolamide /carbonic anhydrase inhibitors (CAI)

Acetazolamide pertama kali digunakan sebagai diuretik pada tahun 1953, dan baru dipublikasikan secara farmakologi pada tahun 1954. Pada tahun yang sama penggunaan acetazolamide secara oral telah diperkenalkan untuk menurunkan tekanan intraokuli bagi penderita glaukoma.

Acetazolamide termasuk kedalam obat-obatan yang disebut karbonik anhidrase inhibitor. Karbonik anhidrase adalah suatu kimia dalam tubuh yang berperan menghasilkan dan mengurai asam karbonat yang salah satu hasilnya adalah bikarbonat. Bikarbonat memegang peranan penting dalam produksi cairan yang mengisi bagian belakang bola mata (akuos humor). Acetazolamide mempunyai aksi menghambat kerja enzim karbonik anhidrase yang pada akhirnya

(46)

menurunkan produksi bikarbonat. Dengan menurunkan produksi bikarbonat, acetazolamide menurunkan jumlah akuos humor yang di produksi oleh mata. Hal ini berakibat turunnya tekanan intraokuli seperti pada keadaan glaukoma. Acetazolamide juga dipakai sebagai pengobatan kejang epilepsi, hipertensi intrakranial benigna, mountain sickness, cystinuria, dan dural ectasia.

Acetazolamide adalah 2-acetamido-1,3,4-thiadiazol-5- sulfonamide, N-(5-sulfamyl-1,3,4-thiadiazol-2-yl) acetamide, dengan nama molekulC4H6N4O3S2, berat molekul 222,24 dengan waktu paruh 3-9 jam. Ini merupakan asam lemah dengan nilai peruraian konstan (pKa) 7,2, sangat sedikit larut dalam air (0,72mg/mL), sangat sedikit larut dalam alkohol (3,93 mg/mL), dan aseton , hampir tidak dapat larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, dan ether.

H2NO2S S NHCOCH3

N N

Gambar 3. Struktur kimia acetazolamide

Acetazolamide berwarna putih kekuning-kuningan, berbutir, berbentuk tepung yang tidak berbau. Setiap tablet terdiri dari 125 mg atau 250 mg dan komposisi inaktifnya berupa croscarmellose sodium, magnesium stearate, micro crystalline cellulose, pregelatinize starch, sodium lauryl sulfate.

(47)

Acetazolamide juga tersedia dalam bentuk 500 mg SR (sustained release) tablet mempunyai aksi yang lebih lama untuk menghambat pengeluaran akuos humor selama 18 – 24 jam setelah pemberian dimana pada tablet biasa hanya selama 8 – `12 jam.

Konsentrasi acetazolamide dalam darah paling tinggi terjadi antara 3 – 6 jam setelah pemberian sustained release, sedangkan tablet biasa 1 – 4 jam setelah pemberian. Tablet 250 mg diberikan 4 kali sehari dapat menurunkan tekanan intraokuli hampir sama dengan pemberian 500 mg SR 2 kali sehari (pagi dan sore). Total dosis yang dianjurkan perhari adalah 8 – 30 mg/kg dalam dosis terbagi. Meskipun ada penderita yang respon pada dosis rendah, kisaran optimumnya dari 375 – 1000 mg per hari. Pemberian dosis lebih dari 1000 mg/hari tidak memberikan efek yang bermanfaat.(Zubaidah, 2008).

Acetazolamide membentuk ikatan yang kuat dengan karbonik anhidrase dan konsentrasi tertinggi dijumpai pada jaringan-jaringan yang mengandung enzim tersebut, khususnya sel darah merah dan korteks ginjal.

Efek samping dari obat ini berupa pusing khususnya pada hari- hari pertama konsumsi, pandangan kabur dan transien miopia pernah dilaporkan, kehilangan nafsu makan, gatal-gatal, mual, muntah, telinga berdengung, sakit kepala dan lemas juga dapat dirasakan. Efek lain yang ditimbulkan tetapi jarang adalah kejang otot, sakit pada kerongkongan, kulit memerah, perdarahan yang tidak biasa, tangan atau kaki bergetar, reaksi alergi.( Sari DM, 2010).

(48)

Pemberian obat ini tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat penyakit kadar sodium atau potasium yang rendah, penderita yang alergi terhadap obat sulfa, penyakit ginjal, gangguan kelenjar adrenal, penyakit paru, diabetes, alergi serta dapat meningkatkan pembentukan batu ginjal kalsium oksalat dan kalsium fosfat, juga kontra indikasi pada pasien dengan sirosis dikarenakan resiko terjadinya hepatik ensefalopati. Penderita akan mengalami sering buang air kecil sehingga dianjurkan untuk minum banyak cairan untuk menghindari dehidrasi dan sakit kepala.

2.4.2.3 Terapi topikal kombinasi

Jika satu obat tidak efektif, maka diberikan kombinasi dua obat.

Pengobatan yang dikombinasikan ditempatkan di dalam suatu botol yang mempunyai manfaat memperbaiki keefektifan, memberi kemudahan/kenyamanan, dan juga mengurangi biaya. Obat pertama untuk menurunkan produksi akuous dan obat lainnya untuk meningkatkan aliran akuous, seperti :

- Timolol + Dorzolamide (Cosopt (Timoptic/Trusopt)) solusion 1,5 %, 2 % : 2 kali sehari,

- Timolol + Latanoprost (Xalcom) Solusion 0,5 % atau suspensi 0,005

% : sekali sehari),

- Timolol + Brimonidine tartrate (Combigan) solusion 0,5%, 0,2 % : 2 kali sehari,

- Timolol + Pilokarpin (TimPilo) 2 kali sehari.

(49)

2.4.3. Glaukoma dengan Tensi Normal

Kondisi ini adalah bilateral dan progresif, dengan TIO dalam batas normal. Banyak ahli mempunyai dugaan bahwa faktor pembuluh darah lokal mempunyai peranan penting pada perkembangan penyakit.

Merupakan bagian dari glaukoma sudut terbuka primer, tanpa disertai peningkatan TIO.

Pada umumnya glaukoma sering ditemukan pada populasi Caucasian dan Afro-Caribean. Mekanisme pada patogenesis nya belum diketahui, tetapi beberapa faktor berimplikasi pada kenaikan Tekanan Intra Okuli dan pengaliran darah ke nervus optikus.(Olver J, 2005).

2.4.4 Glaukoma Suspek

2.4.5 Glaukoma sudut terbuka sekunder 2.4.6. Glaukoma Sudut Tertutup

2.4.7. Glaukoma Sudut Tertutup Primer dengan Blok Pupil Relatif 2.4.8. Glaukoma Sudut Tertutup Akut

2.4.9. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut (Intermiten) 2.4.10. Glaukoma Sudut Tertutup Kronik

2.4.11. Glaukoma Sudut Tertutup Sekunder dengan Blok Pupil 2.4.12.Glaukoma Sudut Tertutup tanpa Blok Pupil

2.4.13.Sindrom Iris Plateau 2.4.14 Glaukoma pada Anak

2.4.15.Glaukoma Kongenital Primer

2.4.16.Glaukoma disertai dengan Kelainan Kongenital 2.4.17.Glaukoma Sekunder pada bayi dan anak

(50)

2.5. Evaluasi Klinis Nervus Optikus

Nervus optikus mengandung jaringan neuroglial, matriks ekstraselular serta pembuluh darah. Nervus optik manusia mengandung kira-kira 1,2-1,5 juta akson dari sel ganglion retina. Papil nervus optikus atau diskus optikus dibagi atas 4 lapisan yaitu : lapisan serabut saraf dapat dilihat langsung dengan oftalmoskop. Lapisan ini diperdarahi oleh arteri retina sentral. Lapisan kedua atau prelaminar region secara klinis dapat dievaluasi adalah area sentral papil optik.

Daerah ini diperdarahi oleh arteri siliaris posterior. Pada nervus optikus dapat diperiksa dengan oftalmoskop direk, oftalmoskop indirek atau slit lamp yang menggunakan posterior pole lens.

Optic nerve head atau diskus optik, biasanya bulat atau sedikit oval dan mempunyai suatu cup sentral. Jaringan antara cup dan pinggir diskus disebut neural rim atau neuroretinal rim. Pada orang normal, rim ini mempunyai kedalaman yang relatif seragam dan warna yang bervariasi dari oranye sampai merah muda. Ukuran cup fisiologis dapat sedikit meningkat sesuai umur. Orang kulit hitam yang bukan glaukoma rata-rata mempunyai diskus yang lebih lebar dan perbandingan diskus dan cup lebih besar dibanding emetropia dan hiperopia. Perbandingan diskus dan cup saja tidak adekuat menentukan bahwa diskus optik mengalami kerusakan glaukomatosa.(

Demirel S, 2009).

Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan sebelahnya karena asimetri diskus tidak biasa pada orang normal.

Perbandingan diskus dan cup vertikal secara normal antara 0,1-0,4

(51)

walaupun sekitar 5 % orang normal mempunyai perbandingan diskus dan cup yang lebih besar dari 0,6. Asimetri perbandingan diskus dan cup lebih dari 0,2 terdapat pada kurang dari 1 % orang normal.

2.6. Evaluasi Gonioskopi

Gonioskopi : Sudut iridokorneal terbuka

Berdasarkan Von Herrick, penilaian sudut terbagi atas: (Khurana, 2007)

- Grade 4 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea > ½ : 1 - Grade 3 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea ½ - ¼ : 1 - Grade 2 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea ¼ : 1 - Grade 1 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea <¼ : 1 - Grade 0 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea 0 (nol)

Berdasarkan sistem Shaffer, penilaian sudut terbagi atas : (Skuta et al, 2010; Lang GK, 2000.)

- Grade 4 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 45°

- Grade 3 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork > 20°, tetapi < 45°

- Grade 2 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 20°

- Grade 1 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular

meshwork 10°. Kemungkinan sudut tertutup terjadi setiap waktu.

(52)

- Slit : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork <10°, sangat mungkin terjadi sudut tertutup - Grade 0 : Iris dan trabekular meshwork sudut tertutup.

2.7. Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap glaukoma adalah dengan cara medikamentosa dan operasi.

(53)

Acetazolamide + Timolol Maleat

Acetazolamide + Latanoprost POAG

TIO 2.8 Kerangka Konsep

2.9 Hipotesis Penelitian

Bahwa pemberian acetazolamide dan latanoprost ini lebih efektif dibandingkan pemberian acetazolamide dan timolol maleat dalam menurunkan TIO pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat uji klinis (eksperimental) dengan desain paralel.

3.2 Pemilihan Tempat Penelitian

Penelitian dan pengambilan sampel dilakukan di poliklinik mata RSUP.H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi, Sampel, Besar Sampel, Dan Teknik Pengambilan Sampel.

3.3.1. Populasi

Seluruh penderita glaukoma sudut terbuka primer baik penderita baru ataupun lama yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUP. H.

Adam Malik Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah penderita glaukoma sudut terbuka primer yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dari bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Mei 2014.

(55)

Kriteria Inklusi

Penderita dengan glaukoma sudut terbuka primer yang datang ke poli mata RSUP. H. Adam Malik Medan.

1. Umur ≥ 18 tahun

2. Tekanan Intra Okuli > 21 mmHg 3. Dijumpai kelainan glaucomatous

4. Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi formulir peserta penelitian.

Kriteria Eksklusi

1. Penderita Glaukoma sudut terbuka sekunder

2. Pasien dengan riwayat Diabetes Mellitus dan Hipertensi 3. Pasien dengan riwayat gangguan sistem Respiratori

4. Penderita glaukoma sudut terbuka primer yang mengikuti penelitian tetapi tidak kembali pada jadwal kontrol yang ditentukan.

(56)

3.3.3. Besar Sampel

Penentuan Besar sampel penelitian ini menggunakan rumus:

( )

( )

2

2 2 1

2 2 1 1 ) 1 ( )

2 / 1 ( 2 1

) 1 ( ) 1 ( )

1 ( 2

P P

P P P P Z

P P n Z

n

− +

− +

≥ −

=

α β

Dimana :

) 2 / 1 (α

Z = Deviat baku alpha. untuk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

) 1 (β

Z = Deviat baku alpha. untuk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282

P1 = Proporsi Glukoma sudut terbuka Primer 0,02 (0,20 %) (Depkes RI. Perdami.

2003)

P2 = Perkiraan proporsi Glukoma sudut terbuka Primer ,ditetapkan sebesar

= 0,22

2

1 P

P − = Beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,20

Maka sampel minimal untuk masing-masing kelompok perlakuan sebanyak 17 Penderita.

(57)

3.3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan cara consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek terpenuhi.

3.4. Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel terikat adalah:

- Acetazolamide - Timolol maleat - Latanoprost

3.4.2. Variabel bebas adalah : - Tekanan Intra Okuli

3.5. Definisi Operasional

3.5.1 Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang pandangan. POAG dikarakteristikkan sebagai suatu yang kronik, progresif lambat, optik neuropati dengan pola karakteristik kerusakan saraf optik dan hilangnya lapang pandangan.

3.5.2. Tekanan Intra Okuli adalah tekanan bola mata yang diukur sebelum diberikan pengobatan (H-0), serta diukur kembali pada Minggu – II, Bulan - I, Bulan - II, Bulan - III, dengan menggunakan alat tonometri non kontak.

(58)

3.5.6. Karbonik anhidrase inhibitor adalah golongan obat akan memperlambat pembentukan ion-ion bicarbonate kemudian mengurangi transport sodium dan cairan, dapat menghambat carbonic anhydrase (CA) di prosessus siliaris mata. Efek ini menurunkan sekresi akuos humor sehingga menurunkan tekanan intra okuli.

3.5.7. Timolol maleat adalah golongan beta adrenergik yang berfungsi menurunkan Tekanan Intra Okuli dengan menghambat produksi cairan akuos. Timolol maleat juga dikontraindikasikan untuk pasien- pasien dengan kelainan kardiovaskular dan paru-paru, dan juga mempunyai efek pada susunan saraf pusat yang kadang-kadang berat.

3.5.8. Latanoprost (Prostaglandin analogue / F2a) efektif menurunkan Tekanan Intra Okuli pada penderita glaukoma. Mekanisme utama darikerja obat ini adalah meningkatkan aliran uveosklera dari akuos humor.

(59)

3.6. Bahan dan Alat, Prosedur Penelitian, dan Cara Penelitian 3.6.1. Bahan dan alat yang digunakan antara lain:

- Pulpen - Kertas - Senter

- Tonometri non kontak NCT 10 - Slit lamp

- Gonioskopi Three Mirror Goldmann - Oftalmoskopi direk Neitz

- acetazolamide 250 mg tablet - Timolol maleat 0,5% tetes mata - Latanoprost 0,005 % tetes mata - Formulir informed concent - Formulir pencatatan penelitian - methylcellulosa 1%.

3.6.2 Prosedur Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP. H. Adam Malik Medan. Subjek yang dimasukkan ke dalam penelitian ini adalah kasus-kasus Glaukoma sudut terbuka primer yang datang RSUP. H. Adam Malik Medan. Pertama sekali dilakukan pemeriksaan Oftalmologi, kemudian diukur tekanan intra okuli dengan menggunakan tonometri non kontak NCT 10. Apabila tekanan intra okuli > 21 mmHg, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan optik disk dengan oftalmoskop direk Neitz.

Gambar

Gambar 3.tampak potongan melintang optik disk  (sumber : Skuta. et al. 2009)
Gambar 4 . optic nerve head atau optic disc. (sumber : Kansky J.J. 2007).
4.1.8.1  Tabel distribusi subjek penelitian kelompok I (acetazolamide 250mg  danTimolol maleat) berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO) pada H-0
Tabel 4.1.8.2.  Tabel distribusi subjek penelitian kelompok I (acetazolamide  250mg danTimolol maleat) berdasarkan Tekanan Intra Okuli (TIO) pada  Minggu II  TIO  (mmHg)  Lateralisasi  Total  %  Unilateral  Bilateral  OD  %  OS  %  OD  %  OS  %  10 - 15  1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarakan dari pertimbangan efektifitas maka jarak spasi pada kelompok tiang diambil 1,5D - 3,5D , diambil =.. ( Buku

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melmpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul : ” Aplikasi Sistem

1) Peserta terdiri dari 1 (satu) putra dan 1 (satu) putri perwakilan kabupaten/kota untuk masing-masing cabang bahasa. 2) Peserta melakukan daftar ulang dan pengambilan

Agar perencanaan geometrik jalan berdasarkan data topografi metode Real Time Kinematik pada ruas Jalan Nasional 034 Mangun jaya – Batas Kabupaten Musi

Umumnya dalam perencanaan operasi pemboran, diusahakan untuk melakukan pemboran tegak lurus karena faktor ekonomi. Tapi dalam keadaan tertentu, pemboran vertikal tidak bisa

Terdapat hak-hak yang wajib diberikan kepada pekerja yang terkadang belum diketahui oleh seorang pengusaha atau pemberi kerja yang sudah disebutkan dalam

Rancangan penelitian ini mengarah pada ilmu bahasa sastra, atau bisa disebut dengan drama, karena dalam kajiannya yang secara pragmatik dalam memahaminya tentunya

Jarak posisi yang berdekatan dari pasangan ini adalah sebuah hasil dari persepsi mahasiswa bahwa operator ponsel GSM sistem prabayar yang diperbandingkan