• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PERBANDINGAN PROPORTIONAL INTEGRAL DERIVATIVE (PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) SEBAGAI SISTEM KONTROL KESTABILAN PADA MOTOR DC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PERBANDINGAN PROPORTIONAL INTEGRAL DERIVATIVE (PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) SEBAGAI SISTEM KONTROL KESTABILAN PADA MOTOR DC"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERBANDINGAN PROPORTIONAL – INTEGRAL – DERIVATIVE (PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR)

SEBAGAI SISTEM KONTROL KESTABILAN PADA MOTOR DC

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Subkonsentrasi

Teknik Energi Listrik

Oleh

ABED NEGO NIM : 140402089

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

ABSTRAK

Motor dc merupakan salah satu jenis motor yang mudah untuk diaplikasikan serta memiliki rentang pengaturan kecepatan yang luas sehingga umum digunakan dalam berbagai bidang industri, robotik, maupun rumah tangga. Salah satu jenis motor dc adalah motor dc seri. Motor dc seri memiliki karakteristik dengan torsi awalnya yang besar. Karena hal tersebut, motor ini sering mengalami overshoot pada saat awal penyalaan. Selain itu, motor ini kurang stabil. Pada torsi yang tinggi kecepatannya menurun dan sebaliknya. Namun, pada saat tidak terdapat beban motor ini akan cenderung menghasilkan kecepatan yang sangat tinggi. Untuk mengatur kecepatan motor secara akurat agar diperoleh hasil akhir yang stabil dan meminimalisir overshoot perlu digunakan kontroler. Dalam skripsi ini dilakukan perbandingan simulasi dengan matlab antara dua kontroler untuk mengatur kecepatan motor dc seri yaitu PID (Proportional – Integral – Derivative) dan LQR (Linear Quadratic Regulator). Kecepatan motor diatur dengan lima variasi kecepatan. Hasil akhir yang diperoleh dengan kedua kontroler menunjukkan error yang sangat kecil. Pada kontroler PID memberikan waktu respon kecepatan rotor yang lebih singkat dibanding LQR, akan tetapi pada PID masih terdapat overshoot yang cukup besar sekitar 20% sedangkan pada LQR overshoot dapat dihilangkan seluruhnya. Demikian juga arus starting dengan menggunakan kontroler PID jauh lebih besar dibandingkan dengan menggunakan kontroler LQR di mana overshoot arus starting dengan menggunakan PID sekitar 460% sedangkan dengan menggunakan LQR hanya sekitar 188%.

Kata Kunci: motor dc seri, LQR, PID, kontrol kecepatan, matlab

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERBANDINGAN PROPORTIONAL – INTEGRAL – DERIVATIVE (PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) SEBAGAI SISTEM KONTROL KESTABILAN PADA MOTOR DC.”

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Roasi Simon Simalango dan Masrita Ginting selaku orangtua penulis yang telah memberikan didikan, motivasi, dan dukungan yang tiada habis- habisnya.

2. Novayanti Simalango dan Daud Pratama selaku kakak dan adik penulis yang selalu mendukung dan menjadi teman dalam bertukar pikiran.

3. Bapak Ir. Syafruddin HS, M.Sc., Ph.D., selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberi masukan, bimbingan, dan meluangkan banyak waktu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak Ir. Eddy Warman, M.T. dan Bapak Drs. Hasdari Helmi Rangkuti, M.T., selaku dosen penguji penulis yang telah banyak mengoreksi dan memberikan masukan sehingga skrispi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(5)

5. Bapak Dr.Fahmi, M.Sc. IPM. dan Bapak Ir. Arman Sani, M.T selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

7. Seluruh Staf Pegawai Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman seperjuangan di MTMA: Jimmy, Viking, dan Robbyo.

9. Teman-teman seperjuangan yang selalu hadir di Laboratorium AST:

Munayudi, Bernard, Yosua BJ, Abed Vincent, Aldiansyah, Budi, Yohannes DAT, Ocky, James, Monica, Mikalsen.

10. Semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan menyempurnakan kajian skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2018 Penulis,

Abed Nego

NIM. 140402089

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan Skripsi ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 3

BAB II DASAR TEORI ... 4

2.1 Motor DC ... 4

2.1.1 Konstruksi Motor DC ... 4

2.1.2 Prinsip Kerja Motor DC ... 7

2.1.3 Jenis-jenis Motor DC ... 9

2.1.3.1 Motor DC Penguat Terpisah ... 9

2.1.3.2 Motor DC Penguat Sendiri ... 10

2.2 Sistem Kontrol ... 14

2.2.1 Respon Sistem ... 14

2.2.2 Fungsi Alih ... 16

2.2.3 Sistem Kontrol Loop Tertutup ... 18

(7)

2.2.4 Persamaan Ruang Keadaan ... 19

2.2.5 Pengaturan Kecepatan dan Pemodelan Matematik Motor DC Seri ... 21

2.3 Kontroler Proporsional – Integral – Derivative (PID) ... 25

2.4 Kontroler Linear Quadratic Regulator (LQR) ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1 Waktu dan Tempat ... 34

3.2 Bahan dan Peralatan ... 34

3.3 Variabel-variabel yang diamati ... 34

3.4 Prosedur Penelitian ... 35

3.4.1 Prosedur dengan Kontroler PID ... 35

3.4.2 Prosedur dengan Kontroler LQR ... 36

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 37

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS ... 38

4.1 Perolehan Data ... 38

4.2 Simulasi Kontrol Motor DC Seri dengan PID ... 38

4.2.1 Pemodelan Motor dalam Fungsi Alih ... 39

4.2.2 Perolehan Parameter PID ... 39

4.2.3 Rangkaian Simulasi PID ... 43

4.2.4 Simulasi PID ... 44

4.2.4.1 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 700 rpm ... 44

4.2.4.2 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ... 46

4.2.4.3 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ... 47

4.2.4.4 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ... 49

(8)

4.2.4.5 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ... 51

4.3 Simulasi Kontrol Motor DC Seri dengan LQR ... 52

4.3.1 Pemodelan Motor dalam Ruang Keadaan (State Space) ... 52

4.3.2 Perolehan Parameter LQR ... 53

4.3.3 Rangkaian Simulasi LQR ... 55

4.3.4 Simulasi LQR ... 56

4.3.4.1 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm ... 56

4.3.4.2 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ... 58

4.3.4.3 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ... 60

4.3.4.4 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ... 61

4.3.4.5 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ... 63

4.4 Hasil Perbandingan Simulasi PID dan LQR ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Motor DC Bagian Stator ... 4

Gambar 2.2 Konstruksi Motor DC Bagian Rotor... 5

Gambar 2.3 Prisip Kerja Motor DC ... 8

Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Motor DC Penguat Terpisah ... 9

Gambar 2.5 Rangkaian Ekivalen Motor DC Shunt ... 11

Gambar 2.6 Rangkaian Ekivalen Motor DC Seri ... 12

Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Pendek ... 13

Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Panjang ... 14

Gambar 2.9 Respon Sistem dengan Masukan Unit-Step (Step Response) ... 16

Gambar 2.10 Diagram Blok Sistem Loop Tertutup ... 19

Gambar 2.11 Model Rangkaian Motor DC Seri ... 21

Gambar 2.12 Diagram Blok Kontrol PID ... 26

Gambar 2.13 Kurva Respon untuk Metode Pertama Ziegler-Nichols ... 28

Gambar 2.14 Sistem kendali LQR ... 31

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 37

Gambar 4.1 Simulasi Motor DC Loop Terbuka ... 39

Gambar 4.2 Kurva Step Response Motor DC... 40

Gambar 4.3 Garis Tangen pada Titik Infleksi ... 40

Gambar 4.4 L dan T pada kurva Step Response ... 41

Gambar 4.5 Rangkaian Simulink Motor DC Seri dengan PID ... 43

Gambar 4.6 Rangkaian Simulasi PID... 44

(10)

Gambar 4.7 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 700 rpm ... 44

Gambar 4.8 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol PID ... 45

Gambar 4.9 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol PID ... 45

Gambar 4.10 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1000 rpm .... 46

Gambar 4.11 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol PID ... 46

Gambar 4.12 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol PID ... 47

Gambar 4.13 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1300 rpm .... 48

Gambar 4.14 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol PID ... 48

Gambar 4.15 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol PID ... 49

Gambar 4.16 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1600 rpm .... 49

Gambar 4.17 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol PID ... 50

Gambar 4.18 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol PID ... 50

Gambar 4.19 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 2000 rpm .... 51

Gambar 4.20 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol PID ... 51

Gambar 4.21 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol PID ... 52

Gambar 4.22 Step Respon Sistem dengan R=1 ... 54

Gambar 4.23 Step Respon Sistem dengan R=1.147 ... 55

Gambar 4.24 Rangkaian Simulink Motor DC Seri dengan LQR ... 56

(11)

Gambar 4.25 Rangkaian Simulasi LQR ... 56 Gambar 4.26 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm ... 57 Gambar 4.27 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 700 rpm

dengan Kontrol LQR ... 57 Gambar 4.28 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan

Kontrol LQR ... 58 Gambar 4.29 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ... 58 Gambar 4.30 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1000 rpm

dengan Kontrol LQR ... 59 Gambar 4.31 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan

Kontrol LQR ... 59 Gambar 4.32 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ... 60 Gambar 4.33 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1300 rpm

dengan Kontrol LQR ... 60 Gambar 4.34 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan

Kontrol LQR ... 61 Gambar 4.35 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ... 62 Gambar 4.36 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1600 rpm

dengan Kontrol LQR ... 62 Gambar 4.37 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan

Kontrol LQR ... 63 Gambar 4.38 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ... 63 Gambar 4.39 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 2000 rpm

dengan Kontrol LQR ... 64 Gambar 4.40 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan

Kontrol LQR ... 64 Gambar 4.41 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm ... 65

(12)

Gambar 4.42 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ... 65 Gambar 4.43 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ... 66 Gambar 4.44 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ... 66 Gambar 4.45 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ... 67 Gambar 4.46 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR

pada Kecepatan Referensi 700 rpm ... 67 Gambar 4.47 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR

pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ... 68 Gambar 4.48 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR

pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ... 68 Gambar 4.49 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR

pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ... 69 Gambar 4.50 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR

pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ... 69

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakterisitik Parameter Pengendali PID ... 26

Tabel 2.2 Formula Metode Pertama Ziegler-Nichols ... 27

Tabel 2.3 Formula Metode Kedua Ziegler-Nichols ... 29

Tabel 4.1 Parameter Motor DC Seri ... 38

Tabel 4.2 Hasil Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR ... 64

Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Arus Jangkar dengan PID dan LQR ... 64

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Motor dc merupakan salah satu jenis motor yang mudah untuk diaplikasikan serta memiliki rentang pengaturan kecepatan yang luas sehingga umum digunakan dalam berbagai bidang industri, robotik, maupun rumah tangga.

Salah satu jenis motor dc yaitu motor dc seri. Motor dc seri memiliki karakteristik dengan torsi awalnya yang besar. Karena hal tersebut, motor ini sering mengalami overshoot pada saat awal penyalaan. Selain itu, motor ini kurang stabil.

Pada torsi yang tinggi kecepatannya menurun dan sebaliknya. Namun, pada saat tidak terdapat beban motor ini akan cenderung menghasilkan kecepatan yang sangat tinggi.

Dalam penggunaan motor, hal yang sering dibutuhkan adalah kecepatan yang dapat diubah-ubah. Demikian juga pengaturan perpindahan putaran yang halus sangat diperlukan dengan tujuan meredam getaran dan hentakan mekanis saat penyalaan awal. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu sistem kontrol.

Secara umum sistem kontrol digunakan untuk masalah yang berkaitan dengan tingkat overshoot, settling time, dan kestabilan sistem pada saat motor ingin menuju keadaan mantap.

Salah satu sistem kontrol yang sudah banyak digunakan adalah sistem kontrol Proportional – Integral – Derivative (PID). PID memiliki struktur yang sederhana dan mudah dalam melakukan tuning parameternya. Akan tetapi, masih

(15)

banyak sistem kontrol lainnya yang dapat digunakan salah satunya yaitu Linear Quadratic Regulator (LQR).

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk membandingkan performansi kontrol PID dan LQR. Dengan diperolehnya hasil perbandingan respon sistem diharapkan dapat ditentukan kinerja sistem kontrol mana yang lebih optimum.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menentukan parameter kontroler PID dan LQR pada pengontrolan motor dc.

2. Bagaimana cara merancang dan menyimulasikan kontroler PID dan LQR dalam menciptakan kestabilan motor dc pada suatu kecepatan yang diinginkan.

3. Bagaimana perbandingan kedua respon sistem dari kedua kontroler yang digunakan.

1.3 TUJUAN PENULISAN SKRIPSI

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisa kinerja kontroler PID dan LQR pada motor dc dalam mencapai keadaan mantap (steady state) sesuai kecepatan motor yang diinginkan.

2. Mendapatkan hasil optimum respon keluaran masing-masing kontroler dari simulasi yang dilakukan.

3. Mendapatkan kurva perbandingan respon sistem yang dihasilkan oleh kontroler PID dan LQR.

(16)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini adalah memberikan hasil perbandingan respon keluaran dari dua jenis kontroler yaitu PID dan LQR terhadap motor dc, sehingga diketahui kontroler mana yang mampu memberikan hasil lebih optimum.

1.5 BATASAN MASALAH

Batasan masalah pada skripsi ini yaitu:

1. Pengujian sistem dalam penelitian ini menggunakan software MATLAB R2012b.

2. Pembahasan hanya mengenai penerapan sistem kontrol PID dan LQR pada motor dc seri.

3. Metodi tuning yang digunakan dalam penentuan parameter PID adalah metode Ziegler-Nichols.

4. Penelitian ini tidak membahas motor dc yang dibebani.

5. Penelitian ini tidak membahas aliran daya dan efisiensi motor.

(17)

BAB II DASAR TEORI

2.1 Motor DC

Mesin yang mengonversi energi listrik arus searah (direct current) menjadi energi mekanik dikenal sebagai motor dc. Pengoperasiannya berdasarkan prinsip ketika konduktor pembawa arus ditempatkan di suatu medan magnet, konduktor akan mengalami gaya mekanis [1].

2.1.1 Konstruksi Motor DC

Secara umum motor dc memiliki konstruksi yang sama, terbagi atas dua bagian, yaitu : bagian yang diam dan bagian yang bergerak. Bagian yang diam disebut stator dan bagian yang berputar/bergerak disebut rotor [2]. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 yaitu konstruksi dari motor dc bagian stator dan pada Gambar 2.2 yaitu konstruksi motor dc bagian rotor.

Gambar 2.1 Konstruksi Motor DC Bagian Stator

(18)

Gambar 2.2 Konstruksi motor dc bagian rotor Keterangan dari gambar tersebut adalah:

1. Rangka

Rangka motor dc adalah tempat meletakkan sebagian besar komponen mesin dan melindungi bagian mesin. Untuk itu rangka harus dirancang memiliki kekuatan mekanis yang tinggi untuk mendukung komponen-komponen mesin tersebut.

Rangka juga berfungsi sebagai tempat mengalirkan fluksi magnet yang dihasilkan oleh kutub-kutub medan. Rangka dibuat dengan menggunakan bahan ferromagnetik yang memiliki permeabilitas tinggi. Rangka biasanya terbuat dari baja tuang (cast steel) atau baja lembaran (rolled steel) yang berfungsi sebagai penopang mekanis dan juga sebagai bagian dari rangkaian magnet [3].

2. Kutub Medan

Kutub medan terdiri atas inti kutub dan sepatu kutub. Sepatu kutub yang berdekatan dengan celah udara dibuat lebih besar dari badan inti. Dimana fungsinya adalah untuk menahan kumparan medan di tempatnya dan menghasilkan distribusi

(19)

fluksi yang lebih baik yang tersebar di seluruh jangkar dengan menggunakan permukaan yang melengkung.Pada inti kutub ini dibelitkan kumparan medan yang terbuat dari kawat tembaga yang berfungsi ntuk menghasilkan fluksi magnetik [4].

3. Sikat

Sikat adalah jembatan bagi aliran arus ke kumparan jangkar. Dimana permukaan sikat ditekan ke permukaan segmen komutator untuk menyalurkan arus listrik. Sikat memegang peranan penting untuk terjadinya komutasi. Sikat terbuat dari bahan karbon dengan tingkat kekerasan yang bermacam-macam dan dalam beberapa hal dibuat dari campuran karbon dan logam tembaga. Sikat harus lebih lunak daripada segmen-segmen komutator supaya gesekan yang terjadi antara segmen-segmen komutator dan sikat tidak mengakibatkan ausnya komutator [12].

4. Kumparan Medan

Kumparan medan adalah susunan konduktor yang dibelitkan pada inti kutub. Dimana konduktor tersebut terbuat dari kawat tembaga yang berbentuk bulat atapun persegi.Rangkaian medan yang berfungsi untuk menghasilkan fluksi utama dibentuk dari kumparan pada setiap kutub.Pada aplikasinya rangkaian medan dapat dihubungkan dengan kumparan jangkar baik seri maupun parallel dan juga dihubungkan tersendiri langsung kepada sumber tegangan sesuai dengan jenis penguatan pada motor.

5. Kumparan Jangkar

Kumparan jangkar pada motor arus searah merupakan tempat dibangkitkannya ggl induksi.

(20)

6. Inti Jangkar

Inti jangkar yang umumnya digunakan dalam motor arus searah adalah berbentuk silinder yang diberi alur-alur pada permukaannya untuk tempat melilitkan kumparan jangkar tempat terbentuknya ggl induksi.

7. Komutator

Fungsi komutator untuk fasilitas penghubung arus dari konduktor jangkar,sebagai penyearah mekanik, yang bersama-sama dengan sikat membuat sesuatu kerjasama yang disebut komutasi.

8. Celah Udara

Celah udara merupakan ruang atau celah antara permukaan jangkar dengan permukaan sepatu kutub yang menyebabkan jangkar tidak bergesekan dengan sepatu kutub

2.1.2 Prinsip Kerja Motor DC

Setiap konduktor yang mengalirkan arus mempunyai medan magnet di sekelilingnya. Arahnya dapat ditentukan dengan aturan tangan kanan. Kuat medan tergantung pada besarnya arus yang mengalir dalam konduktor [3].

Arus mengalir melalui kumparan jangkar dari sumber tegangan dc, menyebabkan jangkar beraksi sebagai magnet. Gambar 2.3 menjelaskan prinsip kerja motor dc magnet permanen.

1. Pada posisi 1 arah arus mengalir dari sikat positif menuju ke sikat negatif.

Akan timbul torsi yang menyebabkan jangkar berputar berlawanan arah jarum jam.

(21)

2. Ketika jangkar pada posisi 2, sikat terhubung dengan kedua segmen komutator. Aliran arus pada jangkar terputus sehingga tidak ada torsi yang dihasilkan. Tetapi, kelembaman menyebabkan jangkar tetap berputar melewati titik netral.

3. Pada posisi 3, letak sisi jangkar berkebalikan dari letak sisi jangkar pada posisi 1. Segmen komutator membalik arah arus elektron yang mengalir pada kumparan jangkar. Oleh karena itu arah arus yang mengalir pada kumparan jangkar sama dengan posisi 1. Torsi akan timbul yang menyebabkan jangkar tetap berputar berlawanan arah jarum jam.

4. Jangkar berada pada titik netral. Karena adanya kelembaman pada poros jangkar, maka jangkar berputar terus-menerus.

Gambar 2.3 Prisip Kerja Motor DC

(22)

2.1.3 Jenis-jenis Motor DC

Pada dasarnya, motor dc diklasifikasikan menjadi 2 jenis utama berdasarkan sumber arus penguat magnetnya, yaitu motor dc penguat terpisah (separately excited dc motor) dan motor dc penguat sendiri (self exited dc motor). Motor dc penguat sendiri ini dapat dibedakan lagi menjadi tiga jenis yaitu motor dc shunt (shunt wound dc motor), motor dc seri (series wound dc motor), dan motor dc kompon (compound wound dc motor).

2.1.3.1 Motor DC Penguat Terpisah

Pada motor dc jenis sumber daya terpisah ini, sumber arus listrik untuk kumparan medan (field winding) terpisah dengan sumber arus listrik untuk kumparan jangkar (armature coil) pada rotor seperti terlihat pada Gambar 2.4 di bawah ini. Karena adanya rangkaian tambahan dan kebutuhan sumber daya tambahan untuk pasokan arus listrik, motor dc jenis ini menjadi lebih mahal sehingga jarang digunakan. Motor ini umumnya digunakan di laboratorium untuk penelitian dan peralatan-peralatan khusus.

Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Motor DC Penguat Terpisah

(23)

Persamaan umum motor dc penguat terpisah yaitu:

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏+ 𝐼𝐼𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎 (2.1)

𝑉𝑉𝑓𝑓 = 𝐼𝐼𝑓𝑓𝑅𝑅𝑓𝑓 (2.2)

di mana:

𝑉𝑉𝑠𝑠 = tegangan suplai motor (volt) 𝐼𝐼𝑎𝑎 = arus jangkar (ampere) 𝑅𝑅𝑎𝑎 = tahanan jangkar (ohm)

𝐼𝐼𝑓𝑓 = arus pada kumparan penguat medan (ampere) 𝑅𝑅𝑓𝑓 = tahanan kumparan penguat medan (ohm) 𝑉𝑉𝑓𝑓 = tegangan terminal penguat medan (volt) 𝐸𝐸𝑏𝑏 = gaya gerak listrik lawan motor dc (volt)

2.1.3.2 Motor DC Penguat Sendiri

Motor dc penguat sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu : 1. Motor DC Shunt

Motor dc jenis shunt pada motor shunt, kumparan medan shunt dibuat dengan banyak lilitan kawat kecil sehingga mempunyai tahanan yang tinggi. Motor shunt mempunyai rangkaian jangkar dan medan yang dihubungkan parallel yang memberikan kekuatan medan dan kecepatan motor yang sangat konstan. Kecepatan motor dapat dikontrol di atas kecepatan dasar. Kecepatan motor akan menjadi berbanding terbalik dengan arus medan. Ini berarti motor shunt berputar cepat dengan arus medan

(24)

rendah dan berputar lambat pada saat arus medan ditambah. Motor shunt dapat melaju pada kecepatan tinggi jika arus kumparan medan hilang [15].

Rangkaian ekivalen motor dc shunt dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rangkaian Ekivalen Motor DC Shunt Persamaan umum motor dc shunt yaitu:

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏+ 𝐼𝐼𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎 (2.3)

𝑉𝑉𝑠𝑠ℎ = 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ𝑅𝑅𝑠𝑠ℎ (2.4)

𝐼𝐼𝐿𝐿 = 𝐼𝐼𝑎𝑎+ 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ (2.5)

di mana:

𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ = arus kumparan penguat medan shunt (ampere) 𝑉𝑉𝑠𝑠ℎ = tegangan terminal penguat medan shunt (volt) 𝑅𝑅𝑠𝑠ℎ = tahanan kumparan penguat medan shunt (ohm) 𝐼𝐼𝐿𝐿 = arus beban (ampere)

2. Motor DC Seri

Pada motor dc seri, medan dihubungkan secara seri dengan jangkar.

Oleh karena medan seri harus mengalirkan seluruh arus jangkar, maka lilitannya sedikit dan kawatnya relatif besar. Setiap perubahan beban

(25)

menyebabkan perubahan arus jangkar dan juga perubahan fluksi medan.

Oleh sebab itu, ketika beban berubah, kepesatan juga berubah [3].

Motor dc seri memiliki torka awal yang tinggi tetapi kecepatannya bervariasi dengan beban. Secara teori motor akan meningkat kecepatannya sampai rusak sendiri, terbatasi hanya oleh hambatan angin dari rotasi angker dan gesekan bila beban sama sekali dilepaskan. Untuk alasan ini motor hanya cocok untuk kopel langsung ke suatu beban, kecuali pada motor yang sangat kecil, seperti pada pembersih debu dan bor tangan, dan sangat ideal untuk aplikasi seperti pada kereta listrik, derek, dan kerekan [13].

Rangkaian ekivalen motor dc seri ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Rangkaian Ekivalen Motor DC Seri

Pada motor dc seri, arus jangkar, arus kumparan penguat medan, dan arus beban besarnya sama [5]. Persamaan Kirchoff untuk motor ini yaitu :

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏+ 𝐼𝐼𝑎𝑎(𝑅𝑅𝑎𝑎+ 𝑅𝑅𝑠𝑠) (2.6) )

( )

a

a s

s b

V E

I R R

= −

+ (2.7)

Ia = IL = Is (2.8)

di mana: 𝑅𝑅𝑠𝑠 = tahanan kumparan penguat medan seri (ohm)

(26)

3. Motor DC Kompon (Compound)

Motor dc jenis kompon ini menggunakan lilitan seri dan lilitan shunt, yang umumnya digabung sehingga medan-medannya bertambah secara komulatif. Hubungan dua lilitan ini menghasilkan karakteristik pada motor medan shunt dan motor medan seri. Kecepatan motor tersebut bervariasi lebih sedikit dibandingkan motor shunt, tetapi tidak sebayak motor seri. Motor dc jenis kompon juga mempinyai torsi starting yang agak besar, jauh lebih besar daripada motor jenis shunt, tapi lebih kecil dibandingkan jenis seri. Keistimewaan gabungan ini membuat motor kompon memberikan variasi penggunaan yang luas.

Motor dc kompon terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

a) Motor DC Kompon Pendek

Rangkaian ekivalen motor dc kompon pendek ditunjukkan oleh Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Pendek Persamaan umum motor dc kompon pendek yaitu:

𝐼𝐼𝐿𝐿 = 𝐼𝐼𝑎𝑎+ 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ (2.9)

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏+ 𝐼𝐼𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎+ 𝐼𝐼𝐿𝐿𝑅𝑅𝑠𝑠 (2.10)

𝑃𝑃𝑖𝑖𝑖𝑖= 𝑉𝑉𝑠𝑠𝐼𝐼𝐿𝐿 (2.11)

(27)

b) Motor DC Kompon Panjang

Rangkaian ekivalen motor dc kompon pendek ditunjukkan oleh Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Panjang Persamaan umum motor arus searah penguatan Kompon panjang:

𝐼𝐼𝐿𝐿 = 𝐼𝐼𝑎𝑎+ 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ (2.12)

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏+ 𝐼𝐼𝑎𝑎(𝑅𝑅𝑎𝑎+ 𝑅𝑅𝑠𝑠) (2.13)

𝑃𝑃𝑖𝑖𝑖𝑖= 𝑉𝑉𝑠𝑠𝐼𝐼𝐿𝐿 (2.14)

𝑉𝑉𝑡𝑡 = 𝑉𝑉𝑠𝑠ℎ (2.15)

2.2 Sistem Kontrol

Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu nilai atau dalam suatu harga (range) tertentu sesuai dengan yang dibutuhkan.

2.2.1 Respon Sistem

Dalam berbicara mengenai sistem kontrol, masalah yang menjadi pokok perhatian adalah:

(28)

a. Kestabilan dan kemampuan sistem meredam gangguan.

b. Waktu tunda (delay time), t

d : waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk mencapai setengah harga akhir pada saat lonjakan pertama.

c. Waktu naik (rise time), t

r : waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk naik atau 0% menjadi 100% dari nilai akhir.

d. Waktu turun (settling time), t

s : Waktu turun adalah waktu yang diperlukan oleh respon agar dapat mencapai dan tetap berada dalam gugus nilai akhir, ukuran yang disederhanakan dengan persentase mutlak harga akhirnya (biasanya 2% atau 5%).

e. Lonjakan maksimum (maximum overshoot), 𝑀𝑀𝑝𝑝 : harga puncak maksimum dari kurva respon yang diukur dari nilai akhir.

f. Waktu puncak (peak time), t

p : waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai lonjakan maksimum.

g. Steady state error : sinyal kesalahan yang merupakan selisih dari nilai reference dengan nilai sebenarnya pada waktu tak terhingga.

Contoh respon sistem dapat dilihat pada Gambar 2.9 [11]. Adapun respon sistem c(t) merupakan respon dengan masukan unit-step (step response).

(29)

Gambar 2.9 Respon Sistem dengan Masukan Unit-Step (Step Response)

dengan:

Mp = overshoot maximum

tp = peak time td = delay time ts = settling time tr = rise time

2.2.2 Fungsi Alih

Dalam teori kontrol, fungsi yang disebut “fungsi alih” seringkali digunakan untuk mencirikan hubungan masukan-keluaran dari sistem linier parameter

(30)

konstan. Konsep fungsi alih hanya digunakan pada sistem linier parameter konstan, walaupun dapat diperluas untuk suatu sistem kontrol nonlinier [11].

Fungsi alih dari sistem linear invariant waktu diartikan sebagai transfromasi Laplace dari respons impuls, dengan seluruh kondisi awal nol. Misalkan 𝐺𝐺(𝑠𝑠) menyatakan fungsi alih dari sistem masukan tunggal keluaran tunggal, dengan masukan r(t) dan keluaran c(t) serta respon impuls g(t). Kemudian fungsi alih 𝐺𝐺(𝑠𝑠) didefenisikan sebagai [7]:

G(s)= ℒ [𝑔𝑔(𝑡𝑡)] (2.16)

G(s)= ( ) ( ) C s

R s (2.17)

G(s) = ( ) ( ) C s

R s =

1

1 1 0

1

1 1 0

m m

m m

n n

n

b s b s b s b

s a s a a

+ +…+ +

+ +…+ + (2.18)

dengan n ≥ m

Sifat-sifat fungsi alih dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Fungsi alih dari sistem adalah model matematika yang merupakan metode operasional dari pernyataan persamaan diferensial yang menghubungkan variabel keluaran dengan variabel masukan.

2. Fungsi alih adalah sifat dari sistem tersebut sendiri, tidak tergantung dari besaran dan sifat dari masukan atau fungsi penggerak.

3. Fungsi alih termasuk unit yang diperlukan untuk menghubungkan masukan dengan keluaran; namun, ia tidak memberikan informasi apapun mengenai struktur fisik dari sistem tersebut. (Fungsi alih dari banyak sistem yang secara fisik berbeda dapat identik).

(31)

4. Jika fungsi alih dari sistem diketahui, keluaran atau tanggapan dapat ditelaah untuk berbagai macam bentuk masukan dengan pandangan terhadap pengertian akan sifat dari sistem tersebut.

5. Jika fungsi alih dari sistem tidak diketahui, ia mungkin dapat diadakan secara percobaan dengan menggunakan masukan yang diketahui dan menelaah keluaran dari sistem tersebut. Sekali diadakan, fungsi alih memberikan penjelasan penuh dan karakteristik dinamika dari sistem, yang berbeda dan penjelasan fisiknya.

2.2.3 Sistem Kontrol Loop Tertutup

Sistem merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja bersama-sama dan mempunyai suatu tujuan tertentu [10]. Sistem kontrol merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub sistem yang berfungsi mengendalikan suatu plant/proses. Sistem kontrol sudah berkembang sejak awal abad ke-20, yaitu dengan diketemukannya kontroler proporsional, integral dan differensial. Dalam perkembangannya, ketiga sistem tersebut digabung menjadi kontroler PID. Dalam prakteknya, sistem kontrol itu sendiri mengalami gangguan.

Gangguan (disturbance) adalah sinyal yang tidak diinginkan tetapi mempunyai pengaruh keluaran yang merugikan pada keluaran sistem [10]. Bentuk diagram blok tertutup dapat dilihat pada Gambar 2.10, dengan Gc(s) adalah fungsi alih kontroler, Gp(s) adalah fungsi alih plant (yang ingin dikendalikan), H(s) adalah fungsi alih umpan balik, dan G(s) adalah fungsi alih dari sistem keseluruhan.

(32)

Gambar 2.10 Diagram Blok Sistem Loop Tertutup

2.2.4 Persamaan Ruang Keadaan

Persamaan ruang keadaan (state-space equation) dari sistem dinamik mengandung tiga hal, yaitu variabel input (input variable), variabel output (output variable) dan variabel keadaan (state variable).

Persamaan ruang keadaan dari suatu sistem dapat bervariasi, sesuai dengan definisi awal dari variabel-variabel suatu sistem. Misalkan suatu sistem memiliki state sejumlah n (persamaan diferensial biasa berdimensi n), input sebanyak r, dan output sebanyak m. Misalkan pula 𝑥𝑥 = (𝑥𝑥1, 𝑥𝑥2, … , 𝑥𝑥𝑖𝑖) dan 𝑢𝑢 = (𝑢𝑢1, 𝑢𝑢2, … , 𝑢𝑢𝑟𝑟), maka sistem tersebut dapat dituliskan sebagai:

𝑥𝑥̇1 = 𝑓𝑓1(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡), 𝑥𝑥̇2 = 𝑓𝑓2(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡),

.

.

.

.

𝑥𝑥̇𝑖𝑖 = 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.19)

(33)

Sedangkan output diberikan sebagai berikut : 𝑦𝑦1 = 𝑔𝑔1(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡),

𝑦𝑦2 = 𝑔𝑔2(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡),

.

.

.

.

𝑦𝑦𝑖𝑖 = 𝑔𝑔𝑖𝑖(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.20)

Maka persamaaan state dan persamaan output menjadi:

𝑥𝑥̇(𝑡𝑡) = 𝑓𝑓(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.21)

𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝑔𝑔(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.22)

(Disebut sistem time-varying bila fungsi f dan g mengandung variabel t).

Jika vektor fungsi f, g bergantung kepada variabel t, maka persamaan (2.21) dan (2.22) disebut sistem time-variying. Jika sistem tersebut dilinearkan, maka persamaan linear ruang keadaan dalam persamaan outputnya dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑥𝑥̇(𝑡𝑡) = 𝐴𝐴(𝑡𝑡)𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐵𝐵(𝑡𝑡)𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.23)

𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝐶𝐶(𝑡𝑡)𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐷𝐷(𝑡𝑡)𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.24)

Dengan A(𝑡𝑡) disebut matriks keadaan, B(𝑡𝑡) matriks masukan, C(𝑡𝑡) matriks keluaran, dan D(𝑡𝑡) matriks transmisi langsung.

Bila fungsi vektor f dan g tidak bergantung terhadap waktu t, maka sistem disebut sistem time-invariant. Dalam hal ini, Persamaan (2.21) dan (2.22) dapat disederhanakan menjadi:

𝑥𝑥̇(𝑡𝑡) = 𝑓𝑓(𝑥𝑥, 𝑢𝑢) (2.25)

𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝑔𝑔(𝑥𝑥, 𝑢𝑢) (2.26)

(34)

Persamaan (2.23) dan (2.24) dapat dilinearkan di sekitar titik operasi sebagai berikut:

𝑥𝑥̇(𝑡𝑡) = 𝐴𝐴𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐵𝐵𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.27)

𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝐶𝐶𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐷𝐷𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.28)

2.2.5 Pengaturan Kecepatan dan Pemodelan Matematik Motor DC Seri Sebelumnya telah dipaparkan penjelasan tentang motor dc seri yang menggambarkan rangkaian motor dc seri jika ditinjau pada keadaan steady. Pada kasus penelitian ini, yang diamati adalah perilaku motor dc seri mulai dari keadaan start hingga keadaan steady yang tentunya dalam proses menuju keadaan steady akan melewati masa transien sehingga timbul induktansi pada kumparan.

Model rangkaian motor dc seri dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Model Rangkaian Motor DC Seri

Dengan menerapkan hukum tegangan Kirchhoff pada rangkaian, diperoleh persamaan listrik dari motor:

( ) ( )

( ) ( ) a ( ) s ( )

s a a a s s s b

di t di t

v t R i t L R i t L e t

dt dt

= + + + + (2.29)

Besar arus jangkar (𝑖𝑖𝑎𝑎(𝑡𝑡)) sama dengan besar arus pada kumparan medan (𝑖𝑖𝑠𝑠(𝑡𝑡)), sehingga:

(35)

( ) ( ) ( ) ( ) a( ) ( )

s a s a a s b

v t R R i t L L di t e t

= + + + dt + (2.30)

Adapun ggl lawan (

e

b(t)) berbanding lurus dengan kecepatan angular motor (ω( )t ) yang dinyatakan dengan:

( ) ( )

b b

e t =K ω t (2.31)

Jika motor dalam kondisi steady state maka tegangan suplai konstan yang besarnya yaitu:

( )

s a s a b

V = R +R I + E (2.32)

Kita substitusikan persamaan (2.31) ke dalam persamaan (2.32) sehingga diperoleh:

( )

s a s a b

V = R +R I +K ω (2.33)

Dari persamaan (2.33) dapat kita peroleh kecepatan motor yang dinyatakan dengan persamaan:

( )

s a s a

b

V R R I

ω= − K+ (2.34)

di mana:

V = Tegangan suplai (volt) s

Ra = Tahanan jangkar(ohm) L = Induktansi jangkar (henry) a

L = Induktansi kumparan penguat medan (henry) s

I = Arus jangkar (ampere) a

E = Gaya gerak listrik lawan motor (volt) b

(36)

ω = kecepatan angular (rad/s)

K = Konstanta tegangan balik (V.s/rad) b

Untuk memperoleh model matematik motor dc, kita perlu menggunakan persamaan listrik dari motor dan persamaan mekanik dari motor.

Sekarang kita perhatikan persamaan mekanik dari motor dc seri yang terkopel dengan torsi beban dinyatakan oleh:

( ) ( ) ( ) ( )

m L m m

d t

T t T t J B t

dt

ω ω

= + + (2.35)

Pada motor dc berlaku persamaan:

( ) ( )

m t a

T t =K i t (2.34)

sehingga:

( ) ( ) ( ) ( )

t a L m m

d t

K i t T t J B t

dt

ω ω

= + + (2.36)

di mana:

T = Torsi yang dibangkitkan (N.m) m

TL = Torsi beban (N.m)

J = Momen inersia rotor (Kg.mm 2) B = Koefisien gesekan (N.m.s/rad) m

K = Konstanta torsi (N.m/A) t

Substitusikan persamaan (2.31) ke dalam persamaan (2.30), maka:

( ) ( ) ( ) ( ) a( ) ( )

s a s a a s b

v t R R i t L L di t K t

dt ω

= + + + + (2.37)

(37)

Kita totalkan nilai tahanan jangkar dan tahanan kumparan medan menjadi suatu nilai yang dinyatakan sebagai Rt . Demikian juga total nilai induktansi jangkar dan induktansi kumparan medan dinyatakan sebagai Lt , sehingga:

( ) ( ) a( ) ( )

s t a t b

v t R i t L di t K t

dt ω

= + + (2.38)

Jika motor diaplikasikan tanpa terkopel dengan beban, maka dari persamaan (2.36):

( ) ( ) ( )

t a m m

d t

K i t J B t

dt

ω ω

= + (2.39)

Transformasi Laplace dari persamaan (2.38) dan (2.39) adalah:

( ) ( ) ( ) ( )

s t a t a b

V s =R I s +L I s +K ω s (2.40)

( ) ( ). ( )

t a m m

K I s =J ω s s+B ω s (2.41)

Jika arus ditentukan dari persamaan (2.41) lalu disubstitusikan ke dalam persamaan (2.40) maka diperoleh:

1 2

( ) ( ) [ ( ) ( )]

s t m t m t m t m b t

t

V s s L J s R J L B s R B K K ω K

= + + + + (2.42)

sehingga fungsi alih (fungsi transfer) antara kecepatan rotor dan tegangan yang diberikan dinyatakan sebagai:

2

( )

( ) [ ( ) ( )]

t

s t m t m t m t m b t

K s

V s L J s R J L B s R B K K

ω =

+ + + + (2.43)

Sekarang, akan kita modelkan motor dc ke dalam bentuk persamaan ruang keadaan. Pertama, kita perhatikan bahwa kecepatan motor dc yang dibutuhkan adalah konstan. Maka, output kita nyatakan sebagai kecepatan angular.

( ) ( )

y tt (2.44)

(38)

Dari persamaan (2.38) dan (2.39), kita tetapkan variabel keadaan (state variables) x t1( )=i ta( )danx t2( )=ω( )t , sehingga:

1 1 2

( ) ( ) ( ) ( )

s t t b

v t =R x t +L x t +K x t (2.45)

1( ) 2( ) 2

t m m

K x t =J x t +B x (2.46)

Kita susun kembali persamaan (2.45) dan (2.46) menjadi:

1 1 2

( ) t ( ) b ( ) 1 s( )

t t t

R K

x t x t x t v t

L L L

= − − +

(2.47)

2( ) t 1( ) m 2( )

m m

K B

x t x t x t

J J

= −

 (2.48)

dan persamaan outputnya adalah:

( ) 2( )

y t =x t (2.49)

Oleh karena itu, ruang keadaan (state-space) dinyatakan sebagai

Persamaan keadaan: x t( )= Ax t( )+Bu t( ) (2.50)

Persamaan output: y t( )=Cx t( ) (2.51)

dengan sistem matriksnya adalah:

t b

t t

t m

m m

R K

L L

A K B

J J

− − 

 

 

= − 

 

,

1

0 Lt

B

  

=  

  

, dan C=

[ ]

0 1

2.3 Kontroler Proporsional – Integral – Derivative (PID)

Kombinasi dari aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral, dan aksi kontrol turunan disebut aksi kontrol proporsional ditambah integral ditambah turunan. Persamaan dengan tiga kombinasi ini diberikan oleh:

(39)

u(t) = K e tp

( )

+

( )

0 t p i

K e t dt

T

+ K Tp d de tdt( ) (2.52)

Fungsi alihnya adalah:

( ) [1 1 ]

( ) p i d

U s K T S

E s = +T S + (2.53)

dengan Kp penguatan proporsional, Ti waktu integral, dan Td waktu turunan.

Kontrol PID ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Diagram Blok Kontrol PID

Efek dari setiap controller (Kp, 𝐾𝐾𝑖𝑖, 𝐾𝐾𝑑𝑑) dalam sistem loop tertutup diperlihatkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakterisitik Parameter Pengendali PID

Tanggapan Loop Tertutup

Waktu Naik Overshoot Waktu Turun

Kesalahan keadaan tunak Proporsional (Kp) Menurun Meningkat Perubahan kecil Menurun

Integral (Ki) Menurun Meningkat Meningkat Hilang

Derivatif (Kd) Perubahan kecil Menurun Menurun Perubahan kecil

Metode Tuning Ziegler-Nichols

Aspek yang sangat penting dalam desain kontroler PID adalah penentuan parameter kontroler PID supaya sistem loop tertutup memenuhi kriteria

(40)

performansi yang diinginkan. Hal ini disebut juga dengan tuning kontroler. Ziegler- Nichols memperkenalkan dua metode tuning yaitu metode pertama dan metode kedua.

a. Metode Pertama :

Pada metode pertama kita memperoleh respon dari plant terhadap masukan unit-step secara eksperimen. Metode ini diaplikasikan jika respon terhadap step- input menunjukkan kurva berbentuk S seperti pada Gambar 2.13. Responnya dinyatakan oleh dua parameter, L yaitu waktu tundaan dan T yaitu waktu konstan.

Parameter ini diperoleh dengan menggambarkan sebuah tangen terhadap respon step pada titik infleksinya dan tidak ada perpotongan dengan sumbu waktu dan nilai keadaan tunak.

Parameter kontrol Ziegler-Nichols diturunkan berdasarkan formula yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Formula Metode Pertama Ziegler-Nichols

Tipe Kontrol Kp Ti=Kp/Ki Td=Kd/Kp

P T/L ∞ 0

PI 0.9T/L L/0.3 0

PID 1.2T/L 2L 0.5L

Kontroler PID yang di-tune menggunakan metode pertama memberikan:

( )

(1 1 )

c p d

i

G s K T s

= +T s+ (2.54)

( )

1.2 (1 1 0.5 )

c 2

G s T Ls

L Ls

= + + (2.55)

(41)

( )

1 2 c 0.6

s L

G s T

s

 + 

 

 

= (2.56)

Gambar 2.13 Kurva Respon untuk Metode Pertama Ziegler-Nichols

b. Metode Kedua :

Teknik ini didesain untuk memberi hasil pada sistem loop tertutup dengan 25% max-overshoot. Langkah-langkah tuning dengan metode kedua Ziegler- Nichols yaitu sebagai berikut.

Hanya menggunakan kontrol proportional feedback:

1. Kurangi gain integrator dan derivative sampai nol.

2. Naikkan Kp dari 0 sampai nilai kritis (critical value) Kp=Kcr di mana terjadi osilasi berkelanjutan. Jika tidak terjadi maka dapat diterapkan metode lain.

3. Catat nilai Kcr dan periode osilasi berkelanjutan yang sesuai, Pcr.

Gain kontroler untuk metode kedua Ziegler-Nichols ditunjukkan ditunjukkan pada Tabel 2.3.

(42)

Tabel 2.3 Formula Metode Kedua Ziegler-Nichols

Tipe Kontrol Kp Ti Td

P 0.5 Kcr ∞ 0

PI 0.45 Kcr Pcr/1.2 0

PID 0.6 Kcr Pcr/2 Pcr/8

Jika kita substitusikan formula pada Tabel 2.3 ke dalam persamaan 2.54 memberikan:

( )

0.6 (1 1 0.125 )

c cr 0.5 cr

cr

G s K P s

= + P s+ (2.57)

( )

2

4

0.075 cr

c cr cr

s P

G s K P

s

 

 + 

 

= (2.58)

2.4 Kontroler Linear Quadratic Regulator (LQR)

Sistem optimal adalah sistem yang mempunyai unjuk kerja terbaik (best performance) terhadap suatu acuan tertentu. Sistem kontrol optimal memerlukan adanya suatu kriteria optimasi yang dapat meminimumkan hasil pengukuran dengan deviasi perilaku sistem terhadap perilaku idealnya [9].

Pengukuran tersebut dilakukan dengan menentukan indeks performansi, yang merupakan suatu fungsi dari suatu harga yang dapat dianggap menunjukkan seberapa besar kinerja sistem yang sesungguhnya sesuai dengan kinerja yang diinginkan. Indeks performansi merupakan tolak ukur suatu sistem kontrol optimal.

Sistem akan optimal bila nilai indeks performansinya adalah minimum.

(43)

Dalam beberapa proses, variabel yang dikontrol akan mengalami deviasi karena adanya gangguan. Regulator kontrol dirancang untuk melakukan kompensasi terhadap gangguan.

Linear Quadratic Regulator merupakan salah satu metode dalam perancangan sistem kontrol optimal. Keuntungan dari metode kendali kuadratis optimal yaitu bentuk dari sistem kendali ini dapat menyediakan cara yang sistematis untuk menghitung matrik penguat umpan balik keadaan (K) untuk masukan (u) sebanyak m. Bentuk dari sinyal kendali, yaitu :

𝑢𝑢(𝑡𝑡) = −𝐾𝐾𝑥𝑥(𝑡𝑡) (2.59)

Dengan bentuk indeks kerjanya:

J = ∫ [𝑥𝑥0 𝑇𝑇𝑄𝑄𝑥𝑥 + 𝑢𝑢𝑇𝑇𝑅𝑅𝑢𝑢]𝑑𝑑𝑡𝑡 (2.60)

di mana:

Q = matriks simetris, semi definit positif, real (Q > 0) R = matrik simetris, definit positif, real (R > 0)

Matrik Q dan R menentukan nilai kesalahan dan pengeluaran energinya.

Dalam hal ini, diasumsikan bahwa vektor kendali u(t) tidak dibatasi.

Hukum kendali linier yang terdapat pada persamaan (2.59) merupakan hukum kendali optimal. Dengan demikian, jika elemen yang tidak diketahui dari matriks K sudah ditentukan begitu pula indeks kinerja minimum, maka bentuk persamaan (2.59) tersebut optimal untuk keadaan inisial x(0) manapun. Bentuk diagram blok dari konfigurasi optimal dapat dilihat pada Gambar 2.14 berikut.

(44)

Gambar 2.14 Sistem kendali LQR

Dengan memasukan persamaan (2.59) ke dalam persamaan bentuk persamaan umum keadaan, maka didapat:

𝑥𝑥̇ = 𝐴𝐴𝑥𝑥 − 𝐵𝐵𝐾𝐾𝑥𝑥 = (𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)𝑥𝑥 (2.61)

Dan dengan memasukkan persamaan (2.59) ke dalam persamaan (2.60) akan diperoleh:

J = ∫ [𝑥𝑥0 𝑇𝑇𝑄𝑄𝑥𝑥 + 𝑥𝑥𝑇𝑇𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾𝑥𝑥]𝑑𝑑𝑡𝑡 (2.62) J = ∫ 𝑥𝑥0 𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥𝑑𝑑𝑡𝑡 (2.63) atau:

𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥 =𝑑𝑑𝑡𝑡𝑑𝑑 (𝑥𝑥𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥) (2.64) (superscript T menyatakan transpose matriks)

Dimana P adalah positif-definite Hermitian atau matrik simetris nyata, sehingga akan didapatkan:

𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥 = −𝑥𝑥̇𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥 − 𝑥𝑥𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥̇ (2.65)

(45)

𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥 = −𝑥𝑥𝑇𝑇[(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)]𝑥𝑥 (2.66) Dari persamaan diatas maka didapat bentuk penyederhanaan:

(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾) = −(𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾) (2.67) Jika sistem dalam kondisi stabil, yaitu nilai eigen yang didapat bernilai negatif, maka akan selalu terdapat satu matrik P yang positif-definite untuk memenuhi persamaan diatas. Apabila tidak didapatkan matrik P yang positif- definite maka sistem tersebut tidak stabil.

Indeks kinerja J, dapat dievaluasi sebagai berikut:

𝐽𝐽 = ∫ 𝑥𝑥0 𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥𝑑𝑑𝑡𝑡= −𝑥𝑥𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥|0 (2.68) 𝐽𝐽 = −𝑥𝑥𝑇𝑇(∞)𝑃𝑃𝑥𝑥(∞) + 𝑥𝑥𝑇𝑇(0)𝑃𝑃𝑥𝑥(0) (2.69) Karena sistem diasumsikan dalam keadaan stabil dimana seluruh nilai eigen bernilai negatif, maka 𝑥𝑥(∞) → 0, maka akan didapat:

𝐽𝐽 = 𝑥𝑥𝑇𝑇(0)𝑃𝑃𝑥𝑥(0) (2.70)

Dengan demikian, indeks kinerja akan didapat pada saat kondisi inisial x(0) dan P. Karena R diasumsikan bernilai positif-definite Hermitian atau matriks simetris nyata, maka dapat ditulis sebagai berikut:

𝑅𝑅 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (2.71)

Di mana T adalah matriks non singular, sehingga persamaan (2.67) dapat diubah menjadi:

(𝐴𝐴𝑇𝑇− 𝐾𝐾𝑇𝑇𝐵𝐵𝑇𝑇)𝑃𝑃 + 𝑃𝑃(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾) + 𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇K = 0 (2.72) Atau:

𝐴𝐴𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃𝐴𝐴 + [𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃]𝑇𝑇[𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃] −

𝑃𝑃𝐵𝐵𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑄𝑄 = 0 (2.73)

(46)

Minimisasi J terhadap K membutuhkan minimalisasi dari persamaan berikut:

𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃]𝑇𝑇[𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃]𝑥𝑥 (2.74) Karena bentuk persamaan di atas tidak negative, nilai minimum timbul saat nol, atau pada saat:

𝑇𝑇𝐾𝐾 = (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 (2.75)

Sehingga :

𝐾𝐾 = 𝑇𝑇−1(𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 = 𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 (2.76) Persamaan (2.76) memberikan matriks optimal K. Dengan demikian, hukum kendali optimal terhadap permasalahan kendali optimal kuadratis ketika indeks kinerja yang diberikan oleh persamaan (2.67) adalah linier yang diberikan oleh:

𝑢𝑢(𝑡𝑡) = −𝐾𝐾𝑥𝑥(𝑡𝑡) = −𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥(𝑡𝑡) (2.77) Matrik P pada persamaan (2.76) harus memenuhi persamaan (2.67) atau bentuk penyederhanaan persamaan yaitu:

𝐴𝐴𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃𝐴𝐴 − 𝑃𝑃𝐵𝐵𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑄𝑄 = 0 (2.78) Untuk menentukan nilai pembobotan Q dan R tidak ada yang baku, namun penentuan awal dari nilai bobot Q dan R dapat dilakukan dengan menggunakan aturan Bryson (Bryson’s Rule), yaitu:

𝑄𝑄 = 1 𝑦𝑦� 𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2 (2.79)

𝑅𝑅 = 1 𝑢𝑢� 𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2 (2.80)

dimana :

𝑦𝑦𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2 = Perubahan maksimum keluaran yang diperbolehkan

𝑢𝑢𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2 = Perubahan maksimum masukan yang diperbolehkan

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan menggunakan laptop dengan memanfaatkan software MATLAB R2012a. Lama penelitian dilakukan selama 2 bulan.

3.2 Bahan dan Peralatan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data spesifikasi motor dc seri yang diambil dari jurnal internasional. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah Laptop Asus X455L Intel Core i3 1.9 GHz dan software MATLAB R2012b.

3.3 Variabel- variabel yang Diamati

Variabel-variabel yang diamati antara lain:

1. Konstanta Proportional pada PID (Kp) 2. Konstanta Integral pada PID (Ki) 3. Konstanta Derivative pada PID (Kd) 4. Matriks bobot LQR (Q dan R) 5. Gain feedback LQR (K) 6. Rise time (tr)

7. Maximum overshoot (Mp) 8. Settling time (ts)

9. Error Steady State (Es)

(48)

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan simulasi dengan kontroler PID selanjutnya menggunakan kontroler LQR untuk motor dc yang sama. Setelah respon keluaran diperoleh maka akan diperoleh perbandingan.

3.4.1 Prosedur dengan Kontroler PID Tahapan-tahapan yang dilakukan:

1. Mengumpulkan data parameter motor dc seri yang diperoleh dari jurnal IEEE.

2. Dari data yang diperoleh, motor dc seri dapat dinyatakan ke dalam suatu model matematik berbentuk fungsi alih.

3. Melakukan tuning parameter PID. Adapun langkah-langkah dalam melakukan tuning parameter PID, yaitu:

a) Mem-plot kurva step response dengan menggunakan matlab.

b) Menampilkan garis tangen pada titik infleksi dengan program matlab.

c) Menghitung nilai waktu tundaan (L) dan waktu konstan (T) dengan persamaan matematika.

d) Menghitung parameter PID (Kp, Ki , Kd) menggunakan metode pertama Ziegler Nichols.

4. Simulasi dengan matlab.

5. Menampilkan kurva respon kecepatan rotor.

6. Mencatat hasil yang diperoleh, meliputi: rise time, settling time, maximum overshoot, dan error steady state.

(49)

3.4.2 Prosedur dengan Kontroler LQR Tahapan-tahapan yang dilakukan:

1. Mengumpulkan data parameter motor dc seri yang diperoleh dari jurnal IEEE.

2. Dari data yang diperoleh, motor dc seri dapat dinyatakan ke dalam suatu model matematik berbentuk ruang keadaan.

3. Penentuan matriks bobot Q dan R dengan program matlab yang dilakukan dengan metode trial and error.

4. Setelah diperoleh nilai Q dan R yang memberikan error terkecil maka dapat ditentukan nilai feedback gain (K) dengan bantuan software matlab.

5. Melakukan simulasi dengan matlab.

6. Menampilkan kurva respon kecepatan rotor.

7. Mencatat hasil yang diperoleh, meliputi: rise time, settling time, maximum overshoot, dan error steady state.

(50)

3.5 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi dapat disimpulkan, respon kecepatan motor DC dengan PID Firefly, didapatkan settling time yang sangat cepat dibanding dengan metode Bee

Pada pengaturan kecepatan motor dengan menggunakan kontroler LQR saja sebenarnya sudah cukup tetapi tujuan dari kontroler ini adalah membuat respon kecepatan motor memiliki nilai

Berdasarkan hasil pengujian secara simulasi didapatkan motor DC menggunakan kontroler PID-LQR mampu membantu kinerja ICE sehingga dapat mengembalikan respon sistem menuju

Penelitian Tugas Akhir ini bertujuan membuat perancangan dan implementasi untuk mengatur kecepatan motor induksi tiga fasa dengan menerapkan metode kontroler LQR Gain

Dari hasil simulasi dapat disimpulkan, respon kecepatan motor DC dengan PID Firefly, didapatkan settling time yang sangat cepat dibanding dengan metode Bee Colony

Penelitian Tugas Akhir ini bertujuan membuat perancangan dan implementasi untuk mengatur kecepatan motor induksi tiga fasa dengan menerapkan metode kontroler LQR Gain

Hasil pengujian kendali LQR pada gerak sudut roll, pitch, dan yaw mampu mempertahankan kestabilan quadrotor dengan nilai rise time, settling time, steady state error, overshoot

Penggunaan kontroler PID menunjukkan performansi respons kecepatan yang lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan kontroler dalam mencapai keadaan steady-stateyakni memiliki settling