• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISITIK PENDERITA TB PARU YANG DIRAWAT JALAN DI RS PUTRI HIJAU MEDAN TAHUN 2017

SKRIPSI

Oleh

SAHALA PARDOSI NIM. 151000288

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA 2020

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAHALA PARDOSI NIM. 151000288

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA 2020

(3)

i

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : drh. Hiswani, M.Kes.

Anggota : 1. Drs. Jemadi, M.Kes.

2. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes.

(5)

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Karakteristik Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2020

Sahala Pardosi

(6)

Tuberkulosis adalah salah satu masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2019, insiden tuberkulosis sebesar 319/100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 40/100.000 penduduk di indonesia pada tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita TB Paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series.

Populasi adalah seluruh penderita TB Paru yang dirawat jalan sebanyak 119 orang, dan jumlah sampel sama dengan jumlah populasi. Analisis statistik menggunakan uji Chi-square. Proporsi penderita TB Paru tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun 27,7%, jenis kelamin laki-laki (76,5%), agama Islam (65,5%), tingkat pendidikan menengah (53,8%), pekerjaan wiraswasta (45,4%), dan wilayah tempat tinggal di Kota medan (71,4%), BTA (-) (69,7%), baru (85,7%), kambuh (52,9%), kategori I (85,7%), KDT (kombinasi dosis tetap)

(95,8%), pengobatan lengkap (58,0%), usia produktif dengan BTA (-) (85,5%), laki-laki dengan BTA (-) (78,3%), Kota Medan dengan BTA (-) (69,9%), dan kepada masyarakat yang memiliki gejala yang berpotensi TB paru supaya memeriksakan secara dini kepelayanan kesehatan terdekat dan menjaga kebersihan lingkungan dari perilaku penderita yang membuang dahak sembarangan yang menyebabkan tingginya penularan.

Kata kunci: Tuberkulosis paru, karakteristik penderita

(7)

Abstract

Tuberculosis is one of the world's health problems including Indonesia. Based on the Ministry of Health of the Republic of Indonesia 2019, the incidence of tuberculosis was 319 / 100,000 population and the mortality rate was 40 / 100,000 population in Indonesia in 2017. This study aimed to determine the characteristics of pulmonary TB patients treated outpatient Putri Hijau Hospital Medan in 2017.

This study descriptive with case series design. The population is all pulmonary TB sufferers treated as many as 119 people, and the number of samples is the same as the population. Statistical analysis using Chi-square test. The highest proportion of patients with pulmonary TB in the age group 55-64 years 27.7%, male gender (76.5%), Islam (65.5%), secondary education level (53.8%), entrepreneur (45.4%), and residential areas in Medan City (71.4%), BTA (-) (69.7%), new (85.7%), relapse (52.9%) , category I (85.7%), FDC (fixed dose combination) (95.8%), complete treatment (58.0%), productive age with BTA (-) (85,5%), men with BTA (-) (78,3%), Medan City with BTA (-) (69,9%), and To people who have symptoms that have the potential for pulmonary tuberculosis, so that they should have an early check on the nearest health service and keep the environment clean from the behavior of sufferers who throw phlegm carelessly which causes high transmission.

Keywords: Pulmonary tuberculosis, characteristics of patients

(8)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena kasih karunia dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Karakteristik Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari beberapa pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D. selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. drh. Hiswani, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Drs. Jemadi, M.Kes. selaku Dosen Penguji I dan Sri Novita lubis, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini

(9)

6. Dr. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Direktur dan Kepala Rekam Medik Rumah Sakit Putri Hijau Medan serta seluruh staf yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian.

9. Teristimewa untuk orang tua (Drs. Sarmatua Pardosi, M.Pd. dan Nerti Rajagukguk, S.Pd.) beserta saudara-saudari penulis yang senantiasa memberikan doa dan dukungan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

10. Teman-teman FKM USU yang telah banyak mendukung, semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan demi penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2020

Sahala Pardosi

(10)

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xv

Daftar Istilah xvi

Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Tujuan umum 3

Tujuan khusus 4

Manfaat Penelitian 5

Tinjauan Pustaka 6

Definisi Tuberkulosis 6

Etiologi Tuberkulosis 6

Patogenesis 7

Gejala Penyakit 8

Cara Penularan 8

Diagnosis 8

Klasifikasi Penderita Tuberkulosis Paru 9

Klasifikasi penderita berdasarkan hasil pemeriksaan dahak 9 Klasifikasi penderita berdasarkan riwayat pengobatan 10

Epidemiologi Tuberkulosis 11

Pencegahan Tuberkulosis Paru 13

Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru 16

Landasan Teori 17

Kerangka Konsep 18

Metode Penelitian 19

Jenis Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Populasi dan Sampel 19

Definisi Operasional 19

(11)

Metode Pengumpulan Data 22

Metode Analisis Data 22

Hasil Penelitian 23

Gambaran Umum dan Lokasi penelitian 23

Visi dan misi rumah sakit 24

Pelayanan medis, penunjang medis, dan penunjang umum 25

Analisi Univariat 25

Sosiodemografi 25

Hasil pemeriksaan sputum 27

Riwayat pengobatan sebelumnya 28

Jenis kasus 28

Kategori OAT 29

Sediaan obat 29

Hasil akhir pengobatan 30

Analisi Statistik 30

Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan usia 30

Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan jenis kelamin 31 Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan wilayah tempat tinggal 32

Pembahasan 33

Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Sosiodemografi 33

Usia 33

Jenis kelamin 34

Agama 35

Pendidikan 36

Pekerjaan 37

Wilayah tempat tinggal 38

Distribusi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Sputum 39

Distribusi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya 41

Distribusi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Jenis Kasus 42

Distribusi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Kategori OAT 43

Distribusi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Sediaan Obat 44

Distribusi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan 45

Analisi Statistik 46

Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan usia 46

Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan jenis kelamin 48 Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan wilayah tempat tinggal 49

(12)

Saran 52

Daftar Pustaka 53

Lampiran 56

(13)

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1. Pengelompokkan OAT 14

2. Jenis, Sifat, dan Efek Samping OAT Lini Pertama 15 3. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Sosiodemografi di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 26

4. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Sputum RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 27

5. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya di RS Putri

Hijau Medan Tahun 2017 28

6. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Jenis Kasus di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 29 7. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan

Berdasarkan Kategori OAT di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 29

8. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan Berdasarkan Sediaan Obat di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 30

9. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 30

10. Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Sputum Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan Berdasarkan Usia di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 31

11. Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Sputum Penderita TB Paru yang Dirawat Jalan Berdasarkan Jenis Kelamin di RS Putri Hijau

Medan Tahun 2017 31

(14)

Putri Hijau Medan Tahun 2017 32

(15)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1. Kerangka konsep 18

2. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan usia di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 34 3. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan Jenis Kelamin di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 35 4. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan agama di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 36 5. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan pendidikan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 37 6. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan pekerjaan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 38 7. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan wilayah tempat tinggal di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 39

8. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan hasil pemeriksaan sputum di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 41

9. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya di RS Putri

Hijau Medan Tahun 2017 42

10. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan jenis kasus di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 43 11. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan

berdasarkan kategori OAT di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 44

12. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan sediaan obat di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 45

xiii

(16)

Tahun 2017 47 15. Distribusi proporsi hasil pemeriksaan sputum penderita TB paru yang

dirawat jalan berdasarkan usia di RS Putri Hijau Medan

Tahun 2017 48

16. Distribusi proporsi hasil pemeriksaan sputum penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan jenis kelamin di RS Putri Hijau

Medan Tahun 2017 49

17. Distribusi proporsi hasil pemeriksaan sputum penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan wilayah tempat tinggal di RS

Putri Hijau Medan Tahun 2017 51

(17)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Jadwal Penelitian 56

2 Surat Permohonan Izin Penelitian 57

3 Surat Selesai Penelitian 58

4 Master Data 59

5 Output Analisis Data 70

xv

(18)

AIDS BCG BTA CNR HIV KDT OAT PMO RPJMN TBC WHO

Acquired Immuno Deficiency Syndrome Bacille Calmette-Guerin

Bakteri Tahan Asam Case Notification Rate

Human Immunodeficiency Virus Kombinasi Dosis Tetap

Obat Anti Tuberkulosis Pengawas Meminum Obat

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tuberculosis

World Health Organization

(19)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Sahala Pardosi berumur 22 tahun. Penulis lahir di Tanjungpinang pada tanggal 05 november 1997. Penulis beragama Kristen Protestan, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Sarmatua Pardosi dan Ibu Nerti Rajagukguk.

Pendidikan formal dimulai di Pendidikan sekolah dasar di SDS Kristen Sion Tanjungpinang Tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 5 Tanjungpinang Tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Tanjungpinang Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juli 2020

Sahala Pardosi

xvii

(20)

Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat menyebar ketika orang sakit tuberkulosis paru (TB paru) mengeluarkan bakteri ke udara dengan batuk, yang dapat mengembangkan bakteri jauh lebih tinggi dengan orang yang terinfeksi HIV, juga lebih tinggi dengan orang yang faktor risiko seperti kurang gizi, diabetes militus, dan konsumsi alkohol (WHO, 2017). TB paru disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia, sumber penularan yaitu pasien TB basil tahan asam positif (BTA +) melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati dan pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015).

Pada tahun 2017, seluruh kasus baru di dunia dari tiga teratas berada di negara India (26%), Indonesia (11%) dan Nigeria (9%). Di dunia tahun 2017 terdapat 133/100.000 kasus baru dengan angka kematian 17/100.000 penduduk.

Tuberkulosis menyerang semua negara dan semua kelompok umur secara keseluruhan dari semua kasus tuberkulosis, 90% adalah orang dewasa (berusia ≥ 15 tahun), 64% (84/100.000 penduduk) laki-laki, 9% orang yang hidup dengan HIV (72% dari mereka di Afrika) dan dua pertiga berada di delapan negara yaitu India (27%), Cina (9%), Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%) (WHO, 2018).

. Di indonesia insiden tuberkulosis pada tahun 2017 sebesar 319/100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 40/100.000 penduduk (Kemenkes RI,

(21)

2

2019). Pada tahun 2017 di Indonesia terjadi kasus tuberkulosis, berdasarkan jenis kelamin kasus BTA (+) pada laki-laki lebih tinggi dengan kasus 60,45% dari pada perempuan dengan kasus 39,55%. Menurut kelompok umur, kasus BTA

(+) pada tahun 2017 dari tertinggi ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 20,05%, diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,05%, kelompok umur 25-34 tahun sebesar 19,03%, kelompok umur 15-24 tahun sebesar 16,47%, kelompok umur 55-64 tahun sebesar 15,54%, kelompok umur ≥

65% sebesar 8,67%, dan kelompok umur 0-14 tahun sebesar 1,19% (Kemenkes RI, 2018).

Di Sumatera tahun 2017 terjadi kasus tuberkulosis, berdasarkan jenis kelamin kasus BTA (+) pada laki-laki lebih tinggi dengan kasus 63, 72% dari pada perempuan dengan kasus 36,28%. Menurut kelompok umur, kasus BTA

(+) pada tahun 2017 ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 20,73%, diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,28%, kelompok umur 25- 34 tahun sebesar 18,81%, kelompok umur 55-64 tahun sebesar 16,52%, kelompok umur 15-24 tahun sebesar 14,34%, kelompok umur ≥ 65 tahun sebesar 9,07%, dan kelompok umur 0-14 tahun sebesar 1,25% (Kemenkes RI, 2018).

Pada tahun 2016, jumlah penderita TB paru yang dilaporkan di Provinsi Sumatera Utara sebesar 17.798 orang, sementara jumlah penderita TB paru BTA (+) yang sembuh 69,8% dan pengobatan lengkap sebanyak 4,6% (Kemenkes RI, 2017). Cross Notification Rate (CNR) TB Paru BTA (+) di Sumatera Utara tahun 2016 mencapai 105,02/100.000 penduduk. Prevalensi Kab/Kota tiga tertinggi adalah Kota Medan sebesar 0,13%, Kabupaten Deliserdang sebesar 0,11% dan

(22)

Simalungun sebesar 0,11%. Sedangkan prevalensi tiga Kab/Kota terendah adalah Kabupaten Nias Barat sebesar 50/100.000 penduduk, Pakpak Barat sebesar 67/100.000 penduduk dan Gunung Sitoli sebesar 68/100.000 penduduk (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2017).

Pada tahun 2016 di Kota Medan terjadi kasus tuberkulosis, berdasarkan jenis kelamin kasus BTA (+) pada laki-laki lebih tinggi dengan kasus 66% dari pada perempuan dengan kasus 34%. Sementara jumlah penderita TB paru BTA (+) yang sembuh sebanyak 73,89%, pengobatan lengkap sebanyak 9,73%, dan kematian saat pengobatan sebanyak 2,3/100.000 penduduk. Di Rumah Sakit Putri Hijau tahun 2016 terdapat kasus tuberkulosis dengan jumlah kasus 109 dengan BTA (+) 32 jiwa (Dinkes Kota Medan, 2017).

Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Putri Hijau terdapat 119 kasus tuberkulosis paru pada tahun 2017. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita TB Paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita TB Paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Mengetahui karakteristik penderita TB Paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

(23)

4

Tujuan khusus.

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan sosiodemografi yaitu usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan wilayah tempat tinggal di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

c. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

d. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan jenis kasus TB paru di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

e. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan kategoti OAT di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

f. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan sediaan obat di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

g. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan hasil akhir pengobatan di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

h. Mengetahui distribusi proporsi hasil pemeriksaan penderita TB Paru berdasarkan usia di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

i. Mengetahui distribusi proporsi hasil pemeriksaan penderita TB Paru berdasarkan jenis kelamin di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

j. Mengetahui distribusi proporsi hasil pemeriksaan penderita TB Paru berdasarkan wilayah tempat tinggal di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

(24)

Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait yaitu Rumah Sakit Putri Hijau Medan sehingga dapat meningkatkan program pelaksanaan yang berkaitan dengan TB paru.

b. Sarana dalam menambah ilmu pengetahuan serta pengalaman bagi peneliti tentang TB paru dan untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh peneliti selama di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

c. Bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan TB paru.

(25)

Tinjauan Pustaka

Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil (Kemenkes RI, 2017). Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, yaitu M.tuberculosis, M.africanum, M.bovis, dan M.Leprae. Tuberkulosis ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global (Kemenkes RI, 2019).

Etiologi Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis bakteri berbentuk batang

tipis berukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron (Widoyono, 2005). Sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak / lipid sehingga bakteri mampu tahan terhadap asam, serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.

Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi yang menjadi tempat kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Somantri, 2008). Bakteri ini mati pada pemanasan 100˚C selama 5- 1- menit atau pada pemanasan 60˚C selama 30 menit. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara dan ditempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan (Widoyono, 2005). Bakteri sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.

Paparan langsung terhadap sinar ultra violet sebagian besar bakteri

6

(26)

akan mati dalam waktu beberapa menit dan dalam dahak pada suhu antara 30- 37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu (Kemenkes RI, 2017).

Patogenesis Tuberkulosis

Menurut (Djojodibroto, 2017), patogenesis tuberkulosis paru dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Infeksi primer

Orang yang terinfeksi basil tuberkulosis untuk yang pertama, pada mulanya hanya memberikan reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran pernapasan, hal ini disebabkan Karena tubuh kita tidak mempunyai pengalaman dengan basil tuberculosis. Hanya proses fagositosis oleh makrofag saja yang dihadapi dengan basil tuberkulosis. Namun makrofag yang memfagositosis belum diaktifkan. Selama periode tersebut, basil tuberkulosis berkembang biak dengan bebas baik ekstraseluler maupun intraseluler di dalam sel yang memfagositosisnya. Selama tiga minggu terinfeksi basil tuberkulosis, tubuh baru mengenal seluk-beluk basil tuberculosis. Setelah 3-10 minggu basil akan mendapat perlawanan yang berarti mekanisme sistem pertahann tubuh, timbul reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pembentukan pertahanan imunitas seluler akan lengkap setelah 10 minggu.

2. Infeksi Pascaprimer

Orang yang pernah mengalami infeksi primer biasanya mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil tuberkulosis, hal ini dapat terlihat pada tes tuberkulin yang menimbulkan hasil reaksi positif. Jika orang sehat yang pernah mengalami infeksi primer mengalami penurunan daya tahan tubuh, ada

(27)

8

kemungkinan terjadi reaktivasi basil tuberkulosis yang sebelumnya berada dalam keadaan dorman. Reaktivasi biasanya terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer. Penurunan daya tahan tubuh dapat disebabkan oleh bertambahnya umur, alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, diabetes melitus, dan HIV/AIDS.

Gejala Penyakit Tuberkulosis

Gejala penyakit tuberkulosis adalah batuk disertai dahak selama 2 minggu.

Batuk dapat diikuti dengan gejala lain seperti dahak bercampur darah, batuk darah, napas sesak, berkeringat pada malam hari tanpa ada aktivitas fisik, demam meriang lebih dari satu bulan, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, dan malaise (Kemenkes RI, 2019).

Cara Penularan Tuberkulosis

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis yang secara inhalasi biasanya proses terjadinya infeksi, sehingga tuberkulosis paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien tuberkulosis paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA) (Sudoyo dkk, 2010).

Diagnosis Tuberkulosis

Menurut (Djojodibroto, 2017), Diagnosis tuberkulosis paru dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Tuberkulosis paru (definite PTB)

Diagnosis seperti ini ditegakkan jika semua hasil prosedur diagnostik yang

(28)

mendukung diagnosis pasti. Prosedur diagnistik tuberkulosis adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik.

2. Tuberkulosis paru tersangka (suspect TB)

Dari semua hasil prosedur diagnostik yang dilakukan, hanya hasil pemeriksaan bakteriologik saja yang masih negatif. Pasien ini diobati dengan antibiotik yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan M. tuberculosis selama satu minggu untuk mengesampingkan pneumonia. Jika tidak terdapat perbaikan klinis maupun radiologi, segera diberi obat dengan obat anti tuberkulosis (OAT) selama tiga bulan.

3. Bekas tuberkulosis paru (old pulmonary TB)

Pasien yang telah sembuh dari tuberkulosis paru yang datang ke dokter karena terdapat keluhan pada sistem pernapasan.

Klasifikasi Penderita Tuberkulosis Paru

Menurut Kementerian Kesehatan RI, (2011), Klasifikasi penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua, yaitu:

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan bakteri TB positif.

(29)

10

d. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

b. Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT bagi pasien dengan HIV negatif.

d. Ditentukan pertimbangan oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu) pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.

2. Kasus yang sebelumnya diobati

a. Kasus kambuh (Relaps). Kasus kambuh adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

(30)

b. Kasus setelah putus berobat (Default). Kasus setelah putus berobat adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

c. Kasus setelah gagal (Failure). Kasus setelah gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

3. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya.

4. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, seperti tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, dan kembali diobati dengan BTA negatif.

Epidemiologi Tuberkulosis Paru

Berdasarkan orang. Pada tahun 2016 di Indonesia terjadi kasus tuberkulosis, berdasarkan jenis kelamin kasus BTA (+) pada laki-laki lebih tinggi dengan kasus 61% dari pada perempuan dengan kasus 39%. Menurut kelompok umur, kasus BTA (+) pada tahun 2016 ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 19,82%, diikuti kelompok umur 25-34 tahun sebesar 19,69%, kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,12%, kelompok umur 15-24 tahun sebesar 16,33%, kelompok umur 55-64 tahun sebesar 15,44%, kelompok umur ≥ 65 tahun sebesar 8,64%, dan kelompok umur 0-14 tahun sebesar 0,96% (Kemenkes RI, 2017).

(31)

12

Pada tahun 2017 di Indonesia terjadi kasus tuberkulosis dengan peningkatan dua kali lebih banyak, berdasarkan jenis kelamin kasus BTA (+) pada laki-laki lebih tinggi dengan kasus 58,11% dari pada perempuan dengan kasus 41,89%. Menurut kelompok umur, kasus BTA (+) pada tahun 2016 ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 20,05%, diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,05%, kelompok umur 25-34 tahun sebesar 19,03%, kelompok umur 15-24 tahun sebesar 16,47%, kelompok umur 55-64 tahun sebesar 15,54%, kelompok umur ≥ 65 tahun sebesar 8,67%, dan kelompok umur 0-14 tahun sebesar 1,19% (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan tempat. Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global, indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai beban tuberkulosis yang terbesar diantara 8 negara yaitu India (27%), China (9%), Indonesia (8%), Philippina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%). Dari data Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2018, terdapat tiga provinsi pada tahun 2018 dengan case notification rate (CNR) teritinggi adalah DKI Jakarta 410/100.000 penduduk,

Sulawesi Selatan 357/100.000 penduduk, dan Papua 347/100.000 penduduk, dimana pada tahun 2017 CNR DKI Jakarta 366/100.000 penduduk, Sulawesi Selatan 197/100.000 penduduk, dan Papua 312/100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2019).

Berdasarkan waktu. Jumlah kasus tuberkulosis di indonesia pada tahun 2018 ditemukan meningkat 4,72% bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2017. Target prevalensi tuberkulosis tahun 2017

(32)

dalam RPJMN sebesar 262/100.000 penduduk dengan capaian sebesar 254/100.000 penduduk dan pada tahun 2018 target sebesar 254/100.000 penduduk dengan capaian sebesar 250/100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2019).

Pencegahan Tuberkulosis Paru

Pencegahan primer. Pencegahan tingkat pertama yang dilakukan agar tidak terpapar tuberkulosis, hal yang harus dilakukan adalah pemeriksaan sputum dengan case finding, isolasi penderita saat menjalani pengobatan, ventilasi harus baik sehingga masuk udara maupun cahaya matahari, kepadatan penduduk dikurangi, pesteurisasi susu sapi, dan membunuh hewan yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan

memperbaiki standar hidup seperti memakan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna, tidur cukup serta teratur, melakukan olahraga ditempat udara segar, dan vaksinasi BCG (Alsagaff & Mukty, 2005).

Pencegahan sekunder. Pencegahan tingkat kedua dengan cara mengobati penderita yang sakit dengan obat anti tuberkulosis (Alsagaff & Mukty, 2005).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2017), Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan tuberkulosis. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO sampai selesai pengobatan, pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan.

(33)

14

1. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah bakteri yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil bakteri yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.

Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.

2. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa bakteri yang masih ada dalam tubuh, khususnya bakteri persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Obat anti tuberkulosis (OAT) menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), jenis obat anti tuberkulosis yang digunakan di Indonesia sebagai berikut:

Tabel 1

Pengelompokan OAT

Golongan dan Jenis Obat

Golongan-1Obat Lini Isoniazid (H) Pyrazinamide (Z) Ethambutol (E) Rifampicin (R) Pertama

Streptomycin (S)

Golongan-2/Obat Kanamycin (Km) Amikacin (Am)

suntik/Suntikan lini kedua Capreomycin (Cm)

Golongan-3/Golongan Ofloxacin (Ofx) Moxifloxacin (Mfx) Floroquinolone Levofloxacin (Lfx)

Golongan-4/Obat Ethionamide (Eto) Para amino salisilat Prothionamide (Pto) (PAS)

bakteriostatik lini kedua

Cycloserine (Cs) Terizidone (Trd)

Golongan-5/Obat yang Clofazimine (Cfz) Thioacetazone (Thz) belum terbukti efikasinya Linezolid (Lzd) Clarithromycin (Clr) dan tidak Amoxilin-Clavulanate Imipenem (Ipm) direkomendasikan WHO (Amx-Clv)

(34)

Tabel 2

Jenis, Sifat, dan Efek Samping OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid (H) Bakteriosidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan fungsi hati, kejang

Flu syndrome, gangguan

gastrointestinal. Urine berwarna

Rifampisin (R) Bakteriosidal merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni, demam, skin

rash,sesaknafas,anemia

hemolitik

Pirazinamis (Z) Bakteriosidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout artritis

Nyeri ditempat suntikan,

gangguan keseimbangan dan

Streptomisin (S) Bakteriosidal pendengaran, renjatan anafilaktik,

anemia, agranulositosis,

trombositopeni

Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan,

Paduan obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia:

1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) 4. Kategori Anak: 2HRZ/4HR.

5. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.

(35)

16

6. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 obat.

7. Jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.

Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

8. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Pencegahan tersier. Pencegahan tingkat ketiga yang bertujuan mencegah kecacatan maupun kematian karena gagal pengobatan, rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi fisik maupun psikologi, dan peningkatan gizi.

Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2017), hasil pengobatan tuberkulosis paru dikategorikan menjadi:

1. Sembuh

Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.

2. Pengobatan lengkap

Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.

(36)

3. Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selamamasa pengobatan; atau kapan saja dalam masa pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.

4. Meninggal

Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan.

5. Putus berobat (loss to follow-up)

Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih.

6. Tidak dievaluasi

Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah “pasien pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.

Landasan Teori

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan olehmycrobacterium tuberculosis dan bersifat menular. Penularan melalui udara (droplet nuclei) saat penderita batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur dan terhirup kedalam paru yang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan

(37)

18

(Widoyono, 2005). Mengacu dari tinjauan teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru host, agent, lingkungan faktor penentu yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemic TBC baik periode prepatogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan dalam bagan

“Segitiga Epidemiologi TB Paru”.

Kerangka Konsep

Kerangka konsep tentang karakteristik penderita tuberkulosis paru, sebagai berikut:

Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru 1. Sosiodemografi

a. Usia

b. Jenis kelamin c. Agama d. Pendidikan e. Pekerjaan

f. Wilayah tempat tinggal 2. Hasil pemeriksaan sputum 3. Riwayat pengobatan sebelumnya 4. Jenis Kasus TB paru

5. Kategori OAT 6. Sediaan obat

7. Hasil akhir pengobatan

Gambar 1. Kerangka konsep

(38)

Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Putri Hijau Medan dengan alasan tersedianya data yang dibutuhkan dan belum pernah dilaksankan penelitian tentang karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan tahun 2017.

Waktu penelitian. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai dari bulan agustus sampai bulan juli 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita TB Paru yang tercatat di Rumah Sakit Putri Hijau Medan tahun 2017 sebanyak 119 orang.

Sampel. Sampel penelitian ini adalah semua penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Putri Hijau Medan tahun 2017. Jumlah sampel sama dengan jumlah populasi.

Definisi Operasional

1. Usia adalah usia penderita saat berobat sesuai dengan yang tertera di kartu status, yang dikategorikan atas (Kementerian Kesehatan RI 2019):

a. 15-24 tahun b. 25-34 tahun c. 35-44 tahun d. 45-54 tahun e. 55-64 tahun f. ≥ 65 tahun

(39)

20

Untuk analisis statistik usia dikategorikan menjadi (Dinkes Kota Medan 2017) : a. Usia produktif yakni 15-64 tahun

b. Usia tua yakni ≥ 65 tahun

2. Jenis kelamin adalah karakteristik penderita sesuai dengan yang tertera di kartu status, yang dikategorikan menjadi:

a. Laki-laki b. Perempuan

3. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh penderita sesuai dengan yang tertera di kartu status, yang dikategorikan atas (Badan Pusat Statistik Kota Medan 2018) :

a. Islam b. Protestan c. Katolik d. Budha

4. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh responden, yang dikategorikan atas:

a. Rendah (Tidak tamat SD/SD) b. Menengah (SMP/SMA)

c. Tinggi (Akademi/Perguruan tinggi)

5. Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan setiap hari oleh penderita, yang dikategorikan atas:

a. ABRI

b. Pegawai Negeri c. Wiraswasta

d. Pelajar/Mahasiswa e. Ibu rumah tangga

(40)

6. Wilayah tempat tinggal adalah tempat dimana penderita berdomisili, dikategorikan menjadi:

a. Kota Medan b. Luar Kota Medan

7. Hasil pemeriksaan sputum adalah hasil pemeriksaan dahak penderita sebelum dilakukan pengobatan, dikategorikan menjadi:

a. BTA (+) b. BTA (-)

8. Riwayat pengobatan sebelumnya adalah riwayat pengobatan tuberkulosis paru yang dilihat dari pengobatan sebelumnya, yaitu:

a. Baru (belum pernah diobati/ pernah diobati kurang dari 1 bulan) b. Lama (pernah diobati lebih dari 1 bulan)

9. Jenis Kasus TB paru adalah jenis kasus TB paru pada penderita setelah dilakukan pengobatan, yaitu :

a. Kambuh

b. Gagal pengobatan

10. Kategori OAT adalah paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia, dikategorikan menjadi:

a. Kategori I b. Kategori II

11. Sediaan obat adalah pasien yang menggunakan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia, yaitu :

a. KDT (Kombinasi dosis tetap) b. Kombipak

(41)

22

12. Hasil akhir pengobatan adalah hasil akhir pengobatan penderita dilihat dari terakhir kali penderita berkunjung ke rumah sakit, dikategorikan menjadi : a. Sembuh

b. Pengobatan lengkap c. Putus berobat d. Tidak dievaluasi Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dari data sekunder yang berasal dari rekam medis penderita tuberkulosis paru di poli paru Rumah Sakit Putri Hijau Medan tahun 2017.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan bantuan program komputer.

Data dianalisis menggunakan uji statistik deskriptif dan data disajikan dalam bentuk narasi, tabel, tabulasi silang mau pun diagram.

(42)

Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian

Pada tahun 1950 atas prakarsa dokter militer yang diketuai Letkol dr. Moh.

Majoedin mendirikan sebuah Tempat Perawatan Asrama (TPA) yang berlokasi di Jalan Banteng 2A Medan. TPA ini dipergunakan untuk merawat anggota tentara maupun keluarga yang menderita penyakit ringan, sedangkan untuk penyakit berat dirawat di RST Pematang Siantar. TPA ini memiliki fasilitas 10 tempat tidur, laboratorium kecil, kamar obat, kamar suntik, kamar bedah kecil serta dapur. Pada tahun 1951 Letkol Dr. Moh Majoedin sekaligus selaku Kepala Dinas Kesehatan Tk II menerima penyerahan 4 buah bangsal Rumah Sakit Verenigde Deli Maatschkapy (VDM), yaitu RS PTPN II (dahulu RS PTP IX / Tembakau Deli) yang sebelumnya dipergunakan oleh Belanda untuk merawat Tentara Belanda yang sakit dan berlokasi di Jalan Putri Hijau Medan. Dengan diserah terimanya VDM tersebut maka TPA berubah menjadi Rumah Sakit Putri Hijau, yang untuk pertama kalinya pada tahun 2006 seorang wanita memimpin Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan yaitu Kolonel dr. Titut Sri Endartini, MARS.

Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB, sekarang menjadi rumah sakit kebanggaan prajurit di wilayah Kodam I/BB dan sekaligus sebagai rumah sakit rujukan wilayah barat Indonesia dengan di dukung sarana dan prasarana yang makin memadai dan tenaga dokter spesialis dan sub spesialis yang makin lengkap dalam era reformasi, tuntutan masyarakat pada pelayanan yang lebih baik makin meningkat, sehingga berbagai upaya penyempurnaan dan perbaikan

(43)

24

kualitas pelayanan kepada masyarakat terus dilakukan secara bertahap, sehingga sekarang telah terakreditasi 5 pelayanan dasar sesuai dengan sertifikat akreditasi Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : HK.03.05/III/760 /11 tanggal 17 Maret 2011 yang sekarang dipimpin oleh dr. Mhd. Irsan Basyroel, Sp.KK.

Visi dan misi Rumah Sakit TK-II Putri Hijau Medan. Visi dan misi Rumah Sakit TK-II Putri Hijau Medan dijelaskan sebai berikut.

Visi. Menjadi rumah sakit dambaan warga TNI dan masyarakat dikawasan

barat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Misi. Beberapa misi Rumah Sakit TK-II Putri Hijau Medan yaitu:

1. Memberikan dukungan dan pelayanan kesehatan yang tepat, akurat bagi personil beserta keluarga TNI secara profesional.

2. Turut berperan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan yang bermanfaat secara optimal, sesuai kemampuan masyarakat.

3. Memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, tepat dan akurat bagi personil TNI, PNS dan keluarganya.

4. Memberikan dukungan kesehatan yang handal dalam mendukung tugas pokok TNI.

5. Memberikan pelayanan yang ramah, terjangkau dan professional bagi masyarakat Medan dan sekitarnya dengan memanfaatkan fasilitas lebih yang ada di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB.

6. Turut meningkatkan pengembangan pendidikan kesehatan di Kota Medan dan sekitarnya.

(44)

Pelayanan medis, penunjang medis, dan penunjang umum Rumah Sakit TK-II Putri Hijau Medan. Rumah Sakit TK-II Putri Hijau Medan dilengkapi berbagai prasarana-prasarana yang terdiri dari pengumpulan, pengolahan dan penyajian data pelayanan medik rumah sakit, menyiapkan formulir pelayanan medik, pembuatan visum pasien, pelayanan administrasi jasa raharja rumah sakit dan asuransi, pelayanan rekam medik rawat inap dan rawat jalan, pelayanan administrasi medical check-up, pelayanan administrasi akte kelahiran, pelayanan administrasi evakuasi pasien, melaksanakan dan menunjang dukungan alat kesehatan, memberikan arahan kepada personel pelayana medis dalam melaksanakan tugas sehari-hari, membuat perencanaan kerja, bertanggung jawab kepada karumkit, merencanakan, menyusun dan merumuskan program kerja di bidang penunjang umum, merencanakan pengadaan dan pemeliharaan, inventarisasi, distribusi material/fasilitas umum rumah sakit, melakukan perencanaan dan pengendalian material umum dan fasilitas rumah sakit, menyusun, mengevaluasi materil dan fasilitas umum rumah sakit, melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada kepala rumah sakit.

Analisis Univariat

Sosiodemografi penderita TB paru. Distribusi proporsi karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan sosiodemografi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(45)

26

Tabel 3

Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Sosiodemografi yang meliputi Usia, Jenis kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, dan Wilayah Tempat Tinggal di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Sosiodemografi n %

Usia

15-24 tahun 17 14,3

25-34 tahun 11 9,2

35-44 tahun 18 15,1

45-54 tahun 27 22,7

55-64 tahun 33 27,7

≥ 65 tahun 13 11,0

Kategori Usia

Usia produktif 106 89,1

Usia tua 13 10,9

Jenis Kelamin

Laki-laki 91 76,5

Perempuan 28 23,5

Agama

Islam 78 65,5

Protestan 39 32,9

Katolik 1 0,8

Budha 1 0,8

Pendidikan

Rendah 27 22,7

Menengah 64 53,8

Tinggi 28 23,5

Pekerjaan

ABRI 9 7,6

Pegawai Negeri 28 23,5

Wiraswasta 54 45,4

Pelajar/ Mahasiswa\ 3 2,5

Ibu rumah tangga 25 21,0

Wilayah Tempat Tinggal

Kota Medan 85 71,4

Luar Kota Medan 34 28,6

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang di rawat jalan berdasarkan usia adalah kelompok usia 55- 64 tahun adalah sebesar 27,7% (33 orang), sedangkan proporsi terendah adalah kelompok usia 25-34 tahun adalah sebesar 9,2% (11 orang). Proporsi tertinggi

(46)

penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan kategori usia adalah usia produktif sebesar 89,1% (106 orang), sedangkan proporsi terendah adalah usia tua sebesar 10,9% (13 orang). Proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki sebesar 76,5% (91 orang), sedangkan proporsi terendah adalah perempuan sebesar 23,5% (28 orang). Proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan agama adalah Islam sebesar 65,5% (78 orang), sedangkan proporsi terendah adalah Katolik dan Budha sebesar 0,8% (1 orang). Proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan pendidikan adalah menengah sebesar 53,8% (64 orang), sedangkan proporsi terendah adalah rendah sebesar 22,7% (27 orang). Proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan pekerjaan adalah wiraswasta sebesar 45,5% (54 orang), sedangkan proporsi terendah adalah pelajar/ mahasiswa sebesar 2,5% (3 orang). Proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan wilayah tempat tinggal adalah Kota Medan sebesar 71,4% (85 orang), sedangkan proporsi terendah adalah luar Kota Medan sebesar 28,6% (34 orang).

Hasil pemeriksaan sputum penderita TB paru. Distribusi proporsi karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4

Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Hasil Pemeriksaan di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Hasil Pemeriksaan n %

BTA (+) 36 30,3

BTA (-) 83 69,7

(47)

28

Berdasarkan tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan hasil pemeriksaan adalah BTA (-) sebesar 69,7% (83 orang), sedangkan proporsi terendah adalah BTA (+) sebesar 30,3% (36 orang).

Riwayat pengobatan sebelumnya penderita TB paru. Distribusi proporsi karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan pengobatan sebelumnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5

Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Riwayat Pengobatan

n %

Sebelumnya

Baru 102 85,7

Lama 17 14,3

Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya adalah baru sebesar 85,7% (102 orang), sedangkan proporsi terendah adalah lama sebesar 14,3% (17 orang).

Jenis kasus penderita TB paru. Distribusi proporsi karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan jenis kasus TB paru dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(48)

Tabel 6

Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis Kasus TB Paru di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Jenis Kasus TB paru n %

Kambuh 9 52,9

Gagal pengobatan 8 47,1

Berdasarkan tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan jenis kasus TB paru adalah kambuh sebesar 52,9% (9 orang), sedangkan proporsi terendah adalah gagal pengobatan sebesar 47,1% (8 orang).

Kategori OAT penderita TB paru. Distribusi proporsi karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan kategori OAT dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7

Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kategori OAT di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Kategori OAT n %

Kategori I 102 85,7

Kategori II 17 14,3

Berdasarkan tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan kategori OAT adalah kategori I sebesar 85,7% (102 orang), sedangkan proporsi terendah adalah kategori II sebesar 14,3% (17 orang).

Sediaan obat penderita TB paru. Distribusi proporsi karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan sediaan obat dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(49)

30

Tabel 8

Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Sediaan Obat di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Sediaan Obat n %

KDT (kombinasi dosis

114 95,8

tetap)

Kombipak 5 4,2

Berdasarkan tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan sediaan obat adalah KDT (kombinasi dosis tetap) sebesar 95,8% (114 orang), sedangkan proporsi terendah adalah kombipak sebesar 4,2% (5 orang).

Hasil akhir pengobatan penderita TB paru. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan hasil akhir penderitaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 9

Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di Rumah Sakit Umum Putri Hijau Medan Tahun 2017

Hasil Akhir Pengobatan n %

Sembuh 31 26,1

Pengobatan Lengkap 69 58,0

Putus Berobat 1 0,8

Tidak dievaluasi 18 15,1

Berdasarkan tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan hasil akhir pengobatan adalah pengobatan lengkap sebesar 58,0% (69 orang), sedangkan proporsi terendah adalah putus berobat sebesar 0,8% (1 orang).

(50)

Analisis Statistik

Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan usia penderita TB paru.

Distribusi proporsi hasil pemeriksaan penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan usia penderita TB paru dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 10

Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Usia di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Hasil Pemeriksaan

Total

Usia BTA (+) BTA (-)

n % n % n %

Produktif 35 97,2 71 85,5 106 89,1

Tua 1 2,8 12 14,5 13 10,9

Berdasarkan tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru dengan usia produktif pada hasil pemeriksaan BTA (+) sebesar 97,2% (35 orang), sedangkan pada hasil pemeriksaan BTA (-) sebesar 85,5% (71 orang).

Proporsi penderita TB paru dengan usia tua pada hasil pemeriksaan BTA (+) sebesar 2,8% (1 orang), sedangkan pada hasil pemeriksaan BTA (-) sebesar 14,5%

(12 orang).

Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan jenis kelamin penderita TB paru. Distribusi proporsi hasil pemeriksaan penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan jenis kelamin penderita TB paru dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(51)

32

Tabel 11

Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Hasil Pemeriksaan

Total

Jenis Kelamin BTA (+) BTA (-)

n % n % n %

Laki-laki 26 72,2 65 78,3 91 76,5

Perempuan 10 27,8 18 21,7 28 23,5

Berdasarkan tabel 11 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru dengan jenis kelamin laki-laki pada hasil pemeriksaan BTA (+) sebesar 72,2% (26 orang), sedangkan pada hasil pemeriksaan BTA (-) sebesar 78,3% (65 orang). Proporsi penderita TB paru dengan jenis kelamin perempuan pada hasil pemeriksaan BTA (+) sebesar 27,8% (10 orang), sedangkan pada hasil pemeriksaan BTA (-) sebesar 21,7% (18 orang).

Hasil pemeriksaan sputum berdasarkan wilayah tempat tinggal penderita TB paru. Distribusi proporsi hasil pemeriksaan penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan wilayah tempat tinggal penderita TB paru dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 12

Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal di Rumah Sakit Putri Hijau Medan Tahun 2017

Wilayah Tempat Hasil Pemeriksaan

Total

BTA (+) BTA (-)

Tinggal

n % n % n %

Kota Medan 27 75,0 58 69,9 85 71,4

Luar Kota Medan 9 25,0 25 30,1 34 28,6

Berdasarkan tabel 12 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru dengan wilayah tempat tinggal di Kota Medan pada hasil pemeriksaan BTA (+) sebesar 75,0% (27 orang), sedangkan pada hasil pemeriksaan BTA (-) sebesar

(52)

69,9% (58 orang). Proporsi penderita TB paru dengan wilayah tempat tinggal di Luar Kota Medan pada hasil pemeriksaan BTA (+) sebesar 25,0% (9 orang), sedangkan pada hasil pemeriksaan BTA (-) sebesar 30,1% (25 orang).

(53)

Pembahasan

Sosiodemografi Penderita TB Paru

Usia penderita TB paru. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan usia dapat dilihat pada gambar berikut:

Usia 30

25 20 15 10 5 0

27.7

22.7

14.3 15.1

9.2

15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 ≥ 65 tahun

tahun tahun tahun tahun tahun

Gambar 2. Diagram bar distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan usia yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017

Berdasarkan gambar 2 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang di rawat jalan berdasarkan usia adalah kelompok usia 55- 64 tahun sebesar 27,7% (33 orang), sedangkan proporsi terendah adalah kelompok usia 25-34 tahun sebesar 9,2% (11 orang).

Seluruh pasien TB paru, sebanyak 75% pasiennya terdapat diusia produktif (Sudoyo dkk, 2010), dan berdasarkan kementerian kesehatan RI tahun 2017 kelompok paling rentan tertular merupakan kelompok usia produktif, karena pada usia produktif masyarakat sedang melakukan aktifitas sehari-hari seperti

34

11

(54)

sekolah, kuliah, dan bekerja. Pada usia 25-34 tahun lebih rendah, karena di usia tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja dan berkarir sehingga sangat sedikit waktu yang diluangkan untuk melihat kondisi kesehatan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitria dkk (2017) di Puskesmas Rujukan Mikroskopis Kabupaten Aceh Besar. Proporsi umur penderita tertinggi yaitu 55-64 tahun sebesar 26,53% (13 orang).

Jenis kelamin penderita TB paru. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar berikut:

Jenis Kelamin

23.5

Laki-laki Perempuan

76.5

Gambar 3. Diagram pie distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan jenis kelamin yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017

Berdasarkan gambar 3 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan jenis kelamin adalah proporsi laki-laki 76,5%

(91 orang), lebih tinggi dibandingkan perempuan 23,5% (28 orang).

Gambaran diseluruh dunia menunjukkan pada pasien ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada penderita perempuan karena lebih

(55)

36

banyak laki-laki melakukan aktifitas dilingkungan terbuka (Widoyono, 2005), dan berdasarkan kementerian kesehatan RI tahun 2017 hasil survei prevalensi TB adalah laki-laki lebih banyak terkena TB dari pada perempuan, karena lebih banyak laki-laki yang merokok mau pun mengonsumsi alkohol yang merupakan faktor resiko terinfeksi TB paru. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Azwar dkk (2017) di RSUD Ulin Banjarmasin. Proporsi jenis kelamin penderita tertinggi yaitu laki-laki sebesar 84,2% (16 orang).

Agama penderita TB paru. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan agama dapat dilihat pada gambar berikut:

Agama

70 65.5

60 50

40 32.9

30 20 10

0.8 0.8

0

Islam Protestan Katolik Budha

Gambar 4. Diagram bar distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan agama yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017

Berdasarkan gambar 4 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan agama adalah Islam sebesar 65,5% (78 orang), sedangkan proporsi terendah adalah Katolik dan Budha sebesar 0,8% (1 orang).

(56)

Berdasarkan data Kota Medan tahun 2020, seluruh penduduk di Kota Medan yang beragama islam berada diurutan paling atas dengan persentasi 65,78% (BPS Kota Medan, 2020), sehingga lebih banyak pasien yang beragama islam yang dirawat di R.S. Putri Hijau. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasibuan (2019) di Rumah Sakit Umum Haji Medan. Proporsi agama penderita tertinggi yaitu Islam sebesar 88,3% (197 orang).

Pendidikan penderita TB paru. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut:

Pendidikan

22.7

Menengah Tinggi

53.8

Rendah 23.5

Gambar 5. Diagram pie distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan pendidikan yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017

Berdasarkan gambar 5 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan pendidikan adalah menengah sebesar 53,8% (64 orang), sedangkan proporsi terendah adalah rendah sebesar 22,7% (27 orang).

(57)

38

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi jumlah kasus yang meningkat karena kurangnya pengetahuan tentang pendidikan kesehatan dan perbaikan lingkungan pada masyarakat seperti menghindari lingkungan penduduk yang terlalu padat (Sudoyo dkk, 2010). Proporsi pendidikan rendah, lebih sedikit karena kebanyakan yang pendidikan rendah adalah ibu rumah tangga, dimana ibu rumah tangga lebih sering ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas untuk cek kesehatan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widyastuti dkk (2019) di Poli Paru RSUP Sanglah Denpasar Bali. Proporsi pendidikan penderita tertinggi yaitu SMA sebesar 57,5% (23 orang).

Pekerjaan penderita TB paru. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada gambar berikut:

Pekerjaan

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

45.4

23.5

21

7.6

2.5

ABRI Pegawai Wiraswasta Pelajar/ Ibu rumah

Negeri Mahasiswa tangga

Gambar 6. Diagram bar distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan pekerjaan yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017

Berdasarkan gambar 6 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan pekerjaan adalah wiraswasta

(58)

sebesar 45,5% (54 orang), sedangkan proporsi terendah adalah pelajar/ mahasiswa sebesar 2,5% (3 orang).

Hal ini memungkinkan keletihan saat bekerja, menghirup udara yang tidak sehat, pendapatan keluarga kurang yang tidak dapat memenuhi kehidupan yang sehat (Sudoyo dkk, 2010). Walaupun setiap orang dapat terkena TB paru, bakteri ini berkembang pesat pada masyarakat miskin (Kemenkes RI, 2019). Wiraswasta lebih tinggi sebab jam kerjanya lebih banyak bertemu orang sebagai pelanggan sedangkan pelajar/ mahasiswa lebih rendah karena tinggi pengetahuan tentang personal hygiene dan lebih diterapkan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Muthiah dkk (2019) di Kota Bandung. Proporsi pekerjaan penderita tertinggi yaitu Wiraswasta sebesar 48,0% (24 orang).

Wilayah tempat tinggal penderita TB paru. Distribusi proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan wilayah tempat tinggal dapat dilihat pada gambar berikut:

Wilayah Tempat Tinggal

28.6

Kota Medan Luar Kota Medan

71.4

Gambar 7. Diagram pie distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan wilayah tempat tinggal yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017

(59)

40

Berdasarkan gambar 7 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB paru yang dirawat jalan berdasarkan wilayah tempat tinggal adalah proporsi Kota Medan sebesar 71,4 % (85 orang), lebih tinggi dibandingkan luar Kota Medan sebesar 28,6% (34 orang).

Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Putri Hijau Medan, pelayanan kesehatan imuninsasi TB paru masih berjalan dan pada tahun 2017 pasien TB paru paling banyak terdapat di kecamatan Medan Barat sebanyak 41 pasien. Tuberkulosi paru biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim yang memungkinkan bakteri ini dapat berkembang biak didaerah yang kelembapan udaranya tinggi (Somantri, 2008), dan berdasarkan kementerian kesehatan RI tahun 2017 lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan TB serta ruang sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari akan meningkatkan resiko penularan.

Hasil Pemeriksaan Sputum Penderita TB Paru

Distribusi proporsi karakteristik penderita TB paru yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017 berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar

Gambar 2. Diagram bar distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan usia  yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017
Gambar  3.  Diagram  pie  distribusi  proporsi  penderita  TB  paru  berdasarkan  jenis  kelamin yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017
Gambar 4. Diagram bar distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan agama  yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017
Gambar  5.  Diagram  pie  distribusi  proporsi  penderita  TB  paru  berdasarkan  pendidikan yang dirawat jalan di RS Putri Hijau Medan Tahun 2017
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pelaksanaan rujukan yang ada di Indonesia mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: (a) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan

Menurut konsorsium ilmu kesehatan (dalam Hidayat, 2008) peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan patienst safety yaitu memberikan perawatan langsung; mendidik pasien dan

Dalam Mulyana (2007: 197) Faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, uang jajan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu,

Dalam tulisan ini dipaparkan analisis perhitungan untuk menentukan koreksi penunjukkan dan analisis ketidakpastian dalam kalibrasi timbangan non-otomatis.Metoda yang

tentang pacaran dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi terhadap mitos – mitos tentang

Untuk soal nomor 81 - 90, masing-masing soal merupakan deret yang belum selesai. Selesaikanlah rsebut dengan memilih salah satu altematif yang disediakan, yang Anda anggap

Profesi drag queen yakni seorang laki-laki berpakaian seperti perempuan, dimana Judith Butler menjelaskan bahwa profesi ini hanya melakukan tindakan performative

Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) agar dapat berjalan dengan baik, dengan pemanfaatan dana Bantuan