NILAI EKONOMI DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA LEBAH MADU OLEH MASYARAKAT
D I S E K I T A R K A W A S A N H U T A N (STUDI KASUS DI DESA AORNAKAN I
DAN KUTA TINGGI, KABUPATEN PAKPAK BHARAT)
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022 SKRIPSI
AINA PASYA
171201101
NILAI EKONOMI DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA LEBAH MADU OLEH MASYARAKAT
D I S E K I T A R K A W A S A N H U T A N (STUDI KASUS DI DESA AORNAKAN I
DAN KUTA TINGGI, KABUPATEN PAKPAK BHARAT)
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022 SKRIPSI
OLEH:
AINA PASYA
171201101
NILAI EKONOMI DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA LEBAH MADU OLEH MASYARAKAT
D I S E K I T A R K A W A S A N H U T A N (STUDI KASUS DI DESA AORNAKAN I
DAN KUTA TINGGI, KABUPATEN PAKPAK BHARAT)
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022 SKRIPSI
Oleh:
AINA PASYA 171201101
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Aina Pasya
NIM : 171201101
Judul Skripsi : Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu oleh Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan (Studi Kasus di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat)
menyatakan bahwasanya skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan- pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Medan, Januari 2022
Aina Pasya NIM 171201101
iii
ABSTRACT
AINA PASYA: Economic Value and Feasibility Analysis of Honeybee Business by Communities Around Forest Areas (Case Study in Aornakan I and Kuta Tinggi Villages, Pakpak Bharat Regency), supervised by ARIF NURYAWAN and IWAN RISNASARI.
Honey is a non-timber forest product which is included in the group of animal products as described in Regulation of the Minister of Forestry No.P.35/Menhut- II/2007. Honey bee business has high economic value by producing honey bee products in the form of honey, propolis, royal jelly (bee milk), bee pollen, bee wax, bee bread and products used as health therapy ingredients, namely bee venom.
However, the low public interest in honey bee business in Pakpak Bharat Regency causes a lack of knowledge about the potential of honey bee business that can improve the community's economy. This study aims to determine the economic value and analyze the feasibility of honey bee business by the community around the forest area in Aornakan I and Kuta Tinggi villages, Pakpak Bharat Regency.
Data analysis used quantitative descriptive analysis with the number of respondents as many as 25 honey farmers in Aornakan I and Kuta Tinggi villages which were taken by census. The results showed that the economic value of using honey by the community in Aornakan I Village was Rp18.000.000 per year and the economic value of using honey by the community in Kuta Tinggi Village is Rp208.980.000 per year. In the honey bee business in Aornakan I Village, there are a total cost of Rp8.600.000/year, revenue of Rp18.000.000/year, income of Rp9.400.000/year and R/C of 2,09. In the honey bee business in Kuta Tinggi Village, there are total cost of Rp58.126.450/year, revenue of Rp208.980.000/year, income of Rp150.853.550/year and R/C of 3,59. Honey bee business in Aornakan I and Kuta Tinggi villages feasible to run because the R/C > 1.
Keywords: Feasibility Analysis, Honey Bees, Economic Value.
iv
ABSTRAK
AINA PASYA: Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu oleh Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan (Studi Kasus di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat), dibimbing oleh ARIF NURYAWAN dan IWAN RISNASARI.
Madu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang termasuk kedalam kelompok hasil hewan sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Menteri Kehutanan No.P.35/Menhut-II/2007. Usaha lebah madu memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan menghasilkan produk-produk lebah madu berupa madu, propolis, royal jelly (bee milk), serbuk sari, lilin lebah, roti lebah serta produk yang digunakan sebagai bahan terapi kesehatan yaitu racun lebah. Namun, rendahnya minat masyarakat terhadap usaha lebah madu di Kabupaten Pakpak Bharat menyebabkan kurangnya pengetahuan mengenai potensi usaha lebah madu yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai ekonomi dan menganalisis kelayakan usaha lebah madu oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat.
Analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 25 petani madu yang berada di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi yang diambil secara sensus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi pemanfaatan madu oleh masyarakat di Desa Aornakan I adalah sebesar Rp18.000.000 per tahun dan nilai ekonomi pemanfaatan madu oleh masyarakat di Desa Kuta Tinggi adalah sebesar Rp208.980.000 per tahun. Pada usaha lebah madu di Desa Aornakan I terdapat biaya total sebesar Rp8.600.000/tahun, penerimaan sebesar Rp18.000.000/tahun, pendapatan sebesar Rp9.400.000/tahun dan R/C sebesar 2,09. Pada usaha lebah madu di Desa Kuta Tinggi terdapat biaya total sebesar Rp58.126.450/tahun, penerimaan sebesar Rp208.980.000/tahun, pendapatan sebesar Rp150.853.550/ tahun dan R/C sebesar 3,59. Usaha lebah madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi layak untuk dijalankan karena R/C > 1.
Kata kunci: Analisis Kelayakan, Lebah Madu, Nilai Ekonomi.
RIWAYAT HIDUP
v
Penulis lahir di Berastagi, Kabupaten Karo pada tanggal 12 Desember 1999. Penulis merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara yang dirawat dan dibesarkan dengan baik oleh seorang ayah bernama Abdi Arpiansyah dan seorang ibu bernama Nuraini. Penulis memulai Pendidikan Dasar di SDN 047160 Berastagi selama 6 (enam) tahun yaitu pada tahun 2005-2011, kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Berastagi selama 3 (tiga) tahun yaitu pada tahun 2011-2014, setelah itu melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Kabanjahe selama 3 (tiga) tahun yaitu pada tahun 2014-2017.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten laboratorium di mata kuliah Dendrologi dan juga Hasil Hutan Non Kayu. Penulis telah mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2019 di Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan dan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Hutan Diklat Pondok Buluh, Provinsi Sumatera Utara, selanjutnya diikuti dengan menjalankan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada tahun 2020 di Taman Hutan Raya (TAHURA) Bukit Barisan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2020 sampai 31 Juli 2020. Semasa kuliah, penulis pernah mendapatkan beasiswa yang diadakan oleh PT. Pegadaian pada tahun 2018 dan Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada T.A 2019/2020. Pada pertengahan tahun 2021, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu oleh Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan (Studi Kasus di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat)” dibawah bimbingan almarhumah Irawati Azhar, S.Hut., M.Si yang kemudian dialihkan kepada Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Dr. Iwan Risnasari, S.Hut., M.Si.
KATA PENGANTAR
vi
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu oleh Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan (Studi Kasus di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat)”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini ada berbagai bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari beberapa pihak hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada ayahanda Abdi Arpiansyah, ibunda Nuraini, S.Pd dan Widya Falisya atas segala bentuk perhatian serta dukungan yang diberikan selama ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Almarhumah Irawati Azhar, S.Hut., M.Si, yang senantiasa memberi ilmu dan arahan serta memberikan berbagai masukan yang membangun untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Dr. Iwan Risnasari, S.Hut., M.Si, yang bersedia menjadi komisi pembimbing yang telah membantu penulis untuk melanjutkan penyelesaian skripsi yang tertunda serta memberikan arahan dan motivasi bagi penulis untuk tetap semangat.
3. Muammar BM, S.Hut, yang telah membantu penulis saat berada di lapangan.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar serta pegawai di Fakultas Kehutanan atas segala bantuan dan arahannya.
5. Teman seperjuangan Kasiani Barus yang senantiasa menemani dan membantu penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Teman-teman yang selalu menemani penulis: Farhan, Agung, Sodiq, Anggita, Putri dan Kasidah selama masa kuliah.
Penulis berharap semoga semua pihak yang telah membantu penulis dan memberikan banyak dukungan mendapatkan balasan dari Allah SWT atas kebaikannya. Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terkhusus di bidang kehutanan.
Medan, Januari 2022
Aina Pasya
DAFTAR ISI
vii
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN...i
PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
ABSTRACT ... iii
ABSTRAK ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ...xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Lebah Madu ... 3
Makanan Lebah Madu ... 3
Jenis-Jenis Lebah Penghasil Madu ... 4
Sistem Pemeliharaan Lebah Madu ... 8
Jenis-Jenis Produk Lebah Madu ... 9
Nilai Ekonomi Madu ... 11
Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu ... 12
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 12
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 15
Alat dan Bahan ... 15
Metode Penelitian ... 16
Pengambilan Data ... 16
Pemilihan Responden ... 16
Analisis Data ... 17
DAFTAR ISI
viii HASIL DAN PEMBAHASAN
Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak
Bharat ... 20
Produktivitas Media Sarang Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat ... 23
Nilai Ekonomi Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat ... 25
Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat ... 30
Biaya Produksi Usaha Lebah Madu ... 30
Penerimaan Usaha Lebah Madu ... 34
Pendapatan Usaha Lebah Madu ... 34
Revenue Cost Ratio Usaha Lebah Madu ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
ix
No. Teks Halaman
1. Khasiat Beberapa Madu Nektar ... 9 2. Produktivitas Madu Per Media Sarang di Desa Aornakan I dalam Setahun ... 23 3. Produktivitas Madu Per Media Sarang di Desa Kuta Tinggi dalam Setahun 23 4. Perhitungan Nilai Ekonomi Madu di Desa Aornakan I, Kabupaten
Pakpak Bharat ... 27 5. Perhitungan Nilai Ekonomi Madu di Desa Kuta Tinggi, Kabupaten
Pakpak Bharat ... 28 6. Penyusutan Biaya Peralatan Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I,
Kabupaten Pakpak Bharat ... 30 7. Penyusutan Biaya Peralatan Usaha Lebah Madu di Desa Kuta Tinggi,
Kabupaten Pakpak Bharat ... 31 8. Komponen Biaya Tetap Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I,
Kabupaten Pakpak Bharat ... 31 9. Komponen Biaya Tetap Usaha Lebah Madu di Desa Kuta Tinggi,
Kabupaten Pakpak Bharat ... 32 10. .Perincian Penyusun Komponen Biaya Variabel Usaha Lebah Madu
di Desa Aornakan I, Kabupaten Pakpak Bharat ... 32 11. .Perincian Penyusun Komponen Biaya Variabel Usaha Lebah Madu
di Desa Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat ... 33 12. .Total Penerimaan Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I,
Kabupaten Pakpak Bharat ... 34 13. .Total Penerimaan Usaha Lebah Madu di Desa Kuta Tinggi,
Kabupaten Pakpak Bharat ... 34 14. .Pendapatan Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I, Kabupaten
Pakpak Bharat ... 35 15. .Pendapatan Usaha Lebah Madu di Desa Kuta Tinggi, Kabupaten
Pakpak Bharat ... 35 16. .R/C Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I, Kabupaten Pakpak
Bharat ... 35 17. .R/C Usaha Lebah Madu di Desa Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak
Bharat ... 36
DAFTAR GAMBAR
x
No. Teks Halaman
1. Apis cerana ... 4
2. Apis mellifera ... 5
3. Apis dorsata ... 6
4. Apis florea ... 7
5. Glodokan ... 8
6. Stup ... 8
7. Peta Lokasi Penelitian ... 15
8. Sarang Apis cerana ... 20
9. Koloni Lebah pada Media Sarang ... 24
10. Jarak Antar Media Sarang ... 24
11. Grafik Hasil Madu dari Media Sarang oleh Masyarakat di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat per Tahun ... 25
10. Media sarang lebah madu: (a) Glodokan di Desa Aornakan I, (b) Stup di Desa Aornakan I, (c) Glodokan di Desa Kuta Tinggi dan (d) Stup di Desa Kuta Tinggi ... 26
11. Grafik Nilai Ekonomi Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
xi
No. Teks Halaman
1. Kuisioner yang Diajukan ke Responden ... 42
2. Rekapitulasi Kuisioner ... 45
3. Perincian Hasil Madu dari Media Sarang oleh Masyarakat di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat ... 47
4. Media Sarang Madu ... 48
5. Pemanenan Madu ... 48
6. Wawancara dengan Responden ... 49
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) ialah salah satu dari sekian banyak komoditi yang dapat dijadikan sebagai peluang usaha. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 mengenai kehutanan, telah dijelaskan HHBK ialah suatu hasil hutan bukan kayu dimana terdiri atas benda hayati yang asalnya dari satwa maupun tumbuhan, dan dapat berbentuk benda tak hidup seperti udara dan air yang berada di hutan dimana secara tidak langsung dapat diambil manfaatnya. HHBK dapat menjadi prospek dalam meningkatkan mata pencaharian serta meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan hutan. Seperti yang dinyatakan oleh Nugroho et al. (2015) bahwa HHBK atau Non Timber Forest Product (NTFP) memiliki suatu nilai yang lumayan strategis. HHBK ialah suatu sumber daya yang ada di hutan dimana mempunyai manfaat komparatif dan berhubungan secara langsung dengan masyarakat di sekitar wilayah hutan.
Gozali (2019) menyatakan bahwa Kabupaten Pakpak Bharat adalah kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di kawasan Pantai Barat Sumatera Utara. Kabupaten Pakpak Bharat ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari kabupaten lain, yakni Kabupaten Dairi dimana telah terbentuk didasari oleh Perda Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 5 Tahun 2006. Masyarakat di sekitar kawasan hutan di Kabupaten Pakpak Bharat memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu untuk meningkatkan perekonomian mereka .
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.P.35/Menhut-II/2007 dijelaskan jenis-jenis HHBK menjadi 9 kelompok. Pengelompokan HHBK terdiri atas:
kelompok resin, kelompok minyak atsiri, kelompok minyak lemak, pati dan buah- buahan, kelompok tanin, bahan pewarna dan getah, kelompok tumbuhan obat dan tanaman hias, kelompok palma dan bambu, alkaloid, kelompok lainnya dan kelompok hasil hewan. Salah satu kelompok HHBK yang disebutkan adalah kelompok hasil hewan yang salah satu contohnya adalah lebah madu dengan nama latin Apis spp. yang menghasilkan lilin lebah dan madu.
Madu adalah barang kehidupan yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan petani Pakpak Bharat karena harganya yang cukup
2
tinggi. Madu asli dengan kualitas baik dapat diekspor sebagai salah satu komoditi unggulan yang memiliki sejuta manfaat baik sebagai bahan pangan, obat-obatan bahkan dapat menjadi bahan tambahan pada kosmetik. Widowati (2013) menyatakan bahwa usaha lebah madu memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan menghasilkan produk-produk lebah madu. Produk yang dihasilkan oleh lebah madu berupa madu, propolis, royal jelly (bee milk), serbuk sari (bee pollen), lilin lebah (bee wax), roti lebah (bee bread) serta produk yang digunakan sebagai bahan terapi kesehatan yaitu racun lebah (bee venom).
Menurut Sebayang (2019), sektor HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat masih terkonsentrasi pada komoditas tanaman tahunan utama yaitu gambir dan kopi. Sangat disayangkan bahwa madu belum menjadi komoditas yang menjanjikan bagi masyarakat Pakpak Bharat. Hal ini yang mendasari dilakukannya penelitian ini untuk mencari tahu nilai ekonomi dan kelayakan dari usaha lebah madu bagi masyarakat khususnya masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yakni:
1. Berapa nilai ekonomi madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat?
2. Bagaimana kelayakan usaha lebah madu oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan nilai ekonomi madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat.
2. Menganalisis kelayakan usaha lebah madu oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai penambah informasi dan ilmu pengetahuan tentang nilai ekonomi madu serta kelayakan usaha lebah madu oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Phakpak Barat.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Madu
Lebah madu ialah jenis serangga yang mempunyai sayap dan umumnya hidup dengan berkelompok yang disebut koloni. Dalam satu koloni lebah madu, biasanya berisi sejumlah tiga macam lebah dimana memiliki suatu fungsi dan tugas masing-masing, diantara ketiga lebah tersebut ialah lebah pekerja, lebah ratu serta lebah jantan. Pada lebah ratu dan lebah jantan memiliki tugas untuk kegiatan reproduksi sedangkan lebah pekerja fungsinya yakni melakukan pertahanan bagi koloninya dengan melakukan perburuan serta penyengatan apabila koloninya sedang diganggu (Sihombing, 1997).
Usaha lebah madu merupakan salah satu pengembangan dari HHBK dimana HHBK merupakan bagian dari Teknologi Hasil Hutan (THH). Keberadaan THH ini berguna untuk mengeksplor berbagai hasil hutan serta olahannya yang tujuannya untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar kawasan hutan.
Seiring dengan bertambahnya penduduk di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, penggunaan lahan dengan tujuan pertanian dan perkebunan tentunya akan meningkat. Keberadaan ilmu pengetahuan mengenai THH ini dapat dijadikan solusi serta peluang demi mencari alternatif sumber ekonomi lain dengan memanfaatkan hasil hutan khususnya HHBK salah satunya yakni usaha lebah madu.
Makanan Lebah Madu
Terdapat dua bahan pokok yang menjadi sumber makanan dari lebah madu, dimana kedua bahan pokok ini dihasilkan oleh bunga yakni nektar dan serbuk sari.
Nektar merupakan cairan manis yang diproduksi dan dikumpulkan oleh bunga, sedangkan serbuk sari merupakan serbuk kaya protein. Nektar bunga yang dikonsumsi lebah madu menentukan cita rasa serta kandungan dari madu yang dihasilkannya sehingga madu bisa memiliki rasa serta warna yang berbeda-beda berdasarkan nektar yang dikonsumsi lebah madu. Menurut Suranto (2007), lebah dapat melakukan pencarian pangan hingga jarak 600-800 m terhitung dari sarangnya.
Suranto (2007) mengelompokkan madu berdasarkan sumber bunga yang dikonsumsi yakni madu monoflora yang merupakan madu yang dihasilkan dari satu
4
tumbuhan utama atau satu jenis bunga saja, madu ini memiliki wangi, warna serta rasa yang khas sesuai dengan sumber bunganya dan madu poliflora yaitu madu yang asalnya dari beberapa jenis bunga. Lebah tidak hanya mengumpulkan nektar pada satu jenis tumbuhan saja, melainkan akan mengumpulkan nektar pada jenis tanaman lainnya jika nektar yang dicari belum tercukupi.
Jenis-Jenis Lebah Penghasil Madu
Menurut Lamberkabel (2007), lebah madu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas : Insekta
Ordo : Hymenoptera Famili : Apidae Genus : Apis
Spesies: Apis cerana, A. mellifera L, A. dorsata F, A. trigona, A.
andreniformis S, A. florea F, A. koschevnikovi B
Ada 9 jenis lebah madu di dunia yang telah diketahui, yaitu Apis dorsata, A. laboriosa, A. florea, A. nuluensis, A. cerana, A. andreniformis, A. mellifera, A.
nigrocincta dan A. koschevnikovi, sedangkan lebah madu yang umum diketahui oleh masyarakat awam ada empat jenis, yaitu Apis mellifera, A. cerana, A. florea dan A. dorsata.
1. Apis cerana
Gambar 1. Apis cerana
A. cerana atau A. indica dengan nama lokal lebah lalat, tawon madu dan tawon laler adalah spesies lebah madu budidaya terbanyak di negara tropis termasuk Indonesia karena memiliki sifat yang jinak, mudah diternakkan dan
5
mempunyai sifat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan ekstrim. Namun produksi madu yang dihasilkan tidak terlalu banyak, yakni berkisar reratanya 3,5 kg per tahun dalam tiap koloni (Suranto, 2007).
Di lihat dalam morfologinya, ukuran tubuh A. cerana termasuk dalam ukuran yang kecil apabila dibandingkan dengan jenis lebah madu lainnya yang membuat sarang pada tempat tertutup. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi ukuran tubuh A. cerana dimana walaupun spesiesnya sama tetapi didapati perbedaan ukuran tubuh yang berbeda dari lokasi satu dengan yang lainnya (Hadisoesilo, 2001). Lebah A. cerana merupakan kelompok serangga sosial yang hidupnya dalam satu koloni, dimana satu koloni terbentuk atas satu lebah ratu (queen), ratusan lebah jantan (drone) serta ribuan lebah pekerja (worker). Dalam satu koloni lebah, tiap lebah memiliki peran masing-masing pada tingkatan sosialnya. Lebah ratu serta lebah jantan memiliki peran dalam kegiatan reproduksi, sedangkan lebah pekerja bertujuan mengumpulkan makanan, membangun sarang serta melakukan penjagaan pertahanan bagi koloninya (Novita et al., 2013).
2. Apis mellifera
Gambar 2. Apis mellifera
Sumber : Cobey et al. (2013)
A mellifera banyak ditemui di beberapa benua yakni Eropa, Amerika, Asia Barat dan Afrika, dimana lebah jenis ini sarangnya dapat dijumpai pada rongga yang sedikit cahaya seperti pada gua, rongga bebatuan maupun pohon berlubang.
Dapat diketahui jumlah lebah yang menghuni sarang lebah jenis ini dapat mencapai 15.00-60.000 lebah. Lebah A mellifera tergolong dalam lebah yang produktif karena tiap panennya dapat menghasilkan 25-30 kg madu setiap koloninya. Lebah jenis ini memiliki kemampuan dalam penjagaan temperatur suhu sarang agar tahan
6
terhadap berbagai terpaan cuaca, dikarenakan adanya banyak kelebihan yang dimiliki lebah ini, A. mellifera sangat populer dibudidayakan di Eropa, baik untuk diambil pollen, madu, maupun malamnya.
Budidaya A. mellifera di Indonesia dimulai dari tahun 1841, lebah jenis ini dibawa oleh Rijkeuns yang merupakan keturunan Belanda dan pada tahun 1971 lebah ini didatangkan dari Australia (Budiwijono, 2012). Budiaman dan Arief (2006) menyebutkan jenis A. mellifera termasuk dalam spesies lebah madu yang mempunyai sifat unggul yaitu mampu memperoduksi madu dengan jumlah banyak dan memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi. Karena sifatnya tersebut, lebah ini dapat dengan mudah dibudidayakan sebagai pengembangan yang memiliki nilai komersil.
3. Apis dorsata
Gambar 3. Apis dorsata
Sumber : Nikolas Vereecken ([email protected]) via Flickr
A. dorsata atau biasa dikenal dengan nama lain lebah hutan, lebah raksasa, madu sialang, odeng dan tawon gung ialah lebah madu yang masih dalam kelompok lebah liar. Wibowo et al. (2017) menyatakan bahwa di alam, spesies lebah ini merupakan lebah liar yang sangat sukar untuk diperbanyak dengan cara budidaya karena memiliki sifat yang agresif sehingga masyarakat yang ada di Kawasan hutan cenderung melakukan pencarian sarang lebah A dorsata di dalam hutan.
A. dorsata mampu hidup di dataran 0-1.000 meter dpl dengan sarang yang banyak ditemui menggantung di cabang pohon, bukit batu yang terjal atau loteng dimana hanya dapat berkembang pada kawasan subtropik dan tropis seperti di Asia.
Beberapa negara yang banyak di temui jenis lebah ini yakni Indonesia, Filipina dan negara Asia yang lain. Dalam satu koloni lebah menempati suatu sisiran yang
7
berukuran sangat besar, dimana dalam satu pohon dapat menampung 5 hingga 10 koloni. Lebah ini menghasilkan produk utama dalam bentuk madu serta malam, dimana madu yang dihasilkan tiap panennya dapat diambil hingga 10-20 kg per koloni. A. dorsata dengan sarang yang besar dapat memproduksi madu sebanyak 30 kg, hal ini membuktikan bahwa A. dorsata merupakan lebah yang produktif.
4. Apis florea
Gambar 4. Apis florea
Sumber : Abrol (2020)
A florea hidup di daerah yang beriklim hangat seperti Pakistan, Oman, sepanjang anak Benua India, Sri Langka, Iran dan Indonesia. Persebaran lebah ini terpusat di daerah Asia Tenggara. Lebah ini adalah spesies terkecil dari genus Apis, dimana dilihat dari ukuran tubuh maupun ukuran sarangnya. Karena tubuhnya yang kecil dibandingkan genus Apis yang lain, menyebabkan madu yang dihasilkannya juga lebih sedikit yaitu hanya berkisar 1-3 kg madu per tahun yang menyebabkan produksi madu ini tidak menguntungkan dari segi ekonomi. Lebah jenis ini masuk ke dalam lebah yang sukar dilakukan pembudidayaan dikarenakan sifatnya yang suka melarikan diri.
A florea memiliki karakteristik morfologi yakni pada tubuhnya di bagian dua ruas pertama dan sebagian ruas ketiga dari abdomennya memiliki warna merah kecoklatan. Sarang lebah jenis ini dapat ditemui di beberapa tempat terbuka dimana umumnya menggantung pada dahan, ranting ataupun pohon kecil serta tertutupi dedaunan, sarang lebah ini berjarak berkisar 5 m dari permukaan tanah, dimana tersusun atas satu sisiran saja yang memiliki luas berkisar 200-500 cm2 (Hadisoesilo, 2001).
8
Sistem Pemeliharaan Lebah Madu 1. Sarang Lebah Madu
Media sarang lebah madu dibuat menyerupai tempat tinggal lebah di alam liar dimana lebah biasa menetap di gua-gua, batang pohon ataupun lubang-lubang.
Pembuatan sarang lebah madu harus disesuaikan dengan habitat aslinya di alam sehingga bisa menetap dan bersarang dengan baik dan nyaman. Biasanya media sarang lebah terbuat dari log kayu ataupun kotak/box kayu yang dirangkai. Sarang lebah madu dibagi menjadi dua yakni sarang tradisional dan sarang modern.
a. Sarang Tradisional
Gambar 5. Glodokan
Sumber : Situmorang dan Aam (2014)
Sarang tradisional biasanya terbuat dari log kayu yang disebut glodok.
Glodok berisikan lebah madu yang selanjutnya akan membangun sebuah koloni.
Glodok juga berfungsi untuk menangkap lebah yang berada di alam bebas dimana tujuannya untuk dibudidayakan. Sarwono (2001) menjelaskan bahwa glodok dibentuk dengan cara meniru tempat tinggal lebah yang baisanya ditemui pada rongga batang pohon besar maupun gua yang tidak dapat dijangkau panas matahari maupun hujan. Batang yang dipakai memiliki bentuk silinder dimana ukuran panjangnya 80-100 cm yang telah dibelah menjadi dua. Pada bagian tengah dari batang dikeruk sebagian isinya agar ketika kedua belah batang tersebut ditelungkupkan maka bagian dalamnya akan membentuk rongga.
b. Sarang Modern
Gambar 6. Stup
Sumber : Situmorang dan Aam (2014)
Budidaya lebah madu modern biasa memakai stup yang terbuat dari kayu
9
yang berisikan bingkai sisiran untuk tempat menempelnya sarang lebah madu.
Setiap stup berisikan seekor ratu lebah yang akan menciptakan sebuah koloni baru.
Hadiwiyoto (1986) menjelaskan bahwa stup berfungsi sebagai tiruan yang susunanya terdiri dari dua tingkat ataupun lebih. Stup ini nantinya akan digunakan lebah untuk membangun sarangnya. Sarang lebah ini dibuat semirip mungkin hingga ratu lebah tidak akan meninggalkan stup sarangnya. Kelebihan penggunaan stup sebagai media sarang yaitu jarang ditemukan kasus koloni lebah kabur (melarikan diri/meninggalkan sarang).
2. Hama dan Binatang Pengganggu Lebah Madu
Lebah madu memiliki hama dan predator yang dapat menyerang koloni lebah. Hama dan predator ini merupakan musuh utama bagi pengusaha lebah madu.
Hama dan pengganggu dapat berupa parasit dan predator (pemangsa). Efek samping dari serangan hama ini adalah menyebabkan musnahnya koloni lebah, koloni kabur dari sarang ataupun dapat menyebabkan penurunan produktivitas lebah. Hama pengganggu lebah madu yaitu: kumbang/coleoptera, lalat buah, Black Souldier Flies (BSF), kutu, semut, laba-laba dan hewan pengganggu lainnya.
Jenis-Jenis Produk Lebah Madu
Madu bukan merupakan satu-satunya produk yang dihasilkan oleh lebah madu, tetapi masih banyak produk perlebahan lainnya yang bernilai ekonomi tidak kalah tinggi dengan madu.
1. Madu
Standar Nasional Indonesia atau SNI (2004) menjelaskan bahwa madu ialah suatu cairan yang dihasilkan lebah madu dengan cara melakukan pengambilan nektar dari suatu sari bunga pada sebuah tanaman (floral nectar) ataupun bagian lainnya dari suatu tanaman (extra floral nectar) maupun eskresi dari suatu serangga yang biasanya memiliki rasa yang manis.
Tabel 1. Khasiat Beberapa Madu Nektar
Madu Khasiat
Madu Randu Dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
melancarkan fungsi otak dan dapat menyembuhkan sakit sariawan dan lika bakar.
Madu Lengkeng Dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
memperlancar pengeluaran urin dan fungsi otak, mempercepat dalam
10
Madu Khasiat
penyembuhan luka setelah operasi dan luka bakar serta memperkuat fungsi ginjal.
Madu Kopi Dapat menyembuhkan insomnia dan
luka bakar, meningkatkan daya tahan tubuh, dan melancarkan fungsi otak.
Madu Mahoni Dapat menyembuhkan keputihan,
malaria maupun luka bakar dan menngkatkan daya tahan tubuh.
Madu Multiflora Dapat meningkatkan daya tahan tubuh, memperlancar fungsi otak, dapat menyembuhkan luka bakar serta darah tinggi maupun rendah, rematik dan insomnia.
Sumber : Pusat Perlebahan APIARI Pramuka (2003)
2. Propolis
Menurut Sabir (2005), proporis atau lem lebah ialah suatu bahan resin yang didapatkan dari bermacam jenis tumbuhan oleh lebah madu. Salah satu jenis lebah yang dapat memproduksi propolis dalam jumlah yang relatif banyak yakni Trigoma sp Propolis memiliki beberapa aktivitas biologis serta farmakologis diantaranya ialah sifat antibakteri baik mencakup bakteri gram positif maupun negatif.
Komposisi propolis dipengaruhi dari jenis serta umur tumbuhan, cuaca serta asal dari propolis didapat.
3. Royal Jelly (Bee Milk)
Royal jelly ialah hasil lebah yang diekskresikan oleh hypopharyngeal kelenjar mandibular oleh pekerja muda lebah madu. Manfaat hasil lebah ini adalah sebagai makanan larva muda dan mempunyai fungsi penting dalam diferensiasi kasta. Royal jelly mempunyai berbagai farmakologi antibiotik, antibakteri dan efek anipoliferatif. Selain itu, di dalam royal jelly terkandung senyawa aktif turunan fenol yang memiliki fungsi sebagai antioksidan.
4. Serbuk Sari (Bee Pollen)
Sarang lebah madu menghasilkan serbuk sari (Bee pollen) yang mempunyai manfaat untuk kesehatan tubuh manusia. Bee pollen memiliki kandungan bahan kimia alami dengan komposisi yang kompleks. Bee pollen memiliki manfaat yang beragam, salah satunya adalah sebagai antioksidan.
5. Lilin Lebah (Bee Wax)
Bee wax merupakan lilin yang diproduksi secara alami oleh sarang lebah
11
madu, dimana komposisi utamanya ialah ester asam lemak dan berbagai alkohol rantai panjang. Menurut Santoso (2011), bee wax ialah bahan lipid yang didapatkan dari ampas perasan madu yang telah matang kemudian dilakukan penyaringan sehingga didapatkan suatu lilin. Bee wax bisa dipakai untuk pembuatan edible film ataupun pelapis pada buah untuk mengurangi penguapan.
6. Roti Lebah (Bee Bread)
Lesmana (2018) menjelaskan bahwa roti lebah adalah hasil alami lebah yang didalamnya terkandung nutrisi yang lumayan tinggi dimana dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Kandungan nutrisi yang terdapat pada roti lebah terdiri dari lemak, protein, vitamin, karbohidrat, mineral dan enzim. Di dalam roti lebah terdapat asam laktat 6 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan pollen, dimana ini dapat digunakan sebagai penghambat tumbuhnya jamur serta beberapa mikroorganisme lain dikarenakan terkandung pH yang rendah.
7. Racun Lebah (Bee Venom)
Racun lebah memiliki manfaat di bidang kesehatan. Sudah banyak terapi sengat lebah digunakan sebagai pengobatan altenatif. Diketahui bahwa di dalam racun lebah yang dikeluarkan lewat sengatan mengandung berbagai macam protein dan melitin yang berfungsi sebagai anti inflamasi dan mempercepat regenerasi sel.
Nilai Ekonomi Madu
Madu sebagai salah satu HHBK memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Nilai sumberdaya hutan bisa dihitung menggunakan berbagai metode penilaian bergantung pada produk atau jasa tersebut yang bisa dinilai dengan didasari oleh nilai kegunaan, nilai pasar dan nilai sosial. Nilai pasar adalah nilai yang penetapannya dilakukan melewati transaksi pasar, dan nilai kegunaan dimana nilai yang didapatkan dari suatu pemakaian sumber daya yang ada oleh seseorang.
Begitu juga dipengaruhi oleh nilai sosial, yakni suatu nilai dalam penetapannya dilakukan melewati hukum, peraturan, maupun perwakilan dari masyarakat itu sendiri (Nurfatriani, 2006).
Hastari dan Yulianti (2018) menjelaskan bahwa pendekatan nilai ekonomi dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui suatu nilai pengganti atas semua komponen yang ada di hutan dimana tiap komponennya memiliki beberapa kegunaan yang tujuannya untuk melakukan penguraian atas peranan sumberdaya
12
hutan terhadap masyarakat, khusunya masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar atau berhubungan secara langsung dengan hutan, baik di masa saat ini atau yang akan datang.
Madu termasuk produk HHBK yang bernilai ekonomi cukup tinggi dikarenakan madu memiliki banyak manfaat dan berbagai kegunaan. Pengusaha madu harus memperhatikan kualitas madu, pengemasan dan strategi pemasaran untuk meningkatkan nilai ekonomi. Madu merupakan produk yang menjanjikan bagi masyarakat Pakpak Bharat selain komoditi hutan unggul lain yang terkenal dari daerah ini seperti gambir. Menentukan nilai ekonomi dari suatu produk penting dilakukan untuk dapat menunjang penyusunan kebijakan untuk pengembangan pemanfaatan suatu produk.
Analisis Kelayakan Usaha Lebah Madu
Analisis kelayakan ekonomi pada suatu usaha dilakukan dengan tujuan sebagai penentuan layak tidaknya suatu usaha dapat dijalankan berdasarkan nilai ekonominya. Definisi yang diutarakan Kasmir dan Jakfar (2012) mengenai analisa kelayakan usaha ialah suatu kegiatan yang tujuannya untuk melakukan penilaian atas manfaat yang bisa diperoleh saat melakukan suatu usaha.
Pusdiklat SDA dan Konstruksi (2017) menjelaskan bahwa secara umum, analisis kelayakan ekonomi ialah suatu analisa mengenai perekonomian secara keseluruhan dimana dipandang dari berbagai sudut termasuk pemerintah, yang mana nantinya anggaran biaya dan manfaat dapat dilakukan pertimbangan agar dapat bermanfaat secara sosial secara menyeluruh pada lapisan masyarakat. Madu sebagai sumberdaya hutan yang memiliki nilai ekonomi memerlukan analisis kelayakan untuk memastikan bahwa usaha madu yang dijalankan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan layak dan dapat dikembangkan agar mendapatkan manfaat dan keuntungan demi membantu perekonomian masyarakat.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Pakpak Bharat secara geografis berada pada koordinat 02°15’49”-02°47’08” LU dan 98°4’12”-98°28’01” BT. Kabupaten Phakpak Bharat terletak pada ketinggian rerata antara 250-1.400 m di atas permukaan laut, dimana keadaan lerengnya memiliki keberagaman yakni ada yang datar, curam,
13
bergelombang, berombak hingga terjal. Suhu udaranya berkisar antara 18˚C sampai 28˚C dimana intensitas hujannya mencapai 3161 mm tiap tahunnya (Hartono et al., 2018). Berdasarkan Manullang (2009), hampir 80% dari wilayah Kabupaten Pakpak Bharat ialah kawasan hutan, baik hutan produksi terbatas, hutan produksi, hutan konservasi atau juga hutan lindung yang memiliki sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pembangunan daerah ini dimana pembagian ini sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. SK. 44/Menhut-II/2005 mengenai penunjukan kawasan hutan Propinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2010 dikeluarkan SK Menteri Kehutanan No. SK. 102/Menhut-II/2010 mengenai penetapan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit XV yang terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi terbatas. Pada tahun 2014 dikeluarkan SK Menteri Kehutanan No. SK. 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Sumatera Utara yang menetapkan luas KPH Unit XV Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara menjadi seluas kurang lebih 90.757,41 Ha dengan rincian hutan lindung seluas ± 41.317,13 Ha, hutan produksi terbatas seluas ± 49.389,51 Ha dan hutan produksi seluas 50,77 Ha (KPHP Unit XV Pakpak Bharat).
Desa penghasil madu di Kabupaten Pakpak Bharat ada tiga yakni Desa Ulu Merah, Aornakan I dan Kuta Tinggi, tetapi lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi karena selain letak kedua desa ini yang saling bersinggungan, Pemerintah Daerah Pakpak Bharat juga sedang memfokuskan pengembangan usaha lebah madu di kedua desa ini. Terbukti dari banyaknya penyuluhan dan pelatihan mengenai usaha lebah madu yang diadakan di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi. Pemerintah Daerah Pakpak Bharat menganggap bahwa Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi memiliki potensi yang cukup besar tetapi masih kurang peminat, sedangkan pada Desa Ulu Merah, selain terletak jauh dari Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Desa Ulu Merah juga jarang diadakan penyuluhan dan pelatihan karena usaha lebah madu disana lebih stabil.
Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi merupakan desa yang penggunaan lahannya diisi oleh pertanian, perkebunan dan polikultur yang menyediakan ragam jenis sumber pakan yang mendukung keberlangsungan hidup lebah. Lahan yang berada di kedua desa ini berbatasan langsung dengan Hutan Lindung Sikulaping.
Berdasarkan Sebayang (2019), tanaman kopi, padi dan jagung merupakan beberapa
14
komoditas tanaman utama di Pakpak Bharat dimana tanaman tersebut merupakan sumber pakan untuk memenuhi kebutuhan nektar dan pollen bagi lebah madu.
Keberadaan hutan yang berbatasan langsung dengan Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi menyediakan sumber pakan yang berlimpah bagi lebah madu.
Keragaman jenis tanaman dan pohon sebagai sumber pakan lebah menghasilkan madu dengan cita rasa, aroma dan warna yang khas yang dapat menjadi pembeda madu kedua desa ini dengan madu yang lain. Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi merupakan desa penghasil madu di Kabupaten Pakpak Bharat yang sudah banyak menerima penyuluhan dan pelatihan baik dari Menteri Kehutanan ataupun instansi lain terkait budidaya lebah madu. Penyuluhan dan pelatihan ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dan bekal bagi petani madu untuk melakukan budidaya secara optimal.
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlokasi di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara. Penulis memilih Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi karena di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi terdapat sumber pangan yang berlimpah bagi lebah madu baik dari tanaman pertanian, perkebunan ataupun dari hutan. Kedua desa ini juga sudah mendapatkan penyuluhan serta pelatihan dalam budidaya lebah madu sehingga menjadikan Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi memiliki potensi sebagai desa penghasil madu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2021 hingga bulan April 2021. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan
Beberapa peralatan yang digunakan dalam menunjang penelitian ini antara lain alat tulis, alat perekam, kalkulator, kamera, laptop, kuesioner dan software Microsoft excel. Bahan yang akan digunakan untuk analisa yakni berupa data yang
16
telah dihimpun terkait data anggota petani madu Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi.
Obyek penelitian ini adalah responden berjumlah 25 orang yang merupakan petani madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi.
Metode Penelitian Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yakni jenis data primer dan sekunder, dimana data primer meliputi sistem pemanenan, pemanfaatan, jumlah produksi sekali panen, jumlah produksi/tahun, harga jual, biaya variabel dan biaya tetap. Data sekunder meliputi kondisi umum lokasi penelitian, potensi lokasi penelitian, keadaan sosial ekonomi masyarakat dan data-data lainnya yang menunjang penelitian.
Metode penelitian yang diterapkan dalam menghimpun data yakni dengan melakukan survei responden menggunakan instrumen kuesioner dan tanya jawab serta dilakukannya pengamatan secara langsung. Penyebaran kuesioner tujuannya untuk melakukan evaluasi terkait pemanfaatan madu mencakup berbagai jenis yang digunakannya, bentuk dari pemanfaatannya, jumlah yang diambil, kuantitas pemanfaatannya dan nilai ekonomisnya. Dalam melakukan observasi, peneliti mengamati keadaan secara umum usaha madu di kedua desa. Metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data sekunder adalah dengan melakukan studi literatur yang berasal dari instansi terkait.
Analisis data selanjutnya dilakukan untuk menentukan nilai ekonomi pemanfaatan madu yaitu berkaitan dengan jumlah produksi sekali panen, jumlah produksi/tahun, dan nilai madu yang dimanfaatkan oleh responden. Hasil analisis data deskriptif kuantitatif diperoleh dari pengumpulan data primer, data sekunder serta hasil kuisioner.
Pemilihan Responden
Responden yang dipilih dalam penelitian ini yaitu seluruh petani madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi yang diperoleh secara sensus. Total petani madu yang diperoleh berjumlah 25 orang, dimana 6 orang di Desa Aornakan I dan 19 orang di Desa Kuta Tinggi. Madu merupakan penghasilan sampingan yang menunjang pendapatan petani di kedua desa tersebut.
17
Analisis Data
1. Analisis Produktivitas Lebah Madu
Menurut Martono (2019), produktivitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus (1) sebagai berikut:
Produktivitas = Output / Input ... (1) Keterangan:
Produktivitas : Produktivitas/media sarang/tahun
Output : Jumlah produksi madu yang dihasilkan/tahun (botol) Input : Jumlah media sarang yang menghasilkan madu
2. Analisis Nilai Ekonomi Madu
Menurut Hastari dan Yulianti (2018), perhitungan nilai ekonomi HHBK yang dimanfaatkan masyarakat didapatkan dengan menggunakan rumus (2) sebagai berikut:
NE HHBK= V x Hk x F ... (2) Keterangan:
NE HHBK : Nilai madu yang diambil masyarakat dalam satu tahun (Rp/thn) V :Jumlah madu yang diperoleh oleh masyarakat dalam satu kali
pengambilan (botol) HK : Harga madu (botol)
F : Frekuensi pengambilan madu dalam satu tahun
Untuk hasil hutan yang tidak memiliki harga di pasaran, maka dalam menghitung nilai ekonominya menggunakan harga pengganti.
3. Analisis Kelayakan Madu
Menurut Simbolon (2007), suatu analisa kelayakan usaha yang sifatnya sederhada didapatkan dengan menggunakan rumus Total Cost (TC), Total Revenue (TR) dan Income (I).
a. Untuk mengetahui biaya total (keseluruhan biaya yang dikeluarkan), dapat digunakan rumus (3):
TC = TFC + TVC ... (3) Keterangan:
TC : Total Cost / Biaya Total (Rp)
18
TFC : Total Fixed Cost / Biaya Tetap Total (Rp) TVC : Total Variabel Cost / Biaya Variabel Total (Rp)
Untuk menghitung biaya penyusutan alat digunakan rumus (Syafri, 2002) (4):
D = (P - S) / N… ... (4) Keterangan:
D : Biaya Penyusutan Alat (Rp/Thn) P : Harga Awal Alat (Rp)
S : Harga Akhir Alat (Rp)
N : Perkiraan Umur Ekonomis (Thn) Asumsi S = 0
b. Untuk menghitung jumlah penerimaan, dapat digunakan rumus (5):
TR = P . Q ... (5) Keterangan:
TR : Total Revenue / Penerimaan Total (Rp) Q : Quantity / Jumlah Produksi (Botol)
P : Price / Harga Jual (Rp)
c. Pendapatan yang didapat dari suatu usaha dapat dilakukan perhitungan dengan memakai konsep pendapatan yakni dengan melakukan pengurangan total penerimaan dengan total biaya seperti pada rumus (6):
I = TR – TC ... (6) Keterangan:
I : Income / Pendapatan Petani (Rp) TR : Total Revenue / Penerimaan Total (Rp) TC : Total Cost / Biaya Total (Rp)
d. Mencari Revenue Cost Ratio (R/C) dengan melakukan perbandingan antara suatu penerimaan dengan biaya. R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan dalam suatu usaha, dimana dapat dilakukan perhitungan menggunakan rumus (7):
19
R/C = TR / TC ... (7) Keterangan:
R/C : Revenue Cost Ratio
TR : Total Revenue / Penerimaan Total (Rp) TC : Total Cost / Biaya Total (Rp)
Kriteria Penilaian R/C
R/C < 1 = usaha mengalami kerugian R/C > 1 = usaha memperoleh keuntungan R/C = 1 = usaha mencapai titik impas
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat
Hasil hutan bukan kayu merupakan sumber daya hutan yang berperan penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar hutan, terutama pada kawasan hutan lindung. Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi merupakan Desa yang bersinggungan langsung dengan Hutan Lindung Sikulaping dimana masyarakat memilih usaha lebah madu sebagai salah satu alternatif hasil hutan bukan kayu untuk meningkatkan pendapatan tanpa merusak hutan. Sisak et al.
(2016) menyatakan bahwa paradigma pemanfaatan hasil hutan yang hanya berfokus pada kayu secara perlahan berubah kearah pemanfaatan hasil hutan lainnya, yaitu HHBK dan jasa ekosistem hutan.
Berdasarkan hasil lapangan yang didapatkan pada saat penelitian di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, masyarakat memilih jenis lebah madu Apis cerana karena mudah beradaptasi dengan lingkungan. Masyarakat hanya mengambil hasil lebah berupa madu untuk langsung dijual. Masyarakat belum memproduksi produk lebah madu lain seperti propolis, royal jelly (bee milk), serbuk sari, lilin lebah, roti lebah serta racun lebah karena masyarakat cenderung memilih produk yang sederhana, memiliki biaya produksi yang rendah dan mudah dijual agar mendapatkan penghasilan dengan cepat untuk biaya sehari-hari ataupun untuk biaya pemeliharan sarang lebah kedepannya. Selain itu, kurangnya ilmu pengetahuan masyarakat mengenai cara memproduksi produk lebah lain selain madu juga menjadi alasan mengapa petani madu hanya menjual madu saja.
Gambar 8. Sarang Apis cerana
21
Terlihat dari Gambar 8. bahwa keadaan sarang yang dipanen tidak sepenuhnya mengandung madu, madu hanya terdapat di bagian pinggir sarang yang menempel pada sisir bingkai. Sarang lebah madu pada Gambar 8. memiliki tekstur keras dan berwarna gelap dikarenakan sarang lebah madu dipanen pada saat sarang sudah tua. Kondisi sarang ini yang menyebabkan petani madu belum bisa menjual produk lebah madu selain madu. Serangan hama atau jamur juga menjadi permasalahan yang dialami petani lebah madu. Serangan hama dan jamur disebabkan karena kurangnya perawatan sarang lebah madu. Untuk mencegah terserangnya sarang lebah madu dari hama dan jamur maka diperlukan pengecekan dan pembersihan media sarang secara rutin. Untuk mengatasi media sarang yang lembab maka dapat dilakukan perbaikan ventilasi udara pada media sarang. Hapsari et al. (2018) menjelaskan pemeliharaan dilakukan dengan pengontrolan sarang lebah madu meliputi menyingkirkan lebah dari sisiran sarang abnormal serta menjaga kebersihan stup.
Madu yang dijual oleh petani madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi hanya berupa madu murni tanpa ada pemberian nilai tambah seperti pengolahan madu menjadi produk olahan yang lain. Penjualan madu hanya melalui petani madu langsung ke konsumen karena jumlah madu yang dihasilkan oleh petani madu belum dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan. Sistem pembayaran yang dilakukan juga masih secara cash karena konsumen yang membeli madu juga merupakan warga Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi itu sendiri ataupun masyarakat Pakpak Bharat saja. Hal ini menyatakan bahwa madu yang berasal dari Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi belum dikenal oleh masyarakat luas dan masih dalam proses pengembangan.
Sistem pengambilan madu yang diterapkan oleh petani madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi masih secara tradisional, penirisan madu dari sarang juga masih manual atau belum menggunakan mesin. Kualitas madu sangat ditentukan dari cara meniriskan madu. Pemerasan madu bisa menyebabkan kualitas madu menurun karena madu yang dihasilkan tidak murni akibat bercampur dengan pollen, cairan yang berasal dari telur lebah dan juga komponen sarang lebah madu yang lain, pemerasan sarang lebah madu juga dapat mengurangi waktu simpan dari madu. Petani madu meniriskan madu dengan cara menyayat sarang lebah madu
22
yang telah dipanen dengan pisau dan membiarkan madu keluar sendirinya ke dalam wadah penampung atau biasa mereka sebut dengan dianginkan.
Madu yang dihasilkan oleh Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi biasanya langsung dikemas kedalam botol dan langsung habis terjual, tetapi jika madu belum habis terjual biasanya disimpan di suhu ruang dan bisa awet selama 1 tahun.
Wulandari (2017) menyimpulkan bahwa menyimpan madu pada suhu dingin lebih baik dibanding pada suhu ruangan, ini dikarenakan pada suhu ruang tingkat kelembabannya lebih tinggi sehingga menjadikan madu lebih mudah menyerap air.
Kadar air maksimal yang ditetapkan sebagai kriteria mutu madu berdasarkan Standar Nasional Indonesia atau SNI (2004) adalah 22%. Kadar air tinggi menyebabkan fermentasi terjadi lebih mudah, namun dengan suhu udara yang cenderung dingin di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi menyebabkan penyimpanan madu di suhu ruang bisa lebih lama.
Pemanenan madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi dilakukan secara individu oleh setiap petani madu. Harga jual madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi sama yakni Rp180.000/600 ml berdasarkan kesepakatan bersama antara petani madu. Petani madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi termasuk pemula dalam membudidayakan madu yakni berkisar 1 sampai 5 tahun. Budidaya lebah madu di desa Aornakan I dan Kuta Tinggi sudah dimulai sejak 2017 dengan sumber modal usaha berasal dari penghasilan sendiri tanpa ada pinjaman ataupun bantuan dari pihak lain.
Madu yang dijual merupakan madu poliflora yakni madu yang dihasilkan dari nektar beberapa jenis bunga. Jenis bunga yang dikonsumsi lebah madu tergantung pada musim bunga dari tanaman petani seperti jagung, kopi, padi dan lain-lain ataupun musim bunga tumbuhan dan pohon yang berada di hutan seperti kaliandra, durian, aren dan lain-lain. Setiawan (2017) mengungkapkan sebagian besar tumbuhan yang menghasilkan bunga dapat dijadikan sumber makanan baik dari tanaman hutan, perkebunan ataupun pertanian. Keanekaragaman jenis bunga dari tanaman dan pepohonan yang dikonsumsi lebah madu menghasilkan rasa, warna dan aroma madu yang berbeda-beda. Cita rasa madu yang berbeda-beda ini tentunya dapat menjadi ciri khas yang membedakan madu dari satu tempat dengan tempat yang lain.
23
Produktivitas Media Sarang Usaha Lebah Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat
Secara ekonomis, produktivitas menggambarkan suatu perbandingan antara pengeluaran dan pemasukan suatu kegiatan (Rutkauskas dan Paulaviciene, 2005).
Produktivitas madu merupakan banyaknya madu yang diproduksi pada setiap media sarang. Dalam satu media sarang terdapat satu koloni lebah madu yang berisikan ratu lebah, lebah jantan dan lebah pekerja. Produktivitas usaha lebah madu per media sarang di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat pada Tabel 2. dan Tabel 3.
Tabel 2. Produktivitas Madu Per Media Sarang di Desa Aornakan I dalam Setahun No. Nama Responden Media
Sarang (Stup)
Media Sarang (Glodokan)
Madu/Thn (Botol/600
ml)
Produktivitas Madu (Botol/Media
Sarang)
1. Daniel Manik 7 - 21 3
2. Darius Manik 4 3 7 1
3. Kordel Bancin 2 - 4 2
4. Marsentua Manik 1 - 2 2
5. Piktor Sinamo 15 5 60 3
6. Rumundang Manik
3 - 6 2
Total 32 8 100 13
Rata-Rata 16,66 2,16
Tabel 3. Produktivitas Madu Per Media Sarang di Desa Kuta Tiggi dalam Setahun No. Nama Responden Media Sarang
(Stup)
Media Sarang (Glodokan)
Madu/ Thn (Botol/600
ml)
Produktivitas Madu (Botol/Media
Sarang)
1. Appen Bancin 1 4 22,5 4,5
2. Edis Manik 3 7 45 4,5
3. Hormat Bancin 2 5 15 2,1
4. Iras Bancin 2 8 45 4,5
5. Jakkon Manik 8 10 72 4
6. Lambiccar Tumangger
1 14 27 1,8
7. Loan Bancin 15 25 180 4,5
8. Makto Manik - 3 13,5 4,5
9. Marion Bancin 2 - 9 4,5
10. Martua Tumangger 7 13 60 3
11. Moi Manik 6 13 72 3,8
12. Rahmat Tumangger 1 9 45 4,5
13. Sehat Tumangger 20 30 225 4,5
14. Sarihon Manik 4 6 45 4,5
15. Tebal Tumangger 5 15 90 4,5
16. Togar Manik - 2 9 4,5
24
No. Nama Responden Media Sarang (Stup)
Media Sarang (Glodokan)
Madu/Thn (Botol/600
ml)
Produktivitas Madu (Botol/Media
Sarang)
17. Udek Tumangger 3 7 30 3
18. Uler Manik 13 17 135 4,5
19. Wardi Manik 4 10 21 1,5
Total 97 198 1161 73,2
Rata-Rata 61,1 3,85
Pada Tabel 2. dan Tabel 3. dapat dilihat produktivitas madu pada Desa Aornakan I sebanyak 2,16 botol atau 1,44 kg per media sarang dalam setahun sedangakan produktivitas madu pada Desa Kuta Tinggi sebanyak 3,85 botol atau 2,57 kg per media sarang dalam setahun. Hal ini menjelaskan bahwa produktivitas usaha lebah madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat tidak terlalu tinggi jika dilihat dari pernyataan Suranto (2007) yang menyatakan bahwa lebah madu Apis cerana dapat menghasilkan madu sebanyak 3,5 kg per koloni per tahun. Rendahnya produktivitas usaha lebah madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi disebabkan karna beberapa faktor yakni besarnya jumlah koloni, jarak antar media sarang dan keterampilan petani dalam memelihara lebah madu (Lamusa, 2010).
Gabar 9. Koloni Lebah pada Gambar 10. Jarak Antar
Media Sarang Media Sarang
Pada Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, tidak ada perbedaan jumlah madu yang dihasilkan dari media sarang baik stup dan glodokan, hanya saja pemeliharaan stup lebih mudah karna dapat dilakukan pengecekan sedangkan jika menggunakan media sarang glodokan pengecekan sulit dilakukan. Perbedaan produktivitas usaha lebah madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi dipengaruhi oleh frekuensi pengambilan. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh jumlah madu di dalam
25
media sarang. Biasanya produksi madu terbanyak dihasilkan pada bulan Mei hingga Juli dikarenakan masa pembungaan sumber nektar lebah madu seperti kopi dan padi terjadi pada bulan tersebut. Seperti yang disampaikan Saepudin et al. (2011) bahwa puncak pembungaan kopi di Indonesia terjadi pada bulan Juli dan Khairullah (2019) yang menyatakan bahwa di Indonesia, panjang hari terpendek terjadi pada bulan Juni, sehingga padi berbunga pada bulan tersebut. Hasil madu paling sedikit biasanya terjadi pada bulan November sampai Januari.
Jumlah lebah madu dalam satu koloni juga mempengaruhi jumlah madu yang dihasilkan. Jumlah lebah madu yang sedikit dalam satu koloni biasanya disebabkan karena perpecahan koloni akibat lahirnya ratu baru dalam sarang sehingga ratu lama terusir dan membuat sarang baru dengan membawa sebagian anggota koloninya. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah perpecahan koloni seperti ini adalah dengan memusnahkan calon ratu sebelum menetas sehingga diperlukan pengecekan media sarang secara rutin pada saat mendekati masa panen.
Nilai Ekonomi Madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat
Untuk menentukan nilai ekonomi, maka diperlukan data hasil madu dari media sarang di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi yang dapat dilihat pada Gambar 11.
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Aornakan I Kuta Tinggi
Madu
(Botol/600 ml) Stup
Glodokan
Gambar 11. Grafik Hasil Madu dari Media Sarang oleh Masyarakat di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat per Tahun Pada Gambar 11. dapat dilihat bahwa Desa Aornakan I menghasilkan 100 botol/600ml madu per tahun dan Desa Kuta Tinggi menghasilkan 1161 botol/600 ml madu per tahun dengan harga jual yang sama yakni Rp180.000/600 ml. Pada
1161
10032 8 97 198
Jumlah
26
Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, madu yang dihasilkan dari satu media sarang terbanyak adalah 1,5 botol atau 900 ml sedangkan madu yang dihasilkan dari satu media sarang yang paling sedikit adalah 0,5 botol atau 300 ml (Lampiran 3).
Pada Desa Aornakan I terdapat 6 orang petani madu sedangkan pada Desa Kuta Tinggi terdapat 19 orang petani madu dengan media sarang yang dimiliki petani madu di Desa Aornakan I yakni 32 stup dan 8 glodokan sedangkan di Desa Kuta Tinggi terdapat 97 stup dan 198 glodokan. Media sarang glodokan dan stup di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi dapat dilihat pada Gambar 12.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 12. Media sarang lebah madu: (a) Glodokan di Desa Aornakan I, (b) Stup di Desa Aornakan I, (c) Glodokan di Desa Kuta Tinggi dan (d) Stup di Desa Kuta Tinggi
Mayoritas petani madu di Desa Aornakan I menggunakan media sarang berupa stup sedangkan di Desa Kuta Tinggi menggunakan media sarang berupa glodokan. Hapsari et al. (2018) menjelaskan bahwa penggunaan stup dapat mempermudah pengecekan kondisi koloni sehingga kebersihan kotak, keberadaan ratu, ketersediaan pakan dan keberadaan hama penyakit lebah dapat terkontrol.
Sedangkan penggunaan media sarang glodokan menurut Situmorang dan Aam
27
(20014) lebih sulit untuk dicek dan dipanen karena sarang lebah tidak dapat dipisahkan dari dinding kayu dan tutup glodokan. Penggunaan glodokan lebih murah dibandingkan stup sehingga lebih ekonomis jika diproduksi dalam skala besar, seperti pernyataan Sari et al. (2014) bahwa biaya pembuatan stup yang dikeluarkan relatif mahal dan sulit dibandingkan dengan glodok, dimana pada Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi biaya pembuatan glodokan yakni Rp200.000 sedangkan biaya pembuatan stup yakni Rp220.000. Stup maupun glodokan memiliki umur pemakaian yang sama yakni 5 tahun.
Petani madu di Desa Kuta Tinggi lebih banyak dibandingkan petani madu di Desa Aornakan I dikarenakan minat masyarakat di Desa Kuta Tinggi terhadap usaha lebah madu lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat di Desa Aornakan I. Hal ini disebabkan karena masyarakat di Desa Kuta Tinggi telah mendapatkan keuntungan yang cukup tinggi dari usaha lebah madu, selain itu produktivitas madu di Desa Kuta Tinggi juga lebih tinggi dibandingkan dengan di Desa Aornakan I.
Pada Desa Aornakan I, minat masyarakat terhadap usaha lebah madu masih rendah karena belum mendapatkan keuntungan secara langsung dari pemanfaatan madu dan belum terampil dalam memelihara lebah madu yang merupakan salah satu penyebab produktivitas madu di desa ini lebih rendah.
Nilai ekonomi diperlukan sebagai salah satu pertimbangan dasar suatu usaha dalam memperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan. Nilai ekonomi madu di Desa Aornakan I dan Kuta Tinggi, Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat pada Tabel 4. dan Tabel 5.
Tabel 4. Perhitungan Nilai Ekonomi Madu di Desa Aornakan I, Kabupaten Pakpak Bharat
No. Nama Responden
Madu/
Sekali Panen (Btl)
Frekue nsi/Th n
Madu/T hn (Btl)
Harga (Rp)
Nilai Ekonomi/Seka li Panen (Rp)
Nilai Ekonomi/Th
n (Rp) 1 Daniel
Manik
10,5 2 21 180.000 1.890.000 3.780.000 2 Darius
Manik
3,5 2 7 180.000 630.000 1.260.000 3 Kordel
Bancin
2 2 4 180.000 360.000 720.000
4 Marsentua Manik
1 2 2 180.000 180.000 360.000
5 Piktor Sinamo
30 2 60 180.000 5.400.000 10.800.000