• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penjatuhan Sanksi Pidana Penjara A.1. Penjatuhan Sanksi

A.1.1. Pengertian/Konsep Penjatuhan Sanksi Pidana

“Sanksi adalah akibat hukum bagi pelanggar ketenuan Undang- undang.15Atau Sanksi adalah suatu Alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah atau Undang-undang.16Sanksi adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan dan kesalahan.17Sanksi adalah sebuah hukuman atau tindakan paksaan yang diberikan karena yang bersangkutan gagal mematuhi hukum, aturan, atau perintah, sebagaimana didefinisikan oleh Black's Law Dictionary Seventh Edition sebagai berikut:”

“A penalty or coercive measure that results from failure to comply with a law, rule, or order (a sanction for discovery abuse)”.18

“Sanksi (punnishment) merupakan pemberian hasil yang tidak diinginkan (menyakitkan) untuk meminimalisir perilaku yang tidak

15R. Wiyono. 2019. SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA . Jakarta. Sinar Grafika. hlm. 139

16Ibid

17Mardiana. 2018. PENGARUH PEMBERIAN SANKSI TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 3 TERPADU PEKANBARU.Pekanbaru.Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. UIN SUSKA RIAU. Hal 8

18Erizka Permatasari, Mengenal Sanksi Hukum Pidana, Perdata, dan Administratif, (https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-sanksi-hukum-pidana--perdata--dan-administratif lt4be012381c490. Diakses tanggal 24 Januari 2022.

(2)

diinginkan.”19“Sanksi merupakan konsekuensi logis dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.20Sanksi dapat diartikan sebagai tanggungan, hukuman yang bersifat memaksa dan mengikat orang untuk menepati perjanjian dan menaati ketentuan undang-undang atau hukum yang berlaku. Sanksi pula menjadi bagian dari hukum yang diatur secara khusus untuk memberikan pengamanan bagi penegak hukum dengan mengenakan sebuah ganjaran atau hukuman bagi seorang yang melanggar aturan hukum tersebutenjelaskan perilaku seseorang, sehingga pada masa yang akan datang dapat diatasi.21Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sanksi adalah tindakan tindakan hukuman untuk memaksa seseorang menaati aturan atau menaati undang-undang.”

“Sanksi dapat dibedakan berdasarkan lapangan hukumnya seperti sanksi Administrasi, Perdata dan Pidana.Jika ditinjau dari segi pengertian Sanksi Pidana menurut Sudarto22 yakni merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.”

19Mardiana.Loc.cit

20Hj. Sri Sutatiek. 2012. REKONSTRUKSI SISTEM SANKSI DALAM HUKUM PIDANA ANAK DI INDONESIA. Yogyakarta. Aswaja Pressindo. Hal.1

21 M. Iqbal Pratama.2020. SANKSI TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH TINGKAT PERGURUAN TINGGI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM.. Palembang. Fakultas Hukum.UIN RADEN FATEH PALEMBANG. Hal 21

22 R. Wiyono.Op.cit. Hlm. 140

(3)

“Menurut Roeslan Saleh23yang dimakud dengan sanksi Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik itu.”

“Menururt Van Hamel24 sanksi pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang atas nama Negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar. Dalam hal ini semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan Hukum yang harus ditegakkan oleh Negara.”

“Menurut Simons25Pidana itu adalah suatu penderitaan yang oleh Undang-undang Pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadao suatu Norma yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seorang yang besalah.”

“Menurut Algra-Janssen26Pidana adalah sebagai alat yang dipergunakan oleh penguasa (Hakim) untuk memperingatkan mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.Reaksi dari penguasa tersebu telah mencabut kembali sebagian perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atau nyawa, kebebasan, dan harta kekayaan, yaitu seandainya ia telah tidak melakukan suatu tindak pidana.”

23 Ibid

24 Ibid

25Ibid

26 R. Wiyono. Op.cit. Hal. 141

(4)

Jadi dapat disimpulkan berdasarkan pendapat para ahli Pidana merupakan Penderitaan yang sengaja diberikan kepada subjek hukum yang melakukan perbuatan bertentangan degan Undang-undang.

“Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan hukuman/sanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan (rechtsdelict) maupun pelanggaran (wetsdelict). Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana.”

“Pihak yang mempunyai wewenang menjatuhkan pidana menurut E. Utrecht27 mengemukakan bahwa yang menjatuhkan pidana adalah negara melalui alat-alatnya.Alat-alat negara yang menjatuhkan pidana, karena negara (pemerintah) yang mengendalikan hukum dan oleh karena itu pemerintah berhak memidana.Hak memidana itu merupakan atribut pemerintah, hanya yang mempunyai hak memerintah yang dapat memaksakan dan memberlakukan kehendaknya yang mempunyai hak memidana.”

27Zaini.2019. Tinjauan Konseptual Tentang Pidana dan Pemidanaan.Pamekasan.Jurnal Hukum dan Keadilan.Vol 3. No. 2 . Fakultas Hukum. Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan.

Hal 5

(5)

A.1.2 Syarat-syarat Penjatuhan Sanksi Pidana

“Syarat-syarat penjatuhan sanksi atau pemidanaan harus diperhatikan untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana.Syarat-syarat penjtuhan sanksi atau pemidanaan lazimnya disebut dengan Unsur-unsur tindak pidana.Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut, maka untuk terjadinya perbuatan/tindak pidana harus dipenuhi unsur :

a. adanya perbuatan (manusia)

b. yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 Ayat (1) KUHP)

c. bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materill, terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negative).

Moeljatno mnegaskan, bahwa untuk adanya pidana tidak cukup hanya dengan telah terjadinya tindak pidana, tanpa mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggungjawab atau tidak. Jadi peristiwanya adalah tindak pidana, tetapi apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu benar-bentar dipidana atau tidak, akan dilihat bagaimana keadaan batin orangitu dan bagaimana hubungan batin antara perbuatan yang terjadi dengan orangitu. Apaila perbuatan yang terjadi itu dapat dicelakan kepada orang itu yang berarti dalam hal ini ada kesalahan

(6)

dalam diri orang itu maka orang itu dapat dijatuhi pidana demikian sebaliknya.”

Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan jika Syarat-syarat penjatuhan sanksi atau pemidanaan harus diperhatikan untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana.

A.1.3 Ketentuan Penjatuhan Sanksi Pidana

“Setiap penjatuhan pidana oleh hakim haruslah merupakan suatu akibat hukum dari suatu ketentuanmenurut undang-undang dengan maksud menjamin hak-hakyang ada pada setiap orang”.28

“Ketentuan dalam Penjatuhan Sanksi Pidana diatur pada ketentuan Hukum Pidana. Hukum Pidana terbagi menjadi Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil sebagaimana penjelasan berikut :

1. Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan hukum yang menentukan pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syaratbagi pelanggar pidana untuk dapat dihukum, menunjukkanorang dapat dihukum dan dapat menetapkan hukuman ataspelanggaran pidana. Dalam hal ini ketentuan Pidana Materil diatur pada Kuhp (Undang-Undang Hukum Pidana).Adapun jenis pidana diatur dalam Pasal 10 KUHP yakni; Pertama Pidana pokok diantaranya pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, sertapidana denda.Kedua

28Suhariyono AR. 2009. PENENTUAN SANKSI PIDANA DALAM SUATU UNDANG- UNDANG. Jurnal Legilasi Indonesia.Vol. 6 No. 4.Hal.624

(7)

Pidana tambahan diantaranya pencabutan hak-haktertentu, perampasan barang-barang tertentu, serta pengumuman putusanHakim.”

2. “Hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum pidana materilterhadap pelanggaran yang dilakukan orang-orang tertentu,atau dengan kata lain mengatur cara bagaimana hukum pidanamateril diwujudkan sehingga memperoleh keputusan hakimserta mengatur cara melaksanakan putusan hakim. Dalam hal ini ketentuan Pidana Formil diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981Tentang Hukum Acara Pidana.”29

A.1.4. Pidana Penjara

A.1.4.1 Pengertian/Konsep Pidana Penjara

“Pidana penjara adalah satu jenis sanksi pidana diatur dalam Pasal 10 KUHP yang mana sanksi ini dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana.Jika ditinjau berdasarkan pengertian Pidana Penjara merupakan suatu pidana berupa perampasan kemerdekaan atau kebebesan bergerak dari seorang terpidana dengan menempatkannya di lembaga pemasyarakatan.”30

29Zaini.Op.cit. Hal 6

30 Dede Kania. 2014. PIDANA PENJARA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA. Bandung. Jurnal Ilmiah Hukum Legality.Vo.l. 3 No.2. Fakultas Hukum. Universitas UIN Sunan Gunung djati Bandung.Hal 20.

(8)

“Menurut P.A.F Lamintang31 Pidana Penjara merupakan suatu pidana yang berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilaksanakan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan.”

“Menurut Roeslan Saleh32 Pidana Penjara merupakan pidana utama di antara pidana kehilangan kemerdekaan.Pidana penjara dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau sementara waktu.”

“Menurut Andi Hamzah33 Pidana Penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan.Pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan, dahulu kala pidana penjara tidak dikenal di Indonesia (Hukum Adat).Yang dikenal ialah pidana pembuangan, pidana badan berupa pemotongan anggota badan atau dicambuk, pidana mati dan pidana denda atau berupa pembayaran ganti rugi.”

31 P.A.F. Lamintang, 1984. Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, Sinar Grafika.

hlm 69.

32 Roeslan Saleh. 1983. Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, hlm 62.

33 Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradya Paramita, Jakarta, Hal 36-37

(9)

“Menurut Barda Nawawi Arief34 “Pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi juga menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan itu sendiri. Akibat negatif itu antara lain terampasnya juga kehidupan seksual yang normal dari seseorang, sehingga sering terjadi hubungan homoseksual dan masturbasi di kalangan terpidana. Dengan terampasnya kemerdekaan seseorang juga berarti terampasnya kemerdekaan berusaha dari orang itu yang dapat mempunyai akibat serius bagi kehidupan sosial ekonomi keluarganya.

Terlebih pidana penjara itu dikatakan dapat memberikan cap jahat (stigma) yang akan terbawa terus walaupun yang bersangkutan tidak lagi melakukan kejahatan. Akibat lain yang juga seringdisoroti ialah bahwa pengalaman penjara dapatmenyebabkan terjadinya degradasi atau penurunan derajat dan harga dari manusia.”

“Berdasarkan pengertian dari para ahli yang dapat peneliti simpulkan yaitu Pidana Penjara merupakan pidana berupa perampasan kemerdekaan terhadap seorang terpidana yang telah terbukti secara sah menurut putusan hakim telah melakukan tindak pidana dengan ditempatkan dilembaga pemasyarakatan yang mana hal tersebut dapat melahirkan stigma cap jahat dalam masyarakat.”

34Barda Nawawi Arief. 1996. Kebijakan Legislatif dengan Pidana Penjara, Semarang.Badan Penerbit UNDIP. Hlm 44

(10)

A.1.4.2 Macam-macam Pidana Penjara

Jenis pidana Penjara menurut Pasal 12 KUHP terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Penjara Seumur Hidup

“Penjara seumur hidup adalah terpidana menjalani hukuman penjara dari terpidana masih hidup sampai dengan terpidana meninggal dunia berdasarkan Putusan Hakim.Hukuman seumur hidup yaitu salah satu jenispidana yang kehilangan kemerdekaannya dalam jangka panjang terkecuali narapidana yang memiliki hukuman tersebut meninggal dunia.” 35

2.Penjara Selama Waktu Tertentu

“Penjara selama waktu tertentu adalah terpidana menjalani hukuman penjara dengan jangka waktu tertentu berdasarkan Putusan Hakim.

Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan jika pidana penjara dibedakan berdasarkan variasi waktunya yakni pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu.”

A. 1.4.3 Ketentuan tentang Pidana Penjara

Pasal 10 KUHP menetapkan jenis pidana yang diberlakukan di Indonesia terdiri atas:

35Theresia Panni Koresy Marbun. 2021. PIDANA SEUMUR HIDUP, KONFIGURASI DILEMATIS ANTARA HUKUMAN ATAU KEMANUSIAAN. Depok. Jurnal Gema Keadilan. Volume 8 Edisi II. Politeknik Ilmu Pemasyarakatan. Hal 2-3.

(11)

a) Pidana pokok (1) Pidana mati (2) Pidana penjara (3) Kurungan (4) Denda

(5) Pidana tutupan b) Pidana tambahan

(1) Pencabutan hak-hak tertentu (2) Perampasan barang-barang tertentu (3) Pengumuman putusan hakim

Pasal 10 KUHP mengurut jenis pidana yang diancamkan kepada pelaku delik diurut dari yang terberat sampai teringan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Ayat (1) KUHP yang menyatakan :

“Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.”

Diatur pula pada ketentuan Pasal 12 Ayat (2) KUHP yang menyatakan :

“Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.

Diatur lebih lanjut pada ketentuan Pasal 12 Ayat (3) KUHP yang menyatakan : “Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya Hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antara pidana penjara selama waktu tertentu;

begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena perbarengan (concursus), pengulangan (recidivie) atau karena ditentukan dalam Pasal 52 dan 52a (LN 1958 No. 127).”

Dilanjutkan diatur Pada ketentuan Pasal 12 Ayat (4) KUHP yang menyatakan : “Pidana Penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak lebih dari dua puluh tahun.”

Pada ketentuan Pasal 13 KUHP yang menyatakan : “Orang-orang terpidana yang dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan (kelas).”

Pada ketentuan Pasal 14 KUHP menyatakan : “Orang terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya menururt aturan yang diadakan guna pelaksanaan Pasal 29.”

(12)

Jadi berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) KUHP diketahui bahwa Pidana Penjara terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu Pidana Penjara seumur hidup dan selama waktu tertentu. Dapat diketahui juga jika berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (2) KUHP dikenal pidana penjara dengan sistem minimum umum (paling pendek satuhari dan maksimum umum (paling lama 15 (lima belas) tahun berturut-turut) kemudian ketentuan pada Pasal 12 Ayat (3) jo Ayat(4) KUHP mengenal pidana penjara dengan sistem maksimum khusus (boleh dijatuhkan untuk 20 (dua puluh) tahun berturut-turut). Pasal 13 KUHP, menyatakan: Orang-orang terpidana yang dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan (kelas). Dalam hal ini mengacu pada ketentuan pasal 12 Ayat (1) Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyatakan :

“Dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di LAPAS dilakukan penggolongan atas dasar :

a. umur;

b. jenis kelamin;

c. lama pidana yang dijatuhkan;

d. jenis kejahatan; dan

e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

Pasal 14 KUHP orang terpidana yang dijatuhi pidana wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya menurut aturan yang diadakan guna pelaksanaan Pasal 29. KUHP yang menyatakan :

(1) Hal menunjukan tempat untuk menjalani pidana penjara, kurungan atau kedua-duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu; hal nenbedakan orang terpidana dalam golongangolongan, hal yang mengatur pekerjaan, upah pekerjaan, dan perumahan terpidana yang berdiam di luar penjara, hal yang mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat

(13)

agama, haltata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan dan pakaian, semuanya itu diatur dengan undangundang sesuai dengan Kitab Undang- undang ini.

2) Jika perlu Menteri kehakiman menetapkan aturan rumah tangga untuk tempat-tempat orang terpidana.

Ketentuan yang masih berhubungan dengan pidana penjara adalah tentang pidana bersyarat yang diatur dalam Pasal 14a sampai dengan 14 f KUHP, dan ketentuan tentang lepas bersyarat yang diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 KUHP.

B. Tinjauan Umum Tentang Anak

B.1. Pengertian/Konsep Tentang Anak

“Anak merupakan tonggak keberhasilan suatu bangsa dan Negara, karena Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa dan Negara.Oleh maka dari itu harkat dan martabat Anak harus dilindungi dari segala macam perlakuan yang tidak memanusiakan anak yang mana akan berdampak pada pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dalam hal ini Anak berhak atas segala bentuk perlindungan dari segala aspek kehidupan baik dari Aspek pendidikan, aspek Hukum dan lain sebagiannya.”

“Di indonesia apa yang dimaksud dengan Anak tidak ada kesatuan pengertian. Hal ini disebabkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan

(14)

dengan kepentingan anak, masing-masing memberikan pengertiannya sesuai dengan maksud dikeluarkan peraturan perundang-undangan tesebut.” 36

“Definisi Anak menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.4 tahun 1979 tentang Kesehjateraan Anak yang menyatakan” :

“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

“Dalam penjelasan di atas disebutkan jika batas umur genap 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan-pertimbangan usaha kesehjateraan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematanga mental seorang anak dicapai pada umur tersebut, kemudian dalam penjelasan tersebut yang dimaksud belum pernah kawin yakni Anak yang belum pernah mengadakan perkawinan.”

“Definisi Anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak yang menyatakan :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

“Dalam penjelasan di atas dijelaskan bahwa seseorang dapat disebut Anak jika belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya.”

36R. Wiyono. Op.cit. Hal 10

(15)

“Definisi Anak menurut Konvensi tentang Hak-hak Anak yang telah diratifikasi oleh Keputusan Presiden RI Nomor 36 tahun 1990 yang menyatakan” :

“Untuk digunakan dalam konvensi yang sekarang ini, Anak berarti setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun, kecuali berdasarkan Undang-undang yang berlaku untuk Anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.”

Dalam penjelasan di atas dijelaskan bahwa seseorang dapat disebut Anak jika belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan tidak usah mempermasalahkan jika Anak tersebut sudah atau belum kawin.

“Definisi Anak menurut Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Preadilan Pidana Anak. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa :

Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Dalam penjelasan di atas dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Anak yang berhadapan dengan Hukum yaitu :

1. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. 37

37 Lihat ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(16)

2. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.38

3. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.” 39

Berdasarkan tinjauan peneliti mengenai konsep/definisi mengenai Anak ditemukan bahwa tidak ada definisi yang sama diantara Peraturan yang mengatur tentang Anak. Peneliti menyimpulkan jika yang dimaksud dengan Anak yakni orang yang belum dewasa atau orang yang belum kawin.Anak yang berkonflik dengan hukum yakni anak yang melakukan tindak pidana.Anak yang menjadi korban tindak pidana adalah anak yang mengalami penderitaan baik itu fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.Anak Saksi adalah anak yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.Anak tersebut telah berumur 12

38IbidPasal 1 angka 4

39Ibid Pasal 1 angka 5

(17)

(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Subjek hukum yang dapat dijatuhi pidana dan tindakan adalah setiap pelaku pidana, sesuai dengan situasi dan kondisinya.Anak pelaku tindak pidana juga dapat dijatuhi pidana maupun tindakan.

B.2 Pengertian/konsep Tindak Pidana Anak B. 2.2.1Pengertian Tindak Pidana

“Istilah tindak pidana pada hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Kata strafbaarfiet diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam Bahasa Indonesia yang digunakan oleh para sarjana-sarjana Indonesia antara lain seperti Tindak Pidana, Delict, Perbuatan Pidana , Peristiwa Pidana, Hal yang diancam dengan hukum dan lain sebagiannya.” 40

“Menurut Simons41 tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannyadan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Dengan batasan seperti ini, maka menurut simons, untuk adanya suatu tindak pidana harusdipenuhi Unsur-unsur :

40Tongat. 2008. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Persfektif Pembaharuan.

Malang. Penerbit UMM Press. Hal. 101

41Ibid. Hal 105

(18)

1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat), maupun perbuatan negative (tidak berbuat)

2. Diancam dengan pidana 3. Melawan Hukum

4. Dilakukan dengan kesalahan

5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

Kemudian menurut Wiryono Prodjodikoro42, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.”

“Menurut Moeljatno43 perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut, maka untuk terjadinya perbuatan/tindak pidana harus dipenuhi unsur :

a. adanya perbuatan (manusia)

b. yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 Ayat (1) KUHP)

c. bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materill, terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negative).”

“Berdasarkan definisi dariperbuatan/tindak pidana yang diberikan Moeljatno di atas tersimpul bahwa dalam pengertian tentang tindak pidana tidak tercakup pertanggungjawaban pidana (criminal responbilitiy).Untuk adanya tindak

42Ibid. Hal 106

43Ibid. Hal 107

(19)

pidana, tanpa mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggungjawab atau tidak.” 44

B. 2.2.2 Unsur-unsur Tindak Pidana

“Untuk menguraikan bahwa unsur-unsur delik terdiri atas 2 (dua) macam dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Unsur Objektif, merupakan suatu unsur yang terdapat di luar diri pelaku (dader) yang dapat berupa :

a. Perbuatan, Dalam arti berbuat maupun dalam arti tidak berbuat.

Contoh unsur objektif yang berupa "perbuatan" yaitu dimana perbuatan-perbuatanyang dilarang dan diancam oleh undang-undang dilakukan oleh pelaku.Perbuatan-perbuatan tersebut dapat disebut antara lain perbuatan-perbuatanyang dirumuskan di dalam Pasal 242, Pasal 263 dan Pasal 362 KUHPidana.Di dalam ketentuan Pasal 362 KUHPidana misalnya, unsur objektif yangberupa "perbuatan" dan sekaligus merupakan perbuatan yang dilarang dandiancam oleh undang-undang adalah perbuatan mengambil.

b. Akibat, merupakan suatu syarat mutlak dalam delik materiil. Contoh dariunsur objektif yang berupa suatu "akibat" ialah akibat-akibat yang dilarangserta diancam oleh undang-undang merupakan syarat mutlak dalam delikantara lain akibat-akibat sebagaimana dimaksud dalam

44Ibid. Hal 108

(20)

ketentuan Pasal 351dan Pasal 338 KUHPidana. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 338KUHPidana misalnya, "akibat" yang dilarang dan diancam dengan undangundang adalah matinya orang.

c. Keadaan atau masalah-masalah tertentu dimana dilarang dan diancam olehundang-undang. Contoh unsur objektif yang berupa suatu

"keadaan" yangdilarang dan diancam oleh undang-undang yaitu sebagaimana termaksud dalam Pasal 160, Pasal 281 dan Pasal 282 KUHPidana. Dalam ketentuanPasal 282 KUHPidana misalnya, unsur objektif yang berupa "keadaan"adalah di tempat umum.45

2) Unsur Subjektif, merupakan suatu unsur yang terdapat di dalam diri si pelaku (dader)berupa :

a. Suatu yang dapat dipertanggungjawabkan oleh seseorang terhadapperbuatan yang telah dilakukan (kemampuan bertanggungjawab).

b. Kesalahan (schuld)

c. Seseorang dapat dikatakan mampu bertanggungjawab jika :

- PertamaKeadaan jiwa orang itu dapat mengerti akan nilai perbuatannya dan karena juga mengerti akan nilai perbuatannya itu;

- Kedua Keadaan jiwa orang itudapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia lakukan;

45Tongat. 2002. Hukum Pidana Materiil,. Malang, UMM Press.hlm 3-5

(21)

- Ketiga orang itu harus sadar bahwa perbuatan itu dilarang dan perbuatan manayang tidak dilarang oleh undang-undang.” 46

B.2.2.3 Pengertian Tindak Pidana Anak

“Berdasarkan pendapat dari Hakim Anak yakni Hakim Zulfikar Siregar S.H., M.H yang menyatakan bahwa Tindak pidana anak adalah suatu kejahatan pidana yang menyangkut anak baik sebagai pelaku ataupun sebagai korban, karena menurut beliau bahwa defenisi tindak pidana anak itu belum ada di Indonesia dan dalam Undang-Undang system peradilan pidana anak dijelaskan daris segi filosofinya yaitu anak yang berhadapan dengan hukum atau peradilan.”

“Perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana anak adalah setiap perbuatan baik berupa kejahatan maupun pelanggaran sebagaimana diatur dalam perundang-undangan hukum pidana. Bahkan berdasakan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak diperluas lagi, bukan hanya perbuatan yang dilarang oleh perundang-undangan hukum pidana melainkan termasuk perbuatan yang dilarang menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berkembang di masyarakat.” 47

46 Ibid

47Simanjuntak Anthoni. 2016. ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA YANG DIJATUHI SANKSI PIDANA. Medan. Fakultas Hukum.

Universitas Sumatera Utara. Hal.60

(22)

Jika kita tinjau berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Undang- undang No.11tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

“Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Jadi dapat ditarik kesimpulan jika Tindak pidana anak yakni suatu perlakuan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh Anak yang berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.Dalam hal ini ditentukannya batas minimum dan maksimum tersebut karena dari sisi Psikologis Anak dapat mempertanggung-jawabkan perbuatannya.

B.3 Pengertian/Konsep Pemidanaan Terhadap Anak

“Pemidanaan diartikan sebagai tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana.Jadi pemidanaan ini merupakan upaya yang sah secara hukum untuk memberikan nestapa penderitaan kepada seseorang melalui proses peradilan yang terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana.”

“Dalam pemidanaan atau penjatuhan sanksi pada anak harus tetap memperhatikan tujuan dari pada pemidanaan itu sendiri. Tujuan pemidanaan atau penjatuhan sanksi pada anak antara lain sebagai berikut :

1. Mencegah perilaku anak yang lebih buruk dikemudian hari, sehingga dapat menjadi manusia yang baik dan berguna;

(23)

2. Memberikan perawatan dan perlindungan untuk keselamatan, kesejahteraan, dan kesehatan bagi anak;

3. Memberikan rasa bersalah serta menghapus stigma buruk pada anak;

4. Menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang jiwa anak, untuk meningkatkan taraf hidup yang baik bagi pengembangan fisik,mental, dan sosialnya.48

Dalam penjatuhan sanksi pada Anak selain harus memperhatikan tujuan daripada pemidanaan juga harus memperhatikan dan berlandaskan pada Asas- asas dalam sistem peradilan Pidana Anak sesuai dengan ketentuan Undang- undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.”

“Dalam sistem pemidanaan Anak dikenal dengan sistem dua jalur (double track system) yaitu Sanksi Pidana dan Tindakan.Jenis Sanksi terhadap Anak sebagai pelaku tindak pidana diatur dalam Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Ketentuan jenis sanksi diatur pada Bab V yaitu tentang Pidana dan Tindakan. Jadi jenis Sanksi terhadap Anak sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan Undang-undang No.11tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat 2 (dua) jenis yakni Sanksi Pidana dan Tindakan.”

48Reinald Pinangkaan, Pertanggungjawaban Pidana dan Penerapan Sanksi dalam PembaruanSiste Pemidanaan Anak di Indonesia, Lex Crimen, Vol. II No. 1 (Februari, 2013), hlm. 12

(24)

B.3.3.1 Sanksi Pidana Anak

“Berdasarkan ketentuanPasal 71 Ayat (1) Undang-undang No.11 tahun 12 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

(1) Pidana Pokok bagi Anak terdiri atas : a. Pidana Peringatan

b. Pidana dengan Syarat :

1) pembinaan di luar lembaga;

2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara” 49

Penjelasan :

a. Pidana Peringatan

Berdasarkan ketentuan Pasal 72 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan Anak. Ditinjau berdasarkan ketentuan Pasal 9 Ayat (2) hururf b Undang-undang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tindak pidana ringan” adalah tindak pidana penjara atau pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan.

b. Pidana dengan Syarat

“Berdasarkan ketentuan Pasal 73 Ayat (1) jo. Ayat (2) jo. Ayat (3) jo.

Ayat (4) Undang-undang No.11tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan jika pidana dengan syarat adalah pidana yang

49 Lihat ketentuan Pasal 71 Ayat (1) undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(25)

dijatuhkan oleh hakim kepada anak yang tidak perlu dilaksanakan asal selama menjalani masa pidana, memenuhi syarat umum berupa tidak akan melakukan tindak pidana dan syarat khusus berupa untuk melakukan atau tidak melakukan hak tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim.”

1) Pembinaan Di Luar Lembaga;

Pembinaan di luar lembaga dapat berupa :

(a) mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat Pembina;

(b) mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau

(c) mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alcohol, narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

2) Pelayanan Masyarakat

“Pidana pelayanan masyarakat adalah Pidana yang bermaksud untuk mendidik anak dengan meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan ke masyarakat yang positif. Dalam hal ini pidana pelayanan masyarakat dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua puluh) jam.”

3) Pengawasan

“Berdasarkan ketentuan Pasal 77 Ayat (1) Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa “Pidana Pengawasan” adalah pidana yang khusus dikenakan untuk Anak, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh penuntut umm terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di

(26)

rumah Anak dan pemberian bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.”

c. Pelatihan Kerja

“Berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa “Lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja”. Seperti pada balai latihan kerja, Lembaga pendidikan vokasi yang dilaksanakan misalnya Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, pendidikan, atau sosial.Pada pidana pelatihan kerja dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.”

d. Pembinaan dalam Lembaga

“Pidana pembinaan dalam Lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja ataulembaga pembinaan yang diselengarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.Pidana pembinaan dalam lembaga dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan anak tidak membahayakan masyarakat.jika Anak telah menjalani ½ (satu per dua) bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.”

e. Penjara

“Pidana penjara dijatuhkan kepada Anak apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat. Anak di tempatkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).Untuk pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satuper dua) dari maksimum ancaman

(27)

pidana penjara bagi orang dewasa.

Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.Anak yang telah menjalani ½ (satu per dua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.Apabila tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.”

“Akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 81 Ayat (5) Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa :

“Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir”.

Maksud dari sebagai upaya terakhir yaitu pidana penjara merupakan upaya hukum terakhir setelah tidak ada lagi upaya hukum lain yang menguntungkan bagi Anak, seperti Anak itu memang sudah sangat meresahkan keluarga dan masyarakat, telah berkali-kali melakukan tindak pidana dan pihak orang tua atau wali sudah tidak sanggup untuk mendidik dan tidak sanggup lagiuntuk mengawasinya.”50

“Pasal 71 Ayat (2) Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan :

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

50Beby Suryani Fithri. 2017. ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK. Medan. Jurnal Ilmiah Hukum Legality.Vol. 10 No. 1. Fakultas Hukum. Universitas Medan Area.Hal. 83

(28)

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.

Pemenuhan kewajiban adat adalah denda atau tindakan yang wajib dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat anak dan juga tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental Anak.”

Maksud dari kewajiban adat adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat anak serta tidak mebahayakan kesehatan fisik dan mental anak.

B.3.3.2Sanksi Tindakan Anak

“Sanksi Tindakan merupakan apa yang dibebankan kepada orang yang melakukan tindak pidana yang bukan merupakan penderitaan atau apa yang bukanmerupakan penderitaan.” 51

“Menurut Sudarto52 Sanksi Tindakan dimaksudkan untuk perlindungan masyarakat terhadap orang yang melakukan perbuatan yang membahayakan masyarakat dan untuk pembinaan dan perawatan sipembuat.”

“Dalam Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Sanksi Tindakan diatur pada Pasal 82 Ayat (1) yang menyatakan :

51R. Wiyono, Op.cit. Hal. 144

52Ibid. Hal, 145

(29)

Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi:

a. pengembalian kepada orang tua/Wali;

b. penyerahan kepada seseorang;

c. perawatan di rumah sakit jiwa;

d. perawatan di LPKS;

e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah ataubadan swasta;

f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g. perbaikan akibat tindak pidana.”

Penjelasan :

a. pengembalian kepada orang tua/Wali yaitu :

“Sanksi tindakan pengembalian kepada orang tua adalah anak diserahkan kembali kepada orang tua yang terdiri atas ayah dan ibu.

Sedangkan maksud dari sanksi tindakan pengembalian kepada wali adalah anak diserahkan kepada orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua.”

b. penyerahan kepada seseorang;

“Sanksi tindakan penyerahan kepada seseorang adalah penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung- jawab oleh hakim serta dipercaya oleh Anak.”

c. perawatan di rumah sakit jiwa;

“Sanksi tindakan perawatan di rumah sakit jiwa adalah tindakan ini diberikan kepada anak yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa atau penyakit atau penyakit jiwa.”

d. perawatan di LPKS;

(30)

“Sanksi tindakan perawatan di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesehjateraan Sosial) dimaksudkan untukmembantu orang tua/wali dalam mendidik dan memberikan

bimbingan kepada anak yang bersangkutan. Sanksi tindakan ini dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.”

e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

“Sanksi tindakan kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.”

f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

“Tindakan pencabutan izin mengemudi ini diberikan paling lama 1 (satu) tahun.”

g. perbaikan akibat tindak pidana

“Sanksi tindakan perbaikan akibat perbaikan tindak pidana adalah misalnya memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tibndak pidana yang disebabkan oleh tindak pidana yang telah anak lakukan dan memulihkan keadaan sesuai dengan sebelum terjadinya tindak pidana.”

(31)

C. Hak-hak Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak berdasarkan ketentuan Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

C.1 Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

“Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruha proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana”.

C.2 Asas-asas Sistem Peradilan Pidana Anak

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

Sistem Peradilann Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan Asas : a. Perlindungan :

“Yang dimaksud dengan "pelindungan" meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan Anak secara fisik dan/atau psikis.”

b. Keadilan :

“Yang dimaksud dengan "keadilan" adalah bahwa setiap penyelesaian perkara Anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi Anak.”

c. Non Diskriminasi :

“Yang dimaksud dengan "nondiskriminasi" adalah tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya

(32)

dan bahasa, status hukum Anak, urutan kelahiran Anak, serta kondisi fisik dan/atau mental.”

d. Kepentingan Terbaik Bagi Anak :

“Yang dimaksud dengan "kepentingan terbaik bagi Anak" adalah segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak.”

e. Penghargaan Terdapat Pendapat Anak

“Yang dimaksud dengan "penghargaan terhadap pendapat Anak" adalah penghormatan atas hak Anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupan Anak.”

f. Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang Anak

“Yang dimaksud dengan "kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak" adalah hak asasi yang paling mendasar bagi Anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.”

g. Pembinaan dan Pembimbingan Anak

“Yang dimaksud dengan "pembinaan" adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani Anak baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana.”

“Yang dimaksud dengan "pembimbingan" adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual,

(33)

sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.”

h. Proporsional

“Yang dimaksud dengan "proporsional" adalah segala perlakuan terhadap Anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi Anak.”

i. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir;

“Yang dimaksud dengan "perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir"

adalah pada dasarnya Anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.”

j. Penghindaran Pembalasan

“Yang dimaksud dengan "penghindaran pembalasan" adalah prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.”

C.3 Hak-hak Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

“Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:

a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b. dipisahkan dari orang dewasa;

c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

d. melakukan kegiatan rekreasional;

e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yangobjektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

(34)

i. tidak dipublikasikan identitasnya;

j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;

k. memperoleh advokasi sosial;

l. memperoleh kehidupan pribadi;

m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;

n. memperoleh pendidikan;

o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan

p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan jika dalam sistem peradilan pidana Anak, Anak mempunyai Hak-hak yang harus dipenuhi oleh Aparat penegak hukum.

C.4 Keadilan Restoratif

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa :

“Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama- sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.”

Dalam hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 5 Ayat 1 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.

C.5 Diversi :

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa :

(35)

“Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkaraAnak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.”

Tujuan Diversi berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa :

“Diversi bertujuan:

a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;

b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;

c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;

d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.”

Jadi jika Keadilan Restoratif dan Diversi ini dihubungkan maka keadilan restorative merupakan tujuan yang hendak dicapai dan diversi merupakan salah satu proses mencapai keadilan restorative. Untuk mencapai keadilan restorative dapat dicapai melalui diversi maupun proses dalam peradilan pidana Anak.

D. Teori Putusan Hakim D.1 Pengertian Hakim Anak

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-undang No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa :

Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.”

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Hakim yang menangani dan mengadili perkara Anak yaitu Hakim Anak sebagaimana yang telah diatur pada ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa : “Hakim adalah hakim Anak.”

(36)

Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan jika Hakim anak diangkat berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agungatas usul Ketua Pengadila Negeriyang bersangkutan melalui Ketua Pengadila Tinggi. Syarat sebagai Hakim telah diatur pada ketentuan Pasal 43 Ayat (2) Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.”

“Tugas dan Wewenang Hakim anak diatur pada ketentuan Pasal 44 Undang-undang No.11tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan :

(1) Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal.

(2) Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis

dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya.

(3) Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti.

Jadi untuk menjadi seorang Hakim Anak harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Menurut peneliti untuk menjadi seorang Hakim Anak maka harus memahami

(37)

sisi sosial, psikologis dan kriminologis Anak yang melakukan tindak pidana agar melahirkan putusan yang berkadilan bagi Anak.

D.2 Pengertian Putusan Hakim

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan bahwa :

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalamsidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas ataulepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menuruti cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

“Sudikno Mertolusumo merumuskan bahwa Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan, dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.” 53

“Rubini dan Chaidir Ali merumuskan bahwa putusan hakim itu merupakan suatu akta penutupdari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut Vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat pula akibat-akibatnya.” 54

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan jika Putusan merupakan suatu Pernyataan yang dibuat oleh seorang pejbat yang berwenang yakni hakim yang tertuang secara tertulis guna mengakhiri atau menyelesikan suatu perkra atau sengket antara para pihak demi kepastian hukum para pihak.

53 Sudikno Mertokusumo. 1998. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta. Penerbit Liberty. Hal.

174

54Rubini dan Chaidar Ali. 1974. Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung. Penerbit Alumni.Hal. 105

(38)

D.3 Pengertian Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Sanksi terhadap Anak D.3.1 Pengertian Pertimbangan Hakim

“Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo atbono) dan mengandung kepastian hukum, disamping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.” 55

Terdapat 2 (dua) kategori pertimbangan Hakim dalam memutussuatu perkara, yaitu pertimbangan Hakim yang bersifat yuridis dan pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis.

a. Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan

“Pada faktor-faktor yang telah terungkap di dalam persidangan dan oleh Undang- Undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis tersebut diantaranya:

1) Dakwaan Penuntut Umum

55Mukti Arto. 2004.Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama.Yogyakarta.

PustakaPelajar. Hal.140.

(39)

Dakwaan Penuntut Umum biasanya dibuat dalam bentuk surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepadanya yang akan disimpulkan dan ditarik dari hasil

pemeriksaan penyidikan dan merupakan landasan bagi hakim saat memeriksa di persidangan.

2) Tuntutan Pidana

Dalam tuntutan pidana biasanya menyebutkan jenis-jenis dan beratnya suatu tindakan yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menjatuhkan putusan pengadilan kepada terdakwa.

Penyusunan surat tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum telah disesuaikan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan melihat pembuktian dalam suatu persidangan, yang telah disesuaikan pula dengan bentuk dakwan yang digunakan oleh Jaksa Pentutu Umum sebelum akhirnya sampai pada tuntutan di dalam requisitoir itu biasanya Penuntut Umum akan menjelaskan satu demi satu tentang unsur-unsur tindak pidana yang ia dakwakan kepada terdakwa, dengan memberikan alasan tentang anngapannya tersebut.

3) Keterangan Saksi

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang merupakan keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat

(40)

sendiri, dan ia alami dengan menyebut alasan dari pengetahuannya tersebut.

Keterangan saksimerupakan alat bukri seperti yang telah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP huruf a. Keterangan saksi merupakan keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, uang harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan di muka sidang pengadulan yang merupakan hasil

pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebat dengan

istilah testimonium de auditu.Kesaksian tersbut dimungkinkan dapat terjadi di persidangan.

4) Keterangan Terdakwa

Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP huruf e memuat bahwa keterangan Terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan Terdakwa adalah apa yang dinyatakan Terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri, hal ini telah diatur dalam Pasal 189 KUHAP.

5) Barang Bukti

Barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh Terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau barang sebagai hasil dari suatu tindak pidana.Barang yang

(41)

digunakan sebgai bukti yang diajukan dalam sidang pengadilan bertujuan untuk menguatkan keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan Terdakwa untuk menitikberatkan kesalahan Terdakwa. Adanya barang bukti yang diperlihatkan pada persidangan akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh Terdakwa maupun para

saksi.

6) Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Rumusan Pasal 197 huruf e KUHAP menyatakan salah satu yang harus dimuat dalam surat putusan pemidanaan adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan. Pasal-pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

b. Pertimbangan non yuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatanterdakwa, kondisi ekonomi terdakwa, ditambah hakim haruslah meyakini apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidakseba

(42)

gaimana yang termuat dalam unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepadanya.” 56

D.3.2. Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Sanksi terhadap Anak

“Pertimbangan Hakim dalam penjatuhan sanksi terhadap Anak mempunyai peran yang besar dalam menentukan nasib anak kedepannya.Pertimbangan hakim haruslah mencerminkan keadilan untuk Anak dan tidak mengabaikan Asas Kepentingan terbaik bagi Anak.Pertimbangan Hakim Anak mempunyai dasar dalam penjatuhan sanksi terhadap Anak. Dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi terhadap anak yaitu” :

1. Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di dalam persidanganoleh Undang-undang yang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan. Adapun pertimbangan yuridis hakim terdiri atas:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan.Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa (anak), juga memuat uraian tindak pidana yang di dakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan

56Syarifah Dewi Indawati S. 2015. DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM MENJATUHKAN PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM TERDAKWA DALAM PERKARA PENIPUAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI DENPASAR NOMOR:

24/PID/2015/PT.DPS). Surakarta. Jurnal Verstek.Vol 5 No 2. Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret.

(43)

b. Keterangan terdakwa

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184 butir e, keterangan terdakwa (anak) digolongkan sebagai alatbukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

c. Keterangan saksi

Salah satu komponen yang harus diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan putusannya adalah keterangan saksi. Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti, sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, ia alami sendiri, dan harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah.

d. Barang-barang bukti

Pengertian dari barang bukti itu sendiri adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan.

e. Pasal-pasal peraturan hukum pidana

Salah satu hal yang sering terungkap dalam proses persidangan adalah pasal-pasal peraturan hukum pidana. Pasal-pasal ini bermula terlihat dan terungkap dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, yang diformulasikan sebagai ketentuan hukum pidana yang dilanggar oleh

terdakwa (anak).

2. Pertimbangan Non-yuridis

(44)

“Pertimangan non-yuridis adalah pertimbangan subjektif Hakim dengan dasar Moral Justice dan Social Justice, serta asas keadilan, asas kemanfaatan, dan asas kepastian hukum. Moral justice artinya Hakim mendasari pertimbangan dalam mengadili dan memutus perkara tindak pidana anak selain memperhatikan hukum positif juga harus memperhatikan pertimbangan non yuridis yang bersifat filosofis, sosiologis, psikologis, dan kriminologis. Sosial Justice artinyaHakim tidak hidup di singgasana melainkan hidup bersosialisasi dengan masyarakat lingkungannya yangbersifat heterogen. Dengan demikian hakim dalam menegakkan hukumpositif dapat mewujudan keadilan sosial, sehingga putusan hakim dalam perkara tindak pidana anak berdimensi memberikan keadilan yang bermanfaat demi kepentingan anak tersebut juga kepada lingkungan sosialnya termasuk orang tua serta masyarakat sekitar. Fakta-fakta dalam persidangan dan asas-asas akan menjadi dasar yang cukup adil bagi sanksi yang dijatuhkan dengan perbuatan yang dilakukan.”

“Rusli Muhammad berpendapat bahwa keadaan-keadaan yang digolongkan sebagai pertimbangan yang bersifat non-yuridis adalah

a. Latar belakang perbuatan terdakwa

Yang dimaksud dengan latar belakang perbuatan terdakwa adalah setiap keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana.

b. Akibat perbuatan terdakwa

Perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sudah pasti membawa korban maupun kerugian pada pihak lain, bahkan akibat dari perbuatan terdakwa dari

(45)

kejahatan yang dilakukannya dapat pula berpengaruh buruk kepada masyarakat luas, paling tidak keamanan dan ketentraman mereka sudah terancam.

c. Kondisi diri terdakwa

Pengertian dari kondisi diri terdakwa adalah keadaan fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk pula dengan status sosial yang melekat pada terdakwa. Keadaan fisik yang dimaksud adalah usia dan tingkat kedewasaan, sedangkan keadaan psikis yang dimaksud adalah berkaitan dengan perasaan yang dapat berupa mendapat tekanan dari orang lain, pikiran sedang kacau, dalam keadaan marah, dan lain-lain, dan yang dimaksud dengan status sosial adalahpredikat yang dimiliki terdakwa dalam masyarakat.

d. Agama terdakwa

Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup apabila sekedar meletakkan kata “ketuhanan” pada kepala putusan, tetapi harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan baik tindakan para hakim itu sendiri maupun terutama terhadap tindakan para pembuat kejahatan.” 57

57Hj. Sri Sutatiek.Op.cit. Hal. 33

Referensi

Dokumen terkait

Adanya motivasi dalam bekerja merupakan kekuatan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan serta dapat membantu meningkatkan produktifitas yang tinggi. Selain dimiliki

Pengumpulan data atau informasi terkait bahaya dan potensi risiko K3 pada aktivitas pekerjaan yang dilakukan di industri Penyamakan Kulit PT.X dilakukan dengan mengambil

Kesenian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul bermacam – macam jenis kesenian yang ada di Gunungkidul khususnya di desa Kemadang masih banyak dari tabel dibawah merupakan

Bertolak dari gejala yang ditemukan pada anak kelompok B TK Sarodja Desa Hutadaa Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo, maka dalam upaya meningkatkan kemandirian dalam

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Alwani (2007) yang meneliti pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja auditor pada KAP di kota Semarang menunjukkan

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel minuman probiotik whey keju dengan 5% sari tomat pada saat setelah fermentasi selesai

Keluarga pada dasarnya salah satu unsur penting dalam kehidupan kita karena keluarga merupakan pokok dari kehidupan kita dimana seorang keluarga mampu membuat diri

Dampak lain dari self disclosure adalah individu yang sengaja berbagi pengalaman dan emosi dapat membantu mengurangi gejala depresi pada saat stres dan akan mengalami