• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KOPI (Coffea Arabica L) (Studi Kasus : Perkebunan Rakyat di Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KOPI (Coffea Arabica L) (Studi Kasus : Perkebunan Rakyat di Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi) SKRIPSI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

NOVA INDRIANTHI PURBA 140304105

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

SKRIPSI

OLEH :

NOVA INDRIANTHI PURBA 140304105

AGRIBISNIS

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)
(5)

Nilai Tambah Kopi (Coffea Arabica L.) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran produk kopi di daerah penelitian, untuk menganalisis tingkat efisiensi pemasaran kopi di daerah penelitian, untuk menganalisis nilai tambah pada pengolahan kopi di daerah penelitian, dan untuk mengetahui besar penerimaan petani kopi pada setiap penjualan. Metode analisis yang digunakan adalah metode tataniaga untuk menganalisis pola pemasaran dan nilai tambah, metode Hayami untuk menganalisis nilai tambah dan metode usahatani untuk menganalisis penerimaan petani. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat dua saluran pemasaran kopi di Kecamatan Parbuluan. Nilai marjin pemasaran pada saluran I sebesar Rp 43.000,-/kg dan nilai marjin pemasaran pada saluaran II sebesar Rp 44.000,-/kg. Perhitungan efisiensi pemasaran menunjukkan bahwa saluran pemasaran kopi di Kecamatan Parbuluan yang paling efisien adalah saluran I dan kemudian saluran II. Perhitungan nilai tambah dari berbagai elemen menunjukan bahwa proses produksi pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose, telah menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 8.000/kg dengan rasio nilai tambah sebesar 22,85 % dari nilai produk, menunjukkan bahwa nilai tambah pada kopi arabika di Kecamatan parbuluan tergolong pada rasio nilai tambah sedang. Rata rata produksi kopi di Kecamatan Perbuluan sebesar 1020,25kg/Ha/Tahun, dengan rata rata harga kopi sebesar Rp26.989.58, Rata – rata penerimaan petani kopi sebesar Rp45,372,126.65/Tahun. Sehingga dalam sekali panen rata rata penerimaan petani sebesar Rp2,062,369.39/Ha.

.

Kata kunci : Kopi, Saluran Pemasaran, Efisiensi Pemasaran, Nilai Tambah dan Penerimaan.

(6)

Added Value of Coffee (Coffea Arabica L.) (Case Study: People's Plantation in Parbuluan District, Dairi Regency). This research was guided by Mr. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si as Chair of the Advisory Commission and Mr. Ir. Luhut Sihombing, MP as Member of the Supervisory CommissionThe study was conducted aimed at analyzing the marketing channels of coffee products in the study area, to analyze the level of efficiency of coffee marketing in the study area, to analyze the added value of coffee processing in the study area, and to determine the acceptance of coffee farmers in each sale. The analytical method used is the trading method to analyze marketing patterns and value added, Hayami's method for analyzing added value and farming methods to analyze farmers' acceptance. The results of the study concluded that there were two coffee marketing channels in Parbuluan District. The value of marketing margin in channel I is Rp43,000/kg and the value of marketing margin in channel II is Rp44,000 / kg. The calculation of marketing efficiency shows that the most efficient coffee marketing channel in Parbuluan District is channel I and then channel II Calculation of added value from various elements shows that the production process of Hs coffee processing becomes Ose coffee, has added value of Rp. 8,000 / kg with a value added ratio of 22.85% of the value of the product, indicating that the added value of arabica coffee in the district of Parbuluan is classified as a moderate value-added ratio. The average coffee production in Perbuluan Subdistrict is 1020.25kg / Ha / Year, with an average coffee price of Rp26,989.58, - the average coffee farmers' acceptance is Rp45,372,126.65 / year. So that in one harvest, the average farmer's income is Rp2,062,369.39 / Ha.

Keywords: Coffee, Marketing Channels, Marketing Efficiency, Added Value and Acceptance.

(7)

Nova Indrianthi Purba lahir di Sidikalang pada tanggal 01 Februari 1997. Anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak Poltak Purba dan Ibu Theodora Oppusunggu.

Pendidikan Formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2002 masuk Sekolah Dasar dan lulus 2008 dari SD Negeri 030285 Sidikalang.

2. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 2011 dari SMP Negeri 2 Sidikalang.

3. Tahun 2011 masuk Sekolah Menengah Atas dan lulus tahun 2014 dari SMA Negeri 1 Sidikalang.

4. Tahun 2014 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

5. Melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Desa Binjai Baru, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli-Agustus 2017.

6. Pengurus Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) periode 2016-2017.

7. Melaksanakan penelitian pada bulan Mei 2018 di Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah Analisis Pemasaran dan Nilai Tambah Kopi (Coffea Arabica L.) di Perkebunan Rakyat Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis secara khusus menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si selaku ketua komisi pembimbing yang dengan kesediaan waktu dalam membimbing, memberikan motivasi, memberikan pengarahan dan memberikan kemudahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Kesabaran dan keikhlasan Bapak menjadi panutan bagi penulis. Juga kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memotivasi penulis tanpa mengenal lelah, serta mendukung dan membantu penulis sejak masa perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini. Kebijaksanaan, ketegasan dan ketepatan sikap bapak menjadi panutan bagi penulis.

Ungkapan rasa terima kasih yang sama juga disampaikan kepada :

1. Kedua Orang tua tercinta Bapak Poltak Purba dan Ibu Theodora Oppusunggu yang selalu memberikan doa, nasihat, kasih sayang dan dukungan dalam segala hal selama menjalani perkuliahan.

(9)

3. Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kemudahan dalam perkuliahan.

4. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, khususnya pegawai di Program Studi Agribisnis.

6. Kepada Bapak Ruben Manullang selaku PPL Kecamatan Parbuluan yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

7. Kepada saudara penulis Andre Agasthian R. Purba selaku abang penulis, Brigita Leonita Purba, Jonatan Isac N. Purba, dan Dian Jogi J. Purba selaku adik adik penulis. Yang telah memberikan semangat dan doa yang tak henti hentinya dalam penyelesaian skripsi ini

8. Kepada Yehezkia Efgeny Barus yang selalu memberikan support, doa dan motivasi sampai pada akhir perkuliahan penulis. Maria Sinta, Kak Patria, Bang Rafael selaku sahabat sahabat penulis yang bersedia menemani, mendoakan dan mensupport penulis selama ini.

9. Kepada sahabat penulis Agribisnis Angkatan 2014 khususnya, teman yang selalu menemani dari semester satu hingga saat ini Henny Egra, Riko Sianturi, Krisna Putrina Marpaung, Rohni Apriana Damanik dan Josua Robi Simbolon. Serta teman teman ALS (Rizka, Dita, Putri, Ni’mah, Liza, Milla,

(10)

10. Kepada responden penelitian yang telah meluangkan waktu dan kesempatan untuk diwawancarai oleh penulis demi kesempurnaan penelitian penulis serta kepada semua pihak yang terlibat yang telah mendukung.

Namun demikian penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Agustus 2018

Penulis

(11)

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3 . Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka... 10

2.1.1. Tinjauan Agronomi ... 10

2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi ... 15

2.1.3. Kondisi Eksisting Pemasaran Kopi di Indonesia ... 17

2.2. Landasan Teori ... 18

2.2.1. Konsep Pemasaran ... 18

2.2.2. Efisiensi Pemasaran ... 22

2.2.3. Teori Usahatani ... 25

2.2.4. Nilai Tambah ... 27

2.3. Penelitian Terdahulu ... 28

2.5. Kerangka Pemikiran ... 34

2.6. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Daerah Penentuan ... 35

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 35

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4. Metode Analisis Data ... 38

3.5 Definisi dan Batasan (Operasional) ... 44

3.5.1. Definisi Operasional ... 44

3.5.2. Batasan Operasional... 47

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 48

4.1.1. Geografi Wilayah ... 48

4.1.2. Pemerintahan ... 49

4.1.3. Keadaan Penduduk ... 49

(12)

4.2.1.Karakteristik Sampel ... 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Saluran Pemasaran Kopi ... 55

5.1.1. Fungsi-fungsi Pemasaran ... 59

5.1.2. Price Spread dan Share Margin ... 64

5.2. Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi ... 68

5.2.1. Metode Shepherd ... 69

5.2.2. Metode Acharya dan Aggarwai ... 69

5.2.3. Metode Composite Index ... 70

5.2.4. Marketing Efficiency Index Method ... 72

5.3. Analisis Pengolahan Nilai Tambah Kopi ... 73

5.3.1. Proses Pengolahan Pasca Panen Kopi………... 73

5.4. Analisis Penerimaan Usahatani Kopi... 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

No Judul Halaman

1.1 Top 5 Negara Pengekspor Kopi di Dunia 3

1.2 Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat Terbesar di Indonesia, Tahun 2012-2016

4 2.1 Kandungan Nutrisi dalam setiap 100 gram Kopi 11 3.1 Produksi, Produktifitas dan Jumlah petani tanaman

perkebunan kopi arabika menurut kecamatan di Kabupaten Dairi 2016

35

3.2 Prosedur Penghitungan Nilai Tambah dengan Metode Hayami

43 4.1 Banyak Dusun Berdasarkan Desa di Kecamatan Parbuluan 49 4.2 Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan

Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Parbuluan

50 4.3 Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman

dan Desa (ha) 2016

51 4.4 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Parbuluan 51 4.5 Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Parbuluan tahun

2016

52

4.6 Sarana Kesehatan di Kecamatan Parbuluan 52

4.7 Panjang jalan menurut Jenisnya di Kecamatan Parbuluan tahun 2016

53

4.8 Karakteristik Sampel 53

5.1 Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilakukan Oleh Lembaga Pemasaran Pada Setiap Saluran Pemasaran Kopi Arabika di Kecamatan Parbuluan

63

5.2 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran pada Saluran 1

64 5.3 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran pada

Saluran II

67 5.4 Efisiensi sauran Pemasaran dengan Metode Shepherd 70 5.5 Efisiensi Pemasaran dengan Metode Acharya dan

Aggarwai

71

5.6 Indikator dalam Composite Index Method 71

5.7 5.8 5.9 5.10

Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Composite Index Method

Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Marketing fficiency Index Method

Hasil Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kopi Hs menjadi Kopi Ose

Penerimaan Petani Kopi Per Tahun

72 73 76 78

(14)

No Judul Halaman 1 Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat

di Indnesia, Tahun 2012-2016

4

2 Skema Kerangka Pemikiran 34

3 Skema saluran pemasaran kopi arabika di Kecamatan Parbuluan

57 4

5

Skema saluran I pemasaran kopi Skema saluran II pemasaran kopi

57 58

(15)

1 Karakteristik sampel penelitian

2 Luas lahan, Jarak tanam, Umur tanaman, Jumlah pokok tanaman dan Jumlah produksi

3 Harga Kopi dan Penerimaan petani 4 Penerimaan Petani

5 Karakteristik Sosial Ekonomi, Volume dan Harga beli/jual Kopi pedagang pengumpul kecil, tahun 2018

6 Biaya Pemasaran Pedagang Pengumpul kecil, tahun 2018 7 Karakteristik Sosial Ekonomi, Volume dan Harga beli/jual Kopi

pedagang pengumpul besar, tahun 2018

8 Biaya Pemasaran Pedagang Pengumpul besar, tahun 2018

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kopi merupakan tanaman penting di Indonesia. Sejarah perkopian di Indonesia mencatat bahwa pertama sekali masuk ke Indonesia sekitar tahun 1699 yang merupakan jenis kopi Arabica (Coffea Arabica). Sejak abad ke 18 kopi

menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama

“Java Coffea” (Syamsulbahri, 1996).

Perkembangan sektor pertanian di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya lewat hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat Indonesia memiliki modal kekayaan sumberdaya alam yang sangat besar, sehingga memberikan peluang bagi berkembangnya usaha-usaha pertanian, yang salah satunya adalah tanaman perkebunan khususnya tanaman kopi, yang merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak dibudidayakan oleh petani dan perusahaan swasta. Hal ini disebabkan karena komoditi ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis, baik untuk memberikan peningkatan pendapatan petani bahkan dapat menambah devisa bagi negara.

Tren meminum kopi sebagai gaya hidup tidak hanya terjadi di luar negeri. Di Indonesia, meminum kopi juga sudah menjadi kebiasaan yang terus bertambah jumlah pengikutnya. Secara tidak langsung, kondisi ini ikut meningkatkan permintaan kopi domestik. Berdasarkan survei, rata rata permintaan kopi dalam negeri pada periode 1984-2008 meningkat dengan laju 4,32% per tahun.

Sementara itu permintaan rata rata peningkatan konsumsi kopi di Benua Asia serta

(17)

dan peningkatan permintaan kopi membuka peluang usaha untuk bertanam kopi.

Terlebih peluang ekspor ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, dan juga Inggris (Redaksi Agromedia, 2012).

Karakteristik dan cita rasa yang khas menjadi keunggulan kopi Indonesia. Kopi Sumatera memiliki aroma yang kuat dan cita rasa kakao, tanah dan tembakau.

Kopi Java memiliki rasa yang nyaman, heavy body dan rasa akhir yang bertahan lama serta cita rasa herbal. Sementara kopi Bali terasa lebih manis dari kopi lainnya, dengan cita rasa kacang dan jeruk. Kopi Sulawesi memiliki tingkat kemanisan dan body yang baik, dengan cita rasa rempah yang hangat. Kopi Flores memiliki rasa yang heavy body, manis cita rasa coklat, dan tembakau. Kopi Papua terasa heavy body, coklat, tanah, dan cita rasa akhir rempah. Aroma kopi Indonesia tersebut berbeda-beda karena berbagai alasan. Variabel yang paling berpengaruh adalah jenis tanah, ketinggian tempat dari permukaan laut, varietas kopi, metode pengolahan dan penyimpanan. Kombinasi faktor-faktor alam dan manusia tersebut menghasilkan rasa lokal yang khas untuk setiap jenis kopi.

Hampir semua kopi Indonesia memiliki rasa yang spesial.

Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu mata dagang yang mempunyai arti yang cukup tinggi, Kopi merupakan komoditi penting dalam subsektor perkebunan, karena berperan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber devisa negara.. Hal ini bisa dilihat dari komoditi ini yang mampu menembus pasar internasional sebagai komoditi ekspor. Ekspor kopi Indonesia menduduki posisi ke 4 di dunia setelah Negara Brazil, Vietnam, dan Colombia.

Dengan volume ekspor 0,38 juta ton. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1.

(18)

Tabel 1.1. Top 5 Negara Pengekspor kopi di dunia No Negara Volume ekspor (Juta ton)

1 Brazil 0,98

2 Vietnam 0,74

3 Colombia 0,41

4 Indonesia 0,38

5 India 0,18

Sumber: International Coffee Organization, diolah oleh Tim Riset CNBC Indonesia

Subsektor perkebunan ini berperan penting dalam mencukupi kebutuhan penduduk, penyediaan bahan baku industri, memberi peluang usaha serta kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan petani.

Indonesia dikenal sebagai produsen kopi arabika. Untuk kopi arabika, pada tahun 2012-2016, Provinsi Sumatera Utara tercatat sebagai produsen kopi arabika terbesar di Indonesia (Gambar 1). Dengan rata-rata produksi kopi arabika sebesar 49.546 ton setiap tahunnya, Provinsi Sumatera Utara berkontribusi 29,99% dari produksi kopi arabika nasional. Provinsi penghasil kopi arabika terbesar lainnya adalah Provinsi Aceh dengan rata-rata produksi sebesar 44.540 ton per tahun dan Provinsi Sulawesi Selatan dengan rata-rata produksi sebesar 20.309 ton per tahun.

Secara total, ketiga provinsi ini berkontribusi hingga 69,24% terhadap produksi kopi arabika di Indonesia yang mencapai 165.215 ton setiap.

(19)

Tabel 1.2. Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat Terbesar di Indonesia, Tahun 2012-2016

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

Gambar 1. Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Indonesia, Tahun 2012- 2016

Kawasan produksi kopi di Sumatera Utara meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo. Pada tahun 2014, Kabupaten Dairi tercatat sebagai kabupaten penghasil kopi arabika terbesar ke-2 di Provinsi Sumatera Utara.Menyumbang 9,593 ton dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Utara setelah No

.

Provinsi

Tahun Share

2012 2013 2014 2015 2016 Rata- (%) rata 1 Sumatera

Utara

48,81 49,05 49,143 50,315 50,405 49,546 29.99 2 Aceh 47,78 42,07 44,423 44,209 44,206 44,540 26.96 3 Sulawesi

Selatan

20,27 19,33 19,534 20,606 21,802 20,309 12.29 4 Sumatera

Barat

14,87 15,06 15,111 15,591 15,930 15,315 9.27 5 NTT 6,255 6,422 7,115 7,329 7,496 6,923 4.19 6 Prov.

Lainnya

18,31 8

26,97 1

27,500 34,633 35,483 28,581 17.30 Indonesia 156,3 158,9 162,82 172,68 175,3 165,21 100.0

Sumatera Barat;

9.27%

Sulawesi Selatan;

12.29%

Aceh; 26.96%

Prov.

Lainnya;

17.30%

Nusa Tenggara Timur; 4.19%

Sumatera Utara;

29.99%

(20)

Tapanuli Utara sebesar 10,126 ton. Selain Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara, kabupaten sentra penghasil kopi arabika pada tahun 2014 di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Hunbang Hasundutan, dengan produksi masing-masing adalah 8.485 ton, 6.861 ton, dan 5.912 ton. Produksi kopi arabika dari kelima kabupaten ini menyumbang 83,38%

produksi kopi arabika Provinsi Sumatera Utara di tahun 2014.

Pemasaran kopi merupakan mata rantai kegiatan yang panjang di jutaan petani dan perkebunan-perkebunan kopi di desa-desa sampai ke pabrik-pabrik kopi dan perusahaan eksportir. Gambaran umum pola tataniaga kopi rakyat di beberapa provinsi penghasil kopi ditandai dengan berperannya pedagang pengumpul, pedagang lokal dan pedagang eksportir. Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut sering sekali menimbulkan kecilnya persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen maupun eksportir.

Penanganan pasca panen yang terintegrasi dapat menghasilkan produk primer berupa biji kopi beras, dan produk sekunder berupa kopi sangrai, kopi bubuk, kopi cepat saji, dan beberapa produk turunan lain. Pengembangan produk tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka peluang pasar dan menyerap tenaga kerja.

Biji kopi yang diperdagangkan adalah kopi beras yang juga disebut market coffie, dikategorikan sebagai hasil pengolahan biji kopi primer, berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk, kulit ari. Penjualan dalam bentuk biji lebih mudah dan langsung mendapatkan keuntungan. Sementara untuk kopi bubuk dibutuhkan modal, waktu dan keahlian tertentu.

(21)

Mengingat pentingnya komoditas kopi arabika bagi petani maka diperlukan gambaran yang jelas tentang proses pemasaran kopi arabika dari petani produsen sampai ke konsumen akhir. Dalam proses penyebaran kopi arabika dari sentra produksi ke konsumen akhir melibatkan lembaga pemasaran, sehingga mengakibatkan lembaga pemasaran berusaha memperoleh keuntungan. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berpengaruh terhadap marjin pemasaran kopi arabika.

Kendala utama yang dihadapi oleh produsen (petani) skala kecil di negara-negara berkembang ialah bahwa faktanya mereka memiliki skala kecil. Dengan demikian untuk mengatasi kendala utama tersebut diperlukan koordinasi horizontal atau kemitraan antara produsen skala kecil tersebut dengan pembeli (baik eksportir, pedagang maupun pengecer). Koordinasi horizontal atau kemitraan merupakan proses kolaborasi antar dua aktor atau lebih dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan aktor yang terlibat untuk berkompetisi di pasar, baik pasar regional maupun pasar global. Akan tetapi bagi petani kecil agar dapat berkompetisi dipasar global diperlukan inovasi dan peningkatan mutu (upgrading), sedangkan gabungan dari petani akan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan skala ekonominya (Rosenkopf dan Almeida, 2003 cit Coles dan Mitchell, 2011).

Usahatani kopi menjadi salah satu mata pencaharian penduduk Kecamatan Parbuluan untuk memenuhi kebutuhan petani. Produksi kopi dihasilkan akan dijual oleh petani kepada pengumpul ataupun lembaga pemasar lainnya, sehingga menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani dan petani akan memperoleh penerimaan dari harga output yang diperoleh melalui penjualan kopi.

(22)

Tinggi atau rendahnya produksi kopi yang dihasilkan oleh petani merupakan hal yang mempengaruhi pendapatan petani.

Pemasaran menjadi kendala utama di kecamatan parbuluan dalam menjual kopinya, hal ini dapat dilihat dari rendahnya harga jual kopi yang diperoleh petani. Bagian terbesar dengan keuntungan besar jatuh ketangan pedagang besar sebagai pemilik modal besar, sementara petani kopi hanya menerima keuntungan yang sedikit dengan menanggung resiko jangka panjang maupun jangka pendek.

Oleh sebab itu menjadi sangat menarik untuk meneliti sampai sejauh mana peranan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kopi di daerah penelitian.

Pasar komoditi yang terorganisir dengan baik dan terjamin pelaksanaannya atau yang biasa disebut sebagai bursa komoditi, kehadiran dan bentuknya perlu disesuaikan bukan saja dipergunakan oleh pengusaha termasuk di dalamnya ekportir dan petani sebagai wadah untuk mengadakan hedging dalam melindungi serta mengamankan usahanya menjangkau kontrak dengan jangka waktu penyerahan yang lebih jauh ke depan, tetapi juga dapat menyempurnakan sistem pembentukan harga yang transparan, sehingga benar-benar dapat menunjang kelangsungan dan pengembangan sektor produksi dengan memberinya bagian harga pasar yang wajar sebagai harga panutan.

Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan arus barang dari produsen ke konsumen adalah efisiensi pemasaran, karena melalui efisiensi pemasaran selain terlihat perbedaan harga yang diterima petani sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir. Saluran pemasaran juga

(23)

menentukan marjin keuntungan yang diterima oleh para petani, semakin panjang alur pemasaran semakin banyak lembaga, pemasaran yang menikmati marjin keuntungan petani dengan ekportir.

Nilai tambah dalam proses pengolahan produk yaitu selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku serta input lainnya, tetapi tidak termasuk tenaga kerja (Hayami, et al., 1987). Proses nilai tambah terbentuk apabila terdapat perubahan bentuk dari produk aslinya, sehingga pembentukan nilai tambah ini penting dilakukan petani guna meningkatkan pendapatannya. Proses pembentukan nilai tambah pada kopi arabika terjadi pada proses pengolahan kopi gelondong ke kopi biji dan kopi bubuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai tambah kopi arabika di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi pada proses pengolahan kopi gelondong menjadi kopi biji, kopi biji menjadi kopi bubuk.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) mampu mengurangi resiko petani terhadap kondisi Kopi Arabika, karena Kopi Arabika merupakan kopi yang membutuhkan perlakuan khusus dalam pengolahannya.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), kopi biji maupun bubuk kopi memiliki kontribusi masing-masing. Marjin penjualan yang dihasilkan satu sama lain pun berbeda

Pendapatan petani pada dasarnya terletak pada bahagian yang diterimanya atas penjualan hasil usahataninya yang relatif tidak banyak pula. Semakin besar bahagian dari pembeli konsumen diterima petani (produsen) maka semakin tinggi kesejahteraannnya

(24)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimana saluran pemasaran produk kopi di daerah penelitian?

2) Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran kopi di daerah penelitian?

3) Berapa besar nilai tambah pada pengolahan kopi di daerah penelitian?

4) Berapa besar tingkat penerimaan petani kopi pada setiap penjualan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menganalisis saluran pemasaran produk kopi di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis tingkat efisiensi pemasaran kopi di daerah penelitian.

3) Untuk menganalisis nilai tambah pada pengolahan kopi di daerah penelitian.

4) Untuk mengetahui besar penerimaan petani kopi pada setiap penjualan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1) Petani kopi, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam memasarkan hasil kebun kopi para petani.

2) Dinas atau instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan harga yang diambil dalam rangka meningkatkan produksi dan mengembangkan tanaman kopi di Dairi.

3) Dalam bidang pendidikan, sebagai referensi kepada mahasiswa dan peneliti- peneliti lainnya dalam penelitian yang sejenis.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomi

Kopi (Coffea sp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh mencapai 12 meter. Daunnya bulat dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya.

Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai berikut :

Kigdom : Plantae

Subkigdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea

Spesies :Coffeasp. [Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea liberica, Coffea excelsa]

Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk mencapai hasil yang optimal memerlukan persyaratan tertentu. Zona terbaik pertumbuhan kopi adalah antara 20° LU dan 20° LS. Indonesia yang terletak pada 5°LU dan

(26)

10° LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik. Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0-10° LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-5° LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara.

Menurut Rukmana (2014), terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan, yakni: Kopi Arabika, Kopi Liberika, Kopi Canephora (Robusta) dan Kopi Hibrida. Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak dikembangkan di dunia maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 meter dari permukaan laut (mdpl) dan di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000- 1750 mdpl. Perkebunan kopi arabika terdapat di beberapa daerah, antara lain Tapanuli Utara, Dairi, Tobasa, Humbang, Mandailing, dan Karo (Provinsi Sumatera Utara), Provinsi Aceh, Provinsi Lampung dan beberapa Provinsi di

pulau Sulawesi, Jawa dan Bali. Jenis kopi cenderung tidak tahan Hemilia Vastatrix namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat.

Kandungan Gizi

Tabel 2.1. Kandungan nutrisi dalam setiap 100 gram kopi.

No Kandungan Nutrisi Banyaknya

1 Kalori 352,0 kal

2 Protein 17,4 g

3 Lemak 1,3 g

4 Karbohidrat 69,0 g

5 Kalsium 296,0 mg

6 Fosfor 368,0 mg

7 Zat Besi 4,1 mg

8 Bagian dapat dimakan (bdd) 100%

Sumber: Direktorat Gizi Kemenkes

(27)

Biji Kopi mengandung protein, minyak aromatis, dan asam-asam organic. Pada umumnya biji kopi mengandung senyawa yang terdiri atas karbohidrat (60%), minyak (13%), protein (13%) , asam asam non-volatil (8%), abu (4%), trogonelin (1%), kafein kopi arabika (1%), dan robusta (2%) (Rukmana,2014).

Budidaya

Penanaman kopi Arabika memiliki syarat tumbuh ketinggian 700-2000m dpl, dengan garis lintang 20o LS sampai 20o LU. Untuk curah hujan 1.500 s/d 2.500 mm/thn, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, kemiringan tanah kurang dari 45 % dan pH 5,5-6,5.

Iklim sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi. Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Pada saat bunga membuka sampai dengan berlangsung penyerbukan pertumbuhan buah muda sampai tua dan masak menjelang kemarau pada umumnya cuaca mulai terang, udara tidak berawan, berarti penyinaran matahari akan lebih banyak maka suhu akan meningkat. Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar kecilnya persiapan pembungaan. Semakin banyaknya penyinaran maka persiapan pembentukan bunga akan semakin cepat.

Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan tanaman dan persipan areal. Persiapan bahan tanam meliputi penyediaan benih, penyemaian benih dan persemaian lapangan.

Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang

(28)

tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan.

Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan apsir tebal kira- kira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan.

Persiapan lahan dilakukan pembersihan dari semak, membongkar tunggul atau akar pohon yang ada. Kumpulkan seluruh bagian semak yang ada, kemudian diberakan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi emapt 2,5 x 2,5 m, pagar 1,5 x 2,5 m, untuk tumpangsari 2 x 4 m. Untuk lubang tanamnya dibuat tiga bulan sebelum tanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm dantanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2-4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang.

Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohonnya seperti lamtoro, dadap dan sengon. Pohon pelindung selain untuk melindungi tanaman kopi itu berguna sebagai memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. Penanaman kopi Arabika dapat dilakukan pada awal musim penghujan diharapkan agar tidak banyak tanah yang terlepas dari akar dan leher akar bibit ditanam rata dengan permukaan tanah.

Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman muda

(29)

sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan.

Kopi Arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak berwarna merah tua dan pemetikan dilakukan harus hati-hati jangan sampai ada bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering diperam selama

24 jam, kemudian dijemur panas matahari diputar balikan agar merata sampai 10-14 hari, untuk memisahkan kulit buah.

b. Pengolahan secara basah buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung dan diberi sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk menghilangkan lendir-lendir masih memikat perlu diperam dulu dalam kaleng atau diisi air 3- 4 hari dan dicuci bersih.

Komponen komponen Biaya Usahatani Kopi

Kopi adalah panen padat karya sehingga biaya produksi cukup rendah untuk petani rakyat yang tergantung pada tenaga kerja dari keluarga sendiri sedangkan di perkebunan modern biaya produksinya jauh lebih tinggi karena kopi ditanam secara intensif, ada manajemen dengan gaji tinggi, dan biaya input tinggi seperti pupuk, obat penyemprot dan tenaga kerja upahan. Namun pada umumnya biaya produksi kopi dapat dibagi pada dua kategori yaitu: biaya penanaman dapat menjadi tinggi khususnya karena pohon kopi membutuhkan dua sampai tiga tahun sebelum berbuah dan hanya mencapai produksi penuhnya pada tahun kelima atau tahun keenam (James, 1980).

(30)

Komponen komponen yang dibutuhkan dalam usahatani kopi yaitu Biaya Investasi dan Biaya Variabel. Komponen Biaya Investasi terdiri dari: Hand sprayer, cangkul, garpu, pompa air dan selang, Wheel barrow, ember, sabit dan ajir. Koponen Biaya Variabel terdiri dari: Biaya Input (Bibit Kopi, Bibit tanaman pelindung, Pupuk kandang, pupuk NPK, Pestisida, Herbisida) dan Biaya Tenaga Kerja (persiapan lahan, pembuatan lubang tanam, penanaman pohon pelindung, penanaman bibit kopi, penyulaman, pendangiran, pemupukan, penyiangan gulma, pemberantasan HPT, pemangkasan, pemeliharaan tanaman pelindung, panen, pasca panen). Sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk komponen komponen tersebut sebesar Rp213.636/Pohon selama 15 tahun (Panduan Bertanam, 2016).

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi

Luas areal perkebunan kopi Indonesia mencapai 1.210.364 ha dengan produksi 686,921 ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3 yakni sebesar 1,24 juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi robusta dan 251 ribu ha kopi arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas areal kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar -3,41. Dan pada tahun 2014 luas areal kopi mengalami peningkatan mencapai 1.354.000 ha dengan produksi sebesar 738.000 ton (AEKI, 2014).

Produksi kopi Indonesia tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 691.163 ton atau meningkat sekitar 20. Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali mengalami penurunan dengan produksi sebesar 669.064 ton (Direktorat Jenderal

(31)

Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi telah menjadi sumber nafkah bagi banyak petani (Najiyati dan Danarti, 1997).

Dalam Produk Nasional Bruto PNB, komoditas kopi memberikan sumbangan sebesar 0,6 dan merupakan 17 dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008.

Luas tanam kopi seluas 1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani kecil dengan skala usaha rata-rata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat mencapai sekitar Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi arabika (Ottaway 2007).

Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat

berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 18–20C. Di kisaran suhu berapapun meski kopi dapat tumbuh namun

kemampuannya menghasilkan buah jauh berkurang. Sementara buah kopi merupakan hasil yang diharapkan oleh petani sebagai sumber pendapatannya.

Apabila jumlah produksi kopi petani semakin berkurang diakibatkan perubahan iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan gagal panen maka kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait pemanasan global segera membaik dan adanya kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapi petani.

(32)

2.1.3 Kondisi Eksisting pemasaran kopi di Indonesia

Tanaman kopi di Indonesia mayoritas diusahakan oleh petani di daerah yang terpencil dengan sarana jalan yang belum memadai sehingga menyebabkan rantai pemasaran atau tataniaganya cukup panjang. Pemasaran hasil kopi petani umumnya dijual ke pedagang pengumpul (pedagang perantara). Sebaliknya, di perkebunan perkebunan besar, mereka memiliki unit-unit khusus untuk pemasaran lokal maupun ekspor, serta memiliki hubungan baik dengan pihak-pihak pembeli dari luar negeri. Perkembangan pasar luar negeri diikuti secara terus menerus, baik laju perkembangan harga maupun perkembangan produksi kopi di beberapa negara.

Turnip, 2002 menyatakan bahwa secara umum terdapat kopi yang dijual melalui pasar komoditi umumnya sampai ke perusahaan perusahaan atau pabrik-pabrik pengolahan kopi melalui para agen/broker. Agen-agen inilah yang berhubungan dengan pedagang perantara di negara pengimpor sehingga dapat memperoleh kopi dalam jumlah dan mutu sesuai kebutuhannya. Kopi Indonesia diekspor dalam beberapa bentuk, terutama berupa kopi biji, kopi sangrai (roasted coffee), dan kopi ekstrak.

Jika dilihat rantai pasok mulai dari produsen hingga konsumen, maka terdapat banyak yang terlibat dalam sistem rantai pasok kopi Indonesia. Rantai pasok yang terjadi dapat dipisahkan menjadi beberapa pola karena proses aliran kopi sampai kepada konsumen cukup beragam. Untuk kopi yang dikonsumsi di dalam negeri terdapat beberapa pola sebagai berikut:

- Petani =>pedagang pengumpul =>perusahaan perdagangan =>lokal => roaster

(33)

- Petani => pedagang pengumpul => pedagang pengumpul kecamatan =>

perusahaan perdagangan lokal => roaster => konsumen

- Petani => pedagang pengumpul => perusahaan perdagangan lokal => pasar lokal/retailer/coffee shop => konsumen

Pola rantai pasok untuk kopi yang dipasarkan ke luar negeri sebagai berikut:

Petani => pedagang pengumpul => pedagang pengumpul kecamatan => eksportir

=> Importir => roaster => konsumen.

Selain sebagai pengekspor kopi, Indonesia juga mengimpor produk-produk kopi yang dihasilkan oleh roaster yang berada di luar negeri. Bahkan tidak sedikit kopi yang diimpor tersebut merupakan kopi yang berasal dari Indonesia setelah mengalami proses pengolahan.

2.2 Landasan Teori

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan produk tersebut (Kotler, 2004).

2.2.1 Konsep Pemasaran

Kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena pada dasarnya memiliki makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata tersebut berasal dari kata yang sama yaitu marketing (Asmarantaka, 2009). Sehingga tataniaga maupun pemasaran sama-sama memiliki tujuan dalam menyalurkan (aliran) barang maupun jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen akhir yang terdri dari beberapa rangkaian kegiatan bisnis. Tataniaga dapat diartikan

(34)

sebagai suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan demand yang bekerja, ada proses pembentukan harga dan terjadinya proses pengalihan kepemilikan barang maupun jasa (Dahl dan Hammond, 2001).

Dahl dan Hamond (2001), mendefinisikan fungsi funsi tataniaga sebagai serangkaian fungsi yang dipergunakan dalam menggerakkan input dari titik produsen sampai konsumen akhir terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan).

Menurut Downey dan Ericson (2004), pada umumnya fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi:

1) Fungsi pertukaran (exchange function) yang meliputi penjualan dan pembelian, yang menciptakan kegiatan kegunaan hak milik.

2) Fungsi fisik (physical function) yang meliputi pengangkutan, penyimpanan dan pemrosesan produk yang menciptakan kegunaan tempat dan waktu.

3) Fungsi penyediaan sarana (facilitating function) yang meliputi kegiatan- kegiatan yang menyangkut masalah standarisasi dan grading, penanggung resiko, pembiayaan dan kredit serta informasi pasar dan harga.

Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga tataniaga yang terdiri dari:

a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tapi menguasai barang, meliputi: agen, perantara dan broker.

b) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importer.

(35)

c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti badan transportasi, pergudangan dan asuransi.

Salah satu fungsi dari pemasaran adalah sebagai penyedia sarana yang meliputi harga. Harga merupakan masalah pokok baik bagi pembeli maupun penjual di pasar. Pada semua tingkat dari produksi melalui proses tataniaga hingga ke konsumen akhir harus secara terus menerus dan konstan memperhatikan harga- harga barang dan jasa (Hasyim, 2012).

Harga menjadi acuan seberapa besar nilai pada produk yang dihasilkan oleh petani. Petani harus mempertimbangkan seberapa besar harga yang pantas untuk produk yang dihasilkan, dari biaya-biaya yang dikeluarkan dari proses produksi hingga produk sampai ke lembaga pemasaran selanjutnya. Petani harus bisa membaca kondisi harga ketika menentukan harga produk di pasar saat produknya akan dijual.

Harga-harga yang diterima petani dapat mendorong atau merangsangnya untuk menghasilkan produk yang dapat didistribusikan di pasar jika harga itu cukup menarik. Namun dapat pula membuat petani tidak bergairah berproduksi, jika harga produknya rendah (Hasyim, 2012).

Kebijaksanaan penentuan harga sebagian besar tergantung dengan bentuk-bentuk persaingan yang berlaku dalam masyarakat. Kebijaksanaan penentuan harga yang dilakukan dalam bentuk persaingan monopoli suatu barang tentu berlainan bentuk persaingan bebas (sempurna) atau bentuk oligopoly (Hasyim, 2012).

Distributor atau penyalur ini bekerja secara aktif untuk mengusahakan perpindahan, bukan hanya secara fisik, tetapi dalam arti agar barang- barang

(36)

tersebut dapat dibeli oleh konsumen, dengan melakukan pertimbangan- pertimbangan atas penyaluran (Syahyunan, 2004).

Dengan demikian, penyaluran harus menjamin tersedianya pasokan yang tepat jumlah dan waktu serta tersedia di seluruh daerah dan disalurkan melalui jaringan distribusi yang efektif dan efisien.

Beberapa faktor yang menentukan panjang pendeknya saluran pemasaran antara lain adalah

a) Jarak antara produsen ke konsumen, makin jauh maka makin panjang saluran pemasarannya.

b) Cepat lambatnya produk rusak, produk yang cepat rusak menghendaki saluran pemaran yang pendek.

c) Skala produksi, semakin kecil skala produksi semakin panjang saluran pemasarannya.

d) Posisi keuangan pengusaha, produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung mampu memperpendek saluran.

e) Derajat standarisasi, makin identik produk makin panjang salurannya.

f) Kemeriahan produk, biaya pemindahan tinggi saluran terpendek.

g) Nilai unit dari suatu produk, makin rendah nilai unit suatu produk, semakin panjang saluran pemasarannya.

h) Bentuk pemakaian produk, produk yang dapat digunakan untuk berbagai bentuk pemakaian bisaanya saluran tataniaganya lebih rumit dan panjang.

i) Struktur pasar, struktur pasar yang terbentuk monopoli bisaanya saluran tataniaganya lebih pendek di banding struktur pasar yang lain.

(37)

2.2.2 Efisiensi Pemasaran

Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat efisiensi dari tataniaga, karena tataniaga yang efisien dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang terlibat pada tataniaga. Tataniaga disebut efisien, apabila tercipta keadaan dimana pihak produsen, lembaga tataniaga dan konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi dalam system tataniaga, unsur unsur produsen, lembaga tataniaga, konsumen serta pemerintah dapat memberikan sumbangan (Limbong dan Sitorus, 2001).

Menurut Mubyarto, dikatakan sistem tataniaga efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut (Sihombing, 2011).

Menurut Saefuddin (1983), semua kegiatan ekonomi, termasuk pemasaran, menghendaki adanya efisiensi. Kriteria yang dapat digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada tingkat konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik dan pemasaran, dan (4) tingkat persaingan pasar. Namun, indikator marjin pemasaran lebih sering digunakan karena melalui analisis marjin pemasaran dapat diketahui tingkat efisiensi operasional (teknologi) serta efisiensi harga (ekonomi) dari suatu pemasaran. Salah satu cara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melihat besarnya margin pemasaran dan rasio profit margin masing-masing lembaga

(38)

pemasaran. Margin tataniaga dirumuskan sebagai perbedaan antara yang diterima produsen dan harga yang diterima konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi margin tataniaga adalah:

a) Biaya tataniaga

b) Tingkat persaingan antara para pedagang

c) Strategi-strategi yang ditunjukkan oleh para pedagang d) Sikap para pedagang terhadap resiko

e) Banyaknya perantara yang terlibat dalam menyalurkan barang dan jasa ke konsumen akhir (Nasrudin, 1996).

Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari sistem pemasaran atau tataniaga. Marjin berbeda beda antara suatu komoditi hasil pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani ketingkat pengecer untuk konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 2006).

Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi ditingkat eceran dan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula marjin tataniaga yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga lembaga yang terlibat mengakibatkan biaya tataniaga meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efisiensi tataniaga merupakan suatu kondisi dimana terciptanya kepuasan dan kesejahteraan pada setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga. Pendekatan efisiensi tataniaga dapat dibedakan menjadikan dua yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional

(39)

(Dahl dan Hammond, 2001) .

Menurut Daly (1958) dan diterangkan lebih lanjut oleh Friedman (1962) dalam Sihombing (2010) menyatakan bahwa margin merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Menurut Sihombing (2010) marketing margin adalah perbedaan harga yang diterima oleh produsen (petani) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin seperti retail margin, yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang dibayarkan oleh pengecer, profit margin, besarnya keuntungan/balas jasa yang diterima oleh setiap middleman atau lembaga tata niaga dan lain-lain.

Perhitungan analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai pemasaran. Secara sistematis dapat dihitung sebagai berikut:

Keterangan: MP = Marjin Pemasaran Pr = Harga di tingkat pengecer

Pf = Harga di tingkat produsen/ petani

2.2.3 Teori Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu (Soekartawi, 2002).

MP= Pr - Pf

(40)

Ilmu usahatani merupakan proses menentukan dan mengkoordinasi penggunaan faktor-faktor produksi untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan yang maksimal (Suratiyah, 2006).

Usahatani memiliki empat unsur pokok, yaitu:

a. Lahan, berperan sebagai faktor produksi yang dipengaruhi oleh tingkat kesuburan, luas lahan, lokasi, intensifikasi, dan fasilitas.

b. Tenaga Kerja yang berasal dari orang lain atau dari anggota keluarga sendiri.

c. Modal yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan kekayaan usahatani.

d. Pengelolaan dalam menentukan, mengkoordinasi, dan mengorganisasikan faktor-faktor produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan (Hermanto, 1996).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah pr oduksiyang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiyah, 2006).

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Rahim, 2007).

Umur tanaman yang akan menunjukkan hasil dari produktivitas tanaman tersebut.

Jumlah produksi buah kopi yang akan di panen pertama dalam interval umur 2.5-4 tahun relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai umur tanaman produktif yaitu

(41)

tua yaitu pada umur 9-10 tahun. Di setiap umur tanaman terjadi panen raya dua bulan dalam setahun yaitu bulan September dan Oktober di dalam panen raya tersebut dihasilkan jumlah produksi yang lebih banyak dari biasanya. Tetapi jika jumlah produksi semakin banyak dan mudah untuk didapatkan belum tentu berhubungan positif ke pendapatan karena semakin langka di dapat maka semakin mahal harga jualnya. Setelah umur tanaman sudah berada diatas umur ekonomis produksi maka tanaman kopi menjadi tanaman tidak menghasilkan sehingga tidak terjadi produksi dan harus dilakukan replanting tanaman (Anonimous, 2011).

2.2.4 Nilai Tambah

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Menurut Armand Sudiyono (2004), nilai tambah dapat dilihat dari dua aspek yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran.

Nilai tambah dalam proses pengolahan produk yaitu selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku serta input lainnya, tetapi tidak termasuk tenaga kerja (Hayami, et al., 1987). Proses nilai tambah terbentuk apabila terdapat perubahan bentuk dari produk aslinya, sehingga pembentukan nilai tambah ini penting dilakukan petani guna meningkatkan pendapatannya. Proses pembentukan nilai tambah pada kopi arabika terjadi pada proses pengolahan kopi gelondong ke kopi Hs, kopi Ose dan kopi bubuk.

(42)

2.3 Penelitian Terdahulu

Pada waktu sebelumnya telah banyak dilakukan tentang pemasaran suatu produk.

Masing masing peneliti melakukan penelitian pada produk dan tempat yang berbeda-beda.

Joko Tri Sujiwo (2009) dengan judul skripsi Efisiensi Pemasaran Kopi (Coffea Sp) Di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal Semarang. Dengan tujuan a).untuk mengetahui sistem pemasaran yang ada pada petani kopi, b) Untuk mengetahui tingkat penjualan produksi kopi yang dicapai oleh para petani kopi c).Untuk mengetahui langkah-langkah yang ditempuh oleh para petani kopi.

Metode yang digunakan adalah Strata Proporsional. Menyimpulkan bahwa:

Saluran/rantai pemasaran kopi yang ada di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, ada 2 macam saluran. Saluran pertama yaitu: petani kopi, pedagang besar, eskportir. Saluran kedua terdiri dari: petani kopi, pedagang kecil, pedagang besar, eksportir. Dari penelitian banyak responden petani kopi yang melalui saluran pemasaran kedua, yaitu sebanyak 39 responden petani kopi atau 65 persennya, menjual ke pedagang kecil (sebanyak 6 responden pedagang kecil). Sedangkan responden pedagang besar yang melalui saluran pemasaran pertama sebanyak 1 orang atau 66,67 persen. Dari hasil analisis perhitungan biaya pemasaran, harga jual, harga beli serta keuntungan masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat, maka pemasaran kopi di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal sudah efisien.

Besarnya margin pemasaran kopi di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal adalah sebesar Rp. 5.120 per kilogram kopi. Hasil ini diperoleh dari perhitungan antara harga di tingkat petani.

(43)

Ulima Mandasari Sitorus (2014) dengan judul Analisis Nilai Tambah Dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Bubuk Arabika (Coffea Arabica) Di Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengolahan kopi arabika yang dilakukan oleh kelompok tani Simalungun Jaya menjadi kopi bubuk di daerah penelitian, untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang dapat diperoleh oleh kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian, serta untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi produk olahan kopi arabika kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian. Metode pengambilan sampel secara sensus dan penentuan daerah sampel secara purposive. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui pengolahan kopi bubuk arabika, metode hayami untuk analisis nilai tambah, dan analisis SWOT untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika menyimpulkan bahwa : Proses pengolahan kopi bubuk arabika di daerah penelitian masih menggunakan teknologi yang sederhana. Nilai tambah yang dihasilkan usaha pengolahan kopi bubuk arabika sebesar Rp. 206.400/3Kg Kopi Biji, dengan rasio nilai tambah sebesar 68,8% dalam satu kali produksi. Faktor Strategi Internal dalam usaha Pengolahan Kopi Bubuk Arabika untuk Bahan baku tersedia, Tenaga kerja tersedia, Tidak menggunakan bahan campuran, Memberikan nilai tambah, dan Harga kopi bubuk ditentukan sendiri oleh kelompok tani. Sumber modal kurang, Teknologi sederhana, Hanya ada 1 variasi produk, Pengembangan lahan agroindustry tidak tersedia, Kurangnya pelatihan dan pendidikan, Pemasaran produk kurang luas, serta Tidak ada kerjasama dengan lembaga lain. Sedangkan dalam faktor Eksternal adalah Sudah memiliki merek dagang, sudah memiliki izin

(44)

dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, Trend kopi saat ini, Infrastruktur lokasi yang mendukung, serta adanya Kebijakan Pemerintah.

Ova Lestari (2016) dengan judul Analisis Usahatani Dan Efisiensi Pemasaran Kopi (Coffea Sp) Di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, dengan tujuan: 1) mengetahui bagaimana usahatani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2) Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan harga kopi pada tingkat petani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 3) Untuk mengetahui saluran pemasaran di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten, 4) Untuk menganalisis efisiensi pemasaran tanaman kebun kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Untuk menjawab tujuan pertama pada penelitian ini menggunakan analisis data, yaitu: π = Y . Py - ∑Xi.Pxi – BTT, Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan kedua yaitu mengetahui bagaimana pembentukan harga kopi pada tingkat petani, Untuk menjawab tujuan yang ketiga dan keempat dalam penelitian ini digunakan Analisis model S-C-P (Structure, Conduct, dan Perfomance) digunakan untuk menganalisis organisasi suatu pasar.

Menyimpulkan bahwa: R/C ratio > 1 menunjukkan bahwa usahatani kopi layak untuk diusahakan dan menguntungkan. Penerapan sistem headging tidak dilakukan petani sebagai usaha untuk melindungi harga ketika harga kopi menurun, sehingga pembentukan harga yang terjadi merupakan harga yang berlaku pada saat petani menjual kopi. Saluran pemasaran kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus adalah petani - pedagang pengumpul - pedagang besar – eksportir. Pemasaran kopi di Kecamatan Pulau Panggung

(45)

Kabupaten Tanggamus belum efisien, walaupun pangsa produsen mencapai lebih dari 80%, tapi nilai Rasio Profit Marjin (RPM) pada setiap lembaga pemasaran tidak menyebar secara merata.

Ida Bagus Oka Purnama, dkk (2012) dengan judul Sistem Pemasaran Kopi Bubuk Sari Buana pada UD. Mega Jaya. Dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tataniaga kopi bubuk Sari Buana pada UD. Mega Jaya dan untuk mengetahui besarnya marjin pemasaran pada masing–masing saluran pemasaran yang ada. Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mengetahui:

tataniaga pemasaran kopi bubuk Sari Buana di UD. Mega Jaya. Menghitung besarnya marjin pemasaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : MP=KP+BP atau MP =Pr – Pf. Hasil penelitian mendapatkan bahwa tataniaga kopi bubuk Sari Buana pada UD.Mega Jaya dimulai dari produsen, lembaga pemasaran, dan distribusi. UD. Mega Jaya merupakan sebagai produsen kopi bubuk Sari Buana yang memiliki beberapa fungsi-fungsi dalam melakukan pemasaran produk diantaranya, pengadaan bahan baku, memiliki penentuan hasil produksi, persediaan produk, biaya produksi, memilih lembaga pemasaran, menentukan harga, melakukan promosi, pengiriman, pemesanan, dan juga risiko yang diteriama oleh perusahaan. Untuk saluran pendistribusian kopi bubuk Sari Buana pada UD. Mega Jaya terdapat empat jenis saluran pemasaran yaitu I) perusahaan – pengecer besar – pengecer kecil – konsumen, II) perusahaan – pengecer besar – konsumen, III) perusahaan – pengecer kecil – konsumen, IV) perusahaan – konsumen. Marjin pemasaran pada saluran I yaitu sebesar Rp.2.500 (5,882%), saluran II Rp. 2.500 (5,882%), saluran III Rp. 1.000 (2,352%) dan saluran IV Rp. 0 (0%), karena pada saluran IV tidak ada marjin. Bagian

(46)

keutungan yang didapatkan oleh perusahaan pada saluran I sebesar Rp. 1.367 per kg dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.300 per kg.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kopi merupakan komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis, baik untuk memberikan peningkatan pendapatan petani bahkan dapat menambah devisa bagi negara dengan adanya ekspor kopi yang cenderung meningkat setiap tahunnya.

Kopi yang dihasilkan merupakan hasil produksi yang akan dijual oleh petani kepada pedagang pengumpul atau lembaga pemasaran lainnya. Kopi yang dijual oleh petani tentu memiliki nilai atau harga output yang nantinya akan diterima oleh petani. Dalam hal ini harga output merupakan penerimaan yang diterima oleh petani.

Harga menjadi indikator efisien atau tidaknya produk dalam sistem pemasaran di suatu daerah. Petani harus memperhatikan harga yang akan ditetapkan untuk produk yang akan di pasarkan. Petani harus bisa melihat kondisi pasar untuk menetapkan harga kopi, harga yang terlalu tinggi dapat mempersulit produk untuk dijual dan harga yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kerugian pada petani.

Banyaknya proses pengolahan pasca panen membuat setiap lembaga pemasaran sangat berperan dalam pemasaran kopi, dengan adanya lembaga juga membuat adanya marjin permasaran yang nantinya menunjukan efisien atau tidaknya suatu pemasaran/tataniaga di tempat penelitian.

Terbentuknya saluran pemasaran yang baik dan efisien tidak terlepas dari adanya

(47)

peranan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di proses pemasaran tersebut.

Setiap lembaga pemasaran yang terlibat tentu memiliki fungsi yang berbeda-beda, begitu juga dengan keuntungan yang didapatkan di setiap lembaga pemasaran tentu berbeda.

Pemasaran yang baik adalah kegiatan pemasaran yang efisien dimana semua pihak merasa diuntungkan dengan adanya kegiatan pemasaran tersebut. Suatu kegiatan pemasaran dapat dikatakan efisien atau tidak, ditentukan atau diukur dengan efisiensi pemasaran.

Pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi akan memberikan nlai tambah bagi petani ataupun lembaga yang melakukan perannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat digambarkan skema pemasaran dan nilai tambah kopi

(48)

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Keterangan Gambar:

: Pola pemasaran : Mempengaruhi

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Petani Kopi

Pedagang Pengumpul Kecil

Pedagang Pengumpul Besar

Eksportir Fungsi

Pemasaran:

-pembelian -penjualan -pengolahan -sortasi -pengepakan -transportasi -bongkar muat -penyimpanan

Biaya Pemasaran

Harga

Marjin

Efisiensi

Nilai tambah Produksi Kopi

Penerimaan Petani Harga Kopi

(49)

2.5. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Pemasaran kopi sudah efisien berdasarkan berbagai indikator efisiensi pemasaran.

2. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan kopi adalah >50 % atau nilai tambah dinyatakan tinggi.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara “Purposive Sampling” yaitu di kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dengan pertimbangan bahwa kecamatan Parbuluan, merupakan salah satu sentra produksi kopi arabika yang produktifitasnya tertinggi ke-2 di Kabupaten Dairi yaitu sebesar 1116,6 (kg/Ha)/Tahun.

Tabel 4. Produksi, Produktifitas dan Jumlah petani tanaman perkebunan kopi arabika menurut kecamatan di Kabupaten Dairi 2016 No Kecamatan Produksi

(Ton)

Produktifitas (Kg/Ha)/Tahun

Petani Rumah Tangga

1 Sidikalang 240,5 1090,0 890

2 Sitinjo 295,6 1219,0 980

3 Berampu 207,1 1085,0 418

4 Parbuluan 1824 1116,6 2665

5 Sumbul 5401 1253 8350

6 Silahisabungan 6,8 615,4 34

7 Silima Pungga pungga

21,0 893,6 76

8 Lae Parira 75,2 1071,4 205

9 Siempat Nempu 62,1 953,8 98

10 Siempat Nempu Hulu

156,3 891,4 376

11 Siempat Nempu Hilir

0,0 0,0 0,0

12 Tiga Lingga 0,0 0,0 0,0

13 Gunung Stember 0,0 0,0 0,0

14 Pegagan Hilir 126,3 1067,8 296

15 Tanah Pinem 0,0 0,0 0,0

Jumlah/Total 8409 1192,9 14388

Sumber : Dinas Pertanian Dairi

3.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasi (Sugiyono, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah petani kopi arabika yang ada di Kecamatan Parbuluan. Metode yang

Gambar

Tabel 1.2. Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat  Terbesar di Indonesia, Tahun 2012-2016
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Petani Kopi Pedagang Pengumpul Kecil Pedagang Pengumpul Besar Eksportir Fungsi Pemasaran: -pembelian -penjualan -pengolahan -sortasi -pengepakan -transportasi -bongkar muat -penyimpanan Biaya Pemasaran Harga Marjin Efisie
Gambar 5.2. Skema Saluran I Pemasaran Kopi
Gambar 5.3. Skema Saluran II Pemasaran Kopi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui tingkat lengas tanah, analisis mengenai data pantulan permukaan tanah di daerah terlihat dan infra merah dekat dalam hubungannya dengan data

SMP Negeri 6 Temanggung saat ini memiliki 32 siswa yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sepak bola. Peneliti mendapatkan informasi bahwa belum adanya metode

Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap tanda dan gejala serangan hama penggerek batang, penghitungan jumlah bibit di persemaian yang

Di dalam dokumen Rencana Kinerja ini ditetapkan Rencana Capaian Kinerja Tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan. Dokumen Rencana

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang

Untuk mengatasi permasalahan tersebut khususnya dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak, peneliti memilih menggunakan dan menerapkan suatu pendekatan yang

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menguji pengaruh kompetensi, independensi, pengalaman dan etika auditor secara simultan terhadap kualitas audit, (2) menguji pengaruh

Di dalam hasil dan pembahasan dapat diketahui bahwa faktor sanksi tidak efektif jika diterapkan, terbukti ketidak- mampuan faktor tersebut mendorong WPOP yang