• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEREJA BETHEL INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GEREJA BETHEL INDONESIA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

GEREJA BETHEL INDONESIA

Badan Hukum Gereja : SK Dirjen Bimas (Kristen) Protestan Departemen Agama R.I. No. 41tahun 1972 dan SK Dirjen Bimas (Kristen) Protestan Departemen Agama R.i. No.211 tahun1989 tgl 25 November 1989

Gd Menara Era PT 3A , Jl Pasar Senen Raya No. 135-137 Jakarta 10410. Telp 021-3861641, 3861802-3; Fax. 38611642 e-mail : gbiapikemuliaannya@yhoo.co.id

No. ; 16/SUD/GBIAK/30/10/2021 Hal. ; Undangan

Lamp ; 1 lembar Flyer Salam Kasih Kristus;

Kepada yth ;

Pdt Asigor Sitanggang Th.D Di tempat

SURAT UNDANGAN

Salam kasih Kristus;

Dalam rangka Penyelengaraan Webinar dengan tema :

“ Waspada Pengajaran-Pengajaran Palsu “. ( UmatKu binasa karena tidak mengenal Allah) Hosea 4 : 6a yang akan diselenggarakan pada ; tgl 30 Okt 2021, Kami atas nama Panitia Webinar dan pengurus gereja mengundang ;

N A M A : Pdt Asigor Sitanggang Th.D Sebagai NARA SUMBER J A B A T A N :

• Pengajar GBI di BPP (Badan Pekerja Pusat)

• Gembala Sidang di GBI Logos

• Dosen di berbagai Perguruan tinggi Theologia

Demikian surat Undangan kami, dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Tuhan Yesus memberkati.

Salam Kasih Kristus , Jakarta ; 30 Okt 2021

Panitia Webinar & Pengurus Gereja

Wijanto Widjaja SekUm gereja

Catatan :

1. Gembala Sidang 2. Arsip

(3)

Webinar GBI Api Kemuliaan-Nya 30 Oktober 2021 Sesi 1:

Hypostatic Union of Christ Hubungan dan Kesatuan Kemanusiaan dan Keilahian Kristus

Pdt. Asigor P. Sitanggang, Th.D.

Dua Hakekat Yesus

Kemanusiaan:

Yesus memiliki karakteristik keberadaan manusia:

Dilahirkan dari Maria

Memiliki keluarga, ayah dan ibu, saudara-saudara lelaki (Yakobus, Yudas, Yoses, Simon) dan saudara- saudara perempuan

Memiliki rasa lapar dan haus (Mat. 4:2, Yoh. 4:7), lelah (Yoh. 4:6) emosi seperti sedih dan menangis (Yoh. 11:34-35)

belas kasihan (Mat. 9:36)

dukacita (Mat. 23:37; Luk. 19:41)

Secara khusus, kemanusiaan-Nya tergambar jelas ketika Ia menghadapi pencobaan (Mat. 4:11; 27:42;

Mk. 1:24; 8:33; Luk. 11:15-20).

Keilahian:

Bukti pertama adalah pernyataan-pernyataan atau penegasan langsung Kitab Suci tentang hal tersebut (Lih. Rm. 9:5; Ibr. 1:8; Yoh. 1:1; Yoh. 20:28; 2 Pet. 1:1).

Bukti kedua, ada kesamaan antara Yesus Kristus dengan Tuhan Allah.

Pernyataan Yesus Sendiri tentang Keilahian-Nya

Mk. 2:5, 9: Yesus mengampuni dosa. “Hai Anak-Ku dosamu sudah diampuni”.

Yoh. 5:18: Dengan menyebut Allah sebagai Bapa, orang-orang Yahudi memahami Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah: “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah”.

(4)

Yoh. 8:58: Yesus menyatakan diri-Nya adalah Allah yang menyatakan diri kepada Musa Ketika berkata:

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.“

Frasa: “Sebelum Abraham jadi, Aku telah ada”merupakan terjemahan teks Yun. πρὶν ᾿Αβραὰμ γενέσθαι ἐγὼ εἰμί.

Kata ἐγὼ εἰμί merupakan terjemahan Yun. dalam Kel. 3:17 (היהא רשׁא היהא, ehye asyer ehye, Aku adalah Aku), jawaban YHWH Ketika Musa bertanya nama-Nya.

Karenanya di ay. 59 orang-orang Yahudi ingin melempari Yesus dengan batu

Yoh. 10:30: Yesus menyatakan keilahian dan kesatuan-Nya dengan Bapa Ketika menyatakan: “Aku dan Bapa adalah satu”.

ἐγὼ καὶ ὁ πατὴρ ἕν ἐσμεν, Ego kai ho pater hen semen.

Ay. 31: Orang-orang Yahudi ingin melempari Yesus dengan batu.

Ay. 33: Dasarnya Yesus “menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah“.

Tujuh Pokok Utama Kesamaan

Pertama adalah nama Allah. YHWH yang di dalam Alkitab LXX (Septuaginta) diterjemahkan Kurios yang juga ditujukan kepada Yesus Kristus.

Kedua, pengunaan istilah kemuliaan Allah, yang di dalam Perjanjian Lama khusus milik YHWH, juga ditujukan kepada Yesus Kristus.

Ketiga, orang-orang Yahudi Kristen sejak awal beribadah kepada Yesus, yang adalah juga manusia. Ini menunjukkan bahwa bagi orang-orang Kristen mula-mula, Yesus Kristus adalah juga Allah.

Keempat, Allah pencipta disejajarkan dengan Yesus Kristus.

Kelima, Allah adalah penyelamat, dan ketika Yesus Kristus lahir, Ia disebut sebagai yang akan menyelamatkan umat manusia.

Keenam, Allah adalah hakim, dan Perjanjian Baru menyatakan bahwa Yesus Kristus akan menghakimi seluruh dunia.

Terakhir, umat Perjanjian Lama adalah saksi-saksi YHWH, dan Yesus Kristus mengutus murid-murid-Nya menjadi saksi-saksi-Nya.

Pandangan-pandangan setelah Zaman Rasuli

Ebionisme berupaya memahami hakekat keilahian dan kemanusiaan Kristus dengan menghapuskan sama sekali keilahian-Nya.

Pandangan ini gagal menjembatani kesenjangan antara keilahian dan kemanusiaan Kristus.

(5)

Doketisme menyelesaikan masalah, berlawanan dengan Ebionisme, dengan menghilangkan kemanusiaan Kristus.

Menurut mereka, Yesus hanya menyerupai manusia (Yun.: dokeo).

Doketisme dengan demikian juga gagal menjembatani keilahian dan kemanusiaan Kristus, malahan memutuskannya.

Gnostisisme memahami Kristus turun dari sorga tertinggi.

Selama beberapa waktu tertentu Ia menggabungkan diri dengan pribadi historis Yesus, yang badan-Nya dibentuk dari bahan psikis dan kedua unsur tersebut memiliki hubungan yang erat.

Akibatnya adalah bahwa Kristus bukan Allah yang sejati sekaligus bukan manusia yang sejati.

Arianisme, berasal dari Arius, seorang presbiter (sekarang pendeta), pada awalnya menyatakan bahwa

“Anak diciptakan.” Ia adalah yang paling agung dari segala ciptaan, tetapi tetap suatu ciptaan.

Dasarnya: Allah adalah absolut dan unik, sumber segala sesuatu yang tak berasal, termasuk dunia materi dan dunia ide (non- materi).

Allah berada di luar dunia tersebut, sehingga mustahil Allah menjadi manusia dan masuk ke dalam dunia yang adalah ciptaan-Nya.

Apolinarianisme, berasal dari Apolinarius yang adalah pendukung Athanasius yang terlalu bersemangat, Ia pertama kali menggagas istilah hipostasis bagi Kristus, yaitu hipostasis tunggal.

Ia mengatakan logos menggantikan jiwa manusiawi di dalam Yesus.

Dengan kata lain, Anak Allah menempati tubuh manusia sehingga Kristus tidak memiliki kodrat manusia sepenuhnya.

Pandangan ini justru jadi berbau doketisme dan menyangkali bahwa Allah benar-benar menjadi manusia.

Nestorianisme, dari Nestorius, hendak mempertahankan kemanusiaan Sang Perantara,

Untuk itu ia mengajarkan pemisahan kedua kodrat di dalam diri Kristus sedemikian rupa sehingga membuat kesatuan kepribadian Kristus dipersoalkan.

Eutychianisme, dari Eutyches yang adalah lawan Nestorius, menyatakan bahwa pribadi Kristus adalah suatu kesatuan.

Ditegaskannya bahwa walaupun ada dua kodrat sebelum penjelmaan, namun setelah itu hanya ada satu kodrat gabungan.

Ini berarti bahwa Yesus adalah semacam oknum jenis ketiga yang bukan manusia sejati dan bukan Allah yang sejati, dan karena itu dapat disimpulkan Ia tidak sanggup menjadi perantara.

(6)

Eutyches dikutuk pada Konsili Konstantinopel (448) namun kemudian direhabilitasi pada Konsili Efesus (449).

Konsili Chalcedon memutuskan untuk menyelesaikan perdebatan secara tuntas.

Pasal utamanya menyatakan; “Tuhan kita Yesus Kristus adalah Anak Tunggal yang sama… sempurna dalam keilahian… sempurna dalam kemanusiaan… sehakekat (homoousios) dengan Bapa dalam keilahian, sehakekat (homoousios)… diperkenalkan kepada kita dalam dua kodrat (fuseis), tanpa pembauran

tanpa perubahan tanpa pembagian tanpa pemisahan

sifat-sifat kedua kodrat tetap terpelihara dan berada sekaligus dalam satu pribadi (prosoppon) dan satu hakekat (hupostasis).

Kesatuan Hipostatik

Hipostatik: Yun.ὑπόστασις, hypóstasis

Arti sintaksis: sedimen, fondasi, substansi, subsistensi, eksistensi

Dari kata ὑπό, hupo (di bawah) dan ἵστημι, histemi (berdiri, membangun).

Penggunaan Hipostasis dalam Perjanjian Baru

Hanya ada lima penggunaan dalam PB, yang secara umum digunakan dalam arti kepastian, substansi, realitas.

Definisi (lit: dasar):

(a) keyakinan, kepastian,

(b) substansi (atau realitas) yang memberi, atau jaminan, (c) substansi, realitas.

2 Korintus 9:4 – ἐν τῇ ὑποστάσει (dengan keyakinan ini);

2 Korintus 11:17 – ὑποστάσει τῆς καυχήσεως (dengan keyakinan untuk menyombongkan diri);

Ibrani 1:3 –χαρακτὴρ τῆς ὑποστάσεως αὐτοῦ (gambar wujud Allah );

Ibrani 3:14 –ἐάνπερ τὴν ἀρχὴν τῆς ὑποστάσεως μέχρι (berpegang teguh keyakinan iman kita);

Ibrani 11:1 – πίστις ἐλπιζομένων ὑπόστασις πραγμάτων (Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan).

Semua penggunaan istilah hipostasis di atas tidak merujuk kepada pribad, person.

(7)

Kesatuan hipostatik: kesatuan dalam satu individu

Kesatuan hipostatik Kristus: kesatuan kemanusiaan dan keilahian Kristus dalam satu hipostasis atau satu individu.

Penyatuan dalam satu pribadi (hupostasis).

Menurut rumusan lama ini, kedua kodrat dalam kesatuan hipostatik masing-masing mempertahankan sifat-sifat hakikinya

Namun ada persekutuan yang sungguh-sungguh di antara kedua kodrat sehingga sifat masing-masing disampaikan kepada yang lain.

Yang hendak dihindarkan adalah kenyataan bahwa beberapa tindakan Yesus tertentu berasal dari kodrat ilahi-Nya (misalkan membangkitkan orang mati, melipatgandakan roti dan ikan), sedangkan yang lain berasal dari kodrat manusia-Nya (misalnya keletihan, kesedihan, kelaparan, dll.).

Kesatuan hipostatik adalah “Sang Pribadi Kedua, prainkarnasi Kristus datang dan mengambil hakekat alamiah manusia tanpa menghilangkan hakekat alamiah ilahi-Nya. Kemanusiaan-Nya yang sejati bersatu di dalam satu Pribadi untuk selamanya.”

Kesulitan pandangan ini adalah mencari relasi kedua hakekat tersebut.

Logos Yoh. 1:1-3:

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. 2 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. 3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.

᾿Εν ἀρχῇ ἦν ὁ Λόγος, καὶ ὁ Λόγος ἦν πρὸς τὸν Θεόν, καὶ Θεὸς ἦν ὁ Λόγος. 2 οὗτος ἦν ἐν ἀρχῇ πρὸς τὸν Θεόν. 3 πάντα δι᾿ αὐτοῦ ἐγένετο, καὶ χωρὶς αὐτοῦ ἐγένετο οὐδὲ ἕν ὃ γέγονεν.

Yoh. 1 menjelaskan adanya dua hakekat Yesus:

Ilahi (ay. 1-3) : ὁ Λόγος ἦν πρὸς τὸν Θεόν Logos bersama Allah dan Θεὸς ἦν ὁ Λόγος, Logos adalah Allah

Manusiawi (ay. 14): ̔ ὁ Λόγος σὰρξ ἐγένετο, Logos menjadi daging, ε dan ̓σκήνωσεν ἐν ἡμῖν, diam bersama (di antara) kita.

Kenosis Filipi 2:5b-7:

(8)

Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

Χριστῷ ᾿Ιησοῦ, ὃς ἐν μορφῇ Θεοῦ ὑπάρχων οὐχ ἁρπαγμὸν ἡγήσατο τὸ εἶναι ἴσα Θεῷ, ἀλλὰ ἑαυτὸν ἐκένωσεν μορφὴν δούλου λαβών, ἐν ὁμοιώματι ἀνθρώπων γενόμενος, καὶ σχήματι εὑρεθεὶς ὡς ἄνθρωπος

Yesus mengosongkan (Yun.: ἐκένωσεν, ekenosen, dari κενόω, keno’o) diri-Nya.

Arti sintaksis: menanggalkan, melepaskan, menaruh ke samping, membuat kosong

Kenosis berarti bahwa Yesus Kristus menanggalkan (melepaskan atau menaruh ke samping) keilahian- Nya dan menjadi manusia.

Ini menunjukkan pada satu Kristus tidak kehilangan keilahian-Nya dan pada sisi lain Ia tidak menggunakannya.

“Mengosongkan diri” bukanlah suatu pengurangan, dalam pengertian menghilangkan atau menyingkirkan atribut keilahian-Nya

justru merupakan suatu penambahan, yaitu menambahi hakekat-Nya,

mengambil hakekat tambahan, yaitu hakekat manusia dengan segala keterbatasannya.

Yesus Kristus menjadi sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia.

Dia adalah sekaligus sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia,

Ia memiliki dua kodrat yang lengkap dan berbeda sekaligus secara bersamaan sebagai satu kesatuan.

Kol 1:15-19:

Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, 16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun

penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.

17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.

18 Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.

19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,

Ay. 15: ὅς ἐστιν εἰκὼν τοῦ Θεοῦ τοῦ ἀοράτου, πρωτότοκος πάσης κτίσεως,

εἰκὼν τοῦ Θεοῦ τοῦ ἀοράτου: eikon tou theou tou aouratou: ikon/gambar Allah yang tidak kelihatan.

(9)

Ay. 19: ὅτι ἐν αὐτῷ εὐδόκησε πᾶν τὸ πλήρωμα κατοικῆσαι, hoti en auto eudokese pan to pleroma katoikesai: Karena seluruh kepenuhan [Allah] berkenan (bersuka) diam di dalam Dia.

“Kemanusiaan Kristus bukan hanya kulit daging yang disewa dan digunakan Tuhan untuk sementara waktu.

Tuhan tidak hanya datang untuk hidup dalam daging sebagai manusia, tetapi 'Firman menjadi daging' (Yohanes 1:14).

Kodrat manusia ke dalam wujud kekal-Nya. Dalam inkarnasi, umat manusia telah secara permanen menjadi bagian dari Ketuhanan Kristus.

Tuhan sekarang menjadi manusia selain menjadi Tuhan.

Pada saat pembuahan perawan, Tuhan memperoleh identitas yang akan Dia pertahankan selama sisa kekekalan.

Keberadaan manusia-Nya adalah otentik dan permanen.

Kemanusiaan Yesus bukanlah sesuatu yang dapat dibuang atau dilebur kembali ke dalam Ketuhanan, tetapi Dia akan selalu dan selamanya ada di surga sebagai manusia yang dimuliakan, meskipun Tuhan pada saat yang sama.

(10)

Pengantar ke dalam Teologi Alkitab Webinar GBI Api Kemuliaan-Nya

Sesi ke-2

Pdt. Asigor P. Sitanggang, Th.D.1

A. Alkitab

Istilah ‘Alkitab’ mungkin sekali berasal dari bahasa Arab yang berarti kitab Allah. Dalam bahasa Inggris disebut Bible yang berasal kata Yunani biblion yang berarti ‘gulungan’. Biblion berasal dari biblos yang menunjuk kepada pohon-pohon papyrus yang banyak tumbuh di rawa-rawa ataupun bantaran sungai Nil di mana dedaunannya biasa digunakan menjadi semacam kertas untuk menulis. Bahasa Latin biblia digunakan untuk menunjuk kepada semua kitab PL dan PB oleh orang-orang Kristen.2

Di dalam bahasa Inggris, digunakan juga istilah Scripture yang secara harafiah diterjemahkan sebagai Kitab Suci. Istilah ‘Kitab Suci’ sendiri bersifat umum, tidak menunjuk kepada sebuah kitab secara spesifik sehingga dapat digunakan kepada Al Quran, Veda atau Tripitaka. Scripture sendiri adalah terjemahan untuk istilah Yunani graphe yang berarti ‘tulisan’.3 Di dalam Perjanjian Lama, tulisan ini memiliki otoritas yang besar (2 Raj 14:6; 2 Taw 23:18; Ezr. 3:2; Neh. 10:34). Tulisan-tulisan tersebut kemudian dikoleksi ke dalam tiga kelompok besar: Hukum (Torah), Kitab Para Nabi (Neviim) dan Sastra (Ketuvim). Di dalam Perjanjian Baru, istilah graphe digunakan sekitar 90 kali untuk menunjuk kepada Alkitab.4

1. Alkitab Berasal dari Allah

Alkitab secara keseluruhan adalah kitab yang unik yang dinyatakan oleh Alkitab sendiri. Terdapat setidaknya 3800 kali Alkitab menyatakan: “Allah berfirman” atau “demikianlah firman Allah”

(Kel. 14:1; 20:1; Im. 4:1; Bil. 4:1; Ul. 4:2; 32:8; Yes. 1:10, 24, dst.). Beberapa figur di dalam Kitab Suci sendiri meneguhkan dan menyaksikan hal ini, seperti Musa, Yosua, Daud, Daniel dan Nehemia di dalam Perjanjian Lama, serta Yesus Kristus, para penulis Injil, Yohanes, Petrus dan Paulus di dalam Perjanjian Baru.

Kontinuitas seringkali dipandang sebagai bukti bahwa Alkitab memiliki sumber Ilahi.

Latar belakang penulis, konteks penulisan (zaman, kultur, kondisi, dll) serta konteks penerima tulisan yang sedemikian beragam tetap menghasilkan sebuah kumpulan tulisan yang sinambung.

2. Penyataan Ilahi

Penyataan atau wahyu berasal dari kata apokalupsis yang berarti penyingkapan atau penyataaan.

Selain itu, phaneron (Yun.) juga digunakan untuk makna yang sejalan. Phaneron berarti terbuka.5 Penyataan berarti bahwa Allah menyatakan atau menyingkapkan diri-Nya sendiri kepada umat manusia. Menurut Paul Enns, “Fakta bahwa penyataan telah ada memunkginkan adanya teologi.

Apabila Allah tidak pernah mewahyukan diri-Nya, maka tidak akan pernah ada pernyataan yang akurat dan proporsional tentang Allah”.6

Enns menjelaskan bahwa wahyu adalah tindakan Allah di mana melaluinya Ia menyingkapkan diri-Nya sendiri atau mengkomunikasikan kebenaran kepada pikiran di mana

1Ph.D. Fakultas Teologi Universitas Goettingen, Jerman; Pendeta GBI; dosen Teologi Biblika dan Studi PB STT Jakarta.

2Paul Enns, Buku Pegangan Teologi jilid 1 (Malang: SAAT, 2004), 185.

3Enns, 185.

4Enns, 186

5Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK GM, 1995), 32.

6Hadiwijono, 188.

(11)

hanya melalui hal itu, mahluk ciptaan-Nya dapat mengenal-Nya. Penyataan dapat terjadi dalam satu tindakan dan secara spontan, atau dapat juga berlangsung dalam waktu yang cukup panjang.

Komunikasi tentang diri-Nya sendiri dan kebenaran-Nya dapat dipahami oleh pikiran manusia dalam berbagai derajat kepenuhan.7

Harun Hadiwijono menyatakan bahwa penyataan Allah adalah “tindakan Allah untuk menyatakan atau memperkenalkan diri-Nya kepada manusia, yang menjadikan manusia dapat kenal Allahnya atau mempunyai pengetahuan tentang Allahnya”.8

Lebih jauh lagi, penyataan menyatakan Allah menyingkapkan diri-Nya sendiri melalui ciptaan, sejarah, hati nurani manusia dan Kitab Suci. Hal ini berikan baik melalui peristiwa maupun perkataan. Oleh karena itu penyataan ada yang bersifat umum, yaitu di mana Allah menyatakan diri-Nya melalui sejarah dan alam semesta, dan ada yang bersifat khusus, yaitu di mana Allah menyatakan diri-Nya melalui Anak-Nya dan melalui Alkitab.9

3. Penyataan Umum

Penyataan Umum menyingkapkan Allah melalui alam semesta. Ini ditegaskan oleh Paulus: “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan…” (Roma 1:20). Alam semesta menyatakan bahwa Allah ada. Bila ditarik lebih jauh, maka dapat dikatakan, bila ada ciptaan, maka ada penciptanya. Bila ada suatu benda maka ada pembuatnya.

Aspek-aspek tertentu, walaupun sederhana, tentang sifat-sifat Allah dinyatakan kepada umat manusia (lih. Mzm. 19). Di antaranya adalah keteraturan dan ketertiban, kebaikan, keindahan, dst. Semua hal tersebut adalah sifat-sifat Allah. Dapat dikatakan pula bahwa ciptaan memantulkan atau merefleksikan sang pencipta. Penyataan umum dengan demikian memberikan manusia kesadaran akan Allah. Manusia tidak bisa berdalih bahwa ia tidak pernah tahu bahwa Allah ada.

Penyataan umum Allah juga terlihat melalui pemeliharaan Allah (providentia Dei) atas umat dan alam semesta. Ini terlihat dalam regularitas alam, seperti terbit dan terbenamnya matahari, hujan dan kemarau yang silih berganti, proses fisika yang dialami air (air menguap menjadi gas, mengisi atmosfer membentuk awan yang ketika padat menjadi hujan air ataupun es).

Allah juga menyatakan diri melalui batin atau hati nurani (Ing.: conscience) manusia (lih.

Roma 2:4-15).10Manusia mengetahui kebaikan dan kejahatan secara intuitif. Ia juga tahu bahwa ia harus bertanggung jawab akan perbuatannya. Secara intuitif banyak manusia menyadari bahwa Tuhan itu ada. Manusia cenderung mencari sesuatu yang ilahi, transenden dan supraalami. Upaya- upaya tersebut melahirkan banyak agama. Bahkan di zaman pasca-modern sekarang ini, manusia- manusia maju justru haus akan yang ilahi, transenden dan supraalami. Muncul agama-agama baru, termasuk di antaranya Gerakan Zaman Baru (New Age Movement). Agama Buddha termasuk agama timur lama yang diminati oleh banyak orang Barat sekarang ini.

Dengan demikian, penyataan umum menjadi penting karena berfungsi sebagai pengantar atau pendahulu bagi penyataan khusus.

4. Penyataan Khusus

7Enns, 188.

8Hadiwijono, 29.

9Enns, 188.

10Enns, 191

(12)

Penyataan khusus memiliki fokus yang lebih sempit dari penyataan umum. Penyataan khusus dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Pertama, penyataan khusus sekunder atau minor.

Penyataan khusus minor adalah cara Allah menyatakan diri-Nya secara khusus pada waktu tertentu, dan seringkali untuk menyampaikan firman atau kehendak-Nya secara khusus untuk hal- hal tertentu. Cara-cara yang Allah gunakan adalah a.l. undi, batu urim dan tumim, mimpi, penglihatan, teofani, malaikat, nabi-nabi dan peristiwa-peristiwa.11

Undi digunakan untuk menyatakan pikiran atau kehendak Allah (lih. Amsal 16:33; Kis.

1:21-26). Urim dan Tumin, yang mungkin sekali, berupa batu permata, diletakkan di dalam tutup dada Imam Besar yang digunakan dengan cara yang serupa dengan undi, untuk menetapkan kehendak Allah (Kel. 28:30; Bil. 27:21; Ul. 33:8; 1 Sam. 28:6; Ezr. 2:63).

Mimpi dan penglihatan juga digunakan oleh Allah untuk menyatakan kehendak dan pikiran-Nya (Kej. 20:3, 6; 31:11-13, 24; 40-41, Yl. 2:26; Yes. 1:1; 6:1; Yeh. 1:3).

Teofani adalah juga sarana Allah menyatakan kehendak dan pikiran-Nya. Teofani adalah penampakan Allah dalam wujud manusia. Abraham mengalami hal ini, ketika tiga orang mendatanginya. Ternyata kemudian dua dari tiga orang tersebut adalah malaikat yang menghukum Sodom dan Gomora, sementara yang tinggal bersama Abraham adalah Allah sendiri dalam wujud manusia (Teofani. Lih. Kej. 16:7-14; Kel. 3:2; 2 Sam. 24:16; Za. 1:12).

Malaikat juga menjadi saran Allah menyatakan kehendak dan pikiran-Nya kepada manusia (Dan. 9:20-21; Luk. 2:10-11; Why. 1:1).

Namun semua cara tersebut tidak menjelaskan rencana keselamatan (heilsgeschichte) Allah secara sempurna, dan bukan cara yang utama.

Pernyataan khusus primer atau major dibatasi pertama-tama hanya kepada Yesus Kristus dan kemudian Alkitab. Kristus adalah penyataan khusus Allah yang istimewa. Melalui-Nyalah Ia menyatakan diri di dalam kepenuhan-Nya namun juga di dalam kemanusiaan ciptaan-Nya yang serba terbatas. Melalui Kristus, Allah menyatakan diri, sifat, kehendak, rencana keselamatan-Nya.

Ini ditegaskan oleh Paulus dalam Filipi 2:5-7: “…Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”. Yesus memiliki pada saat yang bersamaan rupa Allah dan rupa manusia. Di dalam teks Yunani digunakan kata yang sama, yaitu morphe yang berarti rupa, bentuk, wujud.

Bahkan lebih jauh Paulus mengatakan: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan” (Lih. Kol. 1:15-19). Teks ini menegaskan keilahian Kristus.

Allah menyatakan diri-Nya dengan menjadi manusia melalui Yesus Kristus sehingga setiap orang dapat mengenal Allah dan mendekat kepada Dia. Dan orang yang ingin mengenal Dia dapat melakukannya dengan mengenal Yesus Kristus.

Karena Yesus Kristus telah naik ke sorga dan semua rasul dan murid yang pernah berjumpa secara fisik dengan Dia pun telah tiada, untuk mengenal Dia, Alkitab menjadi bagian dari penyataan khusus tersebut. Oleh karena itu, untuk mengenal Yesus Kristus, seseorang harus mengenal Alkitab.

Dengan demikian Alkitab menjadi penyataan khusus Allah di mana Ia menyatakan diri- Nya untuk dikenali manusia melalui diri Yesus Kristus sebagaimana diberitakan di dalam Alkitab.

Penyataan khusus dibatasi kepada Alkitab, yaitu 39 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian

11Charles C. Ryrie Teologi Dasar 1, (Yogyakarta: Andi, 1992), 83-85.

(13)

Baru. Tulisan-tulisan lain, sekalipun diklaim sebagai tulisan-tulisan rasul-rasul tertentu, bukan bagian dari penyataan khusus (lihat kanonisasi, proses dan penyusunannya).

Penyataan khusus diberikan di dalam bentuk pernyataan-pernyataan proposisional. Dengan kata lain, berasal dari luar manusia dan bukan dari dalam. Contoh-contohnya adalah: “Lalu Allah mengucapkan segala firman ini” (Kel. 20:1).

Penyataan khusus dibutuhkan karena keadaan manusia yang berdosa sejak kejatuhan.

Untuk memulihkan persekutuan manusia dengan Allah, maka adalah hakiki bagi Allah untuk menunjukkan bagaimana manusia dapat diselamatkan dan pemulihan hubungan dengan Allah dapat dialami.

5. Penyataan Tertulis

Penyataan khusus Allah sampai kepada manusia di dalam dan melalui Alkitab. Di dalam Kitab Suci ini manusia belajar tentang Yesus Kristus dan bertemu dengan-Nya. Manusia dapat mengetahui tentang Allah karena Ia berkenan merendahkan diri-Nya (Ef. 2:1-8) untuk berkomunikasi dengan manusia. Bruce Milne menyatakan: “Seperti orang dewasa yang berbicara dengan anak kecil, Allah menyesuaikan bahasa dan ungkapan-Nya dengan kemampuan kita”.12 Dengan kita lain, Ia merendahkan diri-Nya untuk dapat dijangkau oleh manusia. Tanpa merendahkan diri-Nya, manusia tidak sanggup menjangkau Allah sama sekali.

Allah menyatakan diri-Nya dalam bentuk kata-kata, di dalam bahasa yang dimengerti manusia (Mzm. 94:9). Dan penyataan diri Allah tersebut direkam di dalam Alkitab.

Allah dalam hikmat-Nya yang besar memberikan manusia tulisan-tulisan yang berisikan kehendak dan pikiran-Nya. Keuntungan kehendak dan pikiran yang direkam di dalam bentuk tulsian-tulisan adalah daya tahannya, penyebaran dan distribusi ke seluruh dunia, ciri yang tetap dan murni, serta ketuntasan.

Alkitab sendiri menggariskan konsep bahwa ia adalah “Firman Allah” (Kej. 1:11; Mzm.

33:6; Ams. 8; Yes. 55:11; Mereka. 7:13; Yoh. 10:35; Kis. 6:4; Rm. 9:6; Ibr. 4:12). Ini meyakinkan para pembacanya bahwa Allah sendirilah yang berbicara di dalam Alkitab dengan menyebutnya sebagai “firman Allah”.13

Yesus sendiri menganggap Perjanjian Lama sebagai sumber yang otoritatif, firman Allah, penyataan Allah yang diilhami Roh Kudus, dan berwenang (lih. Mat. 19:4-5; Mrk. 7:11-13; Yoh.

10:34-35; Mrk. 12:36; Luk. 24:25-27, 44). Ia juga memahami setiap bagian utamanya, termasuk kelima kitab taurat (Mat. 4:4), kitab-kitab sastra (Mrk. 12:10-11), dan kitab-kitab para nabi (Mrk.

7:6).14

Para Rasul mengacu kepada Perjanjian Lama untuk memberikan wewenang pada ajaran mereka dan senantiasa megnemukakan iman Kristen sebagai penggenapan Perjanjian Lama (Kis.

2:16-35; 3:22-25; 4:11; 7:2-53; 13:29-37; Rm. 1:2; Gal. 3:16-18, dst). Para rasul sadar akan wewenang khusus mereka sebagai pendiri-pendiri gerakan baru dan penerima penyatan diri Allah.

Walau demikian, mereka selalu menghubungkan ajaran mereka dengan Perjanjian Lama. (Lih. 2 Kor. 10:8; Gal. 1:1; 1 Kor. 2:13; 1 Tes. 2:13; 1 Yoh. 1:1-3).15

Alkitab diakui oleh orang-orang percaya sebagai firman Allah karena Allah sendiri berbicara kepada mereka melalui Alkitab tersebut. Secara personal dan subyektif hal ini diakui oleh banyak sekali orang Kristen. Ini seringkali disebut sebagai kesaksian batin.16

12Bruce Milne, Mengenali Kebenaran (Jakarta: BPK GM, 1996), 46.

13Milne, 48.

14Milne, 49-50

15Milne, 51

16Milne, 53.

(14)

B. Kanonisasi Alkitab 1. Pengertian Kanon

Kanon berasal dari bahasa Yunani, kanon, yang berarti ‘peraturan’ atau ‘patokan’.17 Kata ini muncul di dalam Perjanjian Baru (Gal. 6:16). Menurut Enns, ada kemungkinan juga berasal dari bahasa Ibrani qaneh yang berarti ‘tongkat pengukur’.

Jadi kanon dan kanonis menunjuk pada suatu standar yang dipakai untuk mengukur kitab- kitab mana yang ditentukan sebagai yang diinspirasikan dan mana yang tidak.18 Menurut R.

Soedarmo, kanon berarti suatu daftar kitab-kitab yang dianggap mempunyai kewibawaan dan oleh karena itu yang diakui sebagai kaidah atau norma hidup.19Menurut Bruce Milne, kanon dipakai secara umum tentang Alkitab, dan membicarakan batas-batas sastranya serta hal-hal seperti mengapa hanya kitab-kitab tertentu yang dianggap diilhamkan dan mengapa kitab-kitab itu semuanya dimasukkan di dalam Kitab Suci yang diilhamkan.20

Kitab Suci hanyalah menjadi kanon oleh orang yang beriman yang telah dibuka mata hati dan akal budinya oleh Roh Kudus sehingga ia dapat melihat dan memahami apa yang dinyatakan oleh Kitab Suci.21

Pengertian tentang suatu Kitab Suci pada dasarnya mengikat kita pada gagasan kanon, yakni suatu kumpulan tulisan berwenang dengan batas-batas yang persis (Luk. 11:51; Kol. 4:16;

Why. 22:18). Faktor-faktor dalam sejarah juga sangat penting dalam menentukan apakah kitab- kitab tertentu boleh dimasukkan ke dalam kanon, misalnya apakah suatu kitab ditulis oleh atau di bawah pengawasan seorang rasul. Lagipula, kitab-kitab di dalam Alkitab yang otentik memiliki wewenang yang inheren (terkandung di dalamnya); artinya, umat Allah dapat mengenal suara-Nya yang berbicara kepada mereka melalui kitab-kitab tersebut.

Menurut Dieter Becker, ada tiga peristiwa inti yang mendorong Gereja (pada zaman itu yang seringkali disebut Gereja Purba) untuk menggabungkan tulisan-tulisan (atau kitab-kitab) yang beredar pada saat itu di kalangan gereja menjadi suatu kumpulan yang baku, atau kanon.

Proses ini sendiri dikenal sebagai kanonisasi. Tiga peristiwa tersebut adalah 1) timbulnya tradisi- tradisi rahasia aliran Gnostik yang sesat dan tidak benar yang juga menghasilkan banyak kitab, yang sebagiannya dikenal luas saat ini, seperti Injil Yudas, Injil Petrus, Injil Thomas, dll., 2) kumpulan tulisan yang dipersingkat oleh Marcion, dan bahkan ia menyusun kanonnya sendiri, dan 3) Montanisme dengan pewahyuan-pewahyuan baru.22

Becker menyatakan bahwa gereja harus memilih antara tradisi yang satu dengan tradisi yang lainnya. Gereja ingin berpihak pada tradisi yang asli dan mengesampingkan tradisi sekunder.

Dengan demikian gereja telah menghayati petunjuk Irenaues: “Tradisi hendaknya diambil dari para rasul”.23

2. Kanon Perjanjian Lama

17Milne, 59.

18Enns, 207.

19R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK GM, 1993), 47.

20Milne, 60

21Soedarmo, 47.

22Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta: BPK GM, 1993), 44.

23Becker, 44.

(15)

Selama 100 tahun pertama Gereja, kanonnya boleh dikatakan hanya terdiri dari Perjanjian Lama.

Memang tulisan-tulisan di dalam Perjanjian Baru sekarang sudah ada, karena pada umumnya kitab-kitab Perjanjian Baru ditulis sebelum tahun 100, namun belum terhimpun sebagai kanon.24

Gereja memahami dirinya sebagai Israel baru sehingga ia memegang teguh Perjanjian Lama sebagai kitab sucinya. Bahkan pada saat itu, ia berkeyakinan bahwa bila Perjanjian Lama dipahami dengan benar Kitab Suci itu pada dasarnya adalah sebuah Kitab Kristen yang menyaksikan Kristus secara lengkap. Dengan demikian orang-orang Kristen menolak klaim orang- orang Yahudi bahwa Perjanjian Lama hanya untuk orang-orang Yahudi.25

Enns mencatat bahwa teks Masoretik (teks Ibrani) Perjanjian Lama membagi ketigapuluh sembilan kitab ke dalam tiga kategori: Hukum (Torah atau Pentateukh), Nabi-nabi (neviim) dan sastra (ketuvim).26

Menurut catatan sejarah, sidang di Jamnia (90/100 M) menetapkan keseluruhan kanon Perjanjian Lama bagi orang-orang Yahudi seperti yang kita miliki sekarang ini.27Namun, kelima kitab Taurat sendiri sudah lama diyakini sebagai Kitab Suci (Ul. 31:11; Yos.1:7; 2 Taw. 23:18).

3. Kanon Perjanjian Baru

Menurut Bernhard Lohse, sejak awal, selain Perjanjian Lama memang sudah ada ucapan- ucapan lain yang dipandang gereja sebagai ‘Kitab Suci” sekalipun ucapan-ucapan tersebut belum dicatat ke dalam bentuk tulisan.28 Ucapan-ucapan Tuhan, misalnya, mempunyai kewibawaan penuh, walaupun gereja purba memelihara dan membentuk tradisi mengenai kehidupan Yesus secara jasmani di dalam terang kebangkitan.

Ucapan-ucapan para rasul juga mempunyai bobot yang besar. Bobotnya sendiri dijamin oleh ucapan Yesus: “Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku” (Mat. 10:40).29Ini berarti bahwa selain Perjanjian Lama telah ada pada waktu itu suatu bentuk awal kanon kedua, yaitu Perjanjian Baru di dalam bentuk tak tertulis (ucapan-ucapan di dalam konsep tradisi lisan yang disampaikan secara sinambung).

Formula “ada tertulis”, atau “Telah tertulis” yang biasa dipakai untuk mengacu kepada teks-teks Perjanjian Lama yang dikutip juga dipakai untuk mengacu kepada ucapan-ucapan Yesus sebagaimana nampak di dalam Surat Barnabas (sekitar 135 M) dan Surat Clemens yang Kedua.30 Kanon Perjanjian Baru berkembang di dalam perjalanan waktu. Dapat dikatakan bahwa di paruhan kedua abad kedua masehi merupakan titik awal pembentukan tersebut. Orang pertama yang berbicara tentang perjanjian baru adalah Irenaeus dari Lyon (meninggal sekitar tahun 202 M). Namun di dalam tulisannya, terkesan bahwa ia membedakan antara wibawa Injil (berisikan tentang ajaran ataupun ucapan-ucapan Yesus) dengan surat-surat Paulus. Ia tidak menggunakan formula “sudah tertulis” bagi tulisan-tulisan Paulus.31

Marcion dipandang sebagai faktor penting bagi pembentukan kanon Perjanjian Baru oleh gereja purba. Ia membuat kanon Perjanjian Barunya sendiri pada paruh pertama abad ke-2 M. Ia membuang Perjanjian Lama dan banyak tulisan lain yang kemudian dimasukkan sebagai

24Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK GM, 1994), 30.

25Lohse, 30.

26Enns, 208.

27Ibid, 207.

28Lohse, 33.

29Lohse, 34.

30Lohse, 34.

31Lohse, 35.

(16)

Perjanjian Baru oleh Gereja Purba. Kanonnya, yang terdiri dari Injil Lukas dan sepuluh surat Paulus yang pertama merupakan kanon Perjanjian Baru yang pertama.

Sebelum Marcion, Gereja Purba telah memiliki koleksi-koleksi tertentu tulisan-tulisan Perjanjian Baru (Kristen). Kanonisasi Marcion mempercepat kanonisasi Perjanjian Baru oleh gereja purba.

Milne mencatat bahwa usaha paling dini yang diketahui untuk membuat daftar kitab-kitab kanonis adalah “kanon Muratori” dari sekitar tahun 175M. Daftar lengkap yang paling dini dibuat oleh Eusebius (meninggal tahun 340). Ia membedakan antara kitab-kitab yang diterima secara umum dan yang diterima oleh mayoritas jemaat-jemaat (sebanyak enam buah). Dasar sangsi terhadap enam kitab ini penting yaitu bahwa kitab-kitab ini tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan salah satu sumber rasuli.32

Namun Soedarmo menyatakan bahwa tidak ada suatu saat atau suatu peristiwa di mana kumpulan kitab ini ditentukan atau diproklamasikan sebagai kanon. Tidak ada rapat agung, konsili atau siding sinode yang menetapkan hal ini.33 Milne juga menyatakan hal yang sama: “Seperti Newton tidak menciptakan gaya berat tetapi hanya menemukannya, begitu pula gereja tidak menciptakan kanon Perjanjian Baru tetapi mengakui dan mendefinisikannya. Dalam tulisan- tulisan ini dan hanya di situ, gereja yang dipimpin oleh Roh Allah mendengar suara yang otentik dari Gembalanya yang Baik (Yoh. 10:4-5).”34

Pada Konsili di Khartago tahun 397, konsili yang aktanya tentang kanon masih tersimpan, dinyatakan bahwa “kecuali kitab-kitab yang kanonik, di dalam Gereja tidak boleh ada lain yang dibaca dengan menganggapnya kitab dari Tuhan”, dan kemudian dituliskan daftar kitab-kitab seperti yang dimiliki sekarang ini. Dengan kata lain, di Khartago kanon tidak ditetapkan, karena sudah ada dan hanya diakui bahwa kanon sudah ada.

Bahkan di dalam catatan Gereja yang lebih muda, yaitu pada tahun 393 di kota Hippo, dimuat daftar kanon yang telah lazim dipakai saat itu dan tahun 325 di Nicea35 disetujui bahwa ajaran gereja harus bertumpu pada kesaksian Alkitab, termasuk Kitab-kitab Perjanjian Baru yang belum diresmikan namun sudah dipakai luas seperti yang tersusun sekarang ini.36

Soedarmo melihat ini sebagai bagian dari karya Roh Kudus. Ia memimpin orang-orang percaya hingga mereka mengumpulkan kitab-kitab dan kumpulan kitab-kitab ini menjadi kanon

“supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yohanes 20:31).37

Menurut Dieter Becker, setidaknya ada tiga kriteria penilaian apakah suatu pernyataan kanon adalah sah atau tidak, yaitu (1) apakah teks tersebut berpusat pada Kristus (kristosentris);

(2) apakah teks tersebut berasal dari ajaran para rasul (apostolis) dan (3) apakah sesuai dengan kesaksian Roh Kudus dalam hati orang percaya (autopistis).38

Sementara menurut Enns, ada beberapa kriteria dalam proses pembentukan kanon Perjanjian Baru, yaitu 1) apostolisitas (kerasulan) – apakah penulisnya seorang rasul atau mempunyai wibawa rasuli; 2) penerimaan – apakah kitab tersebut diterima oleh gereja purba

32Milne, 61.

33Soedarmo, 48.

34Milne, 62.

35Khartago adalah konsili ekumenis yang masih menyimpan akta tentang kanon. Konsili-konsili sebelumnya, seperti Nicea dan Hippo, tidak meninggalkan warisan akta-akta berisikan keputusan-keputusan mereka. Konsili sendiri merupakan suatu tradisi pertemuan para uskup dengan landasan pada sidang di Yerusalem (Kis 15).

36G.C. van Nifttrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK GM, 1995), 402.

37 van Nifttrik dan Boland, 402.

38Becker, 50.

(17)

secara umum; 3) isi – apakah kitab itu mencerminkan konsistensi ajaran ortodoks pada zaman gereja purba; dan 4) inspirasi – apakah kitab itu mencerminkan kualitas inspirasi.39

5. Sifat-sifat Kitab Suci40

Banyak sekali sifat Alkitab yang diajarkan gereja. Reformasi dan kalangan Protestan sendiri memiliki sikapnya. Di bawah ini didaftarkan sifat-sifat Alkitab menurut paham reformasi secara umum.

Alkitab tidak mungkin keliru. Sebagian kelompok injili menyukai istilah ineransi dengan muatan teologis di dalamnya. Tetapi kelompok Protestan arus utama lebih menyukai infalibilitas.

Artinya, Kitab Suci tidak mungkin salah dalam konsep, gagasan, berita, isi, dan maksudnya.

Kesalahan-kesalahan tertentu di dalam Alkitab (seperti kisah Yosua 12, dst.) lebih merujuk kepada keterbatasan keilmuan manusia pada saat bagian-bagian Alkitab tersebut ditulis. Menurut hemat penulis sendiri, sesungguhnya ineransi dan infalibilitas tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Alkitab adalah syarat mutlak (necessitas) dalam pengenalan akan Allah dalam rangka pelayanan kepada Allah. Bagian-bagian penyataan umum, seperti alam, akal budi dan perasaan tidak dapat ditambahkan kepada Alkitab sebagai penyataan khusus Allah.

Alkitab berkuasa (auctoritas). Maksudnya adalah bahwa bahwa apa yang dinyatakan oleh Alkitab adalah penyataan Allah sendiri. Namun kuasa Alkitab tidak memaksa, seperti halnya kuasa yang dimiliki oleh pemerintah. Kuasa yang dimiliki bersifat mutlak karena diwahyukan oleh Roh Kudus sendiri, khususnya terhadap yang menerima.

Kitab Suci adalah cukup (sufficentia). Isi Kitab Suci sudah cukup sebagai penyataan Allah sehingga tidak perlu mencari penyataan di luar Kitab Suci lagi. Ia juga cukup atau memadai di dalam menjabarkan keselamatan Allah sehingga tidak perlu tambahan-tambahan lagi.

Alkitab adalah terang (perspicuitas) berhubungan dengan maksudnya. Maksud Kitab Suci adalah menyatakan Allah dan kehendak-Nya. Maka seandainya Kitab Suci tidak terang, dapat dikatakan bahwa pekerjaan Roh Kudus kurang mencapai maksudnya.

Kitab Suci mencapai maksudnya (efficacia, efficax). Maksudnya adalah bahwa apa yang dimaksudkan Allah di dalam penyataan-Nya kepada manusia, yaitu menyatakan kemuliaan dan segala sesuatu menyangkut sifat Allah.

Kitab Suci merupakan suatu kesatuan (unitas). Kitab Suci merupakan suatu kesatuan oleh karena seluruh Kitab Suci adalah penyataan Allah yang Esa, dan isi Kitab Suci hanyalah satu, ialah Allah sendiri dan perbuatan-Nya berdasarkan Tuhan Yesus Kristus.

C. Teologi Alkitab 1. Apa Itu Teologi?

Teologi berasal dari dua kata Yunani, yaituΘεὸς (Theos) yang berarti ‘Allah’, dan Λόγος (logos), yang berarti ‘kata’. Logos sendiri kemudian dapat diartikan perkatakan, bahkan percakapan atau diskusi, atau bahkan ilmupengetahuan.41Teologi berarti secara sederhana berpikir ataupun bercakap-cakap tentang Allah. Secara akademik teologi berarti cabang ilmupengetahuan yang berbicara tentang Allah.42

Yakub yang bermimpi dan melihat malaikat turun-naik melalui tangga ke surga. Setelah ia bermimpi maka ia memberikan persembahan kepada Allah sebesar sepersepuluh yang ia

39Enns, 209-210.

40Bagian ini diambil secara khusus dari Soedarmo, 72-90, mengingat hanya buku ini yang membahas secara luas dan mewakili pandangan Reformasi.

41TDTNT entri Θεὸς dan Λόγος.

42Paul Avis, Ambang Pintu Teologi (Jakarta: BPK GM, 1991).

(18)

miliki dan ia menetapkan untuk seterusnya memberikan persembahan persepuluhan kepada Allah (Kej. 28:10-22). Bila teologi adalah berpikir tentang Allah, maka ia dalam dilakukan dalam kesendirian, dan dalam hal ini Yakub sudah berteologi. Ia mengalami kehadiran Allah dan ia menanggapi kehadiran Allah tersebut. Dari pengalaman akan kehadiran Allah dan

tanggapannya, maka dihasilkan sebuah praksis berteologi yang di kemudian hari dilakukan oleh bangsa Israel, yaitu mempersembahkan persepuluhan kepada Allah (Bil. 18:21-28; Ul. 12:6, 11, 17; 14:23, 28; 26:12).

2. Teologi: Dialog tentang (dan dengan) Allah

Sumber teologi adalah quadrilateral, segi empat, yaitu Kitab Suci, tradisi, iman dan akal-budi.

Teologi sebagai Iman mencari pengertian (fides quaerens intellectum) St. Agustinus

mengatakan: “saya percaya agar saya dapat mengerti.” Menurut Agustinus, pengetahuan akan Allah bukan hanya memberikan iman, tetapi iman juga tanpa henti mencari pengertian yang lebih dalam. Orang-orang Kristen ingin mengerti apa yang mereka percayai, apa yang mereka dapat harapkan, dan apa yang harus mereka cintai.43

St. Anselmus, dipahami sebagai orang yang merumuskan perkataan fides quaerens intellectum, sepakat dengan Agustinus mencari bukan dalam rangka memperoleh atau meraih iman melalui akal-budi tetapi bahwa mereka dapat bersukacita melalui pengertian dan

merenungkan hal-hal yang mereka percayai.44

Barth menyatakan bahwa teologi memiliki tugas mempertimbangkan ulang iman dan praktek komunitas dan apa yang membedakan teologi dari keyakinan buta hanyalah karakter khususnya sebagai ‘iman mencari pengertian.’45

Keyakinan umum dari tradisi teologi klasik adalah bahwa iman Kristen membangkitkan kajian-kajian, mencari pengertian yang lebih dalam, berani untuk mengajukan pertanyaan- pertanyaan. Kita tidak akan pernah selesai atau tuntas dalam pencarian kita akan sebuah pengertian yang lebih dalam akan Allah.

Iman Kristen didasari pada kepercayaan di dalam dan ketaatan kepada Allah yang bebas dan penuh anugerah yang dikenal di dalam Yesus Kristus.

Teologi Kristen adalah iman yang sama ini dalam bentuk mengajukan pertanyaan- pertanyaan dan bergumul untuk menemukan setidaknya jawaban-jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Iman yang autentik bukanlah obat bius bagi jiwa-jiwa yang lelah di dunia, bukan tas ransel yang penuh dengan jawaban-jawaban siap-sedia akan pertanyaan-pertanyaan yang paling dalam akan kehidupan. Iman dalam Allah yang disingkapkan di dalam Yesus Kristus

mengajukan pertanyaan dalam gerekan, melawan kecenderungan untuk menerima hal-hal sebagaimana adanya, dan secara terus-menerus menyerukan untuk mempertanyakan asumsi- asumsi tentang Allah, dunia kita dan diri kita sendiri yang belum dikaji dan dikaji ulang.

Akibatnya, iman Kristen tidak memiliki kesejajaran dengan kemalasan mencari kebenaran, atau dengan ketakutan akan hal itu, atau klaim kepemilikan mutlak akan hal itu. Iman yang benar harus dibedakan dari fideisme. Fideisme mengatakan ada titik di mana kita harus berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan harus cukup percaya saja; iman terus mencari dan bertanya.

43Daniel L. Migliore, Faith seeking understanding (Grand Rapids: Eerdmans, 2014), 7.

44Migliore, 7.

45Migliore, 7.

(19)

Teologi berkembang dari dinamisme iman Kristen yang memotivasi refleksi, pertanyaan dan pencarian akan kebenaran yang belum dimiliki, atau hanya sebagian dimiliki. Setidaknya ada dua akar fundamental akan pencarian iman untuk pengertian yang kita sebut teologi. Yang pertama terkait dengan ‘objek’ khusus iman Kristen. Allah yang disaksikan oleh Kitab Suci bukanlah objek atas kemauan kita, tidak ada entitas nir-hidup yang dapat kita manipulasi sesuka kita.

Allah adalah hidup, bebas, dan ‘subjek’ yang aktif. Iman adalah pengetahuan akan dan kepercayaan di dalam Allah yang hidup yang tetap bertahan sebagai misteri melampaui pengertian manusia. Dalam Yesus Kristus Allah yang hidup, bebas dan kaya tanpa batas telah menyingkapkan diri sebagai kasih yang penuh kuasa dan kudus. Untuk mengetahui Allah di dalam wahyu ini adalah mengakui kedalaman yangtak terbatas dan tak terpahami dari misteri yang disebut Allah ini.

Orang-orang Kristen diperhadapkan dengan misteri ini di dalam semua afirmasi pusat dari iman mereka: keajaiban ciptaan, kerendahan hati Allah di dalam Yesus Kristus; kuasa tranformatif dari Roh Kudus; keajaiban pengampunan dosa-dosa; karuna-karunia kehidupan baru dalam persekutuan dengan Allah dan orang-orang lain; panggilan pelayanan pendamaian; janji hadirnya kerajaan Allah. Di mata orang-orang percaya, dunia dibungkus oleh misteri anugerah bebas Allah. Misteri bukanlah masalah. Sementara masalah dapat diselesaikan, misteri tidak terbatas.

Akar kedua dari pencarian iman akan pengertian adalah situasi iman. Orang-orang percaya tidak hidup di dalam sebuah kekosongan. Sebagaimana semua orang, mereka hidup di dalam konteks-konteks historis yang memiliki problema-problema dan kemungkinan-

kemungkinan khusus masing-masing. Dunia yang berubah-ubah, ambigu dan labil memperhadapkan pertanyaan-pertanyaan yang baru akan iman, dan banyak jawaban yang memadai di masa lampau tidak lagi cocok di masa kini.

Pertanyaan-pertanyaan bangkit di bagian pinggir dari apa yang kita ketahui dan apa yang kita dapat lakukan sebagai manusia. Mereka mempercayai diri mereka pada kita dengan

kekuatan-kekuatan khusus di dalam waktu-waktu dan situasi-situasi krisis seperti sakit-penyakit, penderitaan, perasaan bersalah, ketidakadilan, kekacauan pribadi ataupun sosial.

Dengan menekankan iman yang seperti ini, jauh dari menghasilkan sebuah sikap yang tertutup, membangkitkan kekaguman, pertanyaan dan penggalian, kita menggarisbawahi

kemanusiaan dari kehidupan iman dan dari disiplin teologi. Umat manusia terbuka ketika mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan, ketika mereka tetap mencari, ketika mereka dibungkus oleh kasih akan kebenaran. Menjadi manusia adalah menanyakan semua bentuk pertanyaan, siapakah kita? Apakah nilai yang tertinggi? Apakah ada Allah? Apa yang dapat kita harapkan? Dst.

Ketika orang-orang memasuki ziarah iman, mereka tidak tiba-tiba berhenti menjadi manusia; mereka tidak berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Menurut filsuf Descartes, satu-satunya titik tolak yang dapat dipercaya dalam pencarian akan kebenaran adalah kesadaran-diri, self-consciousness. Cogito ergo sum (Perancis: je pense donc je suis),46aku berpikir maka aku ada. Logika iman Kristen berbeda secara radikal dari logika Kartesian ini setidaknya dalam dua hal. Pertama, titik awal pencarian bagi orang Kristen bukanlah kesadaran diri-sendiri tetapi kesadaran akan realitas Allah, yang adalah pencipta dan penebus segala sesuatu. Bukan, aku berpikir maka aku ada, tetapi Allah ada, maka kita ada (Mzm. 8:1-4).

46Dalam tulisan asli berbahasa Perancis, je pense donc je suis yang dilatinkan menjadi cogito ergo sum, untuk menjangkau dunia pembaca lebih luas. Li. Rene Descartes, Discours de la Méthode (Perancis: MOzambook, 2011), 41.

(20)

Kedua, bagi iman Kristen dan teologi, pertanyaan ditarik keluar, lahir dari, iman di dalam Allah dan bukan menjadi suatu upaya untuk tiba pada suatu kepastian yang terpisah dari Allah.

Bukan aku mencari kepastian dengan meragukan segala-sesuatu kecuali keberadaan saya, melainkan karena Allah telah menunjukkan belas-kasihan-Nya kepada kita, oleh karenanya kita bertanya.

Jika kita percaya di dalam Allah, kita harus berharap bahwa cara-cara berpikir dan hidup kita yang lama akan digoncangkan hingga kepada pondasi-pondasinya.

Selama orang-orang Kristen bertahan menjadi peziarah-peziarah iman, mereka akan terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yang bahkan sulit- yang untuknya mereka tidak selalu menemukan jawaban-jawabannya. Inilah gambaran yang juga ditampilkan oleh Alkitab (Kej.

3:9; 4:9; Jer. 22:16:7; Mk. 8:29; 15:34).

Pertanyaan-pertanyaan teologis yang kita bahas ini akan selalu mendapat perlawanan dari ketakutan-ketakutan kita sendiri.

Hanya kepercayaan di dalam kasih Allah yang sempurna yang dapat memampukan kita mengalahkan ketakutan kita yang selalu muncul (1 Yoh. 4:18).

3. Natur teologi: teologi yang dapat dipertanyakan

Jika iman Kristen menyebabkan kita berpikir, ini bukan hendak menyatakan bahwa menjadi Kristen berarti akan dilelahkan dengan berpikir, bahkan dalam berpikir mengenai doktrin-doktrin gereja. Iman Kristen menyebabkan kita melakukan lebih dari berpikir, ia bernyanyi, mengaku, bersukacita, menderita, berdoa dan bertindak.

Tidak diragukan ada hal-hal yang disebut sebagai teologi yang berlebihan atau berlebihan dalam berteologi, atau lebih tepatnya, berteologi yang tidak berbuah, abstrak yang lenyap

tersesat dalam labirin ketidakpentingan academic. Hal ini pernah juga diutarakan oleh Barth.47

4. Pertanyaan teologi

1. Apakah proklamasi (pernyataan) dan praktek komunitas iman adalah benar kepada wahyu Allah dalam Yesus Kristus sebagaimana disaksikan Kitab Suci?

2. Apakah proklamasi dan praktek komunitas iman memberikan ekpsresi yang memadai kepada keseluruhan kebenaran di dalam wahyu Allah dalam Yesus Kristus?

3. Apakah proklamasi dan praktek komunitas iman mewakili Allah dalam Yesus Kristus sebagai realitas yang hidup dalam konteks kininya?

4. Apakah proklamasi dan praktek komunitas iman memimpin kepada praktek transformatif dalam kehidupan pribadi dan sosial?

E. Kaitan Alkitab dengan Teologi

Alkitab yang terdiri dari 66 kitab (Alkitab Protestan) bukanlah kitab teologi. Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam materi tentang “Apa itu Alkitab”, Alkitab dipahami sebagai penyataan tertulis, yang tidak berdiri sendiri, melainkan terikat sepenuhnya kepada penyataan khusus Allah di dalam Yesus Kristus, sehingga Alkitab menjadi satu-satunya kitab yang bersaksi tentang penyataan khusus Allah tersebut.

Dalam penggunaannya, Alkitab tidak boleh diambil sebagian-sebagian, ayat per ayat, keluar dari konteksnya (ayatiah). Iya harus dibaca dalam konteksnya (alkitabiah). Saat ia dibaca dalam konteks, maka ayat-ayat tersebut, yang membentuk suatu perikop atau cerita, memiliki pokok-pokok atau gagasan-gagasan teologis.

47Disinggung dalam Migliore, h. 7

(21)

Setiap kitab dalam Alkitab memiliki banyak gagasan teologis. Gagasan teologis ini adalah unit terkecil dalam Alkitab. Unit-unit terkecil ini dapat berkaitan dengan seorang

individu, seperti Ayub, teman-teman Ayub, Yakub, dll. Unit-unit ini juga dapat berkaitan dengan Gagasan-gagasan teologis dapat membentuk teologi individu, seperti teologi Ayub atau teologi teman-teman Ayub. Gagasan-gagasan teologis ini juga dapat membentuk suatu sub- teologi, seperti teologi tentang keselamatan, teologi tentang Kristus, teologi tentang kehidupan yang akan datang, dll.

Kemudian, teologi-teologi individu ataupun sub-teologi ini dapat membentuk teologi kitab-kitab, seperti soteriologi menurut Markus, dan yang kemudian membentuk teologi komprehensif menurut Markus maupun sub-teologi Alkitab seperti soteriologi Alkitab yang kemudian membentuk teologi komprehensif Alkitab (biblical theology).

Teologi biblis tidak serta-merta membentuk teologi Gereja atau teologi sistematik.

Teologi biblis mesti diperhadapkan dengan konteks berteologi karena zaman berubah-ubah.

Konteks zaman yang berubah-ubah membuat konteks berteologi berubah-ubah. Contoh sederhana adalah perbudakan. Dalam PL, perbudakan tidaklah ditentang mutlak. Perbudakan menjadi budaya yang berlaku umum pada saat itu. Contoh lain adalah teologi gender (relasi lelaki-perempuan), teologi keluarga atau teologi anak (relasi orangtua-anak, hukuman terhadap anak, dll.).

(22)

Webinar GBI Api Kemuliaan-Nya Sesi 3

Wabah dan Vaksin

Pdt. Asigor P. Sitanggang, Th.D.

A. Terminus Technicus

Dalam makalah ini, beberapa istilah yang digunakan perlu didefinisikan secara baku. Menurut KBBI, wabah adalah suatu penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas (seperti wabah cacar, disentri, kolera); epidemi.1Dalam bahasa Inggris, istilah yang digunakan adalah plague. Plague berarti “an epidemic disease causing a high rate of mortality”.2Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, yang meliputi daerah geografi yang luas (KBBI). Pandemi merupakan istilah serapan dari bahasa Inggris, yaitu pandemic. Pandemic didefinisikan sebagai “occurring over a wide geographic area and affecting an exceptionally high proportion of the population”.3

B. Wabah dalam Alkitab

Istilah wabah muncul hanya tiga kali dalam Alkitab TB LAI, yaitu Ulangan 7:15; 28:60; Ayub 27:15. Ulangan 7:15: wabah dalam kendali Tuhan. Ketiganya hanya ada dalam Perjanjian Lama dan tidak ada dalam Perjanjian Baru. Selain wabah, istilah lain yang digunakan adalah ‘sampar’, yang digunakan sebanyak 55 kali.

Istilah ‘wabah’ dalam konteks Ulangan 7:15 digunakan dalam kaitan YHWH menghukum bangsa Mesir, namun Ia tidak akan menghukum bangsa Israel. Namun sebaliknya dalam Ulangan 28:60, YHWH akan mendatangkan wabah Mesir itu kepada bangsa Israel, jika mereka tidak menaati segala Taurat dengan setia (lih. ay. 58). Sementara dalam Ayub 27:15, dalam pemahaman teologis Ayub, wabah diberikan Allah sebagai hukuman kepada orang-orang fasik. Ini akan dibahas secara khusus.

1https://kbbi.web.id/wabah.

2https://www.merriam-webster.com/dictionary/plague.

3https://www.merriam-webster.com/dictionary/pandemic.

(23)

Namun bila melihat teks Inggris, istilah plague (Ibr.: רבדּ, deber, Ind: sampar) muncul sangat banyak, yaitu sebanyak 126 ayat (MKJV).4

Perspektif Perjanjian Lama selalu melihat segala sesuatu dalam kendali Allah, termasuk penyakit. Penyakit bisa menjadi sarana Allah menghukum seseorang, bahkan sebuah bangsa (seperti Tulah Mesir). Secara positif, maka dapat dipahami bahwa orang-orang Yahudi selalu melihat maksud ilahi di balik setiap penyakit ataupun musibah.

Dalam Perjanjian Baru, dalam beberapa teks Yesus menolak mengaitkan penyakit dengan dosa. Lk. 9:1-3, orang yang buta, menurut Yesus bukan karena dosanya atau ayahnya (kutuk), tetapi supaya pekerjaan Allah dinyatakan.

Kehadiran Yesus justru untuk mendatangkan keselamatan, pemulihan jiwa dan kesembuhan. Yesus justru datang untuk mengampuni, menyelamatkan dan menyembuhkan orang yang datang kepada-Nya. Inilah yang Ia lakukan ketika orang yang lumpuh digotong empat orang datang kepada-Nya memohon kesembuhan. Ia berkata: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni”

(Mk. 12:5).

Perempuan pendarahan 12 tahun menjamah jubah Yesus dari belakang dan berkata: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh” (Mk. 5:25-34), Yesus merespons: “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”

Ini mencakup: roh (keselamatan – imanmu telah menyelamatkan engkau), jiwa (pergilah dengan selamat, terjemahan dari kata eirene, atau shalom, damai sejahtera), dan tubuh (sembuhlah dari penyakitmu). Dengan kata lain, karya yang Yesus kerjakan adalah pemulihan manusia seutuhnya, roh, jiwa dan tubuh.

C.

D. Apakah Wabah Ini dari Si Jahat?

Menurut saya ini dari Allah atau setidaknya atas seijin Allah. Dulu kita semua sama hanya di hadapan Allah. Dalam segala hal lainnya kita dibedabedakan. Kini, di hadapan Virus Corona kita semua juga sama, karena siapapun, tua-muda, perempuan-lelaki, miskin-kaya, rakyat jelata- penguasa, penjahat-orang baik, lemah-kuat fisik, semuanya bisa terpapar dan tertular Virus ini.

Virus ini tidak pandang bulu sama sekali. Bukankah kita memang sebenarnya setara tanpa pandang bulu? Pagebluk ini mengingatkan kita akan hal ini dengan cara yang tragis.

4Versi Inggris yang berbeda, jumlah kemunculan juga berbeda. ASV 102 kali, KJV 98 kali, ISV hanya 51 kali.

(24)

Ekonomi global dan negara2 diguncangkan, perusahaan2 besar digoyang membuat semua negara dan semua orang melakukan tindakan ekonomi yang benar2 hemat.

Dulu gereja tidak beribadah online, dan banyak kritik disampaikan kepada ibadah online, dan sekarang hampir semua ibadah online. Bahkan sebagian pun menjalankan Perjamuan Kudus online.

Dulu Gereja dibatasi tembok-tembok, sekarang sama sekali tidak dibatasi tembok. Dari seluruh penjuru dunia bisa mengikuti ibadah online. Semua orang boleh berpindah-pindah mengikuti ibadah online, mencairkan batasan denominasi maupun aliran.

Dulu kita bikin program tahunan, sekarang, seminggu ke depan saja kita tidak tahu apa yang terjadi. Eklesiologi kita benar-benar digoncangkan.

Sekarang khotbah tentang persepuluhan makin gencar, justru menunjukkan mana yang benar2 melayani, mana yang cari uang melalui pelayanan; mana yang menghadirkan kerajaan Allah di bumi, mana yang membangun kerajaannya sendiri di bumi.

Belum lagi bila bicara ekologi. Es di kutub mulai menebal kembali. Udara lebih bersih dan langit lebih biru.

Jadi, apakah semua itu karya di jahat? Semua itu karya Allah dan karenanya, sejujurnya, dengan segala dampak buruk maupun kesusahan yang juga menyertai, saya justru bersyukur dengan hadirnya pagebluk Covid-19 ini karena mengguncangkan dan menggoyangkan kehidupan kita yang terlalu mapan, dan acapkali mapan dgn keangkuhan dan kesombongan, egoisme, berpatokan pada kekuatan harta dan relasi, dan sejenisnya.

Jika zaman Nuh Allah mengguncang dan menggoyang dunia dengan air bah, kini Allah melakukannya dengan pagebluk global Covid-19. Jadi bersyukurlah untuk semua guncangan dan goyangan yang Allah ijinkan untuk membentuk kembali dunia dan umat manusia.

(25)

LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN Webinar Nasional GBI 30 Oktober 2021

Seminar Teologi

Pada tanggal, saya memenuhi undangan dari GBI Api Kemuliaan-Nya untuk memberikan bagi webinar online yang terbuka untuk publik sebanyak tiga sesi sejumlah orang. Di dalam tiga makalah yang yang berjudul “Pengantar ke dalam Teologi Alkitab,” “Hypostatic Union of Christ: Hubungan dan Kesatuan Kemanusiaan dan Keilahian Kristus” dan “Wabah dan Vaksin,” saya menyampaikan tiga makalah dengan topik-topik yang menjadi pergumulan umat mengenai topik-topik tersebut.

Setelah menyampaikan makalah selama masing-masing kurang lebih 45 menit,

berlangsung tanya jawab yang sangat menarik dan memperdalam tema. Masukan dan pertanyaan dari para peserta yang berasal dari berbagai pelosok di Indonesia ini tajam dan kritis.

Demikian laporan yang dapat saya sampaikan.

Jakarta, 30 Oktober 2021.

Asigor P. Sitanggang, Th.D.

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah Metode Hypnoteaching yang merupakan metode pembelajaran yang berprinsip bahwa sugesti dapat mempengaruhi hasil

Apa saja Kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan oleh pemimpin dalam meningkatkan civic participation mahasiswa di UKM UPI .... Pembahasan Hasil Penelitian

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan segala kenikmatan dan keberkahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan segala perjuangan yang

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengembangan Produk Alat Bantu Jalan (Walker) Dengan Metode Quality Function.. Deployment (QFD) Dan Ergonomi

 Alat bantu keputusan untuk perhitungan provisioning komponen rotable Boeing 737-800 NG yang telah dibuat selain dapat membantu proses penentuan jumlah yang harus diadakan per

Perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian

Dilihat dari aspek kepastian hukum dan kewenangan kepemilikan pihak ketiga dengan hanya dibuat akta pengikatan jual beli dan kuasa serta akta surat kuasa saja,

Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen Pati (3) bagaimanakah evaluasi proses program pembelajaran kitab kuning di M.A.. Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen Pati