commit to user
iii
PENGARUH INDIKATOR MAKRO EKONOMI
TERHADAP KINERJA PASAR MODAL INDONESIA
SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS GLOBAL 2008
Skripsi
Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi, Jurusan Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
DAVID
F0108145
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
vi
Karya ini penulis persembahkan untuk:
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
memberikan banyak rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH INDIKATOR MAKRO
EKONOMI TERHADAP KINERJA PASAR MODAL INDONESIA
SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS GLOBAL 2008” untuk melengkapi
tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa
adanya dorongan, bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak skripsi
ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. Wisnu Untoro,MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Supriyono, MSi selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. JJ. Sarungu, Dr.,MS selaku dosen pembimbing akademik.
4. Lukman Hakim, SE, Msi, Ph.D selaku dosen pembimbing dalam proses
penyusunan skripsi sehingga dapat berjalan dengan baik.
5. Orang tua penulis yang senang tiasa memberikan yang terbaik kepada
penulis.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
7. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya.
8. Sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,
terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
commit to user
viii
yang membutuhkan dan memberikan masukan yang berharga bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
Surakarta, 12 Juni 2012
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
a. Pengertian Pasar Modal ... 6
b. Jenis Pasar Modal ...7
c. Metode Perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan ... 9
commit to user
x
a. Pengertian Inflasi ...16
b. Disagregasi Inflasi ...17
c. Determinan Inflasi ...19
d. Pentingnya Kestabilan Harga ...20
4. Perdagangan Internasional ... 21
a. Internasional product life cycle (IPLC) Theory ...21
b. Competitive advantage of nation dari M. Porter...23
c. Hyper competitive dari Richard D’Aveni ... 25
d. Competitive Lieralization (Persaingan Liberalisasi) ... 27
5. BI Rate ... 28
a. Pengertian BI Rate ...28
b .Jadwal Penetapan dan Penentuan ...29
c. Besar Perubahan BI Rate ...29
B. Penelitian Terdahulu ... 30
C. Kerangka Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A. Desain Penelitian ... 39
B. Ruang Lingkup Penelitian ... 40
C. Defenisi Operasional Variabel ... 40
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 41
2. Kurs Nilai Tukar ... 41
3. Inflasi ... 41
4. Perdagangan Internasional ... 42
5. BI Rate ... 42
D. Metode Pengumpulan Data ... 42
E. Metode Analisis Data ... 42
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi ... 44
2. Penentuan Lag Length ... 45
3. Uji Kointegrasi ... 46
4. Estimasi VECM ... 47
commit to user
xi
6.Variance Decomposition ... 50
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Gambaran Umum Tentang Pasar Saham ... 51
B. Gambaran Umum Tentang Nilai Tukar ... 57
C. Gambaran Umum Tentang Inflasi ... 63
D. Gambaran Umum Tentang Perdagangan Internasional ... 71
E. Gambaran Umum Tentang Suku Bunga (BI RATE)... 75
F. Uji stasioneritas data ... 82
G. Penentuan Lag Length ... 83
H. Uji Kointegrasi ... 84
I. Estimasi VECM ... 85
1. Hubungan Jangka Panjang ... 85
2. Hubungan Jangka Pendek ... 86
J. Fungsi Impulse Response ... 87
K. Variance Decompotition ... 92
L. Interpretasi Hasil ... 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan... 98
B. Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... xvi
LAMPIRAN ... xix
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tahapan IPLC dan ciri-cirinya (untuk AS sebagai Negara Inovator) ... 22
4.1 Pergerakan IHSG tahun 2005-2008... 52
4.2 Pergerakan IHSG tahun 2009-2011... 55
4.3 Pergerakan Nilai Tukar tahun 2005-2008 ... 58
4.4 Pergerakan Nilai Tukar tahun 2009-2011 ... 62
4.5 Pergerakan Inflasi tahun 2005-2008 ... 65
4.6 Pergerakan Inflasi tahun 2009-2011 ... 69
4.7 Pergerakan Perdagangan Internasional tahun 2005-2008 ... 72
4.8 Pergerakan Perdagangan Internasional tahun 2009-2011 ... 74
4.9 Pergerakan BI Rate tahun 2005-2008... 77
4.10 Pergerakan BI Rate tahun 2009-2011... 81
4.11 Sebelum krisis 2005-2008 Summary of Unit Root Augmented Dickey-Fuller (ADF) and Phillips-Peron (PP) at (level) and (first difference) ... 83
4.12 Sesudah krisis 2009-2011 Summary of Unit Root Augmented Dickey-Fuller (ADF) and Phillips-Peron (PP) at (level) and (first difference) ... 83
4.13 Summary of Lag Length Selection Sebelum krisis 2005-2008 ... 84
4.14 Summary of Lag Length Selection Sesudah krisis 2009-2011 ... 84
4.15 Summary of Johansen Cointegration Sebelum krisis 2005-2008 ... 85
4.16 Summary of Johansen Cointegration Sesudah krisis 2009-2011 ... 85
4.17 Vector Error Correction Estimates Short Term Sebelum krisis 2005-2008... 86
4.18 Vector Error Correction Estimates Short Term Sesudah krisis 2009-2011... 87
4.19 Variance Decomposition Sebelum krisis 2005-2008 ... 92
4.20 Variance Decomposition Sesudah krisis 2009-2011 ... 93
commit to user
xiii
4.22 Perbandingan jangka panjang, jangka pendek dan Impulse
commit to user
xiv
DAFTAR Grafik
Grafik Halaman
2.1 IPLC ... 22
4.1 Pergerakan IHSG tahun 2005-2008.... ... 54
4.2 Pergerakan IHSG tahun 2009-2011. ... 56
4.3 Pergerakan Nilai Tukar tahun 2005-2008.... ... 59
4.4 Pergerakan Nilai Tukar tahun 2009-2011... 63
4.5 Pergerakan IHK tahun 2005-2008.... ... 67
4.6 Pergerakan IHK tahun 2009-2011. ... 70
4.7 Pergerakan Perdagangan Internasional tahun 2005-2008.... ... 73
4.8 Pergerakan Perdagangan Internasional tahun 2009-20011. ... 75
4.9 Pergerakan BIRATE tahun 2005-2008.... ... 79
4.10 Pergerakan BIRATE tahun 2009-20011. ... 82
4.11 Hubungan Tingkat Impulse Response Sesudah krisis 2009-20011.... ... 88
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Pergerakan Indeks Skema M. Poter – Diamond ... 23
2.2 Sustainable Profit ... 27
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Krisis Global pada tahun 2008 pasar modal mengalami pelemahan.
Jatuhnya Lehman Brothers Inc pada tanggal 15 September 2008 menyebabkan
sebagian besar pasar modal dunia menjadi rapuh termasuk Indonesia. Beberapa
peneliti mengamati bahwa krisis global tersebut telah menyebabkan ketidak
stabilan sektor keuangan. Beberapa peneliti seperti Karim Pakravan (2011),
Majid dan Kassim (2009), Abdul, Jais dan Ariffin (2011), Al-Rjoub dan
Azzam (2012) & Sakbani Michael (2010) membahas krisis memiliki dampak
ketidak seimbangan global bagi keadaan ekonomi. Mereka berpendapat krisis
menyebabkan ketidak stabilan keuangan serta tersebar di pasar keuangan
negara-negara lain di seluruh dunia. Berdasarkan hal itu bagaimana pengaruh
krisis terhadap pasar modal Indonesia.
Pada saat krisis volatilitas saham meningkat tajam membawa dampak
terhadap volatilitas pasar saham hal ini didukung oleh McKeon Ryan & Netter
Jeffry (2009) dan Okan Berna, Olgun Onur, dan Takmaz Sefa (2009). Sehingga
menyebabkan pelemahan pasar saham hampir seluruh dunia yang diikuti
dengan volume penjualan yang sangat besar. Pada saat krisis volatilitas
meningkat sehingga tidak meperdulikan lagi faktor ekonomi makro melainkan
kekwatiran terhadap krisis yang berkelanjutan sehingga terjadi pelemahan di
commit to user
2
Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia cenderung memiliki hubungan
yang negatif dengan kurs. Nachowi dan Usman (2007) dan Aydemir dan
Demirhan (2009) mengemukakan bahwa IHSG berhubungan negatif dengan
kurs nilai tukar Rupiah terhadap USD dimana apabila terjadi penguatan nilai
tukar Dollar dalam hal ini depresiasi Rupiah maka IHSG akan cenderung
melemah tetapi Kettering (2009) menyatakan kurs nilai tukar bisa berhubungan
negatif maupun positif tergantung periode waktu yang diteliti. Di sisi lain,
Batori et al (2010) berpendapat bahwa depresiasi nilai mata uang justru akan
meningkatkan ekspor sehingga saham-saham di negara yang berorientasi pada
ekspor akan ikut meningkat.
Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD akan mempengaruhi kinerja
perusahaan-perusahaan di dalam negeri yang berorientasi impor. Hal tersebut
dikarenakan harga input produksi akan meningkat sehingga menurunkan daya
saing perusahaan. Ini sesuai dengan pendapat Novita dan Nachrowi (2006)
bahwa perubahan nilai tukar akan mempengaruhi daya saing internasional
suatu perusahaan. Akibat dari depresiai nilai tukar adalah menurunnya proyeksi
keuntungan perusahaan yang bergantung pada produk impor, sehingga apabila
perusahaan ini terdaftar di bursa efek maka sahamnya akan cenderung
melemah (Liu dan Shrestha, 2008). Profit yang berkurang ini dikarenakan
harga input yang diimpor akan lebih mahal akibat dari depresiasi (Aydemir dan
Demirhan, 2009). Namun, dalam kasus negara yang emitennya berorientasi
ekspor, depresiasi cenderung akan memperkuat indeks harga saham (Batori e
tal, 2010). Pertumbuhan ekspor akan meningkatkan pertumbuhan produktifitas
commit to user
3
Penguatan indeks harga saham melalui depresiasi nilai tukar disebabkan oleh
meningkatnya permintaan produksi barang dalam negeri yang dieskpor.
Peningkatan permintaan ini disebabkan oleh harga barang yang cenderung
murah akibat dari depresiasi. Pendapatan akan meningkat dari sisi valuta asing
sehingga investor akan cenderung menginvestasikan dananya ke saham
perusahaan-perusahaan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) dengan nilai tukar sebagai salah satu variabel independen berpengaruh
negatif terhadap IHSG seperti yang ditunjukkan oleh Nachrowi dan Usman
(2007). Hubungan pasar modal antar negara juga telah dijelaskan oleh
Nachrowi dan Usman (2007) bahwa pasar modal yang lemah dipegaruhi oleh
pasar modal yang kuat. Sedangkan untuk variabel tingkat suku bunga,
Ologunde, Elumilade, dan Asaolu (2006) dan Mohammad dan Orouba (2006)
menemukan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap pergerakan Indek
Harga Saham Gabungan hal ini juga dikuatkan oleh Olugunde et al (2006)
mendapatkan pengaruh negatif suku bunga terhadap indeks harga saham
dimana apabila suku bunga dinaikkan maka investor akan cenderung beralih
dari investasinya di pasar modal. Ini sejalan dengan pendapat (Sunariyah
2006:110) yang menyatakan bahwa apabila tingkat bunga naik maka harga
sekuritas (saham) akan cenderung turun. Mohammad dan Orouba 2006 Inflasi
memiliki hubungan yang negatif terhadap Indek Harga Saham Gabungan.
Peneliti yang telah dilakukan mengfokuskan pada nilai tukar, laju inflasi
commit to user
4
menambahkan variabel perdagangan internasional dengan mengunakan metode
Vector Error Corection Model (VECM).
Berdasarkan uraian di atas dan penelitian sebelumnya maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan cakupan masalah Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) sebagai variabel dependen sedangkan nilai tukar
Rupiah terhadap USD, inflasi, perdagangan internasional dan BI Rate sebagai
variabel independen. Adapun judul penelitian ini adalah “PENGARUH
INDIKATOR MAKRO EKONOMI TERHADAP KINERJA PASAR
MODAL INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS GLOBAL
2008”.
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, untuk memberikan
batasan permasalahan dan pedoman arah penelitian, maka rmusan masalah
yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh antara Nilai Tukar Rupiah terhadap IHSG?
2. Apakah terdapat pengaruh antara Inflasi terhadap IHSG?
3. Apakah terdapat pengaruh antara Perdagangan Internasional terhadap
IHSG?
4. Apakah terdapat pengaruh antara BI Rate terhadap IHSG?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
commit to user
5
1. Menganalisis pengaruh antara Nilai Tukar Rupiah terhadap IHSG.
2. Menganalisis pengaruh antara Inflasi terhadap IHSG.
3. Menganalisis pengaruh antara Perdagangan Internasional terhadap IHSG.
4. Menganalisis pengaruh antara BI Rate terhadap IHSG.
D.Manfaat Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dua aspek
yaitu aspek praktis dan aspek akademis.
1. Bagi investor akan memberikan informasi mengenai pengaruh suatu
pengumuman ekonomi sehingga akan dapat menentukan strategi investasi
yang tepat.
2. Bagi akademisi, sebagai referensi bagi penelitian yang lebih lanjut dan
mendalam serta dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk
melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan metode yang lain.
commit to user
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan Teori
1. Pasar Modal
a. Pengertian Pasar Modal
Secara umum definisi pasar modal adalah pasar abstrak sekaligus
pasar konkrit dengan barang yang diperjual-belikan adalah dana yang
bersifat abstrak (jangka panjang) dan bentuk konkritnya adalah lembar
surat berharga di bursa efek. Sedangkan pengertian bursa efek adalah
suatu sistem yang terorganisir dengan mekanisme resmi untuk
mempertemukan penjual dan pembeli efek secara langsung atau melalui
wakil-wakilnya (Tandelilin, 2001:8). Menurut (Bambang Tri Cahyono
1999:248), pasar modal adalah tempat pertemuan antara mereka
(perorangan atau badan usaha) yang memiliki dana menganggur (idle
fund) dengan badan usaha yang butuh modal tambahan untuk beroperasi.
Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa
diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik
yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan
swasta (Suad Husnan, 1996:3). Sedangkan menurut UU RI. No. 8 tahun
1995, Bab 1, Pasal 1, Ayat (13), Pasar Modal adalah kegiatan yang
commit to user
7
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitknnya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Pasar modal dirancang untuk investasi jangka panjang. Pengguna
pasar modal adalah individu-individu, pemerintah, organisasi dan
perusahaan. Pasar ini adalah tempat transkasi instrumen finansial seperti
sekuritas, saham dan obligasi dimana individu, pemerintah dan institusi
yang memiliki kelebihan dana berinvestasi di dalamnya (Olugunde et al,
2006). Perbedaan mendasar antara pasar uang dan pasar modal adalah
jangka waktunya, dimana pasar uang biasanya mempertemukan
permintaan dan penawaran jangka pendek, biasanya kurang dari 1 tahun
(Sunariyah 2006:11) (Olugunde et al, 2006).
Definisi Bursa Efek menurut UU RI. No. 8 Tahun 1995, Bab I,
Pasal1, Ayat (4) adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli
efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperbandingkan efek di antara
mereka.
b. Jenis Pasar Modal
Aktivitas pasar modal secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu
pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder (secondary market)
(Olugunde et al, 2006). Penjualan saham termasuk sekuritas lainnya
kepada masyarakat umumnya dilakukan melalui 2 mekanisme pasar yaitu
commit to user
8 1). Pasar Primer
(Andy 2010:92-93) Pasar primer atau pasar perdana adalah
pasar penjualan efek (saham atau obligasi) yang baru ditawarkan pada
publik. Pasar ini biasanya juga disebut Initial Public Offering (IPO,
penawaran umum perdana) dan umumnya dibantu oleh underwriter
(penjamin emisi efek) serta profesi penunjang pasar modal lainnya.
Calon investor wajib mengisi formulir permohonan pemesanan saham
terlebih dahulu.
2). Pasar Sekunder
(Andy 2010:93-94) Pasar sekunder atau pasar perdagangan efek
setelah selesainya masa penawaran umum perdana. Pasar sekunder
menawarkan likuiditas yang tinggi serta informasi memadai dan
kontinu mengenai harga pasar, jumlah volume dan harga transaksi
yang sudah terlaksana, jumlah volume serta harga penawaran dan
permintaan yang belum terlaksana, serta informasi-informasi terbaru
mengenai semua efek yang diperdagangkan.
Ada dua metologi perdagangan yang biasa digunakan pada pasar
sekunder yaitu:
a). Call market
Efek hanya diperdagangkan pada waktu yang sangat terbatas.
Semua penawaran dan permintaan di-pool (dikumpulkan menjadi
satu) dan kemudian hanya satu transaksi yang dideklarasikan.
commit to user
9 b). Continuous market
Efek diperdagangkan secara terus-menerus selama jam
perdagangan. Harga pasar ditentukan oleh mekanisme lelang
melalui dealer sebagai pelaksana perdagangan. Cara seperti ini
dilaksanakan di Bursa Efek Jakarta, New York Stock Exchange,
dan Hong Kong Stock Exchange.
c. Metode Perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan atau Composite Stock Price Index
(IHSG) merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja
kerja saham yang tercatat di suatu bursa efek.
Secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu
angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan
peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks
harga saham membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke
waktu, sehingga akan terlihat apakah suatu harga saham mengalami
penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Ada tiga metode dalam penghitungan indeks harga saham
gabungan yaitu metode rata-rata (Average Method) dan metode rata-rata
tertimbang (Weighted Average Method) (Sunariyah, 2006:144) dan
indeks tak tertimbang (unweighted) (Budi, 2005). Pada metode average
method, harga pasar saham-saham yang dimasukan dalam perhitungan
indeks tersebut dijumlah kemudian dibagi dengan suatu faktor pembagi
tertentu. Rumus indeks harga saham gabungan dengan metode rata-rata
commit to user
IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan
s
pembagi ini harus dapat beradaptasi terhadap perubahan harga saham
teoritis, karena ada aksi emiten seperti right issue, dividen saham, saham
bonus dan sebagainya. Seperti pada perhitungan indeks yang lain, IHSG
ditentukan hari dasar perhitungan indeks. Pada hari dasar, harga dasar
sama dengan harga pasar sehingga indeksnya adalah 100%.
Pada metode rata-rata tertimbang (Weighted Average Method)
dalam perhitungan indeks menambahkan pembobotan di samping harga
pasar saham dan harga dasar saham. Ada dua ahli yang mengemukakan
metode ini yaitu metode Paasche dan metode Laspayres.
Rumus Paasche :
IHSG = Indeks harga saham gabungan
s
S = Jumlah saham yang dikeluarkan (outstanding shares)
s
commit to user
11 base
P = Harga dasar saham
Dalam rumus diatas, (PsxSs) adalah jumlah nilai kapitalisasi pasar
(market capitalization) seluruh saham yang tergabung dalam indeks yang
bersangkutan. Sedangkan (PbasexSs)merupakan jumlah seluruh nilai dasar
dari saham-saham yang bergabung dalam indeks yang bersangkutan. Jadi,
rumus Paasche ini membandingkan kapitalisasi pasar seluruh saham
dengan nilai dasar suatu saham yang bergantung dalam suatu indeks. Jadi
makin besar kapitalisasi suatu saham, maka akan memberikan pengaruh
yang sangat kuat jika terjadi perubahan pada harga saham yang
IHSG = Indeks harga saham gabungan
o
S = Jumlah saham yang dikeluarkan pada hari dasar
s
P = Harga pasar saham
base
P = Harga dasar saham
Pada metode Laspeyres diatas jumlah saham yang dikeluarkan pada
hari dasar dan tidak bisa berubah selamanya walaupun ada pengeluaran
saham baru. Sedangkan Paasche menggunakan jumlah saham yang
commit to user
12
Pada metode indeks tak tertimbang (unweighted) atau indeks yang
memberikan bobot sama (equalweight) kepada semua saham dalam
sampelnya tanpa melihat harga atau kapitalisasi pasar saham itu. Indeks
ini mengukur perubahan rata-rata (biasanya aritmetik) harga saham dalam
sampel. Contoh penggunaan indeks tak tertimbang adalah Singapore
Straits Times Industrial Index, Milan Stock Exchange Index, dan Value
Line Average. Rumus indeks harga saham gabungan dengan metode
indeks tak tertimbang (unweighted) adalah :
Dimana :
IHSG = Indeks harga saham gabungan
= Harga pasar saham periode tertentu
= Harga pasar saham awal
s
S = Jumlah saham yang dikeluarkan (outstanding shares)
d. Faktor yang Mempengaruhi IHSG
Harga bereaksi secar cepat terhadap informasi dan bergera secara
random (Sunariyah, 2009). Maka informasi yang dimiliki investor atau
para pelaku pasar akan digunakan seketika dan harga akan berubah
dengan seketika itu juga, sehingga informasi yang akan mempengaruhi
harga, baik maupun buruk, juga tidak dpaat diprediksi. Faktor-faktor
pengaruh pergerakan harga saham dapat dibagi menjadi 2 kelompok
commit to user
13
1) Faktor makro / pasar
a. Tingkat inflasi dan suku bunga. Ini akan mempengaruhi pemilihan
antara aset riil dan finansial serta antara saham dengan sekuritas
dengan pendapatan tetap.
b. Kebijakan fiskal dan moneter. Hal ini mendeterminasikan
penampilan dari pasar modal.
c. Tingkat dan trend dari aktifitas ekonomi. Hal ini mempengaruhi
aktifitas saham untuk meningkatkan devidennya.
d. Ekonomi internasional. Hal ini diwakili oleh kompetisi tinggi dari
perusahaan asing dan dampak dari perubahan nilai tukar mata uang
asing.
2) Faktor mikro
a. Profit. Harga saham suatu perusahaan yang secara konsisten
meningkat seiring dengan pertumbuhan keuntungan perusahaan.
b. Deviden. Profit dari perusahaaan akan dialirkan pada peningkatan
deviden dari waktu ke waktu
c. Kelebihan aliran dana. Perusahaan dengan pertumbuhan
pemasukan yang tinggi dan beban hutang yang rendah bisanya
memiliki nilai saham yang tinggi.
d. Perubahan fundamental pada perusahan / industry.
Perubahan prilaku investasi. Hal ini menggambarkan realita bahwa investor
commit to user
14 2. Nilai Tukar Mata Uang
a. Pengertian Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut kurs adalah harga
satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga
dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing
(Rahardjo, 2009). Apabila nilai tukar meningkat maka berarti rupiah
mengalami depresiasi, sedangkan apabila nilai tukar menurun maka
rupiah mengalami apresiasi. Sementara untuk suatu negara menerapkan
sistem nilai tukar tetap, perubahan nilai tukar dilakukan secara resmi oleh
pemerintah. Kebijakan suatu negara secara resmi menaikkan nilai mata
uangnya terhadap mata uang asing disebut dengan revaluasi, sementara
kebijakan menurunkan nilai mata uang terhadap mata uang asing tersebut
devaluasi.
b. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Mata Uang
Perubahan nilai tukar mata uang terutama diakibatkan karena
adanya mekanisme pasar, yaitu mengikuti permintaan dan penawaran.
Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat tigak faktor
utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing. Pertama, faktor
pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin
besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan
cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor menurun, maka permintaan
valuta asing menurun sehingga mendorong penguatnya nilai tukar.
Kedua, faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran
commit to user
15
lanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi
pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta maupun
pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk
Indonesia ke luar negeri. Ketiga, kegiatan spekulasi. Semakin banyak
kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh spekulan, maka
semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah
nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.
c. Sistem Nilai Tukar Mata Uang
Sebuah negara dalam menerapkan sebuah sistem kurs akan
mempunyai 3 macam jenis sistem nilai tukar mata uang, yaitu sistem
nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang terkendali dan sistem
nilai tukar mengambang bebas (Warjiyo, 2004:110). Sistem nilai tukar
tetap yaitu nilai tukar yang ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah
akan mengintervensi pasar terbuka sebagai upaya untuk terus
mempertahankan nilai tukar mata uang yang telah ditetapkan. Sistem
ini jarang sekali dipakai dibandingkan dengan kedua sistem lainnya.
Sistem nilai tukar mengambang yaitu penentuan kurs dipengaruhi juga
oleh pemerintah, dengan membeli dan menjual mata uang dalam pasar
terbuka sehingga stabil. Sedangkan sistem nilai tukar mengambang bebas
yaitu kurs yang berlak bebas mengikuti mekanisme pasar. Indonesia
selama ini menerapkan sistem nilai tukar tetap, tetapi sejak Agustus
l997, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas
dengan melepas nilai tukar terhadap mekanisme pasar (Warjiyo,
commit to user
16 3. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga-harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas
(atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan
dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi
adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke
waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam
keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH)
Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan
jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan
modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice
menurut Badan Pusat Statistika antara lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar
dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara
penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar
berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu
commit to user
17
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran
level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di
dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan
membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga
konstan.
1). Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke
dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of
individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
b. Disagregasi Inflasi
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS
saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang
lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut
dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih
commit to user
18
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan
menjadi:
1) Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau
persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
a) Interaksi permintaan-penawaran
b) Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional,
inflasi mitra dagang
c) Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2) Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi
volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti terdiri dari :
a) Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam
kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional.
b) Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered
Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa
kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif
commit to user
19 c. Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push
inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari
ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri
terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga
komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi
negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya
permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam
konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang
melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand)
lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor
ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku
ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan
kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung
bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku
pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat
menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru)
dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan
barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung
kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari
raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand
commit to user
20
pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak
terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.
d. Pentingnya Kestabilan Harga
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi
didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil
memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil
masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat
turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,
bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian
(uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan
menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi,
investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan
tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil
menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai
commit to user
21 4. Perdagangan Internasional
a. Internasional Product Life Cycle (IPLC) Theory
Salah satu pendekatan untuk menjelaskan terjadinya perdagangan
internasional (ekspor dan impor) antara negara industri maju dengan
negara yang sedang berkembang adalah mengunakan teori marketing dari
R. Vernon. Teori ini membicarakan siklus kehidupan produk/PLC.
Menurut Sak Onkvisit & Jhon J Shaw (1990:424), berdasarkan teori
IPLC terdapat lima tahapan, yaitu tahapan I sampai V yang memberikan
gambaran tentang terjadinya perdagangan internasional (ekspor dan
impor) dari suatu negara, seperti tercantum pada tabel dan grafik IPLC
commit to user
22
Tabel 2.1
Tahapan IPLC dan ciri-cirinya (untuk AS sebagai Negara Inovator)
Tahapan Impor/
Inovasi local Tidak ada
Dalam
Pembalikan Impor naik AS
NIMs Sumber: Hady. 2001. Ekonomi Internasional. Jakarta: Ghlia Indonesia
Grafik 2.1
Sumber: Hady. 2001. Ekonomi Internasional. Jakarta: Ghlia Indonesia
Catatan : NIMs = Negara-negara Industri Maju
NSBs = Negara-negara yang Sedang Berkembang
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Kurva yang berada diatas atau > 0 menunjukkan posisi suatu negara
commit to user
23
2. Kurva yang berada dibawah atau < 0 menunjukkan posisi suatu negara
sebagai net importir
Agar trade balance AS sebagai negara inovator menjasi positif
maka AS akan mengekspor new product yang akan menggunakan
emerging technology
b. Competitive advantage of nation dari M. Porter
Menurut M. Porter, dalam era persaingan global saat ini, suatu
bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat
bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu (W. J.
Keegan & M. C. Green, 1997;268) yang digambarkan sebagai suatu
diamod berikut.
Gambar 2.1
Skema M. Poter – Diamond FIRM STRATEGY,
Sumber: Hady. 2001. Ekonomi Internasional. Jakarta: Ghlia Indonesia
1. Factor condition
Factor condition adalah sumber daya yang dimiliki oleh suatu
negara yang terdiri atas lima kategori berikut ini.
commit to user
24
2. Physical resources / Sumber daya alam (SDA)
3. Knowledge resources / Sumber daya teknologi (SDT)
4. Capital resources / Sumber daya capital (SDC)
5. Infastructure resources / Sumber daya infrastruktur (SDI)
2. Demand conditions
Permintaan merupakan salah satu faktor penting sebagai penentu
keunggulan daya saing atau competitive advantage suatu bangsa/
perusahaan produk atau jasa yang dihasilkannya. Adapun yang dimaksud
dengan “demand conditins” tersebut terdiri atas:
1. Composition of home demand
2. Size and pattern of growth of home demand
3. Rapid home market growth
4. Trend of internasional demand
3. Related & supporting undustry
Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan keunggulan daya
saing, maka perlu dijaga kontak dan koordinasi dengan pemasok
(supplier), terutama dalam menjaga dan memelihara value chain.
4. Firm strategy structure & rivalry
Strategi perusahaan, struktur organisasi dan modal perusahaan,
serta kondisi persaingan/rivalry di dalam negeri merupakan faktor-faktor
yang akan menentukan dan mempengaruhi competitive advantage
perusahaan, Rivaly yang berat didalam negeri biasanya justru akan
commit to user
25
teknologi, peningkatan produktivitas. Efisiensi adan efektivitas, serta
peningkatan kualitas produk dan pelayanan.
c. Hyper competitive dari Richard D’Aveni
Proses liberalisasi perdagangan dunia, baik secara regional maupun
secara internasional yang berlangsung hingga saat ini, telah
menyebabkan persaingan global yang semakin ketat, bahkan menuju
kepada “hyper competitive”. Hal ini dibuktikan antara lain oleh adanya
persaingan dan ancaman dari Korea, Taiwan, Singapura, dan lain-lain.
Persaingan dan ancaman tersebut dihadapi oleh industri elektronik dan
otomotif Jepang, AS, dan Eropa yang selama ini menguasai dunia pasar.
Selain itu, persaingan yang sangat ketat juga terjadi diantara
sesama negara yang sedang berkembang (NSB), khususnya untuk
produk-produk industri ringan seperti tekstil dan produk tekstil (TPT),
sepatu, argo industri, dan lain-lain.
Kondisi persaingan global yang “hyper competitive” tersebut
memaksa setiap negara/perusahaan untuk memikirkan/menentukan suatu
strategi yang tepat. Strategi yang tepat tersebut berupa perencanaan dan
kegiatan operasional terpadu yang mengkaitkan lingkungan eksternal dan
internal, sehingga dapat mencapai tujuan jangka pendek dan jangka
panjang dengan “sustainable” real income secara efektif dan efisien.
Strategi ini dikenal sebagai “Sustainable Competitive Advantage” atau
SCA yaitu “keungulan daya saing berkelanjutan” (terus menerus). Akan
commit to user
26
competitive”, tidak adalagi perusahaan/negara dapat memiliki
“keunggulan daya saing berkelanjutan” SCA.
Sehubungan dengan pendapat Richard D’Aveni ini, perlu
dikemukakan beberapa catatan (Hady, 1996) sebagai berikut.
1) Pada situasi “hyper competitive”, keunggulan daya saing suatu
perusahaan/negara tetap didasarkan kepada keunggulan kompetitif
dinamis, walaupun dengan periode/jangka waktu yang relatif pendek.
2) Pengertian SCA atau keungulan daya saing berkelanjutan harus
diartikan sebagai keunggulan yang diperoleh karena invention dan
innovation secara terus-menerus, sehingga tetap unggul dari pesaing.
3) Invention dan innovation diperoleh dari hasil research & development,
baik yang bersifat scientific maupun applied.
4) “Sustainable competitive advantage” ini relatif lebih tepat dan paling
menguntungkan untuk dilakukan dalam sektor argo industri karena
sumber atau resource base-nya dapat diperbarui atau renewable.
Sustainable competitive advantage yang diperoleh melalui
commit to user
27
Gambar 2.2 Sustainable Profit
Sumber: Hady. 2001. Ekonomi Internasional. Jakarta: Ghlia Indonesia
Dengan demikian, selama suatu negara masih memiliki sustainable
competitive advantage, maka negara tersebut akan dapat terus
mengekspor produknya, dan tentunya akan lebih baik untuk mengimpor
produk lainnya.
d. Competitive Lieralization (Persaingan Liberalisasi)
Keinginan masing-masing negara untuk dapat bekerja seara
produktif, efisien, dan efektif agar dapat bersaing dipasar global pada
dekade terakhir ini, telah mendorong terjadinya “competitive
liberalization” terutama dikawasan Asia Pasifik, khususnya dibidang
commit to user
28
“Competitive liberalization” atau “persaingan liberalisasi” ini
dilakukan karena masing-masing negara berusaha untuk membuat situasi
dan kondisi ekonominya menjadi menarik/favorable bagi investor/
penanam modal asing (Hady, 2001).
Persaingan liberalisasi yang dilakukan oleh masing-masing negara
yang didasarkan kepada comparative advantage dinamis dan atau
competitive advantage menurut diagram “diamod” Porter’s akan
menyebabkan suatu negara dapat mengekspor aau lebih baik mengimpor
produk tertentu. Sebaliknya, negara lain lebih baik mengimpor dan
mengekspor produk tertentu, sehingga akan terjadi perdagangan
internasional yang menguntungkan bagi masing-masing negara.
5. BI Rate
a. Pengertian BI Rate
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap
atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik.
BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap
Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi
moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas
(liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran
operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada
perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB
commit to user
29
perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga
kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam
perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate
apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah
ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila
inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah
ditetapkan
b. Jadwal Penetapan dan Penentuan
1) Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan
melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
2) Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai
dengan RDG berikutnya
3) Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary
policy) dalam memengaruhi inflasi.
4) Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan
stance Kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan
melalui RDG Mingguan.
c. Besar Perubahan BI Rate
Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate
(secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps).
commit to user
30
besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat
dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
B.Penelitian Terdahulu
Aydemir dan Dermirhan (2009) menekankan pada pola hubungan
antara nilai tukar dan harga saham. Dalam penelitian ini, keduanya
mengemukakan bahwa penguatan harga saham dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor antara lain performa perusahaan atau emiten, nilai tukar, suku
bunga, indeks harga sama negara lain dan sebagainya. Nilai tukar
mempengaruhi performa perusahaan melalui arus kas, investasi dan jumlah
keuntungan. Aydemir dan Demirhan mengatakan bahwa terdapat hubungan
yang negatif antara nilai tukar dan harga saham. Ketika nilai tukar melemah
maka akan menurunkan kekayaan domestik yang kemudian akan memicu
pelemahan nilai tukar dan menurunkan tingkat suku bunga. Pelemagan
indeks harga saham yang dicerminkan melalui pelemahan harga saham akan
memicu investor untuk melepas aset dan mata uang domestik.. Pergeseran
permintaan dan penawaran valuta asing menyebabkan pelarian modal ke
luar negeri (capital outflow) serta depresiasi nilai tukar. Kesimpulan yang
dikemukakan oleh Aydemir dan Demirhan (2009) bahwa hubungan antara
nilai tukar dan harga saham adalah negatif.
Ologunde, Elumilade, Asaolu (2006) menekankan pada pola
hubungan antara hubungan antara tingkat kapitalisasi pasar saham dan
tingkat bunga. ketiganya mengemukakan bahwa ada hubungan negatif
commit to user
31
Hubungan negatif menunjukkan bahwa dengan meningkatnya tingkat saham
pemerintah, tingkat kapitalisasi pasar saham menurun dan kenaikan Net
Present Value dari bursa efek sehingga meningkatkan ukuran bursa. Ini
berarti bahwa akan ada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan. Alasan hubungan ini adalah bahwa saham pemerintah
diterbitkan di bursa efek dan jika angka ini meningkat, investor akan
berinvestasi di saham pemerintah sehingga meningkatkan dan karenanya
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Mohammad dan Orouba 2006 menunjukkan bahwa faktor tingkat
suku bunga memiliki dampak yang signifikan dan negatif terhadap return
saham, sedangkan risiko pasar masih memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap return saham. Hasilnya menunjukkan bahwa T-Bill
dapat dibeli dan dipegang oleh investor yang memutuskan untuk mengunci
diri dalam investasi jangka pendek untuk melindungi investasi mereka dari
perubahan tak terduga suku bunga, dan mencapai tingkat yang dapat
diterima kembali.
Dengan mengacu pada faktor risiko inflasi, sebagai variabel
makroekonomi, tampaknya bahwa variabilitas dalam variabel ini memiliki
efek negatif pada kegiatan ekonomi secara keseluruhan tidak hanya pada
return saham. Alasannya adalah disebabkan dampaknya terhadap
perencanaan keuangan dan perekonomian secara keseluruhan. Hasil empiris
untuk memperkirakan efek dari inflasi (indeks harga konsumen diharapkan
diwakili oleh atau tidak diharapkan sebagai fungsi dari kebijakan moneter)
commit to user
32
ini, implikasi ditargetkan dapat dilaporkan. Untuk investor, sementara
inflasi mempengaruhi harga, harga saham akan meningkat, menyebabkan
peningkatan jumlah dividen yang diharapkan oleh pemegang saham. Bagi
para pembuat kebijakan, efek potensi peningkatan harga akan menciptakan
kebutuhan untuk mengakomodasi keputusan moneter untuk membatasi
dampak kebalikan dari inflasi terhadap perekonomian, dan melakukan
penyesuaian substansial dalam tingkat harga.
Untuk efek indeks harga konsumen, hasilnya menunjukkan dampak
negatif dan signifikan, sedangkan inflasi yang tidak diharapkan memiliki
dampak negatif tetapi tidak signifikan dalam hubungan mereka dengan
return saham. Dampak signifikan dari inflasi yang tidak diharapkan adalah
disebabkan fakta bahwa dampak tersebut dapat dihilangkan oleh pemegang
saham sebagai lawan pemegang utang. Di mana mereka menyimpulkan
bahwa inflasi yang tidak diharapkan bukan merupakan faktor penting dalam
menjelaskan perilaku return saham. Hasil ini dihubungkan dengan situasi
yang benar dari kebijakan manajemen permintaan diadopsi oleh otoritas
pemerintah untuk mencapai batas yang dapat diterima untuk efek negatif
dari inflasi.
Mohammad dan Orouba menyimpulkan hubungan positif dan
signifikan antara risiko pasar dan bank return saham. Sebuah proporsi yang
relatif rendah variasi dalam return saham bank yang disebabkan oleh risiko
pasar dilaporkan, menyiratkan kebutuhan untuk memperluas model indeks
tunggal untuk menggabungkan faktor berpengaruh lainnya. Sebuah
commit to user
33
saham terungkap. Hasilnya menunjukkan bahwa penggabungan risiko suku
bunga dengan model estimasi membenarkan ekspansi model indeks tunggal
dengan model dua faktor, dan memberikan kontribusi untuk penjelasan dari
perilaku variabilitas return saham bank. Seperti utama makro-ekonomi
faktor, inflasi memiliki dampak negatif terhadap return saham perbankan.
Hasilnya menunjukkan bahwa ninflasi diharapkan memiliki dampak negatif
dan signifikan, sedangkan inflasi tak terduga memiliki dampak negatif tetapi
tidak signifikan dalam hubungan mereka dengan return saham bank.
Hubungan negatif tetapi tidak signifikan yang telah terungkap dengan tak
terduga inflasi dan return saham menyiratkan dampak penting rendah dari
faktor ini dalam menjelaskan perilaku return saham bank.
Kettering (2009) menekankan pada pola hubungan pengaruh mata
uang internasional pada harga saham AS berubah sebagai periode waktu
yang berbeda diamati. Dalam penelitian ini, Kettering R.C. mengemukakan
bahwa Sangat sedikit hubungan tetap kuat selama seluruh periode waktu
dan beberapa tanda koefisien berubah di setiap periode waktu. Kettering
R.C. mengatakan bahwa Hanya dollar Singgapore dipamerkan koefisien
korelasi negatif yang kuat terhadap kedua indeks di setiap tabel. Pound
menunjukkan koefisien positif terhadap kedua indeks pada seluruh tabel,
semua signifikan, kecuali hanya dalam satu kasus. Hasil penelitian juga
menunjukkan hubungan perubahan mata uang pasangan bila berkorelasi
antara yang digunakan dalam penelitian ini. Hubungan positif yang
diharapkan ketika pengupas mata uang oleh wilayah. Sebagai contoh, orang
commit to user
34
Mata uang Asia Pasifik (Yen, Sing $, dan Rupee) akan berhubungan positif
dengan satu sama lain dalam sama daerah selama periode waktu yang
digunakan. Kesimpulan yang dikemukakan oleh Kettering R.C. Ini memiliki
implikasi praktis bagi investor juga. Rupanya, perusahaan menggunakan
strategi lindung nilai untuk menghilangkan risiko mata uang. Diversifikasi
manfaat yang dihasilkan dari aktivitas investasi internasional historis
diperoleh karena ekonomi asing di berbagai tahap pertumbuhan atau resesi.
Investor harus mempertimbangkan mata uang terkait yang menyertainya
berdampak pada pengembalian yang diharapkan. Selama dekade terakhir
sebagai ekonomi telah menjadi lebih saling berhubungan, manfaat yang
diperoleh dari investasi di negara yang berbeda menurun sebagai
ditunjukkan oleh sensitivitas mata uang lemah dari dua indeks AS yang
digunakan dalam penelitian ini.
Adjasi, Biekpe dan Osei (2011) Perkembangan pengaturan devisa dan
pergerakan neraca modal menunjukkan rezim nilai tukar yang cukup liberal
di tujuh negara yang diteliti oleh Adjasi, Biekpe dan Osei. Keterbatasan
partisipasi asing dalam investasi domestik telah sangat berkurang namun
pemerintah telah mempertahankan kontrol di sektor-sektor strategis seperti
minyak mentah dan gas di Negeria dan perusahaan investasi topi untuk
Afrika Selatan berinvestasi di luar negeri. ketebukaan posisi transaksi valuta
asing juga menunjukkan bahwa ada tingkat yang diijinkan cukup besar
konvertibilitas modal neraca dengan beberapa jumlah langit-langit. Ada juga
ruang besar bagi warga untuk mengoperasikan dan bertransaksi di rekening
commit to user
35
ini menunjukkan bahwa ada ruang untuk investor-individu dan
institusi-untuk beralih antara aktiva dalam mata uang domestik dan aktiva dalam
mata uang asing; yang penting Implikasi untuk hubungan antara pergerakan
nilai tukar dan harga saham. Investor di pasar saham Tunis beralih dari
saham ke mata uang asing berbasis aktiva apabila memiliki nilai tukar
terdepresiasi sehingga mengurangi permintaan dan harga saham.
Kesimpulan yang dikemukakan oleh Adjasi, Biekpe dan Osei K.A. menguji
hubungan dinamis antara harga pasar saham dan nilai tukar gerakan selama
tujuh negara Afrika. Di antara tujuh negara, Tunisia sendiri menunjukkan
hubungan jangka panjang yang stabil antara harga pasar saham dan nilai
tukar. Persamaan jangka panjang bagi Tunisia menunjukkan bahwa
depresiasi nilai tukar mengarah pada penurunan harga pasar saham di
Tunisia. Hal ini sesuai dengan bagian-bagian dari sastra yang mengusulkan
bahwa pertukaran tingkat penyusutan meningkatkan permintaan untuk mata
uang asing berbasis aset, mengurangi permintaan untuk saham-saham lokal
dan dengan demikian mendorong turun harga saham.
Liu dan Shrestha (2008) bertujuan untuk menginvestigasi hubungan
antara pasar modal dan beberapa variabel makro ekonomi seperti nilai tukar,
suku bunga, inflasi, penawaran uang dan produkvitas industri. Fama (1981)
dan Schwert (1990) dalam Liu (2008) melakukan penelitian mengenai
dampak suku bunga, nilai tukar dan aktivitas riil terhadap harga saham di
pasar modal. Lui dan Shrestha(2008) menyatakan bahwa tingkat suku bunga
yang rendah menyebabkan depresiasi nilai tukar ini bertujuan untuk
commit to user
36
dan nilai tukar dalam pengamatan Liu dan Shrestha (2008) menunjukkan
hubungan yang negatif. Nilai tukar menurut Liu dan Shrestha (2008)
mempengaruhi perusahaan terutama dari sisi arus kas dan keuantungan.
Untuk variabel suku bunga Liu dan Shrestha (2008) menyatakan bahwa
suku bunga dan harga saham memiliki hubungan yang negatif dan
signifikan. Hubungan yang negatif ini dikarenakan apabila terjadi perubahan
suku bunga maka akan ikut merubah proyeksi keuntungan perusahaan
sehingga investor ragu untuk berinvestasi.
C.Kerangka Penelitian
Berdasarkan beberapa dasar teori yang ada serta pemahaman terhadap
penelitian sebelumnya, maka berikut ini dapat digambarkan kerangka
pemikiran yang menggambarkan pengaruh kurs, IHK, perdagangan
internasional dan BI Rate terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Gambar 2.3
terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung
perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan
commit to user
37
saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal dan secara otomatis
akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hubungan IHK
dengan IHSG adalah negatif, inflasi yang terjadi karena kenaikan biaya
produksi (kenaikan harga bahan baku dan tenaga kerja), Inflasi meningkatkan
pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi
dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka
profitabilitas perusahaan akan turun. Jika profit yang diperoleh perusahaan
kecil, hal ini akan mengakibatkan keuntungan perusahaan untuk membayar
deviden menurun yang akan berdampak pada penilaian harga saham yang
negatif sehingga para investor enggan menanamkan dananya di perusahaan
tersebut sehingga harga saham menurun. Hubungan perdagangan internasional
dengan IHSG adalah negatif, pertumbuhan ekspor akan meningkatkan
pertumbuhan produktifitas ekonomi disektor industri manufaktur. Penguatan
IHSG melalui depresiasi nilai tukar disebabkan oleh meningkatnya permintaan
produksi barang dalam negeri yang dieskpor. Peningkatan permintaan ini
disebabkan oleh harga barang yang cenderung murah akibat dari depresiasi.
Pendapatan akan meningkat dari sisi valuta asing sehingga investor akan
cenderung menginvestasikan dananya ke saham perusahaan-perusahaan
tersebut. Hubungan BI Rate dengan IHSG adalah negatif, kenaikan suku bunga
dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga
mengubah peta hasil investasi (bila tingkat suku bunga cukup tinggi, lebih
tinggi dari capital gain dan deviden per tahun yang bisa diperoleh dari lantai
bursa, investor akan memilih menyimpan uangnya di bank dan IHSG turun.
commit to user
38
bursa ) Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini
terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga
emiten, sehingga laba perusahaan bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku
bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih
mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan
menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun.
Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham yang
commit to user
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Sebelum melaksanakan suatu penelitian, seorang peneliti harus
menentukan metode yang akan digunakan dalam penelitiannya karena sebagai
dasar acuan dan pedoman untuk menentukan langkah-langkah yang harus
dilakukan. Oleh karena itu, pemilihan dan penentuan metode penelitian yang
tepat merupakan hal yang sangat penting untuk pencapaian tujuan penelitian
secara efektif dan efisien.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis dengan pendekatan kuantitatif. Metode ini lebih menekankan
analisis terhadap data-data yang bersifat kuantitatif (numeric) yang kemudian
diolah sehingga menghasilkan kesimpulan. Dari kesimpulan tersebut maka
akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti dan akan
memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Selain itu, metode
deskriptif ini menggambarkan sifat sesuatu yang sedang berlangsung dalam
penelitian dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Metode
analisis digunakan untuk menguji hipotesis dan mengadakan interpretasi yang
lebih dalam tentang hubungan antar variabel melalui pendekatan kuantitatif
dengan menggunakan statistik.
Penerapan metode penelitian memerlukan suatu desain penelitian yang
sesuai dengan kondisi serta seimbang dengan kedalaman dan keluasan
commit to user
40
yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam
penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan desain kausal yaitu desain yang berguna untuk
menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya
atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.
B.Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif mengenai dampak kurs nilai tukar,
inflasi, perdagangan internasional, BI Rate terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang
dikumpulkan oleh Pusat Informasi Bank Indonesia, situs Indonesia Stock
Exchange (IDX), situs Badan Pusat Statistika (BPS), dan situs
www.finance.yahoo.com. Untuk penggunaan data, penelitian kali ini
mempergunakan data bulanan kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika,
inflasi, perdagangan internasional, BI Rate dan IHSG. Penggunaan data
sekunder adalah dengan tujuan efisiensi karena data yang digunakan berasal
lebih dari 1 variabel. Data yang digunakan adalah data bulanan dari Juli 2005
hingga Desember 2011.
C.Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan 5 variabel yang terdiri atas kurs nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika, inflasi, perdagangan internasional, BI Rate dan
commit to user
41
variabel dependen dan independen. Variabel dependen pada penelitian ini
adalah IHSG sedangkan variabel independen adalah kurs nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika, inflasi, perdagangan internasional, BI Rate.
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Harga dari suatu saham menentukan indeks dari saham secara
keseluruhan. Namun indeks harga saham lebih dipengaruhi oleh
saham-saham yang memiliki kapitalisasi besar dan liquid. Maka penghitungan
indeks tidak ditentukan oleh sedikit atau banyaknya transaksi, tapi oleh
harga. Indeks gabungan memasukkan semua saham dalam proses
perhitungannya seperti yang dilakukan oleh IHSG.
2. Kurs Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara terhadap mata uang
negara lain. Data nilai tukar yang digunakan adalah nilai tengah mata uang
rupiah terhadap dolar Amerika yang dihitung atas kurs jual dan kurs beli
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Nilai tukar ini dinyatakan dalam
rupiah/dolar Amerika (Rp/US$)
3. Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang
saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi
commit to user
42 4. Perdaganan Internasional
Salah satu pendekatan untuk menjelaskan terjadinya perdagangan
internasional (ekspor dan impor) antara negara industri maju dengan negara
yang sedang berkembang adalah mengunakan teori marketing dari R.
Vernon.
5. BI Rate
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau
stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik.
D.Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat time series dari tahun 2005 bulan July hingga tahun 2011 bulan
Desember. Adapun data tersebut diperoleh dari :
1. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperoleh dari situs yahoo
finance.
2. Data kurs, Indek Harga Konsumen (IHK) dan BI Rate diperoleh dari
situs Bank Indonesia.
3. Data perdangangan internasional diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
E.Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error
Corection Model (VECM). VECM merupakan suatu model analisis
commit to user
43
pendek dari suatu variabel terhadap jangka panjangnya, akibat shock yang
permanen (Kostov dan Lingard, 2000)
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VECM adalah semua
variabel independen harus bersifat stasioner. Hal ini ditandai dengan semua
sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan dan
diantara variabel variabel tak bebas tidak ada korelasi. Uji stasioner data dapat
dilakukan melalui pengujian terhadap ada tidaknya unit root dalam variabel
dengan uji Augmented Dicky Fuller (ADF) dan Phillips-Peron (PP). Uji
stasioneritas data ini penting dilakukan karena dengan adanya unit root akan
menghasilkan persamaan regresi yang spurious. Pendekatan yang dilakukan
untuk mengatasi persamaan regresi yang spurious adalah dengan melakukan
diferensiasi atas variabel endogen dan eksogennya. Dengan demikian, akan
diperoleh variabel yang stasioner dengan derajat I(n).
Melakukan diferensial data stasioner saja dinilai masih belum cukup.
Keberadaan kointegrasi atau hubungan jangka panjang dan jangka pendek di
dalam model juga harus dipertimbangkan. Pendeteksian keberadaan kointegrasi
ini dapat dilakukan dengan metode Johansen. Jika variabel-variabel tidak
terkointegrasi dan stasioner pada ordo yang sama, maka dapat diterapkan VAR
standar yang hasilnyaakan identik dengan OLS. Akan tetapi, jika pengujian
membuktikan terdapat vektor kointegrasi, maka dapat diterapkan VECM untuk
system equatio.
Dengan dasar teori dan data-data, maka penelitian ini menggunakan