• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konservasi Naskah-Naskah Kuno pada Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konservasi Naskah-Naskah Kuno pada Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI NASKAH-NASKAH KUNO PADA MUSEUM NEGERI PROVINSI SUMATERA UTARA

KERTAS KARYA

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Studi untuk memperoleh gelar Ahlimadya (A. Md)

DIKERJAKAN

OLEH: DEDI SAPUTRA

112201045

PROGRAM STUDI PERPUSTAKAAN

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT, karena kasih sayang dan hidayah-NYA penulis telah dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul “KONSERVASI NASKAH-NASKAH KUNO PADA MUSEUM NEGERI PROVINSI SUMATERA UTARA”. Kertas karya ini dikerjakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Budaya Program Studi D-III Ilmu Perpustakaan.

Ucapan rasa hormat dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis persembahkan untuk kedua orang tua: ayahanda Almarhum Rubiman dan Ibunda Aniyah yang rela berkorban seluruh jiwa raganya, memberikan nasehat-nasehat yang terbaik dan rela memberikan rezekinya untuk menyekolahkan penulis hingga ke jenjang perguruan tinggi. Atas pengorbanannya penulis tidak pernah bisa melupakan jasa-jasa dan pengorbanan kalian sepanjang kehidupan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang dimiliki penulis demi kesempurnaan kertas karya ini. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersangkutan.

Dalam menyelesaikan kertas karya ini penulis banyak menerima bimbingan, motivasi dan saran-saran dari semua pihak yang terkait. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

(3)

3. Ibu Hotlan Siahaan, S. Sos, M.I. Kom selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan arahan dalam penulisan kertas karya ini.

4. Kepala Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara Ibu Dra. Sri Hartini yang telah mengijinkan penulis melakukan observasi.

5. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Bapak Drs. Sepakat Sebayang dan Kepala Seksi Konservasi dan Preparasi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara Ibu Dra. Hernauli Sipayung yang telah membimbing Penulis dan memberikan kemudahan akses penelitian dasn konservasi hingga terselesainya kertas karya ini

6. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Program Studi D-III Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya USU, yang telah rela mendidik dan mengajar penulis beserta mahasiswa lainnya.

7. Kepada abangda dan kakanda penulis yang telah rela meluangkan rezekinya sedikit demi kelancaran belajar dan penyelesaian kertas karya ini.

8. Para Sahabatku yang tergabung dalam DDS Community yang telah menghibur dan bertukar pikiran penulis.

9. Sahabatku stambuk 2011 Meli, Fista, Siti, Chandra, Nisa dan lainnya beserta teman-teman seperjuangan penulis selama kuliah.

Akhir kata, penulis meyadari bahwa kertas karya ini masih banyak kekurangan baik isi maupun penulisan. Harapan penulis kertas karya ini dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait dan pihak yang membutuhkan. Khususnya kepada civitas akademika Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Terimah Kasih Medan, Juli 2014 Penulis

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penulisan ... 3

1.3. Ruang Lingkup ... 3

1.4. Metode Pengumpulan Data ... 3

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Konservasi Naskah – Naskah Kuno ... 4

2.1.1. Pengertian Konservasi ... 4

2.1.2. Pengertian Naskah dan Naskah Kuno ... 7

2.2. Tujuan dan Fungsi Konservasi Naskah Kuno ... 9

2.2.1. Tujuan Konservasi Naskah Kuno ... 9

2.2.2. Fungsi Konservasi Naskah Kuno ... 10

2.3. Unsur Penting dalam Kegiatan Konservasi ... 11

2.4. Faktor – faktor Penyebab Kerusakan Naskah – Naskah Kuno ... 12

2.5. Peran Konservator dalam Pelestarian Naskah ... 18

BAB III KONSERVASI NASKAH – NASKAH KUNO DI MUSEUM NEGERI PROVINSI SUMATERA UTARA 3.1. Sejarah Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 20

3.2. Bangunan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 20

3.3. Visi dan Misi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 21

3.4. Tugas Pokok dan Fungsi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 21

3.5. Struktur Organisasi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 22

3.6. Sarana dan Prasarana Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 26

(5)

3.8. Pemeliharaan dan Perawatan Naskah – Naskah Kuno ... 30

3.9. Gambaran Umum Mengenai Naskah – Naskah Pada Museum Negeri Sumatera Utara ... 33

3.10.Konservasi Naskah yang Terbuat dari Kertas di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 34

3.10.1. Spesifikasi Bahan dan Kerusakan ... 34

3.10.2. Bahan dan Peralatan yang Digunakan ... 34

3.10.3. Cara Perawatan dan Pengawetan Naskah Kertas ... 35

3.11.Konservasi Naskah yang Terbuat dari Kulit Kayu dan Bahan Organik Lainnya di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ... 36

3.12.Konservasi Naskah yang Terbuat dari Lontar di Museum Negeri Sumatera Utara ... 38

3.12.1. Cara Penyimpanan Naskah Lontar ... 38

3.12.2. Bahan Konservasi Naskah Lontar ... 39

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 40

4.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Bahan pustaka merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan, sehingga harus dilakukan perawatan dan dilestarikan. Bahan pustaka bisa berupa terbitan buku, berkala (surat kabar dan majalah), naskah dan bahan audiovisual seperti audio kaset, video, slide dan sebagainya. Perawatan bahan pustaka tidak hanya menyangkut perawatan dalam bidang fisik, tetapi juga perawatan dalam bidang informasi yang terkandung di dalamnya. Perawatan ialah menjaga dan mengusahakan agar bahan pustaka yang dimiliki tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan pustaka yang mahal, diusahakan agar awet, bisa dipakai lebih lama dan bisa menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan.

Salah satu bahan pustaka adalah naskah, naskah adalah koleksi tulisan tangan yang belum dicetak atau diterbitkan. Naskah terdiri dari kumpulan helaian lembaran kertas. Naskah merupakan hasil tulisan tangan sebelum ditemukan mesin ketik. Biasanya naskah menceritakan tentang tata kehidupan dan cara berpikir masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sebelum mengenal mesin ketik masyarakat sering membuat atau menciptakan naskah. Naskah-naskah tersimpan di perpustakaan dan di lembaga-lembaga resmi dan instansi-instansi pemerintahan seperti museum. Naskah-naskah tersebut milik pemerintah dan swasta. Selain itu, beberapa penduduk atau perorangan juga memiliki naskah yang mereka simpan di rumah sendiri. Naskah yang mereka miliki biasanya merupakan warisan orang-orang tua mereka terdahulu.Naskah terdiri dari kumpulan helaian lembaran kertas. Naskah merupakan hasil tulisan tangan sebelum ditemukan mesin ketik. Biasanya naskah menceritakan tentang tata kehidupan dan cara berpikir masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sebelum mengenal mesin ketik masyarakat sering membuat atau menciptakan naskah.

(7)

sebagai salah satu warisan budaya bangsa mengandung berbagai ilmu pengetahuan, sejarah, silsilah, kesenian, dan sebagainya. Oleh karena itu, sudah semestinya warisan budaya yang berwujud naskah kuno harus dijaga, dirawat serta dipelihara baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik adalah perawatan, pemeliharaan, penyimpanan naskah dengan cara yang baik dan benar sesuai prosedur penanganan naskah. Secara non fisik biasanya berupa alih aksara, terjemahan, kajian, maupun alih media.

Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara sebagai instansi UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki banyak koleksi naskah kuno. Naskah kuno sebagai warisan budaya masa lalu mengandung berbagai hal yang sangat penting untuk diketahui, dipelajari, maupun disebarluaskan kepada masyarakat luas. Tercatat sekitar 262 naskah kuno tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara. Kondisi fisik naskah secara umum sudah sangat memprihatinkan karena usianya yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Oleh karena itu, aspek pemeliharan dan perawatan naskah menjadi hal yang sangat penting. Melihat banyaknya koleksi naskah yang tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, maka penanganan, pemeliharaan dan perawatan naskah secara fisik sangat diperlukan agar naskah-naskah tersebut tetap terjaga dan terawat kondisinya.

(8)

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana peranan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara melakukan konservasi atau perawatan terhadap naskah-naskah kuno yang dimiliki.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan perawatan naskah-naskah kuno yang dimiliki.

1.3. Ruang Lingkup

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan pada kertas karya ini, maka penulis membatasi ruang lingkup dalam penulisan kertas karya ini yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan kegiatan Konservasi yang dilakukan oleh Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara terhadap koleksi naskah-naskah kuno yang dimiliki oleh museum tersebut.

1.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka yang ada hubungannya dengan topik yang dibahas dalam kertas karya ini.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

(9)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1. Konservasi Naskah-Naskah Kuno 2.1.1 Pengertian Konservasi

Kehidupan manusia yang selalu mengalami pergantian generasi, menyebabkan adanya peristiwa sejarah bagi kehidupan manusia itu sendiri, maka terjadilah bentuk-bentuk dan rupa atas daya dan kreativitas manusia pada waktu itu. Mereka meninggalkan hasil karya kepada generasi sesudahnya. Peninggalan tersebut dapat disebut dengan peninggalan benda budaya. Untuk menghargai peninggalan benda budaya tersebut, kita sebagai generasi penerus, harus melakukan upaya untuk menyelamatkan dan mempertahankan agar tidak terjadi kerusakan atau hilang. Untuk itu perlu dilakukan upaya konservasi yang secara garis besar berarti pelestarian terhadap benda peninggalan budaya tersebut.

Menurut Thorndike-Barnhart, Konservasi adalah “A preserving from harm or decay, protecting from loss or from being used up”. Maka dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perkataan konservasi mempunyai pengertian sebagai suatu tindakan untuk melindungi dari bahaya atau kerusakan, memelihara atau merawat sesuatu dari gangguan, kemusnahan, atau keausan (Herman, 1989: 3). Sejajar dengan pengertian di atas, seperti halnya dengan istilah: “ Wild-life conservation”, dengan uraian selanjutnya sebagai berikut: “conservation means not only the preservation and protection of natural resources but also their wise use” (Encyclopedia Britanica vol. 23, 1968: 600). Dari uraian ini, pengertian konservasi sangat luas dan umum jangkauan objeknya. Jadi kata konservasi dapat berarti untuk semua objek yang terdapat di alam ini.

(10)

perlindungan, pengawetan, sedangkan preservasi bererti pemeliharaan, penjagaan dan pengawetan.

Di lingkungan perpustakaan, arsip dan museum belum ada kesepakatan dalam menafsirkan kedua kata tersebut. Perbedaan ini dapat kita lihat dalam beberapa buku yang membahas tentang pelestarian. Dalam The Principles for the Preservation and Conservation of Library Materials yang disusun oleh J.M. Dureau dan D.W.G Clements, preservasi mempunyai arti yang lebih luas, yaitu mencakup unsur-unsur pengelolaan keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik dokumen. Sedangkan konservasi adalah teknik yang dipakai untuk melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran (Purwono, 2010: 47).

Akan tetapi menurut sumber lain yang menyangkut pelestarian bahan pustaka dan arsip, kata konservasi memiliki arti yang lebih luas. Konservasi dalam perpustakaan adalah perencanaan program secara sistematis yang dapat dikembangkan untuk menangani koleksi perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik dan siap pakai.

Di lingkungan museum, definisi konservasi adalah semua kegiatan dalam usaha melindungi benda-benda budaya untuk kepentingan masa depan (diterjemahkan dari Code of Ethics and Guidance for Conservation Practice. Institute for the Conservation of Cultural Materials Inc. Canberra. 1986) (Purwono, 2010: 47-48).

Prinsip-prinsip konservasi yang tertulis dalam Introduction to Conservation, terbitan UNESCO tahun 1979, ada beberapa tingkatan dalam kegiatan konservasi, yaitu: Preservation of deterioration, preservation, consolidation, restorasi dan reproduction, yang masing-masing dapat diterjemahkan sebagai berikut:

1. Preservation of deterioration: tindakan preventif untuk melindungi benda budaya termasuk bahan pustaka dengan mengendalikan kondisi lingkungan, melindungi dari faktor perusak lainnya termasuk salah penanganan.

(11)

3. Consolidation: memperkuat benda yang sudah rapuh dengan jalan memberi perekat atau bahan penguat lainnya.

4. Restoration: memperbaiki koleksi yang telah rusak dengan jalan menambal, menyambung, memperbaiki jilidan yang rusak dan mengganti bagian yang hilang agar bentuknya mendekati keadaan semula.

5. Reproduction: membuat ganda dari benda asli, termasuk membuat mikrofilm, mikrofis, foto repro, fotocopy dan lain-lain. Wendy Smith dari National Library of Australia membuat definisi yang lebih sederhana tentang Preservation, Conservation dan Restoration yaitu:

1. Preservation: adalah semua kegiatan yang bertujuan memperpanjang umur bahan pustaka dan informasi yang ada di dalamnya.

2. Conservation: adalah kegiatan yang meliputi perawatan, pengawetan dan perbaikan bahan pustaka oleh konservator yang profesional.

3. Restoration: termasuk dalam kegiatan konservasi yang memperbaiki bahan pustaka yang rusak agar kondisinya seperti aslinya.

The American Heritage Dictionary, mendefinisikan Conservation sebagai: menjaga supaya tidak hilang, rusak, atau disia-siakan dan selanjutnya Preservation didefinisikan dengan melindungi dari kerusakan, resiko dan bahaya lainnya, menjaga agar tetap utuh dan menyiapkan sesuatu untuk melindungi dari kehancuran. Webster’s Third New International Dictionary, mendefinisikan kata konservasi sebagai kegiatan yang direncanakan untuk melestarikan, menjaga dan melindungi (Purwono, 2010: 48-49).

(12)

2.1.2 Pengertian Naskah dan Naskah Kuno

Ada beberapa pengertian naskah menurut para ahli.Pengertian naskah menurut para ahli antara lain adalah sebagai berikut1

1. Menurut KBBI naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan yang belum diterbitkan

:

2. Menurut Baried dalam Venny Indria Ekowati (2003). Naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan beragai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau.

3. Dalam situs wikipedia.com. Suatu naskah manuskrip (bahasa Latin manuscript: manu scriptus ditulis tangan), secara khusus, adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan, dibedakan dari dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain. Kata 'naskah' diambil dari bahasa Arab nuskhatum yang berarti sebuah potongan kertas.

4. Menurut Onions dalam Venny Indria Ekowati (2003). Naskah dapat dianggap sebagai padanan kata manuskrip.

5. Dalam KBBI edisi III, 2005. Naskah yaitu:

a. Karangan yang masih ditulis dengan tangan. b. Karangan seseorang yang belum diterbitkan. c. Bahan-bahan berita yang siap untuk diset. d. Rancangan.

6. Dalam KBBI edisi II, 1954: Naskah yaitu:

a. Karangan yang masih ditulis dengan tangan. b. Karangan seseorang sebagai karya asli. c. Bahan-bahan berita yang siap diset

7. Dalam Library and Information Science. Suatu naskah adalah semua barang tulisan tangan yang ada pada koleksi perpustakaan atau arsip;

1

Definisi Naskah Menurut Beberapa Para Ahli termuat dalam

(13)

misalnya, surat-surat atau buku harian milik seseorang yang ada pada koleksi perspustakaan.

Secara etimologis naskah dikenal juga dengan istilah manuskrip (bahasa Inggris) manuscript diambil dari ungkapan Latin: codisesmanu scripti (artinya, buku-buku yang ditulis dengan tangan). Kata manu berasal darimanus yang berarti tangan dan scriptusx berasal dari scribere yang berarti menulis. Dalam berbagai katalogus, kata manuscriptdan manuscrit biasanya disingkat menjadi MS untuk bentuk tunggal dan MSS untuk bentuk jamak, sedangkan handschrift dan Handschrifen disingkat menjadi HS dan HSS. Dalam bahasa Malaysia, perkataannaskhah digunakan dengan meluas sebelum perkataan manuskrip (Mamat, 1988: 3).

Di dalam bahasa Indonesia, katanaskah jauh lebih banyak dipakai daripada kata manuskrip untuk pengertian codex. Oleh karena kata naskah sudah pendek, sebaiknya kita jangan lagi menyingkat kata ini.Jadi, naskah atau manuskrip (handschrift, manusscript, manuscriptum) berarti tulisan tangan. Kata naskah dapat juga berarti karangan, surat, dan sebagainya yang masih ditulis dengan tangan; copy, karangan dan sebagainya yang akan dicetak atau diterbitkan. Dulu, pengertian naskah dapat diartikan sebagai karangan-karangan, surat, buku, dan sebagainya yang berupa tulisan tangan. Kini seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, fungsi mesin ketik dan komputer telah menggantikan tulisan tangan. Jadi, naskah kini lebih dipahami sebagai karangan atau teks yang belum dicetak.

Meskipun demikian, kata ‘naskah’ dalam konteks ini lebih dimaksudkan sebagai karya tertulis produk masa lampau sehingga dapat disebutkan sebagai naskah lama (Siti Baroroh Baried, dkk., 1994). Dalam pembicaraan di sini, kata “naskah” diikuti juga oleh atribut “lama”. Pemberian atribut ”lama” di sini untuk menandai kejelasan pembatasan konsep ”naskah”. Hal ini didasarkan pada Monumen Ordonasi STBL 238 th 1931 dan Undang-undang Cagar Budaya No. 5 tahun 1992, yang menyatakan bahwa naskah kuno adalah naskah atau manuskrip yang telah berusia minimal 50 tahun.

(14)

dalam masa lampau. Beraneka macam naskah Indonesia dapat dilihat juga dari bahan yang dipergunakan, yaitu kertas Eropa, daluwang(Kertas Jawa), lontar atau lontara, daun nipah (yang biasanya digunakan untuk naskah-naskah Sunda Kuna), kulit kayu (pustaha) untuk naskah-naskah Batak, dan kulit binatang (Sri Wulan Rujiati Mulyadi, 1994: 44-46). Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan naskah di sini, ialah semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan yang telah berusia minimal 50 tahun.

Sedangkan pengertian Naskah Kuno menurut Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

2.2 Tujuan dan Fungsi Konservasi Naskah Kuno 2.2.1 Tujuan Konservasi Naskah Kuno

Dari uraian di atas, adapun tujuan dari konservasi ini adalah sebagai

berikut2

a) Melakukan usaha perawatan naskah. :

b) Melakukan usaha pemeliharaan naskah.

c) Melakukan usaha penyelamatan terhadap naskah sebagai warisan budaya

leluhur agar bisa diwariskan kembali ke generasi berikutnya (dokumentasi

budaya).

d) Untuk pencapaian usia maksimal dari naskah tersebut.

e) Merekonstruksi naskah yang rusak, agar tidak tambah rusak lagi.

2

Konservasi Naskah (Lontar) dimuat dalam

(15)

2.2.2 Fungsi Konservasi Naskah Kuno

Menurut Sulistiyo Basuki (1991) kegiatan pelestarian (konservasi) bahan

pustaka termasuk juga naskah-naskah kuno memiliki beberapa fungsi antara lain:

1. Fungsi Perlindungan: upaya melindungi bahan pustaka dari beberapa faktor

yang mengakibatkan kerusakan.

2. Fungsi Pengawetan: upaya pengawetan terhadap bahan pustaka agar tidak

cepat rusak dan dapat dimanfaatkan lebih lama lagi.

3. Fungsi Kesehatan: upaya menjaga bahan pustaka tetap dalam kondisi bersih

sehingga tidak berbau pengab dan tidak mengganggu kesehatan pembaca

ataupun pengunjung.

4. Fungsi Pendidikan: upaya memberikan pendidikan kepada pembaca maupun

pengunjung, bagaimana memanfaatkan bahan pustaka yang baik dan benar.

5. Fungsi kesabaran: upaya pemeliharaan bahan pustaka membutuhkan

kesabaran dan ketelitian.

6. Fungsi Sosial: pemeliharaan bahan pustaka sangat membutuhkan keterlibatan

orang lain.

7. Fungsi Ekonomi: pemeliharaan yang baik akan berdampak pada keawetan

bahan pustaka, yang akhirnya dapat meminimalisasi biaya pengadaan bahan

pustaka.

8. Fungsi Keindahan: dengan pemeliharaan yang baik, bahan pustaka

(naskah-naskah kuno) di Museum akan tersusun rapi, indah dan tidak berserakan,

sehingga museum kelihatan indah dan nyaman.

Sementara menurut Mortoatmodjo (1993) fungsi pelestarian atau konservasi

memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi Melindungi: bahan pustaka dilindungi dari serangan serangga,

manusia, jamur, panas matahari, air dan sebagainya. Dengan pelestarian yang

baik serangga dan binatang kecil tidak akan dapat menyentuh dokumen.

Manusia tidak akan salah dalam menangani dan memakai bahan pustaka.

Jamur tidak akan sampai tumbuh, sinar matahari serta kelembapan udara di

museum mudah di kontrol.

2. Fungsi Pengawetan: dengan dirawat baik-baik, naskah menjadi awet, bisa

lebih lama dipakai, dan diharapkan lebih banyak pembaca dapat

(16)

3. Fungsi Kesehatan: dengan pelestarian yang baik, dokumen menjadi bersih,

bebas dari debu, jamur, binatang perusak, sumber dan sarang dari berbagai

penyakit, sehingga pemakai maupun perawat naskah menjadi tetap sehat.

4. Fungsi Pendidikan: pengunjung dan perawat naskah sendiri harus belajar

bagaimana cara memakai dan merawat bahan pustaka atau dokumen. Mereka

harus menjaga, disiplin, tidak membawa makanan dan minuman kedalam

museum, tidak mengotori bahan pustaka maupun ruang pameran museum.

Mendidik pengunjung untuk berdisiplin tinggi dan menghargai kebersihan.

5. Fungsi Kesabaran: merawat naskah ibarat merawat bayi atau orang tua, jadi

harus sabar. Bagaimana kita bisa merawat naskah, membersihkan debu dari

naskah jika kita tidak sabar. Menghilangkan noda dalam naskah

membutuhkan kesabaran yang tinggi.

6. Fungsi Sosial: perawatan atau konservasi tidak dapat dikerjakan sendirian.

Pegawai museum harus mengikut sertakan seluruh elemen untuk tetap

merawat dan menjaga naskah dan museum. Rasa pengorbanan yang tinggi

harus diberikan oleh setiap orang, demi kepentingan dan keawetan naskah.

7. Fungsi Ekonomi: dengan pelestarian yang baik, dokumen atau naskah

menjadi lebih baik. Keuangan dapat dihemat. Banyak aspek ekonomi lain

yang berhubungan dengan konservasi naskah kuno.

8. Fungsi Keindahan: dengan pelestarian yang baik, penataan naskah yang rapi,

museum tampak lebih indah dan nyaman, sehingga menambah daya tarik

pengunjung untuk mengunjungi museum.

2.3 Unsur Penting Dalam Kegiatan Konservasi

Beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian atau konservasi naskah-naskah kuno adalah:

(17)

2. Tenaga yang merawat naskah-naskah atau konservator dengan keahlian yang mereka miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian atau konservasi ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu atau keahlian/ keterampilan dalam bidang ini. Paling tidak mereka sudah pernah mengikuti pelatihan atau penataran dalam bidang pelestarian naskah-naskah kuno.

3. Laboratorium, suatu ruang pelestarian atau konservasi dengan berbagai peralatan yang diperlukan, misalnya alat untuk fumigasi, lem, berbagai sikat untuk membersihkan debu (Vacuum Cleaner) dan sebagainya. Sebaiknya setiap museum memiliki ruang laboratorium sebagai “bengkel” atau gudang buat naskah-naskah yang perlu dirawat atau diperbaiki.

4. Dana untuk keperluan kegiatan ini harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian atau konservasi tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tentu tergantung dari lembaga tempat museum bernaung. Kalau tidak mungkin menyelenggarakan bagian pelestarian atau konservasi sendiri, dianjurkan diadakan kerjasama dengan perpustakaan lain. Ini dapat menghemat biaya yang besar.

2.4 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Naskah-Naskah Kuno

(18)

harus mengetahui cara-cara merawat bahan pustaka. Karena itu, setiap pegawai museum tahu menyusun dan merawat bahan pustaka (Purwono, 2010:52).

Menurut Atiek3

1) Faktor Biologi

, kerusakan bahan pustaka secara garis besar dapat disebabkan oleh:

a) Binatang Pengerat

Tikus merupakan perusak bahan pustaka yang agak sukar diberantas, jenis-jenis tikus dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Tikus Hitam

2. Tikus Cokelat/tikus rumah 3. Tikus kelabu/tikus sawah 4. Tikus kesturi dan

5. Tikus putih b) Serangga

Makanan yang digemari serangga adalah lem atau perekat yang terbuat dari tepung kanji. Jenis-jenis serangga dapat dogolongkan sebagai berikut:

1. Rayap

Makanan utama rayap adalah kayu, kertas, foto, gambar, rumput dan lain-lain. Rayap dapat digolongkan menjadi dua, yaitu rayap bumi dan rayap kayu.

2. Kecoa

Kecoa adalah jenis serangga bersayap dan mempunyai tanduk/sungu yang panjang. Jenisnya bermacam-macam. Jenis kecoa yang dikenal diantaranya adalah Kecoa Timur (Blatta Orientalis) dan Kecoa Amerika (Periplaneta Americana).

3. Kutu Buku (Book List)

3

Atiek, dkk. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pustaka dan Cara

Penanggulangannya. Di poskan dalam

(19)

Bagian naskah atau bahan pustaka yang lainnya yang diserang oleh serangga ini adalah bagian punggung dan pinggir naskah, serangga ini sangat rakus terhadap kertas, jenis-jenis kutu buku yang terkenal adalah Lipocelis divinatorium;Trogium Pulsatorum dan lainnya.

4. Ngengat

Jenis-jenis ngengat: Tincola Polioella; Tincola Biselliela hum dan Chorpaga Tapetzella.

c) Jamur

Jamur (fungi) merupakan mikroorganisme yang tidak berklorofil, jamur berkembang biak dengan spora. Kertas merupakan tempat yang ideal bagi perkembangan spora. Jamur yang merusak bahan pustaka adalah jamur beracun yang akan berkembang biak dengan leluasa pada tempat yang terkena kotoran, debu serta tingkat kelembapan tinggi, yaitu 80% ke atas dengan temperatur di atas 210 C. Jamur tersebut memproduksi beberapa macam bahan organik seperti asam oklasat, asam formiat dan asam sitrat yang dapat menyebabkan kertas sobek jika dibuka. Jamur dapat dibersihkan dengan cairan alkohol.

2) Faktor Fisika a) Cahaya

Cahaya yang digunakan untuk menerangi ruangan museum dan arsip adalah bentuk energi elektromagnetik yang berasal dari radiasi cahaya matahari dan lampu listrik. Sinar-sinar yang terdapat dalam cahaya dapat dibagi dalam tiga kelompok menurut panjang gelombangnya, yakni:

1. Sinar ultra violet dengan panjang gelombang 300-400 milimikron.

2. Sinar-sinar dalam cahaya tamak (merah, kuning, hijau) dengan panjang gelombang antara 400-760 milimikron.

(20)

Makin kecil gelombang suatu sinar, makin besar energi yang dihasilkan. Sinar yang panjang gelombangnya kecil seperti sinar UV inilah yang berperan dalam merusak kertas. Kerusakan yang terjadi karena pengaruh sinar UV adalah memudarnya tulisan, warna bahan cetakan, juga menyebabkan kertas menjadi rapuh. Kerusakan ini disebabkan karena aksi dari energi, adanya bahan tambahan dan residu bahan pemutih pada saat proses pembuatan kertas adanya partikel-partikel logam serta adanya uap air dan oksigen disekitar kertas. Kerusakan ini melalui dua proses:

1) Fotolitas, adalah efek proses yang disebabkan oleh besarnya energi yang dipancarkan sinar UV, sehingga memutuskan rantai ikatan kimia pada polimer selulosa.

2) Fotosensitisasi, adalah efek yang disebabkan oleh proses oksidasi dari bahan tambahan dan partikel logam dalam kertas karena pengaruh cahaya. proses kerusakan ini akan dipercepat karena adanya uap air dan oksigen yang terdapat dalam udara, sehingga menimbulkan perubahan warna menjadi kuning kecoklatan dan menurunkan kekuatan serat pada kertas.

b) Suhu dan kelembaban udara

(21)

c) Partikel debu yang terdapat pada udara

Partikel yang terdapat di udara adalah debu, pasir halus, garam-garam, partikel yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor dan mesin industri yang berbentuk jelaga yang berminyak, partikel besi dan timah. Partikel-partikel ini menimbulkan masalah di museum dan tempat-tempat penyimpanan bahan pustaka lainnya karena selain berbahaya bagi manusia, juga akan menimbulkan noda permanen pada kertas.

3) Faktor Kimia a) Dalam Kertas

Lignin adalah suatu senyawa kimia yang terdapat dalam kayu, sebagai bahan pengikat antar serat. Kandungan lignin di dalam kayu berkisar antara 20-30%. Zat ini sangat berbahaya bagi kertas, oleh karena itu pada pebutan kertas lignin dihilangkan dengan cara pemasakan menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Lignin yang tertinggal dalam kertas akan mengakibatkan kertas menjadi cokelat, diikuti dengan berkurangnya kekuatan kertas, karena terjadi reaksi oksidasi yang menghasilkan asam.

1. Alum rosin sizing, sifat kertas yang mudah menyerap air mengakibatkan tinta yang ditulis di atas kertas akan mengembang. Untuk mengatasi hal tersebut, ditambahkan zat sizing pada pembuatan kertas.

2. Zat pemutih: hipoklorit, klor dioksida dan peroksida adalah zat-zat pemutih yang biasa digunakan untuk memucatkan warna serat yang diperoleh dari proses kimia. Pemucatan merupakan proses kelanjutan dari proses pemasakan dalam hal memisahkan lignin dan zat-zat lain yang tidak diinginkan, yang terkandung dalam kayu.

b) Polusi Udara

(22)

logam-logam berat seperti besi dan tembaga dalam kertas menyebabkan sulfur dioksida diubah menjadi asam sulfat.

2. Hidrogen sulfide, adalah gas yang bersifat asam, merupakan hasil aktivitas industri dan karet yang banyak dijumpai di kantor-kantor atau gedung bertingkat.

3. Nitrogen dioksida, dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Gas ini dapat bereaksi dengan air menghasilkan asam nitrat.

4. Ozon, gas ozon dapat membahayakan kertas karena ozon dapat memutuskan rantai ikatan kimia pada polimer selulosa, pemutusan ini akan lebih cepat jika udara lembab.

5. Tinta, sumber asam juga berasal dari tinta sebagai alat tulis. Tinta dibuat dengan mencampur asam tanat dan garam besi. Sifat tinta tersebut bersifat asam karena dicampur asam sulfat/asam hidroklorida, agar tulisan dapat melekat dengan baik. Tetapi dengan adanya asam dalam tinta justru akan merusak kertas.

4) Faktor-faktor Lain a) Manusia

Faktor penyebab yang besar bagi kerusakan bahan pustaka dimungkinkan karena keterlibatan manusia. Keterlibatan tersebut dapat dilakukan secara langsung (misalnya: pencurian, pengrusakan, penanganan yang kurang hati-hati) atau kerusakan secara tidak langsung misalnya memproduksi kertas dengan kualitas rendah, mutu jilidan yang rendah dan tidak adanya penyuluhan kepada staf dan pengguna museum.

b) Bencana Alam

(23)

yang timbul oleh jamur ini sangat sulit dihilangkan karena jamur berakar di sela-sela serat kertas.4

1. Melaksanakan perbaikan naskah yang rusak baik dari yang sederhana maupun yang kompleks.

2.5 Peran Konsevator Dalam Pelestarian Naskah

Konsevator memiliki tanggung jawab dalam memperbaiki fisik dokumen, membantu mengembangkan kebijaksanaan pelestarian dan pengawetan naskah serta bertanggung jawab dalam menentukan standar dan spesifikasi untuk setiap perbaikan dari segi profesi maupun etika. Tugas utama seorang konsevator adalah:

2. Mengadakan tes bahan kimia yang sesuai untuk menentukan penggunaan bahan tertentu yang sesuai dengan naskah yang akan dilestarikan.

3. Mengadakan konsultasi dengan mereka yang lebih berpengalaman dalam bidang perbaikan bahan di luar bidang keahlian.

4. Mengadakan penelitian dan konsultasi dengan ahli subjek dan kurator serta memberikan saran perbaikan apa yang sesuai dengan koleksi yang ada.

5. Merencanakan dan mengorganisasikan perbaikan fisik dan alat-alat serta perlengkapan khusus.

6. Mengawasi perlengkapan dan peralatan yang diperlukan untuk memperbaiki naskah.

7. Memberikan saran mengenai prosedur perbaikan dan perawatan dokumen serta melatih dan mengawasi para teknisi.

8. Bekerjasama dengan konservator lain untuk mengembangkan penelitian dalam bidang pelestarian.

Kualifikasi dari seorang konservator adalah memiliki pendidikan akademi yang berhubungan dengan subjeknya. Ia harus menunjukkan pengetahuan mengenai bahan-bahan kimia, kondisi naskah, dan penyebab

4

(24)
(25)

BAB III

KONSERVASI NASKAH-NASKAH KUNO DI MUSEUM NEGERI PROVINSI SUMATERA UTARA

3.1 Sejarah Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara diresmikan tanggal 19 april 1982 oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan DR Daoed Yosoef, namun peletakan koleksi pertama dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno tahun 1954 yang berupa Mekara, oleh karena itu museum ini terkenal dengan nama gedung Arca. Mekara adalah patung batu bentuknya seperti perpaduan bentuk kepala binatang air dan gajah, ditengah mulutnya terdapat relief manusia berdiri. Dalam metologi Hindu, arca ini dianggap sebagai tunggangan Dewi Gangga, sedangkan posisi sebenarnya dalam bangunan suci (candi) arca ini diletakkan di kiri kanan bangunan candi yang berfungsi sebagau penolak bala.

3.2 Bangunan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Bangunan museum berdiri di atas lahan 10.468 m2, sedangkan bangunannya terdiri dari bangunan induk dua lantai yang dipergunakan untuk tata pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang audio visual/ceramah, ruang kepala museum, tata usaha, ruang seksi bimbingan, perpustakaan, ruang micro film, ruang komputer, dan storage. Secara arsitektur bentuk bangunan induk museum ini menggambarkan rumah tradisional daerah Sumatera Utara. Pada bagian atap depan dipenuhi dengan ornamen dari etnis Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pak-pak dan Nias.

(26)

bangunan untuk ruang seksi koleksi, ruang seksi konservasi dan preparasi, laboratorium, mess, tempat penjualan tiket masuk, benda-benda pos dan pos jaga.

3.3 Visi dan Misi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Museum merupakan tempat yang penting dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam memperkenalkan kebudayaan khususnya budaya materi kepada masyarakat agar mereka memahami dinamika dan keanekaragaman budaya yang multietnik. Pemahaman keanekaragaman budaya sangan diperlukan dengan harapan dapat menghargai, mengerti budaya dari kelompok etnik yang lain sehingga konflik antar masyarakat dapat dihindari.

Visi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara adalah:

“Terwujudnya museum sebagai pusat studi dan pengembangan kebudayaan yang dinamis dan kreatif serta andalan pariwisata daerah.”

Misi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara adalah: 1. Mengoptimalkan tugas dan fungsi museum.

2. Meningkatkan sumber daya manusia yang professional.

3. Membina kerja sama antar berbagai kelompok/kalangan guna meningkatkan perfomansi dan informasi budaya bangsa.

3.4Tugas Pokok dan Fungsi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 06-1-442.K/Tahun 2002, tugas pokok Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara ialah: “Pembinaan Dan Pengembangan Serta Peningktan Kapasitas Museum Negeri”. Untuk penyelenggaraan tugas pokok tersebut Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara mempunyai fungsi:

(27)

b. Perencanaan dan pelaksanaan pembinaan, pengelolaan dan pengembangan kapasitas museum negeri sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.

c. Penyelenggaraan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pengembangan kapasitas museum negeri sesuai standar yang ditetapkan.

Pengelolaan museum meliputi pengumpulan, perawatan, pengawetan, penyajian, penelitian koleksi dan penerbitan hasilnya serta bimbingan edukatif kultural dan penyajian rekreatif benda yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah. Melakukan urusan perpustakaan dan dokumentasi ilmiah.

3.5 Struktur Organisasi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Sejak diresmikan tahun 1982 status Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan di tingkat Propinsi dibawah pembinaan Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Ditjen Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 0282/F1.2/CI.1988, Museum Negeri Propinsi dipimpin oleh seorang Kepala Museum dibantu oleh Kasub Bag.Tata Usaha, Kepala Seksi Bimbingan dan Edukasi, Kepala Seksi Koleksi, Kepala Seksi Konservasi dan Preparasi. Struktur organisasi di Museum berubah Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 001/0/1981 tanggal 9 Januari 1991 tentang Organisasi dan Tata kerja Museum Negeri Provinsi. Jabatan struktural adalah Kepala Museum dan Kasub Bag. Tata Usaha, ditambah dengan jabatan fungsional.

(28)

oleh Kasub Bag Tata Usaha, Kepala Seksi Koleksi, Kepala Seksi Bimbingan dan Edukasi, Kepala Seksi Konservasi dan Preparasi serta tenaga Fungsional.

STRUKTUR ORGANISASI

UPT. MUSEUM NEGERI PROVINSI SUMATERA UTARA

Sumber: Bagian Tata Usaha Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, 2014

KEPALA

KEL. JABATAN FUNGSIONAL

(29)

STRUKTUR ORGANISASI DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI SUMATERA UTARA UPT. MUSEUM NEGERI PROVINSI

SUMATERA UTARA

Sumber: Bagian Tata Usaha Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, 2014

KEPALA DINAS

KEPALA UPT

SUBBAGIAN TATA USAHA KEL. JABATAN FUNGSIONAL

(30)

STRUKTUR ORGANISASI UPT MUSEUM NEGERI PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA UTARA

NO. 06-1-442K/TAHUN 2002

Sumber: Bagian Tata Usaha Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, 2014

KEPALA MUSEUM

Dra. Sri Hartini

KEPALA SUBBAGIAN TATA USAHA

Drs. Sepakat Sebayang

KELOMPOK

FUNGSIONAL

KEPALA SEKSI KOLEKSI

Drs. Hasanuddin

KEPALA SEKSI

BIMBINGAN/EDUKASI

Dra. Hj. Siti Aminah Siregar

KEPALA SEKSI

KONSERVASI/PREPARASI

(31)

3.6 Sarana dan Prasarana Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara 1. Lokasi Museum

Jalan H.M. Joni No. 51 Medan

Kelurahan Teladan Barat Kecamatan Medan Kota Medan Sumatera Utara, 20217

Telp. 061.7366792 Fax. 061.7322220

2. E-mail dan Website

Website :

E-mail :

3. Koleksi

Tabel 1: Jenis Koleksi dan Status Kepemilikan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

(32)

4. Jadwal Kunjung

Selasa - Kamis : Pukul 08.00 -- 16.00 WIB Jumat - Minggu : Pukul 08.00 - 15.30 WIB Senin/Hari Besar : Tutup

5. Harga Karcis Masuk Dewasa : Rp. 750,00,- Anak-anak : Rp. 250,00,-

Rombongan Dewasa : Rp. 250,00,- Rombongan Anak-anak : Rp. 100,00,-

6. Fasilitas

Ruang pameran tetap Ruang pameran temporer Ruang Auditorium Ruang Perpustakaan

Ruang Laboratorium/Konservasi Ruang Penyimpanan Koleksi Ruang Bengkel/Preparasi Ruang Audiovisual Toilet

7. Program Museum

Tabel 2: Kegiatan Rutin Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

No Jenis Kegiatan Frekwensi

Kegiatan/tahun Keterangan 1 Pameran khusus 1 kali situasional 2 Ceramah 1 - 4 kali

3 Diskusi 1 - 4 kali

4 Bimbingan Keliling - Situasional 5 Lomba/festival 3 kali

(33)

3.7 Koleksi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan koleksi yang dimiliki, Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dikategorikan sebagai museum umum. Sebagian besar koleksinya berasal dari daerah Sumatera Utara berupa benda-benda peninggalan sejarah budaya mulai dari masa prasejarah, klasik pengaruh Hindu-Buddha, Islam, hingga sejarah perjuangan masa kini. Sebagian lainnya berasal dari beberapa daerah lain di Indonesia dan dari negara lain seperti Thailand. Hingga tahun 2005 Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara menyimpan kurang lebih 6.799 koleksi. Berikut akan diuraikan koleksi museum ini.

1. MASA PRASEJARAH

Pada ruang pertama ini ditampilkan sejarah geologi mulai terbentuknya alam semesta, pergeseran benua, dan Pulau Sumatera. Sejarah alam mengenai migrasi manusia, sebaran flora dan fauna, juga mengenai kehidupan prasejarah. Koleksi yang ditampilkan meliputi replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba, diorama kehidupan prasejarah, serta beragam perkakas prasejarah.

2. KEBUDAYAAN SUMATERA UTARA KUNO

Menampilkan jejak dari peradaban awal masyarakat Sumatera Utara, mulai dari masa megalitik tua hingga masa perundagian. Koleksi yang ditampilkan meliputi temuan budaya megalit seperti peti mati dari batu (sarkofagus), benda-benda religi berupa patung batu dan kayu, tongkat perdukunan, wadah obat dari gading, serta koleksi naskah Batak Kuno yang ditulis pada kulit kayu yang disebut Pustaha Laklak.

3. MASA KERAJAAN HINDU-BUDDHA

(34)

4. MASA KERAJAAN ISLAM

Ruang Islam menampilkan berbagai artefak peninggalan masa Islam seperti replika berbagai batu nisan dari makam Islam yang ditemukan di daerah Barus, Sumatera Utara. Serta nisan peninggalan Islam yang bercorak khas Batak, beberapa Al Qur'an, dan naskah Islam tua yang ditulis dengan tangan. Serta sebuah replika Masjid Azizi di Medan (note: tepatnya di Tanjung Pura, Langkat; negeri kelahiran Amir Hamzah). 5. KOLONIALISME DI SUMATERA UTARA

Sebelum Pemerintah Hindia Belanda masuk dan memerintah di wilayah Sumatera, para pengusaha dari Eropa khususnya Jerman telah datang dan membuka perkebunan di Sumatera. Koleksi masa kolonial membawa kita kembali pada masa-masa tersebut, ketika kemajuan usaha perkebunan telah melahirkan Medan sebagai kota multikultur yang kaya, unik, dan menarik. Koleksi yang ditampilkan meliputi komoditas perdagangan kolonial, alat-alat, dan mata uang perkebunan, foto-foto bersejarah yang langka, model figur kolonial, serta replika dari kehidupan kota Medan tempo dulu.

6. PERJUANGAN RAKYAT SUMATERA UTARA

Seperti halnya daerah lain di Indonesia, di Sumatera Utara telah tumbuh benih-benih perlawanan terhadap penjajah jauh sebelum kemerdekaan. Ruang perjuangan menceritakan sejarah perjuangan masyarakat Sumatera Utara sejak sebelum 1908 sampai masa revolusi fisik 1945-1949, juga ditampilkan sejarah perjuangan pers di Sumatera Utara. Benda koleksi meliputi senjata tradisional dan modern, obat-obatan tradisional, peralatan komunikasi yang digunakan melawan penjajah. Juga ditampilkan lukisan kepahlawanan dan poster propaganda masa perang. 7. GUBERNUR & PAHLAWAN SUMATERA UTARA

(35)

3.8 Pemeliharaan dan Perawatan Naskah-naskah Kuno

Kondisi naskah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: pertama, naskah yang masih dalam keadaan baik. Kedua, naskah yang sudah dihinggapi penyakit seperti kotor karena bercak dan debu, mengandung asam dan rapuh. Ketiga, naskah yang sudah rusak secara fisik seperti robek, berlubang, dan jilidannya rusak dan lain-lain. Ada beberapa cara pencegahan dan perawatan naskah yang bisa dilakukan oleh pihak Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menurut faktor-faktornya sebagai berikut:

1) Faktor Biologi

a) Binatang Pengerat

Diupayakan agar setiap pengunjung maupun pegawai museum dilarang membawa makanan ke ruang pameran maupun ruangan penyimpanan naskah-naskah kuno.

b) Serangga

Diupayakan ruangan pameran maupun ruangan penyimpanan koleksi naskah-naskah kuno tetap selalu bersih. Susunan naskah dalam rak-rak ditata secara rapi sehingga ada sirkulasi udara. Rak harus dibuat dari bahan yang tidak disukai oleh serangga yakni kayu jati dan rak atau lemari yang terbuat dari bahan logam. Selain itu pada rak diberikan bahan yang berbau, dan tidak disukai oleh serangga seperti kamper, naftalen dan lain-lain. Dan yang terakhir adalah melakukan fumigasi untuk mencegah, mengobati dan mensterilkan naskah-naskah kuno yang ada di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.

c) Jamur

(36)

diletakkan bahan-bahan yang berbau untuk mengusir jamur seperti kemper, naftalen, paradichloro benzena atau PBC.

2) Faktor Fisika a) Debu

(1). Dilakukan penyedotan debu (vacuum cleaner) (2). Dipasang AC/filter penyaring udara

(3). Dipasang alat pembersih udara (air cleaner) (4). Disediakan lemari kaca.

b) Suhu udara/kelembaban

Temperatur dan kelembaban udara yang ideal bagi naskah adalah 200-240 C dan 6-80% RH (relative humidity = kelembaban nisbi). Satu-satunya cara untuk mendapatkan kondisi seperti itu adalah dengan menghidupkan AC selama 24 jam penuh dalam sehari selama tujuh hari dalam seminggu. Jika AC dipasang setengah hari saja maka kelembaban akan berubah-ubah kondisi seperti ini malah akan mempercepat kerusakan kertas. Karena Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara hanya memasang AC setengah hari saja maka AC yang distel temperaturnya adalah 260-280 C. Hal ini dilakukan pihak museum karena untuk mencegah terjadinya fluktuasi temperatur yang tinggi pada siang dan malam hari dan temperatur tersebut cukup sejuk bagi pengunjung maupun pegawai museum dan baik untuk naskah-naskah kuno yang dimiliki oleh Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.

c) Cahaya

(37)

3) Faktor Kimia

Satu-satunya cara yang dilakukan pihak museum untuk mencegah kerusakan karena faktor kimia adalah menetralkan asam yang terkandung dalam kertas dengan deasidifikasi ataun memberi bahan penahan (buffer). 4) Faktor-faktor Lain

a) Manusia

Manusia merupakan perusak naskah atau bahan pustaka yang cukup besar. Pengaruh ini didapat bersifat tidak langsung seperti pencemaran udara atau mutu kertas atau bahan yang terbuat dari kayu yang berselulosa tinggi yang rendah yang dihasilkan oleh industri atau perorangan dan dapat bersifat langsung seperti kebakaran, kecurian dan salah penanganan. Teknik penanganan yang salah dapat menimbulkan kerusakan fisik. Sedangkan salah pengolahan seperti penyimpanan naskah pada tempat yang mengandung resiko, tidak dibersihkan secara berkala akan menimbulkan kerusakan fisik karena kotor dan bahan pustaka yang kotor disukai oleh jamur dan serangga. Kerusakan yang fatal karena lalai dalam persiapan menghadapi bencana alam. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah:

(1). Menumbuhkan kesadaran terhadap pengunjung dan pegawai museum tentang pentingnya peduli terhadap naskah kuno sebagai warisan budaya nenek moyang kita.

(2). Memberikan sanksi kepada perusak dan pencuri naskah. (3). Memasang rambu-rambu.

b) Bencana Alam

(1). Menghindarekan dari bahaya api. (2). Dilarang merokok di dalam ruangan. (3). Memeriksa kabel listrik secara berkala. (4). Memasang alaram (smoke detector).

(5). Menempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar di tempat tersendiri.

(38)

3.9 Gambaran Umum Mengenai Naskah-naskah Kuno pada Museum Negeri Sumatera Utara

Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara sebagai instansi UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki banyak koleksi naskah kuno. Naskah kuno sebagai warisan budaya masa lalu mengandung berbagai hal yang sangat penting untuk diketahui, dipelajari, maupun disebarluaskan kepada masyarakat luas. Tercatat sekitar 262 naskah kuno tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara. Kondisi fisik naskah secara umum sudah sangat memprihatinkan karena usianya yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Oleh karena itu, aspek pemeliharan dan perawatan naskah menjadi hal yang sangat penting. Melihat banyaknya koleksi naskah yang tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, maka penanganan, pemeliharaan dan perawatan naskah secara fisik sangat diperlukan agar naskah-naskah tersebut tetap terjaga dan terawat kondisinya.

Dari 262 naskah kuno yang tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara terdiri dari berbagai macam jenis naskah yaitu Naskah Melayu yang berjumlah 86 naskah, Naskah Batak atau Pustaha Laklak yang terdiri dari 164 naskah yang terbuat dari kulit kayu, bambu, tulang dan kertas. Naskah batak yang terbuat dari kulit kayu berjumlah 147 buah, bambu 9 buah, tulang 2 buah dan kertas 6 buah. Serta Naskah Islam yang berjumlah 12 naskah dan Naskah Lontar berjumlah 1 buah Naskah.

Naskah Melayu pada umumnya berisi tentang cerita rakyat dari deli, serdang dan lainnya serta berisi tentang pantun, syair gurindam, nasihat-nasihat dan tentang kehidupan beragama, selain itu Naskah Melayu juga ada yang terdapat berbahasa Aceh. Sedangkan Naskah Batak berisi tentang peramalan hari baik dan buruk, kekuasaan, membuang sial dan cerita rakyat. Sedangkan Naskah Islam berisi tentang ilmu fiqih, tauhid dan tata bahasa arab atau ilmu nahwu. Dan yang terakhir adalah Naskah Lontar yang berisi tentang cerita rakyat Bali.

(39)

dengan cara ganti rugi kepada pemiliknya yang didatangkan pada tahun 1973 sampai 1996 hingga terkumpul 164 buah. Dan yang terakhir adalah Naskah Lontar yang khusus didatangkan dari Bali dengan cara ganti rugi.

3.10 Konservasi Naskah Yang Terbuat Dari Kertas Di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

3.10.1 Spesifikasi Bahan Dan Kerusakan

Kertas terbuat dari bahan dasar selulosa, yang diketahui sebagai penyusun utama tumbuhan. Oleh sebab itu kertas dapat dibuat dari kayu lamtorogung, jerami, merang, ampas tebu dan lainnya yang berasal dari tumbuhan yang berselulosa tinggi. Kekuatan bawaan kertas ditentukan oleh jenis kertasnya, mutu bahan dasar yang digunakan serta teknik pemrosesannya.

Faktor luar yang banyak berpengaruh terhadap keawetan koleksi kertas yaitu: faktor klimatik, faktor biologis dan faktor polusi udara. Faktor klimatik diantaranya adalah kelembaban udara, suhu udara serta cahaya (termasuk cahaya lampu). Sedang faktor biologis meliputi mikroorganisme, misalnya jamur benang dan bakteri, serta hewan tingkat rendah yaitu insekta dan binatang pengerat yaitu tikus. Selain itu kelalaian, keteledoran, kesalahan dan ulah jahil. Kerusakan yang biasa terjadi pada koleksi naskah yang terbuat dari kertas pada Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara adalah lepas dari jilidan, sobek, berlubang, rapuh, bernoda, kotor, warna menguning dan lain-lain.

3.10.2 Bahan Dan Peralatan Yang Digunakan (1). Bahan kimia yang diperlukan:

1. Aquadest

13.Sodium hidrogen karbonat 14.Asam tanat

(40)

17.Potasium oksalat 18.Toluen

19.Selulosa asetat foils 20.Japan paper

(2). Peralatan Laboratorium yang digunakan : 1. Kotak fumigasi

2. Masker gas 3. Plak ban 4. Cawan petri 5. Loupe 6. Mikroskop 7. Kuas gambar 8. Pinset

9. Jarum preparat 10.Skalpel

11.Gunting 12.Sepon 13.Jarum besar 14.Benang besar 15.Kain kasa 16.Gelas beker 17.Gelas pengaduk 18.Gelas ukur 19.Labu ukur

(41)

3.10.3 Cara Perawatan Dan Pengawetan Naskah Kertas Cara-caranya adalah:

1. Pencatatan identitas dan keterangan tentang koleksi yang dirawat.

2. Pengamatan keadaan bahan koleksi dan pengenalan terhadap jenis penyakit atau kerusakan dengan memakai suryakantha atau mikroskop.

3. Pengambilan foto dokumentasi sebelum dilakukan perawatan.

4. Dilakukan fumigasi terhadap koleksi dengan menggunakan metil bromida, postixin atau tipol 2% dalam alkohol.

5. Dilakukan pembersihan secara mekanik dengan memakai kuas, sikat halus atau sepon.

6. Dilakukan pembersihan secara kimiawi dengan menggunakan aquadest untuk lem, etanol untuk jamur, potasium perborat untuk teh dan kopi, aseton untuk plaster, kalsium hidroksida untuk noda, air sabun untuk tanah, potasium oksalat untuk tinta, asam oksalat untuk karat.

7. Dilakukan penetralan dengan menggunakan amoniak atau barium hidroksida. 8. Dilakukan pemutihan dengan menggunakan kalsium hipoklorit, sodium

hipoklorit atau sodium perborat.

9. Dilakukan perbaikan dengan menggunakan japan paper, selulose acetat foil dan toluen sebagai pelarutnya.

10.Bila koleksi rapuh perlu dilakukan penguatan dengan polivinil asetat dalam toluen.

11.Dilakukan pengambilan foto dokumentasi terhadap koleksi, setelah dilakukan perawatan dan pengawetan.

3.11 Konservasi Naskah Yang Terbuat Dari Kulit Kayu dan Bahan Organik Lainnya Di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Yang dimaksudkan dengan kelompok benda organik ialah semua benda yang mengandung unsur organ yang hidup. Misalnya benda-benda yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang. Sebagai contoh dapat disebutkan sebagai berikut: kayu, kertas, tekstil, daun lontar, kulit tulang, gading, tanduk, dan sebagainya.

(42)

berfungsi dalam kehidupan manusia. Selain itu, bagi para seniman, kayu dapat digunakan sebagai media imajinasinya, yakni dibuat patung, ukiran, dan lain-lain karya seni.

Kayu yang lunak mempunyai komposisi jaringan cellulose yang sangat jarang. Kayu jenis ini tidak padat dan sangat bersifat hygroscopic. Kayu in sangat lunak karena didalamnya terdapat unsur gabus, atau memang mengandung gabus. Kayu ini sangat mudah terpengaruh oleh goncangan iklim, sehingga sangat mudah retak dan pecah-pecah.

Atas dasar ini pihak Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara melakukan konservasi alat-alat yang terbuat dari kayu seperti naskah yang terbuat dari kulit kayu. Konservasi ini dilakukan dengan cara melakukan pengasapan dengan bahan-bahan kimia tertentu atau fumigasi. Fumigasi pada benda-benda yang terbuat dari bahan-bahan organik dapat mengusir dan membasmi serangga-serangga yang menyerang dan merusak benda-benda yang terbuat dari kayu dan benda organik lainnya.

Seperti telah diketahui, bahwa melakukan fumigasi merupakan salah satu cara untuk membasmi serangga. Dalam hal ini yang menjadi perhatian dalam tulisan ini adalah serangga yang merupakan binatang perusak benda-benda organik. Serangga-serangga yang dapat merusak benda-benda organik adalah:

a) Termites (rayap), Jenis serangga ini dapat merusak buku, kayu, kertas, tekstil dan lainnya.

b) Wood boring beetle (kumbang pelubang kayu), Jenis serangga ini dapat merusak semua benda yang terbuat dari kayu seperti pustaha laklak yang terbuat dari kulit kayu.

c) Furniture Beetle Anabium punctatum de geer (Anabiidae), Serangga ini merusak benda dengan melubangi benda yang terbuat dari kayu dan kadang-kadang juga kepada jilidan buku dan sebagainya.

d) Death Watch Beetle Xestobium Rufovillosum de Geer (Anabiidae), Serangga ini menyerang benda-benda yang terbuat dari bambu.

e) Lyctus Species, Serangga ini dapat merusak benda yang terbuat dari bambu.

f) Bamboa Borer Dipoderus Minutes F. (Bostry chidae), Serangga ini dapat merusak benda yang terbuat dari bambu.

g) Book Worm Beetle Gastrallus Indicus Reiter (Cleoptera Anabidae), Serangga ini dapat menembus atau menerowongi jilidan buku, memakan kertas, lem, juga memakan naskah yang terbuat dari daun lontar dan sebagainya.

(43)

yang diserang oleh serangga itu akan mengalami kerusakan yang cukup parah, dan sukar untuk diperbaiki lagi. Oleh karena itu, perlu sekali adanya tindakan pencegahan serta pembasmian terhadap perusak-perusak benda-benda organik tersebut. Sehubungan dengan itu pihak Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara melakukan fumigasi terhadap benda-benda organik yang terbuat dari kulit kayu, bambu, dan tulang sekalipun.

3.12 Konservasi Naskah Yang Terbuat Dari Lontar Di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

3.12.1 Cara Penyimpanan Naskah Lontar

Dalam usaha pelestarian naskah lontar selalu ada kendala walaupun daun lontar telah diproses secara. Ini disebabkan karena naskah lontar merupakan jenis benda organik yang pada dasarnya tidak memiliki daya tahan yang kuat terhadap gangguan-gangguan seperti suhu udara tinggi, kelembaban udara, air, dan unsur-unsur kimia tertentu misalnya asam dan sebagainya dan juga karena daun lontar yang dipakai bahan naskah mengandung solulose yang disenangi oleh rayap, ngengat, dan sejenisnya serta rawan terhadap berbagai jenis kerusakan, yang menyebabkan naskah menjadi rusak.

Ada beberapa hal/cara penyimpanan untuk memperkecil resiko kerusakan lontar, antara lain; Simpanlah naskah lontar anda dalam peti kecil, kemudian masukkan dalam suatu tempat yang aman (almari kayu atau almari kaca) dan hindarkan menyimpan naskah di dalam bakul, bodag, sokasi, dan sejenisnya. Karena bahan-bahan (bambu) ini disenangi tikus. Hindarkan menyimpan naskah di ruang terbuka, apabila disimpan pada udara yang terbuka maka lontar akan cepat kotor dan terdapat noda-noda yang dibawa oleh udara yang melekat pada naskah. Simpanlah lontar dalam suhu 20o-24oC (suhu ideal untuk lontar). Jangan sampai kena air (diguyur). Simpan dalam kelembaban udara yang cocok, yaitu 40-50%. Jangan pernah sekali-kali membungkus naskah lontar dengan plastic, karena plastik ini kedap udara. Biasanya apabila lontar dibungkus dengan plastik, lontar itu akan menguap dan memerlukan udara yang cukup, karena udara tidak ada pergantian dalam plastik maka lontar akan mudah lembab dan ditumbuhi bakteri yang dapat merusak kadaan lontar.

(44)

3.12.2 Bahan Konservasi Naskah Lontar

Gangguan-gangguan seperti disebut di atas sering menyebabkan kerusakan yang fatal terhadap naskah lontar, apalagi faktor penyimpanan kurang mendapat perhatian. Akibat gangguan rayap maupun ngengat naskah lontar menjadi robek dan selanjutnya menjadi hancur. Pengaruh udara yang lembab, naskah ditumbuhi jamur dan akan terjadi kerusakan berupa pembusukan. Bila terjadi pengaruh suhu udara yang tinggi atau melebihi batas-batas normal yang diperlukan (20o-24oC) naskah lontar akan menjadi tegang. Bahkan sering terjadi lengkungan-lengkungan sehingga mudah retak atau patah. Gangguan dari asam menyebabkan naskah lontar menjadi tampak kotor dan bagian sisi-sisinya menjadi hitam dan warna-warna hurufnya akan tampak luntur.

Terhadap gangguan-gangguan dan berbagai kerusakan tersebut diharapkan jangan menggunakan bahan-bahan kimia yang tidak sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah ditentukan. Sebab kalau penggunaan bahan kimia tersebut tidak tepat justru dapat menimbulkan kerusakan tambahan terhadap naskah.

Ada beberapa bahan kimia yang dapat digunakan antara lain: air suling (akuades), I. I. I Trichioroethane (e.g. Genklene), Ethyl Alkohol (i.m.s), 01. Camph. Rect. (alb.) oil of camphor, arang kemiri atau asap lampu minyak/jelaga, minyak kamper (oil of camphor), paper-backed vencer, Kozo-shi paper, Acrylic emulsion adhesive (e.g. spynflex). Bahan-bahan tersebut disesuaikan lagi menurut jenis kerusakan naskah.

Untuk perawatan yang paling sederhana, bisa menggunakan bahan-bahan berikut, yang dimaksud adalah Aceton dicampur dengan Sitrunella Oil (minyak sereh). Dengan konsentrasi campuran 1 : 1 dan dalam penyimpanan kembali diisi dengan camphor (kapur barus). Adapun manfaat bahan-bahan itu dapat membersihkan noda/kotor pada naskah, mencegah ketegangan naskah (renyah) dan naskah menjadi elastis sehingga lentur dan tidak mudah patah. Sedangkan uap/gas dari camphor akan dapat mengusir serangga (rayap maupun ngengat)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

(45)

1. Tercatat sekitar 262 naskah kuno tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara. Yang terdiri dari Pustaha Laklak 164 buah, Naskah Melayu 86 buah,Naskah Islam 12 buah dan Lontar 1 buah.

2. Kondisi fisik naskah secara umum sudah sangat memprihatinkan karena usianya yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Oleh karena itu, aspek pemeliharan dan perawatan atau konservasi naskah menjadi hal yang sangat penting.

3. Pelaksanaan konservasi naskah-naskah kuno yang dilakukan oleh Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan setiap setahun sekali dengan mendatangkan konservator-konservator luar.

4. Kerusakan yang biasa terjadi pada koleksi naskah yang terbuat dari kertas pada Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara adalah lepas dari jilidan, sobek, berlubang, rapuh, bernoda, kotor, warna menguning dan lain-lain.

5. Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara melakukan konservasi alat-alat yang terbuat dari kayu seperti naskah yang terbuat dari kulit kayu. Konservasi ini dilakukan dengan cara melakukan pengasapan dengan bahan-bahan kimia tertentu atau fumigasi. Fumigasi pada benda-benda yang terbuat dari bahan-bahan organik dapat mengusir dan membasmi serangga-serangga yang menyerang dan merusak benda-benda yang terbuat dari kayu dan benda organik lainnya.

6. naskah lontar merupakan jenis benda organik yang pada dasarnya tidak memiliki daya tahan yang kuat terhadap gangguan-gangguan seperti suhu udara tinggi, kelembaban udara, air, dan unsur-unsur kimia tertentu misalnya asam dan sebagainya dan juga karena daun lontar yang dipakai bahan naskah mengandung solulose yang disenangi oleh rayap, ngengat, dan sejenisnya serta rawan terhadap berbagai jenis kerusakan, yang menyebabkan naskah menjadi rusak sehingga pihak Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara melakukan pengolesan minyak sereh yang dicampur dengan kapur barus.

4.2 Saran

Dari kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:

(46)

2. Pihak museum melakukan konservasi dari tahun ke tahun dilakukan dengan tenaga konservator dari luar, sudah seharusnya pihak museum memiliki sendiri ahli kimia yang dapat melakukan konservasi.

3. Pihak Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara seharusnya memberikan informasi-informasi terkini terhadap masyarakat luas sehingga masyarakat dapat mengetahui keadaan atau kondisi naskah yang sekarang sehingga masyarakat dapat menjaganya karena naskah merupakan warisan budaya bangsa.

4. Perlu diadakannya kolaborasi atau kerjasama dengan Perpustakaan Nasional mengingat kendala yang dihadapi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara tidak dapat melakukan konservasi terhadap naskah-naskah yang terbuat dari kertas.

Daftar Pustaka

Astuti, Panti. 2013. Pelestarian Bahan Pustaka. Medan: Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

__________. 2013. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pustaka. Medan: Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

Atiek, dkk. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pustaka dan Cara

Penanggulangannya. Di poskan

dalam

(47)

2. Pihak museum melakukan konservasi dari tahun ke tahun dilakukan dengan tenaga konservator dari luar, sudah seharusnya pihak museum memiliki sendiri ahli kimia yang dapat melakukan konservasi.

3. Pihak Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara seharusnya memberikan informasi-informasi terkini terhadap masyarakat luas sehingga masyarakat dapat mengetahui keadaan atau kondisi naskah yang sekarang sehingga masyarakat dapat menjaganya karena naskah merupakan warisan budaya bangsa.

4. Perlu diadakannya kolaborasi atau kerjasama dengan Perpustakaan Nasional mengingat kendala yang dihadapi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara tidak dapat melakukan konservasi terhadap naskah-naskah yang terbuat dari kertas.

Daftar Pustaka

Astuti, Panti. 2013. Pelestarian Bahan Pustaka. Medan: Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

__________. 2013. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pustaka. Medan: Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

Atiek, dkk. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pustaka dan Cara

Penanggulangannya. Di poskan

dalam

(48)

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas Seksi Filologi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Madah Yogyakarta.

Basuki, Sulistyo. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ginting, Kontak. 2002. Pelaksanaan Pemeliharaan Bahan Pustaka Pada Perpustakaan USU. Medan: Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

Hasugian, Jonner. 2009. Dasar-dasar Perpustakaan dan Informasi, Medan: Penerbit USU Press.

Herman, V.J. 1990. Pedoman Konservasi Koleksi Museum. Jakarta: Depdiknas.

Jamridafrizal. 2009. Pelestarian Bahan

Pustaka.

Martoatmodjo, Karmidi. 1993. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka.

Purwono. 2010. Dokumentasi. Yogyakarta: Penerbit Garaha Ilmu.

Rozak, Muhammad, dkk. 1995. Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Sunarno. 1993. Petunjuk Praktek Konservasi Koleksi Museum. Jakarta: Direktorat Permuseuman Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Definisi Naskah Menurut Beberapa Para Ahli termuat dalam 30/05/2014 pukul 11:50 WIB.

(49)

Lampiran 1

(50)
(51)

Naskah Batak yang baru selesai di konservasi dengan mengolesi Aceton dicampur dengan Sitrunella Oil (minyak sereh) pada permukaan naskah

(52)

Naskah Islam dan Melayu yang berisis tentang fiqih, ilmu nahwu, tasauf, ikhlas dalam beramal, hikmah mengerjakan solat, sabar atas bala, dan lainnya.

(53)
(54)

Naskah Daun Lontar berbahasa sansekerta yang berasal dari Bali dan NTB pada ruang pameran Museum Negeri Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar

Tabel 1: Jenis Koleksi dan Status Kepemilikan Museum Negeri Provinsi
Tabel 2: Kegiatan Rutin Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka menjadi bersih, bebas dari debu, jamur, binatang perusak, sumber dan sarang dari berbagai penyakit, sehingga pemakai maupun

Hasil budaya masa lampau yang terungkap dalam sastra lama dapat. dibaca dalam peninggalan yang berupa tulisan

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat

Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara medis penggunaannya

Kata-kata yang berasal dari bahasa asing, nama orang dan tempat asing, serta kata-kata benda asing, nama binatang dan tumbuh-tumbuhan, kata-kata yang menirukan sesuatu bunyi

No.Inv.943/07124/2075 Koleksi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara,. Medan :

Pengujian fitokimia pada tumbuhan beracun yang ditemukan menunjukan bahwa tumbuhan Sempuyung ( Hibiscus heterophyllus ) dan Krisan ( Crhysantemum Sp. ) mengandung

ambil, bagi mereka naskah kuno mengandung nilai mistis, apalagi naskah kuno merupakan tradisi turun temurun dan adanya nilai budaya yang tersirat di dalamnya.