BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Kepustakaan yang relevan
1.1.1 Transliterasi
Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan
teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah
lama dalam sastra Indonesia dan sastra daerah sebagian besar ditulis dengan
huruf Arab atau huruf daerah. Dalam rangka penyuntingan teks yang ditulis
dengan huruf Arab atau huruf daerah itu perlu terlebih dahulu teks itu
ditransliterasikan ke huruf lain.
Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari
abjad yang satu ke abjad yang lain. Misalnya, pengalihan huruf dari huruf
Arab-Melayu ke huruf Latin atau dari huruf Jawa ke huruf Latin atau sebaliknya
(Djamaris 2002:19).
Transliterasi didefinisikan sebagai pemindahan dari satu tulisan ke
tulisan lain; transliterasi lebih disukai daripada transkripsi yang hanya menyalin
dari satu tempat ke tempat lain (Robson 1994:24).
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001)
Ketiga pengertian transliterasi diatas memiliki makna yang sama,
sehingga dapat disimpulkan bahwa transliterasi adalah pengalihan huruf dari
lama dalam naskah khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan
ciri ragam bahasa lama dipertahankan bentuk aslinya, tidak disesuaikan
penulisannya dengan penulisan kata menurut Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), supaya data mengenai bahasa lama dalam naskah itu tidak hilang. Tugas
pokok kedua ialah menjanjikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku
sekarang. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi
naskah.
1.1.2 Naskah
Yang dimaksud dengan naskah disini adalah semua bahan tulisan tangan
peninggalan nenek moyang yang ditulis pada kertas, lontar, kulit kayu, dan
rotan. Tulisan tangan pada kertas itu biasanya dipakai pada naskah-naskah yang
berbahasa Melayu dan yang berbahasa Jawa. Lontar banyak dipakai pada
naskah-naskah berbahasa Jawa dan Bali, kulit kayu, bambu dan tulang biasa
digunakan pada naskah-naskah berbahasa Batak. Dalam bahasa Latin, naskah ini
disebut codex, dalam bahasa Inggris disebut manuscript, dan dalam bahasa
Belanda disebut handscrift.
Naskah merupakan perbendaharaan pikiran dan cita-cita para nenek
moyang kita. Dengan mempelajari naskah-naskah itu kita bisa mendekati dan
menghayati pikiran serta cita-cita yang dulu menjadi pedoman kehidupan
Baried (1977:20) mengatakan bahwa naskah merupakan tulisan tangan
yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya
bangsa masa lampau.
Naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia).
Naskah mengandung isi bermacam-macam, diantaranya naskah mengandung unsur peristiwa penting dalam sejarah, sikap dan pikiran serta perasaan masyarakat, ide kepahlawanan, sikap bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Ada pula naskah yang menguraikan sistem pemerintahan, tata hukum, adat istiadat, kehidupan keagamaan, ajaran moral, perihal pertunjukan beserta segenap peralatannya (Darusuprapta 1995:137).
Dari ketiga pengertian naskah diatas, dapat disimpulkan bahwa naskah
ialah tulisan tangan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, sebagai
hasil budaya pada masa lampau.
Mengingat bahan naskah seperti tersebut di atas, jelaslah bahwa naskah
itu tidak dapat bertahan beratus-ratus tahun tanpa pemeliharaan yang cermat dan
perawatan yang khusus sebagaimana dapat kita jumpai diluar negeri.
Pemeliharaan naskah agar tidak cepat rusak dapat dilakukan dengan cara
mengatur suhu udara tempat naskah itu disimpan,sehingga naskah tidak cepat
lapuk, melapisi kertas-kertas yang sudah lapuk dengan kertas yang khusus untuk
itu sehingga kertas bisa kuat kembali, dan menyemprot naskah-naskah itu dalam
jangka waktu tertentu dengan bahan kimia yang dapat membunuh bubuk-bubuk
yang memakan kertas itu.
Cara lain yang dilakukan untuk memelihara naskah ini adalah memotret
Usaha ini cukup banyak dilakukan. Dapatlah dibayangkan bahwa apabila
naskah-naskah tidak dirawat dengan cermat akan cepat sekali hancur dan tidak
bernilai lagi sebagai warisan budaya nenek moyang.
Semua teks di dalam naskah itu dianggap sebagai hasil sastra lama atau
sastra tradisional dan isi naskah itu bermacam-macam. Isi naskah itu ada yang
tidak dapat digolongkan dalam karya sastra seperti undang-undang,
adat-istiadat, cara membuat obat, dan cara membuat rumah. Sebagian besar isi naskah
dapat digolongkan dalam karya sastra dalam pengertian khusus, seperti
cerita-cerita dongeng, legenda, mite, pantun, syair, dan gurindam.
2.2 Teori Yang Digunakan
2.2.1 Filologi
Filologi berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari dua kata philos dan
logos. Philos artinya cinta dan logos artinya kata, ilmu. Jadi, secara harafiah
filologi berarti ‘cinta kata’ atau cinta kata-kata. Ada beberapa pendapat ataupun
batasan tentang filologi yang dapat dipakai sebagai acuan pada penelitian ini.
Baried (1985:2) mengatakan, “filologi merupakan sebuah studi yang
diperlukan untuk satu upaya yang dilakukan terhadap peninggalan masa
lampau”.
August (dalam Friska 2014:11) mengatakan, “Filologi berarti ilmu
pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang”.
Mario (dalam Friska 2014:11) mengatakan, “Filologi merupakan ilmu
sekarang dan apabila studinya dikhususkan kepada teks, teks tua filologi
memperoleh pengertian semacam ilmu linguistik historis”.
Dari ketiga pengertian filologi di atas, dapat disimpulkan bahwa filologi
adalah ilmu pengetahuan yang dikhususkan kepada teks terhadap peninggalan
masa lampau. Penelitian filologi secara khusus berfokus pada teks dan naskah.
Penelitian filologi yang berfokus pada teks disebut kritik teks atau tekstologi.
Penelitian filologi yang berfokus pada naskahnya atau bahan yang digunakan
untuk menuliskan teks itu disebut kodekologi.
Pengertian filologi ini kemudian berkembang dari pengertian cinta pada
kata-kata menjadi cinta pada ilmu. Filologi tidak hanya sibuk dengan kritik teks,
serta komentar penjelasannya, tetapi juga ilmu yang menyelidiki kebudayaan
suatu bangsa berdasarkan naskah. Objek yang dikaji tetap sama, yaitu naskah.
Dari penelitian filologi, kita dapat mengetahui latar belakang agama,
adat-istiadat, dan pandangan hidup suatu bangsa sesuai dengan isi naskah.
Untuk dapat mengetahui isi naskah dengan baik, penulis harus
mengetahui dan memahami metode penelitian yang harus digunakan dalam
menelaah suatu naskah. Dalam meneliti sebuah naskah, penulis pun harus
memperhatikan metode yang tepat yang dapat digunakan dalam menganalisis
suatu teks. Oleh karena itu, tulisan ini disusun dengan tujuan untuk memberikan
pemahaman tentang metode-metode atau langkah-langkah yang digunakan oleh
Penulis menggunakan beberapa tahap metode untuk mendapatkan hasil
analisis yang baik dalam menelaah naskah. Yaitu, penulis melakukan
pengumpulan naskah, kemudian melakukan kritik teks dan merekonstruksi teks.
2.2.2 Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian filologi ada beberapa macam
sesuai dengan tahapan/proses penelitian. Tahap pertama ialah pengumpulan data
yang berupa inventarisasi naskah. Data penelitian filologi berupa naskah-naskah.
Pengumpulan data itu dilakukan dengan metode studi pustaka. Sumber data
penelitian ini adalah katalogus naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan
universitas dan museum.
Di samping katalogus, sumber data lain adalah buku atau daftar naskah
yang terdapat di perpustakaan, museum, instansi lain yang menaruh perhatian
terhadap naskah.
Metode pengumpulan data yang kedua adalah metode studi lapangan
(field research). Naskah tidak hanya tersimpan di perpustakaan atau museum,
tetapi juga terdapat di kalangan masyarakat. Ada segolongan orang yang
menganggap naskah sebagai benda yang sangat berharga, benda pusaka
sehingga benda itu dikeramatkan. Untuk itu, naskah disimpannya baik-baik dan
tidak boleh dibaca oleh sembarang orang. Untuk membaca naskah itu
kadang-kadang disertai upacara-upacara tertentu. Naskah yang sering dianggap benda
keturunan, naskah berisi mantera, naskah berisi cara membuat obat-obatan, dan
naskah keagamaan.
Ada kalanya naskah tersimpan di tempat-tempat pendidikan, seperti
pesantren, serta tempat-tempat acara kesenian. Tokoh masyarakat atau
budayawan ada kalanya juga menyimpan naskah-naskah ini.
2.2.3 Metode Kritik Teks
Metode kritik teks adalah sebuah metode untuk menafsirkan naskah
dengan memperhatikan bagian-bagian suatu teks secara mendalam. Metode
kritik teks ini dibagi menjadi metode intuitif, objektif, gabungan, landasan, dan
edisi naskah tunggal, namun metode yang digunakan ialah metode edisi naskah
tunggal sehingga yang dijelaskan penulis adalah metode edisi naskah tunggal.
Metode Edisi Naskah Tunggal
Apabila hanya ada naskah tunggal dari suatu tradisi sehingga
perbandingan tidak mungkin dilakukan, dapat ditempuh dua jalan, yaitu :
a. Edisi Diplomatik, yaitu menerbitkan satu naskah seteliti-telitinya tanpa
mengadakan perubahan. Edisi diplomatik yang baik adalah hasil
pembacaan yang teliti oleh seorang pembaca yang ahli dan
berpengalaman. Dalam bentuknya yang paling sempurna, edisi
diplomatik adalah naskah asli direproduksi fotografis. Hasil reproduksi
fotografis itu disebut juga faksimile. Dapat juga penyunting membuat
teoritis, metode ini paling murni karena tidak ada unsur campur tangan
dari pihak editor. Namun, dari segi praktis kurang membantu pembaca.
b. Metode Standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan
kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakjegan, sedang ejaannya disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku. Diadakan pembagian kata, pembagian
kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi, dan diberikan pula komentar
mengenai kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang tepat dilakukan
atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan
dengan naskah-naskah sejenis dan sezaman. Semua perubahan yang
diadakan dicatat ditempat yang khusus agar selalu dapat diperiksa dan
diperbandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan
penafsiran lain oleh pembaca. Segala usaha perbaikan harus disertai
pertanggungjawaban dengan metode rujukan yang tepat.
2.2.4 Rekonstruksi Teks
Berdasarkan pengertian bahwa salah satu bacaan salah, maka yang salah
ini dibetulkan menurut bacaan yang benar, yang terdapat dalam naskah-naskah
lain. Apabila terdapat perbedaan bacaan dalam jumlah naskah yang sama
sehingga tidak ada bacaan mayoritas yang dianggap benar, pembetulan
dilakukan berdasarkan pengetahuan dari sumber lain sehingga bacaan yang satu
dibetulkan dengan mengikuti bacaan yang lain.
sumber lain supaya mendekati bacaan asli yang ‘hipotesis’. Teks yang sudah
direkonstruksikan atau di pugar dipandang paling dekat dengan teks yang ditulis