PENGUJIAN KADAR NATRIUM SAKARIN PADA SAUS CABAI YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
TUGAS AKHIR
Oleh:
ANIS AMANDA NIM 182410048
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengujian Kadar Natrium Sakarin Pada Saus Cabai Yang Beredar Di Kota Medan Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.
Tujuan dilakukannya penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir yang disusun berdasarkan pengujian yang penulis lakukan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan.
Selama penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis megucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yaitu kepada :
1. Ibu Khairunnisa S.Si., M.Pharm., Ph.D, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Imam Bagus Sumantri, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan
nasihat dan bimbingan hingga Tugas Akhir ini selesai.
4. Teristimewa kepada keluarga terkasih yang selalu menopang : Jentu Jatmiko (ayah), Nurfarida Dwi Astuti (ibu), Irfan Damar Aji (adik), dan Hestining Rinanti (adik) yang senantiasa menopang dalam doa, memberi semangat dan motivasi serta mendukung penulis dalam keadaan apapun.
5. Sahabat-sahabat seperjuangan yang sangat luar biasa, yaitu: Aditya Baginda Marpaung, Cindy Manullang, Eka Anita Juniarti Sitorus, Estomihi Siallagan, Gabriel May Angelita Br Tarigan, Jimmy Semsion Sembiring, Theresia Rotua Br Simanjuntak, dan Yenita Situmorang terima kasih buat persahabatan yang terjalin selama ini dan terima kasih buat segala bantuan semangat dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini maupun dalam kuliah selama ini.
6. Teman-teman mahasiswa DIII Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2018, Keluarga asuh dan HIMAFA untuk kebersamaan, kerjasama dan semangat hingga pada saat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini kurang dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Medan, 2021 Penulis
Anis Amanda NIM 182410048
PENGUJIAN KADAR NATRIUM SAKARIN PADA SAUS CABAI YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI (KCKT) ABSTRAK
Latar Belakang : Salah satu olahan cabai yang digemari masyarakat yaitu saus cabai.
Saus berfungsi sebagai campuran bumbu, penambah cita rasa dan selera pada makanan serta sebagai pelengkap hidangan. Natrium sakarin merupakan bahan pemanis yang digunakan dalam makanan dan minuman. Namun, seringkali produsen tidak memperhatikan kadar pemanis yang digunakan. Dilakukan pengujian kadar natrium sakarin untuk memastikan kadar natrium sakarin aman untuk dikonsumsi.
Karena penggunaan natrium sakarin dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan berbagai macam gangguan pada kesehatan.
Tujuan : Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kadar natrium sakarin saus cabai kemasan merek x,y,dan z.
Metode Penelitian : Pengujian kadar natrium sakarin pada saus cabai yang dijual di Pajak Sore Kota Medan dilakukan di Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan. Sampel yang digunakan dalam pengujian ini adalah saus cabai kemasan merek x,y,dan z yang berasal dari lokasi Pajak Sore Padang Bulan, Medan. Penentuan kadar natrium sakarin dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kineja Tinggi (KCKT) sesuai dengan prosedur yang digunakan di laboratorium pangan BPOM Medan dan juga sesuai dengan panduan Metode Analisis (MA) tahun 2013.
Hasil : Hasil pengujian kadar natrium sakarin pada saus cabai kemasan merek x,y,z didapatkan hasil negatif .
Kesimpulan : Kadar natrium sakarin yang didapat pada pengujian ini memenuhi persyaratan kadar batas maksimum yang ditentukan oleh PerBPOM (Peraturan Balai Pegawas Obat dan Makanan) No. 11 Tahun 2019 yaitu 160 mg/Kg berat produk.
Kata Kunci : Natrium sakarin, saus cabai, kromatografi cair kinerja tinggi
DAFTAR ISI
PENGESAHAN TUGAS AKHIR ... i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Saus ... 4
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Saus Cabai ... 5
2.1.2 Manfaat Saus ... 6
2.2 Bahan Tambahan Pangan ... 7
2.2.1 Bahan Pemanis ... 8
2.2.2 Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis... 11
2.3 Kromatografi ... 12
2.3.1 Identifikasi Natrium Sakarin secara KCKT ... 13
2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 13
2.3.3 Instrumentasi KCKT ... 14
BAB III METODE PENGUJIAN ... 19
3.1. Jenis Penelitian ... 19
3.2 Waktu dan Tempat Pengujian ... 19
3.3 Pengambilan Sampel ... 19
3.4 Alat dan Bahan ... 19
3.4.1 Alat ... 19
3.3.2 Bahan-Bahan ... 20
3.5 Prosedur Kerja ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1. Hasil Data... 23
4.1.1. Data Sampel ... 23
4.1.2 Kromatogram Baku dan Sampel ... 23
4.2. Perhitungan ... 26
4.3 Pembahasan ... 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
LAMPIRAN ... 33
DAFTAR TABEL
No. Tabel Hal
1. Tabel 4.1 Data Larutan Baku Natrium Sakarin ... 23
2. Tabel 4.2 Hasil KCKT Larutan Baku Natrium Sakarin ... 24
3. Tabel 4.3 Hasil KCKT yang diperoleh pada sampel x ... 25
4. Tabel 4.4 Hasil KCKT yang diperoleh pada Sampel y ... 25
5. Tabel 4.5 Hasil KCKT yang diperoleh pada sampel z ... 26
6. Tabel 4.6 Data Larutan Baku Natrium Sakarin Least Square ... 26
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Hal 1. Bagan 2.1 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 18
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Hal
1. Gambar 4.1 Kromatogram Baku ... 24
2. Gambar 4.2 Kromatogram Sampel Saus Cabai x ... 25
3. Gambar 4.3 Kromatogram Sampel Saus Cabai y ... 25
4. Gambar 4.4 Kromatogram Sampel Saus Cabai z ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Hasil Data Pengujian Pada Sampel Saus Cabai Kemasan ... 34
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Saat ini, industri makanan telah berkembang demikian pesat dengan proses pengolahan yang sangat maju. Bahkan dalam rumah tangga pun dalam pengolahan makanan sehari-hari orang telah menggunakan bahan-bahan tambahan. Zaman dahulu, hasil produksi suatu makanan hanya dapat dijual di dalam lingkungan yangsangat terbatas, tetapi sekarang sudah memungkinkan diedarkan ke seluruh dunia. Bahan tambahan tersebut dapat berupa bahan pengawet, bahan pemanis buatan, penyedap rasa, dan bahan pewarna (Irianto, 2004).
Pecinta makanan pedas selalu mengharapkan adanya cabai pada setiap jenis makanan yang dikonsumsi, akan tetapi membawa cabai utuh setiap saat merupakan hal yang tidak mudah. Seiring dengan kemajuan teknologi pengolahan pangan, cabai dapat diolah menjadi produk yang lebih praktis.
Salah satu olahan cabai yang digemari masyarakat yaitu saus cabai. Saus berfungsi sebagai campuran bumbu, penambah cita rasa dan selera pada makanan serta sebagai pelengkap hidangan seperti bakso, mi ayam dan lainnya (Nafisafallah,2015).
Pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Meskipun telah banyak ditemukan pemanis sintetik, tetapi hanya beberapa saja yang boleh dipakai dalam bahan makanan. Penggunaan pemanis sintetik dalam jumlah berlebih dari yang dipersyaratkan akan menimbulkan risiko bagi konsumen (Wahyuni,2013).
Penggunaan pemanis buatan sudah diizinkan penggunaannya, dan tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
208/Menkes/Per/IV/1985 adalah siklamat, sakarin dan aspartam. Sakarin dan siklamat digunakan bagi seseorang yang melakukan diet gula, karena menghasilkan kalori yang rendah (Arini, 2018).
Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, seperti: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (nonvolatil), penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion, isolasi dan pemurnian senyawa-senyawa dalam jumlah banyak dan dalam skala proses industri.(Gandjar dan Rohman, 2007).
Dengan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membuat tugas akhir ini dengan judul “Pengujian Kadar Natrium Sakarin Pada Saus Cabai Yang Beredar Di Kota Medan Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini :
1. Untuk menguji kadar natrium sakarin dalam sampel saus cabai yang beredar di Kota Medan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
2. Untuk mengetahui apakah kadar natrium sakarin pada sampel saus cabai merek x, y, dan z sudah sesuai persyaratan PerBPOM (Peraturan Balai Pegawasan Obat dan Makanan) No. 11 Tahun 2019.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan di Akademi Analisis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi di Universitas Sumatera Utara, Untuk menambah wawasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta memberikan pengalaman kepada penulisdan pembaca dalam melakukan
riset, dan untuk menambah informasi serta wawasan kepada masyarakat terkait adanya bahan tambahan pangan, khususnya kadar natrium sakarin, yang terkandung di dalam saus cabai yang beredar di Kota Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Saus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Saus adalah kuah yang kental berisi bumbu berupa bahan tertentu seperti tomat, cabai dan lain-lain yang berguna sebagai penyedap makanan atau pasangan kue atau lauk. Dalam arti luas, saus berarti produk makanan yang berbentuk pasta dengan aroma yang khas buah atau bumbu tertentu.
Jadi, saus biasanya merupakan bahan penyedap dan penambah rasa pada makanan tertentu untuk meningkatkan cita rasanya. Misalnya saus tomat yang dibuat dari buah tomat masak ditambah gula, garam, cuka, rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis. Bahkan mungkin ditambahkan bawang bombai, seledri, dan sayuran lain.
Dengan penambahan bahan-bahan itu, akan saling melengkapi sehingga dapat tercipta aroma yang sedap, pedas, asam, dan manis (Majid,2008).
Saus adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah) mempunyai aroma dan rasa yang merangsang. Walaupun mengandung air dalam jumlah yang besar, namun saus mempunyai daya simpan yang cukup panjang karena mengandung asam, gula, garam dan mungkin zat pengawet.
Masyarakat Indonesia telah mengenal saus tomat dan biasa mengonsumsinya sebagai bahan penyedap makanan karena rasanya yang khas dan diminati masyarakat. Produk- produk saus tidak hanya dijual di pasar tradisional, tetapi juga di supermarket (Majid,2008).
Keuntungan saus yang diproduksi oleh pabrik makanan adalah dalam penggunaannya siap saji (tinggal tuang) ke dalam masakan serta masyarakat mudah memperolehnya dengan mudah, cepat dan awet (tahan lama). Namun, kelemahannya adalah tidak semua jenis masakan cocok dengan jenis saus tersebut, sehingga bagi orang yang memperhatikan rasa makanan, mereka perlu menambahkan bumbu-bumbu
pelengkap yang lain. ( Majid,2008).
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Saus Cabai 2.1.1.1 Faktor Bahan
Cabai segar adalah cabai yang matang dan merah merata, masih dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak cacat atau rusak dan bebas hama penyakit . Kondisi matang penuh diperlukan agar cabai bubuk yang dihasilkan mempunyai aroma yang kuat dan tekstur yang baik (Deptan,2009).
Air yang digunakan dalam proses produksi baik saus harus memenuhi persyaratan air untuk diminum. Yaitu bersih, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, serta tidak mengandung unsur logam atau bahan kimia serta bibit penyakit yang membahayakan manusia dan memiliki derajat kesadahan nol. Air berupa air sehat biasa yang berupa air mineral digunakan untuk penambahan saus lebih cair (Majid,2008)
Pengental sebetulnya hanya berguna sebagai campuran adonan agar saus kelihatan lebih banyak. Untuk membuat sari menjadi kental diperlukan waktu pemanasan yang relatif lama, sehingga seluruh zat gizi yang terkandung didalamnya bisa rusak. Oleh karena itu dalam pembuatan saus perlu dibantu dengan bahan pengental (Majid,2008).
Bahan pengental alami berasal dari hasil pertanian yang memiliki kandungan seperti pektin dalam buah pepaya dan ubi jalar, tepung maezena, kasein dalam susu, dan agar-agar dalam rumput laut (mengandung yodium). Perusahaan saus yang terletak didaerah pertanian dengan hasil pertanian seperti tersebut, sangat cocok menggunakan pengental alami karena biasanya cukup murah dan mudah diperoleh.
Dengan penambahan itu, akan menekan biaya produksi sekalipun sedikit mempengaruhi aroma dan harga jualnya di masyarakat (Majid,2008).
Bahan pengental kimiawi sintesis (buatan) yang sering digunakan adalah CMC (carboxy methyl cellulosa). Kekentalannya baru tampak bila berada pada suhu rendah.
Pada CMC tidak menggandung unsur-unsur yang bermanfaat bagi kesehatan serta harganya cukup mahal (Majid,2008).
2.1.1.2 Faktor Alat
Kebutuhan alat, bahan, dan teknologi pengolahan sangat menentukan kualitas dan kuantitas saus yang dibuat. Proses pembuatan saus dan pengalengannya dapat dilakukan menggunakan alat, bahan, serta cara tradisional. Namun demikian kualitas saus yang akan dihasilkan umumnya akan menghabiskan waktu uang cukup lama dan mungkin mutu hasilnya kurang baik. Oleh karena itu, agar dapat mempercepat waktu pengerjaan dan hasil yang baik, perlu dilengkapi dengan sarana peralatan baru yang lebih modern ( Majid,2008).
2.1.2 Manfaat saus
Saus dibuat karena memiliki manfaat dan diperlukan oleh masyarakat. Di antara manfaat saus tersebut adalah : (Majid,2008).
1. Sebagai bumbu masakan
Saus terbuat dari adonan beberapa bahan yang terdiri dari buah-buahan dan bumbu. Tentunya kedua hal ini sangat erat dengan masalah masakan dan makanan.
Memang benar, manfaat terbesar dari saus adalah sebagai bumbu tambahan dalam masakan. Berbagai aroma yang disediakan sanggup manambah aroma khas pada hidangan makanan. Hampir semua jenis mie ayam, bakso, tahu goreng, kue, lauk dan berbagai jenis masakan tidak terlepas dari kehadiran saus ini. Setiap pembeli mie ayam atau bakso pasti minta disediakan saus setiap kali dia menyantapnya. Benar-benar bumbu yang yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan karena melekat eratnya mie ayam dengan saus, maka bumbu saus disediakan gratis setiap kali pembelian mie ayam.
2. Sebagai Pendamping Makan
Dalam kondisi darurat pun, saus dapat dijadikan teman pendamping nasi putih.
Lebih lengkap lagi jika disertai dengan sambal, krupuk atau kubis. Sepiring nasi putih, yang dituangi saus akan habis terlahap lantaran rasa lapar bercampur nafsu makan yang mulai terangsang. Aroma sedap buah tomat dan bahan lainnya menambah kenikmatan makanan yang dihidangkan.
3. Cara Alternatif Pengawetan Buah/Tanaman sayur
Buah tomat, pepaya, ubi jalar dan tanaman sayur yang telah susah payah dibudidayakan oleh petani, teramat disayangkan jika membusuk atau rusak akibat terlalu lama disimpan. Oleh karena itu perlu diawetkan dengan cara tertutup dalam sachet, botol kaca atau plastik serta pengalengan. Setelah mengalami proses pembuatan dan penggalengan biasanya saus akan mampu bertahan awet selama 2-3 bulan selama botol belum dibuka (Majid,2008).
2.1 Bahan Tambahan Pangan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76 yang dimaksud dengan aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Termasuk ke dalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental. (Winarno, 1992).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, bahan tambahan makanan yang aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan dosis maksimum penggunaaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan makanan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat
pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).
Bahan tambahan pangan juga merupakan bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. Bahan tambahan pangan pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian bahan tambahan pangan secara optimal (Syah, 2005).
2.2.1 Bahan Pemanis
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan, Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan (Depkes,2012).
Pemanis alami adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi seperti: Sorbitol, sorbitol sirup, manitol, isomalt/isomaltitol, glikosida steviol, maltitol, maltitol sirup, laktitol, silitol, eritritol (Depkes,2012).
Pemanis buatan adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam seperti : asesulfam-K, aspartam, asam siklamat, kalsium siklamat, natrium siklamat, sakarin, kalsium sakarin , kalium sakarin, natrium sakarin, sukralosa, neotam (Depkes, 2012).
Zat pemanis sintetis (buatan) merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis
berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan subtitusi pemanis utama (Cahyadi,2012).
2.2.1.1 Natrium Sakarin
Sakarin adalah zat aditif berupa pemanis buatan yang tidak memiliki sumber energi makanan dan jauh lebih manis dari sukrosa, tetapi memiliki rasa pahit atau logam, terutama pada konsentrasi tinggi. Nama sakarin sendiri berasal dari saccharine yang artinya berkaitan atau mirip dengan gula (Rohman, A, 2011).
Dalam bentuk asam, sakarin tidak larut dalam air. Bentuk yang digunakan sebagai pemanis buatan biasanya garam natrium. Garam kalsium terkadang digunakan juga, terutama bagi mereka yang membatasi asupan natrium makanan (Rohman, A, 2011).
Rasa manis disebabkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus hidroksi (OH), beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Perubahan yang kecil dalam struktur kimia dapat merubah rasa dari senyawa tersebut, misalnya rasa manis menjadi pahit atau hambar. Penambahan gugus nitro pada posisi meta akan membuat senyawa menjadi sangat pahit sedangkan subtitusi gugus metil pada imino menghasilkan senyawa yang hambar (Zuhra, 2006).
2.2.1.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Nama Resmi : Saccharinum Natricum.
Nama Lain : Natirum Sakarin.
Pemerian : Hablur, putih; tidak berbau atau agak aromatik; sangat manis.
RM/BM :C7H5NO3S / 183,18.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 50 bagian etanol (95%) p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Depkes RI, 1979).
2.2.1.1.2 Kegunaan
Sakarin umumnya digunakan sebagai pemanis pada makanan dan minuman.
Sakarin biasanya digunakan bersama dengan aspartam dalam minuman penurun berat badan berkarbonasi, sehingga harus memiliki rasa manis tertentu, karena aspartam memiliki umur simpan yang relatif singkat. Sakarin dianggap sebagai penemuan penting, terutama bagi penderita diabetes, karena masuk ke dalam tubuh manusia secara langsung melalui sistem pencernaan manusia tanpa dicerna (Rohman, A, 2011).
Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup tinggi, yaitu kita-kira 200-700 kali sukrosa 10%. Di samping rasa manis, sakarin juga mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah dari proses sintetis. Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, nonkarsinogenik, nilai kalori rendah, dan harganya relatif murah, selain itu sakarin banyak digunakan untuk mengganti sukrosa bagi penderita diabetes melitus atau untuk bahan pangan yang berkalori rendah (Cahyadi,2012).
2.2.1.3 Dosis
Sesuai persyaratan yang di atur di PerBPOM (Peraturan Balai Pegawasan Obat dan Makanan) No. 11 Tahun 2019, tertulis bahwa pemakaian batas maksimum dari natrium sakarin ialah 160mg/kg berat produk, untuk produk saus dan sejenisnya.
2.2.1.4 Efek Samping
Natrium sakarin didalam tubuh tidak mengalami metabolisme sehingga diekskresikan melalui urine tanpa perubahan kimia. Beberapa penelitian mengenai dampak konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan hasil yang
konvensional. Hasil penelitian National Academy of Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi, ada penelitian lain menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan.
Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker kantong kemih. Sejak saat itu sakarin dilarang digunakan di Kanada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dengan mencantumkan label peringatan. Akan tetapi hal ini menimbulkan kontroversi, karena adanya penjelasan bahwa tikus-tikus yang dicoba di Kanada diberikan dengan dosis yang sangat tinggi, yaitu kira kira ekuivalen dengan 800 kaleng diet soda per hari (Cahyadi,2012).
Penggunaan pemanis sintetis dalam jumlah yang berlebihan sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan efek merugikan bagi kesehatan, seperti penyakit syaraf, insomnia, hipertensi dan kanker otak (Devitria & Sepriyani, 2018).
Penggunaan pemanis buatan yang berlebihan dapat menyebabkan kanker kandung kemih. Dari berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika, bahwa efek tidak langsung bahan pemanis buatan ini sebagai penyebab kanker dalam waktu relatif lama. Pada binatang percobaan terlihat sakarin bersifat racun bagi janin (Cahyadi, 2009).
2.2.2 Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis
Tujuan Penggunaan Pemanis Sintetis ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai : (Cahyadi,2012)
a. Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes melitus disarankan menggunakan pemanis sintetis untuk menghindari bahaya gula.
b. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama
masukan kalori per harinya. Pemanis sintetis merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori.
c. Sebagai penyalut obat. Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenangkan, karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan untuk menyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal.
d. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan pemanis sintetis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi.
e. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintetis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi, karena pemanis sintetis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang di produksi di alam (Cahyadi,2012).
2.2 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia (analit) yang berdasarkan pada perbedaan migrasi/ distribusi masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam (stationary phase) dibawah pengaruh fase gerak (mobile phase), fase gerak dapat berupa gas atau zat cair dan fasa diam dapat berupa zat cair atau zat padat (Susanti dan Dachriyanu, 2017).
Pada awal penggunaannya kromatografi cair dilakukan dalam kolom kaca bergaris tengah besar pada kondisi atmosfer yang memerlukan waktu analisis panjang dan keseluruhan tata kerja menjemukan. Perhatian makin besar dicurahkan pada pengembangan kromatografi cair sebagai cara yang melengkapi kromatografi gas. Para ilmuwan yakin bahwa efisiensi kolom dapat ditingkatkan dengan pengurangan ukuran partikel fase diam. Pada akhir tahun 1960-an teknologi untuk menghasilkan kemasan dengan partikel berdiameter 3 – 10 µm telah berkembang. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT/HPLC) atau High Performance Liquid Crhomatography berkembang dari usaha tersebut. Sekarang kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik pemisahan yang lebih baik dimana banyak keputusan telah dibuat dan aplikasi jauh lebih banyak dibandingkan dengan kromatograi gas (Susanti dan Dachriyanu, 2017).
2.2.2 Identifikasi Natrium Sakarin Secara KCKT
Ada beberapa metode yang dapat digunakan pada penetapak kadar natrium sakarin, antara lain metode asidi-alkalimetri, spektrofotometri UV dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode KCKT merupakan metode yang tepat digunakan pada analisis senyawa multikomponen, karena KCKT merupakan metode pemisahan sekaligus mengidentifikasi senyawa dalam sampel yang berupa campuran. Prinsip penetapan kadar natrium sakarin didasarkan adanya gugus kromofor yang bertanggung jawab atas penyerapan sinar ultraviolet. Natrium sakarin dapat ditetapkan secara KCKT menggunakan UV detektor, karena memiliki gugus kromofor dan ausokrom. Analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan perbandingan tinggi atau luas puncak kromatogram senyawa sampel terhadap senyawa pembanding. Menghitung luas puncak lebih baik dan teliti bila digunakan untuk analisis kuantitatif (Rusmaryani,2005).
2.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Prinsipnya yaitu suatu fase gerak cair dipompa di bawah tekanan melalui kolom baja yang mengandung partikel-partikel fase diam dengan diameter 3-10 µm. Analit
pemisahan suatu campuran berlangsung sesuai dengan lamanya waktu relatif yang dibutuhkan oleh komponennya di dalam fase diam. Perlu diperhatikan bahwa semua komponen di dalam campuran membutuhkan waktu yang kurang lebih sama dalam fase gerak agar dapat keluar dari kolom. Pemantauan eluen kolom dapat dilakukan dengan berbagai detektor. (Watson, 2007).
Keunggulan metoda ini dibanding metoda pemisahan lainnya terletak pada ketepatan analisis dan kepekaan yang tinggi serta cocok untuk memisahkan senyawa- senyawa nonvolatile yang tidak tahan pada pemanasan. Peningkatan kecepatan dan efisiensi pemisahannya terkait dengan peningkatan performa kolomnya yang menggunakan kolom dengan ukuran dimensi dan partikel yang jauh lebih kecil dari kolom yang dipakai pada kromatografi kolom konvensional, sehingga agar fase gerak dapat mengalir pada kolom, fase gerak dipompa dengan tekanan tinggi. Di samping itu, kinerja tingginya dalam analisis didukung dengan adanya berbagai sistem deteksi dengan kepekaan tinggi yang dapat diintegrasikan dengan sistem kromatografinya (Susanti dan Dachriyanu, 2017).
2.2.4 Instrumentasi KCKT
1. Reservoir fase gerak dan system treatment pelarut
Peralatan KCKT modern dilengkapi dengan satu atau beberapa reservoir pelarut yang terbuat dari kaca atau stainless steel yang mampu memuat 200 sampai 1000 mL pelarut. Reservoir dilengkapi dengan suatu alat degasser yang dapat menghilangkan gas terlarut pada fase gerak (biasanya oksigen dan nitrogen) yang mengganggu analisis karena dapat membentuk gelembung pada kolom dan sistem detektor. Degasser terdiri dari suatu pompa vakum, sistem destilasi, alat pemanas dan suatu sistem pengaduk pelarut (Susanti dan Dachriyanu, 2017).
Reservoir juga dilengkapi dengan penyaring milipore yang mampu menyaring partikel-partikel halus pada pelarut. Hal ini penting karena partikel halus dapat menimbulkan kerusakan (menyumbat) system injector, pompa dan juga kolom.
Biasanya sebelum dimasukkan ke dalam reservoir pelarut fase gerak disaring dengan penyaring milipore dalam kondisi vakum (Susanti dan Dachriyanu, 2017).
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran buffer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran hidrokarbon dengan pelarut yang terklorinasi atau menggunakan pelarut- pelarut jenis alkohol (Susanti dan Dachriyanu, 2017).
2. Fase Diam
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Pompa
Berbagai pompa tersedia untuk kromatografi cair. Semuanya dirancang untuk mendorong berbagai pelarut melalui kolom yang dikemas rapat. Karena tekanan kolom terhadap aliran tinggi maka pompa harus bekerja pada tekanan tinggi, sering kali lebih besar dari 1000 psi.
Beberapa persyaratan sistem pompa KCKT : a. Mamberikan tekanan yang tinggi
b. Bebas dari pulsa
c. Memberikan kecepatan aliran 0,1 – 10 ml/menit
d. Aliran terkontrol dengan reprodusibilitas kurang dari 0,5%
e. Tahan karat, oleh karena itu seal pompa terbuat dari bahan baja atau teflon f. Dapat memberikan aliran sistem isokratik maupun gradient
(Susanti dan Dachriyanu, 2017).
4.Sistem Elusi
Sistem pompa KCKT sudah diprogram untuk dapat melakukan elusi dengan satu macam pelarut atau lebih. Terdapat dua sistem elusi pada KCKT yaitu :
a. Sistem elusi isokratik
Elusi isokratik didefinisikan sebagai suatu system elusi dimana kekuatan fase gerak dibuat tetap dari awal sampai akhir analasis. Pada sistem ini elusi dilakukan dengan satu macam pelarut pengembang atau lebih dari satu macam pelarut pengembang dengan perbandingan yang tetap. Misalnya metanol : air = 50% ; 50% v/v.
b. Sistem elusi gradien
Elusi gradient didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak selama analisis kromatografi berlangsung. Sistem elusi gradient dapat mempersingkat waktu retensi dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat dalam kolom. Pada sistem ini elusi dilakukan dengan pelarut pengembang campur yang perbandingannya berubah dalam waktu tertentu. Misalnya metanol : air = 40% : 60% v/v dengan kenaikan kadar metanol 8% setiap menit. Gradien dapat dihentikan sejenak atau dilanjutkan.
Keuntungan elusi gradient adalah sebagai berikut:
a. Mempersingkat total waktu analisis
b. Meningkatkan resolusi persatuan waktu tiap senyawa c. Memberikan peak yang tajam (ramping)
d. Meningkatkan sensitivitas 5.Injektor
Injeksi sampel untuk dianalisis dengan metoda KCKT merupakan tahap yang penting, karena meskipun kolom telah memadai hasil kromatogram yang ditampilkan tidak akan memadai kalau injeksi sampel tidak dilakukan dengan tepat. Kedaan ini akan menjadi suatu keharusan jika yang dituju adalah analisis kuantitatif dengan KCKT
(Susanti dan Dachriyanu, 2017).
6. Kolom
Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel, dengan bentuk lurus dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar. Kolom dapat dipanaskan agar dihasilkan pemisahan yang lebih efesien, akan tetapi suhu di atas 60o jarang digunakan, karena dapat menyebabkan terjadi penguraian fase diam ataupun penguapan fase gerak pada suhu yang lebih tinggi tersebut. Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan (Liquid Solid Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC (Susantidan Dachriyanu, 2017).
Kolom pada KCKT merupakan bagian yang sangat penting, sebab pemisahan komponen-komponen sampel akan terjadi di dalam kolom. Kolom KCKT dibuat dalam bentuk lurus yang dimaksudkan untuk efisiensi kolom, sehingga didapatkan harga H minimal (Susanti dan Dachriyanu, 2017).
7. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan pada KCKT untuk mendeteksi adanya komponen analit (analisis kualitatif) yang berhasil dielusi dari dalam kolom dan menentukan kadarnya (analisis kuantitatif). Secara umum detektor yang ideal untuk kromatografi cair harus memiliki semua karakteristik berikut :
• Memiliki sensitifitas yang memadai. Kisaran umum sensitifitas berkisar dari 10-8 hingga 10- 15gram zat terlarut per pembacaan
• Stabil dan memiliki keterulangan yang baik
• Respon yang linear terhadap kenaikan konsentrasi
• Waktu respon yang singkat
• Kemudahan pada penggunaan
• Memiliki volume internal yang kecil untuk mengurangi pelebaran puncak
Detektor UV-Vis merupakan detektor yang paling banyak dipakai, namun karena banyak analit yang diukur maka akan ada kecenderungan puncak kromatogram yang tidak terdeteksi dan juga akan ada pergeseran puncak-puncak kromatogram. Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan yaitu mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses. PDA memberikan lebih banyak informasi komposisi sampel dibanding dengan detektor UV-Vis. Dengan detektor ini pula dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan membandingkan antara spektra analit dengan spektra senyawa yang sudah diketahui. (Gandjar dan Rohman, 2007).
Bagan 2.1 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Lestari, 2009)
BAB III
METODE PENGUJIAN 3.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Sampel yang diuji diambil dari Pajak Sore Padang Bulan, Medan. Sampel yang digunakan merupakan produk yang sering digunakan oleh para pedagang pinggir jalan.
3.2 Waktu dan Tempat Pengujian
Pengujian kadar natrium sakarin pada saus cabai dilakukan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan yang beralamat di Jl. William Iskandar No. 2, Pasar V Barat Medan Estase, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Sedang, Sumatera Utara 20371, waktu percobaan dilakukan pada 7-11 Juni 2021.
3.3 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus cabai merek x,y,dan z yang berasal dari Pajak Sore Padang Bulan, Medan.
3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Alat
Aluminium Foil, corong, erlenmeyer (Pyrex Iwaki; 1000 mL, 2000 mL), gelas ukur (Pyrex Iwaki; 5 mL, 10 mL, 1000ml), kertas saring whatmann, labu ukur (Pyrex Iwaki; 5 mL, 10 mL, 25mL, 50mL), penyaring membran (0,45 μm), pH meter (Mettler Telode), pipet ukur (Pyrex Iwaki; 1 mL), pipet volume (Pyrex Iwaki; 2 mL, 4 mL, 6 mL), seperangkat alat KCKT (Shimadzu LC 20), sonikator (Power
Sonic 410), spatula, syringe filter, timbangan analitik (Sartonius), vial KCKT.
3.4.2 Bahan-Bahan
Akuabides (Derajat KCKT), baku pembanding natrium sakarin, dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4), kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), metanol pekat (Derajat KCKT), sampel saus cabai merek x,y, dan z.
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1 Pembuatan Pereaksi/ Fase Gerak ( Dapar Fosfat pH 6,8).
Ditimbang seksama sejumlah 0,68 g kalium dihidrogen fosfat (KH4PO4) dan 0,87 g dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4) dimasukkan kedalam labu tentukur 1 L dilarutkan dan diencerkan dengan aquabides sampai tanda. Dilakukan penyesuaian pH hingga 6,8 dengan bantuan asam fosfat (H2PO4) encer menggunakan pH meter.
3.5.2 Larutan Baku
Ditimbang saksama sejumlah lebih kurang 25 mg natrium sakarin, dilarutkan dalam labu tentukur 25 mL menggunakan larutan campuran metanol - air (60 : 40) hingga tanda. Diperoleh larutan baku induk/larutan induk baku I dengan konsentrasi masing-masing 1000 μg/mL. Dibuat larutan baku antara/lartutan induk baku II dalam pelarut air dengan kadar 100 μg/mL. Dibuat larutan baku kerja dalam pelarut air dengan rentang kadar 0,2 – 25 μg/mL (Larutan A)(Metode Analisis, 2013).
3.5.3 Larutan Uji
Ditimbang saksama sejumlah lebih kurang 2 g sampel yang telah homogen, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, ditambah aquadest hingga tanda, dikocok beberapa menit, didiamkan hingga padatan mengendap. Lapisan air dipisahkan dan disaring menggunakan kertas saring, filtrat dipipet 2 mL, diencerkan dengan aquadest hingga 10 mL. Larutan uji disaring menggunakan penyaring membran diameter pori 0,45 μm (Larutan B)(Metode Analisis, 2013).
3.5.4 Cara Penetapan
Disuntikkan larutan A dan B masing-masing secara terpisah dan ditetapkan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan kondisi sebagai berikut : kolom : C18 150 mm X 4,6 mm ukuran partikel 5 μm
fase gerak : metanol-dapar fosfat pH 6.8 (4:96) laju alir : 1,0 mL per menit
detektor : UV pada panjang gelombang 225nm volume penyuntikan : 20μL
(Metode Analisis, 2013) 3.5.5 Interpretasi Hasil
Kadar dalam sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar (mg/Kg) = 𝑪𝒔𝒑 𝒙𝑭
𝑾
Keterangan :
Csp : kadar sakarin yang diperoleh dari perhitungan menggunakan Persamaan garis y = bx + a (μg/mL)
F : Faktor pengenceran W : Bobot sampel (g)
(Metode Analisis,2013).
3.6 Persyaratan
Persyaratan batas maksimum natrium sakarin pada produk saus dan produk sejenis berdasarkan pada Peraturan Kepala BPOM No. 11 tahun 2019 adalah 160 mg/Kg berat produk.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Data
4.1.1. Data Sampel
Nama sampel : Saus cabai merek x,y, dan z Merek alat : Shimadzu LC 20
Detektor : UV
Pelarut : Metanol : dapar Fospat (4:96) Kolom : C18 4,6 mn x 25 cm, 5 μm Laju aliran : 1 mL/menit
4.1.2 Kromatogram Baku dan Sampel Tabel 4.1 Data Larutan Baku Natrium Sakarin
Baku Pembanding : Natrium sakarin Kadar Baku : 101,96%
No. Kontrol : B0216303 Kadar Air : 12,79%
Bobot Baku : 27,072 mg Kons. Baku Induk I : 941,665 μg/mL Volume Pengenceran : 25 mL
Volume Pemipetan : 5 mL Kons. Baku Induk II : 94,1665 μg/mL Volume Pengenceran : 50 mL
Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Bobot Baku Terkoreksi = Bobot baku – (kadar air x bobot baku) x kadar baku
= 27,072- (12,79% x 27,072) x 101,96%
= 23,54163 mg
Konsentrasi Baku Induk I = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 x 1000
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
= 23,54163 x 1000
25
= 941,665 μg/mL
Konsentrasi Baku Induk II = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑚𝑖𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛 x Kons LIB I
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
= 5 x 941,665
50
= 94,1665 μg/mL
Maka, untuk memperoleh konsentrasi larutan baku (x) digunakan persaaan : Konsentrasi Larutan Baku (x) = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 baku
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 x Kons LIB II
= 0,05
50 x 94,1665
= 0,1883 μg/mL
Tabel 4.2 Hasil KCKT Larutan Seri Baku Natrium Sakarin
No Seri x (µg/mL) Area RT
1. 0,05 0,1883 11274 16,269
2. 0,10 0,3767 22538 16,249
3. 0,25 0,9417 55907 16,277
4. 0,50 1,8833 115187 16,297
5. 2 7,5333 475034 16,307
6. 4 15,0666 936020 16,293
7. 6 22,6000 1428349 16,285
Gambar 4.1 Kromatogram Baku
Tabel 4.3 Hasil KCKT yang diperoleh pada sampel x
Nama Sampel Bobot ( Gram) Area RT
Saus Cabai 1,846 0 0,00
Kemasan Isi Ulang
2,0157 0 0,00
Gambar 4.2 Kromatogram Sampel Saus Cabai x
Tabel 4.4 Hasil KCKT yang diperoleh pada Sampel y
Nama Sampel Bobot ( Gram) Area RT
Saus Cabai 2,0076 0 0,00
Kemasan Isi Ulang
2,007 0 0,00
Gambar 4.3 Kromatogram Sampel Saus Cabai y
Tabel 4.5 Hasil KCKT yang diperoleh pada sampel z
Nama Sampel Bobot ( Gram) Area RT
Saus Cabai 2,0179 0 0,00
Kemasan Isi Ulang
2,0177 0 0,00
Gambar 4.4 Kromatogram Sampel Saus Cabai z 4.2. Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Kadar Natrium Sakarin pada Sampel
Tabel 4.6 Data Larutan Baku Natrium Sakarin Least Square
No x (μg/mL) y (Area) xy x2 y2
1 0,1883 11274 2123,266 0,0355 127103076
2 0,3767 22538 8489,299 0,1419 507961444
3 0,9417 59907 56412,328 0,8867 3588848649
4 1,8833 115187 216935,142 3,5469 13268044969
5 7,5333 475034 3578583,289 56,7509 2,25657 x 1011 6 15,0666 936020 14102676,988 227,0037 8,76133 x 1011 7 22,6000 1428349 32280631,675 510,7582 2,04018 x 1012
Dimana r = 0,9999 a= -1690,56 b= 62978,97
4.2.1.1 Kadar natrium sakarin pada sampel x =(𝑦−𝑎) x 𝐹𝑃
𝑏 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑧𝑎𝑡
Keterangan : y = Area a = Slope b = Intersept y = 0
Kadar natrium sakarin = Negatif / tidak terdeteksi dalam batas deteksi
4.2.1.2 Kadar natrium sakarin pada sampel y = (𝑦−𝑎) x 𝐹𝑃
𝑏 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑧𝑎𝑡
Keterangan : y = Area a = Slope
b = Intersept y = 0
Kadar natrium sakarin = Negatif / tidak terdeteksi dalam batas deteksi 4.2.1.2 Kadar natrium sakarin pada sampel z = (𝑦−𝑎) x 𝐹𝑃
𝑏 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑧𝑎𝑡
Keterangan : y = Area a = Slope
b = Intersept y = 0
Kadar natrium sakarin = Negatif / tidak terdeteksi dalam batas deteksi
4.3 Pembahasan
Pada pengujian kadar natrium sakarin pada saus cabai dengan kondisi KCKT yang digunakan pada analisis sampel dengan volume penyuntikan 20 µl, fase diam oktadesilsilan (C18), fase gerak metanol : dapar phospat pH 6,8 (4:96), laju alir 1 ml/menit, dengan detektor panjang gelombang 225 nm. Mekanisme pemisahan yang terjadi didasarkan pada kompetensi antara fase gerak dan sampel berikatan dengan kolom. Zat yang keluar terlebih dahulu adalah zat yang lebih polar daripada zat yang lainnya, sedangkan zat yang tertahan lebih lama dari kolom, merupakan zat yang lebih non polar. Semakin polar fase gerak, waktu tambat sampel semakin lambat dan semakin non polar fase gerak, sampel semakin cepat keluar (Meyers,2000).
Pada kromatografi partisi fase terbalik, pemisahan terjadi karena adanya perbedaan koefisien partisi masing- masing senyawa diantara dua fase yang tidak saling campur. Senyawa dengan koefisien partisi kecil lebih cepat keluar dari kolom dibanding senyawa dengan koefisien partisi besar. Pemisahan ini dipengaruhi pula oleh interaksi masing-masing senyawa dengan fase gerak dan fase diam yang digunakan. Natrium sakarin memiliki gugus polar dan non polar yang dapat berinteraksi dengan fase gerak dan fase diam. Gugus polar natrium sakarin akan berinteraksi dengan fase gerak melalui ikatan hidrogen. Natrium sakarin juga memiliki gugus non polar dan akan berinteraksi dengan fase diam melalui ikatan Vaan Der Waals (Rusmaryani,2005).
Pembuatan kurva kalibrasi standar bertujuan untuk memperoleh hubungan yang sesuai antara hasil pengukuran dan konsentrasi analit di dalam sampel. Hubungan diketahui dengan adanya persamaan regresi linear dan koefisien korelasi (Rianto, dkk, 2019).
Berdasarkan pengukuran standar yang telah dilakukan, diperoleh persamaan regresi natrium sakarin yaitu y = 62978,97x -1690,56 dengan nilai r sebesar 0,9999.
Nilai > 0,99 menunjukan korelasi yang baik antara hasil pengukuran dan konsentrasi
analit yang ada di dalam sampel (Rianto, dkk, 2019).
Campuran dari buffer fosfat (pH=6,8) dan metanol 60% dengan perbandingan 96:4 v/v digunakan sebagai fase gerak. pH buffer yang lebih tinggi dapat meningkatkan kemampuan ionisasi sehingga interaksi antara analit dan gugus silanol lebih lemah.Daya elusi akan meningkat dan waktu retensi akan berkurang.
Komposisi metanol diturunkan karena komposisi metanol yang tinggi dapat menghambat analit untuk keluar dari kolom (Rianto, dkk, 2019).
Menurut Permenkes RI No.208/Menkes/Per/IV/1985 diantaranya semua pemanis buatan hanya beberapa yang diizinkan penggunaannya seperti sakarin, siklamat dan aspartam dengan jumlah yang dibatasi dengan dosis tertentu (Wandhira,2018).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 1998 pemanis buatan hanya ditujukan untuk produk rendah energi atau bagi penderita diabetes mellitus dan bukan untuk konsumsi umum apalagi untuk anak-anak (Wandhira,2018).
Berdasarkan tabel diatas, telah diperoleh data natrium sakarin yang dihitung dengan persamaan 𝑦−𝑎
𝑏 x 𝐹𝑃
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑍𝑎𝑡 terdapat hasil negatif natrium sakarin pada sampel saus cabai merek x, y, dan z yang berarti menunjukan tidak adanya penggunaan pemanis sakarin pada sampel saus cabai merek x, y, dan z.
Menurut PerBPOM No 11 Tahun 2019, kadar maksimal natrium sakarin sebesar 160mg/Kg berat produk. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa sampel saus cabai kemasan isi ulang merek x,y, dan z aman dikonsumsi karena tidak mengandung natrium sakarin.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan pembahasan yang dilakukan selama pengujian di Laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Medan dapat di simpulkan bahwa produk saus cabai kemasan isi ulang merek x, y, dan z. dengan hasil kadar pemanis natrium sakarin diperoleh kadar negatif. Kadar yang didapat pada pengujian ini sudah sesuai persyaratan PerBPOM (Peraturan Balai Pegawasan Obat dan Makanan) No. 11 Tahun 2019 yang dimana kadar maksimum dari dan natrium sakarin adalah 160 mg/Kg berat produk.
5.2 Saran
Diharapkan dalam preparasi sampel untuk lebih teliti dalam menjernihkan larutan uji agar mendapatkan hasil kromatogram yang lebih bagus dan tidak terjadi kerusakan pada alat kromatografi cair kinerja tinggi. Jika perlu dilakukan penyaringan berulang dan menggunakan penyaring syringe filter sekali pakai.
Dan diharapkan adanya sosialisasi dan penyebaran informasi dai pihak penguji kedepannya mengenai dampak penggunaan bahan tambahan panganyang beredar baik kepada masyarakat sekitar untuk meningkatkan wawasan dari masyarakat Kota Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Arini, D. (2018). Identifikasi Sakarin Pada Minuman Jajanan di Kawasan Pendidikan SD di Wilayah Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Simki Techsain.2(1). 1-8.
Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua. Jakarta : Bumi Aksara.
Cahyadi W. (2012).Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua. Jakarta:Bumi Aksara
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. (2012). Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Depkes RI.
Deptan.(2009). Standar Prosedur Operasional (SPO) Pengolahan Cabe.Jakarta:
Deptan.
Devitria, R. & Sepriyani, H. (2018). Identifikasi Natrium Siklamat pada Minuman Sirup yang dijual di Lima SD Kecamatan Sukajadi Pekanbaru. Jurnal Analis Kesehatan Klinikal Sain.6(1). 1–7.
Gandjar, G.I. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Irianto, K. (2004). Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya.
Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada
Lestari, F. (2009). Bahaya Kimia : Sampling & Pengukuran Kontaminan Kimia Di Udara. Jakarta : EGC. Hlm 186.
Majid, A. (2008).Cara Membuat Saus.Semarang:Aneka Ilmu.Hal 3-10
Meyers, RA. (2000). Enclyclopedia of analytical chemistry, vol 13, New York:John Wiley and Sons Ltd. Page :11428-11450.
Nafisafallah,F. (2015).”Pengaruh Pengunaan Jenis dan Perlakuan Cabai yang Berbeda Terhadap Kualitas Saus Pedas Jambu Biji Merah”. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Rasyid, R.,Yohana, M. & Mahyuddin, M. (2016). Analisis Pemanis Sintesis Natrium Sakarin dan Natrium Siklamat dalam Teh Kemasan. Jurnal Farmasi Higea; 3 (1); 52-57
Rusmaryani, I. (2005).”Penetapan Kadar Natrium Sakarin Dalam Saus Tomat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik”. Skripsi. Yogyakarta.
Universitas Sanata Dharma.
Rohman, A. (2011). Analisis Bahan Pangan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Silalahi J. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius.
Susanti,M. Dan Dachriyanus. (2017).Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Padang:
LPTIK Universitas Andalas.
Syah,D.(2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Institut:
Pertanian Bogor.
Watson, D.G. 2007. Analisis Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Winarno, F.G . 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta :PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yuliarti, N. 2007. Awas ! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta:Andi Yogyakarta.
Zuhra, C.F. 2006. Flavor (Citarasa). Medan :Departemen Kimia fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN
Seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Sampel saus cabai merek x sampel saus cabai merek y
sampel saus cabai merek z