• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SODIUM HIPOKLORIT 0,5% TERHADAP PERTUMBUHAN Klebsiella pneumoniae DAN SURFACE DETAIL PADA CETAKAN ALGINAT PASIEN PASCA HEMIMAKSILEKTOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH SODIUM HIPOKLORIT 0,5% TERHADAP PERTUMBUHAN Klebsiella pneumoniae DAN SURFACE DETAIL PADA CETAKAN ALGINAT PASIEN PASCA HEMIMAKSILEKTOMI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

DETAIL PADA CETAKAN ALGINAT PASIEN PASCA HEMIMAKSILEKTOMI

T E S I S

VERONICA ANGELIA NIM. 117028001

PROGRAM MAGISTER (S-2) ILMU KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 7

(2)

PERTUMBUHAN Klebsiella pneumoniae DAN SURFACE DETAIL PADA CETAKAN ALGINAT PASIEN

PASCA HEMIMAKSILEKTOMI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister (M.DSc)

Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi

Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

VERONICA ANGELIA NIM. 117028001

PROGRAM MAGISTER (S-2) ILMU KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 7

(3)

Judul Penelitian Tesis:

“Pengaruh Sodium Hipoklorit 0,5% terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Surface Detail Cetakan Alginat

Pasien Pasca Hemimaksilektomi”

Nama Mahasiswa : VERONICA ANGELIA

Nomor Induk Mahasiswa : 117028001

Jenjang Pendidikan : Program Magister (S-2) Bidang Ilmu : Kedokteran Gigi

Peminatan : Ilmu Biologi Oral Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing:

Pembimbing Utama,

Dr. Ameta Primasari, drg.,MDSc.,M.Kes.

NIP. 196803111992032001

Pembimbing Anggota,

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc.

NIP. 196404091994031003 Diketahui Oleh:

Dekan,

Dr. Trelia Boel, drg.,M.Kes.,Sp.RKG.(K) NIP. 196502141992032004

Ketua Program Studi,

Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort.

NIP. 195206221980031001

Telah Diuji dan Dinilai Atas Kelayakan dan Kebenaran Isi Naskah Penelitian Tesis Pada Tanggal: 20 Juli 2017

(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 20 Juli 2017

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Sumadhi Sastrodihardjo, drg.,Ph.D.

Anggota : 1. Dr. Ameta Primasari, drg.,MDSc.,M.Kes.

2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc.

3. Syafrinani, drg.,Sp.Pros.(K)

4. dr. R. Lia Kusumawati, M.S.,Sp.MK.(K)

(5)

PENGARUH SODIUM HIPOKLORIT 0,5% TERHADAP PERTUMBUHAN Klebsiella pneumoniae DAN SURFACE

DETAIL PADA CETAKAN ALGINAT PASIEN PASCA HEMIMAKSILEKTOMI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 22 Juli 2017

Veronica Angelia

(6)

Hemimaksilektomi sering dilakukan pada pasien penderita tumor rongga mulut. Pasca hemimaksilektomi hubungan antara rongga hidung ke antrum dan nasofaring menjadi terbuka, bakteri patogen seperti Klebsiella pneumoniae dapat dengan mudah melakukan penetrasi ke rongga mulut. Pasca hemimaksilektomi diperlukan pencetakan dengan alginat untuk pembuatan obturator. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan sodium hipoklorit 0,5% terhadap jumlah K. pneumoniae dan surface detail pada cetakan. Sampel yang berjumlah tiga puluh sampel untuk setiap uji dibagi atas enam kelompok yang terdiri dari kelompok disinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama satu menit, tiga menit, lima menit dari cetakan yang didapat dari lima pasien pasca hemimaksilektomi dan kelompok disinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama satu menit, tiga menit, lima menit dari cetakan alginat yang didapat dari test die. Hasil usapan pada permukaan cetakan dikultur pada MacConkey agar untuk mengetahui jumlah koloni K.pneumoniae. Pengujian surface detail dilakukan dengan stereomikroskop. Hasil penelitian menunjukkan adas pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama satu, tiga dan lima menit terhadap jumlah K. pneumoniae pada cetakan (p=0,009) dan tidak ada pengaruh terhadap surface detail pada cetakan (p=1). Pada MacConkey agar tidak terdapat pertumbuhan K. pneumoniae di cetakan alginat dan reproduksi garis 20, 50, 75 µm tidak putus dan detail jelas setelah dilakukan perendaman dalam sodium hipklorit 0,5% selama lima menit. Penelitian ini menunjukkan bahwa perendaman cetakan alginat dalam sodium hipoklorit 0,5%

selama lima menit dapat digunakan untuk mendisinfeksi cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi.

Kata kunci: cetakan alginat, Klebsiella pneumoniae, surface detail.

(7)

Hemimaxillectomy is frequent treatment in patients with oral neoplasms. Post hemimaxillectomy cause connection between the nasal cavity and nasopharynx antrum opens, pathogenic bacteria such as Klebsiella pneumoniae can easily penetrate into the oral cavity. Alginate impression is needed to fabricate obturator for post hemimaxillectomy patients. The purpose of this study is to determine the effect of immersing alginate impression of post hemimaxillectomy patients in sodium hypochlorite 0.5% on K. pneumoniae and surface detail. The total thirty sample for each test were divided into six groups consisting of one minute, three minutes, five minutes disinfection group with sodium hypochlorite 0,5% of the alginate impression obtained from five post hemimaxillectomy patients and test die (three group for each). The swab from surface of the impression were cultured on MacConkey agar to count the colonies of K.pneumoniae. A stereomicroscope was used for testing surface detail. Study results showed there was an effect of immersing alginate impression of post hemimaxillectomy patients in sodium hypochlorite 0.5% for one, three and five minutes on K. pneumoniae (p=0,009) and no effect on surface detail of the impression (p=1). There was no growth of K. pneumoniae on MacConkey agar and continuous line, sharp detail of line reproduction 20, 50, 75 µm after immersing alginate impression of post hemimaxillectomy patients in sodium hypochlorite 0.5%

for five minutes. The study revealed that immersing alginate impression in sodium hypochlorite 0.5% for five minutes can be used to disinfect the alginate impression of post hemimaxillectomy patients.

Keywords: alginate impression, Klebsiella pneumoniae, surface detail.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister (M.DSc) dalam bidang Ilmu Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Papa Agus Silindung dan Mama Suciati Wisata, yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat dan dukungan moril maupun materiil kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis dr. Melissa Edelweishia, dr. Evelyne Theresia, S.H., Monique Jessica, Andreas Christoper serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan semangat kepada penulis. Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat disusun dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG.(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan dan fasilitas untuk menempuh pendidikan Magister.

2. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan, saran dan motivasi selama penulis mengikuti proses pendidikan.

3. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes. sebagai pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran secara ikhlas penuh kesabaran membimbing, dan memotivasi secara terus menerus sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis bersyukur dan bangga dapat dibimbing oleh Ibu yang dapat menjadi panutan sebagai seorang pendidik sejati..

(9)

penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Sumadhi Sastrodihardjo, drg., Ph.D. sebagai ketua tim penguji dalam penulisan tesis ini yang telah banyak mengarahkan, memberikan dukungan, semangat, saran dan koreksi kepada penulis selama penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

6. Syafrinani, drg., Sp.Pros.(K) sebagai ketua Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan anggota tim penguji yang memberikan kesempatan, dukungan, dan semangat kepada penulis untuk menangani dan mencetak pasien pasca hemimaksilektomi yang datang ke Instalasi Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. dr. R. Lia Kusumawati, M.S., Sp.MK.(K) sebagai anggota tim penguji yang telah banyak membantu penulis, memberikan koreksi dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

8. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros.(K), Prof. Haslinda Zainuddin Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros.(K), Eddy Dahar, drg., M.Kes, Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS., M. Zulkarnain, drg., M.Kes., Ariyani, drg., MDSc., Sp.Pros., Ricca Chairunnisa, drg., Sp. Pros., Putri Welda Utami Ritonga, drg., MDSc., Sp.Pros., Siti Wahyuni, drg., M.DSc., Ika Andryas, drg., Hubban Nasution, drg., selaku Staf pengajar Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis, memberikan semangat dan saran dalam penyelesaian tesis.

9. Maya Fitria, SKM., M.Kes. sebagai staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat atas bantuannya dalam analisis statistik hasil penelitian.

10. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort(K). sebagai Ketua Program Studi Ortodonsia atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama pelaksanaan penelitian tesis ini.

Siti selaku pegawai Instalasi Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas bantuan selama pelaksanaan penelitian tesis.

(10)

Hasibuan, S.Si dan Rafidah, S.Si yang dengan penuh kesabaran mengajari, membimbing dan membantu penulis saat melakukan pekerjaan laboratorium selama penelitian tesis.

12. Dr. Ir. Dwi Praptomi Sudjatmiko, MS. selaku Kepala Balai Besar Perbenihaan dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Ir. M. Nursol, M.Sc, Sri Pinem, S.P.

atas bantuan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian tesis ini.

13. Annisah Sitompul, S.E. dan Deswika Handayani, S.E. selaku pegawai Program Studi S2/S3 Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan, semangat dan dukungan yang diberikan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

14. Teman-teman seperjuangan Program Magister (S-2) Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Yumi Lindawati, drg., M.DSc., Dennis, drg., M.DSc., Sp.KG., Pretty Farida Sinta Silalahi, drg., M.DSc., Sp.KG., Ponty Romaida Hutapea, drg., Sp.KG, Augeswina, drg., Theresia Nuturisa Tarigan, drg., Marshal Tarigan, drg., Selamat Suhardi Butar-butar, drg., Febriani, drg., Silvia Pridana, drg. serta teman-teman lainnya yang belum semua penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat, dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan, oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 22 Juli 2017 Penulis,

Veronica Angelia NIM. 117028001

(11)

DATA PRIBADI

Nama : Veronica Angelia

Alamat : Jl. Kalianda No.12/14 Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Budha

No Kontak : 085261540408

Nama Ayah : Agus Silindung

Nama Ibu : Suciati Wisata

Pekerjaan : Dokter Gigi

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SD St. Yoseph I Medan

Sekolah Menengah Pertama : SMP St. Thomas IV Medan Sekolah Menengah Atas : SMA St. Thomas I Medan

Pendidikan Dokter Gigi : Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan

Magister : Ilmu Kedokteran Gigi USU Medan

Pendidikan Dokter Gigi Spesialis : Prostodonsia FKG USU Medan PRESENTASI

1. Penggunaan Sodium Hipoklorit 0,5% pada Cetakan Alginat dalam Upaya Pencegahan Infeksi Silang pada 3rd Indonesian Prosthodontic Scientific Meeting, Surabaya, 4-6 Oktober 2013.

2. Use of Sodium Hypochloride 0,5% for Alginate Impression to Prevent Cross Infection pada 10 Tahun Unit UJI Laboratorium Dental FKG USU, Medan, 7 Mei 2014.

3. Complete Denture Management of Flat Ridge and Class III Jaw Relation of Patient with Cerebrovascular Accident pada Indonesian Prosthodontic Society and Japan Prosthodontic Society Joint Meeting, Nusa Dua, 30 Oktober-1 November 2014.

4. Rehabilitasi Prostetik Pasca Eviserasi dengan Modifikasi Pembuatan Protesa Mata Individual pada Scientific Joint Meeting of Clinical Prosthodontics and Dental Materials“Extracting Clinical and Basic Science”, Yogyakarta, 11-12 September 2015.

5. Prosthetic Rehabilitation with Surgical Obturator After Hemimaxillectomy in Case of Fibrous Dysplasia (A Case Report) pada Seminar Kedokteran Gigi Pascasarjana Ilmu Kedokteran Gigi “Tantangan dalam Penegakan Diagnosa Tumor pada Rongga Mulut”, Medan, 27-28 Mei 2016.

6. Management of Immediate Complete Denture, Overdenture, and Telescopic Denture of Patient With Parkinson’s Disease (Case Report) pada

(12)

Aesthetics”, Solo, 15-17 September 2016.

PUBLIKASI

1. Penggunaan Sodium Hipoklorit 0,5% pada Cetakan Alginat dalam Upaya Pencegahan Infeksi Silang. Prosiding: 3rd Indonesian Prosthodontic Scientific Meeting “Bridging Sciences in Stomatognatic System, Current and Update in Esthetic and Implant Dentistry” 2013; 329-35.

2. Penatalaksanaan Gigi Tiruan Lengkap dengan Linggir Datar dan Hubungan Rahang Klas III Disertai Cerebrovascular Accident (Laporan Kasus). Jurnal B-dent 2015; 2(1): 40-8.

3. Prosthetic Rehabilitation With Surgical Obturator After Hemimaxillectomy in Case of Fibrous Dysplasia (A Case Report). Prosiding: Seminar Kedokteran Gigi “Tantangan dalam Penegakan Diagnosa Tumor pada Rongga Mulut”

2016; 116-24.

4. Management of Immediate Complete Denture, Overdenture, and Telescopic Denture of Patient With Parkinson’s Disease (Case Report). International Organization of Scientific Research-Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS) 2016; 15(12): 56-65.

SEMINAR

1. 1st Medan International Prosthodontic (Inpro) Scientific Meeting, Medan, 30 Agustus-1 September 2012.

2. Seminar Bersama Ikatan Ahli IPROSI IPERI “Interprofessional Treatment Between Prosthodontic and Periodontic For Better Life”, Medan, 21-22 Juni 2013.

3. 3rd Indonesian Prosthodontic Scientific Meeting “Bridging Sciences in Stomatognatic System, Current and Update in Esthetic and Implant Dentistry”, Surabaya, 4-6 Oktober 2013.

4. Seminar Ilmiah Sehari Periodontal Update 2013 “Profesionalisme Bidang Periodonsia Guna Mencapai Pelayanan Kedokteran Gigi Prima”, Medan, 19 Oktober 2013.

5. 10 Tahun Unit UJI Laboratorium Dental FKG USU “Bridging New Concept of Dental Laboratory”, Medan, 7 Mei 2014.

6. Indonesian Prosthodontic Society and Japan Prosthodontic Society Joint Meeting, Nusa Dua, 30 Oktober-1 November 2014.

7. Scientific Joint Meeting of Clinical Prosthodontics and Dental Materials

“Extracting Clinical and Basic Science”, Yogyakarta, 11-12 September 2015.

(13)

9. International Indonesian Prosthodontic Meeting Indonesian Academy of Craniomandibular Disorders Joint Meeting “New Horizons in Functional Aesthetics”, Solo 15-17 September 2016.

PRESTASI

Third winner case report presentation at International Indonesian Prosthodontic Meeting Indonesian Academy of Craniomandibular Disorders Joint Meeting, Solo, 17 September 2016.

(14)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

1.5.2.1 Manfaat Klinis ... 6

1.5.2.2 Manfaat Laboratoris ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Bahan Cetak Alginat ... 8

2.1.1 Komposisi Bahan Cetak Alginat ... 8

2.1.2 Pemanipulasian Bahan Cetak Alginat ... 9

2.1.2.1 Teknik Pencampuran Bahan Cetak Alginat ... 10

2.1.3 Sifat-Sifat Bahan Cetak Alginat ... 12

2.1.3.1 Waktu Kerja (Working Time) ... 12

2.1.3.2 Waktu Pengerasan (Setting Time) ... 12

2.1.3.3 Elastic Recovery ... 12

2.1.3.4 Pengerutan (Shrinkage) dan Pengembangan (Expand) ... 13

2.1.4 Syarat Hasil Cetakan Alginat ... 13

2.1.5 Penyimpanan Cetakan Alginat ... 13

2.1.6 Keakuratan Cetakan Alginat ... 14

2.1.6.1 Surface Detail Cetakan Alginat ... 14

2.2 Hemimaksilektomi ... 15

2.3 Klebsiella pneumoniae ... 16

2.3.1 Klasifikasi Klebsiella pneumoniae ... 18

2.3.2 Struktur Sel Klebsiella pneumoniae ... 18

2.3.3 Identifikasi Klebsiella pneumoniae ... 19

2.4 Kontrol Infeksi ... 23

(15)

2.5.2 Metode Disinfeksi ... 28

2.6 Kerangka Teori ... 30

2.7 Kerangka Konsep ... 32

2.8 Hipotesis ... 33

BAB 3 METODE PENELITIAN... 34

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

3.3.1 Populasi Penelitian ... 34

3.3.2 Sampel Penelitian ... 35

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional ... 36

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 37

3.6.1 Alat Penelitian ... 37

3.6.2 Bahan Penelitian ... 39

3.7 Prosedur Penelitian ... 39

3.7.1 Sterilisasi Alat ... 39

3.7.2 Persiapan Pengambilan Cetakan Alginat ... 39

3.7.3 Pengambilan Cetakan Alginat ... 40

3.7.3.1 P e m b i l a s a n C e t a k a n A l g i n a t d e n g a n Aquabidestilata ... 41

3.7.3.2 Perendaman Cetakan Alginat dengan Sodium Hipoklorit 0,5% ... 42

3.7.4 Identifikasi Koloni pada Media Blood Agar dan MacConkey Agar ... 43

3.7.5 Penghitungan Jumlah Koloni Klebsiella pneumoniae ... 44

3.7.6 Pengujian Surface Detail Cetakan Alginat ... 44

3.7.6.1 Pembuatan Cetakan Alginat ... 44

3.7.6.2 P e m b i l a s a n C e t a k a n A l g i n a t d e n g a n Aquabidestilata ... 46

3.7.6.3 Perendaman Cetakan Alginat dengan Sodium Hipoklorit 0,5% ... 47

3.8 Analisis Data ... 48

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 49

4.1 Bakteri Klebsiella pneumoniae sebagai Bakteri Dominan pada Pasien Pasca Hemimaksilektomi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ... 49

(16)

Selama 1, 3 dan 5 Menit terhadap Jumlah Klebsiella

pneumoniae pada Cetakan Alginat ... 53

4.3 Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dengan Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% Selama 1, 3 dan 5 Menit terhadap Surface Detail Cetakan Alginat ... 56

BAB 5 PEMBAHASAN ... 60

5.1 Bakteri Klebsiella pneumoniae sebagai Bakteri Dominan pada Pasien Pasca Hemimaksilektomi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ... 60

5.2 Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi dengan Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% Selama 1, 3 dan 5 Menit terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae pada Cetakan Alginat ... 63

5.3 Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dengan Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% Selama 1, 3 dan 5 Menit terhadap Surface Detail Cetakan Alginat ... 65

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 67

6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN

(17)

Gambar Judul Halaman

2.1 Rubber bowl dan spatula ... 10

2.2 (a) Cadco Alginator II (Dux Dental); (b) Rite-Dent Alginate Mixing Machine (Rite-Dent Manufacturing Corporation); (c) Whip Mix Vac-U-Mixer (Whip Mix Corporation) ... 11

2.3 a. Skor 1: Garis jelas, detail yang jelas, garis bersambung; b. Skor 2: Garis bersambung dengan keburaman; c. Skor 3: Detail yang buruk atau garis tidak bersambung ... 15

2.4 (a) Defek maksila pasca hemimaksilektomi; (b) Hollow bulb interim obturator ... 16

2.5 Koloni Klebsiella pneumoniae pada blood agar (Gamma hemolisis) ... 20

2.6 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar ... 20

3.1 Sendok cetak rahang atas ... 37

3.2 Cotton swab steril ... 37

3.3 Biosafety cabinet ... 38

3.4 Inkubator ... 38

3.5 Stereomikroskop ... 38

3.6 Automatic alginate mixer ... 38

3.7 Rahang atas pasien pasca hemimaksilektomi ... 40

3.8 Adonan alginat ... 40

3.9 Cetakan alginat pasien pasca hemimaksiletomi ... 41

3.10 (a) Cotton swab langsung diusapkan pada MacConkey agar (b) Hasil swab langsung dikultur pada MacConkey agar ... 42

(18)

3.12 (a) Stainless steel die dan impression mould berdasarkan ANSI/ADA Spesification No.18; (b) Pandangan secara cross

sectional garis-garis horizontal pada Stainless steel die ... 45

3.13 (a) Cetakan berada dalam water bath; (b) Permukaan cetakan

alginat diamati secara manual apakah telah mereproduksi garis

20, 50, 75 µm dengan panjang 25 mm ... 46 3.14 Pengamatan cetakan alginat menggunakan stereomikroskop dan

diberi skor 1-4 ... 47 3.15 Cetakan alginat direndam dalam sodium hipoklorit 0,5% ... 47 4.1 (a) Hasil pewarnaan Gram Klebsiella pneumoniae; (b) Koloni

Klebsiella pneumoniae pada media Eosin Methylene Blue

(EMB) ... 50 4.2 Hasil reaksi biokimia Klebsiella pneumoniae (G: Glukosa; L:

Laktosa; M: Maltosa; M: Manitol; S: Sukrosa; I: Indol; MR:

Methyl Red; VP: Voges Proskauer; C: Citrate; U: Urease;

Motilitas; TSI: Triple Sugar Iron) ... 51 4.3 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar

(a) sebelum didisinfeksi sodium hipoklorit 0,5%; (b) sesudah

disinfeksi sodium hipoklorit 0,5% selama 1 menit ... 53 4.4 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar

(a) sebelum didisinfeksi sodium hipoklorit 0,5%; (b) sesudah

disinfeksi sodium hipoklorit 0,5% selama 3 menit ... 54 4.5 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar

(a) sebelum didisinfeksi sodium hipoklorit 0,5%; (b) sesudah

disinfeksi sodium hipoklorit 0,5% selama 5 menit ... 54 4.6 Reproduksi garis 20, 50, 75 µm pada cetakan alginat kelompok

kontrol dan yang direndam larutan sodium hipoklorit 0,5%

selama 1,3, dan 5 menit dengan pembesaran stereomikroskop 7x 57

(19)

Tabel Judul Halaman 2.1 Komponen bubuk bahan cetak alginat ... 8 3.1 Variabel bebas ... 36 3.2 Variabel terikat ... 36 3.3 Reaksi biokimia Klebsiella pneumoniae pada uji identifikasi

primer ... 44 4.1 Pertumbuhan koloni bakteri pada blood agar dan MacConkey agar

dari hasil usapan pada daerah defek cetakan alginat pasien pasca

hemimaksilektomi ... 52 4.2 Pertumbuhan koloni bakteri pada blood agar dan MacConkey agar

dari hasil usapan pada daerah defek 6 (enam) cetakan alginat pasien

pasca hemimaksilektomi tanpa disinfeksi ... 53 4.3 Jumlah koloni Klebsiella pneumoniae sebelum dan sesudah

perendaman cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi

dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5 menit ... 55 4.4 P e n g a r u h p e r e n d a m a n c e t a k a n a l g i n a t p a s i e n p a s c a

hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5 menit terhadap penurunan jumlah koloni Klebsiella

pneumoniae ... 56 4.5 Reproduksi surface detail garis 20, 50, 75 µm cetakan alginat yang

direndam larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5 menit

dengan stereomikroskop pembesaran 7x ... 58 4.6 Pengaruh perendaman cetakan alginat dengan larutan sodium

hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5 menit terhadap surface detail

cetakan alginat ... 59

(20)

No. Judul Halaman

1. Surat Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian ... 72

2. Anggaran Penelitian ... 73

3. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian ... 74

4. Lembar Pernyataan Persetujuan Subjek Penelitian ... 76

5. Surat Selesai Penelitian di Instalasi Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara . 77

6. Surat Selesai Penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ... 77

7. Surat Selesai Penelitian di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan ... 79

8. Hasil Identifikasi Koloni dengan Vitek... 80

9. Data Hasil Penelitian ... 86

10. Analisis Statistik... 88

(21)

Hemimaksilektomi sering dilakukan pada pasien penderita tumor rongga mulut. Pasca hemimaksilektomi hubungan antara rongga hidung ke antrum dan nasofaring menjadi terbuka, bakteri patogen seperti Klebsiella pneumoniae dapat dengan mudah melakukan penetrasi ke rongga mulut. Pasca hemimaksilektomi diperlukan pencetakan dengan alginat untuk pembuatan obturator. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan sodium hipoklorit 0,5% terhadap jumlah K. pneumoniae dan surface detail pada cetakan. Sampel yang berjumlah tiga puluh sampel untuk setiap uji dibagi atas enam kelompok yang terdiri dari kelompok disinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama satu menit, tiga menit, lima menit dari cetakan yang didapat dari lima pasien pasca hemimaksilektomi dan kelompok disinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama satu menit, tiga menit, lima menit dari cetakan alginat yang didapat dari test die. Hasil usapan pada permukaan cetakan dikultur pada MacConkey agar untuk mengetahui jumlah koloni K.pneumoniae. Pengujian surface detail dilakukan dengan stereomikroskop. Hasil penelitian menunjukkan adas pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama satu, tiga dan lima menit terhadap jumlah K. pneumoniae pada cetakan (p=0,009) dan tidak ada pengaruh terhadap surface detail pada cetakan (p=1). Pada MacConkey agar tidak terdapat pertumbuhan K. pneumoniae di cetakan alginat dan reproduksi garis 20, 50, 75 µm tidak putus dan detail jelas setelah dilakukan perendaman dalam sodium hipklorit 0,5% selama lima menit. Penelitian ini menunjukkan bahwa perendaman cetakan alginat dalam sodium hipoklorit 0,5%

selama lima menit dapat digunakan untuk mendisinfeksi cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi.

Kata kunci: cetakan alginat, Klebsiella pneumoniae, surface detail.

(22)

Hemimaxillectomy is frequent treatment in patients with oral neoplasms. Post hemimaxillectomy cause connection between the nasal cavity and nasopharynx antrum opens, pathogenic bacteria such as Klebsiella pneumoniae can easily penetrate into the oral cavity. Alginate impression is needed to fabricate obturator for post hemimaxillectomy patients. The purpose of this study is to determine the effect of immersing alginate impression of post hemimaxillectomy patients in sodium hypochlorite 0.5% on K. pneumoniae and surface detail. The total thirty sample for each test were divided into six groups consisting of one minute, three minutes, five minutes disinfection group with sodium hypochlorite 0,5% of the alginate impression obtained from five post hemimaxillectomy patients and test die (three group for each). The swab from surface of the impression were cultured on MacConkey agar to count the colonies of K.pneumoniae. A stereomicroscope was used for testing surface detail. Study results showed there was an effect of immersing alginate impression of post hemimaxillectomy patients in sodium hypochlorite 0.5% for one, three and five minutes on K. pneumoniae (p=0,009) and no effect on surface detail of the impression (p=1). There was no growth of K. pneumoniae on MacConkey agar and continuous line, sharp detail of line reproduction 20, 50, 75 µm after immersing alginate impression of post hemimaxillectomy patients in sodium hypochlorite 0.5%

for five minutes. The study revealed that immersing alginate impression in sodium hypochlorite 0.5% for five minutes can be used to disinfect the alginate impression of post hemimaxillectomy patients.

Keywords: alginate impression, Klebsiella pneumoniae, surface detail.

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemimaksilektomi sering dilakukan pada pasien dengan tumor rongga mulut.

Hemimaksilektomi merupakan operasi pengangkatan salah satu sisi rahang atas, termasuk premaksila, rahang atas dan palatum keras yang dilakukan untuk pengangkatan tumor. Pasca hemimaksilektomi hubungan antara rongga hidung ke antrum dan nasofaring menjadi terbuka, bakteri patogen seperti Klebsiella pneumoniae dapat dengan mudah melakukan penetrasi ke rongga mulut. Pasca hemimaksilektomi diperlukan integrasi bedah mulut dengan prostodontis untuk pembuatan obturator. Pembuatan obturator memerlukan pencetakan rahang pasien dengan menggunakan alginat (Singh, 2013; Omo, 2014).

Alginat merupakan salah satu bahan cetak yang sering digunakan di kedokteran gigi karena mudah dimanipulasi, nyaman untuk pasien dan ekonomis.

Cetakan alginat merupakan hidrokoloid gel yang terdiri dari 80% air. Cetakan alginat bila dibiarkan di udara terbuka air yang terkandung di dalamnya akan menguap sehingga cetakan menyusut (shrinkage), yang disebut sineresis. Cetakan alginat bila ditempatkan di dalam air, air akan diabsorbsi dan cetakan mengembang (expand) disebut imbibisi (Power, 2008).

Cetakan alginat berperan sebagai sarana transmisi mikroorganisme dari pasien ke dokter gigi, asisten, perawat dan tekniker. Jumlah bakteri pada permukaan alginat lebih banyak dibandingkan elastomer karena alginat mempunyai sifat hidrofilik sehingga menyatu dengan saliva dan darah yang berpotensi mengandung mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi (Power, 2008; Egusa, 2008). Cetakan alginat bila dilihat dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan pembesaran 700x menunjukkan karakteristik topografi yang tidak beraturan sehingga mikroorganisme mudah melekat pada cetakan alginat (Bustos, 2010).

Satu mililiter saliva mengandung hampir 1 juta mikroorganisme, kebanyakan bakteri dan sedikit fungi. Bakteri dan fungi berada di jaringan keras, jaringan lunak,

(24)

nasofaring berkembang biak dengan bantuan saliva (Lamont, 2006). Cetakan alginat dapat terkontaminasi banyak mikroorganisme, seperti Streptococcus (100%), Staphylococcus (55,6%), Candida (25,9%), methicillin-resistant Staphylococcus aureus (25,9%), dan Pseudomonas aeruginosa (5,6%) (Egusa, 2008). Mayoritas bakteri yang ditemukan pada cetakan alginat adalah Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Enterococcus, Micrococcus, dan Acinetobacter (Haralur, 2012). Pada daerah pasca pembedahan pada kepala dan leher yang mengalami infeksi luka pembedahan sering ditemukan Klebsiella pneumoniae (Cunha, 2012). Pada luka pasca operasi dapat ditemukan bakteri Gram positif (22,5%) dan Gram negatif (77,5%). Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri patogen Gram negatif yang sering ditemukan pada luka pasca operasi berdasarkan penelitian di rumah sakit Dar Es Salaam, Tanzania pada September 2011 sampai Februari 2012 (Manyahi, 2012). Klebsiella pneumoniae sering ditemukan pada kavitas pasca operasi rahang atas (Wieckiewicz, 2002).

Klebsiella pneumoniae termasuk genus Klebsiella dalam famili Enterobacteriaceae yang umumnya menyebabkan penyakit pada manusia. Klebsiella pneumoniae dapat diisolasi dari orofaring atau saluran pencernaan pada 5% orang sehat dan tingkat isolasi lebih tinggi di rumah sakit. Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan severe destructive pneumoniae dan infeksi saluran kemih (Samaranayake, 2012). Infeksi lokal Klebsiella pneumoniae bila tidak dilakukan pengobatan dapat menyebabkan infeksi sistemik yang cepat dan tidak terkendali.

Infeksi yang disebabkan Klebsiella pneumoniae pada pasien immunocompromised, dirawat di rumah sakit dan lansia, sangat berbahaya dengan tingkat mortalitas sampai 60% (Lawlor, 2005; Kumar, 2013).

Pencegahan terhadap infeksi silang diperlukan kontrol infeksi. Salah satu kontrol infeksi adalah dengan mendesinfeksi cetakan. British Dental Association (2009) dan Centers for Disease Control and Prevention (2003) mempublikasikan pedoman untuk mendisinfeksi cetakan. Pedoman tersebut terdiri dari membersihkan dan disinfeksi cetakan menggunakan disinfektan rumah sakit yang aktif yang terdaftar di Environmental Protection Agency.

(25)

Cetakan alginat setelah dikeluarkan dari rongga mulut sebaiknya dibilas dengan air terlebih dahulu untuk membersihkan darah, saliva, atau debris yang dapat menghalangi permukaan cetakan dari paparan disinfektan. Cetakan alginat yang telah didisinfeksi juga harus dibilas untuk menghilangkan sisa disinfektan yang dapat mempengaruhi permukaan model (Al-Jabrah, 2007). Cetakan alginat tidak cukup hanya dibilas dengan air tanpa diikuti prosedur disinfeksi karena mikroorganisme dapat terabsorbsi ke dalam cetakan dan tidak dapat dieliminasi hanya dengan pembilasan dengan air mengalir. Membilas cetakan alginat dengan air hanya mengurangi jumlah mikroorganisme sebesar 48,5% (Correia-Sousa, 2013).

Disinfektan idealnya harus mempunyai dua tujuan yaitu sebagai agen antimikrobial yang efektif dan tidak menyebabkan pengaruh terhadap stabilitas dimensi dan surface detail cetakan (Amin, 2009). Namun, tidak semua bahan cetak kompatibel dengan semua jenis desinfektan. Beberapa desinfektan dapat mempengaruhi kualitas bahan cetak, perubahan surface detail, surface roughness dan stabilitas dimensi (Al-Jabrah, 2007). Centers for Disease Control and Prevention merekomendasikan bahan pemutih rumah tangga (household bleach) dengan pengenceran 1:10, iodophor, atau synthetic phenol sebagai disinfektan untuk mendisinfeksi cetakan.

Sodium hipoklorit merupakan bahan disinfektan yang sering digunakan di kedokteran gigi sebagai larutan irigasi saluran akar. Sodium hipoklorit direkomendasikan oleh Environmental Protection Agency dan merupakan disinfektan yang bersifat sangat aktif pada bakteri, virus, jamur, parasit, dan beberapa spora (Fukuzaki, 2006). Sodium hipoklorit mudah dijumpai di setiap rumah tangga dengan konsentrasi 5,25%. Sodium hipoklorit efisien untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan mendisinfeksi cetakan (Badrian, 2012). Konsentrasi larutan sodium hipoklorit yang digunakan untuk mendisinfeksi cetakan bervariasi 0,5-5,25%.

Sodium hipoklorit 0,5% merupakan disinfektan terbaik untuk mendisinfeksi cetakan alginat karena efektif terhadap koloni bakteri aerob dan anaerob (Haralur, 2012).

Metode disinfeksi ada dua yaitu dengan penyemprotan dan perendaman.

(Sakaguchi, 2012). Lamanya penyemprotan atau perendaman tergantung dari jenis

(26)

disinfektan yang digunakan. Berdasarkan aplikasi praktisnya, disinfeksi dengan perendaman dianggap sebagai metode yang paling sesuai dan aplikatif untuk dokter gigi. Sementara itu, disinfeksi dengan penyemprotan dengan menggunakan sprayer dianggap sebagai metode yang paling efektif dan mencegah terjadinya distorsi pada cetakan alginat. British Dental Association (2009) merekomendasikan untuk disinfeksi cetakan dengan perendaman karena semua permukaan sendok cetak dan cetakan dapat terpapar bahan disinfektan. Disinfeksi cetakan alginat dengan sodium hipoklorit 0,5% lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif bila dibandingkan dengan glutaraldehid 2% (Aeran, 2010). Disinfeksi cetakan alginat dengan sodium hipoklorit 0,525% selama 5 menit efektif terhadap Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa (Badrian, 2012). Perendaman cetakan alginat dalam sodium hipoklorit 0,5% selama 5 menit efektif terhadap bakteri dan jika dilihat dengan SEM tidak terdapat perbedaan surface detail cetakan dibandingkan dengan yang tidak didesinfeksi. Mengurangi waktu perendaman dapat meminimalkan perubahan sifat fisis seperti stabilitas dimensi dan surface detail (Bustos, 2010).

Surface detail merupakan sifat penting untuk menghasilkan tiruan yang tepat dari struktur anatomis yang dicetak. Surface detail dapat diamati secara langsung melalui cetakan (Guiraldo, 2012). Surface detail pada cetakan harus dapat ditransfer ke model (Power, 2008). Surface detail cetakan alginat yang telah didesinfeksi dapat berubah karena dipengaruhi konsentrasi dan waktu pemaparan desinfektan (Amin, 2009).

1.2 Permasalahan

Cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi terdapat Klebsiella pneumoniae. Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan infeksi pneumonia. Dokter gigi memiliki peran penting dalam upaya pencegahan infeksi silang antara pasien ke dokter gigi, perawat, dan tekniker laboratorium. Salah satu kontrol infeksi adalah disinfeksi cetakan alginat dengan menggunakan sodium hipoklorit 0,5% dengan metode perendaman.

(27)

Penilaian surface detail cetakan alginat sebelum dan setelah didisinfeksi masih jarang dilakukan. Proses disinfeksi tidak boleh mempengaruhi surface detail cetakan alginat sehingga harus dipertimbangkan waktu yang diperlukan untuk mendisinfeksi cetakan alginat yang sesingkat mungkin dengan efektivitas maksimal terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae. Efek disinfektan pada cetakan yang terkontaminasi secara artifisial (in vitro) mungkin berbeda dengan cetakan yang dicetak dari pasien (in vivo) karena adanya saliva pada permukaan cetakan atau perbedaan komposisi mikroorganisme rongga mulut setiap individu. Penelitian penggunaan sodium hipoklorit pada cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan perendaman masih terbatas. Sodium hipoklorit tidak dapat dicampurkan ke dalam adonan alginat karena dapat menimbulkan nekrosis pada jaringan vital, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan pelepasan mediator kimia seperti histamin yang menyebabkan rasa sakit hebat, edema dan pendarahan.

Dari uraian di atas maka timbul pemikiran untuk memanfaatkan sodium hipoklorit 0,5% yang efektif sebagai antimikroba spektrum luas dan mudah dijumpai di setiap rumah tangga sebagai salah satu bahan desinfektan untuk mendesinfeksi cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi.

1.3 Rumusan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah bakteri Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri dominan pada pasien pasca hemimaksilektomi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara?

2. Apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, dan 5 menit terhadap pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumoniae?

3. Apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, dan 5 menit terhadap surface detail cetakan alginat?

(28)

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk:

1. Mengetahui bakteri Klebsiella pneumoniae sebagai bakteri dominan pada pasien pasca hemimaksilektomi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, dan 5 menit terhadap jumlah bakteri Klebsiella pneumoniae.

3. Mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, dan 5 menit terhadap surface detail cetakan alginat.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberi informasi di bidang kedokteran gigi tentang kontrol infeksi dengan mendisinfeksi cetakan alginat untuk mencegah infeksi silang yang dapat terjadi pada dokter gigi, perawat, tekniker dan pasien.

2. Sebagai dasar penelitian untuk penelitian lebih lanjut.

1.5.2 Manfaat Praktis 1.5.2.1 Manfaat Klinis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pedoman bagi dokter gigi dalam mendisinfeksi cetakan alginat yang efektif dengan menggunakan sodium hipoklorit.

2. Sebagai pedoman bagi dokter gigi untuk memilih bahan disinfektan dengan perubahan surface detail yang minimal sehingga akan didapatkan model yang akurat untuk pembuatan obturator.

(29)

1.5.2.2 Manfaat Laboratoris

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mencegah infeksi silang terhadap tekniker melalui model untuk pembuatan obturator.

2. Mempermudah tekniker supaya tidak perlu mendisinfeksi model yang diterima laboratorium dental.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Cetak Alginat

Bahan cetak alginat merupakan bahan cetak hidrokoloid bersifat ireversibel yang telah diperkenalkan sejak tahun 1940. Bahan cetak alginat bersifat hidrofilik sehingga dapat mencetak detail jaringan keras dan lunak dalam keadaan lembap (Nassar, 2011).

2.1.1 Komposisi Bahan Cetak Alginat

Komponen aktif utama bahan cetak hidrokoloid ireversibel adalah salah satu alginat yang larut air, seperti natrium, kalium, atau alginat trietanolamin. Bila alginat larut air dicampur dengan air, bahan tersebut akan membentuk sol. Bubuk alginat yang diproduksi pabrik mengandung sejumlah komponen. Komposisi alginat bervariasi tergantung pada produsen, namun ada konsentrasi relatif konsisten untuk masing-masing bahan (McCabe, 2008). Tabel 2.1 menunjukkan suatu formula untuk komposisi bubuk bahan cetak alginat dengan fungsi dari masing-masing komponen (Anusavice, 2013; McCabe, 2008).

Tabel 2.1 Komposisi bubuk bahan cetak alginat (Anusavice, 2013)

Pada proses gelasi bubuk alginat yang dicampur air akan menghasilkan bentuk pasta. Dua reaksi utama terjadi ketika bubuk bereaksi dengan air selama proses setting. Tahap pertama, sodium fosfat bereaksi dengan kalsium sulfat yang menyediakan waktu pengerjaan yang adekuat (Anusavice, 2013).

2Na3PO4 + 3CaSO4 → Ca3(PO4)2 + 3Na2SO4

Komponen Persentase Fungsi

Potassium alginat 15 Melarutkan alginat dalam air

Kalsium sulfat 16 Reaktor

Oksida seng 4 Partikel pengisi

Kalium titanium fluorid 3 Pemercepat

Diatomaceous earth 60 Partikel pengisi

Natrium fosfat 2 Bahan perlambat

(31)

Tahap kedua, setelah sodium fosfat telah bereaksi, sisa kalsium sulfat bereaksi dengan sodium alginat membentuk kalsium alginat yang tidak larut, yang dengan air akan membentuk gel:

a alginat a a alginat a

(bubuk) (gel)

Menurut kecepatan proses gelasinya, alginat dibedakan menjadi dua jenis, yakni: (McCabe, 2008)

a. Quick Setting Alginate, mengeras dalam 1 menit dan digunakan untuk mencetak rahang anak-anak atau penderita yang mudah mual.

b. Regular Setting Alginate, mengeras dalam 3 menit dan dipakai untuk pemakaian rutin.

2.1.2 Pemanipulasian Bahan Cetak Alginat

Peralatan yang bersih merupakan faktor penting karena kontaminasi selama pengadukan dapat membuat bahan mengeras terlalu cepat, kekentalannya tidak sempurna, atau dapat menyebabkan cetakan robek saat dikeluarkan dari rongga mulut (Anusavice, 2013). Bubuk alginat harus ditimbang dan air ditakar mengikuti petunjuk pabrik. Air yang digunakan sebaiknya air destilasi steril karena apabila air mengandung banyak mineral maka akan memengaruhi keakuratan dan setting time dari bahan cetak alginat (Nassar, 2011). Air yang digunakan sebaiknya steril untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari air (Correia-Sousa, 2013).

Lama penyimpanan bubuk bahan cetak alginat dipengaruhi temperatur penyimpanan dan kontaminasi kelembapan udara yang merupakan faktor utama.

Bahan yang sudah disimpan selama satu bulan pada 65ºC tidak dapat digunakan dalam perawatan gigi, karena bahan tersebut tidak dapat mengeras sama sekali atau mengeras terlalu cepat. Bahan cetak alginat harus disimpan pada lingkungan yang dingin dan kering (Anusavice, 2013; McCabe, 2008).

Bahan cetak alginat dikemas dalam kemasan tertutup secara individual dengan berat bubuk yang sudah ditakar untuk membuat satu cetakan atau dalam jumlah besar

(32)

di kaleng. Bubuk yang dibungkus per kantung lebih disukai karena mengurangi kontaminasi selama penyimpanan dan perbandingan air dengan bubuk lebih terjamin karena dilengkapi dengan takaran plastik untuk mengukur banyaknya air (McCabe, 2008).

2.1.2.1 Teknik Pencampuran Bahan Cetak Alginat

Teknik pencampuran bahan cetak alginat adalah sebagai berikut: (Mc Daniel, 2012)

a. Pencampuran manual (manual mixing)

Ketika bahan cetak alginat yang dicampur manual menggunakan mangkuk dan spatula (Gambar 2.1), udara berpotensi besar terjebak. Untuk teknik pencampuran manual, beberapa penulis menentukan bahwa operator harus menambahkan bubuk perlahan-lahan ke dalam air yang sudah ditakar pada rubber bowl untuk meminimalkan pembentukan gelembung. Selama pencampuran manual, alginat dicampur dan diaduk selama 60 detik, sesuai petunjuk pabrik.

Gambar 2.1 Rubber bowl dan spatula (Mc Daniel, 2012)

b. Pencampuran mekanis (mechanical mixing) 1. Spinning mixing

Alat semi automatic mechanical mixing disebut spinning bowl (Cadco Alginator II-Dux Dental) merupakan rubber bowl konvensional yang terpasang pada spinning turntable (Gambar 2.2.a). Setelah penambahan bubuk alginat ke dalam air pada rubber bowl, turntable diaktifkan dan operator memposisikan spatula di dalam

(33)

mangkuk, sehingga terjadi pencampuran dan oleskan alginat ke dinding rubber bowl.

Pencampuran membutuhkan waktu 30 detik.

2. Centrifuge mixing

Alat centrifuge mixing disebut centrifugal force mixer (Rite-Dent Alginate Mixing Machine-Rite-Dent Manufacturing Corporation) (Gambar 2.2.b). Bubuk alginat dan air ditambahkan ke dalam wadah pencampuran dan dimasukkan ke dalam centrifugal force mixer. Tutup mixer ditutup, diaktivasi dan mesin mencampur selama 10 detik. Wadah dikeluarkan dari mixer dan adonan alginat dikeluarkan dengan spatula.

3. Vacuum mixing

Alat yang untuk vacuum mixing sering disebut vacuum mixer (Whip Mix Vac-U-Mixer-Whip Mix Corporation) (Gambar 2.2c). Vacuum mixer menggunakan mangkuk dengan tutup kedap udara. Tutupnya memiliki spatula berputar yang beroperasi dalam kondisi vakum ketika terhubung ke Whip Mix Unit. Setelah pencampuran selama 15 detik, tutup dibuka dan adonan alginat dikeluarkan dengan spatula.

Gambar 2.2 (a) Cadco Alginator II (Dux Dental); (b) Rite-Dent Alginate Mixing Machine (Rite-Dent Manufacturing Corporation); (c) Whip Mix Vac-U-Mixer (Whip Mix Corporation) (Mc Daniel, 2012)

Penggunaan alat pencampuran mekanis (mechanical mixing device) dapat mengurangi porositas. Udara yang terjebak atau porositas pada cetakan alginat dapat memengaruhi keakuratan cetakan dan model (Culhaoglu, 2014). Porositas permukaan

a b c

(34)

pada cetakan secara signifikan minimal untuk pencampuran dengan centrifugal mixer bila dibandingkan dengan manual, sedangkan porositas internal secara signifikan lebih sedikit untuk pencampuran dengan centrifugal mixer dibandingkan dengan semua teknik pencampuran lain (Mc Daniel, 2012).

2.1.3 Sifat-Sifat Bahan Cetak Alginat 2.1.3.1 Waktu Kerja (Working Time)

Bahan fast-set memiliki waktu kerja 1,25-2 menit, sedangkan waktu bahan regular-set biasanya 3 menit, tapi mungkin bisa selama 4,5 menit. Dengan waktu pencampuran 45 detik untuk jenis fast-set, 30-75 detik sisa waktu kerja sebelum penempatan sendok cetak. Untuk bahan regular-set, waktu pencampuran 60 detik, 2-3,5 menit sisa waktu kerja untuk bahan yang mengeras 3,5-5 menit (Sakaguchi, 2012).

2.1.3.2 Waktu Pengerasan (Setting time)

Waktu pengerasan berkisar antara 1-5 menit. ANSI/ADA (American National Standards Institute/American Dental Association) spesifikasi No.18 (ISO [International Organization for Standardization] 1563) mensyaratkan bahwa minimal nilai yang terdaftar oleh produsen dan setidaknya 15 detik lebih lama dari waktu kerja. Menggunakan air yang lebih dingin dari 18°C atau lebih hangat dari 24°C tidak dianjurkan. Waktu pengerasan secara klinis dapat terdeteksi dengan hilangnya kelengketan permukaan. Jika memungkinkan, cetakan harus dibiarkan di tempat 2 sampai 3 menit, karena tear strength dan elastic recovery (recovery dari deformasi) meningkat secara signifikan selama periode ini. Warna alginat yang berubah memberikan indikasi visual waktu kerja dan waktu pengerasan. Mekanisme perubahan warna adalah perubahan pH-terkait dari pewarna (Sakaguchi, 2012).

2.1.3.3 Elastic Recovery

Elastic recovery cetakan alginat dikompresi sekitar 10% di daerah undercut selama pelepasan. Sebenarnya besarnya tergantung pada sejauh mana undercut dan ruang antara sendok cetak dan gigi. Spesifikasi ANSI/ADA mensyaratkan bahwa

(35)

elastic recovery lebih dari 95% ketika bahan dikompresi 20% selama 5 detik pada saat itu biasanya akan dikeluarkan dari mulut. Nilai khas untuk elastic recovery 98,2%, sesuai dengan deformasi permanen 1,8% (Sakaguchi, 2012).

2.1.3.4 Pengerutan (Shrinkage) dan Pengembangan (Expand)

Bahan cetak hidrokoloid gel dapat kehilangan kandungan air melalui penguapan pada permukaan atau cairan merambat ke permukaan dengan proses yang disebut sineresis. Pengerutan gel merupakan hasil dari penguapan dan sineresis. Bila gel ditempatkan di dalam air, air akan diabsorpsi dan proses ini disebut imbibisi (Anusavice, 2013).

2.1.4 Syarat Hasil Cetakan Alginat

Syarat hasil cetakan alginat adalah harus merekam sebagai berikut: (Power, 2008)

a. Semua gigi pada rahang atas dan bawah b. Seluruh tulang alveolar

c. Daerah hamular notch pada rahang atas d. Daerah retromolar pada rahang bawah

e. Reproduksi dari sebuah detail, tidak distorsi, dan bubble-free pada jaringan rongga mulut

2.1.5 Penyimpanan Cetakan Alginat

Cetakan alginat harus segera diisi gips setelah dikeluarkan dari rongga mulut.

Keterlambatan di antara pengambilan cetakan dengan waktu pengisian cetakan alginat dapat menyebabkan cetakan mengerut (shrinkage), mengembang (expand), atau terjadinya distorsi selama waktu tersebut. Bila pengisian harus ditunda sebaiknya cetakan disimpan dalam wadah tertutup seperti kantung plastik atau humidor untuk menciptakan lingkungan lembap 100% (Anusavice, 2013).

(36)

2.1.6 Keakuratan Cetakan Alginat

Keakuratan cetakan alginat dapat dievaluasi dari stabilitas dimensi dan surface detail. Keakuratan dimensi dan surface detail merupakan faktor penting untuk menghasilkan struktur anatomis yang tepat (Power, 2008).

2.1.6.1 Surface Detail Cetakan Alginat

Bahan cetak harus merekam detail dari jaringan keras dan lunak pada rongga mulut dan detail ini juga harus dapat dipindahkan ke model. Kualitas permukaan yang kurang baik dengan detail yang rendah dapat berpengaruh terhadap keakuratan cetakan dan model serta kenyamanan protesa yang akan digunakan pasien. Efek disinfektan terhadap surface detail menunjukkan bahwa bahan cetak alginat mempunyai sifat imbibisi yang menyerap disinfektan sehingga menimbulkan kerusakan pada permukaan alginat (Amin, 2009), karena sifat dari cetakan alginat yang mempertahankan larutan disinfektan dan disalurkan ke dalam model gipsum, sehingga memengaruhi surface detail dan kekerasan (hardness). Cetakan harus didisinfeksi dengan bahan disinfektan yang adekuat dalam jangka waktu yang singkat sehingga dapat meminimalkan distorsi dan perubahan surface detail pada cetakan dan model (Sinavarat, 2014). Surface detail cetakan alginat tidak berubah bila konsentrasi rendah dan waktu pemaparan disinfektan sesingkat mungkin (Amin, 2009).

Permukaan cetakan dapat dinilai melalui reproduksi garis dari test block.

Cetakan diamati di bawah sudut-rendah pencahayaan dengan atau tanpa pembesaran.

Untuk pembedaan yang lebih baik, sebuah sistem pemindaian dengan skor 1-4 adalah sebagai berikut: (Culhaoglu, 2014)

a. Skor 1: garis jelas, detail yang jelas, garis bersambung (Gambar 2.3.a) b. Skor 2: garis bersambung dengan keburaman (Gambar 2.3.b)

c. Skor 3: detail yang buruk atau garis tidak bersambung (Gambar 2.3.c) d. Skor 4: tipis atau tidak tampak sama sekali

Disinfeksi cetakan alginat dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 10 menit menunjukkan tidak ada pengaruh pada garis dengan diameter 50 µm sebelum dan sesudah disinfeksi (Suprono, 2012).

(37)

Gambar 2.3 a. Skor 1: Garis jelas, detail yang jelas, garis bersambung; b. Skor 2: Garis bersambung dengan keburaman; c. Skor 3: Detail yang buruk atau garis tidak bersambung (Culhaoglu, 2014).

2.2 Hemimaksilektomi

Hemimaksilektomi merupakan operasi pengangkatan salah satu sisi rahang atas, termasuk premaksila, rahang atas, dan palatum keras yang dilakukan untuk pengangkatan tumor di palatum keras, hidung, sinus maksilaris atau tumor lain yang telah tumbuh melibatkan rahang atas. Pasca hemimaksilektomi akan menimbulkan defek maksila. Defek maksila yang disebabkan karena tindakan operasi (tumor, benjolan, kista) merupakan suatu kelainan berbentuk sebuah celah atau gerong pada rahang atas (Gambar 2.4.a). Defek maksila melibatkan palatum keras dan palatum lunak yang diperpanjang sampai daerah vellopharyngeal, defek maksila yang ada ini dapat menyebabkan penderita saat bicara terdengar suara sengau, dapat pula menyebabkan seseorang mengalami kesulitan saat berbicara, pengunyahan, menelan, dan estetik (Bidra, 2012). Pasien pasca hemimaksilektomi yang menjalani terapi radiasi mengalami trismus temporomandibular joint yang dapat terjadi dengan pengurangan pembukaan mulut (10-15 mm atau kurang) (Vojvodic, 2013).

Rehabilitasi prostetik diperlukan dengan pembuatan obturator (Vojvodic, 2013). Obturator adalah protesa maksilofasial yang digunakan untuk menutup

a b

c

(38)

pembukaan jaringan didapat, terutama dari palatum, dan/atau struktur jaringan alveolar atau lunak berdekatan yang telah dibuang karena operasi. Pembuatan obturator definitif dapat dipertimbangkan setelah sekitar 3 bulan setelah terapi radiasi, walaupun obturator interim (Gambar 2.4.b) dapat dibuat sekitar 10 hari setelah pembedahan untuk memfasilitasi penutupan defek setelah penyembuhan awal (Vojvodic, 2013).

Pada luka pasca operasi dapat ditemukan bakteri Gram positif (22,5%) dan Gram negatif (77,5%). Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri patogen Gram negatif yang sering ditemukan pada luka pasca operasi berdasarkan penelitian di rumah sakit Dar Es Salaam, Tanzania pada September 2011 sampai Februari 2012 (Manyahi, 2012).

Gambar 2.4 (a) Defek maksila pasca hemimaksilektomi; (b) Hollow bulb interim obturator (Daniel, 2015)

2.3 Klebsiella pneumoniae

Klebsiella pneumoniae pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl Friedlander mengidentifikasi bakteri Klebsiella pneumoniae dari paru-paru orang yang meninggal karena pneumonia. Klebsiella pneumoniae adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang (basil) dan tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Klebsiella pneumoniae mempunyai diameter berkisar 0,3-1,0 µm dan panjang 0,6-6,0 µm serta terdapat fimbria. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri fakultatif anaerob. Klebsiella pneumoniae berperan utama dalam menyebabkan infeksi nosokomial pada pasien immunocompromised (Samaranayake, 2012).

a b

(39)

Centers for Disease Control and Prevention (2015) menyatakan untuk mendapatkan infeksi Klebsiella pneumoniae, seseorang harus terpapar bakteri.

Misalnya, Klebsiella pneumoniae yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat menyebabkan pneumonia, atau ke dalam darah yang menyebabkan infeksi aliran darah. Bakteri Klebsiella pneumoniae dapat menyebar melalui kontak orang-ke-orang (misalnya, dari pasien ke pasien melalui tangan yang terkontaminasi personil kesehatan, atau orang lain) atau, lebih jarang, oleh kontaminasi lingkungan. Bakteri ini tidak menyebar melalui udara. Pasien dapat terpapar Klebsiella pneumoniae melalui ventilator (mesin pernapasan), intravena (pembuluh darah), kateter atau luka (yang disebabkan oleh cedera atau pembedahan). Alat-alat dan kondisi medis memungkinkan Klebsiella pneumoniae untuk masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi.

Untuk mencegah penyebaran infeksi Klebsiella pneumoniae antara pasien, tenaga kesehatan harus mengikuti tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tertentu. Tindakan pencegahan ini dapat mencakup ketaatan kebersihan tangan dan mengenakan baju pelindung dan sarung tangan saat mereka memasuki kamar di mana pasien terkait dengan penyakit Klebsiella pneumoniae dirawat. Fasilitas kesehatan juga harus mengikuti prosedur pembersihan yang ketat untuk mencegah penyebaran Klebsiella pneumoniae (Siegel, 2007).

Untuk mencegah penyebaran infeksi, pasien juga harus membersihkan tangan mereka sangat sering, termasuk: (Siegel, 2007)

 Sebelum menyiapkan atau makan makanan.

 Sebelum menyentuh mata, hidung, atau mulut.

 Sebelum dan setelah mengganti perban.

 Setelah menggunakan toilet.

 Setelah meniup dengan hidung, batuk, atau bersin.

 Setelah menyentuh permukaan rumah sakit seperti tempat tidur yang mempunyai rel, meja samping tempat tidur, gagang pintu, atau telepon.

(40)

2.3.1 Klasifikasi Klebsiella pneumoniae

Klasifikasi Klebsiella pneumoniae adalah sebagai berikut Domain/Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Order : Enterobacteriales Family : Enterobacteriaceae

Genus : Klebsiella

Species : Klebsiella pneumoniae 2.3.2 Struktur sel Klebsiella pneumoniae

Klebsiella pneumoniae mengandung kapsul besar yang terbuat dari polisakarida sekitar selnya, sehingga koloni berlendir (mukoid) dan berguna untuk mempertahankan diri. Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan penyakit karena mempunyai dua tipe antigen pada permukaan selnya:

1. Antigen O

Antigen O adalah lipopolisakarida yang terdapat dalam sembilan varietas.

2. Antigen K

Antigen K adalah polisakarida yang dikelilingi oleh kapsula dengan lebih dari 77 varietas.

Kedua antigen ini meningkatkan patogenitas Klebsiella pneumoniae.

Selain itu, Klebsiella pneumoniae mampu memproduksi enzim ESBL (Extended Spectrum Beta-Lactamase) yang dapat melumpuhkan kerja berbagai jenis antibiotik.

Hal ini dapat menyebabkan bakteri kebal dan menjadi sulit dilumpuhkan (Sikarwar, 2011). Klebsiella pneumoniae memiliki karakteristik fiksasi nitrogen. Klebsiella pneumoniae dapat mengambil gas nitrogen atmosfer dan mengurangi menjadi asam amonia dan amino. Suhu untuk kondisi pertumbuhan terbaik adalah 37ºC. Klebsiella pneumoniae efektif memetabolisme melalui fermentasi (Schmitz, 2002).

Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri patogen yang dapat ditemukan dalam air, limbah, pada hewan dan mamalia. Klebsiella pneumoniae merupakan

(41)

penyebab penting infeksi pada manusia. Infeksi atau penyakit biasanya nosokomial atau didapat di rumah sakit. Penyakit termasuk infeksi saluran kemih dan pneumonia.

Penyakit yang disebabkan oleh Klebsiella pneumoniae dapat mengakibatkan kematian bagi pasien yang imunodefisiensi (Kumar, 2013).

2.3.3 Identifikasi Klebsiella pneumoniae

Identifikasi Klebsiella pneumoniae dapat dilakukan beberapa tahap, yaitu : a. Kultur bakteri pada Blood Agar

Media blood agar digunakan untuk isolasi, menumbuhkan berbagai macam bakteri patogen dan menetapkan bentuk hemolisa dari bakteri tersebut. Media kultur ini kaya nutrien yang menyediakan kondisi pertumbuhan bakteri yang optimal. pH media ini sekitar 6,8 untuk menstabilkan sel darah merah dan menghasilkan media hemolisa yang jelas. Kandungan utama pada agar darah adalah nutrien agar dan 5-10% darah domba. Blood agar merupakan media diferensial yang berfungsi membedakan bakteri berdasarkan kemampuan bakteri melisiskan sel darah merah.

Ekspresi dari hemolisis bakteri dapat diketahui ada atau tidaknya zona bening di sekeliling koloni bakteri. Terdapat 3 tipe sifat hemolisis yaitu alpha, beta, dan gamma. Klebsiella pneumoniae tumbuh sebagai koloni yang berwarna, besar, dome- shaped, mukoid, dan tidak melisiskan darah (gamma hemolisis (γ-haemolysis)) pada media blood agar (Kumar, 2013) (Gambar 2.5).

b. Kultur Media MacConkey Agar

Media MacConkey agar termasuk salah satu media isolasi primer. MacConkey merupakan medium selektif diferensial yang mengandung laktosa dan merah netral sebagai indikator, sehingga bakteri yang meragikan laktosa akan tumbuh sebagai koloni berwarna merah yang dapat membedakan dari bakteri yang tidak meragikan laktosa yang tumbuh sebagai bakteri yang tidak berwarna (Samaranayake, 2012).

Klebsiella pneumoniae tumbuh sebagai koloni yang berwarna merah muda, membentuk koloni yang mukoid, kapsul polisakarida yang besar, tidak motil, dan menunjukan positif untuk lisin dekarbosilase dan sitrat. Jika diambil dengan ose, maka akan tertarik karena pada koloni memiliki kapsul (Kumar, 2013) (Gambar 2.6).

(42)

Gambar 2.5 Koloni Klebsiella pneumoniae pada blood agar (Gamma hemolisis) (Dok)

Gambar 2.6 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar (Dok)

c. Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni Gram positif dan Gram negatif, berdasarkan karakteristik pewarnaan dinding selnya. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya (Samaranayake, 2012).

Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri Gram negatif tidak. Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain)

(43)

ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri Gram negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel (Samaranayake, 2012).

Perbedaan dasar antara bakteri Gram positif dan Gram negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme Gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme Gram negatif dengan pencucian alkohol. Bakteri Gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidoglikan yang tebal (25-50 nm) sedangkan bakteri negatif lapisan peptidoglikan yang tipis (1-3 nm) (Samaranayake, 2012). Bakteri Klebsiella pneumoniae terlihat berwarna merah, berbentuk batang lurus berpasangan atau tunggal, pendek, dan memiliki kapsul secara mikroskopik (Kumar, 2013).

d. Uji biokimia

Uji biokimia dilakukan untuk melihat karakteristik bakteri melalui reaksi biokimia, yang biasa dilakukan diantaranya: (Sikarwar, 2011)

1. Uji Indol

Uji indol untuk melihat kemampuan suatu organisme menghasilkan indol dari degradasi asam amino triptopan. Bila positif menghasilkan warna merah sedangkan apabila negatif menghasilkan warna kuning. Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri dengan indol negatif.

2. Uji metil merah

Uji metil merah digunakan untuk mendeteksi produksi asam kuat selama proses fermentasi glukosa. Pembentukan asam pada fermentasi glukosa memberikan warna merah dengan indikator metil merah. Klebsiella pneumoniae menghasilkan warna merah.

3. Uji Voges Proskauer

Voges Proskauer merupakan uji untuk menentukan organisme yang memproduksi dan mengelola asam dan fermentasi glukosa, memperlihatkan kemampuan sistem buffer dan menentukan bakteri yang menghasilkan produk netral (asetil metal karbinol atau

Gambar

Gambar 2.1  Rubber  bowl  dan  spatula  (Mc  Daniel,  2012)
Gambar  2.3  a.  Skor  1:  Garis  jelas,  detail  yang  jelas,  garis  bersambung;  b
Gambar 2.5   Koloni  Klebsiella  pneumoniae  pada  blood  agar  (Gamma  hemolisis) (Dok)
Tabel 3.2 Variabel terikat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampel lalu diuji kekuatan impak dan transversalnya, kemudian dianalisis dengan uji t tidak berpasangan untuk mengetahui pengaruh perendaman basis gigi tiruan nilon termoplastik

1. Karakteristik visual yang dimiliki. Prinsip pengulangan memanfaatkan keduanya dari konsepsi untuk mengatur sesuatu yang berulang didalam suatu komposisi. Seperti contoh bentuk

Uji Normalitas Data Organoleptik Rasa pada Selai Lembaran Jambu Biji Merah.. Kolm ogorov-Sm irnov(a)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sunset policy, tax amnesty , sanksi pajak dan pelayanan fiskus terhadap kepatuahn wajib pajak orang

Alhamdulillah atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ PENGARUH KOMUNIKASI, MOTIVASI, DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA KARYAWAN

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL HERBA SAWI PAHIT ( Brassica junceae (L.) Czern) PADA ORGAN..

Fitur pengelolaan file software Adobe Audition dapat digunakan, seperti: buat (new ), buka (open), simpan (save ), simpan dengan nama lain (save as) Fasilitas siap pakai

Pada hasil uji ketuntasan belajar individual disimpulkan bahwa siswa yang memperoleh model pembelajaran TPS mendapat nilai rata-rata tes kemampuan komunikasi