• Tidak ada hasil yang ditemukan

10 komunikasi non jurnalistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "10 komunikasi non jurnalistik"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Kemampuan Komunikasi Non Jurnalistik

Oleh I do Priyono Hadi

Materi kuliah Program Studi Manajemen Perhotelan UK Petra 2000/ 2001

Lobi

Kamampuan melakukan lobi [ lobbying] adalah pendekatan non verbal yang sering digunakan dalam mencapai kesepakatan tertentu [ transaksi] . Sebagai aktivitas komunikasi, lobi tidak jarang justru lebih efisien untuk mempengaruhi orang lain demi mengambil keputusan sesuai dengan yang diinginkan. Malakukan lobi adalah melancarkan persuasi, yakni mempengaruhi orang-orang lain tanpa harus merasa dipengaruhi oleh orang-orang-orang-orang lain itu.

Di Hamilton, New York, pernah diadakan kursus AMA-Colgate University yang dihadiri sekelompok eksekutif. Dalam acara itu muncul sebuah pertanyaan menarik yang kemudian menjadi salah satu topik pokok. “kesalahan terbesar apakah yang pernah dibuat oleh seorang eksekutif?” Pada prinsipnya, semua kesalahan terbesar adalah hilangnya kesempatan emas yang seharusnya bisa dimanfaatkan, karena terlambat meraihnya. Salah satu kesimpulan kursus manajemen itu adalah “inisiatif”

Ketika peluang telah berhasil diidentifikasikan, seorang manajer harus segera mencari alternatif-alternatif-alternatif realisasinya. Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab antara lain :

! Baranga atau jasa apa yang dibutuhkan dalam peluang tersebut ?

! Apakah barang atau jasa itu bisa dibuat, didapat, atau dilakukan sendiri ?

! Dengan pihak siapakah peluang tersebut akan direalisasikan?

Pada saat menjawab pertanyaan terakhir itulah rencana komunikasi disusun. Aktivitas komunikasinya meliputi pra-produksi dan pasca-produksi. Salah satu kelemahan eksekutif dalam hal ini adalah kurangnya inisiatif untuk melakukan pendekatan langsung ke sasaran melalui lobbying . Sementara manajer tetap yakin dan percaya pada pendekatan prosedural, formal, sambil menunggu dan terus menunggu. Padahal pendekatan prosedural-formal seringkali membutuhkan waktu, karena melalui birokrasi tertentu. Selain itu, pendekatan tersebut masih menimbulkan keraguan bagi komunikan.

Untuk menentukan sikap , masih dibutuhkan kredibilitas performance [ unjuk kerja] secara nyata. Karenanya sikap aktif untuk mengambil inisiatif komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan. Dalam melakukan lobi ada beberapa pendekatan :

! Menemui sasaran langsung pada kesempatan tertentu.

! Memanfaatkan jasa penghubung yang memiliki keterdekatan hubungan [ proximity] dengan sumber.

! Memanfaatkan kelompok bermain, seperti perkumpulan musik, golf, penyayang binatang, klub jantung sehat, dan sebagainya.

! Menggunakan alat bantu, seperti telepon.

(2)

Dalam melakukan lobi harus diperhatikan beberapa hal :

! Empati, yakni berusaha menempatkan diri pada situasi dan kondisi komunikan. Ciptakan suasana konsensus agar kerangka referensi terbentuk. Ketahui terlebih dulu sifat-sifat khas yang dimiliki komunikan, misalnya hobi, kebiasaan, dan sebagainya.

! Buatlah janji untuk bertemu, jangan memaksa. Persiapkanlah masak-masak segala sesuatu yang akan dikemukakan. Jika dinilai perlu, persiapkan pula proposal, dokumen, dsb.

! Bersikaplah wajar, tenang, jujur, dan percaya diri.

! Perhatikan kondisi psikologis komunikan. Apabila komunikan terlihat lelah atau tidak sehat, pembicaraan sebaiknya dilakukan secara seperlunya saja.

! Tepatilah janji yang sudah dibuat.

Kemampuan Memimpin

Dalam manajemen organisasi, Teori X dan Teori Y dari Max Gregor dikenal luas karena aplikasinya yang selalu aktual. Teori ini dibangun atas dua proposisi yang berbeda.

! X adalah proposisi yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah malas. Dengan demikian tugas manajer adalah memerangi sifat manusia yang tercela ini dengan kecakapannya menerapkan teknik “ganjaran dan hukuman”.

! Y adalah proposisi yang menyatakan bahwa pada dasarnya manusia berkemauan untuk bekerja, tetapi industri hanya memberinya tugas-tugas yang tidak ada tantangannya dan tidak mempunyai arti. Jadi tugas manajer adalah merancang kembali metode pekerjaan sehingga memacu produktivitas SDM secara maksimal.

Teori tsb memberi bahan pemikiran yang sangat penting sebagai landasan produktivitas kerja, antara lain :

1. Proses produksi membutuhkan aturan main yang kondusif, sehingga seluruh potensi SDM terimplementasikan pada output kerja.

2. Aturan main tsb akan membentu sistem, sehingga mengatur secara jelas tentang hak dan kewajiban, mekanisme, disiplin, dsb.

3. Pada akhirnya, sistem hany dapat berfungsi secara optimal jika kualitas pimpinan mampu mengatasi pelbagai persoalan [ problem solving]

Pada gilirannya, analisis kita memandang penting peranan kelompok pimpinan. Karena peranan pimpinan teras sebagai pengendali sistem. Dialah yang bertugas mengambil keputusan, mengatur pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab serta dia pulalah yang memegang otoritas untuk mengontrol setiap mekanisme kerja dalam organisasinya.

Dalam penelitiannya, Joe Kelly [ 1974] menemukan beberapa tanda yang yang muncul dalam kepemimpinan seseoarng. Antara lain : kecerdasan yang luar biasa, inisiatif, keterbukaan, rasa humor, antusiasme, kejujuran, simpati, dan kepercayaan pada diri sendiri.

Sementara itu, Kerth Devis merumuskan empat sifat umum yang tampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yakni :

1. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada umumnya seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang dipimpin.

2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial seorang pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi stabil, serta mempunyai perhatian luas terhadap berbagai aktivitas sosial. Seorang pemimpin mempunyai keinginan untuk dihargai dan menghargai.

(3)

4. Para pemimpin yang berhasil dengan tulus mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya, serta mampu berpihak kepadanya. Pemimpin seperti itu mempunyai perhatian dan orientasi pada karyawan, bukannya pada produksi.

Gaya Kepemimpinan

Miftah Thoha [ 1990] memaparkan beberapa gaya kepemimpinan yang banyak mempengaruhi perilaku-perilaku orang-orang yang dipimpinnya.

A. Gaya kepemimpinan kontinum. Ada tujuh model :

1) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan keputusannya kepada bawahannya. Otoritas yang dipergunakan atasan terlalu banyak, sedangkan daerah bawahan sempit sekali;

2) Pemimpin menjual keputusan.

3) Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang berbagai pertanyaan.

4) Pemimpin memberi keputusan yang bersifat sementara, yang kemungkinan dapat berubah. Bawahan sudah mulai sering dilibatkan dalam pembuatan keputusan, sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi.

5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, lalu membuat keputusan. 6) Pemimpin merumuskan batasan-batasan dan meminta kelompok bawahan untuk

membuat keputusan.

7) Pemimpin mengijinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan.

B. Gaya managerial grid . Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Terpenting untuk ditekankan adalah bagaimana manajer harus memikirkan keduanya, produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Jadi, penekanannya bukan pada berapa banyak produk yang harus dihasilkan dan seberapa sering ia harus berhubungan dengan bawahannya.

C. Gaya kepemimpinan yang efektif. Bentuknya ada empat :

1) Manajer yang memberi banyak perhatian kepada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Gaya ini menempatkan manajer sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, bersedia mengakui perbedaan antar-individu, dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.

2) Manajer yang menyukai perkembangan memberikan perhatian maksimal kepada hubungan kerja, dan perhatian yang minimun kepada tugas-tugas pekerjaan. Manajer mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasi.

3) Manajer otokratis yang baik [ benevolent autocrat] memberikan perhatian maksimal kepada tugas, dan perhatian minimal kepada hubungan kerja. Dengan perilaku yang sesuai.

(4)

D. Gaya kepemimpinan yang tidak efektif memiliki empat bentuk, yakni :

1) Pencinta kompromi [ compromiser] adalah tipe manajer yang biasanya membuat keputusan yang buruk, sebab ia merasakan banyak tekanan pada saat membuat keputusan itu.

2) Missionary adalah gaya kepemimpinan yang memberikan penekanan maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi membeikan perhatian minimum pada tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Tipe manajer ini menilai keharmonisan hanya sebagai tujuan dalam dirinya sendiri.

3) Otokrat adalah gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian maksimum pada tugas dan perhatian minimum pada hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Umumnya, manajer tipe ini sulit memberikan kepercayaan kepada orang-orang lain, sikapnya tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang cepat selesai.

4) Deserter adalah tipe pemimpin yang cenderung melarikan diri dari masalah yang ia hadapi. Pemimpin tipe ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. I a tidak aktif, bahkan seringkali tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.

Referensi :

1) Panuju, Redi, Drs, 2000, Komunikasi Bisnis, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hal. 134-140

2) Thoha, Miftah, Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, cetakan ke 4, hal 2.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan berorientasi tugas dan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan

Perhatian pada tugas atau pada hal-hal yang direncanakan untuk diselesaikan (penekanan pada hasil), serta perhatian kepada orang-orang dan unsur organisasi yang mempengaruhi

Gaya Kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang

(2) Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang penuh terhadap tugas dan kurang terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai.. (3) Lari dari tugas

Pembahasan Temuan III, Gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan terhadap tanggung jawab siswa lebih besar dari pada gaya kepemimpinan orientasi tugas

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan positif signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan perilaku inovatif

Manajer dalam hubungan dengan menajemen menjelaskan tentang substansi tugas yang ada padanya. Pada satu sisi, manajer ada pada posisi tugas pelaksana kepemimpinan dengan

Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu pada Hubungan Gaya Kepemimpinan terhadap Perilaku Disfungsional Audit Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau