i
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW
LEARNEAR) KELAS II SD NEGERI JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Witrias Swestika Nugrahayati NIM 12108241006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
Seorang guru adalah sebuah busur. Anak adalah panah yang siap meluncur. Tanpa sebuah busur, panah hanyalah sebuah kayu yang menanti uzur.
(Shinziro Hero)
vi
PERSEMBAHAN
Tugas akhir skripsi ini dengan mengharap ridho Allah SWT peneliti persembahkan untuk:
1) Ayah dan Ibu tercinta.
vii
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW
LEARNER) KELAS II SD N JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO
Oleh
Witrias Swestika Nugrahayati NIM 12108241006
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner) kelas II SD N Jlaban, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud meliputi kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, serta evaluasi/tindak lanjut dalam pembelajaran siswa lamban belajar.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskripstif. Subjek penelitiannya adalah guru kelas II SD N Jlaban. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Keabsahan data diuji dengan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru kelas II melaksanakan pembelajaran yang sama untuk siswa reguler dan siswa lamban belajar. Hal tersebut dapat dilihat sejak proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi/tindak lanjut. Guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab tentang keadaan sekitar siswa. Guru melakukan motivasi dengan cara mengajak siswa bernyanyi atau melakukan berbagai macam tepuk. Tidak terdapat RPP khusus untuk siswa lamban belajar. Metode pembelajaran yang digunakan guru adalah ceramah dan tanya jawab. Salah satu perlakukan khusus untuk siswa lamban belajar adalah diadakannya tambahan waktu menyelesaikan tugas setelah pulang sekolah. Guru kunjung hanya mendampingi siswa mengerjakan tugas ketika pembelajaran berlangsung. Guru kunjung masuk ke kelas II setiap hari Selasa dan Jumat.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) Kelas II SD N Jlaban Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak, yaitu sebagai berikut.
1) Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dalam menempuh program studi PGSD di Universitas Negeri Yogyakarta.
2) Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan perizinan penelitian demi kelancaran skripsi ini. 3) Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan
dukungan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.
4) Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah ... 1
b. Identifikasi Masalah ... 7
c. Fokus Penelitian ... 7
d. Rumusan Masalah ... 8
e. Tujuan Penelitian ... 8
f. Manfaat Penelitian ... 8
g. Batasan Istilah ... 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 1) Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 10
a. Pengertian Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 10
b. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 12
c. Karakteristik Anak Lamban Belajar (Slow Learner) ... 15
xi
a. Pengertian Pembelajaran ... 18
b. Komponen-Komponen Pembelajaran ... 19
c. Prinsip Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 23
d. Pendekatan PembelajaranSiswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 28
e. Pelaksanaan PembelajaranSiswa Lamban Belajar ... 33
f. Pendidikan Inklusif ... 46
3) Kerangka Berpikir ... 51
4) Pertanyaan Penelitian ... 52
BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 53
B. Tempat Penelitian ... 54
C. Waktu Penelitian ... 54
D. Subjek Penelitian ... 54
E. Teknik Pengumpulan Data ... 55
F. Instrumen Penelitian ... 56
G. Teknik Analisis Data ... 58
H. Pengujian Keabsahan Data ... 60
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 63
C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63
1. Perencanaan Pembelajaran SiswaLamban Belajar ... 63
2. Pelaksanaan Pembelajaran SiswaLamban Belajar ... 64
3. Evaluas dan Tindak Lanjut Siswa Lamban Belajar ... 70
D. Pembahasan ... 73
1. Perencanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar ... 73
2. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar ... 74
3. EvaluasidanTindak Lanjut Siswa Lamban Belajar ... 80
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 90
Lampiran 2. Pedoman Observasi ... 92
Lampiran3. Pedoman Wawancara ... 95
Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 101
Lampiran 5. Hasil Observasi ... 125
Lampiran 6. Reduksi Hasil Observasi ... 135
Lampiran 7. Transkip Wawancara ... 147
Lampiran 8. ReduksiHasilWawancara ... 159
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian ... 174
Lampiran 10. Triangulasi Data ... 178
Lampiran 11. Hasil Assesmen Siswa Lamban Belajar ... 186
Lampiran 12. Rapor Siswa Lamban Belajar ... 192
Lampiran 13. SK Inklusi SD N Jlaban ... 203
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsep pendidikan untuk semua (education is for all) merupakan salah satu dasar pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut juga telah termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Landasan yuridis yang lain adalah UU No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperloeh pendidikan yang bermutu”.
Dunia pendidikan khususnya bangku persekolahan merupakan salah satu
wahana untuk memproses sebuah input pendidikan (peserta didik) agar nantinya menjadi output pendidikan yang berintelek dan berkarakter. Realitas menunjukkan bahwa peserta didik yang ada adalah heterogen. Misalnya saja, ada peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata; ada peserta didik yang berbakat; ada peserta didik yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata;
gangguan konsentrasi belajar; gangguan emosional; lamban belajar; hambatan fisik; autis; dan lain sebagainya. Kesemua karakteristik peserta didik di atas juga
memiliki hak untuk menimba ilmu di bangku persekolahan secara formal.
2
Indonesia juga terdapat sekolah inklusi, sekolah reguler yang memiliki tanggung
jawab untuk menyediakan kesempatan bagi ABK untuk mengenyam pendidikan. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa, Pasal 1 bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada dasarnya diarahkan agar setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, mampu
menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, dan berakhlak mulia, sehingga kelak mampu menjalani kehidupan yang mulia dan bermartabat baik sebagai
makhluk individu maupun sosial. Menurut Safrudin Aziz (2015:117), tujuan penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus mustahil tercapai jika sejak awal anak diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus.
Pendapat tersebut sejalan dengan Pemerdiknas No. 70 tahun 2009 pasal 1 yang berbunyi bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan
3
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya.
Pada tahun ajaran 2015/2016, di SD Negeri Jlaban terdapat dua belas anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil assesmen 10 anak teridentifikasi
mengalami lamban belajar (slow learner), 1 anak termasuk tunagrahita, dan 1 anak termasuk dalam kategori retardasi mental. Berdasarkan observasi proses
pembelajaran di SD N Jlaban yang dilakukan peneliti pada tanggal 10 Juli – 12 Agustus, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran,
khususnya untuk anak lamban belajar (slow learner) di kelas II. Di kelas II, terdapat tiga anak lamban belajar, yakni CM, ICP, dan OHR.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak lamban belajar di SD N
Jlaban, khususnya kelas II diantaranya adalah sebagai berikut. Di SD N Jlaban, yang termasuk dalam sekolah inklusi ini, rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas semuanya sama. Tidak terdapat RPP khusus untuk ABK. Tidak terdapat kurikulum khusus untuk siswa ABK sehingga siswa slow learner masih sulit untuk mengikuti proses pembelajaran. Siswa yang bersangkutan sering tertinggal dalam memahami suatu materi pembelajaran ketika siswa lainnya telah paham dan mulai mempelajari
4
diobservasi. OHR cenderung akan diam bila ditanya tentang materi pelajaran.
Sedangkan CM dan ICP cukup antusias dalam menjawab pertanyaan namun seringkali jawabannya tidak sesuai dengan materi.
Guru tidak memberikan perhatian khusus ketika siswa slow learner memiliki semangat yang rendah untuk mengikuti pembelajaran. Ketika mengerjakan suatu tugas, siswa tersebut akan mengerjakan dengan cepat namun tidak tepat serta
siswa tidak menghiraukan apakah jawabannya tersebut benar atau salah. Ketika diskusi berlangsung dalma proses pembelajaran, siswa terlihat pasif. Ketiga anak
tersebut terlihat jarang menulis di buku tulis masing-masing. ICP seringkali bermain sendiri ketika diskusi berlangsung. OHR akan selalu diam sepanjang proses pembelajaran. CM seringkali terlihat ramai ketika berdiskusi berlangsung.
Guru kelas II akan tetap melanjutkan materi pelajaran meskipun ketiga anak lamban belajar mengalami masalah tersebut.
Siswa slow learner seringkali ramai di dalam kelas dan mengganggu teman-teman lainnya. Dua orang yang terkenal paling ramai dan seringkali mengganggu teman-temannya yang lain di kelas II ini adalah ICP dan CM. Selama proses
5
hanya dapat mengganggu teman-temannya di kelas. Ketika peneliti melakukan
observasi, ICP sempat beberapa kali menangis dikarenakan tidak bisa menjawab pertanyaan dan di buku ICP ditulis kata “bodoh” oleh teman-teman lain.
Meskipun terdapat guru kunjung, pelaksanaan pembelajaran untuk anak lamban
belajar belum optimal. Berdasarkan hasil observasi, siswa lamban belajar belum diperlakukan secara khusus dalam hal mengejar ketertinggalan. Guru kunjung
datang setiap hari Selasa dan Jumat. Pada hari itu, Guru kunjung selalu masuk ke kelas 1-6 dan menemani belajar siswa lamban belajar namun hanya dalam waktu
sebentar-sebentar saja. Akan tetapi, di kelas II, terkadang guru memberikan jam tambahan khusus untuk ketiga anak yang bersangkutan. Siswaakan diberikan jam tambahan setelah pulang sekolah namun hal tersebut tidak rutin dan hanya
beberapa menit saja. Dikarenakan keseluruhan siswa kelas II SD masih membutuhkan bimbingan dari guru dalam belajar, maka terlihat siswa lamban
belajar kurang mendapatkan perlakukan khusus selama proses pembelajaran. Hasil observasi pembelajaran anak slow learner tersebut hampir sesuai dengan penjelasan permasalahan yang dihadapi oleh anak lamban belajar (slow learner) menurut Nani Triani dan Amir (2013: 13), yang antara lain adalah sebagai berikut.
1. Anak mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya karena kemampuan belajarnya lebih lamban daripada teman-temannya.
6
3. Lamban menerima informasi karena keterbatasan dalam bahasa reseptif dan
ekspresif.
4. Hasil prestasi belajar yang kurang optimal. 5. Anak dapat tinggal kelas.
6. Mendapatkan label yang kurang baik dari teman-temannya.
Berdasarkan keseluruhan masalah yang ditemukan peneliti tersebut, sebagian
besar masalah berkaitan dengan proses pembelajaran. Jika berbicara mengenai proses pembelajaran, maka hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Menurut
Hamruni (2012: 11), guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh
komponen lain, tapi guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah untuk
membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan. Pada akhirnya, peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan pula. Ketika merekayasa pembelajaran, guru harus
berdasar pada kurikulum yang berlaku.
Menurut Mohammad Efendi (2009: 23-24), mengajar anak dengan kebutuhan
7
perlu adanya identifikasi khusus mengenai bagaiamana pelaksanaan pembelajaran
yang digunakan guru dalam mengelola sebuah kelas inklusi.Berdasrkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi bagaimana pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner) di kelas II SD N Jlaban, Sentolo, Kulon Progo.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.
1. Belum adanya kurikulum khusus untuk siswa lamban belajar sehingga siswa lamban belajar masih sulit untuk mengikuti pelajaran.
2. Guru tidak memberikan perhatian khusus ketika siswa slow learner memiliki semangat yang rendah untuk mengikuti pembelajaran.
3. Pelaksanaan pembelajaran untuk memfasilitasisiswa lamban belajar belum
teridentifikasi.
C. Fokus Penelitian
8
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar(slow learner) kelas IIdi SD Negeri Jlaban?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran anak lamban belajar kelas II dan V di SD Negeri Jlaban secara
lebih mendalam.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini digunakan untuk mengembangkan keilmuan dan wawasan
dalam kegiatan ilmiah tentangpelaksanaan pembelajaran untuk anak lamban belajar di sekolah inklusi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Guru
Memberikan informasi kepada guru mengenai pelaksanaan
9 b. Manfaat bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk anak slow learner di sekolah inklusi.
G. Batasan Istilah
a. Siswa lamban belajar (slow learner)adalah anak yang memiliki IQ di bawah rata-rata, yakni antara 70-90, sehingga siswa lamban belajar akan
mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran terlebih dengan materi yang berkaitan dengan simbol, hal abstrak, dan konsep.
b. Pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar dalam sekolah inklusi dapat
ditinjau dari kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi serta tindak lanjut. Ketiga kegiatan pembelajaran tersebut dilakukan oleh guru
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)
Siswa lamban belajar (slow learner) merupakan salah satu tipe siswa berkebutuhan khusus (ABK) yang seringkali ditemukan dalam sebuah sekolah inklusi. Anak yang bersangkutan memiliki ciri-ciri fisik yang sama dengan
siswa normal lainnya. Namun, hasil assesmen menunjukkan bahwa siswa bersangkutan menunjukkan tipe anak lamban belajar (slow learner).
1. Pengertian Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)
Menurut Cooter dan Cooter Jr; Willey (Nani Triani dan Amir, 2013: 3), anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan
pengetesan IQ(Intelegence Question), skor tes IQsiswa lamban belajar menunjukkan skor antara 70 dan 90. Siswa tersebut lebih lambat dalam menangkap materi pelajaran yang berhubungan dengan simbol, abstrak,
atau materi konseptual. Biasanya anak lamban belajar kesulitan dalam membaca dan berhitung. Pendapat tersebut sejalan dengan Sangeeta Malik
11
Menurut Sangeeta Chauhan (2011: 279) pengertian anak lamban
belajar dijelaskan sebagai berikut.
The experience of educators confirms that there are many children who are so backward in basic subjects that they need special help. These pupils have limited scope for achievement. They have intelligence quotients between 76 and 89 and they constitute about 8 percent of the total school population. These students do not stand out as very different from their classmates expect that they are always slow on the uptake and are often teased by the other students because of their slowness.
Berdasarkan pendapat Sangeeta Chauhan di atas dapat dijelaskan bahwa
terdapat beberapa anak yang membutuhkan bantuan khusus untuk memahami mata pelajaran-mata pelajaran dasar. Siswa lamban belajar
memiliki IQ antara 76 dan 89 dan merupakan sekitar 8 persen dari total populasi sekolah. Siswa-siswa ini tidak menonjol dan sangat berbeda dari teman sekelas. Anak tersebut selalu lamban dan sering diejek oleh siswa
lain karena kelambatannya.
Menurut Dedy Kustawan (2013: 88-89), peserta didik lamban belajar
(slow learnear) adalah peserta didik yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk dalam kategori tunagrahita. Anak lamban belajar juga mengalami hambatan atau
keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dengan penyandang tunagrahita, lebih lamban pada
tugas-12
tugas akademik maupun nonakademik. Sedangkan menurut Lay Kekeh
Marthan (2007: 50), taraf kecerdasan anak lamban belajar IQ-nya adalah di antara 70-85.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak lamban
belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki IQ di antara 70-90, sehingga siswa lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti
pembelajaran terlebih dengan materi yang berkaitan dengan simbol, hal abstrak, dan konsep.
2. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)
Nani Triani dan Amir (2013: 4-10) menjelaskan tentang beberapa hal
mengenai faktor penyebab anak lamban belajar (slow learner) yang antara lain adalah sebagai berikut.
a. Faktor Prenatal (sebelum lahir) dan Genetik
Perkembangan seorang anak dimulai sejak masa konsepsi atau pembuahan. Seluruh bawaan biololgis seorang anak berasal dari kedua
orang tuanya. Terjadinya kelainan kromosom dapat menyebabkan terjadinya pula kelainan yang berhubungan dengan fisik maupun
13 b. Faktor Biologis Non Keturunan
Beberapa penyebab non genetik anak lamban belajar (slow learner) antara lain adalah sebagai berikut.
1) Obat-Obatan
Pada saat ibu hamil, ada beberapa jenis obat yang apabila diminum berakibat merusak atau merugikan janin. Begitu juga
dengan ibu alkoholis serta pengguna narkotik dan zat aditif lainnya. Pengonsumsian barang tersebut dalam dosis yang berlebih
akan berpengaruh pada kemampuan short term memory atau memori jangka pendek anak (Nani Triani dan Amir, 2013: 6-7). 2) Keadaan Gizi Ibu yang Buruk saat Hamil
Kekurangan gizi pada ibu hamil akan berdampak gangguan pada pembentukan sel-sel otak bayi. Seperti karena kekurangan
asam folat atau zat besi akan berpengaruh pada pembentukan sel-sel syaraf (Nani Triani dan Amir, 2013: 7).
3) Radiasi Sinar X
Radiasi dapat mengakibatkan bermacam-macam gangguan pada otak dan system tubuh lainnya. Radiasi sinar X rawan terjadi
14 4) Faktor Rhesus
Rini Hidayani (dalam Nani Triani dan Amir, 2013: 8) menjelaskan bahwa bila orang tua anak memiliki darah dengan Rh-positif dan Rh-negatif maka mengakibatkan keadaan yang
kurang baik bagi keturunannya. Bila anak memiliki Rh-positif, maka selama kehamilan antibody darah ibu dapat menyerang darah bayi dalam kandungan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya anemia, cerebral palsy, ketulian, keterbelakangan
mental, bahkan kematian.
c. Faktor Natal (saat Proses Kelahiran)
Kondisi kekurangan oksigen saat proses kelahiran karena proses
persalinan yang lama atau bermasalah dapat menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi menjadi terhambat (Nani Triani dan Amir, 2013:
9).
d. Faktor Pranatal dan Lingkungan
Malnutrisi dan trauma fisik akibat jatuh atau kecelakaan, trauma
pada otak atau beberapa penyakit seperti meningitis dan encephalis
dapat berakibat pada kelambanan belajar pada anak. Begitu juga
15
lingkungan sekolah dapat pula lingkungan rumah (Nani Triani dan
Amir, 2013: 9-10).
Menurut Safrudin Aziz (2015: 53-55) penyebab lahirnya anak berkebutuhan khusus adalah faktor sebelum kelahiran (gangguan genetik,
infeksi kehamilan, atau usia ibu hamil); faktor selama proses kehamilan (proses kehamilan lama, prematur, kekurangan oksigen, atau kelahiran
dengan bantuan vacuum); dan faktor setelah kelahiran (infeksi bakteri, virus, kekurangan gizi, atau kecelakaan).
Berdasakan penjelasan di atas dapat diuraikan bahwa faktor-faktor penyebab anak lamban belajar adalah faktor prenatal dan genetik, faktor biologis non-keturunan, faktor natal, dan faktor lingkungan.
3. Karakteristik Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)
Siswa lamban belajar (slow learner) menurut Nani Triani dan Amir (2013: 10-12) memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Inteligensi
Anak lamban belajar berinteligensi pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC. Anak ini biasanya
16
lamban belajar juga sulit untuk memahami hal-hal yang abstrak. Nilai
hasil belajarnya rendah dibandingkan dengan teman-temannya. b. Bahasa
Anak-anak lamban belajar mengalami masalah dalam
berkomunikasi. Anak-anak ini menagalami kesulitan baik dalam bahasa ekspresif (menyampaikan idea tau gagasan) atau reseptif
(memahami percakapan orang lain). c. Emosi
Anak-anak lamban belajar memiliki emosi yang kurang stabil. Siswa lamban belajar cepat marah dan meledak-ledak serta sensitif. Jika ada hal yang membuatnya tertekan atau melakukan kesalahan,
biasanya anak-anak lamban belajar cepat patah semangat. d. Sosial
Anak-anak lamban belajar dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Siswa lamban belajar sering memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Walau pada
beberapa anak ada yang menunjukkan sifat humoris. Saat bermain, anak-anak lamban belajar lebih senang bermain dengan anak-anak di
17 e. Moral
Moral seseorang akan berkembang seiring dengan kematangan kognitifnya. Anak-anak lamban belajar tahu aturan yang berlaku tetapi tidak paham untuk apa aturan tersebut dibuat.
Secara umun, karakteristik anak lamban belajar menurut Rashmi Rekha Borah (2013: 140) adalah sebagai berikut.
1. Anak lamban belajar biasanya termasuk anak yang belum dewasa dalam hubungannya dengan orang lain dan berperilaku buruk di
sekolah.
2. Anak lamban belajar tidak dapat mengerjakan soal yang rumit dan bekerja sangat lambat.
3. Anak lamban belajar tidak dapat menyampaikanapa yang telah dipelajari sebelumnya dengan baik.
4. Anak lamban belajar tidak mudah menguasai keterampilan akademik, misalnya dalam hal waktu, tabel, atau aturan ejaan.
5. Anak lamban belajar tidak memiliki tujuan jangka panjang. Anak ini
hidup di masa sekarang dan memiliki masalah dalam pengelolaan waktu dikarenakan perhatian dan konsentrasi yang buruk. Hal tersebut
18
Berdasarkan penjelasan dua ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa
karakteristik anak lamban belajar dapat dilihat dari sisi intelegensi, bahasa, emosi, sosial, dan moral.
B. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Slow Learner
Menurut Mohammad Efendi (2009: 23-24), mengajar anak dengan
kebutuhan khusus tidak sama seperti mengajar anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang
khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak yang bersangkutan. Safrudin Aziz (2015: 116) menegaskan bahwa proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus , termasuk lamban belajar harus
disesuaikan dengan kondisi siswa. Berbagai metode, strategi, kurikulum, dan evaluasi harus dipersiapkan dan diberikan secara fleksibel dan sesuai dengan
tingkat kemampuan anak. Selain itu, pendidik harus sudah memiliki data perkembangan peserta didiknya, terkait dengan karakteristik spesifikasi kemampuan dan kelemahannya serta kompetensi yang dimiliki.
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan salah satu proses yang sangat menentukan
19
19), proses pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai
dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Sedangkan menurut Alben Ambarita
(2006: 62), pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara
efektif dan efisien. Pendapat tersebut sejalan dengan Syaiful Sagala (2010: 62) yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu
2. Komponen-Komponen Pembelajaran
20 a. Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi
atau direkayasa oleh komponen lain, tapi guru mampu memanipulasi atau meraekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa
pembelajaran oleh gurua dalah untuk membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan. Pada
akahirnya, peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan pula. Ketika merekayasa pembelajaran, guru harus berdasar pada kurikulum yang berlaku.
b. Peserta Didik
Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan
belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata guna mencapai tujuan belajar. Komponen peserta didik ini dapat dimodifikasi oleh guru.
c. Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk
21
dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajaran merupakan
target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. d. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan dan tuntutan masyarakat. e. Kegiatan Pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan startegi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses
pembelajaran. f. Metode
Metode adalah acara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat
menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang betlangsung. g. Alat
22 h. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan,
dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.
i. Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum. Evaluasi juga bisa berfungsi sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi
berfungsi sebagai sumatif dan formatif. j. Situasi dan Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik, dan hubungan antarinsani, misalnya antarpeserta didik atau guru
dengan peserta didik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
23
3. Prinsip PembelajaranSiswa Lamban Belajar (Slow Lerner)
Menurut Mohammad Efendi (2009: 24-26) prinsip-prinsip yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus, seperti
slow learner adalah sebagai berikut. a. Prinsip Kasih Sayang
Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima semua siswa sebagaiamana adanya, dan mengupayakan agar siswa-siswa dapat
menjalani hidup secara wajar. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: (1) tidak bersikap memanjakan, (2) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan (3) memberikan tugas yang sesuai dengan
kemampuan anak.
b. Prinsip Layanan Individual
Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki
keunikan masalah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Upaya yang perlu dilakukan antara lain: (1) jumlah siswa yang
24
menjangkau seluruh anak dengan mudah, dan (4) modifikasi alat bantu
pengajaran. c. Prinsip Kesiapan
Kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan,
terutama pengetahuan prasyarat, baik prasyarat pengetahuan, mental, dan atau pun fisik diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya.
d. Prinsip Keperagaan
Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung
oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga adalah sebagai media pembelajaran untuk mempermudah siswa dalam
memahami materi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lay Kekeh Marthan (2007: 152), idealisasi pendidikan inklusi adalah metode
pembelajaran dilakukan secara bervariasi sehingga anak merasa termotivasi untuk belajar. Materi pelajaran disampaikan dengan cara yang lebih menarik dengan menggunakan media variatif sehingga
siswa dapat menyerap materi pelajaran yang diberikan. e. Prinsip Motivasi
25
f. Prinsip Belajar dan Bekerja Kelompok
Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik ABK agar siswa yang bersangkutan sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya,
tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Sedangkan menurut Tarmansyah (2007: 150), aktivitas pembelajaran
yang menandakan salah satu karakteristik inklusi adalah munculnya sikap tolong menolong dan berbagi pengalaman. Hal tersebut
dilaksanakan salah satunya dengan belajar kelompok. Guru juga harus mampu mendorong terjadinya interaksi di antara para siswa.
g. Prinsip Ketrampilan
Pendidikan ketrampilan yang diberikan kepada ABK, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif, dan terapi, juga dapat dijadikan
sebagai bekal dalam kehidupannya kelak. h. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap
Secara fisik dan psikis, sikap ABK memang kurang baik sehingga
perlu diupayakan agar anak mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.
26
berkebutuhan khusus, misalnya slow learner yang diuraikan sebagai berikut.
a. Prinsip Motivasi
Guru seharusnya senantiasa memberikan motivasi kepada anak
didiknya agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran.
b. Prinsip Latar atau Konteks
Guru harus mengenal peserta didiknya secara mendalam dan juga
sebaliknya. Melalui saling mengenal ini guru akan memahami dan mengerti segala kondisi peserta didiknya.
c. Prinsip Keterarahan
Guru harus merumuskan tujuan kegiatan pembelajaran secara matang agar anak mampu mengikuti kegiatan secara mendalam.
d. Prinsip Hubungan Sosial
Seorang guru harus mampu mengembangkan pembelajaran yang mampu mengoptimalkaninteraksi antarmurid dengan gurunya, serta
interaksi yang berasal dari berbagai arah. e. Prinsip Belajar sambil Bekerja
27 f. Prinsip Individualisasi
Guru mengetahui kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan atau ketidakmampuannya dalam mencapai materi pelajaran.
g. Prinsip Menemukan
Guru perlu mengembangkan pembelajaran yang mampu
memancing anak untuk terlihat aktif, baik fisik, mental, sosial, atau emosionalnya.
h. Prinsip Pemecahan Masalah
Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk mencari data, menganalisis,
dan memecahkan masalah tersebut sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, (Nandiyah Abdullah (Safrudin Aziz, 2015: 133-134)
menambahkan beberapa prinsip, anatara lain adalah sebagai berikut. a. Prinsip Kasih Sayang
Guru harus menerima semua siswa sebagaimana adanya dengan
cara tidak bersikap memanjakan, tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan
28 b. Prinsip Kesiapan Anak
Anak haruslah memiliki sebuah persiapan, misalnya pengetahuan prasyarat untuk menerima suatu pelajaran,
c. Prinsip Keperagaan
Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan benda atau situasi aslinya. Namun, apabila hal tersebut
sulit dilakukan, dapat menggunakan benda tiruan atau minimal gambar. d. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap
Perlu diupayakan agar anak-anak berkebutuhan khusus memiliki sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip
pembelajaran anak lamban belajar diantaranya adalah prinsip kasih sayang, layanan individual, kesiapan, keterarahan,pemecahan masalah keperagaan,
motivasi, belajar dan bekerja kelompok, ketrampilan, serta penanaman dan penyempurnaan sikap.
4. Pendekatan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)
Guru yang memandang anak didik sebagi pribadi yang berbeda dengan
29
perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam penagjaran.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 62-81), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegaiatan belajar mengajar.
a. Pendekatan Individual
Perbedaan individual anak didik memberikan wawasan kepada
guru bahwa pembelajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Misalnya, untuk menghentikan anak didik yang
suka bicara, adalah dengan cara memisahkan anak tersebut pada tempat kelompok anak didik yang pendiam. Selain itu, persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan
pendekatah individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.
b. Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok suatu waktu diperlukan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak
didik juga termasuk dalam makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Dengan pendekatan
30 c. Pendekatan Bervariasi
Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik
tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan. Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap
anak didik dalam belajar adalah bermacam-macam. Kasus dalam pembelajaran biasanya muncul dengan berbagai motif, sehingga
diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap kasus. d. Pendekatan Edukatif
Apa pun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran
adalah dengan tujuan mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti karena balas dendam, gengsi, ingin ditakuti, atau lainnya. Anak yang
telah melakukan kesalahan sebaiknya diberikan sanksi edukatif yang bermanfaat bukan sanksi fisik yang merugikan.
e. Pendekatan Pengalaman
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekedar bicara, dan tidak pernah berbuat
31
kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan, dan menambah
integrasi anak.
f. Pendekatan Pembiasaan
Pembiasaan adalah alat pendidikan. Pembiasaan yang baik akan
membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik. Begitu pula sebaliknya. Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah
dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama. Namun, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya.
g. Pendekatan Emosional
Emosi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan pembentukan kepribadian seseorang. Pendekatan emosional yang
dimaksudkan di sini adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini, memahami, dan menghayati suatu
materi.
h. Pendekatan Rasional
Manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana
perbuatan yang buruk, serta mana kebenaran dan mana kedustaan dari suatu ajaran atau perbuatan melalui kekuatan akalnya. Karena
32
ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, latihan, dan pemberian
tugas.
i. Pendekatan Fungsional
Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah diharapkan
berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memanfaatkan ilmunya untuk kehidupan
sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak.
Anak dapat merasakan mandaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya.
j. Pendekatan Keagamaan
Pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil
kredilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan diamalkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pendekatan dalam pembelajaran siswa lamban belajar diantaranya adalah
33
5. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar
Menurut Suryosubroto (2002: 19), proses belajar mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, dan program tindak lanjut yang berlaku dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu dalam pembelajaran. 1) Kemampuan dalam mempersiapkan pembelajaran
Menurut Suryosubroto (2002: 27), pada hakikatnya, bila suatu kegiatan direncanakan dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan
lebih terarah dan lebih berhasil. Kemampuan merencanakan pengajaran, meliputi:
a) Menyusun analisis materi.
b) Menyusun program semester.
c) Menyusun pengajaran, dengan memperhatikan.
d) Karakteristik dan kemampuan awal siswa. e) Perumusan tujuan pembelajaran.
f) Pemilihan bahan dan urutan bahan.
g) Pemilihan metode mengajar. h) Pemilihan sarana/alat pendidikan.
34
2) Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar
Menurut Suryosubroto (2002: 36), pelaksanaan proses belajar mengajar dapat disimpulkan sebagai terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
pengajaran. Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar, meliputi: a) Membuka pelajaran.
b) Melaksanakan inti proses belajar mengajar, terdiri: (1) Menyampaikan materi pelajaran.
(2) Menggunakan metode mengajar. (3) Menggunakan media/alat pelajaran. (4) Mengajukan pertanyaan.
(5) Memberikan penguatan. (6) Interaksi belajar mengajar.
c) Menutup pelajaran.
3) Kemampuan mengevaluasi/penilaian pengajaran
Menurut Suryosubroto (2002: 53), untuk dapat menentukan tercapai tidaknya
tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai hasil belajar. Kemampuan mengevaluasi/penilaian
pengajaran, meliputi: a) Melakukan tes.
35 c) Melaporkan hasil penilaian.
d) Melakukan program remedial/perbaikan pengajaran.
Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 51) secara umum ada tiga pokok tahapan mengajar, yakni tahap permulaan (prainstruksional) tahap pengajaran
(instruksional), dan tahap penilaian serta tindak lanjut. 1) Tahap praintruksional
Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
oleh guru atau oleh siswa pada tahapan ini menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 52-53) adalah sebagai berikut.
a) Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang tidak hadir.
Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidakhadiran siswa disebabkan
kondisi siswa yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, atau lainnya), tetapi bisa juga terjadi karena pengajaran dari guru tidak menyenangkan , sikapnya tidak disukai siswa, atau karena tindakan guru pada waktu mengajar sebelumnya
dianggap merugikan siswa.
b)Bertanya kepada siswa, sampai di mana pembahasan pelajaran sebelumnya.
36
c) Mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas atau siswa tertentu tentang
bahan pelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi siswa.
d)Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang bahan pelajaran
yang belum dikuasainya dari pelajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya. e) Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya
secara singkat namun mencakup seluruh aspek. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi
belajar siswa.
Tujuan tahapan ini pada hakikatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya dan menumbuhkan
kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam pembelajaran mirip dengan kegiatan pemanasan dalam
olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa. 2) Tahap Intruksional
Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau inti, yakni tahapan memberikan
bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 54-55), secara umum tahap ini dapat
diidentifikasi dalam beberapa kegiatan sebagai berikut.
37
tersebut ditulis secara ringkas di papan tulis sehingga siswa dapat
memahaminya dengan baik.
b) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari berbagai sumber. Materi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
c) Membahas pokok materi yang telah dituliskan. Terdapat dua caradalam pembahasan materi, yakni pembahasan dapat dimulai dari gambaran
umum materi menuju topik yang lebih khusus. Sedangkan cara kedua adalah sebaliknya, dari khusus ke umum.
d) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap materi yang telah
dibahas. Dengan demikian, proses penilaian tidak hanya pada akhir pelajaran saja, tetapi juga pada saat proses pembelajaran berlangsung. Jika
ternyata siswa belum memahaminya, guru mengulang kembali pokok materi sebelum melanjutkan pokok materi berikutnya.
e) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk mempejelas pembahasan setiap
pokok materi. Alat ini digunakan dalam empat fase kegiatan, yakni a) pada waktu guru menjelaskan kepada siswa; b) pada waktu guru
38
Dengan demikian alat peraga tersebut dapat digunakan oleh guru dan oleh
siswa.
f) Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Pokok-pokok kesimpulan sebaiknya ditulis di papan tulis. Kesimpulan dibuat oleh guru
bersama-sama dengan siswa. 3) Tahap Evaluasi Dan Tindak Lanjut
Tahap ketiga atau tahap terakhir adalah evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut. Tujuan tahapan ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari
tahapan sebeluumnya. Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 56-57), kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.
a) Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa siswa
mengenai pokok materi yang telah dibahas. Pertanyaan yang diajukan bersumber dari bahan yang telah dipelajari. Pertanyaan dapat diajukan
secara lisan atau tertulis. Pertanyaan ini dapat disebut sebagai post test.
b) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa kurang dari 70%, maka guru harus mengulang kembali materi tersebut. Teknik
untuk memperjelas materi tersebut anatara lain, a) dilakukannya dalam kegiatan terjadwal; b) diadakan diskusi kelompok untuk membahas pokok
39
c) Guru dapat memberikan tugas/pekerjaan rumah yang ada hubungannya
dengan topik atau pokok materi. Misalnya tugas memecahkan masalah, menulis karanagan/makalah, membuat kliping, atau lainnya.
d) Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberikan informasi tentang
pokok materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Informasi ini perlu agar siswa dapat mempelajarui bahan tersebut dari berbagai sumber.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menurut Marno dan M. Idris dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
1) Komponen-komponen yang harus dilakukan oleh guru dalam tahap pendahuluan/awal/membuka pelajaran menurut Marno dan M. Idrus (2010: 83-89) adalah sebagai berikut.
a)Membangkitkan perhatian/minat siswa, yang dapat dilakukan dengan cara:
(1) Variasi gaya mengajar guru. (2) Penggunaan alat bantu mengajar. (3) Variasi dalam pola interaksi.
b)Menimbulkan motivasi, yang dapat dilakukan dengan cara: (1) Bersemangat dan antusias.
(2) Menimbulkan rasa ingin tahu.
40
(4) Memperhatikan dan memanfaatkan hal-hal yang menjadi perhatian
siswa.
c) Memberi acuan atau sumber, yang dapat dilakukan dengan cara:
(1) Mengemukakan kompetensi dasar, indicator hasil belajar, dan
batas-batas tugas.
(2) Member petunjuk atau saran tentang langkah-langkah kegiatan.
(3) Mengajukan pertanyaan pengarahan.
d)Menunjukkan kaitan, yang dapat dilakukan dengan cara: (1) Mencari batu loncatan.
(2) Mengusahakan kesinambungan.
(3) Membandingkan atau mempetentangkan.
2) Komponen-komponen yang harus dilakukan guru pada tahap inti pelajaran (2010: 72) adalah sebagai berikut.
a) Penggunaan metode.
b)Penggunaan peralatan/media. c) Kemampuan menjelaskan.
d)Kemampuan menanggapi respon dan pertanyaan siswa. e) Penguasaan bahan pelajaran.
41
3) Komponen-komponen yang harus dilakukan guru pada tahap kegiatan
akhir/menutup pembelajaran menurut Marno dan M. Idrus (2010: 90-93) adalah sebagai berikut.
a)Meninjau kembali, yang dapat dilakukan dengan cara; (1) Merangkum inti pelajaran.
(2) Membuat ringkasan.
b)Mengevaluasi, yang dapat dilakukan dengan cara; (1) Mendemonstrasikan ketrampilan.
(2) Mengaplikasikan ide baru pada situasi lain. (3) Mengekspresikan pendapat siswa sendiri. (4) Soal-soal tertulis atau lisan.
c) Memberi dorongan psikologis atau sosial, yang dapat dilakukan dengan cara:
(1) Memuji siswa atau member hadiah. (2) Memberikan harapan-haraoan positif. (3) Meyakinkan akan potensi siswa.
Menurut Nani Triani dan Amir (2013: 28-30), pembelajaran yang dapat membantu anak lamban belajar atau slow learner antara lain adalah sebagai berkut.
42
b. Menggunakan bahasa yang sederhana namun jelas dengan cara perlahan.
c. Melakukan task analysis atau analisis tugas jika akan memberikan tugas atau pekerjaan rumah (PR).
d. Memberi tugas yang lebih sederhana atau lebih sedikit dibanding
teman-temannya untuk menghindari frustasi.
e. Pembelajaran dilakukan secara kooperatif karena anak lamban belajar atau
slow learner tidak menyenangi kompetitif.
f. Memberikan pemahaman konsep walau membutuhkan waktu cukup lama
dibandingkan dengan menghafal konsep karena akan membuat anak lamban belajar atau slow learner putus asa.
g. Menggunakan multi pendekatan dan motivasi belajar.
h. Mengajak orang tua sebagai mitra kerja guru dalam membantu anak lamban belajar atau slow learner, seperti mengadakan pembimbingan belajar di rumah, case conference, atau pertemuan-pertemuan lainnya.
i. Desain pembelajaran yang menempatkan siswa dalam konteks pembelajran yang “tidak pernah gagal” untuk menghindari perasaan tidak berdaya.
Menurut Ranjana Ruhela (2014: 197-198) beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu siswa lamban belajar adalah sebagai berikut.
1. Membangun kepercayaan diri siswa.
43
membangun kepercayaan diri siswa tersebut. Kata-kata penyemangat dan
penguatan positif dapat membawa dampak yang positif bagi siswa lamban belajar dan akan mendorong anak untuk menunjukkan performansi terbaiknya. Guru juga harus dapat menemukan faktor-faktor penyebab kelambanannya
misalnya melalui sebuah studi kasus. Sehingga guru akan mengetahui apakah siswa tersebut memang murni lamban belajar atau ada duatu kondisi tertentu
yang menyebabkan ia lamban belajar. 2. Mendorong untuk berkembang.
Mengajar adalah sebuah profesi yang menantang yang membutuhkan kesabaran, inovasi, dan motivasi dari seorang pendidik untuk mendorong seluruh siswanya untuk tumbuh dan berkembang.
3. Membangun lingkungan tanpa diskriminasi.
Guru jangan pernah membuat siswa lamban belajar merasa terabaikan atau
merasa tidak diinginkan karena hal tersebut akan mempengaruhi suasana pembelajaran di kelas dan akan menciptakan suatu diskriminasi. Guru harus memberikan perhatian yang sama kepada seluruh peserta didik.
4. Pandangan tentang teknik mengajar.
Berbagai teknik dan metode yang dapat menimbulkan motivasi belajar
44
Menurut Safrudin Aziz (2015: 131-132 yang bisa digunakan dalam proses
pembelajaran anak berkebutuhan khusus, misalnya lamban belajar antara lain adalah sebagai berikut.
1) Pendidikan remedial dan pendidikan tambahan atau kompensasi.
2) Pengajaran langsung, yakni pengukuran langsung performansi siswa atas suatu tugas belajar dan pengetahuan. Adapun komponen dalam pengajaran
langsung adalah asesmen, sistemik, pengajaran, dan evaluasi.
3) Analisis tugas, yakni memecah-mecah tugas belajar ke dalam bagian-bagian
komponennya sehingga kecakapan-kecakapan yang tercakup dalam tugas bisa teridentifikasi.
4) Pengajaran bertahap, yaitu pengajaran diurutkan dari tingkatan yang termudah
ke tingkat kecakapan yang lebih tinggi.
5) Modelling, pembelajaran dengan mengikuti kelakuan orang lain sebagai model. Dalam hal ini orang tua dan guru adalah model bagi anak didiknya.
6) Pengajaran terprogram, yaitu kegiatan yang memungkinkan siswa untuk mempelajari materi-materi tertentu yang telah terbagi atas bagian-bagian kecil
yang dimungkinkan secara berurutan, demi mencapai suatu tujuan tertentu. 7) Permainan edukatif. Permainan edukatif dengan prinsip bermain sambil
belajar sangatlah cocok dengan dunia anak-anak.
45
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan
pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Perencanaan Pembelajaran
a) Analisis karakteristik dan kemampuan awal siswa lamban belajar.
b) Perumusan tujuan khusus pengajaran siswa lamban belajar. c) Pemilihan bahan dan sumber belajar siswa lamban belajar.
d) Pemilihan metode pembelajaran siswa lamban belajar. e) Pemilihan media pembelajaran siswa lamban belajar.
f) Pemilihan teknik evaluasi siswa lamban belajar. 2) Pelaksanaan Pembelajaran
a) Membuka pelajaran;
(1) Melakukan apersepsi.
(2) Menimbulkan motivasi siswa lamban belajar.
(3) Menyampaikan tujuan kepada siswa. b) Melaksanakan inti pelajaran;
(1) Kegiatan pembelajaran.
(2) Menggunakan metode pembelajaran yang efektif. (3) Menggunakan media.
(4) Teknik mengajukan pertanyaan.
46 c) Menutup pelajaran;
(1) Menyimpulkan materi dengan siswa lamban belajar. (2) Melakukan proses evaluasi akhir pelajaran.
(3) Memberikan tindak lanjut kepada siswa lamban belajar (memberikan
PR, melanjutkan belajar di rumah, atau lainnya). 3) Evaluasi dan Tindak Lanjut
a) Menganalisis evaluasi siswa lamban belajar.
b) Menetapkan dan melaksanakan remedial dan pengayaan untuk siswa
lamban belajar.
c) Melaksanakan program bimbingan atau layanan khusus kepada siswa lamban belajar.
5. Pendidikan Inklusif
a. Pengertian Pendidikan Inklusif
Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 1 bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
47
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik lainnya.
Pengertian pendidikan inklusif yang masih senada dengan pemerdiknas di atas yaitu Pemerdiknas Nomor 32 tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi
peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan, dengan cara menyediakan sarana dan prasarana, pendidik, tenaga kependidikan dan kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhan individual peserta didik.
Menurut Mudjito, Harizal, dan Elfindri (2013: 18) pendidikan inklusi
sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak yang berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya
restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung untuk pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Pendapat tersebut sejalan dengan
48
dengan siswa dan mendapatkan berbagai pelayanan pendidikan berdasarkan
kebutuhan.
Menurut Dedy Kustawan (2013: 100), ruang lingkup kurikulum sekolah umum penyelenggara pendidikan inklusif adalah kurikulum sekolah umum
yang dalam hal-hal tertentu dilakukan penyesuaian dan modifikasi sesuai dengan hambatan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
Penyesuaian dan modifikasi tersebut meliputi penyesuaian dan modifikasi cara, media, materi, dan penilaian pembelajaran.
Mayoritas sekolah inklusi masih memberlakukan komponen-komponen pembelajaran yang sama bagi seluruh siswanya. Menurut Safrudin Aziz (2015: 114), tipe sekolah inklusi tersebut disebut sebagai sekolah reguler dan
kelas reguler tanpa dukungan. Penjelasan tipe tersebut adalah bahwa dalam sekolah ini, anak berkebutuhan khusus secara penuh berada di kelas reguler.
Layanan pendidikan yang diperoleh oleh anak yang bersangkutan sama seperti yang diperoleh anak lainnya pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus, yang pada hal ini adalah anak lamban belajar harus mengikuti standar yang
berlaku bagi anak bukan berkebutuhan khusus dalam hal kurikulum, evaluasi, dan dalam penggunaan fasilitas.
49
secara penuh dengan menggunakan kurikulum yang sama. Metode dan
penilaian pembelajaran yang digunakan pada umumnya tidak berbeda dengan yang digunakan di kelas reguler pada umumnya. Menurut Lay Kekeh Marthan (2007: 122), kelemahan pendidikan inklusi memang akan mengharuskan anak
berkebutuhan khusus memenuhi kurikulum yang sama dengan anak reguler lainnya. Hal ini akan membuat anak harus belajar keras dengan anak pada
umumnya karena harus menerima pelajaran yang sama.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jadi yang dimaksud dengan
pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan di mana anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama-sama dengan teman yang lain di kelas reguler dan mendapatkan berbagai layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya
termasuk diadakannya penyesuaian atau modifikasi kurikulum.
b. Tujuan Pendidikan Inklusif
Pasal 2 Pemerdiknas No. 70 tahun 2009 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah
1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecaerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh
50
2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keankaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.
Sedangkan menurut Gargiulo (Mudjito, dkk., 15-16) tujuan pendidikan
inklusif adalah memberikan intervensi bagi anak berkebutuhan khusus sedini mungkin agar;
1) Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak
terlibat dalam aktivitas yang normal.
2) Jika memungkinkan untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidakteraturan perkembangan sehingga menjadi anak
yang tidak berkemampuan.
3) Untuk mencegah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya
sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.
Pendapat di atas sejalan dengan tujuan pendidikan inklusif menurut Mohammad Takdir Ilahi (2013:39-40), yakni sebagai berikut.
1) Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki
51
2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
Dilhat dari berbagai pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah untuk memberikan kesempatan pendidikan
seluas-luasnya bagi seluruh peserta didik dengan menghargai keanekaragaman dan tanpa adanya perlakuan diskriminatif.
C. Kerangka Berpikir
Anak lamban belajar (slow learner) adalah anakyang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan IQ(Intelegence Question), skor tes IQ menunjukkan skor antara 70 dan 90. Biasanya, anak lamban belajar (slow learner) mengalami beberapa permasalahan di dunia pendidikan. Permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Anak mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya karena kemampuan belajarnya lebih lamban daripada teman-temannya.
2. Anak cenderung bersifat pemalu.
3. Lamban menerima informasi karena keterbatasan dalam bahasa reseptif dan ekspresif.
4. Hasil prestasi belajar yang kurang optimal. 5. Anak dapat tinggal kelas.
6. Mendapatkan label yang kurang baik dari teman-temannya.
52
dalam sebuah kelas yang reguler. Menerapkan pembelajaran di kelas reguler murni dan di kelas inklusi tentu terdapat perbedaan. Kehadiran anak berkebutuhan khusus, khususnya lamban belajar (slow learner)akan menjadikan pertimbangan guru dalam memilih dan menerapkan pembelajaran di dalam kelas.
D. Pertanyaan Penilitian
Pertanyaan penelitian ini dikembangkan dari rumusan masalah yang antara lain adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tahap perencanaan pembelajaran siswa lamban belajar? 2. Bagaimana tahap pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar?
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan peneilitian kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Menurut Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011: 25), penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi
sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang
diperoleh dari situasi yang alamiah.
Penelitian kualitatif juga disebut sebagai penelitian naturalistik. Menurut Sugiyono (2011: 8), karakteristik penelitian kualitatif atau naturalistik adalah
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Hal itu sejalan dengan pendapat Muhammad Idrus (2009: 24), bahwa peneliti kualitatif sedapat mungkin
harus berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat dunia kehidupan siswa, mengamati, dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya (wajar).
Penelitian kualitatif ini digunakan dengan maksud mendapatkan data yang mendalam dan bermakna. Peneliti bermaksud mencermati dan mendeskripsikan
54
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulon Progo. SD ini merupakan salah satu sekolah inklusi. Peneliti memilih lokasi penelitian ini karena peneliti menemukan masalah yang dihadapi oleh anak-anak berkebutuhan
khusus, khususnya lamban belajar, yakni belum teridentifikasinya pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar di kelas II.
C. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016, setelah peneliti melakukan berbagai tahap pra penelitian sejak bulan Juni 2015. Penelitian dengan teknik observasi dan dokumentasi dilakukan setiap hari Senin, Selasa, Rabu ,
Kamis, dan Sabtu. Jumat tidak dilakukan observasi karena kelas II pelajaran Olahraga dari jam pertama hingga pulang sekolah. Sedangkan wawancara
dilakukan pada hari Jumat, 19 Februari 2016 dan Sabtu, 27 Februari 2016.
D.Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif jumlahnya kecil dan ditentukan dengan teknik purposive. Menurut Sugiyono (2011: 216), teknik purposive