• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNER) KELAS II SD N JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNER) KELAS II SD N JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO."

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

i

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW

LEARNEAR) KELAS II SD NEGERI JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Witrias Swestika Nugrahayati NIM 12108241006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Seorang guru adalah sebuah busur. Anak adalah panah yang siap meluncur. Tanpa sebuah busur, panah hanyalah sebuah kayu yang menanti uzur.

(Shinziro Hero)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Tugas akhir skripsi ini dengan mengharap ridho Allah SWT peneliti persembahkan untuk:

1) Ayah dan Ibu tercinta.

(7)

vii

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW

LEARNER) KELAS II SD N JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO

Oleh

Witrias Swestika Nugrahayati NIM 12108241006

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner) kelas II SD N Jlaban, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud meliputi kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, serta evaluasi/tindak lanjut dalam pembelajaran siswa lamban belajar.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskripstif. Subjek penelitiannya adalah guru kelas II SD N Jlaban. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Keabsahan data diuji dengan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru kelas II melaksanakan pembelajaran yang sama untuk siswa reguler dan siswa lamban belajar. Hal tersebut dapat dilihat sejak proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi/tindak lanjut. Guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab tentang keadaan sekitar siswa. Guru melakukan motivasi dengan cara mengajak siswa bernyanyi atau melakukan berbagai macam tepuk. Tidak terdapat RPP khusus untuk siswa lamban belajar. Metode pembelajaran yang digunakan guru adalah ceramah dan tanya jawab. Salah satu perlakukan khusus untuk siswa lamban belajar adalah diadakannya tambahan waktu menyelesaikan tugas setelah pulang sekolah. Guru kunjung hanya mendampingi siswa mengerjakan tugas ketika pembelajaran berlangsung. Guru kunjung masuk ke kelas II setiap hari Selasa dan Jumat.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) Kelas II SD N Jlaban Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Yogyakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak, yaitu sebagai berikut.

1) Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dalam menempuh program studi PGSD di Universitas Negeri Yogyakarta.

2) Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan perizinan penelitian demi kelancaran skripsi ini. 3) Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan

dukungan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4) Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah ... 1

b. Identifikasi Masalah ... 7

c. Fokus Penelitian ... 7

d. Rumusan Masalah ... 8

e. Tujuan Penelitian ... 8

f. Manfaat Penelitian ... 8

g. Batasan Istilah ... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 1) Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 10

a. Pengertian Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 10

b. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 12

c. Karakteristik Anak Lamban Belajar (Slow Learner) ... 15

(11)

xi

a. Pengertian Pembelajaran ... 18

b. Komponen-Komponen Pembelajaran ... 19

c. Prinsip Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 23

d. Pendekatan PembelajaranSiswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 28

e. Pelaksanaan PembelajaranSiswa Lamban Belajar ... 33

f. Pendidikan Inklusif ... 46

3) Kerangka Berpikir ... 51

4) Pertanyaan Penelitian ... 52

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 53

B. Tempat Penelitian ... 54

C. Waktu Penelitian ... 54

D. Subjek Penelitian ... 54

E. Teknik Pengumpulan Data ... 55

F. Instrumen Penelitian ... 56

G. Teknik Analisis Data ... 58

H. Pengujian Keabsahan Data ... 60

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 63

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63

1. Perencanaan Pembelajaran SiswaLamban Belajar ... 63

2. Pelaksanaan Pembelajaran SiswaLamban Belajar ... 64

3. Evaluas dan Tindak Lanjut Siswa Lamban Belajar ... 70

D. Pembahasan ... 73

1. Perencanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar ... 73

2. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar ... 74

3. EvaluasidanTindak Lanjut Siswa Lamban Belajar ... 80

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(12)

xii

DAFTAR TABEL

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 90

Lampiran 2. Pedoman Observasi ... 92

Lampiran3. Pedoman Wawancara ... 95

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 101

Lampiran 5. Hasil Observasi ... 125

Lampiran 6. Reduksi Hasil Observasi ... 135

Lampiran 7. Transkip Wawancara ... 147

Lampiran 8. ReduksiHasilWawancara ... 159

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian ... 174

Lampiran 10. Triangulasi Data ... 178

Lampiran 11. Hasil Assesmen Siswa Lamban Belajar ... 186

Lampiran 12. Rapor Siswa Lamban Belajar ... 192

Lampiran 13. SK Inklusi SD N Jlaban ... 203

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep pendidikan untuk semua (education is for all) merupakan salah satu dasar pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut juga telah termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan”. Landasan yuridis yang lain adalah UU No. 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap

warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperloeh pendidikan yang bermutu”.

Dunia pendidikan khususnya bangku persekolahan merupakan salah satu

wahana untuk memproses sebuah input pendidikan (peserta didik) agar nantinya menjadi output pendidikan yang berintelek dan berkarakter. Realitas menunjukkan bahwa peserta didik yang ada adalah heterogen. Misalnya saja, ada peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata; ada peserta didik yang berbakat; ada peserta didik yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata;

gangguan konsentrasi belajar; gangguan emosional; lamban belajar; hambatan fisik; autis; dan lain sebagainya. Kesemua karakteristik peserta didik di atas juga

memiliki hak untuk menimba ilmu di bangku persekolahan secara formal.

(16)

2

Indonesia juga terdapat sekolah inklusi, sekolah reguler yang memiliki tanggung

jawab untuk menyediakan kesempatan bagi ABK untuk mengenyam pendidikan. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau

Bakat Istimewa, Pasal 1 bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta

didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan

pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada dasarnya diarahkan agar setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, mampu

menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, dan berakhlak mulia, sehingga kelak mampu menjalani kehidupan yang mulia dan bermartabat baik sebagai

makhluk individu maupun sosial. Menurut Safrudin Aziz (2015:117), tujuan penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus mustahil tercapai jika sejak awal anak diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus.

Pendapat tersebut sejalan dengan Pemerdiknas No. 70 tahun 2009 pasal 1 yang berbunyi bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan

(17)

3

mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan secara bersama-sama

dengan peserta didik pada umumnya.

Pada tahun ajaran 2015/2016, di SD Negeri Jlaban terdapat dua belas anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil assesmen 10 anak teridentifikasi

mengalami lamban belajar (slow learner), 1 anak termasuk tunagrahita, dan 1 anak termasuk dalam kategori retardasi mental. Berdasarkan observasi proses

pembelajaran di SD N Jlaban yang dilakukan peneliti pada tanggal 10 Juli – 12 Agustus, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran,

khususnya untuk anak lamban belajar (slow learner) di kelas II. Di kelas II, terdapat tiga anak lamban belajar, yakni CM, ICP, dan OHR.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak lamban belajar di SD N

Jlaban, khususnya kelas II diantaranya adalah sebagai berikut. Di SD N Jlaban, yang termasuk dalam sekolah inklusi ini, rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) dan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas semuanya sama. Tidak terdapat RPP khusus untuk ABK. Tidak terdapat kurikulum khusus untuk siswa ABK sehingga siswa slow learner masih sulit untuk mengikuti proses pembelajaran. Siswa yang bersangkutan sering tertinggal dalam memahami suatu materi pembelajaran ketika siswa lainnya telah paham dan mulai mempelajari

(18)

4

diobservasi. OHR cenderung akan diam bila ditanya tentang materi pelajaran.

Sedangkan CM dan ICP cukup antusias dalam menjawab pertanyaan namun seringkali jawabannya tidak sesuai dengan materi.

Guru tidak memberikan perhatian khusus ketika siswa slow learner memiliki semangat yang rendah untuk mengikuti pembelajaran. Ketika mengerjakan suatu tugas, siswa tersebut akan mengerjakan dengan cepat namun tidak tepat serta

siswa tidak menghiraukan apakah jawabannya tersebut benar atau salah. Ketika diskusi berlangsung dalma proses pembelajaran, siswa terlihat pasif. Ketiga anak

tersebut terlihat jarang menulis di buku tulis masing-masing. ICP seringkali bermain sendiri ketika diskusi berlangsung. OHR akan selalu diam sepanjang proses pembelajaran. CM seringkali terlihat ramai ketika berdiskusi berlangsung.

Guru kelas II akan tetap melanjutkan materi pelajaran meskipun ketiga anak lamban belajar mengalami masalah tersebut.

Siswa slow learner seringkali ramai di dalam kelas dan mengganggu teman-teman lainnya. Dua orang yang terkenal paling ramai dan seringkali mengganggu teman-temannya yang lain di kelas II ini adalah ICP dan CM. Selama proses

(19)

5

hanya dapat mengganggu teman-temannya di kelas. Ketika peneliti melakukan

observasi, ICP sempat beberapa kali menangis dikarenakan tidak bisa menjawab pertanyaan dan di buku ICP ditulis kata “bodoh” oleh teman-teman lain.

Meskipun terdapat guru kunjung, pelaksanaan pembelajaran untuk anak lamban

belajar belum optimal. Berdasarkan hasil observasi, siswa lamban belajar belum diperlakukan secara khusus dalam hal mengejar ketertinggalan. Guru kunjung

datang setiap hari Selasa dan Jumat. Pada hari itu, Guru kunjung selalu masuk ke kelas 1-6 dan menemani belajar siswa lamban belajar namun hanya dalam waktu

sebentar-sebentar saja. Akan tetapi, di kelas II, terkadang guru memberikan jam tambahan khusus untuk ketiga anak yang bersangkutan. Siswaakan diberikan jam tambahan setelah pulang sekolah namun hal tersebut tidak rutin dan hanya

beberapa menit saja. Dikarenakan keseluruhan siswa kelas II SD masih membutuhkan bimbingan dari guru dalam belajar, maka terlihat siswa lamban

belajar kurang mendapatkan perlakukan khusus selama proses pembelajaran. Hasil observasi pembelajaran anak slow learner tersebut hampir sesuai dengan penjelasan permasalahan yang dihadapi oleh anak lamban belajar (slow learner) menurut Nani Triani dan Amir (2013: 13), yang antara lain adalah sebagai berikut.

1. Anak mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya karena kemampuan belajarnya lebih lamban daripada teman-temannya.

(20)

6

3. Lamban menerima informasi karena keterbatasan dalam bahasa reseptif dan

ekspresif.

4. Hasil prestasi belajar yang kurang optimal. 5. Anak dapat tinggal kelas.

6. Mendapatkan label yang kurang baik dari teman-temannya.

Berdasarkan keseluruhan masalah yang ditemukan peneliti tersebut, sebagian

besar masalah berkaitan dengan proses pembelajaran. Jika berbicara mengenai proses pembelajaran, maka hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Menurut

Hamruni (2012: 11), guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh

komponen lain, tapi guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah untuk

membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan. Pada akhirnya, peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan pula. Ketika merekayasa pembelajaran, guru harus

berdasar pada kurikulum yang berlaku.

Menurut Mohammad Efendi (2009: 23-24), mengajar anak dengan kebutuhan

(21)

7

perlu adanya identifikasi khusus mengenai bagaiamana pelaksanaan pembelajaran

yang digunakan guru dalam mengelola sebuah kelas inklusi.Berdasrkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi bagaimana pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner) di kelas II SD N Jlaban, Sentolo, Kulon Progo.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Belum adanya kurikulum khusus untuk siswa lamban belajar sehingga siswa lamban belajar masih sulit untuk mengikuti pelajaran.

2. Guru tidak memberikan perhatian khusus ketika siswa slow learner memiliki semangat yang rendah untuk mengikuti pembelajaran.

3. Pelaksanaan pembelajaran untuk memfasilitasisiswa lamban belajar belum

teridentifikasi.

C. Fokus Penelitian

(22)

8

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar(slow learner) kelas IIdi SD Negeri Jlaban?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran anak lamban belajar kelas II dan V di SD Negeri Jlaban secara

lebih mendalam.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini digunakan untuk mengembangkan keilmuan dan wawasan

dalam kegiatan ilmiah tentangpelaksanaan pembelajaran untuk anak lamban belajar di sekolah inklusi.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Guru

Memberikan informasi kepada guru mengenai pelaksanaan

(23)

9 b. Manfaat bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk anak slow learner di sekolah inklusi.

G. Batasan Istilah

a. Siswa lamban belajar (slow learner)adalah anak yang memiliki IQ di bawah rata-rata, yakni antara 70-90, sehingga siswa lamban belajar akan

mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran terlebih dengan materi yang berkaitan dengan simbol, hal abstrak, dan konsep.

b. Pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar dalam sekolah inklusi dapat

ditinjau dari kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi serta tindak lanjut. Ketiga kegiatan pembelajaran tersebut dilakukan oleh guru

(24)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Siswa lamban belajar (slow learner) merupakan salah satu tipe siswa berkebutuhan khusus (ABK) yang seringkali ditemukan dalam sebuah sekolah inklusi. Anak yang bersangkutan memiliki ciri-ciri fisik yang sama dengan

siswa normal lainnya. Namun, hasil assesmen menunjukkan bahwa siswa bersangkutan menunjukkan tipe anak lamban belajar (slow learner).

1. Pengertian Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Menurut Cooter dan Cooter Jr; Willey (Nani Triani dan Amir, 2013: 3), anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan

pengetesan IQ(Intelegence Question), skor tes IQsiswa lamban belajar menunjukkan skor antara 70 dan 90. Siswa tersebut lebih lambat dalam menangkap materi pelajaran yang berhubungan dengan simbol, abstrak,

atau materi konseptual. Biasanya anak lamban belajar kesulitan dalam membaca dan berhitung. Pendapat tersebut sejalan dengan Sangeeta Malik

(25)

11

Menurut Sangeeta Chauhan (2011: 279) pengertian anak lamban

belajar dijelaskan sebagai berikut.

The experience of educators confirms that there are many children who are so backward in basic subjects that they need special help. These pupils have limited scope for achievement. They have intelligence quotients between 76 and 89 and they constitute about 8 percent of the total school population. These students do not stand out as very different from their classmates expect that they are always slow on the uptake and are often teased by the other students because of their slowness.

Berdasarkan pendapat Sangeeta Chauhan di atas dapat dijelaskan bahwa

terdapat beberapa anak yang membutuhkan bantuan khusus untuk memahami mata pelajaran-mata pelajaran dasar. Siswa lamban belajar

memiliki IQ antara 76 dan 89 dan merupakan sekitar 8 persen dari total populasi sekolah. Siswa-siswa ini tidak menonjol dan sangat berbeda dari teman sekelas. Anak tersebut selalu lamban dan sering diejek oleh siswa

lain karena kelambatannya.

Menurut Dedy Kustawan (2013: 88-89), peserta didik lamban belajar

(slow learnear) adalah peserta didik yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk dalam kategori tunagrahita. Anak lamban belajar juga mengalami hambatan atau

keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dengan penyandang tunagrahita, lebih lamban pada

(26)

tugas-12

tugas akademik maupun nonakademik. Sedangkan menurut Lay Kekeh

Marthan (2007: 50), taraf kecerdasan anak lamban belajar IQ-nya adalah di antara 70-85.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak lamban

belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki IQ di antara 70-90, sehingga siswa lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti

pembelajaran terlebih dengan materi yang berkaitan dengan simbol, hal abstrak, dan konsep.

2. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Nani Triani dan Amir (2013: 4-10) menjelaskan tentang beberapa hal

mengenai faktor penyebab anak lamban belajar (slow learner) yang antara lain adalah sebagai berikut.

a. Faktor Prenatal (sebelum lahir) dan Genetik

Perkembangan seorang anak dimulai sejak masa konsepsi atau pembuahan. Seluruh bawaan biololgis seorang anak berasal dari kedua

orang tuanya. Terjadinya kelainan kromosom dapat menyebabkan terjadinya pula kelainan yang berhubungan dengan fisik maupun

(27)

13 b. Faktor Biologis Non Keturunan

Beberapa penyebab non genetik anak lamban belajar (slow learner) antara lain adalah sebagai berikut.

1) Obat-Obatan

Pada saat ibu hamil, ada beberapa jenis obat yang apabila diminum berakibat merusak atau merugikan janin. Begitu juga

dengan ibu alkoholis serta pengguna narkotik dan zat aditif lainnya. Pengonsumsian barang tersebut dalam dosis yang berlebih

akan berpengaruh pada kemampuan short term memory atau memori jangka pendek anak (Nani Triani dan Amir, 2013: 6-7). 2) Keadaan Gizi Ibu yang Buruk saat Hamil

Kekurangan gizi pada ibu hamil akan berdampak gangguan pada pembentukan sel-sel otak bayi. Seperti karena kekurangan

asam folat atau zat besi akan berpengaruh pada pembentukan sel-sel syaraf (Nani Triani dan Amir, 2013: 7).

3) Radiasi Sinar X

Radiasi dapat mengakibatkan bermacam-macam gangguan pada otak dan system tubuh lainnya. Radiasi sinar X rawan terjadi

(28)

14 4) Faktor Rhesus

Rini Hidayani (dalam Nani Triani dan Amir, 2013: 8) menjelaskan bahwa bila orang tua anak memiliki darah dengan Rh-positif dan Rh-negatif maka mengakibatkan keadaan yang

kurang baik bagi keturunannya. Bila anak memiliki Rh-positif, maka selama kehamilan antibody darah ibu dapat menyerang darah bayi dalam kandungan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya anemia, cerebral palsy, ketulian, keterbelakangan

mental, bahkan kematian.

c. Faktor Natal (saat Proses Kelahiran)

Kondisi kekurangan oksigen saat proses kelahiran karena proses

persalinan yang lama atau bermasalah dapat menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi menjadi terhambat (Nani Triani dan Amir, 2013:

9).

d. Faktor Pranatal dan Lingkungan

Malnutrisi dan trauma fisik akibat jatuh atau kecelakaan, trauma

pada otak atau beberapa penyakit seperti meningitis dan encephalis

dapat berakibat pada kelambanan belajar pada anak. Begitu juga

(29)

15

lingkungan sekolah dapat pula lingkungan rumah (Nani Triani dan

Amir, 2013: 9-10).

Menurut Safrudin Aziz (2015: 53-55) penyebab lahirnya anak berkebutuhan khusus adalah faktor sebelum kelahiran (gangguan genetik,

infeksi kehamilan, atau usia ibu hamil); faktor selama proses kehamilan (proses kehamilan lama, prematur, kekurangan oksigen, atau kelahiran

dengan bantuan vacuum); dan faktor setelah kelahiran (infeksi bakteri, virus, kekurangan gizi, atau kecelakaan).

Berdasakan penjelasan di atas dapat diuraikan bahwa faktor-faktor penyebab anak lamban belajar adalah faktor prenatal dan genetik, faktor biologis non-keturunan, faktor natal, dan faktor lingkungan.

3. Karakteristik Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Siswa lamban belajar (slow learner) menurut Nani Triani dan Amir (2013: 10-12) memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Inteligensi

Anak lamban belajar berinteligensi pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC. Anak ini biasanya

(30)

16

lamban belajar juga sulit untuk memahami hal-hal yang abstrak. Nilai

hasil belajarnya rendah dibandingkan dengan teman-temannya. b. Bahasa

Anak-anak lamban belajar mengalami masalah dalam

berkomunikasi. Anak-anak ini menagalami kesulitan baik dalam bahasa ekspresif (menyampaikan idea tau gagasan) atau reseptif

(memahami percakapan orang lain). c. Emosi

Anak-anak lamban belajar memiliki emosi yang kurang stabil. Siswa lamban belajar cepat marah dan meledak-ledak serta sensitif. Jika ada hal yang membuatnya tertekan atau melakukan kesalahan,

biasanya anak-anak lamban belajar cepat patah semangat. d. Sosial

Anak-anak lamban belajar dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Siswa lamban belajar sering memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Walau pada

beberapa anak ada yang menunjukkan sifat humoris. Saat bermain, anak-anak lamban belajar lebih senang bermain dengan anak-anak di

(31)

17 e. Moral

Moral seseorang akan berkembang seiring dengan kematangan kognitifnya. Anak-anak lamban belajar tahu aturan yang berlaku tetapi tidak paham untuk apa aturan tersebut dibuat.

Secara umun, karakteristik anak lamban belajar menurut Rashmi Rekha Borah (2013: 140) adalah sebagai berikut.

1. Anak lamban belajar biasanya termasuk anak yang belum dewasa dalam hubungannya dengan orang lain dan berperilaku buruk di

sekolah.

2. Anak lamban belajar tidak dapat mengerjakan soal yang rumit dan bekerja sangat lambat.

3. Anak lamban belajar tidak dapat menyampaikanapa yang telah dipelajari sebelumnya dengan baik.

4. Anak lamban belajar tidak mudah menguasai keterampilan akademik, misalnya dalam hal waktu, tabel, atau aturan ejaan.

5. Anak lamban belajar tidak memiliki tujuan jangka panjang. Anak ini

hidup di masa sekarang dan memiliki masalah dalam pengelolaan waktu dikarenakan perhatian dan konsentrasi yang buruk. Hal tersebut

(32)

18

Berdasarkan penjelasan dua ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa

karakteristik anak lamban belajar dapat dilihat dari sisi intelegensi, bahasa, emosi, sosial, dan moral.

B. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Slow Learner

Menurut Mohammad Efendi (2009: 23-24), mengajar anak dengan

kebutuhan khusus tidak sama seperti mengajar anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang

khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak yang bersangkutan. Safrudin Aziz (2015: 116) menegaskan bahwa proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus , termasuk lamban belajar harus

disesuaikan dengan kondisi siswa. Berbagai metode, strategi, kurikulum, dan evaluasi harus dipersiapkan dan diberikan secara fleksibel dan sesuai dengan

tingkat kemampuan anak. Selain itu, pendidik harus sudah memiliki data perkembangan peserta didiknya, terkait dengan karakteristik spesifikasi kemampuan dan kelemahannya serta kompetensi yang dimiliki.

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan salah satu proses yang sangat menentukan

(33)

19

19), proses pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai

dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Sedangkan menurut Alben Ambarita

(2006: 62), pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,

dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara

efektif dan efisien. Pendapat tersebut sejalan dengan Syaiful Sagala (2010: 62) yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa belajar

secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan

tertentu

2. Komponen-Komponen Pembelajaran

(34)

20 a. Guru

Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi

atau direkayasa oleh komponen lain, tapi guru mampu memanipulasi atau meraekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa

pembelajaran oleh gurua dalah untuk membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan. Pada

akahirnya, peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan pula. Ketika merekayasa pembelajaran, guru harus berdasar pada kurikulum yang berlaku.

b. Peserta Didik

Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan

belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata guna mencapai tujuan belajar. Komponen peserta didik ini dapat dimodifikasi oleh guru.

c. Tujuan

Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk

(35)

21

dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajaran merupakan

target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. d. Bahan Pelajaran

Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu

pengetahuan dan tuntutan masyarakat. e. Kegiatan Pembelajaran

Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan startegi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses

pembelajaran. f. Metode

Metode adalah acara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat

menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang betlangsung. g. Alat

(36)

22 h. Sumber Belajar

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan,

dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.

i. Evaluasi

Evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk

mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum. Evaluasi juga bisa berfungsi sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi

berfungsi sebagai sumatif dan formatif. j. Situasi dan Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik, dan hubungan antarinsani, misalnya antarpeserta didik atau guru

dengan peserta didik.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan

(37)

23

3. Prinsip PembelajaranSiswa Lamban Belajar (Slow Lerner)

Menurut Mohammad Efendi (2009: 24-26) prinsip-prinsip yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus, seperti

slow learner adalah sebagai berikut. a. Prinsip Kasih Sayang

Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima semua siswa sebagaiamana adanya, dan mengupayakan agar siswa-siswa dapat

menjalani hidup secara wajar. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: (1) tidak bersikap memanjakan, (2) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan (3) memberikan tugas yang sesuai dengan

kemampuan anak.

b. Prinsip Layanan Individual

Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki

keunikan masalah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Upaya yang perlu dilakukan antara lain: (1) jumlah siswa yang

(38)

24

menjangkau seluruh anak dengan mudah, dan (4) modifikasi alat bantu

pengajaran. c. Prinsip Kesiapan

Kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan,

terutama pengetahuan prasyarat, baik prasyarat pengetahuan, mental, dan atau pun fisik diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya.

d. Prinsip Keperagaan

Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung

oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga adalah sebagai media pembelajaran untuk mempermudah siswa dalam

memahami materi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lay Kekeh Marthan (2007: 152), idealisasi pendidikan inklusi adalah metode

pembelajaran dilakukan secara bervariasi sehingga anak merasa termotivasi untuk belajar. Materi pelajaran disampaikan dengan cara yang lebih menarik dengan menggunakan media variatif sehingga

siswa dapat menyerap materi pelajaran yang diberikan. e. Prinsip Motivasi

(39)

25

f. Prinsip Belajar dan Bekerja Kelompok

Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik ABK agar siswa yang bersangkutan sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya,

tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Sedangkan menurut Tarmansyah (2007: 150), aktivitas pembelajaran

yang menandakan salah satu karakteristik inklusi adalah munculnya sikap tolong menolong dan berbagi pengalaman. Hal tersebut

dilaksanakan salah satunya dengan belajar kelompok. Guru juga harus mampu mendorong terjadinya interaksi di antara para siswa.

g. Prinsip Ketrampilan

Pendidikan ketrampilan yang diberikan kepada ABK, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif, dan terapi, juga dapat dijadikan

sebagai bekal dalam kehidupannya kelak. h. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap

Secara fisik dan psikis, sikap ABK memang kurang baik sehingga

perlu diupayakan agar anak mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.

(40)

26

berkebutuhan khusus, misalnya slow learner yang diuraikan sebagai berikut.

a. Prinsip Motivasi

Guru seharusnya senantiasa memberikan motivasi kepada anak

didiknya agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran.

b. Prinsip Latar atau Konteks

Guru harus mengenal peserta didiknya secara mendalam dan juga

sebaliknya. Melalui saling mengenal ini guru akan memahami dan mengerti segala kondisi peserta didiknya.

c. Prinsip Keterarahan

Guru harus merumuskan tujuan kegiatan pembelajaran secara matang agar anak mampu mengikuti kegiatan secara mendalam.

d. Prinsip Hubungan Sosial

Seorang guru harus mampu mengembangkan pembelajaran yang mampu mengoptimalkaninteraksi antarmurid dengan gurunya, serta

interaksi yang berasal dari berbagai arah. e. Prinsip Belajar sambil Bekerja

(41)

27 f. Prinsip Individualisasi

Guru mengetahui kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan atau ketidakmampuannya dalam mencapai materi pelajaran.

g. Prinsip Menemukan

Guru perlu mengembangkan pembelajaran yang mampu

memancing anak untuk terlihat aktif, baik fisik, mental, sosial, atau emosionalnya.

h. Prinsip Pemecahan Masalah

Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk mencari data, menganalisis,

dan memecahkan masalah tersebut sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, (Nandiyah Abdullah (Safrudin Aziz, 2015: 133-134)

menambahkan beberapa prinsip, anatara lain adalah sebagai berikut. a. Prinsip Kasih Sayang

Guru harus menerima semua siswa sebagaimana adanya dengan

cara tidak bersikap memanjakan, tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan

(42)

28 b. Prinsip Kesiapan Anak

Anak haruslah memiliki sebuah persiapan, misalnya pengetahuan prasyarat untuk menerima suatu pelajaran,

c. Prinsip Keperagaan

Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan benda atau situasi aslinya. Namun, apabila hal tersebut

sulit dilakukan, dapat menggunakan benda tiruan atau minimal gambar. d. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap

Perlu diupayakan agar anak-anak berkebutuhan khusus memiliki sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip

pembelajaran anak lamban belajar diantaranya adalah prinsip kasih sayang, layanan individual, kesiapan, keterarahan,pemecahan masalah keperagaan,

motivasi, belajar dan bekerja kelompok, ketrampilan, serta penanaman dan penyempurnaan sikap.

4. Pendekatan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Guru yang memandang anak didik sebagi pribadi yang berbeda dengan

(43)

29

perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam penagjaran.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 62-81), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegaiatan belajar mengajar.

a. Pendekatan Individual

Perbedaan individual anak didik memberikan wawasan kepada

guru bahwa pembelajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Misalnya, untuk menghentikan anak didik yang

suka bicara, adalah dengan cara memisahkan anak tersebut pada tempat kelompok anak didik yang pendiam. Selain itu, persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan

pendekatah individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.

b. Pendekatan Kelompok

Pendekatan kelompok suatu waktu diperlukan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak

didik juga termasuk dalam makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Dengan pendekatan

(44)

30 c. Pendekatan Bervariasi

Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik

tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan. Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap

anak didik dalam belajar adalah bermacam-macam. Kasus dalam pembelajaran biasanya muncul dengan berbagai motif, sehingga

diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap kasus. d. Pendekatan Edukatif

Apa pun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran

adalah dengan tujuan mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti karena balas dendam, gengsi, ingin ditakuti, atau lainnya. Anak yang

telah melakukan kesalahan sebaiknya diberikan sanksi edukatif yang bermanfaat bukan sanksi fisik yang merugikan.

e. Pendekatan Pengalaman

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekedar bicara, dan tidak pernah berbuat

(45)

31

kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan, dan menambah

integrasi anak.

f. Pendekatan Pembiasaan

Pembiasaan adalah alat pendidikan. Pembiasaan yang baik akan

membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik. Begitu pula sebaliknya. Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah

dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama. Namun, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya.

g. Pendekatan Emosional

Emosi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan pembentukan kepribadian seseorang. Pendekatan emosional yang

dimaksudkan di sini adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini, memahami, dan menghayati suatu

materi.

h. Pendekatan Rasional

Manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana

perbuatan yang buruk, serta mana kebenaran dan mana kedustaan dari suatu ajaran atau perbuatan melalui kekuatan akalnya. Karena

(46)

32

ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, latihan, dan pemberian

tugas.

i. Pendekatan Fungsional

Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah diharapkan

berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memanfaatkan ilmunya untuk kehidupan

sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak.

Anak dapat merasakan mandaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya.

j. Pendekatan Keagamaan

Pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil

kredilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan diamalkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pendekatan dalam pembelajaran siswa lamban belajar diantaranya adalah

(47)

33

5. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar

Menurut Suryosubroto (2002: 19), proses belajar mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, dan program tindak lanjut yang berlaku dalam situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu dalam pembelajaran. 1) Kemampuan dalam mempersiapkan pembelajaran

Menurut Suryosubroto (2002: 27), pada hakikatnya, bila suatu kegiatan direncanakan dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan

lebih terarah dan lebih berhasil. Kemampuan merencanakan pengajaran, meliputi:

a) Menyusun analisis materi.

b) Menyusun program semester.

c) Menyusun pengajaran, dengan memperhatikan.

d) Karakteristik dan kemampuan awal siswa. e) Perumusan tujuan pembelajaran.

f) Pemilihan bahan dan urutan bahan.

g) Pemilihan metode mengajar. h) Pemilihan sarana/alat pendidikan.

(48)

34

2) Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar

Menurut Suryosubroto (2002: 36), pelaksanaan proses belajar mengajar dapat disimpulkan sebagai terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan

pengajaran. Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar, meliputi: a) Membuka pelajaran.

b) Melaksanakan inti proses belajar mengajar, terdiri: (1) Menyampaikan materi pelajaran.

(2) Menggunakan metode mengajar. (3) Menggunakan media/alat pelajaran. (4) Mengajukan pertanyaan.

(5) Memberikan penguatan. (6) Interaksi belajar mengajar.

c) Menutup pelajaran.

3) Kemampuan mengevaluasi/penilaian pengajaran

Menurut Suryosubroto (2002: 53), untuk dapat menentukan tercapai tidaknya

tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai hasil belajar. Kemampuan mengevaluasi/penilaian

pengajaran, meliputi: a) Melakukan tes.

(49)

35 c) Melaporkan hasil penilaian.

d) Melakukan program remedial/perbaikan pengajaran.

Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 51) secara umum ada tiga pokok tahapan mengajar, yakni tahap permulaan (prainstruksional) tahap pengajaran

(instruksional), dan tahap penilaian serta tindak lanjut. 1) Tahap praintruksional

Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan

oleh guru atau oleh siswa pada tahapan ini menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 52-53) adalah sebagai berikut.

a) Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang tidak hadir.

Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidakhadiran siswa disebabkan

kondisi siswa yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, atau lainnya), tetapi bisa juga terjadi karena pengajaran dari guru tidak menyenangkan , sikapnya tidak disukai siswa, atau karena tindakan guru pada waktu mengajar sebelumnya

dianggap merugikan siswa.

b)Bertanya kepada siswa, sampai di mana pembahasan pelajaran sebelumnya.

(50)

36

c) Mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas atau siswa tertentu tentang

bahan pelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi siswa.

d)Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang bahan pelajaran

yang belum dikuasainya dari pelajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya. e) Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya

secara singkat namun mencakup seluruh aspek. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi

belajar siswa.

Tujuan tahapan ini pada hakikatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya dan menumbuhkan

kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam pembelajaran mirip dengan kegiatan pemanasan dalam

olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa. 2) Tahap Intruksional

Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau inti, yakni tahapan memberikan

bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 54-55), secara umum tahap ini dapat

diidentifikasi dalam beberapa kegiatan sebagai berikut.

(51)

37

tersebut ditulis secara ringkas di papan tulis sehingga siswa dapat

memahaminya dengan baik.

b) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari berbagai sumber. Materi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

c) Membahas pokok materi yang telah dituliskan. Terdapat dua caradalam pembahasan materi, yakni pembahasan dapat dimulai dari gambaran

umum materi menuju topik yang lebih khusus. Sedangkan cara kedua adalah sebaliknya, dari khusus ke umum.

d) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap materi yang telah

dibahas. Dengan demikian, proses penilaian tidak hanya pada akhir pelajaran saja, tetapi juga pada saat proses pembelajaran berlangsung. Jika

ternyata siswa belum memahaminya, guru mengulang kembali pokok materi sebelum melanjutkan pokok materi berikutnya.

e) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk mempejelas pembahasan setiap

pokok materi. Alat ini digunakan dalam empat fase kegiatan, yakni a) pada waktu guru menjelaskan kepada siswa; b) pada waktu guru

(52)

38

Dengan demikian alat peraga tersebut dapat digunakan oleh guru dan oleh

siswa.

f) Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Pokok-pokok kesimpulan sebaiknya ditulis di papan tulis. Kesimpulan dibuat oleh guru

bersama-sama dengan siswa. 3) Tahap Evaluasi Dan Tindak Lanjut

Tahap ketiga atau tahap terakhir adalah evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut. Tujuan tahapan ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari

tahapan sebeluumnya. Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 56-57), kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.

a) Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa siswa

mengenai pokok materi yang telah dibahas. Pertanyaan yang diajukan bersumber dari bahan yang telah dipelajari. Pertanyaan dapat diajukan

secara lisan atau tertulis. Pertanyaan ini dapat disebut sebagai post test.

b) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa kurang dari 70%, maka guru harus mengulang kembali materi tersebut. Teknik

untuk memperjelas materi tersebut anatara lain, a) dilakukannya dalam kegiatan terjadwal; b) diadakan diskusi kelompok untuk membahas pokok

(53)

39

c) Guru dapat memberikan tugas/pekerjaan rumah yang ada hubungannya

dengan topik atau pokok materi. Misalnya tugas memecahkan masalah, menulis karanagan/makalah, membuat kliping, atau lainnya.

d) Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberikan informasi tentang

pokok materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Informasi ini perlu agar siswa dapat mempelajarui bahan tersebut dari berbagai sumber.

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menurut Marno dan M. Idris dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

1) Komponen-komponen yang harus dilakukan oleh guru dalam tahap pendahuluan/awal/membuka pelajaran menurut Marno dan M. Idrus (2010: 83-89) adalah sebagai berikut.

a)Membangkitkan perhatian/minat siswa, yang dapat dilakukan dengan cara:

(1) Variasi gaya mengajar guru. (2) Penggunaan alat bantu mengajar. (3) Variasi dalam pola interaksi.

b)Menimbulkan motivasi, yang dapat dilakukan dengan cara: (1) Bersemangat dan antusias.

(2) Menimbulkan rasa ingin tahu.

(54)

40

(4) Memperhatikan dan memanfaatkan hal-hal yang menjadi perhatian

siswa.

c) Memberi acuan atau sumber, yang dapat dilakukan dengan cara:

(1) Mengemukakan kompetensi dasar, indicator hasil belajar, dan

batas-batas tugas.

(2) Member petunjuk atau saran tentang langkah-langkah kegiatan.

(3) Mengajukan pertanyaan pengarahan.

d)Menunjukkan kaitan, yang dapat dilakukan dengan cara: (1) Mencari batu loncatan.

(2) Mengusahakan kesinambungan.

(3) Membandingkan atau mempetentangkan.

2) Komponen-komponen yang harus dilakukan guru pada tahap inti pelajaran (2010: 72) adalah sebagai berikut.

a) Penggunaan metode.

b)Penggunaan peralatan/media. c) Kemampuan menjelaskan.

d)Kemampuan menanggapi respon dan pertanyaan siswa. e) Penguasaan bahan pelajaran.

(55)

41

3) Komponen-komponen yang harus dilakukan guru pada tahap kegiatan

akhir/menutup pembelajaran menurut Marno dan M. Idrus (2010: 90-93) adalah sebagai berikut.

a)Meninjau kembali, yang dapat dilakukan dengan cara; (1) Merangkum inti pelajaran.

(2) Membuat ringkasan.

b)Mengevaluasi, yang dapat dilakukan dengan cara; (1) Mendemonstrasikan ketrampilan.

(2) Mengaplikasikan ide baru pada situasi lain. (3) Mengekspresikan pendapat siswa sendiri. (4) Soal-soal tertulis atau lisan.

c) Memberi dorongan psikologis atau sosial, yang dapat dilakukan dengan cara:

(1) Memuji siswa atau member hadiah. (2) Memberikan harapan-haraoan positif. (3) Meyakinkan akan potensi siswa.

Menurut Nani Triani dan Amir (2013: 28-30), pembelajaran yang dapat membantu anak lamban belajar atau slow learner antara lain adalah sebagai berkut.

(56)

42

b. Menggunakan bahasa yang sederhana namun jelas dengan cara perlahan.

c. Melakukan task analysis atau analisis tugas jika akan memberikan tugas atau pekerjaan rumah (PR).

d. Memberi tugas yang lebih sederhana atau lebih sedikit dibanding

teman-temannya untuk menghindari frustasi.

e. Pembelajaran dilakukan secara kooperatif karena anak lamban belajar atau

slow learner tidak menyenangi kompetitif.

f. Memberikan pemahaman konsep walau membutuhkan waktu cukup lama

dibandingkan dengan menghafal konsep karena akan membuat anak lamban belajar atau slow learner putus asa.

g. Menggunakan multi pendekatan dan motivasi belajar.

h. Mengajak orang tua sebagai mitra kerja guru dalam membantu anak lamban belajar atau slow learner, seperti mengadakan pembimbingan belajar di rumah, case conference, atau pertemuan-pertemuan lainnya.

i. Desain pembelajaran yang menempatkan siswa dalam konteks pembelajran yang “tidak pernah gagal” untuk menghindari perasaan tidak berdaya.

Menurut Ranjana Ruhela (2014: 197-198) beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu siswa lamban belajar adalah sebagai berikut.

1. Membangun kepercayaan diri siswa.

(57)

43

membangun kepercayaan diri siswa tersebut. Kata-kata penyemangat dan

penguatan positif dapat membawa dampak yang positif bagi siswa lamban belajar dan akan mendorong anak untuk menunjukkan performansi terbaiknya. Guru juga harus dapat menemukan faktor-faktor penyebab kelambanannya

misalnya melalui sebuah studi kasus. Sehingga guru akan mengetahui apakah siswa tersebut memang murni lamban belajar atau ada duatu kondisi tertentu

yang menyebabkan ia lamban belajar. 2. Mendorong untuk berkembang.

Mengajar adalah sebuah profesi yang menantang yang membutuhkan kesabaran, inovasi, dan motivasi dari seorang pendidik untuk mendorong seluruh siswanya untuk tumbuh dan berkembang.

3. Membangun lingkungan tanpa diskriminasi.

Guru jangan pernah membuat siswa lamban belajar merasa terabaikan atau

merasa tidak diinginkan karena hal tersebut akan mempengaruhi suasana pembelajaran di kelas dan akan menciptakan suatu diskriminasi. Guru harus memberikan perhatian yang sama kepada seluruh peserta didik.

4. Pandangan tentang teknik mengajar.

Berbagai teknik dan metode yang dapat menimbulkan motivasi belajar

(58)

44

Menurut Safrudin Aziz (2015: 131-132 yang bisa digunakan dalam proses

pembelajaran anak berkebutuhan khusus, misalnya lamban belajar antara lain adalah sebagai berikut.

1) Pendidikan remedial dan pendidikan tambahan atau kompensasi.

2) Pengajaran langsung, yakni pengukuran langsung performansi siswa atas suatu tugas belajar dan pengetahuan. Adapun komponen dalam pengajaran

langsung adalah asesmen, sistemik, pengajaran, dan evaluasi.

3) Analisis tugas, yakni memecah-mecah tugas belajar ke dalam bagian-bagian

komponennya sehingga kecakapan-kecakapan yang tercakup dalam tugas bisa teridentifikasi.

4) Pengajaran bertahap, yaitu pengajaran diurutkan dari tingkatan yang termudah

ke tingkat kecakapan yang lebih tinggi.

5) Modelling, pembelajaran dengan mengikuti kelakuan orang lain sebagai model. Dalam hal ini orang tua dan guru adalah model bagi anak didiknya.

6) Pengajaran terprogram, yaitu kegiatan yang memungkinkan siswa untuk mempelajari materi-materi tertentu yang telah terbagi atas bagian-bagian kecil

yang dimungkinkan secara berurutan, demi mencapai suatu tujuan tertentu. 7) Permainan edukatif. Permainan edukatif dengan prinsip bermain sambil

belajar sangatlah cocok dengan dunia anak-anak.

(59)

45

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan

pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Perencanaan Pembelajaran

a) Analisis karakteristik dan kemampuan awal siswa lamban belajar.

b) Perumusan tujuan khusus pengajaran siswa lamban belajar. c) Pemilihan bahan dan sumber belajar siswa lamban belajar.

d) Pemilihan metode pembelajaran siswa lamban belajar. e) Pemilihan media pembelajaran siswa lamban belajar.

f) Pemilihan teknik evaluasi siswa lamban belajar. 2) Pelaksanaan Pembelajaran

a) Membuka pelajaran;

(1) Melakukan apersepsi.

(2) Menimbulkan motivasi siswa lamban belajar.

(3) Menyampaikan tujuan kepada siswa. b) Melaksanakan inti pelajaran;

(1) Kegiatan pembelajaran.

(2) Menggunakan metode pembelajaran yang efektif. (3) Menggunakan media.

(4) Teknik mengajukan pertanyaan.

(60)

46 c) Menutup pelajaran;

(1) Menyimpulkan materi dengan siswa lamban belajar. (2) Melakukan proses evaluasi akhir pelajaran.

(3) Memberikan tindak lanjut kepada siswa lamban belajar (memberikan

PR, melanjutkan belajar di rumah, atau lainnya). 3) Evaluasi dan Tindak Lanjut

a) Menganalisis evaluasi siswa lamban belajar.

b) Menetapkan dan melaksanakan remedial dan pengayaan untuk siswa

lamban belajar.

c) Melaksanakan program bimbingan atau layanan khusus kepada siswa lamban belajar.

5. Pendidikan Inklusif

a. Pengertian Pendidikan Inklusif

Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi

Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 1 bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan

(61)

47

pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan

peserta didik lainnya.

Pengertian pendidikan inklusif yang masih senada dengan pemerdiknas di atas yaitu Pemerdiknas Nomor 32 tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik

dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi

peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa

untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan, dengan cara menyediakan sarana dan prasarana, pendidik, tenaga kependidikan dan kurikulum yang disesuaikan

dengan kebutuhan individual peserta didik.

Menurut Mudjito, Harizal, dan Elfindri (2013: 18) pendidikan inklusi

sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak yang berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya

restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung untuk pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Pendapat tersebut sejalan dengan

(62)

48

dengan siswa dan mendapatkan berbagai pelayanan pendidikan berdasarkan

kebutuhan.

Menurut Dedy Kustawan (2013: 100), ruang lingkup kurikulum sekolah umum penyelenggara pendidikan inklusif adalah kurikulum sekolah umum

yang dalam hal-hal tertentu dilakukan penyesuaian dan modifikasi sesuai dengan hambatan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.

Penyesuaian dan modifikasi tersebut meliputi penyesuaian dan modifikasi cara, media, materi, dan penilaian pembelajaran.

Mayoritas sekolah inklusi masih memberlakukan komponen-komponen pembelajaran yang sama bagi seluruh siswanya. Menurut Safrudin Aziz (2015: 114), tipe sekolah inklusi tersebut disebut sebagai sekolah reguler dan

kelas reguler tanpa dukungan. Penjelasan tipe tersebut adalah bahwa dalam sekolah ini, anak berkebutuhan khusus secara penuh berada di kelas reguler.

Layanan pendidikan yang diperoleh oleh anak yang bersangkutan sama seperti yang diperoleh anak lainnya pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus, yang pada hal ini adalah anak lamban belajar harus mengikuti standar yang

berlaku bagi anak bukan berkebutuhan khusus dalam hal kurikulum, evaluasi, dan dalam penggunaan fasilitas.

(63)

49

secara penuh dengan menggunakan kurikulum yang sama. Metode dan

penilaian pembelajaran yang digunakan pada umumnya tidak berbeda dengan yang digunakan di kelas reguler pada umumnya. Menurut Lay Kekeh Marthan (2007: 122), kelemahan pendidikan inklusi memang akan mengharuskan anak

berkebutuhan khusus memenuhi kurikulum yang sama dengan anak reguler lainnya. Hal ini akan membuat anak harus belajar keras dengan anak pada

umumnya karena harus menerima pelajaran yang sama.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jadi yang dimaksud dengan

pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan di mana anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama-sama dengan teman yang lain di kelas reguler dan mendapatkan berbagai layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya

termasuk diadakannya penyesuaian atau modifikasi kurikulum.

b. Tujuan Pendidikan Inklusif

Pasal 2 Pemerdiknas No. 70 tahun 2009 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik

yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecaerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh

(64)

50

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

keankaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.

Sedangkan menurut Gargiulo (Mudjito, dkk., 15-16) tujuan pendidikan

inklusif adalah memberikan intervensi bagi anak berkebutuhan khusus sedini mungkin agar;

1) Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak

terlibat dalam aktivitas yang normal.

2) Jika memungkinkan untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidakteraturan perkembangan sehingga menjadi anak

yang tidak berkemampuan.

3) Untuk mencegah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya

sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.

Pendapat di atas sejalan dengan tujuan pendidikan inklusif menurut Mohammad Takdir Ilahi (2013:39-40), yakni sebagai berikut.

1) Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki

(65)

51

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Dilhat dari berbagai pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah untuk memberikan kesempatan pendidikan

seluas-luasnya bagi seluruh peserta didik dengan menghargai keanekaragaman dan tanpa adanya perlakuan diskriminatif.

C. Kerangka Berpikir

Anak lamban belajar (slow learner) adalah anakyang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan IQ(Intelegence Question), skor tes IQ menunjukkan skor antara 70 dan 90. Biasanya, anak lamban belajar (slow learner) mengalami beberapa permasalahan di dunia pendidikan. Permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Anak mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya karena kemampuan belajarnya lebih lamban daripada teman-temannya.

2. Anak cenderung bersifat pemalu.

3. Lamban menerima informasi karena keterbatasan dalam bahasa reseptif dan ekspresif.

4. Hasil prestasi belajar yang kurang optimal. 5. Anak dapat tinggal kelas.

6. Mendapatkan label yang kurang baik dari teman-temannya.

(66)

52

dalam sebuah kelas yang reguler. Menerapkan pembelajaran di kelas reguler murni dan di kelas inklusi tentu terdapat perbedaan. Kehadiran anak berkebutuhan khusus, khususnya lamban belajar (slow learner)akan menjadikan pertimbangan guru dalam memilih dan menerapkan pembelajaran di dalam kelas.

D. Pertanyaan Penilitian

Pertanyaan penelitian ini dikembangkan dari rumusan masalah yang antara lain adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tahap perencanaan pembelajaran siswa lamban belajar? 2. Bagaimana tahap pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar?

(67)

53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan peneilitian kualitatif dengan jenis

penelitian deskriptif. Menurut Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011: 25), penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi

sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang

diperoleh dari situasi yang alamiah.

Penelitian kualitatif juga disebut sebagai penelitian naturalistik. Menurut Sugiyono (2011: 8), karakteristik penelitian kualitatif atau naturalistik adalah

dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Hal itu sejalan dengan pendapat Muhammad Idrus (2009: 24), bahwa peneliti kualitatif sedapat mungkin

harus berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat dunia kehidupan siswa, mengamati, dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya (wajar).

Penelitian kualitatif ini digunakan dengan maksud mendapatkan data yang mendalam dan bermakna. Peneliti bermaksud mencermati dan mendeskripsikan

(68)

54

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulon Progo. SD ini merupakan salah satu sekolah inklusi. Peneliti memilih lokasi penelitian ini karena peneliti menemukan masalah yang dihadapi oleh anak-anak berkebutuhan

khusus, khususnya lamban belajar, yakni belum teridentifikasinya pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar di kelas II.

C. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016, setelah peneliti melakukan berbagai tahap pra penelitian sejak bulan Juni 2015. Penelitian dengan teknik observasi dan dokumentasi dilakukan setiap hari Senin, Selasa, Rabu ,

Kamis, dan Sabtu. Jumat tidak dilakukan observasi karena kelas II pelajaran Olahraga dari jam pertama hingga pulang sekolah. Sedangkan wawancara

dilakukan pada hari Jumat, 19 Februari 2016 dan Sabtu, 27 Februari 2016.

D.Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif jumlahnya kecil dan ditentukan dengan teknik purposive. Menurut Sugiyono (2011: 216), teknik purposive

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi
Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Gambar 1. Display Data Hasil Penelitian
gambar – membuat kalimat tanya beserta jawaban di buku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) guru kelas melakukan akomodasi materi dan cara pengajaran dengan menyiapkan siswa, memusatkan perhatian siswa yang ramai di kelas,

Setelah melakukan diskusi kelompok dan mengerjakan tugas, siswa dapat mengelompokkan alat-alat sekitar dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan prinsip kerja roda berporos

Mohon penjelasan Ibu tentang bagaimana cara meningkatkan prestasi belajar siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran pendidikan agama islam4. Mohon

Pada tahap akhir guru dan siswa menyimpulkan bersama pembelajaran yang telah dipelajari serta melakukan tanya jawab tentang materi yang belum dikuasai siswa dan

 Melalui percobaan menggunakan benda-benda yang terdapat di lingkungan sekitar siswa dapat menyimpulkan bahwa benda dihasilkan oleh benda yang bergetar dengan

Melalui tanya jawab tentang gaya magnet, siswa dapat membedakan benda magnetik dan tidak magnetik dengan benar.. Melalui tanya jawab tentang gaya magnet, siswa dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana layanan pendidikan guru pada siswa hiperaktif di kelas II SD Negeri 1 Ngulakan Kulon Progo. Jenis penelitian