• Tidak ada hasil yang ditemukan

mewahyukan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "mewahyukan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah mukjizat abadi dalam Islam dan seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, maka validitas mukjizatnya menjadi lebih jelas. Allah Swt. mewahyukan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw. dengan tujuan agar manusia bebas dari segala kegelapan hidup dan menunjukkan ke jalan yang Allah Ridhai. Wahyu tersebut disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabat-sahabatnya yang tentunya masyarakat asli Arab yang setara dengan pemahaman tabiat mereka. Apabila mereka mendapati ada hal yang ganjil seputar ayat-ayat yang mereka pelajari, maka mereka bertanya langsung kepada Rasulullah.1

Salah satu kemukjizatan Al-Qur’an nampak pada kemukjizatan bahasanya (al-i’jāz al-lughawi). Bahasa Arab yang menjadi bahasa Al- Qur’an yang tidak mungkin ada perubahan dan tidak akan putus sanadnya seperti terjadi pada kitab-kitab sebelumnya.2 Seperti dalam firman Allah Swt.

surat Al-Hijr ayat 9.

ححل هحل انَّ ِاحو حرْكِ ذلا احنْلازح ن ُنْحنَ انَِّا حنْوُظِف

Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: Ayat 9)3

1Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2019), h.3.

2Al-Qaththan, Pengantar Studi, h.21.

3Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al Aziz Al-Qur’an Terjemah Per Kata, (Bekasi : Cipta Bagus Segara), h.262.

(2)

Itulah bahasa Arab yang juga bahasa Al-Qur’an tidak mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Terlihat pada sisi kemukjizatan Al-Qur’an yang menandakan manusia lemah untuk mendatangkan hal yang serupa atau semisal4 dan siapapun tidak dapat menandinginya, sehingga Al-Qur’an menantang siapapun yang menyusun sepuluh surat semacam Al-Qur’an, satu surat, atau sesuatu yang seperti Al-Qur’an.5 Hal ini dikarenakan bahasa Al- Qur’an merupakan bahasa Arab yang terdapat sisi balaghah, ketinggian sastranya, dan isi keberlakuannya yang tidak terbatas dan tidak seperti kitab- kitab samawi sebelumnya.6

Gaya bahasa Al-Qur’an yang menjadikan orang Arab kala itu kagum.

Banyak manusia yang masuk Islam dikarenakan kehalusan ungkapan bahasanya. Terbukti dengan kejadian Umar bin Khattab yang masuk Islam dan mengimani kerasulan Nabi Muhammad Saw. cuman karena mendengar potongan ayat Al-Qur’an, padahal beliau terkenal sebagai sosok yang paling benci kepada Nabi Muhammad Saw. bahkan pernah mencoba untuk membunuh beliau.7

Adanya kemukjizatan bahasa ini membuat orang Arab sulit memahami makna suatu ayat yang ada padahal Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Tercantum dalam fīrman Allah yang berbunyi :

الَِّا ٍلْوُسار ْنِم احنْلحسْرحا ۤاحمحو هِمْوح ق ِن احسِلِب

ٖ

4Arti semisal mencakup segala macam aspek yang tercantum dalam Al-Qur’an. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:

PT Mizan Pustaka, 2007), h.153.

5Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran, h.36.

6Nihayatul Masykuroh, Kemu’jizatan Al-Qur’an, Alqalam : Majalah Ilmiah Bidang Keagamaan dan Kemasyarakatan, ISSN 1410-3222, Vol.70, XIII, 1998, h.19.

7Ajahari, Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an), (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2018), h.145.

(3)

Artinya : “Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya...” (QS. Ibrahim: Ayat 4)8

Berkaitan dengan hal tersebut telah dicantumkan juga dalam Al- Qur’an bahwa ada sebelas ayat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, yaitu : surah Yūsuf (12): 2, Ar-Ra’d (13):

37, Al-Nahl (16): 103, Thāha (20): 113, Al-Syu’ara (26): 195, Al-Zumar (39):

28, Fushshilat (41): 3 dan 44, Al-Syūra (42): 7, Al-Zukhruf (43): 3, dan Al- Ahqāf (46): 12.9

Namun perdebatan muncul ketika terdapat kosakata yang berasal bukan dari bahasa Arab dalam Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an merupakan wahyu Tuhan yang disampaikan dengan bahasa Arab.

Pada dasarnya orang Arab mengerti dengan bahasa-bahasa setiap kabilah yang ada disana, meskipun berbeda kabilah pasti ada beberapa kata yang memiliki kesamaan walaupun hanya sedikit. Jika terdapat kata yang berbeda maka inilah yang menjadikan kabilah lain tidak paham dengan kalimat yang dicapkan oleh kabilah yang lain. 10 Maka inilah yang menyebabkan adanya istilah gharīb.

Istilah gharīb yang akan dibahas pada penelitian ini berbeda dengan gharīb menurut Imam Ashim riwayat Imam Hafs. Beliau menilai adanya perubahan bunyi pada bacaan-bacaan gharīb.11 Adapun maksud gharīb yang akan dibahas pada penelitian ini adalah gharīb yang tertuju pada beberapa lafadz yang memiliki makna yang samar, pengertian yang baru terdengar, berasal dari bahasa masyarakat luar arab atau belum diketahui maknanya oleh orang Arab saat itu yang disebabkan oleh beberapa faktor.

8Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al Aziz Al-Qur’an Terjemah, h.255.

9Salman Harun, Mutiara Al-Qur’an: Menerapkan Nilai-nilai Kitab Suci dalam Kehidupan Sehari-hari, (Jakarta: Qaf Media Kreativa, 2016), h.324.

10Rifatul Mahmudah, “Analisis Metode Interpretasi Gharib al-Hadits Ibnu Atsir dalam Kitab Al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar”, Skripsi Institut Agama Islam Negeri Jember, (Jember, 2019), h.20

11Iswah Adriana, Perubahan Bunyi Pada Bacaan-Bacaan Gharib Dalam Alquran Menurut Tinjauan Fonologi Arab, OKARA: Jurnal Bahasa dan Sastra, Vol. 1, Mei 2017, h.62.

(4)

Menurut Muhammad Naquib al-Attas yang dikutip oleh Quraish Shihab mengatakan bahwa bahasa Arab di Al-Qur’an merupakan bahasa Arab dalam bentuk baru, walaupun sudah terlihat jelas bahwa bahasa yang digunakan Al-Qur’an merupakan bahasa orang Arab, tetapi pengertian kosakata tersebut ada perbedaan dengan pengertian yang terkenal di kalangan mereka.12

Generasi yang paling mengerti bahasa yang digunakan dalam Al- Qur’an adalah para sahabat terutama kaum Quraisy. Ulama dari kalangan sahabat sangat memperhatikan sumber-sumber tafsir dari aspek bahasa.

Misalnya, seperti riwayat dari Umar bin Khattab ketika beliau menafsirkan firman Allah Swt. dalam surat an-Nahl, “Atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa).” (QS. An-Nahl: 47). Seseorang bangkit lalu bertanya, “Wahai Umar, apa arti takhawwuf?”. Umar lalu bertanya kepada orang-orang dari atas mimbar, karena beliau sering membaca ayat ini pada hari Jum’at. Jamaah terdiam. Tiba-tiba seorang suku Hudzail menjawab, “Wahai Amirul Mukminin ! Kata takhawwuf dalam bahasa kami artinya tanaqqush (mengurangi).”13 Maka meskipun Umar menguasai bahasa Arab, tetapi ada beberapa kosakata yang beliau belum mengetahuinya dan hal inilah yang disebut dengan istilah gharīb.

Adapun contoh gharīb dalam surat Yāsīn salah satunya terdapat dalam ayat 51 yang berbunyi :

حنْوُلِسْنح ي ْمِِ بّحر حلِٰا ِث احدْج حْلَّا حنِ م ْمُه احذ ِاحف ِرْوُّصلا ِفِ حخِفُنحو

Artinya : “Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya.” (QS.

Yāsīn: Ayat 51)14

12Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran, h.123.

13Syaikh Muhammad Shaleh al-Utsaimin, Syarah Pengantar Studi Ilmu Tafsir Ibnu Taimiyah, (Jakarta: Al-Kautsar, 2014), h.396.

14Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf Al Aziz Al-Qur’an Terjemah, h.433.

(5)

Lafadz

ِثاحدْجحْلَّا حنِ م

merupakan lafadz gharīb yang tercantum dalam

kitab al-‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān yang bermakna ‘al-quburu’ yang artinya kuburan. Ayat ini dianggap gharīb karena dari riwayat sebelumnya yaitu riwayat Ibnu Abbas yang bahasa tersebut berasal dari bahasa Hudzail.15 Dan masih banyak lagi kata yang dianggap gharīb dalam Al-Qur’an.

Dalam permasalahan ini tentunya terdapat perbedaan pendapat mengenai keberadaan kosakata gharīb dalam Al-Qur’an menurut para ulama maupun menurut para pakar pengkaji Islam. Salah satunya adalah Imam Al- Suyūṭi dalam bukunya al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān yang mengelompokkan beberapa lafadz yang menurutnya berasal dari bahasa non Arab. Maka hal ini menunjukkan bahwa Al-Suyūṭi meyakini adanya kosakata gharīb dalam Al- Qur’an.16

Arthur Jeffery mengatakan bahwa bangsa Arab pada masa pra Islam bukanlah bangsa yang terisolasi. Salah satu hal yang menghubungkan antara Jazirah Arab dengan dunia luar adalah karena adanya perdagangan. Dengan perdagangan inilah mereka berinteraksi dengan orang-orang non-Arab, seperti Persia, Akhbas, Romawi, Suryani, Nabatean, dan lain-lain. Oleh karena itu, keadaan ini mempengaruhi adanya timbal balik antar bangsa yang sering berkomunikasi, apalagi dalam bidang bahasa.17

Perkembangan bahasa terus berlanjut setiap tahunnya. Hingga muncullah penafsiran yang bernuansa “lughawi”. Dalam Al-Qur’an banyak kosakata gharīb (tidak biasa digunakan). Kata-kata inilah yang mendasari munculnya tafsir “lughawi”, dimulai dari tafsir lughawi karya Ibnu Abbas ketika ditanya oleh Nafi’ bin Azraq ada sekitar 181 kosakata yang bernuansa

15Jalaludin Al-Suyūṭi, al-Itqān fī‘Ulumil Qur’an, Terj. Muhammad Halabi, (Yogyakarta:

DIVA Press, 2021), Jilid 2, h.92.

16Al-Suyūṭi, al-Itqān fī‘Ulumil Qur’an, h.87-99.

17Iffa Nurul Laili, Tesis “Kosakata Asing dalam Al-Qur’an (Kajian Kritis terhadap Kosakata Mesir Kuno dalam Perspektif Sa’d ‘Abd al-Mutallib al-‘Adl”, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, (Jakarta, 2014), h.9.

(6)

gharīb dalam Al-Qur’an. Jawaban-jawaban Ibnu Abbas inilah cikal bakal muncul banyak tafsir bernuansa lughawi, kemudian ditindaklanjuti dengan tafsir-tafsir yang bertajuk gharīb Al-Qur’ān, ma’āni Al-Qur’ān, i’rāb Al- Qur’ān, dan sebagainya.18

Salah satu kitab yang membahas tentang gharīb ialah kitab al-

‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān. Kitab ini disusun berdasarkan urutan surat dalam Al-Qur’an, sehingga mudah dalam mencari dan memahami makna gharīb yang tercatat di dalam kitab tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode komparatif, dimana peneliti menjadikan kitab al-‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān karya Imam Makkī sebagai acuan klasifikasi gharīb dan kemudian melihat bagaimana penafsirannya dalam kitab tafsir Jāmi

Al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān karya Ibnu Jarir Al- ṭabāri, selanjutnya membandingkan penafsiran dari kedua kitab tersebut. Hal ini juga dilakukan untuk memperluas penafsirannya sehingga tidak terpacu pada makna yang terlalu singkat. Selain itu juga, kitab tafsir Jāmi

Al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān karya Imam Al-ṭabāri ini dalam penafsirannya banyak mengambil riwayat pendapat para sahabat sehingga semakin meluaslah penafsirannya meskipun tafsir tersebut bukan merupakan tafsir gharīb.

Perbedaan kitab tafsir inilah yang menunjukkan bahwa masing- masing ulama yang menafsirkan Al-Qur’an sangat terikat dengan konteks zaman maupun pergulatan sosial pada zamannya. Maka latar belakang seorang penafsir yang berbeda akan mempengaruhi produk kitab tafsir yang tercipta. Maka dalam penelitian ini, meskipun dengan kitab tafsir yang berbeda, pengungkapan makna gharīb akan terlihat apakah ada persamaan atau perbedaan bahkan akan mengantarkan pada pengetahuan yang dapat mewakili pengarang di satu sisi dan mewakili teks di sisi lain.

18Ahsin Sakho Muhammad, Keistimewaan Alquran; Memahami Sisi Keutamaan dan Kemukjizatan Kitab Suci, (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2021), h.122.

(7)

Adapun surat yang menjadi objek penelitian disini adalah surat Yāsīn.

Dimana surat Yāsīn merupakan surat yang masyhur di kalangan masyarakat.

Surat Yāsīn juga termasuk surat yang sering dibaca oleh masyarakat, sehingga hal ini dapat membantu masyarakat dalam mempelajari seputar kajian keilmuan tentang makna lafadz gharīb yang terdapat di surat Yāsīn.

Sejauh pengamatan penulis, kajian ilmu gharīb yang diketahui oleh masyarakat adalah gharīb tentang perubahan bacaan seperti bacaan imalah, isymam, dan sebagainya. Pembacaan Al-Qur’an yang dilakukan oleh masyarakat muslim menjadikan pemahaman mereka tentang gharīb hanya dari segi bacaannya. Sedangkan gharīb dari segi maknanya belum banyak diketahui bahkan belum banyak dikaji oleh masyarakat terutama para pendidik yang sedang mencari ilmu.

Jadi yang dimaksud dengan judul “Makna Kosakata Gharīb dalam Surat Yāsīn (Studi Komparatif Kitab al-‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān dan Kitab Tafsir Jāmi‘ Al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān)”. Menjelaskan tentang klasifikasi lafadz gharīb beserta maknanya dalam surat Yāsīn menurut Imam Makkī dan mengetahui penafsirannya lebih lanjut dalam kitab tafsir Al-ṭabāri.

B. Rumusan Masalah

Setelah penulis memaparkan latar belakang masalah, maka penulis menguraikan rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana pengertian dan pendapat mufassirin mengenai lafadz gharīb di dalam Al-Qur’an ?

2. Bagaimana makna lafadz gharīb yang ada di surat Yāsīn dalam kitab al-‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān dan penafsirannya menurut Ibnu Jarir Al-ṭabāri?

(8)

C. Tujuan Penelitian

Ada dua tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini , yaitu : 1. Untuk mengetahui pengertian dan perbedaan pendapat mufassirin

mengenai adanya gharīb di dalam Al-Qur’an

2. Untuk mengetahui lafadz gharīb dan penjelasan maknanya dalam surat Yāsīn dalam kitab al-‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān dan penafsirannya menurut Ibnu Jarir Al-ṭabāri

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memperluas wawasan keilmuan islam di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Adab.

2. Memberikan pemahaman kepada para pembaca tentang ruang lingkup kajian gharīb dan penjelasan makna gharīb dalam surat Yāsīn dalam kitab al-‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān dan penafsirannya menurut Ibnu Jarir Al-ṭabāri.

3. Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa UIN SMH Banten terutama mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Adab, sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan dan menjadi bahan pertimbangan selanjutnya.

E. Kajian Pustaka

Penulisan skripsi ini tak lepas dari berbagai informasi dari berbagai macam penelitian sebelumnya guna menambah referensi dan membandingkan dengan penelitian ini. Setelah melakukan pencarian tentang teori yang berkaitan dengan penelitian ini ternyata penulis menemukan tidak banyak yang membahas tentang kajian ilmu gharīb ini, akan tetapi peneliti berusaha untuk melakukan pencarian baik yang masih berhubungan dengan

(9)

judul ini baik itu dari buku, skripsi, tesis, disertasi maupun jurnal yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

1. Tesis karya Iffa Nurul Laili Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Kosakata Asing dalam Al- Qur’an (Kajian Kritis terhadap Kosakata Mesir Kuno dalam Perspektif Sa’d ‘Abd al-Mutallib al-‘Adl)”. Tesis tersebut mengungkap pembahasan seputar pemikiran dan penafsiran kosakata Mesir Kuno dalam Al-Qur’an menurut Sa’d ‘Abd al-Mutallib al-‘Adl.

Tesis ini mendukung pendapat yang menegaskan bahwa terdapat kosakata asing dalam Al-Qur’an dikarenakan faktor interaksi antar bangsa Arab dengan non Arab, sehingga terjadilah pertukaran kosakata dan membantah pendapat yang menyatakan bahwa Al- Qur’an adalah murni dari bahasa Arab.19 Sedangkan skripsi ini membahas lebih ke makna kosakata asing atau ayat-ayat yang dianggap gharīb dalam surat Yāsīn.

2. Tesis karya Saofī Ahmadi Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an yang berjudul “Kaidah Tarjih Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Musytarak, Gharīb, dan Ta’arudh Dalam Al-Qur’an”. Tesis ini membahas tentang bagaimana penafsiran Al-Qur’an terhadap ayat- ayat yang tergolong musytarak, gharīb, dan ta’arudh.

3. Tesis karya Muhammad Maimun Program Studi Agama dan Filsafat Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dengan judul “Kosakata Asing dalam Al-Qur’an”. Tesis ini menjelaskan bahwa Syria-Aramaik sebagai bahasa lingua franca yang dikatakan oleh pakar orientalis adalah tidak sesuai dengan fakta penggunaan bahasa pada saat Al- Qur’an diturunkan. Jika memang Al-Qur’an ada kosakata asing, pasti kosakata tersebut sudah terarabkan dan makna dari kosakata yang

19Iffa Nurul Laili, “Kosakata Asing dalam Al-Qur’an (Kajian Kritis terhadap Kosakata Mesir Kuno dalam Perspektif Sa’d ‘Abd al-Mutallib al-‘Adl”, Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, (Jakarta, 2014)

(10)

sudah terarabkan tersebut tidak harus dikembalikan kepada makna asal dari bahasanya, karena perubahan makna suatu bahasa itu selalu berkembang.20

4. Jurnal karya Hammam Jurusan Sastra Arab Universitas Negeri Malang dengan judul “Analisis Kata-kata Gharīb dalam Al-Qur’an Perspektif Ahli Tafsir”. Perbedaan dengan skripsi ini yaitu jurnal tersebut membahas tentang tinjauan ilmu gharīb dan beberapa contoh ayat Al-Qur’an yang dianggap gharīb yang diambil dari riwayat Ibnu Abbas yang bercakap dengan Nafī’ bin Azraq, sedangkan skripsi ini membahas ayat-ayat yang gharīb dan tertuju pada satu surat yaitu surat Yāsīn.

F. Kerangka Pemikiran

Kajian ilmu gharīb termasuk dalam kajian ilmu-ilmu Al-Qur’an dimana banyak para sahabat yang menjadi ahli tafsir. Menurut Ibnu Taimiyah, di Kota Makkah ada beberapa orang yang ahli dalam bidang tafsir ini, diantaranya yaitu sahabat-sahabat Ibnu Abbas seperti; Mujahid, Atha’ bin Abi Rabah, Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Thawus bin Kisan, Abu Asy-Sya’tsa’, Said bin Jubair, dan lainnya. Adapun ulama tafsir di Madinah, yaitu Zaid bin Aslam (seorang guru Imam Malik), Abdurrahman bin Zaid, dan Abdullah bin Wahab. Mereka meriwayatkan ilmu tafsir, ilmu asbab an-nuzul, ilmu Makkiyah-Madaniyah, ilmu nasikh-mansukh, dan termasuk juga ilmu gharīb.21

Kajian ilmu gharīb berkembang seiring dengan berkembangnya zaman dengan berbagai macam penafsiran, sehingga ijtihad para ahli tafsir Al-Qur’an menciptakan beragam corak penafsiran Al-Qur’an. Salah satu perkembangan corak penafsiran adalah corak sastra bahasa, corak ini muncul

20Muhammad Maimun, “Kosakata Asing dalam Al-Qur’an” (Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2010)

21Al-Qaththan, Pengantar Studi, h.7.

(11)

karena banyak orang non-Arab yang masuk Islam, serta adanya kelemahan- kelemahan orang Arab di bidang sastra, sehingga perlu adanya penjelasan yang lebih kepada mereka seputar keistimewaan dan pendalaman arti kandungan Al-Qur’an.22

Upaya dalam memahami makna Al-Qur’an, para sahabat pun berusaha memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an dan penafsirannya yang sepadan dengan kondisi mereka masing-masing yang tentunya dengan kesanggupan pemahaman yang berbeda-beda dan intensitas kedekatannya dengan Rasulullah Saw.23

Maka meskipun Al-Qur’an memakai kosakata orang-orang Arab, pengertian kosakata tersebut tidak selalu sama dengan pengertian-pengertian yang mereka ketahui.24 Sehingga ada beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang belum diketahui maknanya. Hal ini dikarenakan bahasa Arab mempunnyai segudang derivasi setiap kata nya sehingga koleksi dari akar kata sampai penggunaannya pun meluas. Maka bahasa Al-Qur’an yang juga bahasa Arab memiliki makna yang sangat dalam pada setiap lafadznya sehingga untuk memahami suatu lafadz tidak bisa disandarkan hanya pada makna dasar lafadz tersebut saja.25

Adapun penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang belum diketahui maknanya oleh bangsa Arab kala itu, kini dapat diketahui maknanya dari puisi atau syair Arab, kata serapan atau bahasa Arab yang diarabkan (ta’rib).26 Al-Suyūṭi menjelaskan dalam bukunya al-Itqan fī ‘Ulūm Al- Qur’ān yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas, bahwasanya kosakata yang

22Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran, h.107.

23Al-Qaththan, Pengantar Studi, h.6.

24Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran, h.123.

25Muhammad Ismail, Menalar Makna Berpikir dalam Al-Qur’an : Pendekatan Semantik terhadap Konsep Kunci Al-Qur’an, (Ponorogo: Unida Gontor Press, 2022), h.9.

26Mahyudin Ritonga, Puisi Arab dan Penafsiran Alquran: Studi Tafsir Al-Kasysyaf dan Al- Muharrir Al-Wajiz, Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 27, No. 1, Juni 2015, h.4.

(12)

dianggap asing atau aneh dapat diketahui maknanya pada puisi-puisi Arab karena syair merupakan perbendaharaan bangsa Arab (diwan al-arab).27

Menurut Mushthafa Shadiq al-Rafī’i dalam kitab Tarikh Adab al- Arab yang dikutip oleh Mahyudin Ritonga mengatakan bahwa ayat-ayat yang dianggap gharīb dalam Al-Qur’an ini bukan berarti kata-kata tersebut tidak diketahui (munkirat), jarang (nafīrat), atau janggal (syadzat), karena Al- Qur’an terhindar dari semua itu, akan tetapi pengetahuan penduduk Arab kala itu tidak dapat menjangkaunya untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut.28

Jadi yang dimaksud dengan ilmu gharīb Al-Qur’ān adalah ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab- kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari di masyarakat Arab saat itu.29

Mengetahui ilmu ini juga bagian dari ilmu ma’ani Al-Qur’an yang didasarkan pada klasifikasi kosakata terlebih dahulu, kemudian memperjelas bangunan makna yang dimaksud dari sebuah ayat secara keseluruhan dengan memperhatikan gaya bahasa Arab sesuai bahasa Al-Qur’an.30

G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu fokus penelitiannya menggunakan data dan informasi dengan memperoleh bantuan dari berbagai macam material yang terdapat di ruang kepustakaan seperti buku-buku, majalah,

27Al-Suyūṭi, Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, h.51.

28Mahyudin Ritonga, Puisi Arab dan Penafsiran Alquran: Studi Tafsir Al-Kasysyaf dan Al- Muharrir Al-Wajiz, Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 27, No. 1, 2015, h.5-6.

29Ajahari, Ulumul Qur’an, h.23.

30Hammam, “Analisis Kata-Kata Ghorib Dalam Al-Qur’an”, h.695.

(13)

naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen yang berbentuk tertulis lainnya.31

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu menekankan pada pengertian di situasi tertentu dan bersifat deskriptif dengan memberikan landasan teori yang terfokus pada penelitian.32

2. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap yang diawali dengan penentuan pembahasan, pengumpulan data dan menganalisis data, sehingga nantinya diperoleh suatu pemahaman dan pengertian atas topik atau isu tertentu.33

Adapun metode yang digunakan adalah metode tafsir muqaran (komparatif), yaitu metode tafsir yang di dalamnya menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan membandingkan antara ayat Al-Qur’an dengan hadits, atau membandingkan antara pendapat satu tokoh mufassir dengan mufassir yang lain dalam satu atau beberapa ayat yang ditafsirkan, atau membandingkan antara Al- Qur’an dengan kitab suci yang lain. Dengan perbandingan ini maka akan tampak sisi persamaan dan perbedaan.34

31Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandur Maju, 1996), h.33.

32Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia, 2019), h.6.

33Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya, (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h.2.

34Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’a dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2015), h.19.

(14)

3. Sumber data a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini bersumber dari kitab tafsir Jāmi‘ Al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān Karya Ibnu Jarir Al- ṭabāri dalam bentuk terjemah, al-Itqān fī ‘Ulūmil Qur’ān Samudra Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Karya Imam Jalaluddin Al- Suyūṭi dan kitab al-‘Umdah fī Gharīb Al-Qur’ān Karya Imam Makkī bin Abī Ṭālib al-Qaisī.

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari buku-buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal maupun internet yang membahas tentang gharīb atau topik yang sesuai dengan penelitian ini.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik yang digunakan dalam mengolah data dan menganalisa data adalah metode kualitatif dengan metode komparatif, yaitu penulis berusaha mengidentifikasi lafadz gharīb yang terdapat dalam Al-Qur’an tepatnya di surat Yāsīn dalam kitab al-‘Umdah. Kemudian penulis menganalisis bagaimana penafsiran lafadz gharīb dalam kitab tafsir Al-ṭabāri.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab dengan masing-masing bab berisikan sub-sub bab. Adapun sistematika dalam penulisannya adalah sebagai berikut :

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini membahas mengenai pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

(15)

penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah biografi Imam Makkī bin Abī Ṭālib al-Qaisi dan Ibnu Jarir Al-ṭabāri. Dalam bab ini membahas meliputi biografi kehidupan, metodologi penafsiran, karya-karya Imam Makkī bin Abī Ṭālib al-Qaisi dan Ibnu Jarir Al- ṭabāri.

Bab ketiga adalah kerangka pemikiran yang berisi penjelasan tentang pengertian gharīb dalam Al-Qur’an, sejarah dan faktor gharīb dalam Al-Qur’an, dan pendapat mufassirin tentang gharīb dalam Al-Qur’an.

Bab keempat adalah pembahasan inti tentang klasifikasi lafadz gharīb, penafsiran lafadz gharīb dalam kitab al-Umdah fi Gharīb Al-Qur’ān dan Tafsir Jāmi‘ Al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān, serta analisis perbandingan penafsiran lafadz gharīb pada surat Yāsīn dalam kitab al-‘Umdah fī gharīb Al-Qur’an dan Tafsir Jāmi‘ Al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān.

Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa tenant PIM, ragu-ragu RR karena CRPIM mempunyai kemampuan yang baik dalam berkomunikasi untuk menyampaikan informasi melalui paging

Dari pembahasan dan uraian tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa dalam posisi Pemerintah sebagai stimulator pembangunan, maka masyarakat akan berpartisipasi

Istilah Sistem Perpustakaan yang Terintegrasi (Integrated Library System) sering digunakan sebagai indikasi bahwa sub-sistem atau modul-modul yang ada diintegrasikan

Usaha Konfeksi dan Sablon sebagai pemasok Factory Outlet, distro dan clothing untuk daerah Jakarta, terutama daerah Dago (Jl.Ir.H.Juanda) di Kota Bandung. Salah

H1 H2 H3 Manajemen Organisasi Kondisi Lingkungan Kerja Fisik Perilaku Keselamatan Kerja Pelatihan Keselamatan Kerja Komunikasi Keselamatan Kerja Peraturan & Prosedur

telah diatur dalam Prosedur Revisi Safety Analysis Report RSG-GAS Rev. P2TRR b) PK RSG-GAS c) BAPETEN. Oiawali dari pengllsul perlunya diadakan perubahan sistem atau

Akan tetapi, apabila peluang mutasi terlalu besar maka akan banyak bermunculan kromosom yang kemungkinan tidak memiliki potensi dalam pencapaian solusi optimum, kromosom

Pola resistensi untuk bakteri Gram negatif Shewanella putrefaciens terhadap antibiotik amoksillin, seftazidim, siprofloksasin, eritromisin, trimetoprim,