• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika sosial bermasyarakat dalam kisah Nabi Yusuf As. (Tafsir Al-Azhar Surah Yusuf Ayat 59 dan 100)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Etika sosial bermasyarakat dalam kisah Nabi Yusuf As. (Tafsir Al-Azhar Surah Yusuf Ayat 59 dan 100)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA SOSIAL BERMASYARAKAT DALAM KISAH NABI YUSUF as.

(Tafsir Al-Azhar Surah Yusuf Ayat 59 dan 100)

Oleh : Yudi Riswandi NIM. 170601050

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM

2023

(2)

ETIKA SOSIAL BERMASYARAKAT DALAM KISAH NABI YUSUF as.

(Tafsir Al-Azhar Surah Yusuf Ayat 59 Dan 100) Skripsi

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Agama

Serjana Agama (S.Ag)

Oleh : Yudi Riswandi NIM. 170601050

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM

2023

(3)
(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi oleh: Yudi Riswandi, NIM: 170601050 dengan judul, ―Etika Sosial Bermasyarakat Dalam Kisah Nabi Yusuf as,‖(Tafsir al-Azhar Surah Yusuf, Ayat 59 dan100) telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.

Disetujui pada tanggal:29 Desember 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. M. Taufiq, Lc., M.H.I NIP. 196710092000031001

Agam Royana, Lc.,M.Ag NIP.1984100222019031007

(5)

Mataram, 29Desember 2022 Hal : Ujian Skripsi

Yang Terhormat

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama di Mataram

Assalamu‟alaikum, Wr. Wb.

Dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi, kami berpendapat bahwa skripsi Saudara:

Nama Mahasiswa : Yudi Riswandi

NIM : 170601050

Jurusan : Ilmu Qur‘ān dan Tafsīr

Judul : Etika Sosial Bermasyarakat Dalam Kisah Nabi Yūsuf (Tafsīr Al-Azhar Ayat 59 dan 100)

Telah Memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang munaqasyah skripsi Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram. Oleh karena itu, kami berharap agar skripsi ini agar segera di-munaqasyah- kan.

Wassalamua‟laikum, Wr. Wb

Pembimbing I

Dr. H. M. Taufiq. Lc., M.H.I NIP.196710092000031001

Pembimbing II

Agam Royana. Lc., M.Ag NIP.1984100222019031007

(6)

PENGESAHAN

Skripsi oleh: Yudi Riswandi, NIM: 170601050 Dengan Judul, ―Etika Sosial Bermasyarakat Dalam Kisah Nabi Yūsuf as,‖(Tafsir Al-Azhar Ayat 59 dan 100) telah direvisi dan disetujui.

Disetujui pada tanggal: 26 Januari 2023

DEWAN PENGUJI

Dr. H. Muhammad Taufiq, Lc.,M.H.I (Ketua Sidang/Pembimbing I)

__________________________

Agam Royana, Lc., M.Ag

(Sekertaris Sidang/Pembimbing II)

__________________________

Dr. Nuruddin, S.Ag, M.Si.

(Penguji I)

__________________________

Mohammad Khairil Anwar, M.Ag (Penguji II

__________________________

(7)

MOTTO

ْ أ َس َ

ا ْنِاَو ْْۗمُك ِسُفْهَ ِلِ ْمُتْن َسْحَا ْمُتْن َسْحَا ْنِا

ا َهَل َف ْمُج

Artinya: “Jika kamu berbuat baik( berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untukmu sendiri.” (QS. al-Isrā:7.)1

1Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ān dan Terjemah, (Jakarta: PT.

Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), hlm. 385.

(8)

PERSEMBAHAN

“Kupersembahkan skripsi ini untuk Ibuku Maridah dan Bapakku Lalu Palah, Saudara-saudariku, almamaterku semua guru dan dosenku‖

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT yang Maha Esa karena dengan izin-Nya, penulis bisa menyelesaikan penyususnan skripsi ini, dan tidak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menyebarkan agama Islam sampai ke penjuru dunia, dan tak lupa pula penulis haturkan salam kepada Keluarga, Sahabat dan Pengikutnya sampai akhir zaman.

Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan proposal skripsi yang berjudul ―Etika Sosial Bermasyarakat Dalam Kisah Nabi Yusuf as,‖(Tafsir al-Azhar Surat Yusuf, Ayat 59 dan 100) dapat terselesaikan pada waktunya.

Dengan selesainya skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan, saran-saran dan informasi yang sangat berharga. Ucapan terima kasih penulis sampaikan terutama kepada yang terhormat:

1. Dr. H. Muhammad Taufiq, Lc., M.H.I, selaku dosen pembimbing I dan kepada Bapak Agam Royana, Lc., M.Ag, selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

2. Dr. H. Zulyadain, M.A, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir.

3. Dr. Lukmanul Hakim M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ushuludin dan Studi Agama.

4. Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag, selaku Rektor UIN Mataram.

5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ushuludin dan Studi Agama UIN Mataram serta pegawai UIN Mataram yang telah mengajarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan bantuan pada masa studi di UIN Mataram.

Semoga dengan ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat bagi penulis, masyarakat dan bangsa.

6. Untuk kedua orang tua beserta saudara-saudari yang selalu mendo‘akan dan memberi dukungan serta semangat kepada penulis.

(10)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak jauh dari kekurangan, kekeliruan dan kejanggalan. Oleh karena itu diharapkan segala saran dan kritik yang sifatnya membangun bagi penulis, demi penyempurnaan skripsi ini dan karya-karya yang akan datang.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis kembalikan segala urusan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan semoga Allah SWT meridhainya. Amin.

Mataram, 29 Desember 2022 Penulis

Yudi Riswandi

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN LOGO ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

NOTA DINAS PEMBIMBING ... v

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ... vii

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

ABSTRAK ... xiv

PEDOMAN TRANSLITRASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Telaah Pustaka ... 4

E. Kerangka Teori ... 9

1. Konsep Etika Sosial ... 9

2. Sosial ... 9

3. Etika Sosial ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

1. Jenis Penelitian ... 11

2. Sumber Data ... 11

3. Tehnik Pengumpulan Data ... 12

4. Tehnik Analisi Data ... 12

G. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II KONSEP ETIKA SOSIAL DALAM ISLAM ... 14

A. Pengertian Etika ... 14

B. Etika Sosial ... 16

C. Etika Dalam Islam ... 17

D. Tujuan dan Manfaat Etika Sosial ... 21

(12)

BAB III ETIKA SOSIAL BERMASYARAKAT DALAM

KISAH NABI YŪSUF PADA TAFSĪR AL-AZHAR .... 22

A. Biografi Buya Hamka ... 22

1. Kelahiran dan Wafatnya Buya Hamka ... 22

2. Latar Belakang Pendidikan ... 22

3. Karir Intelektual dan Karya-karya Buya Hamka .... 25

B. Tafsīr Al- Azhar ... 27

1. Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsīr Al-Azhar ... 27

2. Sistematika Penafsiran ... 27

3. Sumber Penafsiran ... 28

4. Metode dan Corak Penafsiran ... 29

C. Etika Sosial Perspektif Buya Hamka ... 29

BAB 1V ETIKA SOSIAL BERMASYARAKAT DALAM KISAH NABI YŪSUF AYAT 59 DAN 100 ... 46

A. Etika Sosial Terhadap Saudara ... 46

B. Etika Sosial Terhadap Orang Tua ... 55

BAB V PENUTUP ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 64

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 70

(13)

ETIKA SOSIAL BERMASYARAKAT DALAM KISAH NABI YŪSUF,

(TAFSĪR AL-AZHAR SURAT YŪSUF, AYAT 59 DAN 100)

Oleh:

Yudi Riswandi NIM 170601050

ABSTRAK

Penelitian ini di latar belakangi oleh analisa peneliti terhadap memudarnya rasa etika sosial bermasyarakat yang dimana hidupnya lebih memetingkan dirinya sendiri, kenyataan ini sering kita lihat di masyarakat muslim mereka hidup dalam dunianya masing-masing tidak saling mengharagai, dan mahalnya rasa kedamaian. Kisah Nabi Yūsuf dapat menjadi contoh yang tepat untuk memberikan contoh kepada masyarakat tentang beretika sosial dalam kehidupan. Pelajaran yang diberikan oleh Yūsuf merupakan ajaran langsung berdasarkan arahan langsung dari Allah SWT, etika sosial yang diajarkan Allah kepada Nabi Yūsuf merupakan bagian dari tugas kenabian, satu sisi memberikan contoh kepada manusia pada sisi lain merupakan usaha dakwah. Berdasarkan pada Qs. Yusuf ayat 59 dan 100, konsep etika yang ditawarkan dalam Kisah Nabi Yusuf adalah tentang etika bersikap kepada orang tua dan kepada saudara. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan fokus pada : 1) Bagaimana etika sosial menurut Buya Hamka? 2) Apa saja etika-etika sosial bermasyarakat yang terkandung dalam kisah nabi Yūsuf menurut kajian tafsīr al-Azhar karya Buya Hamka?

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif.

Metode yang digunakan yaitu library research atau penelitian pustaka.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, serta sumber data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari buku, jurnal dan artikel yang berkaitan dengan kajian. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tehnik dokumentasi, sedangkan tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analisis).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan : Menurut Buya Hamka dalam Tafsir al-Azharnya bahwa, 1. Etika sosial menurut Buya Hamka adalah perpaduan antara unsur akal dan hati yang akan membentuk etika religius yang cenderung mengedepankan prinsip ketuhanan dengan prinsip Iman yang kuat yang akan membentuk kebijaksanaan dalam segala

(14)

tindakan. 2. Etika sosial Nabi Yūsuf dalam Qs. Yūsuf ayat 59-100, menunjukkan bahwa; etika sosial Yūsuf kepada saudara-saudaranya seperti tidak menyimpan dendam, memberikan pertolongan tanpa memandang kelompok atau golongan, serta memberikan pertolongan tanpa pamrih, merupakan sikap etika sosial yang mencerminkan keimanan Nabi Yūsuf yang kuat. Etika sosial yang ditunjukkan Nabi Yūsuf kepada kedua orang tuanya, seperti menghormat orang tua, bersikap rendah hati kepada orang yang lebih tua, tidak menjadikan jabatan sebagai jalan untuk bertindak semena-mena kepada orang lain termasuk kepada orang yang lebih tua. Etika sosial kepada orang tua yang diajarkan Nabi Yūsuf merupakan etika yang harus ada pada diri seorang anak walapun anak itu memiliki jabatan yang tinggi di mata orang lain.

Kata Kunci: Etika Sosial, Etika Religius, Tafsir Al-Azhar.

(15)

Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Pedoman transliterasi ini diambil dalam buku Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri Mataram tahun 2021. Dalam translitrasi ini, setiap kata yang berbahasa Arab yang ditulis dalam bentuk Indonesianya harus ditulis sesuai dengan pedoman translitrasi pada tabel di bawah ini kemudian diketik italicize (miring) dan begitu juga untuk kata-kata asing pengetiknya menggunakan italicize (miring). Berikut tabel pedoman translitrasi Arab-Latin sesuai Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri Mataram tahun 2022.

Arab Latin Arab Latin Arab Latin Arab Latin

أ

a/‟

د

d

ض

dh

ن

K

ب

B

ذ

dz

ط

th

ل

L

ث

T

ز

r

ظ

zh

م

M

ث

Ts

ش

z

ع

ن

N

ج

J

ض

s

غ

gh

و

W

ح

H

ش

sy

ف

f

ـه

H

خ

Kh

ص

sh

ق

q

ي

Y

Apabila dalam bahasa Arabnya memuat huruf fokal panjang, maka penulisannya seperti contoh berikut:

اَـ ـ ـ ـ ā (a panjang) Contoh : كِلاَمْلَا : al-Mālik ْيِـ ـ ـ ـ ī (i panjang) Contoh : مْي ِحَرَّلَا : al-Rahīm و ـ ـ ـ ـ ū (u panjang) Contoh : ر ْو فَغْلَا :al-Ghafūr

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‘ān merupakan sumber ajaran umat Islam yang diturunkan Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw bagi seluruh manusia, dan menjadi pedoman hidup bagi setiap ummat muslim. Al- Qur‘ān tidak hanya membicarakan tentang petunjuk umat manusia dengan tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (ẖablum min Allah wa ẖablum min al-nās). Salah satu metode yang digunakan al-Qur‘ān untuk memberi petunjuk adalah dengan cerita orang-orang terdahulu atau kisah-kisah, meskipun al- Qur‘ān itu bukan kitab sejarah atau kisah, namun jumlah ayat-ayat tentang kisah lebih banyak ketimbang ayat-ayat tentang hukum, menurut hitungan A.Hanafi di mana ayat tentang kisah sekitar 1600 ayat, sementara ayat tentang hukum hanya 330 ayat.2

Kisah dalam al-Qur‘ān tidak seperti kisah-kisah biasa atau dongeng-dongeng yang banyak ditemukan dan menyebar pada masyarakat secara turun-temurun. Dongeng-dongeng itu kadang kala banyak dihiasi dengan hal-hal yang fiktif belaka. Namun, kisah-kisah dalam al-Qur‘ān berbeda. Kisah itu ternyata merupakan tanda bukti kebenaran ajaran al-Qur‘ān, mukjizat, teladan, pelajaran, dan peringatan.3 Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Yūsuf ayat 111:

ْم ِه ِصَص َك ىِف َناَك ْدَلَل يَرَت ْفًُ اًثًْ ِد َح َنا َك اَم ِِۗبَبْل َلأأ ىِلْوُ ِّلّ ٌةَرْبِع

ًت َم ْحَز َو ي ًد ُه َو ٍء ْي َ ش ِّلُك َلْي ِصْفَجَو ِهًَْدًَ َنْحَب يِرّلْا َمًِدْصَج ْنكَلو نْىُى ِمْىًُ ٍمْى َلِّل

Artinya: Sesungguhnya pada kisah- kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur‟ān itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu,

2A. Hanafi, Segi-segi Kesuasteraan Pada Kisah Al-Qur‟ān, (Jakarta: Pustaka al- Husna, 1983), hlm. 22.

3M. Quraish Shihāb, Mukjizat Al-Qur‟ān: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 195-220.

(17)

dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.(Q.S.Yūsuf [12]:111)4

Manna‘al-Qaththan membagi kisah-kisah dalam al-Qur‘ān menjadi tiga bagian: Pertama, kisah para nabi terdahulu, bagian ini berisikan ajakan para nabi terhadap kaumnya; sikap orang-orang yang memusuhinya, mukjizat dari Allah yang memperkuat dakwah mereka, serta tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya, serta akibat yang menimpa orang beriman dan orang yang mendustakan para nabi.

Contohnya kisah nabi Nūẖ, nabi Ibrahīm, nabi Mūsa, nabi Īsa, nabi Muhammad, dan nabi-nabi serta rasul-rasul lainnya. Kedua, kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang -orang yang tidak disebutkan kenabiannya. Seperti Thālūt dan Jālūt, putra nabi Ᾱdam, Qārūn, Maryam, Dzulkarnain, Ashẖāb al-Ukhdūd, dan lain-lain. Ketiga, kisah-kisah yang terjadi masa Rasūlullah. Seperti perang Tabuk, Badar,Uhūd, Hunain dan kisah hijrah Rasūlullah ke Madīnah, Isrā‘ dan sebagainnya.5

Kisah al-Qur‘ān ditinjau dari segi panjang pendeknya, terbagi menjadi tiga bagian: Pertama. Qishash thawīlah atau riwāyah (Kisah Panjang), kisah ini merupakan kisah yang lebih detail dari pada kisah al-Qur‘ān lainnya. Mulai dari semenjak lahirnya tokoh, perkembangannya, kehidupannya sebelum dan sesudah menjadi nabi dan rasul serta hubungannya terhadap kaumnya dan hasil dari sebuah perjuangannya. Dalam kisah ini terdapat beberapa nasihat dari sikap- sikap para tokoh seperti senang, marah, benci, cinta dan ridha dan lain- lainya, yang dapat menyentuh perasaan para pembacanya. Seperti kisahnya nabi Sulaimān, nabi Mūsa dan nabi Yūsuf. Kedua. Qishash mutawassithah (Kisah Sedang), kisah ini merupakan kisah yang menceritakan sebagian riwayat hidup tokoh, terkadang cuplikan kehidupan tokoh disebutkan pada awal dan akhir kehidupannya. Serta disebutkan dakwahnya terhadap kaumnya, sikapnya dan sikap kaumnya beserta hasil dari perjuangan dakwahnya. Pragmen-pragmen seperti ini tidak sedetail kisah thawīlah. Kisah semacam ini seperti

4Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ān dan Terjemahnya, (Jakarta:

PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), hlm. 334.

5Oom Mukarromah, Ulūmul Qur‟ān, (Jakarta: Rajawali Pers,2013), hlm. 55.

(18)

kisah nabi Ādam, nabi Dāud dan nabi Nūẖ. Ketiga. Qishash qashīrah (Kisah Pendek), kisah ini lebih sedikit dari kisah mutawassithah.

Dalam kisah ini menceritakan dakwah rasul, sikap kaumnya terhadap dakwahnya setelah mereka mendustakan dakwahnya. Seperti kisahnya nabi Zulkifli, dan nabi Idrīs.6

Salah satu kisah yang menarik untuk dikaji di dalam al-Qur‘ān, oleh kalangan akademisi maupun non akademisi, yaitu kisah nabi Yūsuf, kisah ini termasuk salah satu kisah-kisah yang digambarkan secara detail. Kisah nabi Yūsuf dalam Al-Qur‘ān dipaparkan secara runtut mulai dari kecil hingga dewasa. Gambaran sosok pribadi nabi Yūsuf juga dipaparkan secara baik. Begitu pula dengan kehidupan nabi Yūsuf penuh dengan ujian dan penderitaan yang menimpa beliau serta bagaimana cara menyikapinya. Oleh karenanya, kisah nabi Yūsuf ini penuh dengan pelajaran-pelajaran yang bisa diambil untuk menjalani kehidupan ini, berupa contoh hikmah, dan nilai-nilai kehidupan yang sangat istimewa. Oleh karena itu, salah satu sebab ulama menyebutnya dengan aẖsan al-qashash (sebaik-baik kisah).7

Sedangkan di sisi lain banyak kajian-kajian tentang kisah nabi Yūsuf, terutama tentang kisah percintaan nabi Yūsuf dengan Zulaikha, sehingga ada hal- hal yang lebih penting dari kisah percintaan. Oleh karena itu penulis sangat tertarik dan terdorong untuk mengkaji pelajaran-pelajaran yang lebih dari itu. Diantaranya tentang etika sosial bermasyarakat dalam kisah nabi Yūsuf.

Nilai dan etika sosial masyarakat saat ini telah banyak yang memudar, dimana hidupnya hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak mau memperhatikan orang lain. Khususnya, kenyataan ini sering kita lihat di masyarakat muslim mereka hidup dalam dunianya masing- masing, tidak saling menghargai, tidak saling membantu, tidak saling menasehati. Memudarnya etika itu menyebabkan semakin marak prilaku anarkis, mahalnya rasa kedamaian, menipis rasa teloransi, memudarnya rasa tanggung jawab, memudarnya rasa empati, susahnya mencari orang jujur, memudarnya rasa kasih sayang terhadap sesama.

6Sayyid Qutb, At-Tanwir al-Fanni fi al-Qur‟ān, (Mesir: Dār al-Ma‘ārif, 1965 ), hlm. 136-138.

7M. Quraish Shihāb, Tafsīr al-Misbāh: pesan, kesan, dan Keserasian al-Qur‟ān, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), vol 6, hlm. 4-5.

(19)

Oleh sebab itu, penulis mengangkat pembahasan ini dengan judul

―Etika Sosial Bermasyarakat Dalam Kisah Nabi Yūsuf as.”(Tafsīr Al-Azhar Surah Yūsuf, Ayat 59 dan 100).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana etika sosial menurut Buya Hamka?

2. Apa etika sosial bermasyarakat yang terkandung dalam kisah nabi Yūsuf menurut kajian Tafsīr al-Azhar karya Buya Hamka?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut.

a. Untuk memperluas keilmuan mengenai etika sosial menurut Buya Hamka.

b. Untuk menjelaskan apa saja etika sosial bermasyarakat yang terkandung dalam kisah nabi Yūsuf menurut tafsīr al-Azhar karya Buya Hamka.

2. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian pastinya diharapkan memiliki manfaat, diantaranya manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

a. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan atau memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang tafsīr melalui kajian kisah para Nabi.

b. Manfaat secara praktis

Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan masyarakat dalam mengkaji al- Qur‘ān dalam memahami kandungan etika-etika sosial bermasyarakat dalam al-Qur‘ān melalui kisah para Nabi.

D. Telaah Pustaka

Telaah pustaka merupakan penelusuran terhadap karya- karya terdahulu atau penelitian yang berkaitan dengan topik pembahasannya.

Sedangkan tujuannya untuk menghindari plagiasi, duplikasi. Ada

(20)

beberapa hasil penelitian yang mirip terkait dengan peneliti telusuri, yakni sebagai berikut:

1. Dzulhaq Nurhadi, dengan judul Tesis ― Nilai-Nilai Pendidikan Kisah Yūsuf As Dalam Al-Qur‘ān‖.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu dengan mengumpulkan data-data dari berbagai sumber pustaka.

Penelitian ini membahas tentang nilai-nilai pendidikan dalam kisah Yūsuf as, penelitian ini lebih fokus terhadap nilai-nilai pendidikan.8

Adapun perbedaan penelitian yang peneliti fokuskan yakni tentang etika sosial bermasyarakat dalam kisah nabi Yūsuf dengan menggunakan tafsīr al-Azhar. Persamaannya, penelitian yang dilakukan sama-sama mengkaji terhadap kisah nabi Yūsuf dalam al-Qur‘ān.

2. Abdur Raẖman Ashari, dengan judul Skripsi ―Etika Sosial Dalam Agama Islam Dan Buddha‖.

Penelitian yang dilakukan oleh Abdur Raẖman Ashari ini menggunakan penelitian kepustakaan dengan pendekataan teologis, dalam memahami agama, menginggat agama merupakan suatu proses rasional yang mengandung nilai-nilai tentang hubungan manusia dengan makhluk lain dan manusia dengan Tuhannya. Sehingga baik agama Islam maupun agama Buddha melihat bahwasanya etika ini merupakan inti dari ajaran agamanya.9

Adapun perbedaan dalam penelitian ini menggunakan pedekataan teologis dalam mengkaji etika sosial sehingga agama Islam dan agama Buddha berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya sama di hadapan Tuhannya. Adapun persamaanya penelitian ini dengan skripsi di atas sama-sama membahas tentang etika sosial.

8Dzulhaq Nurhadi, ―Nilai-Nilai Pendidikan Kisah Yūsuf As Dalam al-Qur‘ān‖, (Tesis, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, Yogyakarta, 2011), hlm. 7.

9Abdur Rahman Ashari, ―Etika Sosial Dalam Agama Islam dan Buddha‖, (Skripsi, Fakultas Ushūluddin, UIN Syarif Hidāyatullah Jakarta, Jakarta, 2019), hlm. 5.

(21)

3. Dwi Afidya Rizki, dengan judul Skripsi ―Nilai-Nilai Moral Dalam Kisah Nabi Yūsuf (Studi Terhadap Tafsīr al-Mishbāẖ Karya M.

Quraish Shihāb)‖.

Dalam Penelitian ini menjelaskan penefasiran M.Quraish Shihāb tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam kisah nabi Yūsuf, di antara nilai-nilai yang terkandung dalam kisah nabi Yūsuf ini adalah nilai ketuhanan, ibadah, dan akhlak.10

Adapun perbedaan dalam penelitian ini membahas tentang nilai-nilai moral dalam kisah nabi Yūsuf menurut M. Quraish Shihāb. Sedangkan persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas kisah nabi Yūsuf.

4. Abd. Aziz, dengan judul jurnal ― Pendidikan Etika Sosial Berbasis Argumentasi Qur‘ānik‖. Jurnal ini membahas tentang pendidikan etika sosial berbasis argumentasi qur‘ānik dalam pendekataan penelitian menggunakan kualitatif dengan metode diskritif analisis yang menggunakan teknik analisis studi pustakaan (library research) atas sejumlah pemaknaan beberapa terjemah kitab tafsīr sehingga Mutawallī Sya‘rāwī dalam surah al-Taubah ayat 71-72 yang dijadikan basis argumentasi qur‘ānik yang menghasilkan pendidikan etika sosial, saling tolong menolong tanpa memandang suku, agama, ras, amar ma‘ruf nahi munkar.11

Jadi perbedaan dalam penelitian ini menggunakan beberapa kitab tafsīr seperti terjemah kitab tafsīr Ibnu Katsīr, al-Azhar, al- Marāghī, al-Munīr, al-Mishbāẖ, dan kitab Sya‘rāwī atas surah al- Taubah ayat 71-72. Adapun persamaanya penelitian ini membahas etika sosial.

Dari beberapa hasil penelitian di atas telah dijelaskan mengenai persamaan dan perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya terdapat perbedaan dalam beberapa hal. Oleh karena itu penelitian yang berjudul Etika Sosial Bermasyarakat

10Dwi Afidya Rizki, ―Nilai-Nilai Moral Dalam Kisah Nabi Yūsuf (Studi Terhadap Tafsīr al-Misbāẖ Karya M. Quraish Shihāb), (Skripsi, Fakultas Ushūluddin Dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, Yogjakarta, 2018), hlm. 12.

11Abd. Aziz, ―Pendidikan Etika Berbasis Argumentasi Qur‘ānik‖, Pendidikan Islam, Vol. 1, Nomor. 3, Tahun 2019, hlm. 466.

(22)

Dalam Kisah Nabi Yūsuf. Hemat penulis, inilah yang menjadi perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh orang lain.

Tabel 1.1

Perbedaan dan Persamaan Penelitian Peneliti dengan Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Perbedaan Persamaan 1. Dzulhaq Nurhadi Nilai-Nilai

pendidikan Kisah Nabi Yūsuf as Dalam Al-Qur‘ān

Penelitian ini

membahas tentang nilai-nilai pendidikan dalam kisah Nabi Yūsuf

Penelitian ini sama- sama membahas kisah nabi Yūsuf dalam Al- Qur‘ān 2. Abdur Raẖman

Ashari

Etika Sosial Dalam Agama

Islam Dan

Buddha

Penelitian ini

menggunak an

pedekataan teologis dalam mengkaji etika sosial sehingga agama Islam dan agama Buddha berpandang an bahwa manusia pada hakikatnya sama dihadapan Tuhannya

Penelitian ini dengan Skripsi di atas sama- sama membahas tentang etika sosial.

3. Dwi Afdiya Rizki Nilai-Nilai Moral Dalam

Dalam Penelitian

Dalam Penelitian

(23)

Kisah Nabi Yūsuf(Studi Terhadap Tafsīr Al-Mishbāh Karya Quraish Shihāb

ini

menjelaskan penafsiran M.Quraish Shihāb tentang nilai-nlai moral yang terkadung dalam kisah nabi Yūsuf, di antara nilai yang terkandung dalam kisah nabi Yūsuf ini adalah nilai

ketuhanan, akhlak dan ibadah.

ini sama- sama mengkaji kisah nabi Yūsuf

4. Abd. Aziz Pendidikan Etika Sosial Berbasis

Argumentasi Qur‘ānik

Dalam penelitian ini

menggunak an beberapa kitab tafsīr seperti terjemah kitab tafsīr Ibnu Katsīr, al-Azhar, al-Marāghī, al-Munīr, al-Mishbāẖ, dan kitab Sya‘rāwī atas surah al-Taubah ayat 71-72

Dalam penelitian ini sama- sama membahas etika sosial.

(24)

E. Kerangka Teori

1. Konsep Tentang Etika Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika yaitu ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).12 Dalam bahasa Yunani etika berarti

―Ethos‖ yang bermakna kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika dan moral memiliki hubungan yang erat ―mos” berasal dari bahasa latin,yang jamaknya “mores” yang memiliki makna adat atau cara hidup seseorang dengan perbuatan baik (kesusilaan) dan tidak melakukan perbutan yang buruk.13 Menurut Bartens Supriadi, etika memiliki tiga makna sebagai berikut:

a. Etika digunakan dalam nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya atau disebut juga dengan sistem nilai dalam hidup manusia perorangan atau bermasyarakat.

b. Etika digunakan dalam bentuk kumpulan asas atau moral biasa disebut dengan kode etik, misalnya kode etik kedokteran dan kode etik kepemimpinan.

c. Etika digunakan dalam arti ilmu tentang hal yang baik dan buruk atau disebut dengan filsafat moral.14

Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa etika yaitu adat dan kebiasaan manusia dalam kehidupannya yang menjadi tingkah laku dan perbuatan manusia dalam memberikan penjelasan yang baik dan yang buruk. Etika juga dapat dikatakan sebagai aturan atau batasan dalam bermasyarakat.

2. Sosial

Secara umum manusia tak bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain, bahkan untuk urusan sekecil apapun, manusia membutuhkan orang lain dan makhluk lainnya untuk

12Departemen Pendidikan dan Kabudayaan, Kamus Besar bahasa Indonesia,Cat.1, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), hlm. 399.

13Rosadi Ruslan, Etika Kehumasan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hlm.

31.

14Rusdiana, Etika Komunikasi Organisasi Filosofi,Konsep,dan Aplikasi, (Bandung: Pustaka Tresna Bhakti, 2018), hlm. 10.

(25)

membantunya. Oleh karena itu manusia dikatakan makhluk sosial.

Sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat.15 Menurut Paul B. Horton dan Chester L.Hunt masyarakat adalah sekelompok orang yang relatif secara mandiri, yang tinggal dan hidup disuatu wilayah secara bersama-sama, memiliki kebudayaan yang sama, dan mengerjakan sebagian besar kegiatannya dengan kelompok tersebut.16

Dari pengertian di atas, bisa dipahami bahwa kata sosial tidak lepas dengan manusia baik sebagai individu maupun kelompok dalam arti masyarakat, yang saling membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa hidup sendiri.

3. Etika Sosial

Etika sosial dalam pandangan Islam merupakan agama yang inti sarinya adalah kemaslahatan/kebaikan manusia, baik sebagai individu atau sebagai masyarakat, sebagaimana yang dikatakan Imam asy-Syathibī, menurutnya kemaslahatan manusia, merupakan dalil universal dan perenial Islam (syariah).17 Adapun kemaslahatan manusia yang dimaksud yaitu kemaslahatan dalam pengertian: (1).dharūriyyat (mendesak/tidak boleh tidak), adalah untuk memelihara agama (moralitas dan spiritualitas manusia), akal pikiran (pendidikan/hak ilmiah), jiwa (hak hidup), keturunan, dan harta benda. (2).ẖajiyyat (menghilangkan kesulitan dengan diberlakukannya keringanan). (3). Taẖsinīyyat (adab/sopan satun).18

Etika sosial secara tidak lansung membicarakan tentang kewajiban manusia. Artinya, secara sadar dalam hati nuraninya, seseorang berkewajiban berbuat baik untuk kepentingan manusia lain. Di samping kepentingan diri sebagai mana manusia, bukan kepentingan pribadi dalam pengertian egois dan merugikan orang

15Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus…, hal. 855.

16Damsar, Pengantar Teori Sosiologi, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 12.

17Sukron Kamil, Etika Islam Kajian Etika Sosial Dan Lingkungan Hidup, (Jakarta:

Prenada Media, 2021), hlm. 2.

18Ibid.

(26)

lain. Ketika manusia berkewajiban itu berarti bahwa ia telah dan sedang memberi hak kepada orang lain.19

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mengumpulkan data penelitian dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode pendekataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekataan kualitatif, yaitu pendekataan yang digunakan untuk mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata ber dasar kan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alami.20

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yakni penelitian yang semua datanya berasal dari bahan- bahan tertulis berupa buku, naskah, dokumen, foto, dan lain-lainnya.21 Dalam hal ini penulis mengumpulkan data penelitian ini melalui data yang ada dari al- Qur‘ān dan tafsīr al-Azhar dan berbagai bahan- bahan yang tertulis yang mendukung penelitian ini, baik itu buku-buku yang berkaitan dengan kisah nabi Yūsuf, kitab tafsīr, dan lain-lainnya.

2. Sumber Data

Sumber data adalah salah satu yang paling terpenting dalam penelitian ini, karena dengan adanya sumber data, penelitian dapat dilakukan. Maka untuk mendapatkan data yang valid, maka penulis dapat menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang utama dalam melakukan penelitian. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah al-Qur‘ān dan tafsīr al-Azhar karya Buya Hamka.

19Qodri Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang:

Aneka Ilmu, 2002), hlm. 24-25.

20M. Djunaidi Ghony & Fauzan Al mansur, Metode Penelitian Kualitatif , (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) , hlm. 26.

21Nashruddin Baidan & Erawati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsīr, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), hlm. 28.

(27)

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang kedua setelah sumber data primer dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini sumber data sekunder didapatkan melalui buku- buku tentang kisah nabi, artikel, jurnal-jurnal, literatur, kitab hadīts,skripsi dan yang lain-lainnya yang berkaitan dengan penelitian penulis.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standard untuk memperoleh data yang diperlukan.22 Adapun tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tehnik dokumentasi, yakni mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.23

4. Tehnik Analisis Data

Analisis data adalah suatu usaha untuk menyusun data- data yang sudah terkumpul yang diperoleh dari hasil dokumentasi, untuk memperoleh hasil yang sesuai peneliti harapkan. Adapun tehnik analisis data yang peniliti gunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah analisis isi (content analisis) yaitu tehnik yang digunakan untuk menganalisis makna yang terkandung dalam data yang dihimpun melalui riset kepustakaan.24

Metode penfasiran al-Qur‘ān yang umum digunakan dikalangan para ulama tafsīr, yakni ada yang bersifat global, analisis, dan secara melakukan perbandingan, dan ada juga melakukan penafsiran berdasarkan tema/ masalah yang dikaji, sesuai dengan metode penafsiran tersebut, sebagaian ahli tafsīr menyebutnya empat macam metode penafsiran yaitu: tahlīlī, ijmālī, muqāron, maudhū‘iy.

Di antara metode tafsīr yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah (deskriptif analisis), yakni metode yang dilakukan

22Moh. Nazir, Metode Penelitian, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), hlm. 22.

23Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 191.

24Nana Sudjana, Metode Statistik, (Bandung:Tarsito, 2002), hlm. 43.

(28)

dengan cara mendeskripsikan uraian- uraian makna yang terkandung dalam ayat- ayat al-Qur‘ān dengan mengikuti tartib susunan atau urutan-urutan surat dan ayat-ayat al-Qur‘ān itu sendiri dengan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya.25 Adapun penulis menganalisis tentang kisah nabi Yūsuf dalam al- Qur‘ān serta apa saja etika sosial yang terkandung di dalamnya.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan pemahaman yang sistematis dalam penelitian ini. Maka penulis akan menjelaskan sistematika pembahasan penelitian ini sebagai berikut:

Bab I pendahuluan, dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II landasan teori berisi tentang pengertian etika sosial dan etika sosial menurut pandangan Ulama.

Bab III membahas tentang etika sosial bermasyarakat dalam kisah nabi Yūsuf pada tafsīr al-Azhar, yang meliputi pembahasan:

Biografi Buya Hamka, Latar Belakang Pendidikan, Karir Intelektual dan Karya -karya Buya Hamka. Kemudian bagian kedua tentang Tafsīr al-Azhar yang meliputi: Latar Belakang Penulisan, Sistematika Penafsiran, Sumber Penafsiran, Metode, dan Corak Penafsiran. Serta etika sosial perspektif Buya Hamka dan Kisah nabi Yūsuf Dalam al- Qur‘ān.

Bab IV berisi tentang analisis etika sosial Buya Hamka dan dalam kisah nabi Yūsuf.

Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran

25Muhammad Amin Suma, Ulūmul Qur‟ān, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 379.

(29)

BAB II

Konsep Etika Sosial Dalam Islam A. Pengertian Etika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika yaitu ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).26 Dalam bahasa Yunani etika berarti ―Ethos‖ yang bermakna kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika dan moral memiliki hubungan yang erat ―mos” berasal dari bahasa latin,yang jamaknya

“mores” yang memiliki makna adat atau cara hidup seseorang dengan perbuatan baik (kesusilaan) dan tidak melakukan perbutan yang buruk.27

Suhrawardi K. Lubis menyatakan bahwasanya istilah etika merupakan bagian dari akhlak. Disebutkan bagian dari akhlak, karena akhlak tidak hanya menyangkut sekedar perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriah saja, akan tetapi membahas hal-hal yang lebih luas, seperti meliputi dalam bidang ibadah, akidah, dan syariah.28

Menurut Bartens Supriadi, etika memiliki tiga makna sebagai berikut:

a. Etika digunakan dalam nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya atau disebut juga dengan sistem nilai dalam hidup manusia perorangan atau bermasyarakat.

b. Etika digunakan dalam bentuk kumpulan asas atau moral biasa disebut dengan kode etik misalnya kode etik kedokteran dan kode etik kepemimpinan.

c. Etika digunakan dalam arti ilmu tentang hal yang baik dan buruk atau disebut dengan filsafat moral.29

26Departemen Pendidikan dan Kabudayaan, Kamus Besar bahasa Indonesia,Cat.1, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), hlm. 399.

27Rosadi Ruslan, Etika Kehumasan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hlm.

31.

28Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hlm.

1.

29Rusdiana, Etika Komunikasi Organisasi Filosofi, Konsep, dan Aplikasi, (Bandung: Pustaka Tresna Bhakti, 2018), hlm. 10.

(30)

Ada dua macam etika yang harus dipahami dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia:

a. Etika deskriptif.

Apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.

b. Etika normatif

Etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.30

Etika normatif dapat dibagi menjadi 2 bagian:

a. Etika umum

Mencakaup kondisi-kondisi dasar bagaiamana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori- teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik dan buruknya suatu tindakan.

b. Etika khusus

Merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus, penerapan ini bisa berwujud: Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Bagaimana menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan yang dilatar belakangi kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis.

Etika khusus dibagi menjadi 2 bagian yaitu etika individual yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap individual dan etika sosial yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.31

Dari beberapa pengertian tersebut etika dapat diartikan sebagai adat dan kebiasaan manusia dalam berperilaku, yang kemudian menjadi nilai-nilai dalam masyarakat dan memberi penjelasan

30 Shilphy A. Octavia, Etika profesi Guru, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2012), hlm. 2

31 Ibid

(31)

mengenai hal yang baik dan hal yang buruk serta mengenai hak-hak dan kewajiban.

B. Etika Sosial

Etika sosial merupakan sesuatu yang berkaitan dengan relasi manusia dengan sesamanya dalam sosietas (masyarakat). Etika sosial membuktikan pada yang berkenan dengan masyarakat yang secara khusus berhubungan dengan penganturan secara normatif relasi-relasi sosial dalam tatanan hidup bersama.32 Etika sosial bertujuan bagaimana manusia dengan sesama manusia lainnya memperhatikan langkahnya untuk menemukan keserasian yang denganya tidak menimbulkan konflik dan pertengkaran.33

Secara sadar, yang berpangkal dari hati nuraninya, etika sosial membicarakan kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia, artinya seseorang harus merasa berkewajiban berbuat baik untuk kepentingan dirinya sendiri serta kepentingan manusia lainnya, dan bukan kepentingan pribadi dalam artian egois dan merugikan orang lain.34

Dalam berbagai pandangan etika sosial lebih mudah timbul dibandingkan dengan etika yang lain. Setiap norma-norma menyamakan kewajiban dan harus selalu diterapkan pada keadaan yang konkrit. Kewajiban yang paling umum adalah melakukan kebaikan.35 Islam merupakan agama yang inti sarinya adalah kemaslahatan/ kebaikan manusia, baik sebagai individu atau sebagai masyarakat, sebagaimana yang dikatakan Imam asy-Syathibī, menurutnya kemaslahatan manusia, merupakan dalil universal dan perenial Islam (syariah).36

32Xaverius Candra, Bahan Ajaran Etika Sosial, (Surabaya: 2016), hlm. 3.

33K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 6.

34A. Qodri Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 25.

35Achmad Charris, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.

105.

36Sukron Kamil, Etika Islam Kajian Etika Sosial Dan Lingkungan Hidup, (Jakarta:

Prenada Media, 2021), hlm. 2.

(32)

Adapun kemaslahatan manusia yang dimaksud yaitu kemaslahatan dalam pengertian: (1).dharūriyyāt (mendesak/tidak boleh tidak), adalah untuk memelihara agama (moralitas dan spiritualitas manusia), akal pikiran (pendidikan/hak ilmiah), jiwa (hak hidup), keturunan, dan harta benda. (2).ẖājiyyat (menghilangkan kesulitan dengan diberlakukannya keringanan). (3).Taẖsinīyyat (adab/sopan satun).37 Pada dasarnya, Etika sosial agama islam didasarkan pada nilai-nilai humanis yang meliputi keadilan, kebenaran, kebebasan, kesetaraan, persaudaraan, kedamaian, kasih sayang, toleransi, dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan kebenaran.38

C. Etika Dalam Islam

Etika berdasarkan kaidah Islam adalah bagian dari akhlak manusia karena akhlak tidak sekedar menyangkut prilaku yang bersifat lahiriah, tetapi juga menyangkut hal-hal yang kompleks, yaitu bidang akidah, ibadah, dan syariah.

1. Etika Islam mengajarkan dan menuntut manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral baik buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah SWT.

(Alquran) dan ajaran Rasul-Nya (Sunnah).

3. Etika Islam bersifat universal dan komperhensif, mampu diterima oleh semua ummat manusia dalam setiap waktu maupun tempat.

4. Dengan ajaran-ajaran yang mudah dan tepat, selaras dengan fitrah (naluri) dan akal pikiran manusia (manusiawi), maka etika Islam dapat dijadikan petunjuk oleh seluruh manusia.39

5. Etika Islam membimbing dan mengarahkan fitrah manusia ke dalam tingkatan akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk Allah SWT, menunjukkan keridhaan-Nya dengan melaksanakan Etika Islam

37Ibid

38Abdur Rahman Ashari, ―Etika Sosial Dalam Agama Islam dan Buddha‖, (Skripsi, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2019), hlm. 41.

39 Hamzah Ya‟kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV Diponegoro, 1995), hlm. 14-15.

(33)

niscaya akan selamatlah manusia dari pikiranpikiran dan perbuatan-perbuatan yang keliru dan menyesatkan.40 Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: Umar bin Hafsh menyampaikan kepada kami dari ayahnya, dari Al-A‟masy, dari Syaqiq bahwa Masruq berkata,

„Rasulullah SAW bukanlah orang yang keji dan bukan pula orang yang suka menyengaja berlaku keji. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sungguh orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya”. (HR al- Bukhari).

Karena itu, akhlak Islami menyangkut etika, moral, dan estetika, dengan pengertian sebagai berikut:

1. Etos: menyangkut hubungan seseorang dengan khaliqnya.

2. Moral: mengatur hubungan seseorang dengan orang lain, tetapi tidak menyangkut kehormatan tiap pribadi.

3. Estetika: rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk lebih meningkatkan keadilan dirinya, serta lingkungannya agar lebih indah menuju kesempurnaan.41

Selain pengertian etika, penulis juga akan menjelaskan tetang pengertian moral, budi pekerti dan akhlak. Kata moral selain mengingatkan kepada kata moris (bahasa latin artinya: kebiasaan, adat-istiadat), yang kemudian berarti kaidah-kaidah tingkah laku.

Seorang individu yang tingkah lakunya menaati kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakatnya disebut baik secara moral, dan jika sebaliknya, ia disebut jelek secara moral (immoral). Kata moral selalu mengarah kepada baik-buruknya manusia sebagai manusia.42 Moral juga merupakan aturan-aturan normatif (dalam Islam dinamakan akhlak) yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu yang terbatas oleh ruang dan waktu.

Setelah membahas moral selanjutnya adalah budi pekerti merupakan akumulasi dari cipta, rasa, dan karsa yang diaktualisasikan

40 Ibid,

41 Tedi Priatna, Etika Pendidikan, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 111

42 Burhanuddin Salam, Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2012), hlm. 74

(34)

ke dalam sikap, katakata dan tingkah laku. Budi pekerti menggambarkan sikap batin, yang dalam wawasan keagamaan dikenal dengan sebutan akhlakul karimah (budi pekerti mulia). Budi pekerti sangat luas menyangkut kesopanan dalam bertindak, kesantunan dalam bersikap, keluwesan dalam pergaulan, cakap dalam bekerja, rendah hati dan hormat terhadap sesama. Budi pekerti secara umum banyak dipengaruhi dua hal, yaitu:

1. Sikap hidup dan prilaku sehari-hari dalam lingkungan falsafah budaya adat istiadat.

2. Hubungan strata sosial lapisan masyarakat, misalnya dalam budaya keraton atau lingkungan kerajaan, lingkungan masyarakat.43

Setelah membahas masalah budi pekerti kemudian yang selanjutnya akan dibahas adalah akhlak. Khuluqun adalah bentuk jamak dari akhlak yang berarti perangai, tingkah laku, budi pekerti, atau ta‘biat. Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun.

Khuluq merupakan gambaran batin sikap manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau etos, artinya adab kebisaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.

Akhlakul karimah yang baik ialah segala perbuatan yang terpuji (mahmudah) juga bisa dinamakan fadhillah (kelebihan). Al-Ghazali menggunakan perkataan munjiyat yang berarti segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau kejayaan. Akhlak baik dihasilkan oleh sifat-sifat yang baik.

Akhlak madzmumah ialah perangai atau perbuatan pada tutur kata yang tercermin pada pribadi manusia, cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Akhlakul madzmumah merupakan tingkah laku kejahatan kriminal. Sifat ini telah hadir sejak lahir, yang tertanam dalam setiap jiwa manusia adalah baik, namun dapat berubah menjadi akhlak buruk apabila manusia itu lahir dari lingkungannya buruk,pendidikan tidak baik, keluarga yang tabiatnya

43 Din Zainuddin, Pendidikan Budi Pekerti Dalam Persfektif Islam, (Jakarta: Al- Mawardi Prima, 2004), hlm. 2-3

(35)

kurang baik, dan kebiasaan-kebiasaan tidak baik sehingga menghasilkan akhlak yang buruk.44

Jadi dapat disimpulkan bahwa ada beberapa persamaan antara etika, moral, budi pekerti dan akhlak yang dipaparkan sebagai berikut:

1. Etika, moral, budi pekerti dan akhlak mengacu kepada gambaran perbuatan, tingkah laku, perangai, sifat baik yang menjadi sebuah kebiasaan.

2. Etika, moral, budi pekerti dan akhlak merupakan sebuah aturan hidup atau prinsip untuk mengetahui seberapa tingkat harkat dan martabat kemanusiannya. Dan juga menjadi tolak ukur rendah atau tingginya martabat seseorang dapat dilihat dari kualitas akhlak, etika menjadi acuan rendah atau tingginya kualitas kemanusiannya.

3. Etika, moral, budi pekerti dan akhlak hadir bukan hanya semata- mata faktor keturunan yang bersifat tetap atau statis, tetapi etika, moral, budi pekerti dan akhlak merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Dan untuk mengembangkan potensi tersebut maka dibutuhkan adanya pendidikan, yaitu berupa bimbingan, arahan, pembiasaan dan keteladanan serta dukungan dari lingkungan. Mulai dari lingkungan hidup, keluarga, sekolah dan masyarakat secara terus menerus.

Diantara etika, moral, budi pekerti dan akhlak juga terdapat perbedaan. Perbedaannya ialah etika yang membahas tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Sementara moral berkenaan dengan nilai dan norma yang terdapat dalam sekelompok manusia, ajaran moral bagaimana seseorang harus bersikap sesuai dengan situasi apa yang dibutuhkan pada saat tersebut. Sementara perbedaannya terhadap budi pekerti dan akhlak adalah budi pekerti dan akhlak cenderung mengarah kepada perbuatan dan tingkah laku yang baik serta sesuai dengan norma- norma yang berlaku. Alasan penulis menggunakan kata ―etika‖ dalam judul diatas adalah, melihat adanya persamaan antara etika, moral, adab dan akhlak yang sama-sama memilki persamaan makna, kemudian antara etika, moral, adab dan akhlak samasama mengacu

44 Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Persfektif Al-Qur‟an, (Jakarta:Grafika Offset, 2007), hlm. 38-59

(36)

kepada perbuatan dan tingkah laku manusia serta juga menunjukkan mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk.

D. Tujuan dan Manfaat Etika Sosial

Dari penjelasan mengenai etika sosial, maka sudah pasti etika sosial memiliki tujuan. Tujuan merupakan sesuatu harapan yang ingin tercapai setelah melakukan sesuatu usaha atau sesuatu kegiatan. Salah satu tujuan etika yaitu:

1. untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya tindakan manusia sesuai dengan norma-norma yang berlaku.45

2. Etika berperan bagi seseorang dalam melakukan aktivitas pergaulan dengan masyarakat dan orang lain.

3. Sebagai alat pengendalian diri bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan.46

4. Etika sosial memberikan kesadaran akan sebuah tanggung jawab sebagai manusia dalam kehidupan bermasyarakat, dan

5. Etika sosial membantu manusia dalam mengambil sebuah tindakan secara tepat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.47

45Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 87.

46Neny Rostiati &Fakhry Zamzam, Etika Profesi Manajemen Era Society, (Yogyakarta: Cv Budi Utama, 2021), hlm. 19.

47Milah Marizka, ―Etika Sosial Perspektif Nurcholish Madjid‖, (Skripsi, Fakultas Ushuluddin, UIN Raden Intan Lampung, Lampung, 2021), hlm. 28.

(37)

BAB III

ETIKA SOSIAL BERMASYARAKAT DALAM KISAH NABI YŪSUF PADA TAFSIR AL-AZHAR

A. Biografi Buya Hamka

1. Kelahiran dan Wafatnya Buya Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa disebut Buya Hamka, dilahirkan di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada Tanggal 16 Februari 1908 dari keluarga terpandang.48 Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan sebutan Haji Rasul adalah Ayahnya, seorang tokoh pelopor Gerakan Islam dari ―Kaum Muda‖ di Minangkabau yang gerakannya dimulai setelah kembali dari mekkah pada tahun 1906.49 Hamka hidup dalam keluarga yang taat melakukan ajaran agama islam, ia merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara.50 Buya Hamka wafat pada hari juma‘t tanggal 24 Juli 1981 dan menghembus nafas terakhirnya pada usia 73 tahun.51 2. Latar Belakang Pendidikan

Pada tahun 1914M. Hamka sewaktu kecil memulai pendidikannya dengan membaca al-Qur‘ān dan dasar-dasar ilmu agama dirumah ayahnya, ketika mereka sekeluarga pindah dari Maninjau ke Padang Panjang. Setelah berumur 7 tahun, ayahnya memasukannya ke Sekolah Desa. Ketika Zainuddin Labai mendirikan sekolah Diniyah petang hari pada tahun 1916, di pasar usang padang panjang, ayahnya memasukkan Hamka ke sekolah ini, Hamka pergi ke sekolah Desa pada pagi hari, sore hari belajar ke sekolah Diniyah dan berada di Surau bersama teman-teman sebayanya pada malam hari.

Saat Buya Hamka berusia 10 tahun, ia melanjutkan pendidikannya ke Sumatera Thawalib Padang Panjang yang

48Arif Maftuhin, dkk, Islam Dan Disabilitas Dari Teks ke Konteks, (Yogyakarta:

Gading, 2020), hlm. 70.

49Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, (Jakarta: Noura PT Mizan Publika, 2016), hlm. 2.

50Fabian Fadhly Jambak, ―Filsafat Sejarah Hamka:Refleksi Islam dalam Perjalanan Sejarah‖, Jurnal Theologia, Vol.28, Nomor 2, Desember 2017, hlm. 259.

51 Budi Jaya Putra, Korupsi Menurut Prof. Hamka (Studi Tafsir al-Qurā‟n al- Azhar Karya Prof. Hamka, (Sumatra Barat: CV Insan Cendekia Mand iri, 2021), hlm. 12.

(38)

didirikan oleh ayahnya sendiri. Di tempat itulah, Buya Hamka mempelajari ilmu bahasa Arab dan mendalami ilmu-ilmu agama di surau dan masjid yang diasuh oleh ulama termuka pada saat itu, seperti A.R. Sutan Mansur, RM. Surjoparonto, Syekh Ahmad Rasyid, Ki Bagus Hadikusumo dan Syekh Ibrahim Musa.52 Sumatera Thawalib merupakan sebuah sekolah dan perguruan tinggi yang mengubah pengajian surau menjadi sekolah yang berkelas, pada awalnya, Sumatera Thawalib ini merupakan tempat berkumpul sebuah organisasi, murid-murid yang mengaji di Surau Jembatan Besi Padang Panjang dan Surau Parabek Bukit tinggi.53

Walaupun Sumtera Thawalib atau Thawalib School sudah memperkenalkan sistem klasikal dalam kurikulum dan materi pembelajaran masih menggunakan metode lama. Menghafal merupakan ciri utama dan keharusan dalam sistem sekolah ini. Hal inilah yang membuat Hamka cepat bosen, walaupun dia tetap naik kelas. Selama belajar 4 tahun hingga duduk di bangku kelas 4, Hamka tertarik untuk tidak melanjutkan pendidikan di sekolah yang didirikan oleh ayahnya, karena mungkin sikap kritis dan jiwa pemberontak yang dimilikinya, padahal sekolah yang didirikan ayahnya itu dirancang dan diprogram selama 7 tahun di Thawalib School keadaan belajar tidak menarik lagi, karena keseriusan belajar tidak dari dalam tetapi dipaksakan dari luar, kondisi inilah yang membuat Hamka melarikan diri dari Thawalib School ke Perpustakaan umum milik Zainuddin Labai el-Yunusi dan Bagindo sinaro, yang diberi nama Perpustakaan Zainaro. Kondisi belajar tersebut memberikan hal yang positif seolah mendapat pelarian di Perpustakan Zainaro, karena banyak memberikan andil terhadap perkembangan imajinasi seabagai seorang anak serta kemampuan bercerita dan menulis di kemudian hari.54

Buya Hamka belajar berbagai ilmu pengetahuan secara otodidak seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik

52Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh Tafsir Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2018), hlm. 101-102.

53Badiatul Roziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: e- Nusantara, 2009), hlm. 53.

54Avif Alviyah, ―Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar‖, Ilmu Ushuluddin, Vol. 15, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 26.

(39)

Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya, Buya Hamka mampu menguasai dan mendalami karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah, seperti Mustafa al-Manfaluti, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Zaki Mubarak, dan Husain Haikal.

Begitu juga keahliannya dalam bahasa Asingnya, Hamka mampu meneliti karya serjana Barat seperti Perancis, Jerman dan Inggris seperti William James, Sigmund Freud, Albert Camus, Jean Paul Sartre, Arnold Toynbee, Karl Marx, dan Pierre Loti.55

Tatkala Buya Hamka berusia 16 tahun, Hamka pergi ke tanah Jawa, Yogyakarta. Di sana ia mulai berkenalan dan belajar pergerakan Islam Modern kepada H.O.S. Tjokroaminoto, R.M.

Soerjopranoto, Ki Bagus Hadikusuma, dan H. Fakhruddin. Dari mereka itulah, Buya Hamka dapat belajar perbandingan antara Syarikat Islam Hindia Timur dan gerakan Sosial Muhammadiyah.

Setelah perjalanannya diYogyakarta, Hamka kemudian melanjutkan perjalanan ilmiahnya ke Pekalongan, dan disana menemui kakak Ipar sekaligus gurunya, A.R. Sutan Mansur.

Ketika itu dia menjadi ketua Muhammadiyah Cabang Pekalongan.

Di sini pula Hamka mendengarkan kiprah tentang seorang pemuda bernama Muhammad Roem, dan di sana berkenal dengan Citrosuarno, Mas Ranuwiharjo, dan Mas Usman Pujotomo. Pada tahun 1925, A.R. Sutan Mansur Pulang ke Sumatera Barat bersama Buya Hamka di sana, A.R. Sutan Mansur menjadi penyebar paham Muhammadiyah dan mubaligh, Saat itu pula Buya Hamka menjadi pengiring A.R. Sutan Mansur dalam kegiataan Muhammadiyah.56

Pada tahun 1927, setelah kembali dari tanah Jawa, Buya Hamka pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, setelah beberapa bulan ditanah Mekkah dan sempat bekerja pada bidang percetakan di Mekkah, ia kembali ke Medan. Pada akhir tahun 1927, A.R. Sutan Mansur setelah selesai membangun Muhammadiyah di Lhok Seumawe, Aceh, ia singgah ke Medan untuk membawa Buya Hamka yang pada saat itu menjadi guru Agama di sebuah perkebunan di kampung. Pada usia muda Buya

55Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh..., hlm. 102-103.

56Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat ..., hlm. 4.

(40)

Hamka menikah dengan Siti Raham pada tahun 1929, pada waktu itu, usia Buya Hamka 21 tahun, sedangkan Siti Raham berusia 15 tahun.57

3. Karir Intelektual dan Karya-karya Buya Hamka

Karir Intelektual Buya Hamka dimulai pada tahun 1927, pada waktu itu Buya Hamka bekerja sebagai guru Agama di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Pada tahun 1929, pernah menjadi guru agama di Padang Panjang. Kemudian pada tahun 1957-1958, ia dilantik sebagai dosen Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang, dan pernah menjabat sebagai Rektor pada Perguruan Tinggi Islam Jakarta.58

Pada tahun 1925, Buya Hamka aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah dan mengikuti pendirian Muhammadiyah. Beliau mulai mengketuai dan memimpin kegiatan organisasi, konferensi, dan kongres Muhammadiyah di berbagai tempat, seperti di Padang Panjang, Makassar, Sumatera Barat, dan Yogyakarta, sejak tahun 1928 hingga 1950. Buya Hamka pernah dipilih sebagai penasihat pimpinan pusat Muhammadiyah pada tahun 1953. Kemudian menjadi Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia pada tahun 1977.59

Sedangkan karir Buya Hamka dalam bidang politik, terdaftar sebagai anggota Sarekat Islam pada tahun 1925, dan dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional sekaligus anggota Konstituante Masyumi pada tahun 1947. Akan tetapi ketika Masyumi dihapuskan oleh Pemerintah Soekarno pada tahun 1960, empat tahun kemudian Buya Hamka dipenjara karena dituduh pro- Malasyia, pada tahun 1964 sampai 1966.

Selain aktif dalam bidang keagaman dan politik, Buya Hamka juga seorang wartawan, penulis dan editor. Pada tahun 1920-an Buya Hamka menjadi wartawan di beberapa surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Seruan Muhammadiyah, dan Bintang Islam. Buya Hamka menjadi editor majalah Kemajuan

57Ibid.

58Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh ..., hlm. 102.

59Salman Iskandar, 99 Tokoh Muslim Indonesia, (Bandung: Mizan, 2009), hlm. 19.

(41)

Masyarakat, pada tahun 1928. Dan Buya Hamka bergelut dibidang penyutingan dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar, majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam, di tahun 1932.60

Pada tahun 1958, Buya Hamka menerima anugerah kehormatan Internasional, seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa Universitas Al-Azhar, Doctor Honoris Causa Universitas Kebangsaan Malasyia, tahun 1974 dan anugerah kehormatan Nasional, seperti gelar Datuk Indono, dan Pangeran Wiroguna dari Pemerintah Indonesia.61

Sebagai seorang yang ahli dibidang Agama, Budaya, Sastra, Sejarah, dan Politik. Buya Hamka banyak menaungkan pengetahuannya tersebut ke dalam karya-karya tulis. Karya tulisnya yang berhubungan baik dengan Sastra dan Agama berjumlah sekitar 79 karya.

Diantara karya-karyanya tersebut adalah.

a. Khatib Ummah jilid 1-3 yang ditulis dengan bahasa Arab b. Layla Majnun

c. Dibawah Lindungan Ka‟bah d. Tasawuf Modern

e. Islam dan Demokrasi

f. Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad g. Mengembara di Lembah Nil

h. Di Tepi Sungai Dajlah i. Islam dan Kebatinan j. Ekspansi Ideologi k. Falsafah Ideologi Islam l. Urat Tunggang Pancasila

m. Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi n. Muhammadiyah di Minangkabau

o. Tafsīr Al-Azhar Juz 1-30 karya yang begitu Masyhur, dan masih banyak lagi.62

60Saifuddin Herlambang Munthe, Studi Tokoh..., hlm. 103

61Salaman Iskandar, 99 Tokoh..., hlm. 19.

62Avif Alviyah, ―Metode Penafsiran..., hlm. 27-28.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, pendekatan interpretatif pada prinsipnya bergantung pada studi lapangan, dengan penekanan pada studi observasi partisipatif (paricipant observation

Artinya dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa keadilan organisasi, kepuasan kerja, dan pemberdayaan pegawai secara simultan (bersama-sama)

Penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

Maksud dari Penyusunan Rencana Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pesisir Selatan ini adalah untuk mengetahui dan mendokumenkan perencanaan dalam kurun waktu satu

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Akhir yang telah saya buat dengan judul “ PENGGUNAAN POTENSIOMETER SEBAGAI SENSOR POSISI PADA LENGAN ROBOT BERJARI PENGIKUT

Rancangan penelitian Deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pembeli furniture produksi PT GMK dan perilaku pembelian furniture di wilayah penjualan Jakarta

Peserta didik yang tidak dapat hadir mengikuti ulangan mid semester pada waktu yang telah ditentukan karena alasan tertentu yang dapat dan atau tidak dapat

Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Pontianak Gajah Mada tercapai, sehingga nasabah BritAma Umum merasa sangat baik dengan kualitas pelayanan yang diberikan.