• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH KARENA MENJALANKAN PUTUSAN PENGADILAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS HUKUM PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH KARENA MENJALANKAN PUTUSAN PENGADILAN"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS HUKUM PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH KARENA MENJALANKAN PUTUSAN PENGADILAN

TESIS

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar magister hukum

Oleh:

NURUL FITRIA 4618101017

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA

2021

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

ANALISIS HUKUM PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH KARENA MENJALANKAN PUTUSAN PENGADILAN

Nurul Fitria1, Baso Madiong2, Zulkifli Makkawaru2.

1Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Gowa

2Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasrajana Universitas Bosowa Email : daengngagi4@gmail.com

ABSTRAK

Dalam era globalisasi dan modernisasi saat ini, tanah memegang peranan sentral dalam kehidupan manusia serta merupakan permasalahan yang paling pokok dan krusial.

Terlihat dari banyaknya perkara perdata maupun pidana yang diajukan ke pengadilan, antara lain menyangkut sengketa tata usaha Negara mengenai penertiban sertipikat tanah dan berbagai perbuatan melawan hukum lainnya. Negara mengakomodir perkembangan ini melalui kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah, baik secara sistematik maupun sporadik dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis yang menggambarkan mengenai kegiatan pendaftaran tanah beserta berbagai permasalahan seputarnya, khusus mengenai pembatalan Sertipikat Hak Milik berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor : 634PK/PDT/2012 yang kemudian dianalisa guna memberikan saran atau jalan keluar bagi permasalahan yang terjadi. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa sertipikat hak atas tanah merupakan alat pembuktian yang kuat, bukan alat pembuktian yang mutlak.

Kata Kunci : Putusan Pengadilan, Pembatalan Sertifikat, Hak Milik ABSTRACT

Land held the central role in human life and has become the main and crucial problem in this globalization and modernization era. It can be seen from the number of civil and criminal cases that have been filed to the court that concerns to State administrative disputes regarding land certificate publication and other illegal acts. The state accommodates this development through the government's obligation to carry out land registration, both systematically and sporadically, with the main objective of ensuring legal certainty and providing legal protection to land holders of land.Regarding certificate cancellation on land disputes number: 01006/Panciro on 28 of November 2013 elaborated as well on survey document Number 00541/Panciro 2013 on 15 of November 2013, 5.596 M2areas. Library research has been done, descriptive analysis, to answer the question above which described about land registration activity with some problems around, concerning land rights certificate cancellation exclusively based on the verdict of the court Number : 634PK/PDT/2012 which analyzed to give suggestion and solution of the problem. The result of the research showed that the land rights certificate is not absolute verification but strong.

Keywords: Court Decision, Certificate Cancellation, Property Rights

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayahnya sehingga Tesis ini dapat penulis selesaikan dengan judul “ANALISIS HUKUM PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH KARENA MENJALANKAN PUTUSAN PENGADILAN. Dan tak lupa pula Sholawat dan salam kami panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan jalan terang dalam mengarungi dunia yang kaya akan kegelapan.

Tugas ini merupakan salah satu syarat pelengkap mata kuliah pada jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Bosowa. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulis ini terdapat banyak hambatan dan rintangan yang selalu dating selih berganti, tetapi berbakat - Nya semua dapat dilalui.

Terima Kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda (Alm Syakhrir Baramang) dan Ibunda (Ratnawati serta saudara – saudara tercinta yang dengan segala do’a, kasih sayang dan pengorbanannya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tahap pendidikan sampai jenjang ini.

Dalam kesempatan ini juga penulis ingin menyapaikan rasa terima kasih yang sebesar –besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M Saleh Pallu, M. Eng, selaku rektor Universitas Bosowa Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Batara Surya, M.Si, selaku Direktur Pascasarjana Universitas Bosowa Makassar.

3. Bapak Dr. Syamsul Bahri, S.Sos., M.Si, selaku Asisten Direktur Pascasarjana Universitas Bosowa Makassar.

4. Bapak Dr. Baso Madiong, S.H., M.H, selaku Program Studi (KPS) Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar.

5. Terima Kasih kepada Dr. Baso Madiong, S.H., M.H selaku Pembimbig I dan Dr. Zulkifli Makkawaru, S.H., M.H selaku Pembimbing II, yang telah

(8)

viii

memberikan masukan atau saran – saran dan koreksi yang berkaitan dengan substansi maupun memberikan pelayanan administrasi yang baik.

6. Terima Kasih kepada para staf dan pegawai Pascasarjana Universitas Bosowa Makassar.

7. Terima Kasih kepada rekan – rekan penulis khususnya Angkatan 2018 Fakultas Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Bosowa Makassar yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas kebersamaan yang indah selama perkuliahan selalu kompak dan solid dalam meraih ilmu. Sukses selalu

8. Terima Kasih kepada Bapak Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Selatan dan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Gowa yang telah bersedia memberikan bantuan fasilitas, informasi dan data kepada penulis.

9. Terima Kasih buat bunda Siti Nurbaya S.Sos, Zorro AJP, Mutmainnah, S.M, Hamraeni, S.Pd. Herdiyanti Herman S.Tr.Sos, Dwiyana Anggraeni, S.E. telah banyak membantu dan memberikan dorongan pada penulis dalam menyusun tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tesis ini berguna bagi diri penulis dan para pembaca yang berkenan mempelajarinya. Sebelumnya penulis mohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan penulis baik yang disengaja atau yang tidak disengaja karena penulis hanya manusia biasa yang tak luput kesalahan. Mudah – mudahan segala bantuan dan jerih payahnya yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat berkah dari Allah SWT. Aamiin . . .

Makassar, 04 Maret 2021

Nurul Fitria

(9)

ix

D A F T A R I S I

HALAMAN SAMPUL ... i I

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PENERIMAAN ... iv

PERNYATAAN KEORISINILAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teori ... 7

a. Teori Perlindungan Hukum ... 7

b. Teori Kepastian Hukum ... 8

B. Pendaftaran Tanah ... 14

C. Tujuan Pendaftaran Tanah... 18

D. Obyek Pendaftaran Tanah ... 26

E. Hak Penguasaan Atas Tanah ... 27

F. Prosedur Perolehan Hak Atas Tanah ... 43

G. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Sertipikat Hak ... 50

(10)

x

H. Pembatalan Hak Atas Tanah ... 55

I. Pembatalan Mengenai Sertipikat Hak Atas Tanah ... 61

J. Kerangka Konseptual ... 69

K. Definisi Operasional ... 72

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 74

B. Tipe Penelitian ... 75

C. Lokasi Penelitian ... 75

D. Sumber Data ... 76

E. Teknik Pengumpulan Data ... 76

F. Teknik Analisis Data ... 77

G. Metode Pengumpulan Data ... 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah karena menjalankan Putusan Pengadilan ... 79

B. Efektivitas Putusan Pengadilan Dalam Memenuhi Unsur Kepastian Hukum dalam Hal Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah ... 90

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keterkaitan antara tanah dengan kehidupan manusia sangat erat, dimana setiap individu pasti membutuhkan tanah dalam kehidupannya sebagai tempat bermukim, berusaha, beribadah dan bersosialisasi. Hubungan tiap-tiap pribadi dengan tanah bersifat kontinu dan untuk jangka waktu yang sangat panjang karena dari awal kehidupan hingga mati, manusia pasti membutuhkan tanah.

Filosopi Indonesia menempatkan Konsep hubungan antara manusia dengan tanah berdasarkan individu dan masyarakat sebagai kesatuan yang tak terpisahkan. Pemenuhan kebutuhan seseorang terhadap tanah diletakkan dalam kerangka kebutuhan seluruh masyarakat. Hubungannya tidak bersifat individualistis semata, tetapi lebih bersifat kolektif dengan tetap memberikan tempat dan penghormatan terhadap hak perseorangan1.

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 melalui Hak Menguasai Negara dan fungsi sosial tanahnya yang individual komunalistik religius selain bertujuan melindungi tanah dan mengatur hubungan hukum hak atas tanah juga bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, antara lain dengan mewajibkan kepada pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dan menyerahkan sertipikat hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat kepada pemegang haknya.

1 Maria S.W. Sumardjono. 2001. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi.

Buku Kompas. Jakarta Hal : 158.

(12)

2

Mekanisme untuk memberikan suatu hak atas tanah kepada seseorang atau badan hukum diselenggarakan melalui pendaftaran tanah. Hal ini dimaksudkan agar jelas subjek dan obyek (letak peruntukan suatu penggunaan tanah yang dapat dihaki oleh seseorang atau badan hukum), sehingga pemilik hak atas tanah itu dapat melakukan hak keperdataannya terhadap bidang tanah tersebut dan untuk memberikan informasi mengenai eksistensi suatu bidang tanah dengan pemegang hak yang bersangkutan. Pendaftaran tanah di Indonesia didasarkan pada Pasal 19 UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Tujuan utama diselenggarakannya pendaftaran tanah, antara lain adalah guna menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah oleh pemerintah, dimana nama yang terdaftar adalah nama yang secara yuridis dianggap sebagai pemilik tanah.2 Agar pemegang hak atas tanah dapat dengan mudah membuktikan bahwa dirinyalah yang berhak atas tanah yang bersangkutan maka diberikan kepadanya sertipikat sebagai surat tanda buktinya dan merupakan alat bukti yang kuat. Hal ini sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan3.

2 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.. LN No. 104 Tahun 1960.

TLN No. 2013, Hal : 19

3Boedi Harsono. 2005. Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria. Isi dan Pelaksanaannya. Djambatan, Jakarta. Hal : 478.

(13)

3

Dalam mekanisme pendaftaran tanah secara sporadik, pada tahap pengumuman yang berlangsung selama 60 (enam puluh) hari diberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan atas data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang dimohon pemdaftarannya. Hal ini sebagai konsekuensi dari sistem publikasi yang dianut oleh Negara, yakni sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, dimana Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan namun surat tanda bukti hak yang diterbitkan dan pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat4.

Perlu diketahui bahwa dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan secara tegas bahwa terhadap bidang tanah yang sedang didaftarkan dilakukan pengumuman selama 60 (enam Puluh) hari untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. Kemudian dalam Pasal 32 ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal suatu bidang tanah telah diterbitkan sertifpikat secara sah atas nama orang yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasinya, maka pihak lain yang merasa berkepentingan terhadap tanah yang bersangkutan tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertipikat tidak mengajukan keberatan kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat yang bersangkutan.

4UU No. 24 Tahun 1997. Undang-undang Tentang Pendaftran Tanah. LN No.59 Tahun 1997.

TLn No. 3696, Penjelasan Ps.32 ayat 2.

(14)

4

Pembatalan Sertipikat Hak atas Tanah Sertipikat sebagai tanda bukti hak, bilamana dikaitkan dengan sistem publikasi di Indonesia, maka menganut sistem publikasi negatif yang mengarah kepada publikasi positif, dimana pemegang sertipikat dianggap sebagai pemilik hak atas tanah. Mengenai kekuatan hukum sertipikat sebagai tanda bukti hak, ketentuan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Dalam hak atas suatu bidang tanah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama seseorang atau badan hukum, maka yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan/atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang bersangkutan atau pun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.5

Dalam Pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaikan Kasus Pertanahan menyatakan bahwa Pembatalan keputusan tentang suatu hak atas tanah karena menjalankan keputusan

5 Hal ini berarti selama pendaftar beritikad baik dan secara nyata menguasainya apabila penguasaan sertipikat sudah lebih dari 5 (lima) tahun, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut akan pelaksanaan hak tersebut.

(15)

5

yang mengandung cacat administrasi dalam penerbitan atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan karena pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Permohonan pembatalan hak dapat diajukan langsung kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan di daerah tersebut dan tentang Penyelesaikan Kasus Pertanahan dapat menyelesaikan kasus – kasus di Bidang Pertanahan dan menyatakan bahwa Sengketa atau konflik yang menjadi kewenangan Kementerian meliputi : kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/ atau perhitungan luas; kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/

atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat; kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/ atau pendaftaran hak tanah; kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar; tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan; kesalahan presedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran tanah; kesalahan prosedur dalam proses penertiban sertipikat pengganti; kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;

kesalhan prosedur dalam memberikan izin; penyalahgunaan pemanfaatan ruang;

atau kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang – undangan. Sengketa dan konfllik selain berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa meskipun sertipikat telah diterbitkan dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat, bukan tidak dapat di gugatan oleh orang lain yang berkeberatan atau disangkal.

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan, maka penulis tertarik untuk meneliti “ANALISIS HUKUM PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH KARENA MENJALANKAN PUTUSAN PENGADILAN”.

(16)

6

B. Perumusan Masalah

1. Sejauhmanakah Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Karena Menjalankan Putusan Pengadilan, memenuhi Unsur Kepastian Hukum?

2. Bagaimanakah Efektivitas Putusan Pengadilan Dalam Memenuhi Unsur Kepastian Hukum Dalam Hal Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Peneliatian

Berdasarkan atas latar belakang masalah dan Perumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mendiskripsikan dasar hukum dari Putusan Pengadilan Bisa terjadi Pembatalan Sertipikat.

2. Untuk mendeskripsikan Proses Pembatalan Sertipikat.

3. Untuk mengetahui Proses Pembatalan Sertipikat melalui Pengadilan dan Proses Pembatalan Setipikat melalui Kantor Pertanahan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis lakukan adalah :

1. Secara teoris, penelitian ini bermanfaat untuk membawa para pembaca dan dapat di jadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dengan penelitian yang serupa.

2. Secara praktis, bagi para keluarga yang bermasalah atas tanah warisan mereka, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi.

(17)

7

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Landasan Teori

a. Teori Perlindungan hukum

Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkandiskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan hukum ada dua macam, yaitu :

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati – hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

(18)

8

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah betumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep – konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip Negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari Negara hukum.6

b. Teori Perlindungan Hukum

Pelindungan hukum disini tentu saja perlidungan hukum terhadap masyarakat, teori ini merupakan teori penting dalam fokus kajiannya terutama sasarannya pada masyarakat yang berada pada posisi lemah

Pada dasarnya, teori perlindungan hukum merupakan teori yang berkaitan pemberian kepada masyarakat. Roscou Pound mengemukakan hukum merupakan alat rekayasa soial (social engineering). Kepentingan manusia,

6 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum…, hal. 30

(19)

9

adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum.

Roscoe Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi tiga macam : 1) Kepentingan umum (public interest) yang meliputi kepentingan dari Negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan substansinya, dan kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat, 2) kepentingan masyarakat (social interest) yang meliputi kepentingan bagi keselamatan umum (seperti keamanan, kesehatan, kesejahteraan dan jaminan bagi transaksi-transaksi dan pendapatan), kepentingan bagi lembaga – lembaga social (seperti perkawinan, politik dalam hal ini kebebasan berbicara, dan ekonomi), kepentingan terhadap kerusakan moral (seperti korupsi, perjudian, pengumpatan terhadap Tuhan, tidak sahnya transaksi – transaksi yang bertentangan dengan moral yang baik, peraturan yang membatasi tindakan – tindakan anggota trust), kepentingan masyarakat dalam pemeliharaan sumber social (seperti menolak perlindungan hukum bagi penyalahgunaan hak/ abuse of power), kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum (seperti perlindungan pada hak milik, perdagangan bebas dan monopoli, kemerdekaan industri dan penemuan baru), dan kepentingan masyarakat dalam kehidupan individual (seperti kehidupan yang layak, kemerdekaan berbicara, memilih jabatan). 3) Kepentingan individual (privat interest) meliputi kepentingan kepribadian/ interest personality (meliputi perlindungan terhadap integritas (keutuhan) fisik, kemerdekaan kehendak, reputasi (nama baik), terjaminnya rahasia – rahasia pribadi, kemerdekaan untuk

(20)

10

menjalankan agama yang dianutnya, kemerdekaan mengemukakan pendapat), kepentingan dalam hubungan rumah tangga/ interest in domestic (meliputi perlindungan bagi perkawinan, tuntutan bagi pemeliharaan keluarga, dan hubungan hukum antara orang tua dan anak – anaknya), dan kepentingan substansi/ interest of substance (meliputi perlindungan terhadap harta, kemerdekaan dalam penyusunan testamen, kemerdekaan industry dan kontrak, dan pengharapan legal dalam keuntungan – keuntungan yang diperoleh).

Dapat ditarik int bahwa perlindungan hukum merupakan upaya menempatkan hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia.

Menelaah kepentingan manusia yang dilindungi hukum sebagai pendapat Roscoe Pound di atas, terlihat bahwa menyangkut perlindungan hak milik dikategorikan ke dalam perlindungsn kepentingan masyarakat (social interest).

Bentuk perlindungan hukum menurut Philipus Hadjon bahwa secara teoretis dapat dilihat dalam dua bentuk yakni perlindungan yang bersifat preventif, dan perlindungan yang bersifat refresif. Pelindungan yang bersifat preventif merupakan perlindungan yang bersifat pencegahan. Perlindungan ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapatkan bentuk yang defenitif. Adapun tujuannya yang hendak dituju dengan perlindungan ini adalah pada penyelesaian sengketa .Tindakan hati – hati dari pemerintah sangat dianjurkan dalam menangani masalah – masalah merupakan wujud dari perlindungan hukum preventif ini.

(21)

11

Sedangkan perlindungan hukum yang bersifat refresif memegang fungsi penyelesaian sebelum terjadinya keputusan pemerintah. Untuk penanganan masalah hukum bagi rakyat khususnya di Indonesia terdapat dua saluran perlindungan hukum yakni pengadilan dalam lingkup peradilan umum, dan kedua instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi.

Berkait dengan masalah perlindungan hukum atas EBT, perlindungan hukum internasional menjadi penting sifatnya. Antonio Fortin mengemukakan perlindungan internasional berarti suatu perlindungan secara langsung kepada individu yang dilakukan oleh badan – badan yang ada dalam masyarakat internasional. Perlindungan semacam itu dapat didasarkan kepada konvensi internasional, hukum kebiasaan internasional atau prinsip – prinsip umum internasional. Dipandang dari segi tujuan dari dilakukannya tindakan perlindungan, perlindungan internasional dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yang meliputi antisipatoris atau preventif, kuratif atau mitigasi dan pemulihan atau konpensatoris.

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan penganyoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum.7

c. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum menurut Jan Michiel Otto mendefenisikan sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu :

7 Makkawaru, Zulkifli. 2019. Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Tradisional. Farha Pustaka, Sukabumi. Hal. 65 – 67.

(22)

12

1) Tersedia aturan -aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh, diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) nagara.

2) Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

3) Warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturan- aturan tersebut.

4) Hakim - hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpikir menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum.

5) Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.8

Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.9 d. Teori Kepastian Hukum

1. Kepastian Hukum

Konstitusi Negara Republik Indonesia , Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen kedua Pasal 28 D ayat 1 menegaskan :

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

8 Soeroso, 2011. Pengantar Ilmu Hukum, Pt. Sinar Grafika, Jakarta.

9 Asikin zainal, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta

(23)

13

hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3 ayat (2) menegaskan:

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

Arti penting kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Pengertian kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo berkaitan erat dengan kiprah manusia dibidang hukum yang termasuk olah seni hukum juga adalah mengatur manusia dan masyarakat dengan membentuk undang-undang. Masyarakat menginginkan agar tatanan masyarakat itu tertib supaya kepentingan manusia itu terlindungi. Masyarakat membutuhkan tatanan yang teratur dan membutuhkan stabilitas, karena stabilitas menjamin ketertiban dalam masyarakat dan menjamin kepastian hukum.

Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Jika terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum, dan ketat mentaati peraturan hukum, maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tak adil. Apapun yang terjadi peraturannya tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan. Undang-undang terasa kejam apabila dilaksanakan secara

(24)

14

ketat, lex dure, sed tamen scripta (undang-undang itu kejam tetapi memang demikianlah bunyinya).10

B. Pendaftaran Tanah

Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre (bahasa Belanda Kadaster) adalah suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukan kepada luas, nilai dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin “Capistratum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam arti yang tegas, Cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari uraian tersebut dan juga sebagai Continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) daripada hak atas tanah.11

Pengertian pendaftaran tanah baru dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu serangkain kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, bersinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti

10 Sudikno Mertokusumo (2011 :25)

11 Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif , Jakarta: Kencana, 2011 , hlm.

286.

(25)

15

haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Definisi pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 merupakan pengyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang hanya meliputi : pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberiaan tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.

Dari pengertian pendaftaran tanah tersebut dapat diuraikan unsur- unsurnya, yaitu :

a. Adanya serangkaian kegiatan.

Kata-kata “serangkaian kegiatan” menunjuk kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat.

Kegiatan pendaftaran tanah terdiri atas kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, bentuk kegiataanya adalah pengumpulan dan pengolahan data fisik; pembuktian hak dan pembukuannya; penerbitan sertipikat; penyajian data fisik dan data yuridis; dan penyimpanan daftar umum dan dokumen, dan kegiatannya adalah pendaftaran peralihan dan pembebanan hak; dan pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

Kegiatan pendaftaran tanah menghasilkan dua macam data, yaitu data fisik

(26)

16

dan yuridis. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

b. Dilakukan oleh pemerintah.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.

c. Secara terus-menerus, berkesinambungan.

Kata-kata "terus-menerus, berkesinambungan” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan yang terjadi kemudian hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali menghasilkan tanda bukti hak berupa sertipikat. Dalam kegiatan pendaftaran tanah dapat terjadi peralihan hak, pembebanan hak, perpanjangan jangka waktu hak atas tanah;

pemecahan, pemisahan dan pengabungan bidang tanah; pembagian hak bersama; hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun;

peralihan dan hapusnya hak tanggungan; perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan; dan perubahan nama

(27)

17

pemegang hak harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.

d. Secara teratur.

Kata “teratur" menunjukkan bahwa semua kegiatan harus belandaskan peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiannya tidak selalu sama dalam hukum negara-negara yang melaksanakan pendaftaran tanah.

e. Bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun.

Kegiatan pendaftaran tanah dilakukan terhadap Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Tanggungan, dan Tanah Negara.

f. Pemberian surat tanda bukti hak.

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak berupa sertipikat atas bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.

Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing- masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

g. Hak-hak tertentu yang membebaninya.

Dalam pendaftaran tanah dapat terjadi objek pendaftaran tanah dibebani dengan hak yang lain, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

(28)

18

Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, atau Hak Milik atas tanah dibebani dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.12

C. Tujuan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dikenal dengan sebutan rechts cadaster/legal cadaster. Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subyek hak, dan kepastian obyek hak. Pendaftaran ini menghasilkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.

Kebalikan dari pendaftaran tanah yang rechts cadaster, adalah fiscal cadaster, yaitu pendaftaran tanah yang bertujuan untuk menetapkan siapa yang wajib membayar pajak atas tanah. Pendaftaran tanah ini menghasilkan surat tanda bukti pembayaran pajak atas tanah, yang sekarang dikenal dengan sebutan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPTPBB).13

UUPA mengatur pendaftaran tanah yang bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Pendaftaran tanah ini menjadi kewajiban bagi Pemerintah maupun pemegang hak atas tanah. Ketentuan tentang kewajiban bagi Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal 19 UUPA, yaitu:

12Ibid., hlm. 287-290.

13 Urip Santoso, Op.Cit., hlm. 278

(29)

19

a. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah, diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi : 1. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah ;

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan 3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

c. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

d. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksub dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

UUPA juga mengatur kewajiban bagi pemegang Hak Milik, pemegang Hak Guna Usaha, dan pemegang Hak Guna Bangunan untuk mendaftarkan hak atas tanahnya. Kewajiban bagi pemegang hak milik atas tanah untuk mendaftarkan tanahnya diatur dalam Pasal 23 UUPA, yaitu :

a) Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

(30)

20

b) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.14

Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Usaha untuk mendaftarkan tanahnya diatur dalam Pasal 32 UUPA, yaitu:

1) Hak Guna Usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan- ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya Hak Guna Usaha, kecuali dalam hal hak hapus karena jangka waktunya berakhir.15

Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Bangunan untuk mendaftarkan tanahnya diatur dalam Pasal 38 UUPA, yaitu :

(a) Hak Guna Bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

(b) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.16

14 Ibid., hlm. 279

15 Ibid., hlm. 279

16Ibid., hlm. 280.

(31)

21

UUPA juga mengatur pendaftaran Hak Pakai atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41 UUPA, yaitu :

“Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini”.17

Tujuan pendaftaran tanah menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bertujuan :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat tanda buktinya. Inilah merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang penyelenggaraanya diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. Maka memperoleh sertipikat, bukan sekadar fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin undang- undang.

2. Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah meliputi : a. Kepastian status hak yang didaftar.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti

17bid., hlm. 280.

(32)

22

status hak yang didaftar, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Tanggungan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau Tanah Wakaf.

b. Kepastian subyek hak.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya, apakah perseorangan (Warga Negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia), sekelompok orang secara bersama-sama, atau badan hukum (badan hukum privat atau badan hukum publik).

c. Kepastian obyek hak.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan diketahui dengan pasti letak tanah, batas tanah, dan ukuran (luas) tanah. Letak tanah berada di jalan, kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi mana. Batas- batas tanah meliputi sebelah utara, selatan, timur, dan barat berbatasan dengan tanah siapa atau tanah apa. Ukuran (luas) tanah dalam bentuk meter persegi.

Untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam pendaftaran tanah, kepada pemegang yang bersangkutan diberikan sertipikat sebagai tanda bukti hak.

Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, Hak Pengelolaan, tanah wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan, yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang

(33)

23

bersangkutan. Sedangkan buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.

Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

3. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk penyajian data tersebut diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/

Kotamadya tata usaha pendaftaran tanah dalam apa yang dikenal sebagai daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.

Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang- bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian, yang diambil datanya dari peta pendaftaran.Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang

(34)

24

memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan suatu hak atas tanah, atau Hak Pengelolaan dan mengenai pemilikan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu.

Data yang tercantum dalam daftar nama tidak terbuka untuk umum.

Hanya diperuntukkan bagi instansi Pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Daftar nama sebenarnya tidak memuat keterangan mengenai orang perseorangan atau badan hukum dalam hubungannya dengan tanah yang dimilikinya. Karena ada kemungkinan disalahgunakan, maka data yang dimuat di dalamnya tidak terbuka untuk umum.

Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan/atau data fisiknya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.

4. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar yang ditentukan dalam Pasal 4 ayat (3) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Untuk mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan dilakukan dengan menyelenggarakan pendaftaran tanah yang bersifat rechts cadaster.

(35)

25

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

Untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib daftar.18

Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan pendaftaran tanah, yaitu :

a. Manfaat bagi pemegang hak.

1. Memberikan rasa aman.

2. Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridisnya.

3. Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak.

4. Harga tanah menjadi lebih tinggi.

5. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.

6. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah keliru.

b. Manfaat bagi pemerintah.

1) Akan terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah satu program Catur Tertib Pertanahan.

2) Dapat memperlancar kegiatan Pemerintahan yang berkaitan dengan tanah dalam pembangunan.

3) Dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan, misalnya sengketa batas- batas tanah, pendudukan tanah secara liar.19

18 Budi Harsono, Op Cit., hlm. 472

19 Urip Santoso, Op.cit., hlm. 295

(36)

26

c. Manfaat bagi calon pembeli atau kreditur

Bagi calon pembeli atau calon kreditur dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang jelas mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang akan menjadi obyek perbuatan hukum mengenai tanah.

D. Obyek Pendaftaran Tanah

Dalam kegiatan pendaftaran tanah tidak semua bidang-bidang tanah menjadi obyek pendaftaran tanah, hanya obyek tertentu yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Pengaturan terhadap obyek pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut :

1. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai ;

2. tanah hak pengelolaan;

3. tanah wakaf ;

4. hak milik atas satuan rumah susun ; 5. hak tanggungan ;

6. tanah Negara.

Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.”

Ketentuan Pasal 9 tersebut, dapat diketahui macam-macam obyek pendaftaran tanah, meliputi tanah dengan status Hak Milik, Hak Guna

(37)

27

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, tanah hak tanggungan dan tanah negara. Sedangkan Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak ditertibkan sertipikat.

E. Hak Penguasaan Atas Tanah

1. Pengertian Penguasaan Atas tanah

Menurut Pasal 1 UUPA, ruang lingkup bumi adalah permukaan bumi, dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksud bukan dalam pengaturan di segala aspek, tetapi hanya mengatur salah satunya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.

Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Ada penguasaan beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.20

Penguasaan secara yuridis, biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dikuasai oleh pihak lain. Sebagai contoh, seseorang yang

20 Urip Santoso 2005: 73

(38)

28

memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain.Dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik.

Sebagai contoh, kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan) akan tetapi secara fisik penguasaannya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 45 dan Pasal 2 UUPA.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, Pasal 1 sub 2 mendefinisikan penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang perorangan, kelompok masyarakat atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolok ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.

(39)

29

2. Pengaturan Hak Penguasaan atas Tanah.

Menurut Urip Santoso (2005:74), pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah dibagi menjadi dua, yaitu:

A. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum.

Hak penguasaan tanah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya.

Ketentuan-ketentuan dalam penguasaan atas tanah adalah sebagai berikut : a) Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan;

b) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib, dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya;

c) Mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya, dan syarat-syarat bagi penguasaannya;

d) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.

B. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret.

Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya.

Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah, adalah sebagai berikut :

a. Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yang konkret, dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu;

(40)

30

b. Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak lain;

c. Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain;

d. Mengatur hal-hal mengenai hapusnya;

e. Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya;

3. Eksistensi Hak Atas Tanah

Tanah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia yang bersifat vital dan fundamental dalam hidup dan kehidupannya, dalam arti kehidupannya, dalam arti kehidupan manusi sangat ditentukannya oleh keberadaan (eksistensi) sumber daya alam tanah, karena manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari tanah, air, ruang di atas tanah, tanah dalam tubuh bumi dan tanah yang ada dalam air. Sumber daya alam (SDA) dimaksud merupakan kebutuhan primer bagi ummat manusia yang harus terpenuhi dalam hidup dan kehidupannya sehari – hari. Oleh karena itu kemudia dikenallah konsep manusia, tanah dan air yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya.

Berdasarkan ketiga konsep tersebut di atas, muncullah kemudia istilah

“tanah air” yang dikaitkan dengan kehidupan komunal manusia sebagai suatu bangsa.

Mengenai eratnya hubungan antara manusia dengan tanah, oleh Ter Haar (1960 : 1 – 2) membagi dua hubungan manusia dengan tanah, yaitu pertama, hubungan masyarakat manusia dengan tanah baik keluar maupun kedalam; dan kedua, hubungan perseorangan dengan tanah. Berdasarkan hubungan tanah berlaku ke luar, maka masyarakat sebagai satu satuan

(41)

31

berkuasa yang diluar bukan anggota masyarakat persekutuan untuk berbuat seperti hal tersebut. Dan sebagai anggota kesatuan persekutuan bertanggungjawab terhadap orang – orang di luar masyarakat persekutuan, atas perbuatan pelanggaran di bumi masyarakat tersebut.

Hak atas tanah yang demikian disebut Hak Ulayat atau Hak Pertuanan, dan Hak Limpo, yang oleh Van Vollenhoven disebu

“Beschillingsrecht”.

Di sisi lain jika anggota masyarakat persekutuan, menaruh hubungan perseorangan atas tanah berdasarkan hak tanah perorangam ikut mendukung yang dikuasai, digunakan dan dimanfaatkan secara terus menerus, maka pasa gilirannya hak atas tanah tersebut menjadi, Hak Yasan (“hak milik”). Hal demikian menandakan hak atas tanah persekutuan (Hak Komunal), dapat menjadi hak milik perseorangan dan/atau hak milik kolektif serta badan hukum tertentu.

Bahkan di banyak tempat, tanah menjadi hal sesuatu yang dikeramatkan, sehingga menurut hukum adat, manusia dengan tanahnya selain mempunyai hubungan hukum, juga mempunyai hubungan yang bersifat kosmis-magis-relegius yang tidak hanya antara individu berangkutan, tetapi juga antara kelompok masyarakat suatu persekutuan hukum adat (rechtsgemeentschap) di dalam hubungan hak ulayat.

Dalam penjelasan Pasal 1 ayat (3) UUPA, pengertian tanah adalah permukaan bumi, berarti hak atas tanah adalah hak yang dapat dibebankan di atas permukaan bumi, dan tanah di bawah air. Dalam hubungan manusia

(42)

32

atau badan hukum dengan tanah memunculkan hak privat bagi manusia dan badan hukum itu sendiri, dan tercangkup dalam lingkup hukum keperdataan.

Begitu pula dalam Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan hak atas tanah bersifat hukum publik. Hak atas tanah yang tergolong Hak publik adalah hak atas tanah yang dikuasai oleh Negara, hal ini masuk dalam lingkup hukum publik (Pasal 33 (3) UUD 1945 Jo Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UUPA sebagai berikut :

(1) Hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;

b. Menetukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang – orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menetukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang – orang dan perbuatan – perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

Dalam Pasal 2 ayat (3) ditegaskan bahwa : Wewanang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) digunakan untuk mencapai sebesar – besarnya kemakmuran dalam masyarakat ddan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan Makmur.

(43)

33

Dalam hubungan Negara dengan tanah melahirkan kewenganan Negara yang bersifat publik untuk mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), mengendalikan (toezichthouden), hak – hak privat bagi manusia dan badan hukum, dan kajiannya tercakup dalam lingkungan hukum publik. Maka Negara dalam hal ini tidak sebagai “eigenaar” yang bersifat Publiekrechtelij (Aslan Noor, 2006 : 9).

Dengan Demikian eksistensi tanah dalam suatu Negara yang dikuasai oleh seseorang, kelompok orang atau badan hukum dapt diberikan dengan hak penguasaannya terhadap tanah hak atas tanah yang dapat dipunyainya, berdasarkan peraturan perundang-undngan pertanahan nasional yang berlaku, seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak pengelolaan dan hak – hak atas tanah lainnya. Hak penguasaan tanah oleh penduduk Indonesia, pemerintah Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur keberadaan, penguasaan, kepemilikan, peruntukan, peggunaan dan pemanfaatan tanah serta memelihara kesuburannya dan menghindari kerusakannya.

Tanah merupakan bagian dari pengertian agrarian dalam arti sempit, sebab agrarian dalam arti luas meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang disebut juga sebagai sumber daya ala (SDA). Agraria pada prinsipnya adalah adalah segala urusan yang berkaitan dengan tanah, serta semua yang ada di atasnya dan di dalamnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Subekti dan Tjitrosoedibio (1983:12) bahwa agrarian adalah urusan tanah dan segala

(44)

34

apa yang ada di dalam dan diatasnya”.

Dalam UUPA tidak memberikan pengertian tentang agrarian, tetapi hanya memberikan ruang lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsiderans, pasal-pasal dan penjelasnnya. Ruang lingkup agrarian meliputi bumi, air, ruang nagkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

4. Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah

Hukum kepemilikan hak atas tanah dalam hukum tanah nasional diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan – undangan lainnya.

Mengenai Hak milik yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 20 sehingga 27 UUPA. Kemudian dalam Pasal 50 ayat (1) bahwa, ketentuan – ketentuan mengenai hak milik akan diatur dengan undang – undang; ketentuan undang – undang yang dimaksud diperintahkan dalam Hukum pertanahan nasional ini (UUPA) sampai saat ini belum terbentuk.

Oleh karenanya diberlakukanlah Pasal 56 UUPA bahwa, selama undang – undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan – ketentuan hukum adat setempat dan peraturan – peraturan lainnya mengenai hak – hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan – ketentuan dalam undang – undang Nomor 5 tahun 1960

(45)

35

tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (UUPA).

Hak Milik (HM) yang dimaksud menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah “Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”, semua hak – hak atas tanah mempunyai fungsi social”. Dalam pada itu muatan yang terkandung dalam substansi Pasal 20 UUPA mengandung makna, bahwa

“Turun temurun” artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus menerus selama pemiliknya masih hidup, dan bila pemilik haknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hukum hak milik; “Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus.

“Terpenuh” artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya;

dan menjadi induk/benih dari semua hak atas tanah lainnya, dan tidak berinduk pada hak atas tanah lain, dan penggunaan tanah hak milik lebih luas bila dibandingkan dengan hak – hak atas tanah lainnya.

5. Kepemilikan Hak Atas Tanah Menurut Hukum Barat.

Dalam masa penjajahan Hindia Belanda (Indonesia) peraturan hukum Perdata dan Pidana yang diberlakukan, adalah sangat dipengaruhi oleh hukum Pertugal, Inggris dan Belanda. Namun yang paling tepat kuat pengaruhnya di Indonesia adalah hukum Belanda.

(46)

36

Sebagaimana telah diketahui, bahwa pada zman penjajahan Belanda tersebut, telah duberlakukan peraturan hukum pertanahan yang bersumber dari hukum barat. Karena sifat dan sumber asal hukum barat itu, adalah bersifat individualistis liberalisme, maka hukum yang berlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) adalah hukum yang berasal dari masyarakat Eropa, khususnya dari Negara Perancis yang kapitalistik yang terutama tercermin di dalam Code Civil Perancis. Karena Negara Belanda (Nederland) pernah dijajah oleh Perancis, maka akibat dari penjajahan penjajahan Perancis di negeri Belanda tersebt, menyebabkan Code Cipil juga memperoleh pengaruh di Negeri Belanda (Nederland), yang diberlakukan pada tahun 1811 hingga 1 Oktober 1838 (Voolmar, 1983 : 21 – 22).

Dalam Peraturan hukum itulah, ditegaskan bahwa hak milik itu memberikan kemampuan yang seluas – luasnya untuk menikmati benda yang merupakan yang seluas – luasnya untuk menikmati benda yang merupakan hak miliknya. Disamping itu memberikan pula penguasaan yang semutlak –mutlaknya atas benda yang dimiliknya.

Setelah Inggris datang ke Indonesia, kemudian mencoba mencari pembenaran (justification) secara ilmiah, mengenai hubungan kekuasaan mereka dengan tanah di Indonesia, dengan menggunakan suatu teori yang disebut Teori Domein.Teori Domein ini untuk pertama kalinya diterapkan oleh Thomas Stanford Raffles (Harsono, 2003:49), yang dikenal dengan nama “Teori Domein Raffles” yaitu suatu teori yang berlaku di Kerajaan

(47)

37

Inggris pada saat itu, yang ada kesamaannya dengan yang diterapkan di kerjaan – kerajaan di Jawa dan Madura, serta kerajaan – kerjaan di luar Jawa.

Tujuan Raffles dengan “teori domein-domeinnya yaitu ingin menerapkan system penarikan pajak bumi seperti apa yang dipergunakan oleh Inggris di India. Di India pemerintah colonial Inggris menarik pajak bumi melalui system pengelolaan agrarian yang sebenarnya merupakan warisan dari system pemerintah Kekasisaran “Mughul” atau Monggol (1525 – 1707).

Dari abad pertengahan yang feodalistik semua tanah adalah milik raja, hak milik perseorangan hanya diberikan dengan izin raja. Secara berkala mereka yang mendapatkan tanah dari raja, mempunyai kewajiban membayar upeti atau menyiapkan jasa – jasa lain yang diperlukan oelh raja. Penggunaan teori Domein ini, akhirnya dapat pula digunakan sebagai dasar pembenaran (justification) sistem penarikan pajak, sebagaimana pemerintahan Inggris telah menerapkannya di India (Harsono, 1994 : 44)

Pada masa penjajahan Inggris di Indonesia, menghadapi situasi yang berbeda dengan negara India, sebagai seorang Gubernur Jenderal yang berbakat politiknya memperoleh pembenaran (justification) baik secara hukum maupun secara ilmiah. Maka pada tahun 1811 akhirnya pemerintah Inggris yang dipimpin oleh Raffles dibentuklah suatu panitia penyelidikan yang diketuai oleh Colin Mackenzie (Komisi Mackenzie) dengan tugas

“melakukan penyelidikan statistic mengenai keadaan agrarian” atau

(48)

38

pemilikan tanah di daerah – daerah Swapraja di Jawa. Berdasarkan hasil penyelidikan inilah, dilaporkan bahwa “semua tanah yang dikuasai oleh rakyat adalah milik para raja atau pemerintah”, sedangkan rakyat hanya sekedar memakai dan menggarapnya.

Berdasarkan laporan hasil penyelidikan “Komisi Mackenzie” tersebut, disimpulkan oleh Farrles bahwa tanah – tanah di daerah kekuasaannya semula adalah milik para raja atau pemerintah Kerajaan. Karena kekuasaan telah berpindah kepada pemerintah Kerajaan Inggris, maka sebagai akibat hukumnya hak pemilikanatas tanah – tanah tersebut, dengan sendirinya beralih pula kepada Raja Inggris, karena kekuasaan pemerintahan Negara di Indonesia pada saat itu berada ditangan Kekuasaan Kerajaan Inggris.

Demikian pula semua tanah – tanah tersebut, yang dikuasai dan digunakan oleh rakyat, bukan miliknya melainkan Raja Inggris. Oleh karena itu, rakyat wajib memberikan sesuatu kepada raja Inggris sebagaimana sebelumnya mereka memberikan kepada raja mereka sendiri (Harsono, 1994 : 43 – 44) . Dengan pegangan inilah. Maka dibuatlah oleh Raffles Belanda “landrente”, yaitu setiap diwajibkan membayar pajak sebesar 2/5 (dua perlima) dari hasil tanah garapannya. Teori Raffles ternyata mempengaruhi kebujakan agrarian selana sebagian besar abad ke – 19 (Adhie dan Hasan Basri Nata Menggala, 2002 : 166)

Dalam penerapan “Teori Domein Raffles” inilah kemudian oleh pemerintah Belanda diteruskan penggunaannya di Hindia Belanda (Indonesia) terutama untuk membenarkan Negara memberikan tanah

Referensi

Dokumen terkait

Ekspansi organik yang dilakukan TPIA kami yakini berpotensi mendorong pertumbuhan kinerja BRPT kedepannya dimana TPIA menganggarkan belanja modal sebesar US$ 1 miliar dalam

Bertujuan untuk memperbaiki struktur mikro yang terjadi dengan cara pemanasan Bertujuan untuk memperbaiki struktur mikro yang terjadi dengan cara pemanasan kembali

Apabila lembaga pendidikan Islam berfokus pada konsep mutu yang akan memberikan kepuasan pada pelanggan maka Total Quality Management (TQM) dapat menjadi salah

Simpulan yang dapat dipaparkan dalam penelitian ini yaiyu; Dengan baiknya penguasaan siswa tentang struktur kalimat, maka sedikit banyaknya akan mampu meningkatkan kemampuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ekstrak bengkuang dan susu memberikan pengaruh terhadap nilai sensoris ( semakin besar proporsi ekstrak bengkuang pada jelly

Manajemen kepala sekola dalam melaksanakan supervisi akademik di SMA Negheri 5 Lubuklinggau, Tindak lanjut supervisi akademik yang di mamksut di sini adalah untuk menindak

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammadiyah (2012) yang menyatakan bahwa beralihnya profesi petani dari petani tembakau ke petani kakao