i
ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN KECAMATAN WASILE TIMUR DALAM PENGEMBANGAN SEBAGAI
KAWASAN AGROPOLITAN
SKRIPSI
Oleh ISMAIL ESA NIM. 45 08 042 014
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2018
ii
ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN KECAMATAN WASILE TIMUR DALAM PENGEMBANGAN SEBAGAI
KAWASAN AGROPOLITAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)
Oleh ISMAIL ESA NIM. 45 08 042 014
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2018
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawa ini : Mahasiswa : Ismail Esa Stambuk : 45 08 042 014
Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Kota
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa, skripsi yang saya tulis ini adalah hasil karya saya sendiri, bukan penggandaan tulisan atau hasil pikiran orang lain. Bila dikemudian hari terjadi atau ditemukan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, saya bersedia menerimah sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, ………. 2018 Penulis
Ismail Esa
vi ABSTRAK
Ismail Esa, 2018. “Analisis Potensi Sektor Pertanian Kecamatan Wasile Timur Dalam Pengembangan Sebagai Kawasan Agropolitan”. Dibimbing oleh Bapak Ir.
Rudi Latief, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Ir. Jufriadi, ST,. MSP sebagai Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pertanian di Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur, untuk dapat dikembangkan sebagai kawasan agropolitan. Dalam penelitian ini difokuskan pada potensi sumber daya alam pada sektor pertanian, potensi pertanian berupa tanaman pangan, hortikultura, buah-buahan, sayur-sayuran, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif-kualitatif. Untuk menghitung potensi pertanian ; tanaman pangan, holtikultura, buah-buahan, perkebunan, peternakan dan perikanan digunakan analisis Location Question (LQ) untuk mengetahui sejauh mana potensi holtikultura dikecamatan wasile timur serta Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan Kecamatan Wasile Timur sebagai kawasan agropolitan.
Dari hasil analisis dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa sub sektor pertanian yang memiliki nilai unggul LQ > 1 adalah Tanaman Hortikultura (Sayur-sayuran), Tanaman Pangan, Tanaman Buah-Buahan, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Dari hasil analisis ini maka, Kecamatan Wasile Timur memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai Kawasan Agropolitan. Sedangkan untuk strategi pengembangan Wasile Timur sebagai Kawasan Agropolitan maka dirumuskan menggunakan Analisis SWOT dan didapatkan bahwa strategi pengembangan kawasan Agropolitan Wasile Timur berada pada kuadran I dengan formulasi antara kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) sehingga dapat dikembangkan sebagai kawasan agropolitan.
Kata kunci : Potensi Pertanian, Agropolitan.
vii ABSTRACT
Ismail Esa, 2018. "Analysis of the Potential of the Agricultural Sector in East Wasile District in Development as an Agropolitan Area". Supervised by Mr. Ir.
Rudi Latief, M.Sc as Advisor I and Mr. Ir. Jufriadi, ST ,. MSP as Advisor II.
This study aims to determine the agricultural potential in East Wasile District, East Halmahera Regency, to be developed as an agropolitan area. In this study focused on the potential of natural resources in the agricultural sector, agricultural potential in the form of food crops, horticulture, fruits, vegetables, plantations, livestock and fisheries.
This research uses quantitative-qualitative methods. To calculate agricultural potential; Food crops, horticulture, fruits, plantations, livestock and fisheries were used Location Question (LQ) analysis to determine the extent to which the horticultural potential of the East Wasile District and SWOT Analysis were used to formulate a strategy for developing East Wasile District as an agropolitan area.
From the results of the analysis in this study, it was concluded that the agricultural sub-sector that has superior LQ> 1 is Horticulture (Vegetables), Food Crops, Fruit Plants, Plantation, Animal Husbandry and Fisheries. From the results of this analysis, East Wasile District has the potential to be developed as an Agropolitan Area. As for the strategy of developing East Wasile as an Agropolitan Area, it was formulated using a SWOT Analysis and it was found that the strategy of developing the East Wasile Agropolitan area was in quadrant I with the formulation between strengths and opportunities so that it could be developed as an agropolitan area.
Keywords : Agricultural Potential, Agropolitan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Potensi Sektor Pertanian Kecamatan Wasile Timur Dalam Pengembangan Sebagai Kawasan Agropolitan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik itu berupa motivasi, nasehat, tenaga, pikiran, materi, dan saran maupun kritik yang membangun. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih
Kepada :
1. Bapak Ir. Rudi Latief, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyusun tugas akhir sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan;
2. Bapak Ir. Jufriadi, MSP selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, kritik dan pengarahan dengan penuh keikhlasan, ketulusan dan kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini;
ix 3. Ibu Dr. Hamsina, ST, MSi, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Bosowa Makassar;
4. Bapak Ir. Jufriadi, MSP selaku Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bosowa Makassar.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf di lingkungan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bosowa Makassar;
6. Ibunda dan Ayahanda, terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan atas doa, dukungan, kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan selama ini;
7. Senior-Senior Teknik PLANOLOGI Universitas Bosowa Makassar yang selalu memberikan motifasi dan semangat untuk terus belajar 8. Saudara-saudaraku angkatan 08, terima kasih untuk semua cerita
dan kenangan bersama selama ini.
Akhir kata tidak ada sesuatu yang sempurna didunia ini, penulis menyadari atas kekurangan dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan. Amin
Makassar, ……….. 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PENERIMAAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah ... 9
B. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan ... 12
C. Pembangunan Pertanian Perdesaan yang berkelanjutan ... 14
D. Konsep Agropolitan ... 19
E. Pengertian Agropolitan ... 21
F. Batas Kawasan Agropolitan ... 22
G. Kerangka Pikir ... 26
BAB III. METODE PENELITIAN ... 27
A. Lokasi Penelitian
...
27B. Waktu Penelitian ... 27
xi
C. Populasi dan sampel ... 27
D. Jenis dan sumber data ... 28
E. Teknik Pengumpulan Data ... 30
F. Variabel Penelitian ... 31
G. Metode Analisis ... 32
H. Defenisi Operasional ... 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
A. Tinjauan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Halmahera Timur .. 37
1. Rencana Struktur Ruang ... 37
2. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang ... 37
3. Pembagian Wilayah Pengembangan ... 38
B. Gambaran umum Kecamatan Wasile Timur ... 40
1. Kondisi Aspek Fisik Dasar... 40
2. Sosial dan Kependudukan ... 50
3. Kondisi aspek sarana wilayah ... 54
4. Kondisi Aspek Prasarana Wilayah ... 62
C. Lingkup berdasarkan karakteristik Wilayah ... 66
D. Lingkup berdasarkan Karakteristik kawasan ... 67
E. Kedudukan Kecamatan Wasile Timur dalam konstalasi regionla ... 68
F. Hubungan Kecamatan Wasile Timur dengan wilayah sekitar ... 70
G. Potensi tanaman pangan dan hilikultura, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Kecamatan Wasile Timur ... 70
H. Analisis Potensi Sektor Pertanian Kecamatan Wasile Timur ... 88
I. Analisis SWOT Pengembangan Kawasan Agropolitan Kecamatan Wasile Timur ... 115
1. Faktor internal ... 115
2. Faktor eksternal ... 117
J. Strategi pengembangan Agropolitan Kecamatan Wasile Timur ... 126
K. Membenahi sarana dan prasarana dasar wilayah ... 127
xii BAB V. PENUTUP ... 130
A. Kesimpulan ... 130 B. Saran
...
130 DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Pembagian wilayah pembangunan Kabupaten Halmahera Timur ... 39 Tabel 4.2. Nama-nama Desa Kecamatan Wasile Timur Tahun 2013 ... 42 Tabel 4.3. Luas Wilayah Kecamatan Wasile Timur Tahun 2013 ... 42 Tabel 4.4. Luas dan Persentase Kemiringan Lereng Wilayah Wasile
Timur Tahun 2015 ... 44 Tabel 4.5. Banyak curah hujan dan hari hujan Kecamatan Wasile Timur
tahun 2014 ... 49 Tabel 4.6. Penggunaan lahan Kecamatan Wasile Timur 2015 ... 50 Tabel 4.7. Jumlah Penduduk Kecamatan Wasile Timur berdasarkan
jenis kelamin 2015 ... 51 Tabel 4.8. Jumlah Penduduk Kecamatan Wasile Timur Menurut Agama
2015 ... 52 Tabel 4.9. Jumlah Tenaga Kerja Kecamatan Wasile Timur Tahun 2015 . 53 Tabel 4.10. Jumlah Penduduk Kecamatan Wasile Timur menurut Tingkat
Pendidikan tahun 2015 ... 54 Tabel 4.11. Jumlah Sarana Pendidikan Kecamatan Wasile Timur Tahun
2014 ... 55 Tabel 4.12. Jumlah Sarana Kesehatan Kecamatan Wasile Timur Tahun
2014 ... 56 Tabel 4.13. Jumlah sarana peribadatan Kecamatan Wasile Timur Tahun
2014 ... 57 Tabel 4.14. Jumlah Sarana Perdagangan Kecamatan WasileTimur
Tahun 2014 ... 58 Tabel 4.15. Jumlah Kegiatan Usaha Industri Kecamatan Wasile Timur
Tahun 2014 ... 59 Tabel 4.16. Unit Koperasi Kecamatan Wasile Timur Tahun 2014 ... 61
xiv Tabel 4.17. Jumlah Usaha Kecil Menegah Kecamatan Wasile Timur
Tahun 2015 ... 62 Tabel 4.18. Jenis dan Kondisi Jalan Kecamatan Wasile Timur Tahun
2014 ... 63 Tabel 4.19. Jarak menuju ibu kota Kabupaten menurut kecamatan Tahun
2014 ... 69 Tabel 4.20. Luas Dan produksi pertanian tanaman pangan dan Hortikultura
Kecamatan Wasile Timur Tahun 2015 ... 71 Tabel 4.21. Luas Areal Padi Sawah dan Ladang Kecamatan Wasile
Timur Tahun 2015 ... 73 Tabel 4.22. Jenis Komuditi Pertanian Palawija Kecamatan Wasile Timur
Tahun 2015 ... 74 Tabel 4.23. Komuditi Pertanian Hortikultura (Sayur-sayuran) Kecamatan
Wasile Timur Tahun 2015 ... 75 Tabel 4.24. Komuditi Hortikultura (Buah-Buahan) Kecamatan Wasile
Timur Tahun 2015 ... 77 Tabel 4.25. Jumlah kelompok tani Kecamatan Wasile Timur Tahun 2015 78 Tabel 4.26. Jenis jumlah Populasi Ternak KecamatanWasile Timur
Tahun 2015 ... 79 Tabel 4.27. Jumlah Kelompok Peternak Kecamatan Wasile Timur Tahun
2015 ... 80 Tabel 4.28. Produksi Komuditi Perkebunan Kecamatan Wasile Timur
Tahun 2015 ... 82 Tabel 4.29. Kelompok Tani Perkebunan Kecamatan Wasile Timur Tahun
2015 ... 83 Tabel 4.30. Luas Lahan Hutan (Ha) Menurut Jenis KecamatanWasile
Timur 2015 ... 83 Tabel 4.31. Jumlah Produksi Perikanan Kecamatan Wasile Timur Tahun
2015 ... 85 Tabel 4.32 Jumlah Kelompok Nelayan Kecamatan WasileTimur Tahun
2015 ... 86
xv Tabel 4.33 Jumlah Kelompok Nelayan Budidaya Air Tawar Kecamatan
Wasile Timur Tahun 2015 ... 87
Tabel 4.34. Hasil Analisis LQ Komoditi Tanaman Pangan Kecamatan Wasile Timur ... 89
Tabel 4.35. Hasil Analisis LQ Komoditi Tanaman Holtikultura (sayur- sayuran) Kecamatan Wasile Timur ... 93
Tabel 4.36. Hasil analisis LQ Komoditi Buah-buahan ) Kecamatan Wasile Timur... 99
Tabel 4.37. Hasil analisis LQ Komoditi Perkebunan Kecamatan Wasile Timur... 104
Tabel 4.38. Hasil analisis LQ Potensi Ternak Kecamatan Wasile Timur .. 107
Tabel 4.39. Hasil analisisLQ Potensi Perikanan Kecamatan Wasile Timur ... 111
Tabel 4.40. Standar Indeks Bobot kualitatif dan Kuantitatif Berdasarkan Paramater Strategis ... 119
Tabel 4.41. Analisis Faktor Strategis Internal (IFAS) ... 119
Tabel 4.42. Analisis Faktor Strategis Eksternal (EFAS) ... 121
Tabel 4.43. Pembobotan Analisis SWOT ... 123
Tabel 4.44. Matriks Analisis SWOT ... 125
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Pikir ... 26
Gambar 4.1. Peta Administrasi Wilayah Kecamatan Wasile Timur ... 43
Gambar 4.2. Peta Topografi Kecamatan Wasile Timur ... 45
Gambar 4.3. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Wasile Timur ... 46
Gambar 4.4. Sarana pendidikan ... 55
Gambar 4.5. Sarana Kesehatan ... 56
Gambar 4.6. Sarana Ibadah ... 57
Gambar 4.5. Usahan industri ... 60
Gambar 4.6. Kondisi jalan ... 64
Gambar 4.7. Fasilitas Listrik ... 65
Gambar 4.8. Jaringan irigasi... 66
Gambar 4.9. Lahan sawah ... 73
Gambar 4.10. Komoditi Palawija ... 74
Gambar 4.11. Komoditi Hortikultura ... 76
Gambar 4.12. Populasi hewan ternak ... 80
Gambar 4.13. Areal perkebunan ... 82
Gambar 4.14. Budidaya Perikanan air tawar ... 85
Gambar 4.15. Armada penangkapan ikan ... 87
Gambar 4.16. Peta Analisis Tanaman Pangan Kecamatan Wasile Timur ... 92
Gambar 4.17. Peta Hasil Analisis Potensi Pertanian Holtikultura Kecamatan Wasile Timur ... 98
Gambar 4.18. Peta Hasil Analisis Potensi Buah-Buahan Kecamatan Wasile Timur ... 103
Gambar 4.19. Peta Analisis Potensi Perkebunan Kecamatan Wasile Timur 106 Gambar 4.20. Peta analisis potensi ternak Kecamatan Wasile Timur ... 110
Gambar 4.21. Peta analisis potensi perikanan Kecamatan Wasile Timur ... 113
37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi perkotaan dan wilayah di upayakan dapat berkembang melalui pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM) dan pendayagunaan sumberdaya alam (SDA) secara terencana dan terpadu.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yang mengarahkan penataan ruang yang terpadu, berwawasan lingkungan, mengarahkan penataan ruang yang dapat membangun sumberdaya alam (SDA) kearah pembagunan ekonomi kota dan wilayah.
Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan menyebabkan terjadinya kemiskinan di perdesaan yang menjadi masalah untuk mendorong upaya-upaya pembangunan di kawasan perdesaan.
Meskipun demikian, pengembangan kawasan perdesaan sering kali dipisahkan dengan kawasan perkotaan. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses urban bias artinya pengembangan kawasan perdesaan pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan yang berakibat sebaliknya yaitu terkurasnya potensi perdesaan keperkotaan baik dari sisi sumberdaya manusia, alam, bahkan modal.
Berdasarkan kondisi tersebut, untuk menghindari kesenjangan hubungan desa dan kota di Kecamatan Wasile Timur pengembangan
38 kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi untuk mengurangi urban bias pada pengembangan wilayah kawasan agropolitan di sini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa. Kawasan agropolitan ini dicirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena terlaksananya sistem dan usaha agribisnis dipusat agropolitan yang diharapkan dapat melayani kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di Kecamatan Wasile Timur. Melalui pengembangan agropolitan diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian pada sistem kawasan agropolitan.
Kabupaten Halmahera Timur merupakan salah satu daerah di propinsi Maluku Utara penghasil tanaman pangan. Struktur ekonomi Kabupaten Halmahera Timur masih didominasi oleh sektor pertanian, hal ini menunjukkan sebagian besar penduduk di Halmahera Timur hingga sekarang ini tetap mengandalkan pertanian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Pengembangan agropolitan, pertanian memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan sektor lain. Keterkaitan yang erat terhadap sumberdaya lahan, iklim dan lingkungan menjadikan pengembangan sektor pertanian sebagai salah satu faktor utama pada pengembangan wilayah kabupaten, khususnya Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur. Pertanian merupakan suatu usaha memperoleh hasil dari tanaman dan hewan yang memerlukan
39 perwilayahan komoditas. Komuditas pertanian merupakan salah satu basis utama ekonomi di Kabupaten Halmahera Timur.
Kawasan agropolitan memiliki keterkaitan hubungan antara desa dan kota di Kecamatan Wasile Timur membahas tentang keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan lingkungan, hubungan tersebut meliputi, dampak lingkungan dari aktifitas ekonomi, kegiatan produksi, konsumsi barang dan jasa. Dampak ekonomi terhadap kerusakan alam seperti kesehatan manusia dan hewan, kerusakan terhadap lingkungan fisik (buatan manusia), bangunan, instalasi dan lainnya. Maka pada pengembangan agropolitan ini guna mewujudkan pertanian yang berwawasan lingkungan dan sistem ekonomi bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
Pertanian sebagai usaha memperoleh hasil dari tanaman dan hewan yang memerlukan perwilayahan komoditas agar perencanaan ekonomi wilayah dapat dilakukan dengan tepat. Adanya kondisi sektor pertanian yang cukup menonjol pada stuktur ekonomi Kabupaten Halmahera Timur apabila sektor pertanian dikembangkan sebagai sektor unggulan maka dapat memberikan konstribusi positif bagi pengembangan ekonomi daerah. Untuk itu diperlukan pengembangan kawasan agropolitan yang dapat menumbuhkan perkembangan ekonomi lokal dengan tetap menyadari adanya pengaruh luar pada arus globalisasi yang tidak dapat dihindari.
40 Program pengembangan kawasan agropolitan dipandang perlu untuk diterapkan khususnya di Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur yang konsentrasi pola rintisannya (pembangunan fisik, dan penataan wilayahnya) sesuai dengan penerapan konsep kawasan agropolitan yang lebih difokuskan di desa-desa yang pola rintisannya akan menimbulkan perkembangan di Kecamatan Wasile Timur. Selain itu potensi sumber daya alam pada sektor pertanian yang ada, berupa tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan wisata dengan mendukung kegiatan sistem dan usaha agribisnis pada kawasan agropolitan Kecamatan Wasile Timur yang potensial untuk dikembangkan, keunggulan komparatif tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan program pengembangan kawasan agropolitan.
Untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan diperlukan sarana dan prsarana secara terpadu agar pembangunan sarana dan prasarana di kawasan agropolitan dapat menjadi selaras antara pembangunan wilayah perkotaan dan pedesaan. Pembangunan sarana dan prasarana di kawasan agropolitan berfungsi sebagai; a. Penunjang pembangunan sistem usaha agribisnis, baik untuk menunjang pengembangan subsistem agribisnis hulu, usaha tani, pengolahan maupun pemasaran hasil, b. Mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan agropolitan, terutama pada kawasan sentra produksi pertanian berbasiskan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan. Pendekatan pembangunan sarana dan prasarana di Kawasan
41 Agropolitan dilakukan dengan pendekatan wilayah, secara berimbang, terintegrasi dan antar sektor, yang di awali dengan penyusunan Master Plan pengembangan kawasan agropolitan yang berbasis komoditi unggulan.
Uraian tersebut diatas, pada dasarnya pengembangan kawasan agropolitan merupakan wilayah kawasan yang dimanfaatkan, dipergunakan dengan sebaik-baiknya sebagaimana penjelasan diatas.
Pengembangan agropolitan merupakan tantangan yang dihadapi pada program pengembangan kawasan agropolitan dengan mengupayakan terjadinya pergeseran struktur ekonomi yang lebih berimbang antara sektor pertanian, sektor industri dan jasa dimana ketiga sektor tersebut merupakan subsistem dari sistem agribisnis, pergeseran struktur ekonomi diharapkan ikut pula menciptakan pergeseran struktur lapangan kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa, upaya tersebut perlu dilakukan dengan pertimbangan potensi pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasiskan sumberdaya lokal khususnya pada sektor pertanian yang ada cukup besar untuk mewujudkan pembangunan yang mensejahterahkan masyarakat.
Untuk itu pengembangan agropolitan penting untuk dikembankan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan yang mutlak perlu dilakukan, sehingga muncul pemahaman bersama tentang pentingnya pengembangan kawasan
42 agropolitan untuk mewujudkan pembangunan yang serarasi, selaras, dan seimbang.
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang di atas maka dapat dipaparkan rumusan masalahnya yaitu:
1. Bagaimana potensi pertanian wilayah Kecamatan Wasile Timur untuk dikembangkan sebagai kawasan agropolitan di Kabupaten Halmahera Timur ?
2. Bagaimana konsep pengembangan Kecamatan Wasile Timur sebagai kawasan agropolitan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan Kecamatan Wasile Timur dengan konsep agropolitan yaitu :
1. Untuk mengetahui potensi pertanian di Kecamatan Wasile Timur yang dapat dikembangkan sebagai kawasan agropolitan di Kabupaten Halmahera Timur sesuai dengan potensi yang dimiliki.
2. Untuk mengetahui konsep pengembangan Kecamatan Wasile Timur sebagai kawasan agropolitan
D. Manfaat Penelitian
Dari permasalahan diatas maka, penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat sebagai berikut.
43 a. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya tentang pengembangan wilayah khususnya agropolitan.
b. Diharapkan dapat digunakan pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Timur sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan wilayah kususnya pengembangan kawasan agropolitan dan juga diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat dalam pengembangan kawasan, khususnya dalam program agropolitan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian terbagi atas lingkup wilayah studi dan lingkup materi. Wilayah Kabupaten Halmahera Timur terdiri atas 10 kecamatan, dan kecamatan yang akan dikaji pada lingkup wilayah studi adalah seluru desa di Kecamatan Wasile Timur, dan ruang lingkup materi dibatasi pada potensi sektor pertanian yang melingkupi tanaman pangan dan holikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Letak Kecamatan Wasile Timur sebagai penunjang untuk pengembangan kota sebagai acuan menentukan arah pengembangan Kecamatan Wasile Timur dari penerapan kawasan agropolitan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam penullisan ini, maka dibuatkanlah sistematika penulisan yang secara garis besar menguraikan bab dan sub bab dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut;
44 BAB I PENDAHULUAN, Pada bagian ini menguraikan tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, Pada bagian ini menguraikan tentang Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah, Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan, Pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Sustainable Rural Development), konsep agropolitan, pengertian agropolitan dan batasan kawasan agropolitan
BAB III METODE PENELITIAN, Pada bagian ini menguraikan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, variabel penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, Pada bagian ini menguraikan tentang Gambaran Umum Wilayah seperti kondisi aspek fisik dasar, kondisi aspek kependudukan, aspek penggunaan lahan, Kebijakan Strategi Pengembangan Agropolitan, analisis penentuan sektor unggulan, serta strategi pengembangan agropolitan.
BAB V PENUTUP, Pada bagian ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
45
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen- komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamais. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan.
Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah kedalam tiga kategori, yaitu : 1. Wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian
46 mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan- keputusan ekonomi.
Menurut Saeful Hakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab “wālā-yuwālī-wilāyah” yang mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Contohnya: antara supply dan demand, hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan. Pembangunan. Tujuan-tujuan pembangunan terkait
47 dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan.
Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.
Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim
48 pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).
Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah : 1.
Sebagai growth center Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional. 2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah. 3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan.
B. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan
Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (1933) dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada
49 dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan kota tergantung spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat pelayanan : (1) faktor lokasi ekonomi, (2) faktor ketersediaan sumberdaya, (3) kekuatan aglomerasi, dan (4) faktor investasi pemerintah. Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989) dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahawa pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota.
Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak
50 yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar.
Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland.
Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).
C. Pembangunan Pertanian Perdesaan Yang Berkelanjutan (Sustainable Rural Development)
Dalam hubungan dengan konsep pembangunan daerah melalui pendekatan agropolitan oleh Anwar (1999) disebutkan bahwa hubungan ketiga aspek dalam pembangunan yang berkelanjutan tersebut diterjemahkan sebagai pembangunan ekonomi perdesaan yang
51 berkelanjutan. Pertumbuhan berupa peningkatan kapasitas produksi daerah diakibatkan oleh aktifitas pertanian secara luas bukan hanya peningkatan aktifitas pertanian budidaya saja. Jadi dalam hal ini aktifitas pertanian yang mengolah bahan mentah yang dihasilkan dari pertanian budidaya dan aktifitas pemasaran hasil menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam hal ini konsep pembangunan ekonomi perdesaan yang berkelanjutan mempunyai kaitan erat dengan aktifitas pembangunan wilayah dengan agroindustri dan agrobisnis yang akan dikembangkan pemerataan pembangunan dapat dicapai dengan menyertakan masyarakat lokal baik secara individu maupun melalui organisasi sosial kemasyarakatan dalam aktifitas perekonomian daerah dengan distribusi pendapatan yang lebih adil.
Selanjutnya dikatakan bahwa sektor pertanian sejak tahap awal pembangunan selalu menjadi sektor penting dalam perekonomian nasionalb Indonesia. Hal tersebut didasarkan kepada pertimbangan bahwa selain dapat meningkatkan sumbangan kepada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) juga menjadi sumber pendapatan dan kesempatan kerja. Selain itu sektor pertanian juga menjadi sektor input yang memasok input-input untuk sektor lain seperti untuk keperluan agroindustri. Adanya peranan untuk menyediakan input bagi sektor lain, menyebabkan nilai tambah sektor pertanian akan meningkat dan merupakan sumber peningkatan devisa negara. Disamping itu selama
52 krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sektor tradisional ini ternyata dapat terus memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sebagai basis perekonomian masyarakat maka pembangunan pada sektor pertanian di perdesaan juga dapat lebih menjamin pemerataan pendapatan karena sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di perdesaan dan menggantungkan hidupnya pada sektor tradisional ini.
Meskipun peranan relatif sektor pertanian telah menyusut akibat perubahan struktural yang terjadi namun sektor pertanian masih tetap memainkan peranan yang sangat penting terutama dalam peningkatan PDRB dan penyerapan tenaga kerja, sehingga pembangunan yang diorientasikan kepada sektor pertanian dan wilayah perdesaan ini sekarang tetap menjadi hal penting karena apabila pembangunan di sektor ini tidak berhasil terutama dalam jangka menengah dan jangka panjang akan dapat berdampak negatif terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan berupa kesenjangan yang semakin melebar antar wilayah dan antar kelompok-kelompok masyarakat. Kondisi ini akan memperlemah fondasi kehidupan sosial, ekonomi, politik dalam masyarakat. Adanya sifat-sifat ketangguhan sektor pertanian ini menumbuhkan harapan bahwa sektor pertanian akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi dan penggerak perekonomian yang utama, dan harapan tersebut diperkuat dengan adanya komitmen pemerintah untuk mengembangkan koperasi, perusahaan kecil dan menengah sebagai
53 pelaku ekonomi utama pembangunan nasional yang dapat mendorong kemajuan.
Nasoetion (1999) dalam Hastuti (2001) menyatakan bahwa relatif tangguhnya sektor pertanian antara lain disebabkan karena (1) Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam ketersediaan sumberdaya alam yang menjadi penyangga utama kegiatan sektor pertanian, (2) secara institusional sektor pertanian yang relatif tradisional terlindung dari pengaruh eksternal yang merugikan karena keterbatasan kaitan sektor tersebut dengan sektor manufaktur yang berorientasi keluar, (3) sektor pertanian terdiri dari rumah tangga petani, perusahaan kecil menengah sehingga memungkinkan terjadinya perdagangan internal, dan (4) sumber daya alam indonesia sangat beragam diantarannya wilayah sehingga memungkinkan terjadinya perdagangan antar wilayah yang ekstensif.
Wilayah perdesaan dengan berbagai kenyamanan dan daya tarik tersendiri telah diperlakukan secara tidak adil dalam berbagai kebijakan pemerintah di masa lalu. Pengurasan sumberdaya yang berlebihan tanpa adanya pembagian yang adil terhadap manfaat dan hasil-hasil pembangunan, telah membuat ketimpangan spasial dan ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan. Penyebab kondisi ini diantaranya adalah masyarakat perdesaan tidak mempunyai posisi tawar yang kuat, sehingga hak-hak kehidupan masyarakat yang lebih baik tidak diperolehnya. Kemiskinan dan ketidak mampuan masyarakat perdesaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan mereka. Hal
54 ini merupakan salah satu kegagalan kebijakan pemerintah dimasa lalu karena seringkali kebijakan yang ditempuh tidak sesuai dengan kondisi ekosistim wilayah, keinginan serta nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh masyarakat. Kebijakan pemerintah tersebut hanya didasarkan kepada tujuan meningkatkan kapital dan kepentingan segolongan tertentu saja yang merugikan golongan masyarakat yang lain, tidak memperhatikan keberagaman wilayah yang ada serta tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.
Seharusnya keberagaman potensi wilayah baik kondisi biofisik wilayah, kemampuan sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk, dan akses ke pasar yang berbeda menghendaki perlakuan ataupun kebijakan yang berbeda pula yang sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.
Kesalahan dalam pengaturan dan perancangan program-program pembangunan menyebabkan kegagalan proses pembangunan itu sendiri.
Keragaman wilayah perdesaan di Indonesia tergantung kepada tipologinya yang bervariasi, yang oleh Anwar (1999) kebijakan pertanian dan perdesaan tidak dapat dilakukan secara seragam untuk semua keadaan wilayah yang masing-masing memiliki kekhasan dan sifat-sifat khusus yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga setiap kebijakan harus memperhatikan kondisi perkembangan dari wilayah yang bersangkutan yang secara konseptual tergantung kepada akses pasar dan biaya-biaya transaksi.
Namun selama ini kebijakan pembangunan yang dilaksanakan
55 adalah bias perkotaan dan akibatnya ketimpangan di berbagai bidang kehidupan antara desa-kota terjadi. Kesenjangan spasial yang terjadi antar wilayah perkotaan yang bercorak industri dan jasa dengan wilayah perdesaan yang di dominasi oleh sektor pertanian agribisnis merupaka akibat kebijakan yang salah dari masa lalu. Untuk itu diperlukan usaha- usaha untuk mengurangi ketimpangan spasial tersebut dengan menyeimbangkan pembangunan desa-kota yang dilakukan secara terpadu. Keseimbangan spasial tersebut dapat tercapai apabila dalam perencanaan pembangunan perdesaan memperhatikan berbagai faktor yang terkait dan pembangunan diarahkan untuk mencapai tujuan : (1) pemerataan, (2) pertumbuhan, (3) keterkaitan, (4) keberimbangan, (5) kemandirian, dan (6) keberlanjutan. Keterpaduan tujuan pembangunan tersebut dalam perencanaan dan proses pembangunan akan meningkatkan produktifitas daerah dengan berpegang pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keutamaan yang dianut masyarakat. Pembangunan desa bukanlah kegiatan pada ruang kosong tetapi kegiatan yang dilakukan pada tempat dimana sejumlah penduduk yang memiliki nilai-nilai tertentu menjadi obyek dan sekaligus sebagai subyek pembangunan. Sehingga nilai-nilai keutamaan yang dianut masyarakat, organisasi swadaya dan pengelolaan sumberdaya yang bersifat swadaya hendaknya menjadi landasan penyelenggaraan pembangunan desa.
56 D. Konsep Agropolitan
Beberapa dekade yang lalu paradigma pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah lebih menitik beratkan pada pembangunan fisik tanpa diikuti pembangunan ekonomi sosial dan lingkungannya yang dilakukan secara terpadu. Hal ini menimbulkan masalah di dalam pengelolaannya, karena masyarakat belum punya kemampuan untuk mengelola agar inverstasi yang sudah dilakukannya dapat lestari / berfungsi. Investasi dalam skala besar yang dilaksanakan di daerah perkotaan yang diharapkan memberikan efek penetesan terhadap wilayah di sekitarnya juga tidak terjadi secara serta merta. Berdasarkan paradigma tersebut diatas, maka pembangunan harus juga memberikan perhatiannya ke wilayah perdesaan. Pendekatan pembangunan ke wilayah perdesaan harus dilakukan tidak hanya kegiatan fisik saja, melainkan yang lebih penting sebagai entry point-nya adalah kegiatan ekonomi berdasarkan pada potensi unggulan dimasing-masing wilayah.
Terkait dengan pendekatan ini maka melalui konsep pembangunan agropolitan menjadi relevan untuk dilaksanakan di daerah perdesaan.
Pengembangan agropolitan, seperti redistribusi tanah, prasarana dan sarana pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan sehingga masyarakat petani tidak perlu pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan yang berkaitan dengan produksi, pemasaran, sosial budaya dan kehidupan setiap hari (Syahrani, 2001). Pembangunan infrastruktur pada kawasan agropolitan memungkinkan penciptaan
57 lapangan pekerjaan, kompetisi pemanfaatan lahan yangdapat ditanami untuk kepentingan non-pertanian dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat perdesaan dapat ditingkatkan melalui kegiatan agro-industri (Dardak dan Elistianto, 2005)
Menurut Soenarno (2004) , infrastruktur termasuk spektrum pelayanan yang luas seperti sistim transportasi . fasilitas umum mempunyai dimensi teknologi yang kuat dan penting untuk mendukung kegiatan manusia. Dalam pembangunan perdesaan yang berimbang tidak hanya membentuk suatu permukiman secara individu tapi juga sangat penting untuk membangun sibiotik generator keterkaitan desa-kota yaitu melalui pengembangan agropolitan (Prayitno, 2004).
E. Pengertian Agropolitan
Pendekatan pembangunan perdesaan ditujukan untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah itu sendiri, dimana ketergantungannya dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang merupakan mata pancaharian utama bagi sebagian besar masyarakat perdesaan. Dari berbagai alternatif model pembangunan, pendekatan agropolitan dipandang sebagai konsep yang dapat mengatasi permasalahan ketidak seimbangan perdesaan-perkotaan selama ini. Kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan
58 economic of scale dan economic of scope.
Agropolitan terdiri dari kata “agro” = pertanian dan “politan” = kota, sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota didaerah lahan pertanian (departemen pertanian, 2002 dalam Pranoto, 2005). Hasan (2003) mengemukakan bahwa kegiatan kota tani berbasis budidaya pertanian, konservasi sumberdaya alam dan pengembangan potensi daerah dengan bingkai pembangunan berwawasan lingkungan, yang merupakan suatu upaya untuk menghindari kesalahan pembangunan masa lalu.
Menurut (Saefulhakim, 2004) “Agro” bermakna: “tanah yang dikelola” atau “budidaya tanaman”, yang digunakan untuk menunjuk berbagai aktivitas berbasis pertanian. Sedang “polis” bermakna “a Central Point or Principal”. Agro-polis bermakna : lokasi pusat pelayanan sistim kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan (Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, 2003).
Dari uraian tersebut di atas agropolitan dapat diartikan :
1. Suatu model pembangunan mengandalkan desentralisasi, pembangunan infrastruktur setara wilayah perkotaan, dengan kegiatan pengelolaan agribisnis yang berkonsentrasi di wilayah perdesaan.
59 2. Pendekatan agropolitan dapat mengurangi dampak negatif
pembangunan yang telah dilaksanakan, yaitu terjadinya urbanisasi yang tak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, pengurasan sumberdaya alam dan pemiskinan desa.
3. Menekankan transformasi desa-desa dengan memperkenalkan unsur-unsur urbanisme ke dalam lingkungan perdesaan yang spesifik.
F. Batas Kawasan Agropolitan
Pendekatan pembangunan perdesaan melalui konsep agropolitan dikembangkan oleh Friedman dan Douglas (1975). Keduanya bahkan menekankan pentingnya pendekatan agropolitan dalam pengembangkan perdesaan di kawasan Asia dan Afrika. Pendekatan agropolitan menggambarkan bahwa pembangunan perdesaan secara beriringan dapat dilakukan dengan pembangunan wilayah perkotaan pada tingkat lokal. Dalam konteks pengembangan agropolitan terdapat tiga issu utama yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) akses terhadap lahan pertanian dan penyediaan pengairan, (2). desentralisasi politik dan wewenang administrasi dari tingkat pusat dan tingkat lokal, dan (3) perubahan paradigma atau kebijakan pembangunan nasional untuk lebih mendukung diversifikasi produk pertanian. Melihat kota-kota sebagai site utama untuk fungsi-fungsi politik dan administrasi, pendekatan pengembangan agropolitan di banyak negara lebih cocok dilakukan pada skala kabupaten
60 (Douglass, 1998).
Menurut Friedman dan douglass (1975), tujuan pembangunan agropolitan adalah menciptakan “cities in the field” dengan memasukkan beberapa unsur penting dari gaya hidup kota ke dalam daerah perdesaan yang berpenduduk dengan kepadatan tertentu. Agropolitan distric merupakan satuan yang tepat untuk membuat suatu kebijaksanaan pembangunan ruang, melalui desentralisasi perencanaan dan pengambilan keputusan (decentralized). Agropolitan districts dapat dikembangkan didaerah perdesaan dengan kepadatan penduduk tinggi atau peri-urban untuk meningkatkan standart hidup , meningkatkan kesempatan bekerja dan mengurangi tingkat migrasi ke kota (Friedman, 1996).
Friedman dan Douglass (1975) bahkan menekankan pentingnya pendekatan agropolitan dalam pengembangan perdesaan di kawasan Asia dan Afrika. Perdesaan (Rural Development) secara beriringan dapat dilakukan dengan pembangunan wilayah perkotaan pada tingkat lokal.
Dalam konteks pengembangan agropolitan terdapat tiga isue utama yang perlu mendapat perhatian :1. Akses terhadap lahan pertanian dan air 2.
Desentralisasi politik dan wewenang administrasi dari tingkat pusat ke tingkat lokal 3. Perubahan paradigma pembangunan nasional untuk lebih mendukung diversifikasi produk pertanian Implikasi hal tersebut menyebabkan kota-desa berperan sebagai site utama untuk fungsi politik dan administrasi, transformasi wewenang dari pusat ke daerah
61 (desentralisasi) dan demokratisasi, Sebagai bagian dari perubahan politik, hal tersebut akan berdampak terhadap perencanaan pembangunan perdesaan mengenai bagimana upaya-upaya melaksanakan pembangunan kapasitas lokal dan partisipasi masyarakat dalam suatu program yang menumbuhkan manfaat mutual bagi masyarakat perdesaan dan perkotaan.
Selanjutnya Mercado (2002) mengemukakan bahwa gambaran agropolitan adalah sebagai berikut: (1) skala geografinya relatif kecil; (2) proses perencanaan dan pengambilan keputusan berdasarkan partisipasi dan aksi koperatif pada tingkat lokal; (3) diversifikasi tenaga lokal termasuk pertanian dan kegiatan non-pertanian; (4) pemanfaatan teknologi dan sumberdaya lokal; (5) berfungsi sebagai urban-rural industrial. Dengan skala luasan kabupaten akan memungkinkan hal-hal sebagai berikut : (1) akses lebih mudah bagi masyarakat untuk menjangkau kota, (2) cukup luas untuk meningkatkan dan mengembangkan wilayah pertumbuhan ekonomi dan cukup luas dalam upaya mengembangkan diversifikasi produk dalam rangka mengatasi keterbatasan pemanfaatan desa sebagai unit ekonomi, dan (3) pengetahuan lokal akan mudah dimanfaatkan dalam proses perencanaan jika proses itu dekat dengan rumah tangga dan produsen perdesaan.
62 G. Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Sumber : Hasil Analisis ANALISIS POTENSI SEKTOR
PERTANIAN KECAMATAN WASILE TIMUR DALAM PENGEMBANGAN SEBAGAI
KAWASAN AGROPOLITAN MASALAH
1. Bagaimana potensi pertanian wilayah Kecamatan Wasile Timur untuk dikembangkan sebagai kawasan agropolitan di Kabupaten Halmahera Timur ?
2. Bagaimana konsep pengembangan Kecamtan Wasile Timur sebagai kawasan Agropolitan ? Pendekatan (Aproach)
Analisis kuantitatif - Location Quotion
(LQ)
- Analisis SWOT
Reference (Acuan) 1. Teori-teori yang
Relefan
2. Undang-Undang No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3. RTRW Kabupaten Halmahera Timur Tahun 2010-2029
Result (hasil)
1. Rumusan masalah pertama dapat diketahui
2. Rumusan masalah kedua dapat diketahui
PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN
TERWUJUD Variabel Penelitian 1. Potensi pertanian 2. Potensi fisik
wilayah
Rekomendasi
63
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Secara administratif lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur. Penetapan lokasi penelitian di dasarkan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Wasile Timur merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi wilayah yang berbasis pertanian di tunjang dengan produksi pertanian yang potensial, dan berada pada wilayah strategis sehingga layak untuk di kembangkan sebagai kawasan agropolitan.
B. Waktu Penelitian
Dalam penyusunan penulisan ini, penulis melakukan penelitian di Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur Propinsi Maluku Utara, dengan lama waktu penelitian 3 bulan ( Mei, Juni dan Juli).
C. Populasi dan Sampel
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat, sumber data harus mencakup keseluruhan unsur yang diteliti, agar diperoleh kesimpulan yang mendekati kebenaran. Adapun untuk memperoleh data yang diteliti yaitu :
1. Populasi
Populasi adalah seluruh unit atau individu pada ruang lingkup penelitian. Pada penelitian ini populasi adalah
64 masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Wasile Timur yang merupakan kawasan pertanian.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sampel kawasan, dimana penentuannya diambil dengan teknik acak random (probability) yaitu dengan cara menarik sampel pada kepala keluarga (KK) yang terkait di sektor pertanian di Kecamatan Wasile Timur. Berdasarkan beberapa pertimbangan pemilihan lokasi dari 8 desa yang masuk pada sampel wilayah penelitian di Kecamatan Wasile Timur yang memiliki potensi yang cukup potensial untuk mendukung kawasan agropolitan.
D. Jenis Data Dan Sumber Data Jenis data terbagi atas dua yaitu :
1. Data kuantitatif adalah jenis data yang berupa angka atau numerik yang bisa langsung diolah dengan menggunakan metode perhitungan yang sederhana. Pada penelitian ini yang termasuk jenis data kuantitatif yaitu jumlah penduduk, jenis produksi tanaman, produksi perikanan, populasi ternak, sektor industri.
2. Data kualitatif adalah jenis data yang tidak berupa angka tetapi berupa kondisi kualitatif objek pada ruang lingkup penelitian atau data yang tidak bisa langsung diolah dengan
65 menggunakan perhitungan sederhana. Yang termasuk jenis data kualitatif ini adalah potensi wilayah kawasan agropolitan, kondisi fisik lahan penelitian, sosial budaya masyarakat.
Sedangkan menurut sumbernya data terbagi atas dua yaitu :
1. Data Primer : Data Primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan langsung ke lapangan atau obyek penelitian.
Adapun data yang dimaksud seperti : Kondisi eksisting dan pola penggunaan lahan lokasi penelitian, kondisi sarana dan prasarana penunjang agropolitan, kondisi jalan.
2. Data Sekunder : Data Sekunder adalah data yang di peroleh secara tidak langsung tetapi data yang diperoleh dari pihak ketiga, misalnya instansi atau lembaga-lembaga terkait adapun data yang diporeleh dari instansi ini adalah BAPPEDA Kabupaten Halmahera Timur, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Halmahera Timur, kantor Kecamatan Wasile Timur, serta hasil penelitian sebelumnya yang sifatnya merupakan data baku jenis data yang dimaksud meliputi :
a. Data kondisi fisik wilayah studi yang mencakup data geografis, kondisi topografi,curah hujan, geologi, jenis tanah dan hidrologi.
b. Data kependudukan dengan spesifikasi data berupa jumlah penduduk, kepadatan penduduk, penduduk berdasarkan
66 banyak rumah tangga, penduduk berdasarkan mata pencaharian, penduduk berdasarkan pendidikan.
c. Data pertanian antara lain jenis produksi tanaman pangan dan holtikultura, Perkebunan, populasi ternak, dan perikanan.
d. Data sosial dan ekonomi antara lain berupa kondisi sosial budaya masyarakat di lokasi penelitian.
e. Prasarana dan Sarana, meliputi jenis dan persebaran fasilitas yang ada.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah langka yang dilakukan untuk mendapatkan kefalitan data sebagaimana kebutuhan data yang diperlukan untuk penyesaian studi. Adapun teknik pengambilan data yang akan dilakukan terdiri dari survey lapangan, pengumpulan data dokumentasi, dan telaah pustaka.
1. Observasi lapangan (pengamatan), yaitu cara pengumpulan data secara langsung di lapangan dengan melakukan proses pengematan lokasi dan pengambilan data atau informasi terhadap aspek-aspek yang relevan dengan penelitian
2. .Pengumpulan data dokumentasi, pengumpulan data hasil dokumentasi baik dalam bentuk data statistik maupun dalam bentuk peta yang dikumpulkan dari berbagai Instansi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
67 (BAPPEDA), Dinas Pertanian, dan Kantor Kecamatan Wasile Timur.
3. Studi kepustakaan adalah cara pengumpulan data dan informasi malalui dokumenter berupa literatur, laporan, bahan-bahan seminar dan jurnal yang terkait dengan studi penelitian.
F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut sugiyono (2006:60) adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Lebih lannjut Hatch dab Forhady (Sugiono 2006:60) memaparkan secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan lainnya atau satu objek dengan objek yang lain. Adapun variabel penelitian ini yaitu :
1. Potensi Pertanian
a. Tanaman Pangan d. Perkebunan b. Holtikultura e. Peternakan c. Tanaman Buah-Buahan f. Perikanan 2. Potensi fisik wilayah
G. Metode Analisis
Metode analisis yang dipergunakan untuk menganalisis masalah yaitu :
68 1. Analisis Location Quotient (LQ)
Metode analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah apa potensi unggulan sektor pertanian di Kecamatan Wasile Timur untuk mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan yaitu metode analisis kuantitatif. Analisis ini dilakukan dengan cara menggunakan angka-angka statistik untuk menguatkan uraian kuantitatif terhadap data-data yang diperoleh. Metode ini digunakan untuk mengetahui sampai dimana kemampuan suatu wilayah terhadap kegiatan sektor tertentu. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
𝐿𝑄 =Si / Ni
S / N = Si / S Ni /N
(Sumber : Suwardjoko warpani, Analisis Kota dan Daerah, 1983 : Dimana :
Si = Jumlah produksi sektor di daerah studi S = Jumlah total produksi sektor di daerah studi
Ni = Jumlah produksi sektor di seluruh daerah yang lebih luas dimana daerah yang diselidiki menjadi bagiannya
N = Jumlah total produksi di seluruh daerah yang lebih luas dimana daerah yang diselidiki menjadi bagiannya.
2. Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan untuk digunakan pada rumusan masalah kedua, sasaran adalah mengetahui strategi dalam pengembangan agropolitan. Analisis SWOT (Strengt, Weakness, Opportunities, and Threat) adalah identifkasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Menurut Rangkuti (1997) mengemukakan
69 bahwa analisis SWOT adalah bagian dari proses perencanaan strategi yang dilakukan dalam tiga tahapan pengumpulan data, analisis, dan pengambilan keputusan. Dalam tahap pengumpulan data, dilakukan pengklarifikasi data yaitu eksternal dan internal. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu faktor strategi internal dan eksternal sehingga dapat disusun matriks untuk merumuskan strategi.
Manfaat dari analisis SWOT :
1. Meningkatkan kesadaran manajerial lingkungan perubahan, 2. Meningkatkan sumber daya keputusan alokasi,
3. Memfasilitasi manajemen risiko,
4. Bertindak sebagai sistim peringatan dini, dan
5. Fokus perhatian pada pengaruh utama pada strategis perubahan.
Salah satu model matriks yang dikembangkan adalah matriks TOWS (David dalam Salusu, 1996) dalam matriks TOWS tampaknya lebih mendahulukan analisis ancaman dan peluang untuk kemudian melihat sejauh mana kapasitas internal sesuai dan cocok dengan faktor-faktor eksternal tersebut. Untuk mendapat strategi matriks SOWS terdapat 4 (empat) yang akan ditampilkan yaitu :
1. Strategi SO dipakai untuk menarik keungtungan dari peluang yang tersedia dalam lingkup eksternal.
2. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan dari lingkungan luar.
70 3. Strategi ST akan digunakan untuk menghindari atau paling
tidak memperkecil dampak dari ancaman yang akan datang dari luar.
4. Strategi WT akan digunakan untuk memperkecil kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
Berdasarkan strategi yang digunakan dalam matriks TOWS maka model matrik yang akan digunakan adalah :
Internal
Eksternal
Kekuatan (S) Susunan daftar kekuatan
Kelemahan (W)
Susunan daftar kelemahan Peluang (PO)
Susunan daftar peluang
Strategi SO (Strategi yang menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang)
Strategi WO (Strategi yang meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang)
Ancaman (T) Susunan daftar ancaman
Strategi ST (Strategi menggunakan kekuatan dan mengatasi ancaman)
Strategi WT (Strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman) Sumber ; Salusu (1996 : 365)
H. Definisi Operasional
Pada bagian ini akan diuraikan beberapa definisi operasional, antara lain :
1. Pengertian Pengembangan
Menurut Kuncoro (2001) Pengembangan merupakan upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup
71 di suatu wilayah tertentu. Sedangkan menurut penelitian ini pengembangan adalah perubahan dari suatu kondisi ke kondisi yang lain untuk menjadi lebih baik, pengembangan yang dimaksud pada penelitian ini adalah pada potensi unggulan sektor pertanian, sarana dan prasarana di Kecamatan Wasile Timur.
2. Pengertian Kawasan
Menurut Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang kawasan adalah Wilayah yang memiliki fungsi utama sebagai lindung dan budidaya. Sedangkan menurut Penelitian ini kawasan adalah bagian dari wilayah yang memiliki fungsi baik lindung atau budidaya. Kawasan yang dimaksud adalah desa-desa yang memiliki fungsi lindung dan budidaya.
3. Pengertian Agropolitan
Menurut Kepala Departemen Pekerjaan Umum (2007:3) Agropolitan adalah upaya pengembangan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis, yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Sedangkan menurut penelitian ini Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis.
4. Pengembangan Kawasan Agropolitan
72 Menurut Rustiadi dan Dardak (2007), secara konseptual pengembangan agropolitan merupakan sebuah pendekatan pengembangan suatu kawasan pertanian perdesaan yang mampu memberikan berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan produksi pertanian di sekitarnya, baik pelayanan yang berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi lainnya sehingga masyarakat setempat tidakharus menuju kota untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan.
5. Pengertian Komoditi Unggulan
Menurut Mangku Purnomo (2004:81) komoditi unggulan adalah suatu luasan /besaran usaha tani komoditas unggulan yang dapat menghasilkan hasil produksi tertentu untuk memenuhi kebutuhan pasar/agroindustri diwilayah tertentu.
73
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Halmahera Timur 1. Rencana Struktur Ruang
Tujuan penataan ruang Kabupaten Halmahera Timur adalah:
“mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Halmahera Timur berbasis agropolitan dan minapolitan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan”. Struktur tata ruang mencerminkan kerangka dasar pola keterkaitan antara satu elemen ruang dengan elemen ruang lainnya.
Selain itu juga mencerminkan arah pengembangan ruang wilayah yang bersangkutan. Dengan karakteristik wilayah kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur membutuhkan struktur tata ruang yang kompak dan didukung sistem transportasi regional yang handal. Untuk itu, sesuai kaidah penataan ruang, pengembangan struktur tata ruangnya perlu memperhatikan unsur-unsur pokok seperti :
1) Pusat-pusat pertumbuhan
2) Pelabuhan sebagai simpul penghubung (sistem transportasi) 3) Kawasan strategis
2. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten halmahera timur merupakan cermin dari berbagai langka dan upaya dasar dalam mengatur dan mengendalikan ruang secara terpadu sehingga potensi sumber daya alam, manusia dan potensi daerah lainnya dapat di