• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN DAYA HAMBAT KOMBINASI EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DENGAN ANTIBIOTIK CIPROLOFAKSIN TERHADAP BAKTERI DARI ULKUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERBEDAAN DAYA HAMBAT KOMBINASI EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DENGAN ANTIBIOTIK CIPROLOFAKSIN TERHADAP BAKTERI DARI ULKUS"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

PERBEDAAN DAYA HAMBAT KOMBINASI EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DENGAN ANTIBIOTIK

CIPROLOFAKSIN TERHADAP BAKTERI DARI ULKUS

OLEH : ENDA NOVIRMAN

NIM : 1613353008

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN/TLM SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG

2020

(2)

2 Abstrak

Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L.) Dengan Antibiotik Ciprolofaksin Terhadap Bakteri Dari Ulkus

Oleh

Enda Novirman (endanovir22@gmail.com)

Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik berupa luka terbuka dengan adanya kematian jaringan setempat. Tiga bakteri aerob terbanyak pada ulkus yaitu Klebsiella sp, Staphylococcus aureus dan Proteus. Penggunaan kombinasi bahan alam dengan antibiotik merupakan salah satu pengobatan terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Tujuan penelitian untuk mengetahui daya hambat kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri dari ulkus. Metode penelitian menggunakan Ekserimental laboratory dengan metode difusi Kirbi Bauer untuk melihat zona hambat dan analisa data menggunakan uji SPSS. Hasil penelitian kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna pada masing-masing konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 mg/2ml pada bakteri Klebsiella menghasilkan zona hambat secara beturut-turut 45.3 mm, 47.3 mm, 49.3 mm, 51.3 mm. Pada bakteri Proteus berturut-turut 35.0 mm, 37.6 mm, 40.0 mm, 42.0 mm.

Pada bakteri Staphylococcus 41.7 mm, 46.3 mm, 48.0 mm, 50.7 mm. Kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin menghasilkan daya hambat lebih bagus dibandingkan dengan bahan tunggal. Hasil uji SPSS dari masing-masing bakteri menunjukan (P ≤ 0.05) berarti ada pengaruh kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri Klebsiella, Proteus dan Staphylococcus aureus.

Didapatkan kesimpulan bahwa kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin dapat menghambat petumbuhan bakteri lebih bagus disbanding bahan tunggal.

Kata kunci : Kombinasi, Ekstrak, Lidah buaya, Antibiotik Ciprolofaksin, Bakteri dari Ulkus

(3)

3 Abstract

Differences in Inhibition of Aloe vera (Aloe vera L.) Extract and Ciprolofaksin Antibiotic Against Bacteria from Ulcers

By

Enda Novirman (endanovir22@gmail.com)

Diabetic ulcers are a form of chronic complications in the form of open wounds in the presence of local tissue death. The three most aerobic bacteria in ulcers are Klebsiella sp, Staphylococcus aureus and Proteus. The use of a combination of natural ingredients with antibiotics is one of the treatments for infections caused by bacteria. The aim of this study was to determine the inhibition of the combination of aloe vera extract with the antibiotic Ciprolofaksin against bacteria from ulcers. The research method used the experimental laboratory with the Kirbi Bauer diffusion method to see the zone of inhibition and data analysis using the SPSS test. The results of the research on the combination of aloe vera extract with the antibiotic Ciprolofaksin showed that there were differences in the concentrations of 25, 50, 75 and 100 mg / 2ml in Klebsiella bacteria respectively resulting in a zone of inhibition of 45.3 mm, 47.3 mm, 49 respectively. , 3 mm, 51.3 mm. In the Proteus bacteria 35.0 mm, 37.6 mm, 40.0 mm, 42.0 mm, respectively. In Staphylococcus bacteria 41.7 mm, 46.3 mm, 48.0 mm, 50.7 mm. The combination of aloe vera extract with the antibiotic Ciprolofaksin produces better power compared to the single ingredient.

The results of the SPSS test for each bacterium showed (P ≤ 0.05), it means that there is an effect of the combination of aloe vera extract with Ciprolofaksin antibiotics against Klebsiella, Proteus and Staphylococcus aureus bacteria. It is known that the combination of aloe vera extract with the antibiotic Ciprolofaksin can inhibit the growth of bacteria better than a single ingredient.

Key words:

Combination, Extract, Aloe vera, Ciprolofaksin Antibiotic, Bacteria from Ulcers

(4)

4

SKRIPSI

PERBEDAAN DAYA HAMBAT KOMBINASI EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DENGAN ANTIBIOTIK

CIPROLOFAKSIN TERHADAP BAKTERI DARI ULKUS

Skripsi ini Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :

ENDA NOVIRMAN NIM : 1613353008

PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV ANALIS KESEHATAN/TLM SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG

2020

(5)

5

(6)

6

(7)

7

(8)

8

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ENDA NOVIRMAN

NIM : 1613353008

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang ditulis dengan judul “Perbedaan Daya Hambat Kombinasi Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L.) Dengan Antibiotik Ciprolofaksin Terhadap Bakteri Dari Ulkus” adalah kerja/karya sendiri dan bukan merupakan duplikat dari hasil karya orang lain, kecuali kutipan yang sumbernya dicantumkan. Jika kemudian hari pernyataan ini tidak benar maka status kelulusan menjadi batal dengan sendirinya.

Padang 22 September 2020

Menyatakan

ENDA NOVIRMAN

(9)

9 BIODATA

Nama : Enda Novirman

Tempat, tanggal lahir : Pariaman, 22 November 1997

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Saudara : 7 (Tujuh) Orang Saudara Nama Orang Tua

Ayah : Bustamam

Ibu : Nurmani

Alamat : Pauh Kambar

Email : endanovir22@gmail.com

Riwayat Pendidikan : 1. SD N 15 Nan Sabaris 2. SMP N 1 Nan Sabaris 3. SMK Kesehatan Mandiri

(10)

10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk-Nya. Salawat serta salam dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan hidayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Perbedaan Daya Hambat Kombinasi Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L.) Dengan Antibiotik Ciprolofaksin Terhadap Bakteri Dari Ulkus”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan.

Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, tidak terlepas dari peran, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Yendrizal Jafri S.Kp, M. Biomed selaku Ketua STIKes Perintis Padang.

2. Bapak dr. H. Lillah Sp.PK, selaku Ketua Prodi D-IV Teknologi Laboratorium Kesehatan STIKes Perintis Padang.

3. Bapak Putra Rahmadea Utami AMd, S.Si, M.Biomed, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Sri indrayati M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

5. Keluarga tercinta, ayahanda, ibunda, abang, kakak, adik dan seluruh anggota keluarga besar penulis yang telah berjasa baik dari segi moril maupun materil

(11)

11

dalam memberikan dorongan semangat serta do’a untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman seangkatan yang telah memberikan semangat dan dukungan yang besar dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan penulis, karena itu penulis mengharapkan masukan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Padang, 5 Agustus 2020

Penulis

(12)

12 DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...i

ABSTRAK ...ii

ABSTRACT ...iii

HALAMAN JUDUL ...iv

HALAMAN PERSETUJUAN ...v

HALAMAN PENGESAHAN ...vi

HALAMAN PERNYATAAN ...vii

BIODATA ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xv

DAFTAR GRAFIK ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...3

1.3 Tujuan Penelitia ...3

1.3.1 Tujuan Umum...3

1.3.2 Tujuan Khusus ...3

1.4 Manfaat Penelitian ...4

1.4.1 Bagi Peneliti ...4

1.4.2 Bagi Mayarakat ...4

1.4.3 Bagi Stikes Perintis Padang ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1 Lidah Buaya (Aloe vera L.) ...5

2.1.1 Definisi Lidah Buaya (Aloe vera L.) ...5

(13)

13

2.1.2 Klasifikasi Lidah Buaya (Aloe vera L.) ...6

2.1.3 Khasiat dan Manfaat Lidah buaya (Aloe vera L.) ...6

2.1.4 Kandungan Lidah Buaya (Aloe vera L.) ...8

2.1.5 Senyawa aktif Lidah Buaya (Aloe vera L.) ...8

2.2 Antibiotik Ciprolofaksin ...9

2.2.1 Definisi Antibiotik Ciprolofaksin ...9

2.2.2 Rumus Struktur Ciprolofaksin ...10

2.2.3 Mekanisme Kerja Ciprolofaksin...10

2.2.4 Spektrum Antibakteri ...10

2.2.5 Efek Samping ...11

2.3 Ulkus Diabetik ...11

2.3.1 Definisi Ulkus Diabetik ...11

2.3.2 Jenis Diabetes ...11

2.3.3 Gejala Diabetes ...13

2.3.4 Ulkus ...14

2.3.5 Faktor Resiko Ulkus Diabetik ...14

2.3.6 Diagnosa Ulkus Diabetik ...15

2.3.7 Gambaran Bakteri Ulkus Diabetik ...16

2.4 Ekstraksi ...16

2.4.1 Uji Aktivitas Bakteri ...18

2.4.2 Metode Difusi ...18

2.4.3 Metode Dilusi ...18

2.5 Uji In Vitro ...19

2.6 Kerangka Teori ...20

2.7 Hipotesa ...20

BAB III METODE PENELITIAN ...21

3.1 Jenis Penelitian ...21

3.2 Tempat danWaktu Penelitian...21

3.3 Populasi dan Sampel ...21

3.3.1 Populasi ...21

3.3.2 Sampel...21

3.4 Rancangan Penelitian ...22

3.5 Variabel ...22

3.5.1 Variabel Independen ...22

3.5.2 Variabel Dependen ...22

3.6 Defenisi Operasional ...23

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ...23

3.7.1 Alat penelitian ...23

3.7.2 Bahan Penelitian ...24

3.8 Persiapan Bahan ...24

3.8.1 Pengumpulan Bahan ...24

3.8.2 Penyiapan Simplisia Daun Lidah Buaya (Aloe vera L.) ...24

3.8.3 Ekstraksi Lidah Buaya ...24

3.8.3.1 Pemeriksaan Organoleptis ...25

(14)

14

3.8.4 Pembuatan Media NB Cair ...25

3.8.5 Pembuatan Mac Conkey ...25

3.8.6 Pembuatan Agar darah ...25

3.8.7 Pembuatan Mc Farland ...26

3.8.8 Pembuatan Media MHA ...26

3.8.9 Cakram Disk ...26

3.8.10 Sterilisasi alat ...26

3.8.11 Prosedur Pembiakan ...26

3.8.12 Pengambilan Spesimen Swab Ulkus ...27

3.8.13 Pembuatan Konsetrasi ...28

3.9 Prosedur Kerja ...28

3.9.1 Isolasi Pembiakan ...28

3.9.2 Identifikasi Bakteri ...28

3.9.2.1 Pewarnaan Gram ...28

3.9.2.2 Uji Biokimia ...29

3.9.3 Pembuatan Suspensi ...30

3.9.4 Penyusunan Disk ...30

3.9.5 Uji Aktivitas Bakteri Terhadap Antibiotik...31

3.9.6 Pembacaan Daya Hambat ...31

3.9.7 Analisa Data ...32

3.10 Kerangka Operasional ...32

BAB IV HASIL PENELITIAN ...33

4.1 Hasil Penelitian ...33

BAB V PEMBAHASAN ...49

5.1 Pembahasan ...49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...57

6.1 Kesimpulan ...57

6.2 Saran ...57

DAFTAR PUSTAKA ...58

Lampiran ...60

(15)

15

DAFTAR TABEL Tabel

4.1 Hasil uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococus aureus ...33

4.2 Hasil uji daya hambat terhadap bakteri Proteus ...35

4.3 Hasil uji daya hambat terhadap bakteri Klebsiella...37

4.4 Perbandingan hasil uji terhadap bakteri Staphylococus aureus ...39

4.5 Perbandingan hasil uji terhadap bakteri Proteus ...41

4.6 Perbandingan hasil uji terhadap bakteri Klebsiella ...43

4.7 Perbandingan hasil uji daya hambat Ekstrak tungal lidah buaya ...45

4.8 Perbandingan hasil uji daya hambat kombinasi ...46

(16)

16

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Lidah Buaya (Aloe vera L.) ...6 2.2 Rumus Struktur Ciprolofaksin ...10

(17)

17

DAFTAR GRAFIK Grafik

4.1 Perbandingan uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ...34

4.2 Perbandingan uji daya hambat terhadap bakteri Proteus ...36

4.3 Perbandingan uji daya hambat terhadap bakteri Klebsiella...38

4.4 Perbandingan hasil uji terhadap bakteri Staphylococus aureus ...40

4.5 Perbandingan hasil uji terhadap bakteri Proteus ...42

4.6 Perbandingan hasil uji terhadap bakteri Klebsiella ...44

4.7 Perbandingan hasil uji daya hambat Ekstrak tungal lidah buaya ...46

4.8 Perbandingan hasil uji daya hambat kombinasi ...47

(18)

18

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Proses Penelitian ... 60 2. Hasil penelitian ... 61 3. Hasil Uji SPSS ... 65

(19)

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang telah lama digunakan sebagai antibakteri. Penyakit infeksi masih menjadi penyebab kematian terbanyak, bakteri merupakan salah satu mikroorganisme tersering penyebab terjadinya infeksi (Yunin, 2016).

Lidah buaya (Aloe vera L.) juga merupakan salah satu penyembuh luka, yaitu dengan pemberian gel lidah buaya (Aloe vera L.) secara topical yang diteliti dapat mempercepat penyembuhan luka, karna tumbuhan lidah buaya dapat merangsang proliferasi beberapa jenis sel (Novyana & Susanti, 2016). Lidah buaya juga merupakan salah satu tanaman berhasiat sebagai anti bakteri, kandungan yang diduga berperan sebagai anti bakteri adalah antrakuinon (Widya, 2012).

Pasien infeksi ulkus kaki diabetik memerlukan penggunaan antibiotik, antibiotik yang digunakan mempunyai sensitifitas rendah dan beberapa pasien pada penggunaannya dalam keadaan resistensi, evaluasi efektifitas antibiotik perlu dilakukan untuk mengatasi masalah penggunaan antibiotik saat ini (Agistia dkk., 2017).

Antibotik golongan florokuinolon yang paling banyak digunakan sebagai pengobatan infeksi adalah Ciprolofaksin, terutama disebabkan oleh bakteri gram negatif. Flurokuinolon dibuat dari kuinolon dengan modifikasi penambahan atom fluorin pada posisi C-6 dari molekul kuinolin sehingga dapat meningkatkan potensi spektrum terhadap bakteri gram negatif (Siswandono, 2008).

(20)

20

Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik berupa luka terbuka dengan adanya kematian jaringan setempat. Bakteri aerob adalah bakteri yang paling umum ditemukan pada ulkus diabetik. Tiga bakteri aerob terbanyak pada ulkus diabetik adalah Klebsiella sp, Staphylococcus aureus dan Proteus mirabillis (Gaol, dkk. 2017). Menurut Nur dan Marissa (2015) jenis bakteri paling bnyak ditemukan pada pus ulkus diabetikum berturut-turut adalah Staphylococcus sp (92.9%), Klebsiela sp (75.4%), Proteus sp (73.7%), Shigella sp (68.4%), E.coli sp (42.1%) dan Pseudomonas sp (10.5%).

Penggunaan kombinasi senyawa bahan alam dan antibiotik merupakan salah satu pengobatan yang dapat dilakukan terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Kombinasi ini diharapkan mampu menghambat bakteri secara lebih paten dan dengan efek samping relatif lebih rendah. Selain itu, penggunaan kombinasi ini juga dapat digunakan untuk menurunkan dosis antibiotik sehingga mengurangi kemungkinan toksisitas (A’lana dkk.,2017). Dari hasil penelitian Panjaitan (2017) yang dilakukan terhadap kombinasi ekstrak etanol daun putihan (Chromolaena odorata) dengan Ciprolofaksin dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa menunjukan sifat sinergis.

Sampai saat ini belum ada informasi tentang ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) yang dikombinasikan antibiotik Ciprolofaksin untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang ada pada ulkus diabetikum, maka akan di lakukan pengujian dengan melihat daya hambat kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri pada ulkus diabetikum.

(21)

21 1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah daya hambat ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap bakteri dari ulkus?.

2. Bagaimanakah daya hambat antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri dari ulkus?.

3. Bagaimanakah daya hambat kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri dari ulkus?.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui daya hambat kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri dari ulkus.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui daya hambat ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap bakteri dari ulkus.

2. Untuk mengetahui daya hambat kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri dari ulkus.

3. Untuk mengetahui perbandingan daya hambat kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakeri dari ulkus.

(22)

22 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan tentang manfaat dari kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin sebagai anti bakteri dari ulkus.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memberikan edukasi kepada masyarakat luas tentang manfaat kombinasi dari ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin sebagai anti bakteri dari ulkus.

1.4.3 Bagi STIKes Perintis Padang

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pembelajaran mengenai manfaat dari kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin sebagai anti bakteri dari ulkus.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lidah Buaya (Aloe vera L.)

2.1.1 Defenisi Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman asli afrika tepatnya Ethiophia. Tanaman ini mempunyai beberapa kandungan sehingga lidah buaya di golongkan sebagai pengobatan seperti antibiotik, antiseptik dan antibakteri. Lidah buaya (Aloe vera L.) bisa digunakan sebagai penyubur rambut, penyembuh luka, dan perawatan kulit. Tanaman ini juga bermanfaat sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Serta sebagai bahan makanan dan minuman kesehatan, obat-obatan yang tidak mengandung bahan pengawet kimia (Natsir, 2013). Lidah buaya (Aloe vera L.) di bawa ke indonesia pada abad ke-17 oleh bangsa cina. Di indonesia, tanaman lidah buaya sudah sejak lama di kenal sebagai tanaman hias karna bentuknya yang unik. Bahan aktif yang terkandung dalam lidah buaya adalah glukomannan, asam amino esensial dan non esensial oksidase, katalase, lipase dan protase (Furnawanti, 2007).

Lidah buaya memiliki daun berwarna hijau, berlapis lilin putih pada pada permukaan daun, berbentuk runcing tebal, bergerigi, dan sukulen. Pada permukaan daun terdapat bercak putih dan akan menghilang ketika tanaman dewasa. Lidah buaya memiliki perakaran yang dangkal, serabut, bersifat tumbuh ke bawah dan menyebar mengakibatkan tanaman mudah roboh. Lidah buaya memiliki panjang akar mencapai 30-40 cm, batang dikelilingi pelepah daun yang

(24)

mengarah ke atas dengan tebal daun 2-3 cm, mengandung air (sukulen) getas dan lendir yang mendominasi daun.

Lidah buaya memiliki persyaratan tumbuh pada suhu 16-31°C, menghendaki tanah subur, gembur dan memiliki bahan organik, pH 5,5-6,0. Lidah buaya memiliki bunga berwarna kuning, berkelamin ganda (Bisexual) dengan panjang 2-3 cm, berbentuk seperti lonceng terletak di ujung tangkai atas dan tangki bunga keluar dari ketiak dengan panjang tangkai 50-100 cm ke atas, bertekstur kokoh sehingga tidak mudah roboh (Furnawanthi, 2007).

2.1.2 Klasifikasi Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Klasifikasi lidah buaya menurut (Furnawanthi, 2007) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Asparagales Famili : Xanthorrhoeaceae Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera L.

Gambar 2.1 Lidah buaya (Aloe vera L.) (Furnawanthi, 2007).

2.1.3 Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Khasiat dari tumbuhan lidah buaya sangat banyak termasuk untuk pemanfaatan pemakaian luar pada tubuh manusia yaitu seperti pada luka bakar atau tersiram air panas dengan mengaplikasikan bagian dalam daun lidah buaya yang ditempelkan pada bagian tubuh yang terkena api/air panas. Selain sebagai

(25)

luka bakar lidah buaya juga bermanfaat untuk penyuburan rambut dengan mengambil bagian dalam daun lidah buaya yang menyerupai agar-agar digosokkan kekulit kepala sesudah mandi sore dan dibungkus dengan kain lalu keesokan hariya rambut dicuci dan penggunaan lidah buaya seperti ini selama 3 bulan akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Selain untuk pemanfaatan pemakaian lidah buaya untuk luar tubuh juga dapat dilakukan untuk pemakaian dalam tubuh seperti untuk pengobatan kencing manis (Diabetes mellitus) dengan meminum rebusan lidah buaya sehabis makan, batuk rejan dengan meminum rebusan lidah buaya dengan tambahan gula atau madu. Syphillis dengan merebus bunga dan daging lidah buaya lalu diminum, cacingan dan susah buang air kecil dengan meminum rebusan akar lidah buaya, wasir atau ambeien dengan meminum daun batang lidah buaya yang telah diparut dan dicampur madu dengan diminum 3 kali sehari, sebagai pengobatan sembelit dengan meminum seduhan batang daun lidah buaya dengan campuran madu dan masih banyak lagi khasiat-khasiat yang telah dipakai sebagai pengobatan tradisional (Satya, 2013).

Lidah buaya dapat dipergunakan untuk pengobatan luka bakar karena api atau terkena minyak goreng panas dengan mencuci daun lidah buaya, membuang pangkal daunnya, lalu buka kulit daunnya. Tempelkan bagian daun yang berlendir pada luka sampai lendirnya menutupi seluruh bagian luka. Perlakuan ini dapat dilakukan secara teratur selama ½ jam sekali. Selain itu lidah buaya juga dapat mengobati luka terpukul dan luka dalam (mutah darah) dengan merebus 10-15 gram bunga lidah buaya kering dengan 3 gelas air putih hingga tersisa 1 ½ gelas.

(26)

Saring air rebusannya, lalu diminum secara teratur tiga kali sehari masing-masing 1 ½ gelas (Furnawanthi, 2007).

Lidah buaya terbukti bermanfaat dalam masalah dermatologis dan membantu dalam warna kulit yang baik dengan meningkatkan aktivitas fibroblas.

Fibroblas ini menghasilkan kolagen dan serat elastis dan memberi kulit strukturnya. Efek melembabkan lidah buaya karena komponen polisakarida menyediakan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan (Sujatha dkk., 2014).

2.1.4 kandungan Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Lidah buaya (Aloe vera L.) mengandung senyawa antibakteri seperti saponin, tanin dan flovanoid. Saponin merupakan zat alkaloid yang dapat merusak asam (DNA dan RNA) bakteri. Tanin merupakan sebagai anti bakteri bekerja dengan mengaktifkan adhesin sehingga bakteri tidak dapat menempel pada sel epitel hospes. Lidah buaya juga mengandung flavanoid yang mengakibatkan lisis dan menghambat proses pembentukan dinding sel. Tumbuhan ini juga mengandung senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan sel kulit baru.

Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa ekstrak lidah buaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif (Suryati dkk., 2017).

2.1.5 Senyawa Aktif Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Lidah buaya mempunyai senyawa aktif berupa senyawa lignin, saponin, antraquinon, acemannan, enzim bradykinase, karbiksipeptidase, glukomannan, mukopoyisakarida, aloctin, asam slisilat. Lidah buaya (Aloe Vera L.) mempunyai 20 asam amino dari 22 asam amino yang dibutuhkan tubuh. Mempunyai mineral

(27)

dan vitamin A,B1, B2, B6, B12, C, E, Asam folat, senyawa antrakuinon dan kuinon (Idris, 2013).

2.2 Antibiotik Ciprolofaksin

2.2.1 Definisi Antibiotik Ciprolofaksin

Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu proses biokimia mikroorganisme lain. Sifat antibiotika adalah harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba (Setiabudy, 2007). Meskipun sejak awal abad 20 antibiotik sebagai agen kemoterapi telah sukses dalam memerangi penyakit oleh infeksi bakteri, namun penyakit infeksi ini masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Bakteri penyebab infeksi telah mengembangkan perlidungan terhadap senyawa biokimia lingkungan, dan untuk resisten terhadap antibiotik yang berbahaya bagi mereka. Resisten mikroorganisme patogen tersebut memberikan perlindungan terhadap intervensi kemoterapi antibiotik dan dapat menyebabkan infeksi yang lebih sulit untuk disembuhkan. Antibiotik merupakan senyawa alami maupun sintetik yang mempunyai menekan atau menghentikan proses biokimiawi dari dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh mikroba (Soleha, 2015).

Flurokuinolon merupakan antibiotik berspektrum lebar yang digunakan secara luas untuk terapi berbagai infeksi. Ciprolofaksin merupakan salah satu golongan flurokuinolon, yang memiliki aktivitas melawan berbagai macam bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik ini juga merupakan antibiotik

(28)

ketiga paling banyak digunakan di puskesmas ataupun rumah sakit di indonesia (Raini, 2017).

2.2.2 Rumus Struktur Ciprolofaksin

Gambar 2.2 Rumus struktur Ciprolofaksin Sumber: www.drugbank.com 2.2.3 Mekanisme Kerja Ciprolofaksin

Target antibiotik kuinolon adalah DNA girase bakteri dan topoisomerase IV. Untuk sejumlah bakteri gram positif, topoisomerase IV adalah target primer.

Untuk sejumlah bakteri gram negatif, DNA digerase adalah target primer kuinolon, karna kuinolon menghambat gulungan DNA yang di perantarai oleh girase pada konsentrasi yang berhubungan dengan kerja antibakteri efektifnya.

Mutasi dapat memberikan resistensi terhadap obat ini. Tipiosomerase IV memisahkan molekul DNA tertaut silang yang dihasilkan dari replikasi DNA, dan juga merupakan target kuinolon (Brunton dkk., 2002).

2.2.4 Spektrum Antibakteri

Ciprolofaksin adalah golongan flurokuinolon merupakan obat bakterisidal yang kuat terhadap berbagai macam mikroorganisme. Resistensi terhadap kuinolon dapat berkembang melalui mutasi dalam gen kromosom bakteri yang mengkode DNA girase atau topoimerase IV atau melalui transpor aktif obat keluar

(29)

dari bakteri. Tidak ada mekanisme penginaktifan kuinolon yang telah teridentifikasi (Brunton dkk., 2002).

2.2.5 Efek Samping

Efek samping yang dapat timbul dari pemakaian Ciprolofaksin adalah masalah sistem saraf pusat (pusing, mual, muntah), nefrotoksisitas, dan fototoksisitas. Ciprolofaksin harus dihindarkan dari kehamilan, pada perempuan menyusui, dan anak-anak dibawah 18 tahun (Mycek, 2001).

2.3 Ulkus Diabetik

2.3.1 Defenisi Ulkus Diabetik

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (Juwita & Febrina, 2018). Menurut Loviana tahun 2015, Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang berhubungan dengan defisiensi relatif atau absolute sekresi insulin yang ditandai dengan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan.

2.3.2 Jenis Diabetes 1. Diabetes Tipe 1

Penderita diabetes tipe 1 pankreasnya tidak/kurang mampu membuat insulin. Berarti tubuh kekurangan/tidak memiliki insulin. Akibatnya gula menumpuk dalam peredaran darah karna tidak mampu masuk ke sel.

(30)

Diabetes tipe 1 perlu suntikan insulin secara teratur. Dari semua diabetes, 5-10% berjenis tipe 1.

2. Diabetes Tipe 2

Sekitar 90-95% diabetesi menderita diabetes tipe 2. Umumnya penderita berusia diatas 40 tahun, namun bisa juga timbul pada anak atau usia remaja.

Pada diabetes tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitasnya buruk, insulin seperti ini tidak dapat berfungsi baik sehingga gula dalam darah meningkat. Pasien memerlukan tambahan insulin, tetapi cukup dengan mengkonsumsi obat yang bisa memperbaiki fungsi insulin, menurunkan gula darah, memperbaiki pengolahan darah di hati, dan lain-lain. Ini terjadi pada pasien yang gemuk/obesitas.

3. Diabetes Kehamilan

Disebut juga diabetes tipe getasi (Gestational diabetes) ini terjadi karna pembentukan hormon pada wanita hamil menyebabkan resistensi insulin.

4. Diabetes lain.

Diabetes yang tidak termasuk kelompok diatas, yaitu diabetes yang terjadi sekunder atau akibat penyakit lain yang mengganggu produksi insulin/mempengaruhi cara kerja insulin (Tandra, 2014).

World healt organizing (WHO) telah mendefenisikan diabetes sebagai penyakit kronis. Secara umum komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi 2 :

(31)

1. Komplikasi kronis

Penyakit serebrofaskular, penyakit jantung kroner, infeksi, hipertensi penyakit arteri perifer, penyakit vascular perifer, retinopati, neurofati, dan ulkus kaki diabetik.

2. Komplikasi akut

Hipoglikemi, hyperglikemi, hyperrosmolar, non ketotik dan hiperglikemia ketoasidosis (Erlangga, 2017).

Penderita diabetik diseluruh dunia tahun 2014 lebih dari 220 juta orang, diperkirakan terdapat 3,4 juta orang meninggal akibat komplikasi yang disebabkan oleh gula darah yang tinggi. Diperkirkan populasi kematian akibat diabetes meningkat menjadi 2 kali lipat antara tahun 2015 sampai 2030. Di amerika serikat bulan januari tahun 2011 berjumlah 3,8 % dari 25,8 juta orang dewasa dan anak-anak. Penderita dibawah umur 20 tahun sebanyak 215.000 atau 0,26% dari semua kelompok usia dibawah 20 tahun menderita diabetes. Penderita diabetes pada umur lebih dari 20 tahun terdapat sebanyak 11,3% atau 25,6 juta, sedangkan pada usia 25 tahun atau lebih sebanyak 29,9% atau 10,9 juta (Erlangga, 2017).

2.3.3 Gejala Diabetes

Beberapa keluhan utama penanda diabetes yaitu banyak kencing, rasa haus, berat badan turun, rasa seperti flu dan lemah, mata kabur, luka sulit sembuh, kesemutan, gusi merah dan bengkak, kulit kering dan gatal, mudah infeksi dan gatal pada kemaluan (Tandra, 2014). Penderita diabetik memiliki masalah khusus yaitu berkembang ulkus pada tungkai bawah dan kaki. Ulkus dapat diartikan

(32)

sebagai luka pada selaput lendir atau permukaan kulit. Ulkus biasanya hanya di satu tempat khususnya di tungkai bawah, paling sering disebelah lateral. Pada dasarnya disebabkan oleh gigitan serangga dan biasa juga di atas penyakit kulit yang sudah ada (Erlangga, 2017).

2.3.4 Ulkus

Ulkus (borok di kaki) merupakan masalah serius yang harus ditangani oleh dokter, karna perawatannya lama dan bisa sampai terjadi amputasi. Jika infeksi harus diberi antibiotik, yang kadang perlu melalui suntikan kedalam vena. Bila ada kerusakan dalam pembuluh darah, suplai darah ke ulkus terganggu sehingga luka tidak kunjung sembuh atau tidak mengering.

2.3.5 Faktor Resiko Ulkus Diabetik

Faktor resiko terjadinya ulkus diabetikum adalah : 1. Jenis Kelamin

Laki-laki menjadi faktor predominan berhubungan dengan terjadinya ulkus.

2. Lama Penyakit Diabetes Melitus (DM)

Lamanya durasi dm menyebabkan keadaan hiperglikemia yang terus menerus menginisiasi terjadinya hiperglisolia yaitu keadaan sel yang kebanjiran glukosa. 100 pasien penyakit DM dengan ulkus diabetikum, ditemukan 58% adalah pasien penyakit DM yang telah menderita penyakit lebih dari 10 tahun.

(33)

3. Neuropati

Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik dan otonom.

Gangguan mototrik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki, perubahan biomekanika kaki dan distribusi tekanan kaki terganggu sehingga menyebabkan kejadian ulkus meningkat. Gangguan sensorik disadari pada saat pasien mengeluh kaki kehilangan sensasi atau merasa kebas.

Rasa kebas menyebabkan trauma yang terjadi pada pasien DM sering kali tidak diketahui. Gangguan otonom menyebabkan bagian kaki mengalami penurunan eksresi keringat, sehingga kulit kaki menjadi kering dan mudah terbentuk fissura. Saat terjadi mikrotrauma keadaan kaki yang mudah retak meningkatkan resiko terjadinya ulkus diabetikum.

4. Peripheral Arteri Disease

Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di ektremitas bawah yang disebabkan oleh atheroklerosis. Gejala klinis yang sering ditemui adalah klaudikasio intermitten yang disebabkan oleh iskemia otot dan iskemia yang menimbulkan nyeri pada saat istirahat (Loviana, 2015).

2.3.6 Diagnosa ulkus diabetikum

Diagnosa ulkus diabetikum meliputi : 1. Pemeriksaan fisik

infeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vebrisa/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

(34)

2. Pemeriksaan penunjang

X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetik menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya (Hastuti, 2008).

2.3.7 Gambaran Bakteri Ulkus Diabetik

Salah satu komplikasi diabetes melitus adalah ulkus, dimana terjadi infeksi superficial pada kulit penderita. Resiko terjadinya ulkus 29 kali lebih besar.

Masuknya bakteri menjadi awal terjadinya ulkus dan kadar glukosa yang tinggi menjadi tempat strategis berkembang biaknya bakteri. Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan dalam pus ulkus diabetikum berturut-turut adalah Staphylococcus sp (92.9%), Klebsiella sp (75.4%), Proteus sp (73.7%), Shigella sp (68.4%), E.coli sp (42.1%) dan Pseudomonas sp (10.5%). Pengobatan ulkus diabetik dengan infeksi bakteri kultur di anjurkan dengan pemberian antibiotik.

Antibiotik mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri. Namun demikian, pemberian antibiotik dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan resistensi (Nur dan Marissa, 2015). Menurut Gaol tahun (2017) tiga bakteri areob paling bnyak pada ulkus diabetik adalah Klebsiella sp, Staphylococcus aureus dan Proteus mirabillis sp.

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif yang terkandung dalam tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai dengan kelarutan komponen aktifnya (DepKes, 2000).

(35)

Menurut Ditjen POM RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:

A. Cara dingin

1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel maka larutan terpekat didesak keluar.

2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap pengembangan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya terus- menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

B. Cara panas

1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan karena adanya pendingin balik.

2. Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru dan umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

(36)

3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

4. Infundasi adalah proses penyaringan yang umumnya dilakukan untuk menyaring zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses ini dilakukan pada suhu 90°C selama 15 menit.

5. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30°C dan temperatur sampai titik didih air.

2.4.1 Uji Aktivitas Bakteri

Penentu aktivitas antibiotik dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode difusi dan dilusi.

2.4.1.1 Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas berisi sejumlah obat tertentu yang ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaanya, setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia (Jawetz dkk., 2014).

2.4.1.2 Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (Broth dilution) dan dilusi padat (Solid dilution).

(37)

1. Metode dilusi cair (Broth dilution test)

Metode ini mengukur kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada media cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM.

Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi padat (Solid dilution test)

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

2.5 Uji In Vitro

Pengujian secara in vitro adalah pengujian yang dilakukan di luar tubuh, yang berkenaan dengan percobaan biologis yang dilakukan di dalam tabung reaksi atau alat-alat laboratorium lainnya, biasanya dilakukan dengan tujuan percobaaan atau penelitian (Irianto, 2006).

(38)

2.6 Kerangka Teori

2.7 Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin dalam menghambat pertumbuhan bakteri dari ulkus diabetik.

Ha : Ada pengaruh kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin dalam menghambat pertumbuhan bakteri dari ulkus diabetik.

Saponin Tanin flavonoid

Flurokuinolon

Bakteri yang ada pada Ulkus diabetikum

Ektraksi

Uji Aktivitas Bakteri Metode Dilusi Metode Difusi

Uji InVitro

Lidah buaya (Aloe vera L.) Antibiotik Ciprolofaksin

Kuinolon

Golongan

Kandungan Kandungan

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan desain Ekperimental laboratory yang dilakukan untuk melihat daya hambat kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri dari ulkus, dengan pengukuran daya hambat dengan metode difusi menurut Kirby Bauer. Prinsip metode Kirby Bauer adalah menghambat pertumbuhan mikroorganisme, mengukur diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri, semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulanfebruari-juni 2020 di Laboratorium STIKes Perintis Padang.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah lidah buaya (Aloe vera L.) dan antibiotik Ciprolofaksin.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.), antibiotik Ciprolofaksin dan bakteri pada ulkus.

(40)

3.4 Rancangan penelitian

Penelitian ini dirancang dengan 3 perlakuan : a. Ektrak Lidah Buaya (Aloe vera L.) b. Antibiotik Ciprolofaksin

c. Kombinasi Ektrak Lidah Buaya (Aloe vera L.) dengan Antibiotik Ciprolofaksin

Masing-masing Terdiri dari 4 Konsentrasi yaitu Konsentrasi 25 mg/2ml, 50 mg/2ml, 75 mg/2ml, 100 mg/2ml.

3.5 Variabel

3.5.1 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kombinasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.)dengan antibiotik Ciprolofaksin.

3.5.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah daya hambat bakteri terbanyak dari ulkus.

(41)

3.6 Definisi Operasional

No Definisi Operasional Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Pengukuran 1 Ekstrak Lidah Buaya

Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman yang mempunyai kandungan pengobatan seperti antibiotik, antiseptik dan antibakteri. Kandungan lidah buaya sebagai antibakteri yaitu saponin, tanin, flavanoid dan antrakuinon.

Gravi metri

Neraca analitik

g/ml Rasio

2 Antibiotik Ciprolofaksin Ciprolofaksin merupakan salah satu golongan flurokuinolon, yang memiliki aktivitas melawan berbagai macam bakteri gram positif dan gram negatif. Kandungan dari antibiotik Ciprolofaksin adalah kuinolon.

Gravi metri

Neraca analitik

Mg Rasio

3 Kombinasi

Kombinasi ini diharapkan mampu menghambat bakteri secara lebih paten dan dengan efek samping relatif lebih rendah. Selain itu, penggunaan kombinasi ini juga dapat digunakan untuk menurunkan dosis antibiotik sehingga mengurangi kemungkinan toksisitas

Gravi metri

Neraca analitik

mg/2 ml

Rasio

3.7 Alat dan Bahan 3.7.1 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : cawan petri, tabung reaksi, rak tabung, kawat ose, kaca arloji, spiut, korek api, lampu spritus, timbangan analitik, jangka sorong, mikroskop, kapas lidi steril, erlenmeyer,

(42)

beaker glass, kertas perkamen, pinset, oven, inkubator, kertas label, pipet ukur, penangas air, pencadang kertas, rotary evaporator, plat tetes, pipet tetes, spidol.

3.7.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bakteri dari ulkus diabetik, ekstrak lidah buaya dan antibiotik Ciprolofaksin, ketas saring, koran, tisu, ketas label, aquadest, NaCl fisiologis.

Media kultur yang digunakan adalah NB (Nutrient broth), MacConkey, Blood agar, larutan Mc Farland dan MHA (Muller Hilton Agar).

3.8 Persiapan Bahan 3.8.1 Pengumpulan Bahan

Daun lidah buaya (Aloe vera L.) yang didapat pada pekarangan rumah sendiri dan antibiotik Ciprolofaksin.

3.8.2 Penyiapan Simplisia Daun Lidah Buaya

Tumbuhan lidah buaya yang didapat dari pekarangan rumah. Bagian tumbuhan lidah buaya (Aloe vera L.) yang digunakan adalah daging pada daun lidah buaya. Pengambilan daun lidah buaya dilakukan dengan pisau dan dipilih daun yang segar dan masih dalam keadaan yang baik. Kemudian lidah buaya (Aloe vera L.) disortasi basah dan dikupas kulit daunya, kemudian ditimbang dan selanjutnya diteruskan dengan metode maserasi ekstraksi.

3.8.3 Ekstraksi Daun Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Daun lidah buaya dikupas dahulu sehingga mendapatkan gel lidah buaya sebanyak 500 gram dihaluskan dengan blender kemudian direndam dengan 1000 ml pelarut etanol 96%, setelah itu didiamkan selama 2-3 hari dalam toples

(43)

tertutup. Lalu saring ekstrak cair dengan penyaring kain kasa dan tampung ekstrak dalam botol. Hasil ekstrak diuapkan selama menggunakan Rotary evaporator.

Hasil ekstrak kental lidah buaya dikeringkan dengan metode Freeze dry.

3.8.3.1 Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan dilakukan dengan cara visual yaitu dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa.

3.8.4 Pembuatan Media NB Cair

Sebanyak 12 gram media NB (Nutrient Broth) ditambah aquades sampai 100 ml, kemudian dipanaskan sampai semua bahan larut dengan sempurna, setelah itu media disterilkan dalam autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit.

3.8.5 Pembuatan MacConkey

Timbang 50 gram bubuk media MacConkey larutkan dengan aquadest sebanyak 1 liter, panaskan sampai mendidih untuk melarutkan media, sterilkan dengan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit, tunggu suhu sampai hangat kuku (45°C-50°C), homogenkan dan tuang ke cawan petri.

3.8.6 Pembuatan Agar Darah

Bubuk media blood agar ditimbang sebanyak 40 gram kemudian dimasukan kedalam botol kaca, larutkan dengan 1000 ml aquadest pH 7 (Netral) kemudian dihomogenkan dengan Stirrer magnetic, botol kaca yang berisi media ditutup dengan tutup botol yang dilapisi alumunium foil dan diikat dengan benang, sterilkan dengan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit, media yang telah steril dinginkan hingga mecapai suhu (45°C-50°C), media dituang kedalam plate dan tunggu hingga padat.

(44)

3.8.7 Pembuatan Mc Farland.

Pipet larutan H2SO4 1% sebanyak 9,5 ml, masukkan dalam tabung reaksi.

Tambahkan larutan BaCl2 1% dan sebanyak 0,5 ml kedalam tabung yang berisi H2SO4 1%, setelah itu homogenkan dimana suspensi Mc Farland adalah suspensi standar yang mununjukkan kekeruhan sama dengan 108 CFU/ml (Soemarno, 2000).

3.8.8 Pembuatan Media MHA

Media MHA ditimbang sebanyak 9,5 gr di masukkan kedalam erlemeyer 250 ml, lalu dilarutkan dengan aquadest 100 ml dan dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih sambil diaduk hingga terlarut secara sempurna. Lalu disterilkan di dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit.

3.8.9 Cakram (Disk)

Cakram yang digunakan adalah cakram yang berdiameter 6 mm yang sudah jadi dan steril.

3.8.10 Sterilisasi Alat

Semua alat dan bahan yang terbuat dari kaca sebelumnya di cuci hingga bersih lalu di keringkan dan di bungkus menggunakan kertas perkamen. Sterilisasi dilakukan menggunakan oven pada suhu 160°C selama 1 jam, sedangkan alat lain yang tidak tahan terhadap pemanasan kering tetapi tahan terhadap tekanan disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit.

3.8.11 Prosedur Pembiakan

Spesimen akan diambil dari swab pada ulkus penderita diabetikum, kemudian specimen akan di biakan dengan media Nutrien agar (NA). Setelah

(45)

spesimen yang dibiakan tumbuh pada media, akan dilakukan pewarnaan gram positif dan negatif. Setelah diketahui jenis bakteri dari pewarnaan gram maka akan dilakukan dengan penanaman bakteri pada Mac Conkey untuk gram negatif dan agar darah untuk gram positif. Penanaman ini dilakukan untuk menentukan spesies dari bakteri (Permatasari dkk., 2013).

3.8.12 Pengambilan Spesimen Swab Ulkus

Pengambilan sampel akan dilakukan dengan cara membuat apusan, pasien diberi penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan, kemudian dilakukan pengambilan swab ulkus pasien dengan menggunakan swab steril :

1. Lakukan informed consent pada pasien.

2. Jika pasien bersedia lakukan amnesis singkat berupa identitas pasien dan riwayat perjalanan penyakit.

3. Pasien dalam posisi duduk atau berbaring.

4. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan yaitu, sarung tangan, steril swab, dan cawan petri berisi agar.

5. Cuci tangan (WHO).

6. Lakukan swab pada ulkus diabetikum dengan cara memutar seluruh bagian swab steril yang akan di celupkan pada Nutrien broth.

7. Lalu swab steril akan dimasukan kedalam tabung steril.

8. Tabung yang berisi swab pada ulkus diabetik akan diberi label dan akan dimasukan dalam kotak dan segera dibawa kelaboratorium mikrobiologi.

(46)

3.8.13 Pembuatan Konsentrasi

1. Konsentrasi 25 mg/2ml: 12,5 mg antibiotik Ciprolofaksin dan 12,5 mg ekstrak lidah buaya di add aquadest 2 ml.

2. Konsentrasi 50 mg/2ml : 25 mg antibiotik Ciprolofaksin dan 25 mg ekstrak lidah buaya di add aquadest 2 ml.

3. Konsentrasi 75 mg/2ml : 37,5 mg antibiotik Ciprolofaksin dan 37,5 mg ekstrak lidah buaya di add aquadest 2 ml.

4. Konsentrasi 100 mg/2ml : 50 mg antibiotik Ciprolofaksin dan 50 mg ekstrak lidah buaya di add aquadest 2 ml.

3.9 Prosedur Kerja

3.9.1 Isolasi Bakteri Dari swab Kulit Penderita Ulkus Diabetik

Hasil swab yang diambil akan diinkubasi pada nutrien agar sehingga bakteri akan tumbuh. Selain itu, akan dilakukan penanaman koloni dengan menggunakan ose bulat pada media agar darah untuk bakteri gram positif dan media Mac Conkey untuk pembiakan gram negatif.

3.9.2 Identifikasi Bakteri 3.9.2.1 Pewarnaan gram

Pewarnaan gram adalah pewarnaan yang digunakan untuk melakukan identifikasi kultur bakteri yang belum di ketahui, dari pewarnaan gram bisa kita dapatkan reaksi gram yang terjadi, ukuran sel, bentuk sel, dan susunan bakteri.

Langkah pewarnaan gram adalah kenakan sarung tangan, beri label pada glas objek, bersihkan kaca objek dengan alkohol 70%, panaskan ose dengan bunsen, lalu tunggu dingin, isolat bakteri yang diambil dengan ose secara aseptis dan oles

(47)

tipis pada glas objek, fiksasi spesimen dengan cara lewatkan gelas objek pada bunsen sebanyak tiga kali, teteskan kristal violet pada glas objek sampai menutupi seluruh permukaan dan diamkan satu menit, kemudian cuci dengan aquadest selama 5 detik, setelah itu teteskan larutan iodin selama satu menit lalu dicuci dengan air mengalir selama 5 detik, lalu akan dilakukan dekolorisasi dengan meneteskan alkohol 96% sampai objek glass tidak terlihat warna lagi, bilas preparat dengan air untuk menghentikan dekolorisasi, teteskan objek glass dengan safranin diamkan selama satu menit, lalu bilas dengan air selama satu detik, setelah itu lakukan pengamatan dengan pada miskroskop dengan perbesaran 100x untuk melihat bakteri. Apabila gram terlihat warna ungu merupakan gram positif, dan warna merah gram negatif (Khairunnisa, 2018).

3.9.2.2 Uji biokimia

Adapun uji biokimia yang dilakukan yaitu : 1. SIM (Sulfat Indol Motility)

Hasil yang diperoleh pada uji ini adalah positif, hal ini terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini menunjukan adanya pergerakan dari bakteri yang diinokulasi yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagella. Dari uji ini juga terlihat adanya warna hitam, yang berarti bakteri ini menghasilkan Hidrogen Sulfat (H2S).

2. TSIA

Triple Sugar Iron Agar medium, biasanya digunakan untuk konfirmasi pengujian E.coli dan dapat digunakan untuk identifikasi bakteri gram

(48)

negatif yang memfermentasi dekstrosa/laktosa/sukrosa dan produksi H2S.

Dari fungsi tersebut media ini dapat diusulkan untuk konfirmasi Salmonella dan memilahkan dari Pseudomonas yang tumbuh pada media BSA dan BGA. Terjadinya fermentasi dekstrosa oleh Salmonella akan menurunkan pH menjadi asam. Kondisi ini akan menjadikan perubahan phenol red (media merah) menjadi kuning. Sedangkan Pseudomonas karna tidak mampu memfermentasi dekstrosa, maka media akan tetap berwarna merah. Dengan demikian media ini dapat dengan mudah memilah Salmonella dan pseudomonas.

3. Simmon Sitrat

Mengandung amonium hodrogen fosfat, natrium klorida, natrium sitrat, magnesium sulfat, agar, bromtimol biru, aquadest dan memiliki pH 6,9.

3.9.3 Pembuatan Suspensi Bakteri

Setelah diidentifikasi, koloni bakteri yang tumbuh di media blood agar dan MacConkey, lalu dibuat suspensi dengan menambahkan larutan Nutrient Broth (NB) di dalam tabung reaksi, sampai didapatkan kekeruhan yang disesuaikan dengan standar kekeruhan Mc Farland 0,5 untuk mendapatkan bakteri 1,5 x 108 CFU/mL.

3.9.4 Penyusun Disk

Penempelan disk pada media Muller Hilton Agar plate dilakukan manual satu-persatu dengan pinset, kemudian ambil disk kosong dengan pinset steril dan celupkan kedalam larutan ekstrak daun lidah buaya, antibiotik Ciprolofksin dan kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin yang telah

(49)

ditentukan konsentrasinya, letakkan diatas permukaan media Muller Hilton Agar plate dengan sedikit ditekan, setelah itu inkubasi dalam inkubator selama 1 x 24 jam pada suhu 37ºC (Soemarno, 2000).

3.9.5 Uji Aktivitas Bakteri Terhadap Antibiotik

Bakteri diambil dari suspensi yang telah disetarakan dengan standar McFarland (108 CFU/mL) sebanyak 300 µL. Bakteri tersebut diletakkan pada media MH padat kemudian diratakan dengan spreader glass, setelah itu dibiarkan sampai permukaan kering. Kombinasi dengan volume pengambilan yang telah ditentukan dan kontrol yang digunakan diteteskan pada disk kosong kemudian ditunggu selama 5 menit. Disk yang telah berisi kombinasi ekstrak serta kontrol tersebut diletakkan di atas media yang telah disemai bakteri. Media diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C kemudian diamati zona hambatnya.

3.9.6 Pembacaan Daya Hambat

Amati zona hambatan yang terjadi disekeliling disk dan ukur besar diameternya dengan jangka sorong. Jika terdapat daya hambatan disekeliling disk, berarti ekstrak daun lidah buaya dan antibiotik Ciprolofaksin memiliki kandungan zat aktif sebagai antibakteri.

3.9.6.1 Kategori Diameter Zona Hambat

Diameter Kekuatan daya hambat

≤ 5 Lemah

6-10 Sedang

11-20 Kuat

≥ 21 Sangat kuat

(50)

3.9.7 Analisa Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berfaktor, yang terdiri atas dua faktor yaitu daun lidah buaya (Aloe vera L.) dan antibiotik Ciprolofaksin. Maka akan dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji anova one way dengan metode SPSS 16,0.

3.10 Kerangka Operasinal

Pasien DM Yang Mempunyai Ulkus Diabetik Pengambilan Sampel Dengan Swab

Nutrien Broth (NB) Penanaman Pada Media

Inkubasi 37°, 24 Jam

Negatif (-) Positif (+)

Isolasi Bakteri

Agar darah Mac Conkey

Identifikasi Bakteri 1. Pewarnaan gram 2. Uji biokimia Pembuatan Suspensi

Bakteri

Penanaman Pada Media MHA

Uji Sensitivitas Dengan Cakram

Pembacaan Daya Hambat

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian

Daya hambat kombinasi ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera L.) dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri dari ulkus diabetik, dengan tiga perlakuan, tiga pengulangan dan empat konsentrasi, menggunakan tiga bakteri yang paling banyak di temukan pada ulkus diabetik yaitu Staphylococcus aureus, Proteus dan Klebsiella. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel.

4.1.1 Hasil Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Diameter zona hambat ekstrak lidah buaya, antibiotik Ciprolofaksin dan kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada table 4.1 :

Tabel 4.1 Hasil Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococus

aureus

Konsentras i (mg/2ml)

Diameter zona

hambat (mm) X

(mm) SD P

1 2 3

Ekstrak Lidah Buaya

25 22 20 22 21.3 ± 1.1

0.00

50 25 24 24 24.3 ± 0.5

75 28 27 28 27.6 ± 0.5

100 32 30 30 30.6 ± 1.1

Antibiotik Ciprolofaksin

25 50 75 100

40 46 48 50

42 44 47 52

43 45 48 50

41.6 45.0 47.6 50.6

± 1.5

± 1.0

± 0.5

± 11

0.00

Kombinasi

25 40 40 45 41.7 ± 2.9

0.01

50 45 46 48 46.3 ± 1.5

75 46 48 50 48.0 ± 2.0

100 48 50 54 50.7 ± 3.0

(52)

Berdasarkan Data dari tabel 4.1 hasil uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus (mm) menunjukan bahwa ekstrak lidah buaya pada konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 21.3 mm, konsentrasi 50 mg/ml menghasilkan zona hambat 24.3 mm, konsentrasi 75 mg/ml menghasilkan zona hambat 27.6 mm, konsentrasi 100 mg/ml menghasilkan zona hambat 30.6 mm.

Antibiotik Ciprolofaksin pada konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 41.6 mm, konsentrasi 50 mg/ml menghasilkan zona hambat 45.0 mm, konsentrasi 75 mg/ml menghasilkan zona hambat 47.6 mm, konsentrasi 100 mg/ml menghasilkan zona hambat 50.6 mm. Kombinasi pada konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 41.6 mm, konsentrasi 50 mg/ml menghasilkan zona hambat 46.3 mm, konsentrasi 75 mg/ml menghasilkan zona hambat 48.0 mm, konsentrasi 100 mg/ml menghasilkan zona hambat 50.7 mm.

Hasil uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus bila dibandingkan dapat dilihat pada grafik 4.1 :

Grafik 4.1 Perbandingan Uji Daya Hambat Ekstrak Lidah Buaya, Antibiotik Ciprolofaksin dan Kombinasi Ekstrak dengan Antibiotik Terhadap Bakteri Staphylococcus aureusPada Konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 mg/2ml.

Berdasarkan grafik 4.1 perbandingan uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Ekstrak lidah buaya, antibiotik Ciprolofaksin dan

0 10 20 30 40 50 60

25 mg/2ml 50 mg/2ml 75 mg/2ml 100 mg/2ml

Diameter Zona Hambat (mm)

Konsentrasi (mg/2ml)

Ekstrak Lidah Buaya Antibiotik Ciprolofaksin Kombinasi

(53)

kombinasi mengalami peningkatan dengan daya hambat paling rendah pada konsentrasi 25 mg/ml dan daya hambat paling tinggi pada konsentrasi 100 mg/ml.

Ekstrak lidah buaya memiliki daya hambat paling kecil dibandingkan dengan antibiotik Ciprolofaksin, sedangkan kombinasi memiliki daya hambat paling besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

4.1.2 Hasil Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Proteus sp

Diameter zona hambat ekstrak lidah buaya, antibiotik Ciprolofaksin dan kombinasi terhadap bakteri Proteus sp dapat dilihat pada table 4.2 :

Tabel 4.2 Hasil Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Proteus sp.

Proteus Konsentras i (mg/2ml)

Diameter zona

hambat (mm) X

(mm) SD P

1 2 3

Ekstrak Lidah Buaya

25 20 20 22 20.6 1.1

0.00

50 22 22 24 22.6 1.1

75 24 25 27 25.3 1.5

100 27 27 30 28.0 1.7

Antibiotik Ciprolofaksin

25 50 75 100

36 38 40 43

38 40 42 43

38 39 40 42

37.7 39.0 40.7 42.7

1.2 1.0 1.2 1

0.00

Kombinasi

25 35 36 34 35.0 1.0

0.00

50 38 39 36 37.6 1.5

75 40 41 39 40.0 1.0

100 42 42 42 42.0 0

Berdasarkan data dari tabel 4.2 hasil uji daya hambat terhadap bakteri Proteus (mm) menunjukan bahwa ekstrak lidah buaya pada konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 20.6 mm, konsentrasi 50 mg/ml menghasilkan zona hambat 22.6 mm, konsentrasi 75 mg/ml menghasilkan zona hambat 25.3 mm, konsentrasi 100 mg/ml menghasilkan zona hambat 28.0 mm. Antibiotik Ciprolofaksin pada konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 37.3 mm,

(54)

konsentrasi 50 mg/ml menghasilkan zona hambat 39.0 mm, konsentrasi 75 mg/ml menghasilkan zona hambat 40.7 mm, konsentrasi 100 mg/ml menghasilkan zona hambat 42.7 mm. Kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin pada konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 35.0 mm, konsentrasi 50 mg/ml menghasilkan zona hambat 37.6 mm, konsentrasi 75 mg/ml menghasilkan zona hambat 40.0 mm, konsentrasi 100 mg/ml menghasilkan zona hambat 42.0 mm.

Hasil uji daya hambat ekstrak lidah buaya, antibiotik Ciprolofaksin dan kombinasi ekstrak dengan antibiotik terhadap bakteri Proteus sp bila dibandingkan dapat dilihat pada grafik 4.2 :

Grafik 4.2 Perbandingan Uji Daya Hambat Ekstrak Lidah Buaya, Antibiotik Ciprolofaksin dan Kombinasi Ekstrak dengan Antibiotik Terhadap Bakteri ProteusPada Konsentrasi 25, 50, 75, 100 mg/ml.

Berdasarkan perbandingan uji daya hambat terhadap bakteri Proteus sp.

Ekstrak lidah buaya, antibiotik Ciprolofaksin dan kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin mengalami perningkatan dari konsentrasi 25 mg/ml sampai konsentrasi 100 mg/ml. Ekstrak lidah buaya memiliki daya hambat paling rendah dibandingkan dengan antibiotik Ciprolofaksin dan kombinasi.

0 10 20 30 40 50

25 mg/2ml 50 mg/2ml 75 mg/2ml 100 mg/2ml

Diameter Zona Hambat (mm)

Konsentrasi (mg/2ml)

Ekstrak Lidah Buaya Antibiotik Ciprolofaksin Kombinasi

(55)

Sedangkan daya hambat paling tinggi adalah antibiotik Ciprolofaksin. Tetapi pada konsentasi 100 mg/ml antibiotik Ciprolofaksin dan kombinasi memiliki daya hambat yang sama.

4.1.3 Hasil Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Klebsiella

Diameter zona hambat ekstrak lidah buaya, antibiotik Ciprolofaksin dan kombinasi ekstrak lidah buaya dengan antibiotik Ciprolofaksin terhadap bakteri Klebsiella dapat dilihat pada table 4.3 :

Tabel 4.3 Hasil Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Klebsiella

Klebsiella Konsentras i (mg/2ml)

Diameter zona

hambat (mm) X

(mm) SD P

1 2 3

Ekstrak Lidah Buaya

25 mg/2ml 30 30 28 29.3 1.5

0.00

50 mg/2ml 33 34 30 33.3 0.5

75 mg/2ml 35 36 35 35.3 0.5

100 mg/2ml 40 40 38 42.6 4.6

Antibiotik Ciprolofaksin

25 mg/2ml 50 mg/2ml 75 mg/2ml 100 mg/2ml

40 44 46 48

42 45 46 48

38 42 45 46

40.0 43.7 45.7 47.3

2.0 1.5 0.6 1

0.01

Kombinasi

25 mg/2ml 44 46 46 45.3 1.2

0.00

50 mg/2ml 46 48 48 47.3 1.2

75 mg/2ml 48 50 50 49.3 1.2

100 mg/2ml 50 52 52 51.3 1.2

Berdasarkan Data dari tabel 4.3 hasil uji daya hambat terhadap bakteri Klebsiella (mm) menunjukan bahwa ekstrak lidah buaya pada konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 29.3 mm, konsentrasi 50 mg/ml menghasilkan zona hambat 33.3 mm, konsentrasi 75 mg/ml menghasilkan zona hambat 35.3 mm, konsentrasi 100 mg/ml menghasilkan zona hambat 42.6 mm. Antibiotik Ciprolofaksin pada Konsentrasi 25 mg/ml menghasilkan zona hambat 40.0 mm,

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Merupakan media umum komplek dan media diferensiasi untuk pertumbuhan jamur serta yeast sehingga sering digunakan sebagai uji untuk menentukan jumlah jamur dan yeast

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi guru-murid yang terjadi di Prodigy berlangsung secara humanis dan interaktif dengan pendekatan subyektif, karena guru

dan perilaku yang ada dalam diri pegawai itu baik, maka akan membuat. pegawai tersebut melakukan hal-hal positif dalam melakukan

Pemohon berpendapat bahwa hak-hak konstitusional yang secara tidak langsung diberikan oleh norma Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, itu

Menimbang bahwa sehubungan dengan pelaksanaaq kunjungan kerja dan/atau kenegaraan Presiden ke Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Demokrasi Rakyat Laos pada tanggal 2

menunjukan bahwa pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Brain-Based Learning lebih baik daripada

Desa Poto merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa Poto merupakan dataran

Tujuan penelitian adalahuntuk mengidentifikasi bagaimana peran kelompok tani terhadap kegiatan usahatani padi sawah melalui motivasi petani dalam mengikuti kegiatan kelompok