• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung) (Skripsi) Oleh FANNY PRAWAKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

ABSTRACT

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung) By

FANNY PRAWAKA

Indonesia is a tropical nation which has two season, those are rainy and dry season. The rainfall data is very important for technical planning especially for waterworks. Unfortunately, a few points of rainfall recording stasion sometimes loses their data.In order to fix or estimate the incomplete or lost rainfall data, we can do the calculation using normal ratio method, inversed square distance method, and algebraic average

This research is done with the purpose to calculate the correlation of measurable rainfall data with rainfall data on the calculation using each method mentioned above which is every method using three rainfall stasions, four rainfall stasions, and five rainfall stasions. It’s also purposed to decide with how many stasions and what method is resulting the best correlation value.

As the result of the research using algebraic average method, normal ratio method, and inversed square distance method with daily rainfall data in a year, cumulative monthly rainfall data, and also average monthly rainfall data, it can be concluded that the greater number of stasions resulting the better correlation value. The correlation value with cumulative monthly rainfall data and average monthly rainfall data using some different number of stasions for each method is resulting a not significant differences with the value of percentage is 0,00025% to 0,01182%. The calculation uses cumulative monthly rainfall data and average monthly rainfall data showing the better correlation value than calculation using daily rainfall data in a year (0, 67230 - 0,72097 compared to 0,19305 - 0,25890).

Keywords: Rainfall, normal ratio method, inversed square distance method,

(3)

ABSTRAK

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung) (Skripsi)

OLEH

FANNY PRAWAKA

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Data curah hujan sangat penting untuk perencanaan teknik khususnya untuk bangunan air, namun terkadang di beberapa titik stasiun pencatat curah hujan terdapat data yang hilang. Untuk memperbaiki atau memperkirakan data curah hujan yang tidak lengkap atau hilang, maka dapat dilakukan perhitungan dengan metode rata-rata aljabar, metode normal ratio, dan metode inversed square distane.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menghitung korelasi data curah hujan terukur dengan data curah hujan hasil perhitungan dengan masing- masing metode menggunakan tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun. Serta menentukan dengan berapa jumlah stasiun dan metode apakah yang menghasilkan nilai korelasi yang baik

Dari hasil penilitian menggunakan metode rata-rata aljabar, metode normal ratio, dan metode Inversed Square Distance dengan data hujan harian satu tahun, data hujan kumulatif bulanan, maupun data huja n rata-rata bulanan, dapat diambil kesimpulan semakin banyak jumlah stasiun maka semakin baik nilai korelasinya. Nilai korelasi dengan data hujan kumulatif bulanan serta data hujan rata-rata bulanan menggunakan beberapa jumlah stasiun yang berbeda setiap masing - masing metode tidak ada perbedaan yang signifikan dengan nilai persentase perbedaannya 0,00025% sampai dengan 0,01182%. Perhitungan dengan menggunakan data hujan kumulatif bulanan dan data hujan rata-rata bulanan menunjukan nilai korelasi yang lebih baik dibandingkan data hujan harian satu tahun (0, 67230 - 0,72097 dibandingkan 0,19305 - 0,25890).

Kata kunci : Curah hujan, metode normal ratio, metode inversed square

(4)

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung)

Oleh

FANNY PRAWAKA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 9 Mei 1993. Merupakan anak ke empat dari lima bersaudara keluarga Bapak Syahdan Saleh dan Ibu Ermawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Al-Azhar 4, Bandar Lampung pada tahun 1999, SDN 2 Merapi Bandar Lampung pada tahun 2005, SMPN 29 Bandar Lampung tahun 2008, dan SMAN 9 Bandar Lampung Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam yang diselesaikan pada tahun 2011.

Penulis diterima menjadi mahasiswi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HIMATEKS) Fakultas Teknik Universitas Lampung sebagai anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan pada periode tahun 2012-2013 dan sebagai sekretaris divisi pengembangan Bidang Penelitian dan Pengembangan pada periode tahun 2013-2014, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Teknik Universitas Lampung sebagai Sekertaris Bidang Komunikasi Umat (KU), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM FT) Universitas Lampung.

(9)

Pada tahun 2014 penulis melakukan kegiatan Kerja Praktik selama 3 bulan pada Proyek Pembangunan Gedung Rusunawa Twin Tower Metro. Melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Marga Jaya, Kecamatan Negarabatin, Waykanan pada tahun 2015. Penulis mengambil tugas akhir dengan judul Analisis Data Curah Hujan yang Hilang dengan Menggunakan Metode

Normal Ratio, Inversed Square Distance, dan Rata-Rata Aljabar (Studi Kasus

(10)

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri.

(Q.S. Ar-Ra’d: 11)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

(Q.S. Al-Baqarah: 286)

Bermimpilah setinggi langi. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang.

(Ir. Soekarno)

Kesuksesan berbanding lurus pada tindakan yang dilakukan. (Anonim)

(11)

Persembahan

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

1. Kedua Orangtua ku tercinta Syahdan Saleh dan Ermawati yang menjadi semangat terbesarku yang telah memberikan kasih sayang, doa yang tulus, perhatian, pengorbanan, motivasi, dan kesabaran, yang mustahil untuk dinilai. Terima kasih untuk segalanya yang tak mungkin mampu untukku membalasnya.

2. kakak-kakak ku Riyant Prawaka, S.P., Ade Ifran Prawaka, S.Si., Deddy Prawaka, S.H., M.H., Nani Chandra, S.E., Rika Emilia, S.H., M.H., serta adikku Mutiara Dewi Prawaka tersayang, yang selalu memberi semangat dan motivasi bagiku memberikan doanya, dukungan, semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Kepada mevici dianresti, yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa. Terima kasih atas segala waktunya yang telah menemani sampai saat ini dan seterusnya.

4. Seluruh teman seperjuangan Teknik Sipil 2011 yang telah mengisi hari-hari dengan semangat serta senantiasa menjadi inspirasi bagi penulis. 5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan,

(12)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah

Subhana Wa Ta’ala yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG

HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO,

INVERSED SQUARE DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR (Studi

Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung)

dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Sipil di Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

(13)

3. Ibu Ir. Ahmad Zakaria, M.T., Ph.D.,selaku Pembimbing Utama terima kasih atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Subuh Tugiono, S.T., M.T., selaku Pembimbing Kedua terima kasih atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Dyah Indriana K, S.T., M.Sc., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi. Terimakasih untuk masukan dan saran untuk penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Bapak Sasana Putra, S.T., M.T., selaku Pembimbing Akademik.

7. Bapak dan Ibu Dosen, Staf Administrasi dan semua pegawai Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2016

Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan masalah ... 2 C. Batasan Masalah ... 3 D. Tujuan Penelitian ... 3 E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan ... 5

B. Curah Hujan ... 5

C. Proses Terjadi Hujan ... 6

D. Stasiun Pengamat Hujan ... 9

E. Alat Pengukur Hujan... 9

F. Metode Konvensional/Rata-Rata ... 13

G. Metode Normal Ratio ... 14

H. Metode Inversed Square Distance ... 14

I. Koefisienkorelasi ... 15

III. METODE PENELITIAN A. Wilayah Studi... 17 B. Pengumpulan Data ... 17 C. Studi Pustaka ... 18 D. Metode Penyajian... 18 E. Pengolahan Data ... 19 F. Proses Data... 22 G. Kesimpulan ... 23

(15)

ii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Curah Hujan ... 25

B. Metode Perhitungan ... 26

C. Analisa Data Curah Hujan ... 26

D. Perhitungan ... 44 V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 88 B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Curah Hujan pada Tahun 1994 Stasiun Pahoman ... 19

2. Data Curah Hujan pada Tahun 1994 Stasiun Pahoman ... 21

3. Contoh Data Series Curah Hujan Harian Satu Tahun ... 45

4. Contoh Kombinasi Tiga Stasiun ... 46

5. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun Metode Rata-rata Aljabar ... 47

6. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan dengan Metode Rata-rata Aljabar ... 49

7. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan dengan Metode Rata-rata Aljabar ... 52

8. Contoh Data Series Curah Hujan Harian Satu Tahun ... 56

9. Contoh Kombinasi Tiga Stasiun ... 57

10. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun Metode Normal Ratio ... 58

11. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan dengan Metode Normal Ratio ... 60

12. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan dengan Metode Normal Ratio ... 63

13. Contoh Data Series ... 67

14. Contoh Kombinasi Tiga Stasiun ... 68

15. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun Metode Inversed Square Distance ... 69

16. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan dengan Metode Inversed Square Distance... 71

(17)

17. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan dengan

Metode Inversed Square Distance... 74 18. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 77 19. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 78 20. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 79 21. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 81 22. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 82 23. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 83 24. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 84 25. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 85 26. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus Hidrologi ... 7

2. Penakar Hujan Observatorium (OBS)... 10

3. Penakar Hujan Jenis Hellman ... 12

4. Lokasi Stasiun Curah Hujan ... 17

5. Diagram Alir Penelitian ... 24

6. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 1994 ... 27

7. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 1995 ... 27

8. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 1996 ... 27

9. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 1997 ... 28

10. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 1998 ... 28

11. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 1999 ... 28

12. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 2000 ... 29

13. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 2002 ... 29

14. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sukarame Tahun 2003 ... 29

15. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 1994 ... 30

16. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 1995 ... 30

17. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 1996 ... 31

18. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 1997 ... 31

19. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 1998 ... 31

20. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 1999 ... 32

21. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 2000 ... 32

22. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 2002 ... 32

23. Curah Hujan Harian dari Stasiun Pahoman Tahun 2003 ... 33

24. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 1994 ... 33

(19)

26. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 1996 ... 34

27. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 1997 ... 34

28. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 1998 ... 35

29. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 1999 ... 35

30. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 2000 ... 35

31. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 2002 ... 36

32. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 2003 ... 36

33. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 1994 ... 37

34. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 1995 ... 37

35. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 1996 ... 37

36. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 1997 ... 38

37. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 1998 ... 38

38. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 1999 ... 38

39. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 2000 ... 39

40. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 2002 ... 39

41. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumurputri Tahun 2003 ... 39

42. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 1994... 40

43. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 1995... 40

44. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 1996... 41

45. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 1997... 41

46. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 1998... 41

47. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 1999... 42

48. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 2000... 42

49. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 2002... 42

50. Curah Hujan Harian dari Stasiun Waygalih Tahun 2003... 43

51. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun dengan 3 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 47

52. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun dengan 4 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 48

53. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun dengan 5 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 48 54. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

(20)

dengan Metode Rata-rata Aljabar ... 49 55. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 50 56. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 50 57. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 51 58. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan Metode Rata-Rata Aljabar ... 51 59. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 52 60. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 53 61. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 53 62. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan Metode Rata-Rata Aljabar ... 54 63. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 3 Stasiun Metode Normal Ratio... 58 64. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 4 Stasiun Metode Normal Ratio... 59 65. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 5 Stasiun Metode Normal Ratio... 59 66. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan Metode Normal Ratio ... 60 67. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Normal Ratio... 61 68. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Normal Ratio... 61 69. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Normal Ratio... 62 70. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

(21)

dengan Metode Normal Ratio ... 62 71. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Normal Ratio... 63 72. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Normal Ratio... 64 73. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Normal Ratio... 64 74. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan Metode Normal Ratio ... 65 75. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 3 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 69 76. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 4 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 70 77. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 5 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 70 78. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan Metode Inversed Square Distance ... 71 79. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 72 80. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 72 81. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 73 82. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulananv

dengan Metode Inversed Square Distance ... 73 83. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 74 84. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 75 85. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 75 86. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

(22)

dengan Metode Inversed Square Distance ... 76 87. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 78 88. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 79 89. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 80 90. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 81 91. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 82 92. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 83 93. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 85 94. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 86 95. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dalam siklus hidrologi hujan merupakan faktor penting dalam menentukan kapasitas air yang ada di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Hujan yang turun di suatu daerah akan masuk ke dalam DAS tersebut, mengalir ke dalam sungai, dan akhirnya ke laut. Hujan yang terjadi akan berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada ketinggian daerah, iklim, musim, dan faktor-faktor lain yang menyebabkan itu turun. Intensitas dan durasi hujan juga menentukan banyaknya jumlah air yang turun pada daerah tersebut.

Data curah hujan sangat penting untuk perencanaan teknik khususnya untuk bangunan air misalnya irigasi, bendungan, drainase perkotaan, pelabuhan, dermaga, dan lain-lain. Karena itu data curah hujan di suatu daerah dicatat terus menerus untuk menghitung perencanaan yang akan dilakukan. Pencatatan data curah hujan yang dilakukan pada suatu DAS dilakukan di beberapa titik stasiun pencatat curah hujan untuk mengetahui sebaran hujan yang turun pada suatu DAS apakah merata atau tidak. Diperlukan data curah hujan bertahun-tahun untuk mendapatkan perhitungan perencanaan yang akurat, semakin

(24)

2

banyak data curah hujan yang ada maka semakin akurat perhitungan yang akan dilakukan.

Namun terkadang di beberapa titik stasiun pencatat curah hujan terdapat data yang hilang. Hilangnya data tersebut dapat disebabkan oleh kelalaian dari petugas pencatat curah hujan atau rusaknya alat pencatat curah hujan karena kurangnya perawatan. Untuk memperbaiki atau memperkirakan data curah hujan yang tidak lengkap atau hilang, maka dapat dilakukan perhitungan dengan metode normal ratio, metode inversed square distance dan metode rata-rata aljabar. Karena hujan yang turun di suatu daerah di Indonesia juga akan turun secara periodik maka dapat dihitung apabila ada data yang hilang pada masa tertentu.

Peramalan variasi hujan dapat membantu dan bermanfaat untuk memberikan informasi yang berpengaruh terhadap perencanaan aktivitas masyarakat dalam kehidupan sehari hari di masa mendatang khususnya untuk membuat perencanaan bangunan air sehingga dihasilkan sebuah perencanaan bangunan air yang sesuai dan bermanfaat sesuai dengan tujuan awal peruntukan pembangunan bangunan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mencari dan menentukan korelasi terbaik data hujan hasil perhitungan dengan data hujan terukur menggunakan metode normal ratio, metode

(25)

3

inversed square distance, dan metode rata-rata aljabar yang

masing-masing metode menggunakan tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun, 2. Dengan berapa jumlah stasiunkah nilai korelasi yang lebih baik

menggunakan metode normal ratio, metode inversed square distance, dan metode rata-rata aljabar,

3. Dan dengan metode manakah yang paling baik nilai angka korelasinya.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini pembatasan masalah terutama pada :

1. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini dari 5 stasiun curah hujan yaitu Stasiun Hujan PH 001 Pahoman, Stasiun Hujan PH 003 Sukarame, Stasiun Hujan PH 004 Sumur Putri, Stasiun Hujan PH 005 Sumber Rejo, dan Stasiun Hujan PH 035 Way Galih di wilayah Kota Bandar Lampung. 2. Data yang digunakan adalah data hujan harian dalam satu tahun, kumulatif

bulanan, dan rata-rata bulanan.

3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normal ratio, metode inversed square distance dan metode rata-rata aljabar.

4. Perhitungan korelasi dengan menggunakan ketiga metode tersebut masing-masing dilakukan dengan tiga jumlah stasiun yang berbeda yaitu tiga stasiun hujan, empat stasiun hujan, dan lima stasiun hujan

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

(26)

4

perhitungan metode normal ratio, metode inversed square distance, dan metode rata-rata aljabar dengan masing –masing metode menggunakan tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun.

2. Menentukan dengan metode manakah serta berapa jumlah stasiunkah yang menghasilkan perhitungan korelasi lebih baik.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Sebagai acuan perhitungan bila kita kesulitan mendapatkan data atau kehilangan data curah hujan pada waktu tertentu.

2. Mengetahui metode yang mempunyai keakuratan terbaik dengan angka korelasi yang mendekati 1 dengan menggunakan beberapa stasiun,

3. Mengetahui keakuratan data curah hujan hasil perhitungan dengan data curah hujan yang terukur,

4. Dapat memprediksi curah hujan yang hilang di suatu lokasi untuk keperluan perencanaan.

5. Menambah pengetahuan tentang curah hujan dalam pemodelan matematik (model sintetik).

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hujan

Hujan adalah sebuah peristiwa Presipitasi (jatuhnya cairan dari atmosfer yang berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi) berwujud cairan. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemukan suhu di atas titik leleh es di atas permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi (perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat) uap air di atmosfer menjadi butiran air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara. Butir hujan memiliki ukuran yang beragam mulai dari butiran besar hingga butiran kecilnya.

B. Curah Hujan

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan milimeter (mm). Curah hujan dalam 1 (satu) milimeter memiliki arti dalam luasan satu

(28)

6

meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/tahun, dan sebagainya yang berturut-turut sering disebut hujan jam-jaman, hujan harian, hujan tahunan, dan sebagainya. Biasanya data yang sering digunakan untuk analisis adalah nilai maksimum, minimum dan nilai rata-ratanya.

C. Proses Terjadinya Hujan

Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis hujan memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap presipitasi (Triatmodjo, 2008). Sedangkan menurut Sosrodarsono (1985), presipitasi adalah sebutan umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair disebut hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju (snow).

Siklus hidrologi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Proses ini diawali dengan menguapnya air di permukaan tanah dan laut ke udara. Uap air tersebut bergerak dan naik ke atmosfer, yang kemudian mengalami kondensasi dan berubah menjadi titik-titik air yang berbentuk awan.

(29)

7

Selanjutnya titik-titik air tersebut jatuh sebagai hujan ke permukaan lautan daratan. Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi) dan selebihnya sampai ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (aliran permukaan atau surface runoff mengisi cekungan tanah, danau, dan masuk ke sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian mengalir secara vertikal di dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah (ground water) yang kemudian keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai. Akhirnya aliran air di sungai akan sampai ke laut (Triatmodjo, 2008). Gambar proses siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

(Sumber : www.google.com/siklushidrologi)

Gambar 1. Siklus Hidrologi

Pada dasarnya hujan dapat terjadi di sembarang tempat, asalkan terdapat dua faktor, yaitu faktor massa udara yang lembab dan faktor sarana meteorologi yang dapat mengangkat massa udara tersebut untuk berkondensasi. Hujan terjadi akibat massa udara yang mengalami penurunan suhu di bawah titik

(30)

8

embun yang dapat mengalami perubahan pembentukan molekul air. Apabila massa udara terangkat ke atas dan mengalami perubahan suhu sampai mencapai ketinggian yang memungkinkan terjadinya kondensasi, maka akan dapat membentuk awan. Hujan hanya dapat terjadi apabila molekul-molekul air hujan sudah mencapai ukuran lebih dari 1 mm. Agar hujan dapat terjadi diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat yang dapat mengambil uap air dari udara.

Siklus terjadinya hujan tersebut adalah muktlak terjadi setiap tahunnya, karena tidak bisa dipungkiri bahwa air merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan makhluk hidup dan karena manfaat air bagi kehidupan akan mempengaruhi perkembangan bumi. Awan pada proses terjadinya hujan akan membedakan jenis hujan yang terjadi di setiap wilayah. Hal ini karena proses pembentukan awan pada siklus terjadinya hujan dibedakan berdasarkan lapisannya menjadi seperti berikut :

1. Sirus

Sirus adalah lapisan yang paling atas yang bentuknya seperti serabut halus

berwarna putih. Pada awan ini, akan membentuk menyerupai kristal es di langit, jika sudah terbentuk seperti itu biasanya hujan akan turun.

2. Cumulus

Pada lapisan kedua ini, akan membentuk yang biasanya seperti gumpalan putih lembut yang menandakan kalau cuaca akan panas serta kering. Namun ada juga yang bisa muncul dengan warna hitam yang menandakan akan turun hujan disertai angin, petir dan guruh.

(31)

9

3. Stratus

Merupakan lapisan yang menempati lapisan paling rendah di langit yang membuatnya letaknya dekat dengan permukaan bumi. Jika awan stratus kemudian berubah warna menjadi abu-abu, hal ini menandakan bahwa awan ini sudah mengandung butiran hujan yang siap diturunkan.

D. Stasiun Pengamat Curah Hujan

Pengamatan curah hujan dilakukan dengan sebuah alat ukur curah hujan. Salah satu alat pengamat curah hujan adalah alat ukur biasa yang diletakkan di suatu tempat terbuka yang tidak dipengaruhi oleh bangunan atau pepohonan dengan ketelitian pembacaan sampai 1/10 mm. Pengamatan ini dilaksanakan satu kali sehari dan dibaca sebagai curah hujan hari sebelumnya dengan waktu yang sama.

E. Alat Pengukur Hujan

Ada dua jenis alat pengukur hujan, yaitu manual dan otomatis.

1. Alat Pengukur Hujan Manual

Alat ini lebih dikenal dengan dengan nama Penakar Hujan Observatorium (OBS) atau Penakar Hujan Manual, sedang di kalangan pertanian dan pengairan biasa disebut ombrometer. Sebuah alat yang digunakan untuk menakar atau mengukur hujan harian.

Penakar Hujan OBS ini merupakan jejaring alat ukur cuaca terbanyak di Indonesia. Penempatannya 1 PH OBS mewakili luasan area 50 km2 atau sampai radius 5 km. Fungsinya yang vital terhadap deteksi awal musim

(32)

10

(Hujan/kemarau) menjadikannya sebagai barang yang dicari dan sangat diperlukan. Bahan yang digunakan adalah semurah dan semudah mendapatkannya. Tujuan akhir pengukuran curah hujan adalah tinggi air yang tertampung bukan volumenya. Hujan yang turun jika diasumsikan menyebar merata, homogen dan menjatuhi wadah (kaleng) dengan penampang yang berbeda akan memiliki tinggi yang sama dengan catatan faktor menguap, mengalir, dan meresap tidak ada.

Gambar 2. Penakar Hujan Observatorium (OBS)

2. Alat Pengukur Hujan Otomatis

Penakar hujan jenis Hellman merupakan suatu instrument/alat untuk mengukur curah hujan. Penakar hujan jenis hellman ini merupakan suatu alat penakar hujan berjenis recording atau dapat mencatat sendiri. Alat ini dipakai di stasiun-stasiun pengamatan udara permukaan. Pengamatan dengan menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu mekipun cuaca dalam keadaan baik/hari sedang cerah. Alat ini mencatat

(33)

11

jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang tercatat pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang cukup intensif untuk menghindari kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada alat ini.

Curah hujan merupakan salah satu parameter cuaca yang mana datanya sangat penting diperoleh untuk kepentingan BMG dan masyarakat yang memerlukan data curah hujan tersebut. Hujan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia, karena dapat memperlancar atau malah menghambat kegiatan manusia. Oleh karena itu kualitas data curah hujan yang didapat haruslah bermutu dan memiliki keakuratan yang tinggi. Maka seorang observer/pengamat haruslah mengetahui tentang alat penakar hujan yang dipakai di stasiun pengamat secara baik. Salah satu alat penakar hujan yang sering dipakai ialah penakar hujan jenis

Hellman (Bunganaen, 2013).

Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik ke atas. Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu mengikuti tangkai pelampung. Gerakan pena dicatat pada pias yang ditakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per.

(34)

12

Gambar 3. Penakar Hujan Jenis Hellman

Jika air dalam tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang gelas), pena akan mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai atau melewati puncak lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem

siphon otomatis (sistem selang air), air dalam tabung akan keluar sampai

ketinggian ujung selang dalam tabung. Bersamaan dengan keluarnya air, tangki pelampung dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Jika hujan masih terus-menerus turun, maka pelampung akan naik kembali seperti diatas. Dengan demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung garis-garis vertikal.

Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu DAS merupakan besaran yang sangat penting dalam sistem DAS tersebut, karena hujan merupakan masukan utama dalam suatu DAS, oleh sebab itu pengukuran harus dilakukan secara cermat. Jumlah hujan yang dimaksud tersebut adalah

(35)

13

seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan karena hujan ini yang akan menjadi aliran di sungai. Dengan demikian, ini berarti seluruh hujan yang terjadi setiap saat harus dapat diukur. Konsekuensi dari kebutuhan ini adalah bahwa di dalam DAS tersebut tersedia alat ukur yang mampu menangkap seluruh air hujan yang jatuh. Agar memperoleh hasil pengukuran yang baik, beberapa syarat harus dipenuhi untuk pemasangan alat ukur hujan, yaitu antara lain :

1. Tidak dipasang di tempat yang selalu terbuka (over exposed), seperti di puncak bangunan dan di puncak bukit.

2. Tidak dipasang di tempat yang terlalu tertutup (under exposed), seperti di antara dua bangunan gedung yang tinggi.

3. Paling dekat berjarak 4 x tinggi bangunan/rintangan yang terdekat. 4. Mudah memperoleh tenaga pengamat.

F. Metode Konvensional/Rata-rata

Metode Konvensional/Rata-Rata Aljabar adalah metode yang paling praktis digunakan untuk mencari data curah hujan yang hilang. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun, stasiun yang digunakan dalam hitungan biasanya masih saling berdekatan.

P = ... (1) Keterangan :

P = Curah Hujan yang hilang

(36)

14

n = Jumlah stasiun hujan

G. Metode Normal Ratio

Metode Normal Ratio adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan cukup sederhana yakni dengan memperhitungkan data curah hujan di stasiun hujan yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Variabel yang diperhitungkan pada metode ini adalah curah hujan harian di stasiun lain dan jumlah curah hujan 1 tahun pada stasiun lain tersebut. Rumus Metode Normal

Ratio untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut :

= ... (2)

Keterangan :

Px = Hujan yang hilang di stasiun x

P1,P2,…,Pn = Data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama

Nx = Hujan tahunan di stasiun x

N1,N2,…,Nn = Hujan tahunan di stasiun sekitar x

n = Jumlah stasiun di sekitar x

H. Metode Inversed Square Distance

Metode Inversed Square Distance adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan hampir sama dengan Metode Normal Ratio yakni memperhitungkan stasiun yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Jika pada Metode Normal Ratio yang digunakan adalah jumlah curah hujan dalam

(37)

15

1 tahun, pada metode ini variabel yang digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang akan dicari data curah hujan yang hilang. Rumus Metode Inversed Square Distance untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut :

= ...(3)

Keterangan :

Px = Hujan yang hilang di stasiun x

Pi = Data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama

Li = Jarak antar stasiun

I. Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi merupakan ukuran yang dipakai untuk menyatakan seberapa kuat hubungan variabel-variabel (terutama data kuantitatif). Apabila data hasil pengamatan atau pengukuran terdiri dari banyak variabel, maka dalam melakukan analisa lanjutan perlu mengadakan pemilihan tentang variabel-variabel mana saja yang kuat hubungannya. Studi yang membahas mengenai derajat asosiasi atau derajat hubungan antara variabel-variabel disebut analisa korelasi. Analisa korelasi sukar untuk dipisahkan dari analisa regresi, karena apabila variabel hasil pengamatan ternyata memiliki kaitan yang erat dengan variabel lainnya, maka kita dapat meramalkan nilai variabel pada suatu individu lain berdasarkan nilai variabel-variabelnya. Hal ini dilakukan dengan analisa regresi (Walpole, 1993) Besaran koefisien korelasi didefinisikan sebagai :

(38)

16

Correl(x,y) =

...

(4)

x = Data terukur hujan y = Data hasil perhitungan Batasan koefisien korelasi :

−1≤r≤1 ...(5)

Untuk mempermudah dalam melakukan Interpretasi mengenai koefisien korelasi dibuatlah kriteria sebagai berikut :

a. Jika r semakin mendekati 1, maka kedua variabel dikatakan memiliki hubungan erat secara positif, artinya : semakin besar nilai variabel pertama dari suatu objek, semakin besar pula nilai variabel kedua pada objek yang sama.

b. Jika r mendekati -1, maka kedua variabel berkaitan erat secara negatif, artinya : semakin besar nilai variabel pertama dari suatu objek, diharapkan semakin kecil nilai variabel kedua pada objek yang sama.

c. Jika r berkisar sekitar 0, maka kedua variabel memiliki hubungan yang sangat lemah atau mungkin tidak memiliki kaitan sama sekali, artinya : tidak ada hubungan antara nilai variabel pertama dengan nilai variabel kedua.

d. (0) : Tidak ada korelasi antara dua variabel e. (>0 – 0,25): Korelasi sangat lemah

f. (>0,25 – 0,5): Korelasi cukup g. (>0,5 – 0,75): Korelasi kuat

h. (>0,75 – 0,99): Korelasi sangat kuat i. (1): Korelasi sempurna

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Wilayah Studi

Wilayah studi pada penelitian ini adalah beberapa Stasiun Pengamat Curah Hujan yang berada di wilayah Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Indonesia. Stasiun curah hujan yang diteliti yaitu Stasiun Pahoman, Stasiun Sukarame, Stasiun Sumur Putri, Stasiun Sumberejo, dan Stasiun Way Galih.

Gambar 4. Lokasi stasiun curah hujan

B. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian yang didapat dari Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung (BBWSM)

Stasiun Sumberejo Stasiun Sumurputri B C Stasiun Sukarame D Stasiun Pahoman A

Stasiun Way galih

(40)

18

untuk beberapa stasiun yang bertempat di wilayah Kotamadya Bandar Lampung. Dari beberapa stasiun hujan yang ada di wilayah tersebut, hanya 5 (lima) lokasi stasiun curah hujan yang digunakan yaitu Stasiun Pahoman, Stasiun Sukarame, Stasiun Sumur Putri, Stasiun Sumberejo, dan Stasiun Way Galih.

C. Studi Pustaka

Studi pustaka ini untuk menambah pengetahuan penulis dalam membantu melakukan analisa terhadap data curah hujan menggunakan metode rata-rata aljabar, metode normal ratio, dan metode inversed square distance melalui jurnal dan buku yang berisi tentang metode-metode tersebut.

D. Metode Penyajian

Penyajian data pada metode analisis ini dengan menggunakan beberapa jenis bentuk penyajian data untuk membantu penulis menganalisa hasil dari proses metode yang digunakan yaitu :

1. Gambar : dimanfaatkan untuk menunjukan sebuah keadaan dari sebuah hasil analisis dalam bentuk visual sehingga dapat dipahami,

2. Tabel : digunakan untuk menampilkan data-data yang bersifat tabular yang terdiri dari banyak data yang dimasukkan dalam suatu format yang berguna untuk dimengerti,

3. Grafik : digunakan untuk menampilkan sebuah hasil analisa yang berupa data-data perolehan sebuah proses analisa, sehingga memberikan petunjuk untuk dapat ditelaah menjadi sebuah informasi baru.

(41)

19

E. Pengolahan Data

1. Normalisasi Data

Hal yang pertama kali dilakukan yaitu mengumpulkan data curah hujan yang akan dihitung dalam satu tahun dan menyajikannya dalam bentuk tabel dan memberikan angka 0 pada hari dimana tidak terjadi hujan. Dalam tabel tersebut terdapat bulan dan tanggal terjadinya hujan yang dicatat pada stasiun hujan tersebut,

Tabel 1. Data curah hujan pada tahun 1994 Stasiun Pahoman

Day Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1 11,3 1.5 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 20,1 25,5 2.6 2 1 0 0 0 0 0 18,4 0 3 0 27 2,4 8 29,1 0 0 0 0 0 0 0 4 0 1.6 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1,9 5 26 1.4 23,3 0 10,9 0 0 0 0 0 0 18,4 6 52,2 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 9,2 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 48,4 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1,8 9 8,5 0 1,8 0 4,7 0 0 0 0 0 118,6 1,4 10 21.5 37 0 28 0 0 0 0 0 0 0 5.5 11 9 18 4 0.5 0 0 0 0 0 1 0 0 12 0 0 3 0.7 0 0 0 0 0 0 0 1 13 4,6 25 0 0 0 0 0 0 0 0 1,5 28 14 8,4 13,2 0 20 0 0 0 0 0 0 0 43,5 15 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,7 66,8 16 1 38 0 3,3 0 0 0 0 0 0 0 0 17 1,6 23 12,5 0 0 0 0 0 0 4,8 0 0 18 1,4 0 0 0 0 0 0 0 0 6.3 0 0 19 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 14 20 0 14,6 0 16 0 0 0 0 0 0 1,6 31,9

(42)

20 21 0 0 0 0,5 0 0 0 0 0 0 0 14,5 22 59 0 11 54 0 0 0 0 0 0 8,4 5,7 23 3 19 7.5 42,9 0 0 0 0 0 0 0 7,5 24 6 2,8 0 57 0 0 0 0 0 0 6,2 0 25 22 18.9 2 46 0 0 0 0 0 0 1,6 1 26 0,5 1 28 2,5 0 0 0 0 0 0 9,4 0 27 1 49 0 0,6 0 0 0 0 0 0 14,3 0 28 0,6 27 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 29 1 xxxxxx 0 0 0 0 0 0 0 0 17,9 0 30 14 xxxxxx 0 0 0 0 0 0 0 2 0 19,5 31 56 xxxxxx 0 xxxxxx 0 xxxxxx 0 0 xxxxxx 0 xxxxxx 0 Total 399,3 343,5 121,1 288,0 45.7 0.0 0.0 0.0 0.0 14,1 206,6 262,4

kemudian pengolahan data yang berupa data curah hujan harian dalam bentuk digital (tabel excel) dari beberapa stasiun curah hujan yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung. Data tersebut diolah diurutkan terlebih dahulu menjadi data dalam bentuk time series, menyusun data curah hujan tersebut kedalam dua kolom, kolom pertama adalah hari dan kolom kedua adalah curah hujan harian. Data curah hujan tersebut disusun dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember sehingga didapatkan sebanyak 365 hari untuk tahun biasa dan 366 hari untuk tahun kabisat.

(43)

21

Tabel 2. Data curah hujan pada tahun 1994 Stasiun Pahoman 1994 data terukur 1 11,3 2 20,1 3 0 4 0 5 26 6 52,2 7 9,2 8 48,4 9 8,5 10 21,5 11 9 12 0 13 4,6 14 8,4 15 13 16 1 17 1,6 …. …. …. …. …. …. …. …. 363 0 364 19,5 365 0

2. Uji validasi data

Menguji data hujan harian tiap stasiun untuk mengetahui data mana yang nantinya dipakai dengan cara membandingkan curah hujan maksimum harian dari 1 stasiun dengan curah hujan maksimum harian yang pernah terjadi di Provinsi Lampung, bila mengalami perbedaan yang terlalu jauh dengan curah hujan maksimum harian yang pernah terjadi di Provinsi Lampung maka data tersebut dianggap tidak valid.

(44)

22

3. Pemodelan Data Hilang

Pada proses ini data hujan terukur dibuat seolah-olah terjadi data curah hujan yang hilang, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari curah hujan yang hilang menggunakan metode normal ratio, metode inversed

square distance, dan metode rata-rata aljabar dengan masing-masing

metode menggunakan jumlah stasiun yang berbeda yaitu tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun.

F. Proses Data

1. Metode Normal Ratio

Data curah hujan yang hilang dicari dengan melakukan perhitungan metode normal ratio dengan tiga jumlah stasiun yang berbeda. Metode perhitungan yang digunakan sederhana yakni dengan memperhitungkan data curah hujan di beberapa stasiun hujan yang saling berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Variabel yang diperhitungkan pada metode ini adalah curah hujan harian di stasiun lain dan jumlah curah hujan 1 tahun pada stasiun lain tersebut.

2. Metode Inversed Square Distane

Data curah hujan yang hilang dicari dengan melakukan perhitungan metode inversed square distane dengan tiga jumlah stasiun yang berbeda. Metode ini membutuhkan beberapa stasiun pengamat curah hujan yang jaraknya berdekatan, karena jarak merupakan faktor koreksi pada metode

(45)

23

ini, untuk menghasilkan perhitungan data curah hujan yang mendekati data sebenarnya.

3. Metode Rata-Rata Aljabar

Data curah hujan yang hilang dicari dengan melakukan perhitungan metode rata-rata aljabar. Metode Konvensional/Rata-rata aljabar ini lebih sederhana hanya merata-ratakan curah hujan pada stasiun terdekat.

4. Koefesien korelasi

Membandingkan Data Curah hujan yang hilang hasil perhitungan menggunakan metode normal ratio, metode inversed square distane, dan metode rata-rata aljabar dengan data curah hujan terukur kemudian dihitung korelasinya.

G. Kesimpulan

Hasil dari perhitungan data curah hujan yang hilang dibandingkan dengan data curah hujan terukur, maka dapat diambil kesimpulan seberapa besar korelasi antara data curah hujan hasil perhitungan dan data curah hujan yang terukur. Hasil kesimpulan data curah hujan ini untuk dapat mengetahui menggunakan metode manakah serta menggunakan berapa jumlah stasiunkah yang menghasilkan angka korelasi yang baik. Data curah hujan hasil perhitungan yang mendekati data curah hujan terukur dapat dipakai sebagai pengganti data curah hujan yang dianggap hilang.

(46)

24

H. Diagram Alir Metode Penelitian

(47)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Dengan menggunakan metode rata-rata aljabar, metode normal ratio, dan metode Inversed Square Distance hasil perhitungan data hujan harian satu tahun, data hujan kumulatif bulanan, maupun data hujan rata-rata bulanan dapat diambil kesimpulan semakin banyak jumlah stasiun maka semakin baik nilai korelasinya.

2. Nilai korelasi untuk perhitungan dengan data hujan kumulatif bulanan serta data hujan rata-rata bulanan menggunakan beberapa jumlah stasiun yang berbeda setiap masing - masing metode tidak ada perbedaan yang signifikan dengan nilai rata-rata korelasi persentase perbedaannya sebesar 0,00025% sampai dengan 0,01182%

3. Nilai korelasi untuk perhitungan dengan data hujan harian satu tahun

menggunakan jumlah stasiun yang berbeda paling baik adalah dengan menggunakan metode normal ratio walaupun nilai korelasi kecil dengan rata-rata korelasi 0,20856 - 0,25890 yang dikategorikan korelasi sangat

(48)

4. Dengan menggunakan data hujan kumulatif bulanan dan data hujan rata-rata bulanan menunjukan nilai rata-rata-rata-rata korelasi yang lebih baik dibandingkan data hujan harian satu tahun (0,67230 - 0,72097 yang dikategorikan korelasi kuat dibandingkan 0,19305 - 0,25890 yang dikategorikan korelasi sangat lemah)

B. Saran

1. Penggunaan metode rata-rata aljabar, normal ratio, dan inversed square

distance sangat tergantung pada data curah hujan. Oleh karena itu data

yang digunakan harus memiliki kualitas yang baik.

2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu dilakukan penelitian dengan jumlah data hujan dan stasiun yang lebih banyak.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ashruri. 2015. Pemodelan Periodik dan Stokastik untuk Menganalisis Data Curah Hujan yang

Hilang Menggunakan Studi Kasus Stasiun Hujan Sukarame. Fakultas Teknik,

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Bunganaen, W., et.al., 2013. Analisis Hubungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun

Klimatologi Lasiana Kota Kupang. Jurnal Teknik Sipil, Vol. II, No. 2: 182-183. Kupang.

Cambodia, Mirnanda. 2015. Model Stokastik Curah Hujan Harian dari Beberapa Stasiun Curah

Hujan di Way Jepara. Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fahmi, Ikromi. 2015. Analisis Pencarian Data Curah Hujan yang Hilang dengan Model

Periodik Stokastik (Studi Kasus Wilayah Kabupaten Pringsewu). Fakultas Teknik,

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fauzi, Manyuk dkk. 2012. Pengisian Kekosongan Data Hujan dengan Metode Multiple

Nonlinear Standardize Corelation pada Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Indragiri dan Rokan. Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Unversitas Riau. Riau.

Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Saputro, DR dkk. 2011. Pendugaan data tidak lengkap curah hujan di Kabupaten Indramayu

(berdasarkan data tahun 1980-2000). Sains. IPB Press. Bogor.

Triadmojo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta.

Walpole, Ronald E. 1993. Pengantar Statistika edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Wei, T.C., McGuiness, J.L. 1973. Reciprocal distance squared, a computer technique for

estimating area precipitation. Technical Report ARS-Nc-8. US Agricultural Research Service. North CentralRegion. Ohio.

Gambar

Gambar 1. Siklus Hidrologi
Gambar 2. Penakar Hujan Observatorium (OBS) 2. Alat Pengukur Hujan Otomatis
Gambar 3. Penakar Hujan Jenis Hellman
Gambar 4. Lokasi stasiun curah hujan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, curah hujan harian dihitung dengan analisis frekuensi yang dimulai dengan menentukan curah hujan harian maksimum rata-rata dengan metode parsial,

dengan Metode Tatbot. Merode Shernan dan Metode Ishiguro yang datan)a lebih akurar dibandjngkan data curdh hujan harian. Olch karena. itu peneliti nencoba unruk

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan perhitungan debit andalan dengan memasukkan data hujan 15 harian, 10 harian, 5 harian dan 1 bulanan

Untuk stasiun Bawak nilai korelasi antara data hujan observasi dengan data hujan simulasi ARIMA adalah 0,62 dan untuk stasiun Kalijaran nilai korelasi antara

Untuk stasiun Bawak nilai korelasi antara data hujan observasi dengan data hujan simulasi ARIMA adalah 0,62 dan untuk stasiun Kalijaran nilai korelasi antara

Dari hasil analisis diatas menunjukkan bahwa metode Mock dengan data hujan 15 harian memiliki keandalan yang sangat tinggi terhadap Mock bulanan, dan kemudian untuk Mock dengan

Menurut Sri Harto, 2000; 35, data hujan yang akan digunakan dalam analisis Menurut Sri Harto, 2000; 35, data hujan yang akan digunakan dalam analisis hidrologi harus merupakan data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan perhitungan debit andalan dengan memasukkan data hujan 15 harian, 10 harian, 5 harian dan 1 bulanan