• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DE (1)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung) (Skripsi)

Oleh

FANNY PRAWAKA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung) By

FANNY PRAWAKA

Indonesia is a tropical nation which ha s two season, those are rainy and dry season. The rainfall data is very important for technical planning especially for waterworks. Unfortunately, a few points of rainfall recording stasion sometimes loses their data.In order to fix or estimate the incomplete or lost rainfall data, we can do the ca lculation using normal ratio method, inversed squa re distance method, and algebraic average

This research is done with the purpose to calculate the correlation of measurable rainfall data with rainfall data on the calculation using each method mentioned above which is every method using three ra infall stasions, four rainfall stasions, and five rainfall stasions. It’s also purposed to decide with how many stasions and what method is resulting the best correlation value.

As the result of the research using a lgebraic average method, normal ratio method, and inversed square distance method with daily rainfall data in a year, cumulative monthly rainfall data, and also average monthly rainfall data, it can be concluded that the greater number of stasions resulting the better correlation value. The correlation value with cumulative monthly rainfall data and average monthly rainfall data using some different number of stasions for each method is resulting a not significant differences with the value of percentage is 0,00025% to 0,01182%. The calculation uses cumulative monthly rainfall data and average monthly rainfall data showing the better correlation value than calculation using daily rainfall data in a year (0, 67230 - 0,72097 compared to 0,19305 - 0,25890).

(3)

ABSTRAK

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung) (Skripsi)

OLEH

FANNY PRAWAKA

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Data curah hujan sangat penting untuk perencanaan teknik khususnya untuk bangunan air, namun terkadang di beberapa titik stasiun pencatat curah hujan terdapat data yang hilang. Untuk memperbaiki atau memperkirakan data curah hujan yang tidak lengkap atau hilang, maka dapat dilakukan perhitungan dengan metode rata-rata aljabar, metode normal ratio, dan metode inversed square distane.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menghitung korelasi data curah hujan terukur dengan data curah hujan hasil perhitungan dengan masing- masing metode menggunakan tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun. Serta menentukan dengan berapa jumlah stasiun dan metode apakah yang menghasilkan nilai korelasi yang baik

Dari hasil penilitian menggunakan metode rata-rata aljabar, metode normal ratio, dan metode Inversed Square Distance dengan data hujan harian satu tahun, data hujan kumulatif bulanan, maupun data huja n rata-rata bulanan, dapat diambil kesimpulan semakin banyak jumlah stasiun maka semakin baik nilai korelasinya. Nilai korelasi dengan data hujan kumulatif bulanan serta data hujan rata-rata bulanan menggunakan beberapa jumlah stasiun yang berbeda setiap masing - masing metode tidak ada perbedaan yang signifikan dengan nilai persentase perbedaannya 0,00025% sampai dengan 0,01182%. Perhitungan dengan menggunakan data hujan kumulatif bulanan dan data hujan rata-rata bulanan menunjukan nilai korelasi yang lebih baik dibandingkan data hujan harian satu tahun (0, 67230 - 0,72097 dibandingkan 0,19305 - 0,25890).

Kata kunci : Curah hujan, metode normal ratio, metode inversed square

(4)

ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO, INVERSED SQUARE

DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR

(Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung)

Oleh

FANNY PRAWAKA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 9

Mei 1993. Merupakan anak ke empat dari lima

bersaudara keluarga Bapak Syahdan Saleh dan Ibu

Ermawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman

Kanak-Kanak (TK) Al-Azhar 4, Bandar Lampung pada tahun 1999, SDN 2 Merapi

Bandar Lampung pada tahun 2005, SMPN 29 Bandar Lampung tahun 2008, dan

SMAN 9 Bandar Lampung Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam yang

diselesaikan pada tahun 2011.

Penulis diterima menjadi mahasiswi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di

organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HIMATEKS) Fakultas Teknik

Universitas Lampung sebagai anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan pada

periode tahun 2012-2013 dan sebagai sekretaris divisi pengembangan Bidang

Penelitian dan Pengembangan pada periode tahun 2013-2014, Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Teknik Universitas Lampung sebagai

Sekertaris Bidang Komunikasi Umat (KU), dan Badan Eksekutif Mahasiswa

(9)

Pada tahun 2014 penulis melakukan kegiatan Kerja Praktik selama 3 bulan pada

Proyek Pembangunan Gedung Rusunawa Twin Tower Metro. Melaksanakan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Marga Jaya, Kecamatan

Negarabatin, Waykanan pada tahun 2015. Penulis mengambil tugas akhir dengan

judul Analisis Data Curah Hujan yang Hilang dengan Menggunakan Metode

Normal Ratio, Inversed Square Distance, dan Rata-Rata Aljabar (Studi Kasus

(10)

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum

hingga mereka mengubah diri mereka sendiri.

(Q .S. Ar-Ra’d: 11)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

(Q .S. Al-Insyirah: 5 -6 )

Allah tidak membebani seseorang itu

melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

(Q .S. Al-Baq arah: 2 8 6 )

Bermimpilah setinggi langi. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara

bintang-bintang.

(Ir. Soekarno)

Kesuksesan berbanding lurus pada tindakan yang dilakukan.

(11)

Persembahan

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

1. Kedua Orangtua ku tercinta Syahdan Saleh dan Ermawati yang menjadi

semangat terbesarku yang telah memberikan kasih sayang, doa yang tulus,

perhatian, pengorbanan, motivasi, dan kesabaran, yang mustahil untuk

dinilai. Terima kasih untuk segalanya yang tak mungkin mampu untukku

membalasnya.

2. kakak-kakak ku Riyant Prawaka, S.P., Ade Ifran Prawaka, S.Si., Deddy

Prawaka, S.H., M.H., Nani Chandra, S.E., Rika Emilia, S.H., M.H., serta

adikku Mutiara Dewi Prawaka tersayang, yang selalu memberi semangat

dan motivasi bagiku memberikan doanya, dukungan, semangat, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Kepada mevici dianresti, yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan

doa. Terima kasih atas segala waktunya yang telah menemani sampai saat

ini dan seterusnya.

4. Seluruh teman seperjuangan Teknik Sipil 2011 yang telah mengisi

hari-hari dengan semangat serta senantiasa menjadi inspirasi bagi penulis.

5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan,

(12)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah

Subhana Wa Ta’ala yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga skripsi dengan judul ANALISIS DATA CURAH HUJAN YANG

HILANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMAL RATIO,

INVERSED SQUARE DISTANCE, DAN RATA-RATA ALJABAR (Studi

Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung)

dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana Teknik Sipil di Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis memohon maaf dan mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas

Lampung.

2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik

(13)

3. Ibu Ir. Ahmad Zakaria, M.T., Ph.D.,selaku Pembimbing Utama terima kasih

atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Subuh Tugiono, S.T., M.T., selaku Pembimbing Kedua terima kasih

atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Dyah Indriana K, S.T., M.Sc., selaku Penguji Utama pada ujian

skripsi. Terimakasih untuk masukan dan saran untuk penelitian ini sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Bapak Sasana Putra, S.T., M.T., selaku Pembimbing Akademik.

7. Bapak dan Ibu Dosen, Staf Administrasi dan semua pegawai Jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi

kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2016

Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

D. Stasiun Pengamat Hujan ... 9

E. Alat Pengukur Hujan... 9

(15)

ii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Curah Hujan ... 25

B. Metode Perhitungan ... 26

C. Analisa Data Curah Hujan ... 26

D. Perhitungan ... 44

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

(16)

DAFTAR TABEL

10. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun Metode Normal Ratio ... 58

11. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan dengan Metode Normal Ratio ... 60

12. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan dengan Metode Normal Ratio ... 63

13. Contoh Data Series ... 67

14. Contoh Kombinasi Tiga Stasiun ... 68

15. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun Metode Inversed Square Distance ... 69

(17)

17. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan dengan

Metode Inversed Square Distance... 74 18. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 77

19. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 78

20. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 79

21. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 81

22. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 82

23. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 83

24. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 84

25. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda ... 85

26. Tabel Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus Hidrologi ... 7

2. Penakar Hujan Observatorium (OBS)... 10

(19)

26. Curah Hujan Harian dari Stasiun Sumberejo Tahun 1996 ... 34 dengan 3 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 47

52. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun dengan 4 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 48

53. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun dengan 5 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 48

(20)

dengan Metode Rata-rata Aljabar ... 49

55. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 50

56. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 50

57. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 51

58. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan Metode Rata-Rata Aljabar ... 51

59. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 52

60. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 53

61. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Rata-Rata Aljabar ... 53

62. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan Metode Rata-Rata Aljabar ... 54

63. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun 67. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Normal Ratio... 61 68. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Normal Ratio... 61 69. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

(21)

dengan Metode Normal Ratio ... 62 71. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Normal Ratio... 63 72. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Normal Ratio... 64 73. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Normal Ratio... 64 74. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan Metode Normal Ratio ... 65 75. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 3 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 69 76. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 4 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 70 77. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan 5 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 70 78. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

dengan Metode Inversed Square Distance ... 71 79. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 72 80. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 72 81. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulanan

dengan 5 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 73 82. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif bulananv

dengan Metode Inversed Square Distance ... 73 83. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 3 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 74 84. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

dengan 4 Stasiun Metode Inversed Square Distance ... 75 85. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata bulanan

(22)

dengan Metode Inversed Square Distance ... 76 87. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 78

88. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 79

89. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Harian Satu Tahun

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 80

90. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 81

91. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 82

92. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Kumulatif Bulanan

Menggunakan Lima Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 83

93. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Tiga Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 85

94. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

Menggunakan Empat Stasiun dengan Tiga Metode Berbeda... 86

95. Grafik Rata-Rata Korelasi Data Hujan Rata-Rata Bulanan

(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mempunyai dua musim yaitu

musim hujan dan musim kemarau. Dalam siklus hidrologi hujan merupakan

faktor penting dalam menentukan kapasitas air yang ada di suatu Daerah Aliran

Sungai (DAS). Hujan yang turun di suatu daerah akan masuk ke dalam DAS

tersebut, mengalir ke dalam sungai, dan akhirnya ke laut. Hujan yang terjadi

akan berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada ketinggian daerah, iklim,

musim, dan faktor-faktor lain yang menyebabkan itu turun. Intensitas dan

durasi hujan juga menentukan banyaknya jumlah air yang turun pada daerah

tersebut.

Data curah hujan sangat penting untuk perencanaan teknik khususnya untuk

bangunan air misalnya irigasi, bendungan, drainase perkotaan, pelabuhan,

dermaga, dan lain-lain. Karena itu data curah hujan di suatu daerah dicatat

terus menerus untuk menghitung perencanaan yang akan dilakukan. Pencatatan

data curah hujan yang dilakukan pada suatu DAS dilakukan di beberapa titik

stasiun pencatat curah hujan untuk mengetahui sebaran hujan yang turun pada

suatu DAS apakah merata atau tidak. Diperlukan data curah hujan

(24)

2

banyak data curah hujan yang ada maka semakin akurat perhitungan yang akan

dilakukan.

Namun terkadang di beberapa titik stasiun pencatat curah hujan terdapat data

yang hilang. Hilangnya data tersebut dapat disebabkan oleh kelalaian dari

petugas pencatat curah hujan atau rusaknya alat pencatat curah hujan karena

kurangnya perawatan. Untuk memperbaiki atau memperkirakan data curah

hujan yang tidak lengkap atau hilang, maka dapat dilakukan perhitungan

dengan metode normal ratio, metode inversed square distance dan metode

rata-rata aljabar. Karena hujan yang turun di suatu daerah di Indonesia juga

akan turun secara periodik maka dapat dihitung apabila ada data yang hilang

pada masa tertentu.

Peramalan variasi hujan dapat membantu dan bermanfaat untuk memberikan

informasi yang berpengaruh terhadap perencanaan aktivitas masyarakat dalam

kehidupan sehari hari di masa mendatang khususnya untuk membuat

perencanaan bangunan air sehingga dihasilkan sebuah perencanaan bangunan

air yang sesuai dan bermanfaat sesuai dengan tujuan awal peruntukan

pembangunan bangunan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mencari dan menentukan korelasi terbaik data hujan hasil perhitungan

(25)

3

inversed square distance, dan metode rata-rata aljabar yang

masing-masing metode menggunakan tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun,

2. Dengan berapa jumlah stasiunkah nilai korelasi yang lebih baik

menggunakan metode normal ratio, metode inversed square distance, dan

metode rata-rata aljabar,

3. Dan dengan metode manakah yang paling baik nilai angka korelasinya.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini pembatasan masalah terutama pada :

1. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini dari 5 stasiun curah hujan

yaitu Stasiun Hujan PH 001 Pahoman, Stasiun Hujan PH 003 Sukarame,

Stasiun Hujan PH 004 Sumur Putri, Stasiun Hujan PH 005 Sumber Rejo,

dan Stasiun Hujan PH 035 Way Galih di wilayah Kota Bandar Lampung.

2. Data yang digunakan adalah data hujan harian dalam satu tahun, kumulatif

bulanan, dan rata-rata bulanan.

3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normal ratio,

metode inversed square distance dan metode rata-rata aljabar.

4. Perhitungan korelasi dengan menggunakan ketiga metode tersebut

masing-masing dilakukan dengan tiga jumlah stasiun yang berbeda yaitu tiga

stasiun hujan, empat stasiun hujan, dan lima stasiun hujan

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

(26)

4

perhitungan metode normal ratio, metode inversed square distance, dan

metode rata-rata aljabar dengan masing –masing metode menggunakan

tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun.

2. Menentukan dengan metode manakah serta berapa jumlah stasiunkah yang

menghasilkan perhitungan korelasi lebih baik.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Sebagai acuan perhitungan bila kita kesulitan mendapatkan data atau

kehilangan data curah hujan pada waktu tertentu.

2. Mengetahui metode yang mempunyai keakuratan terbaik dengan angka

korelasi yang mendekati 1 dengan menggunakan beberapa stasiun,

3. Mengetahui keakuratan data curah hujan hasil perhitungan dengan data

curah hujan yang terukur,

4. Dapat memprediksi curah hujan yang hilang di suatu lokasi untuk

keperluan perencanaan.

5. Menambah pengetahuan tentang curah hujan dalam pemodelan matematik

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hujan

Hujan adalah sebuah peristiwa Presipitasi (jatuhnya cairan dari atmosfer yang

berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi) berwujud cairan. Hujan

memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemukan suhu di

atas titik leleh es di atas permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses

kondensasi (perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat) uap air di

atmosfer menjadi butiran air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di

daratan. Dua proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara

semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan

uap air ke udara. Butir hujan memiliki ukuran yang beragam mulai dari butiran

besar hingga butiran kecilnya.

B. Curah Hujan

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat

yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah

hujan selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di

indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan milimeter

(28)

6

meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter

atau tertampung air sebanyak satu liter.

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu

tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/tahun, dan

sebagainya yang berturut-turut sering disebut hujan jam-jaman, hujan harian,

hujan tahunan, dan sebagainya. Biasanya data yang sering digunakan untuk

analisis adalah nilai maksimum, minimum dan nilai rata-ratanya.

C. Proses Terjadinya Hujan

Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa

berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis hujan

memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap

presipitasi (Triatmodjo, 2008). Sedangkan menurut Sosrodarsono (1985),

presipitasi adalah sebutan umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke

tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah selalu

dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh

berbentuk cair disebut hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju

(snow).

Siklus hidrologi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus

dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi.

Proses ini diawali dengan menguapnya air di permukaan tanah dan laut ke

udara. Uap air tersebut bergerak dan naik ke atmosfer, yang kemudian

(29)

7

Selanjutnya titik-titik air tersebut jatuh sebagai hujan ke permukaan lautan

daratan. Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi)

dan selebihnya sampai ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang sampai ke

permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya

mengalir di atas permukaan tanah (aliran permukaan atau surface runoff

mengisi cekungan tanah, danau, dan masuk ke sungai dan akhirnya mengalir ke

laut. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian mengalir secara vertikal di

dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah (ground water) yang kemudian keluar

sebagai mata air atau mengalir ke sungai. Akhirnya aliran air di sungai akan

sampai ke laut (Triatmodjo, 2008). Gambar proses siklus hidrologi dapat dilihat

pada Gambar 1 di bawah ini.

(Sumber : www.google.com/siklushidrologi)

Gambar 1. Siklus Hidrologi

Pada dasarnya hujan dapat terjadi di sembarang tempat, asalkan terdapat dua

faktor, yaitu faktor massa udara yang lembab dan faktor sarana meteorologi

yang dapat mengangkat massa udara tersebut untuk berkondensasi. Hujan

(30)

8

embun yang dapat mengalami perubahan pembentukan molekul air. Apabila

massa udara terangkat ke atas dan mengalami perubahan suhu sampai mencapai

ketinggian yang memungkinkan terjadinya kondensasi, maka akan dapat

membentuk awan. Hujan hanya dapat terjadi apabila molekul-molekul air hujan

sudah mencapai ukuran lebih dari 1 mm. Agar hujan dapat terjadi diperlukan

titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi

ini mempunyai sifat yang dapat mengambil uap air dari udara.

Siklus terjadinya hujan tersebut adalah muktlak terjadi setiap tahunnya, karena

tidak bisa dipungkiri bahwa air merupakan sumber daya alam yang sangat

penting untuk kelangsungan makhluk hidup dan karena manfaat air bagi

kehidupan akan mempengaruhi perkembangan bumi. Awan pada proses

terjadinya hujan akan membedakan jenis hujan yang terjadi di setiap wilayah.

Hal ini karena proses pembentukan awan pada siklus terjadinya hujan

dibedakan berdasarkan lapisannya menjadi seperti berikut :

1. Sirus

Sirus adalah lapisan yang paling atas yang bentuknya seperti serabut halus

berwarna putih. Pada awan ini, akan membentuk menyerupai kristal es di

langit, jika sudah terbentuk seperti itu biasanya hujan akan turun.

2. Cumulus

Pada lapisan kedua ini, akan membentuk yang biasanya seperti gumpalan

putih lembut yang menandakan kalau cuaca akan panas serta kering.

Namun ada juga yang bisa muncul dengan warna hitam yang menandakan

(31)

9

3. Stratus

Merupakan lapisan yang menempati lapisan paling rendah di langit yang

membuatnya letaknya dekat dengan permukaan bumi. Jika awan stratus

kemudian berubah warna menjadi abu-abu, hal ini menandakan bahwa

awan ini sudah mengandung butiran hujan yang siap diturunkan.

D. Stasiun Pengamat Curah Hujan

Pengamatan curah hujan dilakukan dengan sebuah alat ukur curah hujan.

Salah satu alat pengamat curah hujan adalah alat ukur biasa yang diletakkan di

suatu tempat terbuka yang tidak dipengaruhi oleh bangunan atau pepohonan

dengan ketelitian pembacaan sampai 1/10 mm. Pengamatan ini dilaksanakan

satu kali sehari dan dibaca sebagai curah hujan hari sebelumnya dengan waktu

yang sama.

E. Alat Pengukur Hujan

Ada dua jenis alat pengukur hujan, yaitu manual dan otomatis.

1. Alat Pengukur Hujan Manual

Alat ini lebih dikenal dengan dengan nama Penakar Hujan Observatorium

(OBS) atau Penakar Hujan Manual, sedang di kalangan pertanian dan

pengairan biasa disebut ombrometer. Sebuah alat yang digunakan untuk

menakar atau mengukur hujan harian.

Penakar Hujan OBS ini merupakan jejaring alat ukur cuaca terbanyak di

Indonesia. Penempatannya 1 PH OBS mewakili luasan area 50 km2 atau

(32)

10

(Hujan/kemarau) menjadikannya sebagai barang yang dicari dan sangat

diperlukan. Bahan yang digunakan adalah semurah dan semudah

mendapatkannya. Tujuan akhir pengukuran curah hujan adalah tinggi air

yang tertampung bukan volumenya. Hujan yang turun jika diasumsikan

menyebar merata, homogen dan menjatuhi wadah (kaleng) dengan

penampang yang berbeda akan memiliki tinggi yang sama dengan catatan

faktor menguap, mengalir, dan meresap tidak ada.

Gambar 2. Penakar Hujan Observatorium (OBS)

2. Alat Pengukur Hujan Otomatis

Penakar hujan jenis Hellman merupakan suatu instrument/alat untuk

mengukur curah hujan. Penakar hujan jenis hellman ini merupakan suatu

alat penakar hujan berjenis recording atau dapat mencatat sendiri. Alat ini

dipakai di stasiun-stasiun pengamatan udara permukaan. Pengamatan

dengan menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu

(33)

11

jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang

tercatat pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang cukup

intensif untuk menghindari kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada

alat ini.

Curah hujan merupakan salah satu parameter cuaca yang mana datanya

sangat penting diperoleh untuk kepentingan BMG dan masyarakat yang

memerlukan data curah hujan tersebut. Hujan memiliki pengaruh yang

sangat besar bagi kehidupan manusia, karena dapat memperlancar atau

malah menghambat kegiatan manusia. Oleh karena itu kualitas data curah

hujan yang didapat haruslah bermutu dan memiliki keakuratan yang tinggi.

Maka seorang observer/pengamat haruslah mengetahui tentang alat

penakar hujan yang dipakai di stasiun pengamat secara baik. Salah

satu alat penakar hujan yang sering dipakai ialah penakar hujan jenis

Hellman (Bunganaen, 2013).

Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul

dalam tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung

serta tangkainya terangkat atau naik ke atas. Pada tangkai pelampung

terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu mengikuti tangkai

pelampung. Gerakan pena dicatat pada pias yang ditakkan/digulung pada

(34)

12

Gambar 3. Penakar Hujan Jenis Hellman

Jika air dalam tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang

gelas), pena akan mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai

atau melewati puncak lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem

siphon otomatis (sistem selang air), air dalam tabung akan keluar sampai

ketinggian ujung selang dalam tabung. Bersamaan dengan keluarnya air,

tangki pelampung dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan

garis lurus vertikal. Jika hujan masih terus-menerus turun, maka

pelampung akan naik kembali seperti diatas. Dengan demikian jumlah

curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung garis-garis

vertikal.

Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu DAS merupakan besaran yang

sangat penting dalam sistem DAS tersebut, karena hujan merupakan

masukan utama dalam suatu DAS, oleh sebab itu pengukuran harus

(35)

13

seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan karena hujan ini

yang akan menjadi aliran di sungai. Dengan demikian, ini berarti seluruh

hujan yang terjadi setiap saat harus dapat diukur. Konsekuensi dari

kebutuhan ini adalah bahwa di dalam DAS tersebut tersedia alat ukur yang

mampu menangkap seluruh air hujan yang jatuh. Agar memperoleh hasil

pengukuran yang baik, beberapa syarat harus dipenuhi untuk pemasangan

alat ukur hujan, yaitu antara lain :

1. Tidak dipasang di tempat yang selalu terbuka (over exposed), seperti di

puncak bangunan dan di puncak bukit.

2. Tidak dipasang di tempat yang terlalu tertutup (under exposed), seperti

di antara dua bangunan gedung yang tinggi.

3. Paling dekat berjarak 4 x tinggi bangunan/rintangan yang terdekat.

4. Mudah memperoleh tenaga pengamat.

F. Metode Konvensional/Rata-rata

Metode Konvensional/Rata-Rata Aljabar adalah metode yang paling praktis

digunakan untuk mencari data curah hujan yang hilang. Pengukuran yang

dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan

kemudian dibagi dengan jumlah stasiun, stasiun yang digunakan dalam

hitungan biasanya masih saling berdekatan.

P = ... (1)

Keterangan :

P = Curah Hujan yang hilang

(36)

14

n = Jumlah stasiun hujan

G. Metode Normal Ratio

Metode Normal Ratio adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari

data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan cukup sederhana yakni

dengan memperhitungkan data curah hujan di stasiun hujan yang berdekatan

untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Variabel yang

diperhitungkan pada metode ini adalah curah hujan harian di stasiun lain dan

jumlah curah hujan 1 tahun pada stasiun lain tersebut. Rumus Metode Normal

Ratio untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut :

= ... (2)

Keterangan :

Px = Hujan yang hilang di stasiun x

P1,P2,…,Pn = Data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama

Nx = Hujan tahunan di stasiun x

N1,N2,…,Nn = Hujan tahunan di stasiun sekitar x

n = Jumlah stasiun di sekitar x

H. Metode Inversed Square Distance

Metode Inversed Square Distance adalah salah satu metode yang digunakan

untuk mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan hampir

sama dengan Metode Normal Ratio yakni memperhitungkan stasiun yang

berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Jika

(37)

15

1 tahun, pada metode ini variabel yang digunakan adalah jarak stasiun

terdekat dengan stasiun yang akan dicari data curah hujan yang hilang. Rumus

Metode Inversed Square Distance untuk mencari data curah hujan yang

hilang sebagai berikut :

= ...(3)

Keterangan :

Px = Hujan yang hilang di stasiun x

Pi = Data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama

Li = Jarak antar stasiun

I. Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi merupakan ukuran yang dipakai untuk menyatakan seberapa

kuat hubungan variabel-variabel (terutama data kuantitatif). Apabila data hasil

pengamatan atau pengukuran terdiri dari banyak variabel, maka dalam melakukan

analisa lanjutan perlu mengadakan pemilihan tentang variabel-variabel mana saja

yang kuat hubungannya. Studi yang membahas mengenai derajat asosiasi atau

derajat hubungan antara variabel-variabel disebut analisa korelasi. Analisa korelasi

sukar untuk dipisahkan dari analisa regresi, karena apabila variabel hasil

pengamatan ternyata memiliki kaitan yang erat dengan variabel lainnya, maka kita

dapat meramalkan nilai variabel pada suatu individu lain berdasarkan nilai

variabel-variabelnya. Hal ini dilakukan dengan analisa regresi (Walpole, 1993) Besaran

(38)

16

Correl(x,y) =

...

(4) x = Data terukur hujan

y = Data hasil perhitungan

Batasan koefisien korelasi :

−1≤r≤1 ...(5)

Untuk mempermudah dalam melakukan Interpretasi mengenai koefisien korelasi

dibuatlah kriteria sebagai berikut :

a. Jika r semakin mendekati 1, maka kedua variabel dikatakan memiliki hubungan

erat secara positif, artinya : semakin besar nilai variabel pertama dari suatu

objek, semakin besar pula nilai variabel kedua pada objek yang sama.

b. Jika r mendekati -1, maka kedua variabel berkaitan erat secara negatif, artinya :

semakin besar nilai variabel pertama dari suatu objek, diharapkan semakin kecil

nilai variabel kedua pada objek yang sama.

c. Jika r berkisar sekitar 0, maka kedua variabel memiliki hubungan yang sangat

lemah atau mungkin tidak memiliki kaitan sama sekali, artinya : tidak ada

hubungan antara nilai variabel pertama dengan nilai variabel kedua.

d. (0) : Tidak ada korelasi antara dua variabel

e. (>0–0,25): Korelasi sangat lemah

f. (>0,25–0,5): Korelasi cukup

g. (>0,5–0,75): Korelasi kuat

h. (>0,75–0,99): Korelasi sangat kuat

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Wilayah Studi

Wilayah studi pada penelitian ini adalah beberapa Stasiun Pengamat Curah

Hujan yang berada di wilayah Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung,

Indonesia. Stasiun curah hujan yang diteliti yaitu Stasiun Pahoman, Stasiun

Sukarame, Stasiun Sumur Putri, Stasiun Sumberejo, dan Stasiun Way Galih.

Gambar 4. Lokasi stasiun curah hujan

B. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian

yang didapat dari Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung (BBWSM)

Stasiun Sumberejo

Stasiun Sumurputri

B C

Stasiun Sukarame

D

Stasiun Pahoman

A

Stasiun Way galih

(40)

18

untuk beberapa stasiun yang bertempat di wilayah Kotamadya Bandar

Lampung. Dari beberapa stasiun hujan yang ada di wilayah tersebut, hanya 5

(lima) lokasi stasiun curah hujan yang digunakan yaitu Stasiun Pahoman,

Stasiun Sukarame, Stasiun Sumur Putri, Stasiun Sumberejo, dan Stasiun Way

Galih.

C. Studi Pustaka

Studi pustaka ini untuk menambah pengetahuan penulis dalam membantu

melakukan analisa terhadap data curah hujan menggunakan metode rata-rata

aljabar, metode normal ratio, dan metode inversed square distance melalui

jurnal dan buku yang berisi tentang metode-metode tersebut.

D. Metode Penyajian

Penyajian data pada metode analisis ini dengan menggunakan beberapa jenis

bentuk penyajian data untuk membantu penulis menganalisa hasil dari proses

metode yang digunakan yaitu :

1. Gambar : dimanfaatkan untuk menunjukan sebuah keadaan dari sebuah

hasil analisis dalam bentuk visual sehingga dapat dipahami,

2. Tabel : digunakan untuk menampilkan data-data yang bersifat tabular

yang terdiri dari banyak data yang dimasukkan dalam suatu format yang

berguna untuk dimengerti,

3. Grafik : digunakan untuk menampilkan sebuah hasil analisa yang berupa

data-data perolehan sebuah proses analisa, sehingga memberikan petunjuk

(41)

19

tabel tersebut terdapat bulan dan tanggal terjadinya hujan yang dicatat

pada stasiun hujan tersebut,

(42)

20

21 0 0 0 0,5 0 0 0 0 0 0 0 14,5 22 59 0 11 54 0 0 0 0 0 0 8,4 5,7 23 3 19 7.5 42,9 0 0 0 0 0 0 0 7,5 24 6 2,8 0 57 0 0 0 0 0 0 6,2 0 25 22 18.9 2 46 0 0 0 0 0 0 1,6 1 26 0,5 1 28 2,5 0 0 0 0 0 0 9,4 0 27 1 49 0 0,6 0 0 0 0 0 0 14,3 0 28 0,6 27 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 29 1 xxxxxx 0 0 0 0 0 0 0 0 17,9 0 30 14 xxxxxx 0 0 0 0 0 0 0 2 0 19,5 31 56 xxxxxx 0 xxxxxx 0 xxxxxx 0 0 xxxxxx 0 xxxxxx 0 Total 399,3 343,5 121,1 288,0 45.7 0.0 0.0 0.0 0.0 14,1 206,6 262,4

kemudian pengolahan data yang berupa data curah hujan harian dalam

bentuk digital (tabel excel) dari beberapa stasiun curah hujan yang ada di

wilayah Kota Bandar Lampung. Data tersebut diolah diurutkan terlebih

dahulu menjadi data dalam bentuk time series, menyusun data curah hujan

tersebut kedalam dua kolom, kolom pertama adalah hari dan kolom kedua

adalah curah hujan harian. Data curah hujan tersebut disusun dari tanggal 1

Januari sampai dengan 31 Desember sehingga didapatkan sebanyak 365

(43)

21

nantinya dipakai dengan cara membandingkan curah hujan maksimum

harian dari 1 stasiun dengan curah hujan maksimum harian yang pernah

terjadi di Provinsi Lampung, bila mengalami perbedaan yang terlalu jauh

dengan curah hujan maksimum harian yang pernah terjadi di Provinsi

(44)

22

3. Pemodelan Data Hilang

Pada proses ini data hujan terukur dibuat seolah-olah terjadi data curah

hujan yang hilang, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari curah

hujan yang hilang menggunakan metode normal ratio, metode inversed

square distance, dan metode rata-rata aljabar dengan masing-masing

metode menggunakan jumlah stasiun yang berbeda yaitu tiga stasiun,

empat stasiun, dan lima stasiun.

F. Proses Data

1. Metode Normal Ratio

Data curah hujan yang hilang dicari dengan melakukan perhitungan

metode normal ratio dengan tiga jumlah stasiun yang berbeda. Metode

perhitungan yang digunakan sederhana yakni dengan memperhitungkan

data curah hujan di beberapa stasiun hujan yang saling berdekatan untuk

mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Variabel yang

diperhitungkan pada metode ini adalah curah hujan harian di stasiun lain

dan jumlah curah hujan 1 tahun pada stasiun lain tersebut.

2. Metode Inversed Square Distane

Data curah hujan yang hilang dicari dengan melakukan perhitungan

metode inversed square distane dengan tiga jumlah stasiun yang berbeda.

Metode ini membutuhkan beberapa stasiun pengamat curah hujan yang

(45)

23

ini, untuk menghasilkan perhitungan data curah hujan yang mendekati

data sebenarnya.

3. Metode Rata-Rata Aljabar

Data curah hujan yang hilang dicari dengan melakukan perhitungan

metode rata-rata aljabar. Metode Konvensional/Rata-rata aljabar ini lebih

sederhana hanya merata-ratakan curah hujan pada stasiun terdekat.

4. Koefesien korelasi

Membandingkan Data Curah hujan yang hilang hasil perhitungan

menggunakan metode normal ratio, metode inversed square distane, dan

metode rata-rata aljabar dengan data curah hujan terukur kemudian

dihitung korelasinya.

G. Kesimpulan

Hasil dari perhitungan data curah hujan yang hilang dibandingkan dengan

data curah hujan terukur, maka dapat diambil kesimpulan seberapa besar

korelasi antara data curah hujan hasil perhitungan dan data curah hujan

yang terukur. Hasil kesimpulan data curah hujan ini untuk dapat

mengetahui menggunakan metode manakah serta menggunakan berapa

jumlah stasiunkah yang menghasilkan angka korelasi yang baik. Data curah

hujan hasil perhitungan yang mendekati data curah hujan terukur dapat

(46)

24

H. Diagram Alir Metode Penelitian

(47)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil pembahasan pada penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa :

1. Dengan menggunakan metode rata-rata aljabar, metode normal ratio, dan

metode Inversed Square Distance hasil perhitungan data hujan harian satu

tahun, data hujan kumulatif bulanan, maupun data hujan rata-rata bulanan

dapat diambil kesimpulan semakin banyak jumlah stasiun maka semakin

baik nilai korelasinya.

2. Nilai korelasi untuk perhitungan dengan data hujan kumulatif bulanan

serta data hujan rata-rata bulanan menggunakan beberapa jumlah stasiun

yang berbeda setiap masing - masing metode tidak ada perbedaan yang

signifikan dengan nilai rata-rata korelasi persentase perbedaannya sebesar

0,00025% sampai dengan 0,01182%

3. Nilai korelasi untuk perhitungan dengan data hujan harian satu tahun menggunakan jumlah stasiun yang berbeda paling baik adalah dengan

menggunakan metode normal ratio walaupun nilai korelasi kecil dengan

rata-rata korelasi 0,20856 - 0,25890 yang dikategorikan korelasi sangat

(48)

4. Dengan menggunakan data hujan kumulatif bulanan dan data hujan

rata-rata bulanan menunjukan nilai rata-rata-rata-rata korelasi yang lebih baik

dibandingkan data hujan harian satu tahun (0,67230 - 0,72097 yang

dikategorikan korelasi kuat dibandingkan 0,19305 - 0,25890 yang

dikategorikan korelasi sangat lemah)

B. Saran

1. Penggunaan metode rata-rata aljabar, normal ratio, dan inversed square

distance sangat tergantung pada data curah hujan. Oleh karena itu data

yang digunakan harus memiliki kualitas yang baik.

2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu dilakukan penelitian

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ashruri. 2015. P emodelan P eriodik dan Stokastik untuk Menganalisis Data Curah Hujan yang Hilang Menggunakan Studi Kasus Stasiun Hujan Sukarame. Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Bunganaen, W., et.al., 2013. Analisis Hubungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun Klimatologi Lasiana Kota Kupang. Jurnal Teknik Sipil, Vol. II, No. 2:182-183. Kupang.

Cambodia, Mirnanda. 2015. Model Stokastik Curah Hujan Harian dari Beberapa Stasiun Curah Hujan di Way Jepara. Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fahmi, Ikromi. 2015. Analisis P encarian Data Curah Hujan yang Hilang dengan Model P eriodik Stokastik (Studi Kasus Wilayah Kabupaten P ringsewu). Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fauzi, Manyuk dkk. 2012. P engisian Kekosongan Data Hujan dengan Metode Multiple Nonlinear Standardize Corelation pada Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Indragiri dan Rokan. Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Unversitas Riau. Riau.

Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Saputro, DR dkk. 2011. P endugaan data tidak lengkap curah hujan di Kabupaten Indramayu (berdasarkan data tahun 1980-2000). Sains. IPB Press. Bogor.

Triadmojo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta.

Walpole, Ronald E. 1993. Pengantar Statistika edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Siklus Hidrologi
Gambar 2. Penakar Hujan Observatorium (OBS)
Gambar 3. Penakar Hujan Jenis Hellman
Gambar 4. Lokasi stasiun curah hujan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, curah hujan harian dihitung dengan analisis frekuensi yang dimulai dengan menentukan curah hujan harian maksimum rata-rata dengan metode parsial,

(MSE) CPA dalam mendeteksi perubahan rata-rata curah hujan harian di Jakarta dan Bogor dalam periode banjir besar Jakarta dan memprediksi titik perubahan rata-rata

Dari hasil perhitungan berbagai metode yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan Koefisien Korelasi (R) untuk series waktu harian metode terbaik adalah

Dengan menggunakan metode FFT model curah hujan harian sintetik yang dihasilkan menjadi sangat akurat dengan koefesien korelasi rata- rata model Periodik Stasiun Metro panjang data

Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing- masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis

Selanjutnya dilakukan peramalan untuk data harga garam yang dipengaruhi oleh curah hujan dengan melihat model trend garis lurus linear menggunakan metode least square

Tujuan penelitian ini adalah menerapkan pendekatan Mean Square Error (MSE) CPA dalam mendeteksi perubahan rata-rata curah hujan harian di Jakarta dan Bogor dalam

Tujuan dari penelitian ini guna mendapatkan rata-rata curah hujan di suatu wilayah yang belum mempunyai alat ukur curah hujan antara tahun 2017 dan 2018 dengan metode Aljabar, Poligon