LAPORAN RISET DAN PRAKTEK
ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK
DI KANTOR KECAMATAN UJUNGBERUNG
KOTA BANDUNG
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Penyusunan Skripsi
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan rahman dan
rahhim-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penyusunan laporan Riset dan Praktek tepat
waktu. Shalawat dan salam-Nya semoga senantiasa terus di limpahkan kepada nabi panutan
kita semua yakni nabi besar Muhammad SAW, para keluarganya, sahabatnya, dan
mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umat yang terakhir dan sampai saat ini terus mengikuti
jejak langkahnya.Aamiin.
Laporan riset dan praktek ini akan membahas bagaimana pelaksanaan pelayanan
publik di kantor kecamatan Ujungberung Kota Bandung. Penelitian peneliti laksanakan
selama 6 bulan dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2012.
Peneliti mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki untuk membuat laporan riset
dan praktek ini yang sebaik-baiknya, namun terlepas dari hal itu, peneliti sadar bahwa
laporan ini masih banyak kekurangan dan harus terus diperbaiki. Untuk itu peneliti senantiasa
menantikan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang
dari teman-teman serta jajaran civitas akademika universitas Al-ghifari.
Ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam peroses penyelesaian penyusunan laporan riset dan praktek ini. Ucapan terimakasih
juga peneliti sampaikan terutama kepada:
1. Bapak Deden Suhendar, Drs., M.Si., selaku Rektor Universitas Al-Ghifari, 2. Bapak M.Zakaria.S.I.P M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Al-Ghifari.
3. Bapak Heri. S.I.P, M.A.P., Sekaligus pembimbing penyusunan laporan riset dan
4. Bapak Achdijat Sulaeman, S.I.P, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara FISIP Universitas Al-Ghifari.
5. Segenap Dosen dan Karyawan FISIP Universitas Al-Ghifari
6. Bapak, Ibu dan segenap keluarga besar peneliti yang telah memberikan dukungan
moril dan materil sehingga selesainya laporan riset dan praktek ini
7. Bapak Drs. Taufik selaku Camat kota Ujungberung yang telah memberikan ijin
kepada peneliti untuk melakukan penelitian riset dan praktek ini.
8. Bapak Drs. Bira Gumbira, S,STP., M.Si Sekretaris Camat Kota Ujungberung yang
telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian riset dan
praktek ini.
9. Segenap jajaran pegawai kecamatan kantor Ujungberung atas bantuannya.
Mudah-mudahan semua bantuan yang telah peneliti dapatkan dari pihak-pihak yang
terkait dalam proses penyusunan riset dan praktek ini, dibalas oleh Allah dengan balasan yang
berlipat ganda.
Bandung, Desember 2012
Peneliti
LEMBAR PENGESAHAN ……… C. Tinjauan Tentang Pelayanan………... D. Kerangka Pemikiran... B. Metodologi Penelitian………
1. Metode Penelitian……… 2. Teknik Pengumpulan Data……… 3. Teknik Analisi Data……….. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Pelaksanaan Pelayanan Publik Di Kantor Kecamatan Ujungberung Kota Bandung
B. Faktor-faktor Penghambat Proses Pelaksanaan Pelayanan Publik Di Kantor Kecamatan Ujungberung Kota Bandung
C. Upaya-Upaya dalam menanggulangi hambatan Proses Pelaksanaan Pelayanan Publik Di Kantor Kecamatan Ujungberung Kota Bandung
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 61
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi tekhnologi yang berkembang pesat, kini merubah wajah dunia dan
menyebabkan perlunya peningkatan kinerja organisasi pemerintah dan merupakan suatu
kewajiban yang harus benar-benar dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan
guna mendapatkan serta mewujudkan kualitas pelayanan publik, yang dimaksudkan untuk
melestarikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Seringkali kita mendengar masyarakat selalu mengeluh atas sistem pelayanan public
yang bertele-tele dari kalangan birokrat, baik pemerintah, swasta, hingga
perusahaan-perusahaan milik negara. Buruknya lagi keluhan masyarakat belum bisa di atasi dengan baik.
Dalam sejarah kini telah tercatat bahwa kecamatan yang menjadi salahsatu wadah aspirasi
serta melayani masyarakat baik di bidang administrasi, sosial dan lainya, Tanpa mengurangi
besarnya keberhasilan yang telah dicapai kecamatan , telah terbukti bahwa kecamatan mampu
menjadi salah satu pembantu Negara dan bangsa dalam rangka mendukung tegaknya hukum
serta serta system demokrasi di Indonesia guna menunjang pembangunan Bangsa dan
Negara. Kecamatan terus berjuang keras, karena belum mampu menjawab tuntutan pelayanan
masyarakat secara maksimal sebagai akibat perkembangan tingkat modernisasi yang
universal yang semakin meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, sedangkan
kemampuan pegawai kecamatan nyaris tidak berkembang, celaan, cemoohan, tudingan
bahwa kecamatan tidak professional semakin gencar di suarakan oleh public yang tidak puas
Undang-undang pelayanan publik Nomor 25 tahun 2009 merupakan perangkat strategis
untuk meningkatkan kesehjahteraan rakyat, dari mulai perilaku birokrasi yang bermental
korup, arogan dan otoriter. Bagi penyelenggara Negara perlu memahami dengan pasti apa
peranya dalam masalah terkait pelayanan public, bagaimana mewujudkan kualitas pelayanan
yang mampu memuaskan rakyat sebagai penerima pelayanan public.
Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian dan
perubahanya yaitu undang-undang Nomor 43 tahun 1999, menekankan perlunya aparatur
pemerintah yangprofesional, kompetensi memadai, berdedikasi bermartabat, serta
menjujngjung tinggi nilai-nilai etika dalam penyelenggaraan pemerintahan umum dan
pembangunan. Memang Republik Indonesia ini sudah mendesak untuk memiliki pegawai
Negeri sipil (PNS) yang professional, efektif, efisien, dan modern.Tetapi kita semua tahu,
kendalanya sangat banyak. Salah satu akar permasalahan adalah kurang maksimal dari
pelayanan kecamatan terhadap masyarakat bawah terkait penyelesaian tindak admnistratif
yang diajukan atau di mohon. Mulai dari urusan KTP (Kartu Tanda Pengenal) hingga
berbagai perijinan lainya.
Dasar pembentukan kecamatan se-kabupaten Bandung berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang-undang No.32 tahun
2004.Peningkatan kualitas pelayanan public merupakan salah satu agenda reformasi birokrat,
diantaranya dengan adanya pasal 1 ayat 5 undang-undang n0.32 Tahun 2004 tentang
pemerinahan daerah yang menyebutkan bahwa “otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat.” Perlu penulis garisbawahi bahwa “...dan kepentingan
masyarakat setempat” penulis mengamati pada kenyataany otonomi daerah di laksanakan
tidak semata-mata untuk kepentingan masyarakat daerah setempat melainkan hanya di
Dengan adanya undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk lebih meminimalisir
aparatur kecamatan yang tidak terpuji, korup, dan tidak bertanggung jawab,yang dalam
kenyataan kondisi factual kualitas pelayanan publik yang sebagian besar ditentukan oleh
pegawai kecamatan itu sendiri.
kepuasan pelayanan, keamanan, kualitas kehidupan publik dan terutama tingkat
kesehjahteraan rakyat suatu daerah tecermin pada tingkat pelayanan. Sebagaimana di
jelaskan dalam peraturan daerah Kota Bandung Nomor 250 tahun 2008 tentang Rincian
Tugas Pokok Dan Fungsi Pada Kecamatan dan Kelurahan di lingkungan Kota Bandung,yang
memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Membahas reformasi birokrasi, pada dasarnya birokrasi adalah sebagai sebuah
organisasi yang disusun atas dasar rasionalitas, bermakna pengorganisasian yang tertib,
teratur dalam hubungan kerja atau prosedur kerja yang jelas sesuai tugas pokok dan fungsi.
Birokrasi pada sektor pemerintahan terutama kecamatan mencakup bidang tugas yang
sangat luas, kompleks dan melibatkan bentuk organisasi yang berskalalumayan besar dengan
jumlah pegawai yang dikatakan cukup banyak untuk melaksanakan penyelenggaraan Negara
dibidang pelayanan, termasuk pelayanan umum, dan penanganan kebutuhan perijinan . Peran
birokrasi pemerintah khususnya kecamatan dipandang sebagai salah satu unsur yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan yang baik, maupun untuk memenuhi segala
kepentingan masyarakat.
Kenyataan dalam praktik sering terdapat pandangan bahwa birokrasi pemerintah
terutama kecamatan untuk mendapatkan suatu pelayanan yang baik seringkali pegawai
menunjukan gejala sikap yang mengecewakan, berbelit-belit, lama, mahal, dan tidak
Merubah kesan aktualisasi pada pelayanan yang buruk tidaklah mudah. Diperlukan
adanya pembuktian pelakasanaan yang berpihak pada masyarakat yang dilandasi semangat
pembaruan yang mendasar sebagai identitas baru jajaran kecamatan , yang berkewajiban
melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat sesuai dengan tujuan dibentuknya
kecamatan yang disebut kepanjangantangan pemerintah pusat atau presiden Indonesia.
Berdasarkan penelitian awal yang peniliti amati, peneliti menemukan beberapa kasus
yang belum optimalnya proses pelayanan public yaitu pada tanggal ……….
Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik
secara langsung maupun melalui media massa, seperti prosedur yang berbelit-belit, tidak ada
jangka waktu penyelesaian, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan,
sikap petugas yang kurang responsive, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang
kurang baik terhadapkecamatan . Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya
perbaikan kualitas pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan
publik yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan publik saat ini sedang di usahakan
dengan adanya program –program baru pemerintah yang diharapkan nantinya sistem
pelayanan publik secara menyeluruh dapat dilaksanakan secara maksimal, transparan, murah
dan akuntabel sebagaimana harapan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti
mencoba untuk meneliti ”ANALISIS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR KECAMATAN
UJUNGBERUNG KOTA BANDUNG.”
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana Pelaksanaan Pelayanan public yang baik di Kantor Kecamatan
Ujungberung?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi peghambat dalam proses pelaksanaan
pelayanan public yang baik di Kantor Kecamatan Ujungberung?
3. Usaha-usaha apasaja yang dilakukan untuk menanggulangi factor-faktor
penghambat pelaksanaan pelayanan public di Kantor Kecamatan Ujunberung?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan pelayanan public yang baik di kantor
kecamatan ujung berung.
b. Untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam
rangkatercapainya pelaksanaan pelayanan public yang baik di kantor kecamatn
ujungberung.
c. Untuk Mencari solusi serta pemecahan dari hambatan pelaksanaan pelayanan
public di kantor kecamatan ujungberung.
2. Kegunaan
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
a. Kegunaan Teoritis: memperkaya khazanah keilmuan dibidang administrasi negara b. Kegunaan praktis: masukan untuk pimpinan dan seluruh pegawai kecamatan
khususnya kecamatan Ujungberung dengan pelaksanaan pelayanan publik serta
faktor yang menghambat belum optimalnya pelaksanaan pelayanan publik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Administrasi
Kata Administrasi secara etimologis (asal kata) bersumber dari bahasa Latin, yang
memenuhi. Dalam bahasa asalnya dari perkataan itu dapat terbentuk kata benda administratio
dan kata sifat administrativus. Perkataan itu masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi
administration yang lebih banyak dikenal oleh para ilmuwan sekarang ini. Kemudian
perkataan tersebut memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dengan perkataan
administrasi.
Pengertian administrasi yang dipergunakan sehari-hari terbatas pada arti sempit, yakni
tata usaha. Sedangkan arti administrasi menurut Nawawi dan Martini Hadari (1994: 26)
adalah sebagai berikut: “administrasi berarti suatu rangkaian kegiatan atau proses
pengendalian cara atau sistem kerja sama bersama sejumlah orang, agar bisa berlangsung
secara efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan bersama”. Iskandar (2003: 1)
memberikan pengertian administrasi sebagai “suatu proses pengorganisasian sumber-sumber,
sehingga tugas pekerjaan dalam organisasi tingkat apapun dapat dilaksanakan dengan baik”.
Siagian (1983: 3) mendefinisikan administrasi adalah “Keseluruhan proses kerjasama
antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas dasar rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati dan ditentukan sebelumnya”. Pengertian administrasi
menurut Atmosudirjo (1987: 3) sebagai berikut:
Administrasi adalah merupakan suatu proses kerja sama atau penyelenggaraan bersama
antara sekelompok orang atau secara tertentu mencapai tujuan yang telah ditentukan dan
direncanakan sebelumnya secara sadar dan melalui organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan sebelumnya, peneliti
menyimpulkan bahwa administrasi tidak terbatas pada kegiatan tata usaha semata, tetapi
secara luas administrasi dapat didefinisikan sebagai proses kerjasama yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih, yang didasarkan kepada rasionalitas untuk mencapai tujuan bersama
B. Tinjauan Tentang Administrasi Negara
Administrasi negara yang merupakan bagian dari disiplin ilmu administrasi.
Administrasi negara menurut Dimock dan Dimock dalam Iskandar (2003: 16) adalah “suatu
ilmu yang mempelajari apa yang dikehendaki rakyat melalui pemerintah, dan cara mereka
memperolehnya”. Sejalan dengan pendapat Dimock dan Dimock tersebut, Thoha (dalam
Iskandar , 2003: 16) mengemukakan bahwa:
Ilmu administrasi negara ini diturunkan dari ibu administrasi dan ayah politik. Dengan
demikian, pengetahuan administrasi yang diterapkan dalam kegiatan politik atau negara atau
pemerintah itulah administrasi negara. Oleh karena itu, administrasi negara sebagai suatu
ilmu yang diperoleh dari kedua ilmu pengetahuan tersebut menghendaki dua macam syarat
jika hendak dipahami secara mendalam. Pertama, perlu untuk mengetahui sesuatu mengenai
administrasi umum, dan kedua, harus diakui bahwa dalam kenyataannya banyak
masalah-masalah administrasi negara timbul dalam suatu kerangka ilmu politik.
Waldo (dalam Iskandar, 2003: 17) mendefinisikan administrasi negara sebagai “suatu
organisasi dan manajemen manusia dalam pemerintahan guna mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan”. Sedangkan Siagian (1983: 8) mendefinisikan administrasi negara sebagai
“keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara
dalam usaha mencapai tujuan negara”. Thoha (dalam Iskandar, 2003: 22) memberikan
ciri-ciri administrasi negara sebagai berikut:
1. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi negara bersifat lebih urgen
menyangkut kepentingan semua masyarakat dan kalau diserahkan atau ditangani
oleh organisasi lain, maka tidak akan jalan.
2. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi negara pada umumnya bersifat
monopoli atau semi monopoli.
3. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, administrasi negara dan
administratornya relatif berdasarkan undang-undang dan peraturan. Hal ini
memberikan warna legalistis dari administrasi negara tersebut.
4. Administrasi negara dalam memberikan pelayanan tidak dikendalikan oleh harga
pasar. Pelayanan oleh administrasi negara ditentukan oleh rasa pengabdian kepada
masyarakat umum.
5. Usaha-usaha yag dilakukan oleh administrai negara sangat tergantung pada
penilaian rakyat yang dilayani.
Selain ciri-ciri administrasi negara sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terdapat pula
prinsip-prinsip administrasi negara yang dikemukakan oleh Simon (dalam Iskandar, 2003:
23), yakni sebagai berikut:
1. Efisiensi administrasi ditingkatkan melalui spesialisasi tugas di kalangan kelompok 2. Efisiensi administrasi ditingkatkan dengan mengatur anggota-anggota kelompok
dalam suatu hirarki wewenang yang pasti
3. Efisiensi administrasi ditingkatkan dengan membatasi jarak pengawasan pada setiap
sektor di dalam organisasi sehingga jumlahnya menjadi kecil
4. Efisiensi administrasi ditingkatkan dengan mengelompokkan pekerjaan untuk
maksud-maksud pengawasan berdasarkan:
a. Tujuan
b. Proses
c. Anggaran, dan
Berdasarkan paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa administrasi negara
menitikberatkan kepada pencapaian tujuan negara melalui berbagai sumber daya dengan
mengedepankan prinsip efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan negara tersebut.
C. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik
Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik (public service)
dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan
masyarakat.Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara interchangeable, dan
dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online
(2009) dinyatakan pengertian pelayanan bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk
membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian
service dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that the
public needs, organized by the government or a private company”. Oleh karenanya,
pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa
pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat, dan
negara. Public dalam pengertian umum atau masyarakat dapat kita temukan dalam istilah
public offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), dan public utility
(perusahaan umum), public relations (hubungan masyarakat), public service (pelayanan
masyarakat), public interest (kepentingan umum) dan lain-lain. Sedangkan dalam pengertian
negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan
pelayanan publik merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau
umum.
Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak
sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat. Nurcholish (2005: 178)
memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaa berfikir,
perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma
yang mereka miliki.
Thoha (1990: 23) mendefinisikan pelayanan publik sebagai “suatu usaha yang
dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003,
memberikan pengertian pelayanan publik yaitu “segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.Selanjutnya dalam Oxford (2000) dijelaskan pengertian public service sebagai “a
service such as transport or health care that a government or an official organization provides
for people in general in a particular society”.
Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang harus diemban
pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah.Fungsi ini juga diemban oleh
BUMN/BUMD dalam memberikan dan menyediakan layanan jasa dan atau barang
publik.Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu penyedia layanan
dan penerima layanan.Penyedia layanan atau service provider menurut Barata (2003: 11)
adalah “pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa
(services)”.Penerima layanan atau service receiver adalah pelanggan (customer) atau
konsumen (consumer) yang menerima layanan dari para penyedia layanan. Adapun
berdasarkan status keterlibatannya dengan pihak yang melayani terdapat 2 (dua) golongan
pelanggan, yaitu:
1. Pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses penyediaan jasa
atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan, pencitaan jasa atau
pembuatan barang, sampai dengan pemasaran barang, penjualan dan
pengadministrasiannya.
2. Pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi yang
menerima layanan penyerahan barang atau jasa.
Pada prinsipnya pelayanan publik berbeda dengan pelayanan swasta. Namun demikian
terdapat persamaan di antara keduanya, yaitu:
1. Keduanya berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan mendapatkan
kepercayaannya;
2. Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup organisasi.
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di
lingkungan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan(wikipedia, 2012).Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya,
pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua(wikipedia, 2012),
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat,
adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti
misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutanmilik swasta.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik.
Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
a. Yang bersifat primer, adalah semua penyediaan barang/jasa publik
yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah
merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau
tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di
kantorimigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
b. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan
barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi
yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya
karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut (wikipedia, Nopember 2012), yaitu:
Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
perubahan yang diminta oleh pengguna.
Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan
semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan
Locuscontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi,
apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan
yang lebih dominan.
Walters menambahkan bahwa “kegagalan daripada pelayanan publik ini disebabkan
karena aparat (birokrasi) tidak menyadari adanya perubahan dan pergeseran yang terjadi
dalam budaya masyarakatnya dari budaya yang bersifat hirarkhis, budaya yang bersifat
individual, budaya yang bersifat fatalis, dan budaya yang bersifat egaliter”. Rondinelli (dalam
google.com, 2012) mengingatkan “bahwa penyebab kegagalan utama dalam melaksanakan
orientasi pelayanan publik ini adalahkuatnya komitmen budaya politik yang bernuansa
sempit; kurangnya tenaga-tenaga kerja yang terlatih dan trampil dalam unit-unit lokal;
kurangnya sumber-sumber dana untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab; adanya
sikap keengganan untuk melakukan delegasi wewenang; dan kurangnya infrastruktur
teknologi dan infra struktur fisik dalam menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan
publik.
Walters (dalam google.com, 2012) menyatakan bahwa “pelayanan publik yang
modelnya birokratis cocok untuk budaya masyarakat hirarkhis; pelayanan publik yang
modelnya privatisasi cocok untuk budaya masyarakat individual (yang anti hirarkhis);
pelayanan publik yang modelnya kolektif cocok untuk budaya masyarakat fatalis (yang
mendukung budaya hirarkhis dan anti budaya individu); sedangkan pelayanan publik yang
modelnya memerlukan pelayanan cepat dan terbuka cocok untuk budaya masyarakat egaliter
(yang anti budaya hirarkhis, anti budaya individu dan anti budaya fatalis)”. Masyarakat
Indonesia saat ini sudah memasuki era budaya masyarakat egaliter; oleh karenanya bentuk
Pelayanan Publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat
sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Karena itu harus
mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut :
1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan publik harus jelas
dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan publik harus disesuaikan dengan kondisi
kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada
efisiensi dan efektifitas.
3. Mutu proses dan hasil pelayanan publik harus diupayakan agar dapat memberi
keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hokum yang dapat
dipertanggung jawabkan.
4. Apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah
terpaksa harus mahal, maka Instansi Pemerintah yang bersangkutan
berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut
menyelenggarakannya sesuai perundang-undangan yang berlaku.
D. Keterkaitan Teori Administrasi Negara dan Pelayanan Publik
Sinyalemen terhadap ketidakberdayaan administrasi negara melalui birokrasinya dalam
menghadapi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik sudah dirasakan sejak
lama.Kondisi semacam ini dalam perdebatan administrasi negara sering disebut sebagai
“krisis identitas” yang mempertanyakan kecenderungan peran dan posisi administrasi negara
sebagai ilmu (science) ataukah sebagai praktek (art). Kesan semacam ini didukung oleh
adanya fakta tumpang tindihnya antara posisi peran ilmu politik (ilmu pemerintahan) dan
administrasi negara yang terkesan bersifat legal formal, spesifik, bernuansa budaya sentris,
sampai dengan anggapan bahwa administrasi negara tidak memiliki persyaratan ilmiah dan
teoritisasi yang sifatnya berlaku umum.
Oleh karena itu Dahl (dalam google.com, 2012) menyarankan adanya studi
perbandingan administrasi negara (atau studi perbandingan birokrasi) yang mampu
melakukan terobosan, terutama dalam menjawab tantangan-tantangan pembangunan yakni
masalah kemiskinan dan ketidak adilan sosial, terutama yang terjadi dinegara-negara
berkembang dan negara-negara miskin. Produk dari pemikiran ini, kemudian berkembang
dan melahirkan paradigma administrasi pembangunan (development administration
paradigm) yang dibentuk oleh Ikatan Sarjana Administrasi Pembangunan Asia di Teheran
(1966) yang bergerak dalam bidang penyempurnaan administrasi negara di wilayah timur.
Salah satu orientasinya adalah bagaimana administrasi negara mampu mengembangkan
dirinya dalam melaksanakan fungsi-fungsi pembangunan, terutama dalam hal pelayanan
publik yang dapat dipertanggung jawabkan (responsebelity), memiliki daya tanggap yang
kuat (responsivity) dan mampu mewakili kepentingan masyarakat (representativity) berdasar
ketentuan hukum dan aturan yang berlaku dengan pancaran hati nurani (accountability) .
Oleh sebab itu, pergeseran pemikiran administrasi semacam ini seharusnya tidak hanya
membawa konsekuensi terhadap perubahan struktur, fungsi, finansial dan personalia dari
organisasi birokrasi itu saja, tetapi yang lebih penting bagaimana perubahan struktur, fungsi,
finansial dan personalia organisasi birokrasi mampu diikuti oleh perubahan kultur organisasi
birokrasi dan perilaku manusia-manusia yang terlibat di dalamnya.
Jika pelayanan publik sebagai produk dari orientasi pemikiran administrasi
pembangunan, dan administrasi pembangunan sebagai orientasi baru dari reformasi
pelayanan publik?Caiden (dalam google.com, 2010) sebagai seorang pakar administrasi
negara pernah menyindir tentang keberadaan teori administrasi negara ini.Menurut
Caiden(dalam google.com, 2010) “administrasi negara itu terlalu banyak teori, tetapi tidak
terdapat satu teoripun yang dapat diberlakukan secara umum dari administrasi negara”.
Hal yang bernada sama pernah disampaikan pula oleh Riggs dan Heady (dalam
google.com, 2012) yang mempertanyakan perihal isi dan kecenderungan dari teori
administrasi negara yang dianggapnya tidak jelas metodologinya. Dipihak lain, dalam
beberapa literatur pelayanan publik lebih dikenal sebagai tatanan konsep daripada tatanan
teori (Thoha,1992; Munafe,1966; Djumara,1994; Hardjosoekarso, Kristiadi dan
Saragih,1994).Oleh karena itu istilah pelayanan publik disebut juga dengan istilah pelayanan
kepada orang banyak (masyarakat), pelayanan sosial, pelayanan umum dan pelayanan prima.
Pernyataan semacam ini sekaligus menambah adanya kerancuan ontologis (apa,
mengapa), epistemologis (bagaimana) dan axiologis (untuk apa) dalam memperbincangkan
teori yang berkaitan dengan pelayanan publik?
Secara ideal, persyaratan teori administrasi yang menyangkut pelayanan publik antara
lain (google.com, 2012):
1. Harus mampu menyatakan sesuatu yang berarti dan bermakna yang dapat
diterapkan pada situasi kehidupan nyata dalam masyarakat (konteksual); 2. Harus mampu menyajikan suatu perspektif kedepan yang dinamsis
3. Harus dapat mendorong lahirnya cara-cara atau metode baru dalam situasi dan
kondisi yang berbeda
4. Teori administrasi yang sudah ada harus dapat merupakan dasar untuk
mengembangkan teori administrasi lainnya, khususnya pelayanan publik
5. Harus dapat membantu pemakainya untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena yang dihadapi
Berpedoman dari persyaratan diatas, maka Heady (dalam google.com, 2012) menyarankan
adanya :
1. Tindakan modifikasi terhadap teori administrasi negara klasik/ tradisional
2. Perubahan isi dari teori administrasi yang lebih diorientasikan kepada kepentingan
pembangunan
3. Melakukan redifinisi secara umum terhadap sistem dan model-model
pengembangan
4. Menemukan perumusan baru teori administrasi yang bersifat middle range theory.
Adapun Riggs (dalam google.com, 2012) menyarankan adanya pergeseran pendekatan
metodologi penelitian administrasi (khususnya yang berkaitan dengan pengamatan fenomena
pelayanan publik) dari :
1. Pendekatan normatif ke pendekatan empiris 2. Pendekatan ideografik ke pendekatan nomotetik 3. Pendekatan struktural ke pendekatan ekologi, dan
4. Pendekatan behavior ke pendekatan post-behavior (pendekatan analogi).
Apabila hal-hal tersebut dapat dilakukan, maka diharapkan studi administrasi negara menurut
Riggs (dalam google.com, 2012) :
1. Mampu menciptakan konsep dan teori-teori baru yang dapat menerobos
batas-batas kebudayaan,
2. Mampu membandingkan ketentuan-ketentuan formal, hukum-hukum dan
peraturan-peraturan yang ada sebagai landasan perumusan keputusan dan
kebijaksanaan (pelayanan publik),
3. Mampu bertindak sesuai dengan kajian fakta dan data dilapangan.
Kesimpulan sementara yang dapat diambil apabila administrasi negara ingin
menemukan identitas teori-teori yang berkaitan dengan pelayanan publik, maka perlu adanya
meningkatkan kegiatan penelitian atau riset lapangan yang berkaitan dengan proses
perumusan kebijakan pelayanan publik, proses implementasi pelayanan publik dan evaluasi
produk pelayanan publik.
E. Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan pelayanan publik tidak akan terlepas dengan peran masyarakat yang
berhubungan dengan penguasa atau stakeholder pemangku kepentingan guna mencapai
pelayanan yang baik. Sinambela (2006:6), mengatakan bahwa yang namanya kualitas atau
indicator suatu pelayanan tercermin dari 6 karakteristik, yaitu :
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah di pahami dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkanya dan disediakan pula secara
memadai serta mudah di mengerti oleh masyarakat.
2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang di berikan pada masyarakat itu benar-benar
bisa di pertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada.
3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan dan kemampuan
pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektifitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorng peran serta masyarakat dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu sebuah pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat
dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, dan status sosial.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang senantiasa
memepertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan.
Kecamatan merupakan wilayah administrative di Indonesia dibawah kabupaten atau
publik, erat kaitannya dengan proses pelayanan masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lainnya. Kecamatan Ujungberung adalah salah satu wahana pelayanan publik.
Kecamatan adalah salah satu unsur pelayanan public di daerah dalam bidang penegakan
pelayanan publik, kecamatan Ujungberung sebagai salah satu wahana pelayanan public maka
menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan public,
pelayanan kepada masyarakat dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis yaitu:
Kelompok pelayanan administrative yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh public.
Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau
jenis barang yang digunakan oleh public.
Kelompok pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa
yang dibutuhkan oleh public.
Jadi pengertian pelayanan public berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 81 tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003 adalah:
Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, didaerah,
dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan public diper;ukan adanya pelaksanaan tugas dan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/ pengendalianya, serta mudah di akses oleh
semua pihak yang membutuhkan informasi.
Sebagaimana dimaksudkan dalam kepurtusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor KEP/26/M.PAN/2004 tanggal 24 Penruari 2004 tentang petunjuk Teknis Transparansi
dan Akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pelayanan public utamanya meliputi :
1. Manajemen dan Penyelenggaraan pelayanan Publik yaitu transparansi
terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan public.
2. Prosedur pelayanan yaitu rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu
sama lain, harus sederhana, tidak berbelit-belit, mudah di pahami, dan mudah
dilaksanakan.
3. Persyaratan teknis dan administrative pelayanan yaitu persyaratan tersebut
harus di informasikan secara jelas dan diletakan di dekat loket pelayanan. 4. Rincian biaya pelayanan yaitu sebutan sebagai imbalan atas pemberian
pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayaranya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Waktu penyelesaian pelayanan yaitu jangka waktu penyelesaian suatu
pelayanan public mulai dari dilengkapinya/ dipenuhinya persyaratanya
administrative sampai dengan selesainya proses pelayanan.
6. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab yaitu pejabat//petugas yang
berwenang menyelesaikan keluhan/persoalan/sengketa diwajibkan memakai
tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas.
7. Lokasi pelayanan yaitu tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap
dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan. 8. Janji pelayanan yaitu pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja
pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat.
9. Standar pelayanan public yaitu merupakan ukuran kualitas kinerja yang
dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan public.
10. Informasi pelayanan yaitu publikasi dan atau sosialisasi mengenai prosedur,
pejabat/petugas yang berwenang sebagaimana telah diuraikan di atas, melalui:
media cetak,dan media elektronik.
BAB III
A. Objek Penelitian
B. Tinjauan Umum Kecamatan Ujungberung
Kecamatan Ujung Berung dibentuk berdasarkan Perturan Pemerintah Nomor 16
tahun1987 tentang Perubahan Batas wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan
Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung dan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07
Tahun 2001 tentang pembentukan dan Susunan Organisasi Kecamatan di Lingkungan
Pemerintah Kota Bandung. Secara geografis Wilayah Kecamatan Ujungberung berada di
Lingkungan Pemerintah Kota Bandung, serta merupakan salah satu bagian wilayah timur
Kota Bandung. Wilayah Kecamatan Ujungberung berada di ketinggian 668 m di atas
permukaan laut, Secara geografis, Kecamatan Ujungberung berbatasan dengan :
1. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan cinambo Kota Bandung
2. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung 3. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Cibiru Kota Bandung
4. Bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Mandalajati Kota Bandung
Kecamatan Ujungberung mempunyai luas wilayah 1.035,411 Ha, dengan jumlah
penduduk 67.144 jiwa, terdiri dari 32.962 jiwa laki-laki dan 34.182 perempuan, secara
administrative terbagi ke dalam 5 (lima) kelurahan, 71 RW dan 330 RT yaitu:
1. Kelurahan Pasir Endah 2. Kelurahan Cigending 3. Kelurahan Pasir Wangi 4. Kelurahan Pasir Jati 5. Kelurahan Pasanggrahan
BerdasarkanPeraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 Tahun 2001 tentang
pembentukan dan Susunan Organisasi Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung,
Walikota di bidang pemerintahan, pembangunan, perekonomian, kemasyarakatan,
ketentraman, dan ketertiban serta koordinasi dan instansi otonom dan UPTD di wilayah
kerjanya. Adapun fungsinya adalah:
Penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, perekonomian, kemasyarakatan,
ketentraman, dan keamanan;
Pelaksanaan pembinaan pemerintahan kelurahan dan pelayanan administrasi publik;
Pelaksanaan pelayanan teknis administrative kesekretariatan.
Visi kecamatan ujungberung adalah menjadikan Kecamatan Ujungberung mitra utama
pengembangan kawasan Bandung Timur melalui pelayanan prima. Misinya adalah:
1. Mewujudkan Kinerja Pemerintah Kecamatan Ujungberung yang berjalan lebih
efektif, efisien, transparan dan akuntabel;
2. Mewujudkan Ujungberung yang Tertib, Bersih, dan Tertata, berlandaskan
kesadaran dan partisipasi seluruh warga Masyarakat Ujungberung ;
3. Mengembangkan sosial budaya di lingkungan Kecamatan yang ramah dan berhati
nurani yang didukung SDM yang handal dan religius ;
4. Mengembangkan perekonomian kecamatan yang dinamis dan berpihak pada
keadilan ekonomi;
Tujuan Kecamatan Ujungberung (bandung.go.id, 2012) adalah :
1. Terwujudnya kinerja pemerintah Kecamatan Ujungberung yang berjalan lebih efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel ;
2. Terwujudnya Ujungberung yang tertib, bersih, dan tertata, berlandaskan kesadaran
dan partisipasi serluruh warga masyarakat Ujungberung ;
3. Terbentuknya sosial budaya di lingkungan Kecamatan yang ramah dan berhati nurani
yang didukung SDM yang handal dan religius ;
4. Terbentuknya perekonomian kecamatan yang dinamis dan berpihak pada keadilan
Sasarannya (bandung.go.id, 2012) adalah:
1. Terwujudnya kinerja pemerintah Kecamatan Ujungberung yang berjalan lebih efektif,
efisien, transapran, dan akuntabel
a. Tersedianya SDM yang profesional di Kecamatan Ujungberung;
b. Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai untuk menyelenggarakan
pelayanan prima;
c. Tersedianya pelayanan yang murah, mudah dijangkau, dan tepat butuh; d. Terukurnya kepuasan masyarakat;
e. Terlayaninya keluhan publik
2. Terwujudnya Ujungberung yang tertib, bersih, dan tertata, berlandaskan kesadaran
dan partisipasi serluruh warga masyarakat Ujungberung
a. Terwujudnya lingkungan bersih dan tertata mendukung pengembangan
Bandung Timur;
b. Tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang pengembangan Bandung
Timur;
c. Terfasilitasinya partisipasi masyarakat
Terbentuknya sosial budaya di lingkungan Kecamatan yang ramah dan berhati nurani yang
didukung SDM yang handal dan religius
a. Terfasilitasinya pengembangan seni budaya lokal dan tradisional; b. Terbentuknya masyarakat Kecamatan Ujungberung yang taat aturan; c. Terciptanya persatuan dan kebersamaan hidup yang harmonis dan sinergis; d. Terfasilitasinya kegiatan-kegiatan sosial dan pendidikan kemasyarakatan; e. Terawasinya penyelenggaraan fasilitas pendidikan
4. Terbentuknya perekonomian kecamatan yang dinamis dan berpihak pada keadilan
ekonomi
A. Tersedianya lapangan pekerjaan yang mengurangi pengangguran;
B. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat;
C. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.
Sugiyono (2005: 11) menjelaskan bahwa metode penelitian deskriptif adalah:
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel
satu dengan variabel yang lain.
Tujuan utama menggunakan metode deskriptif ini sebagaimana diungkapkan oleh
Travis dalam Hikmat (2007: 23) ”yaitu untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang
sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu
gejala tertentu”. Pelaksanaan metode deskriptif ini tidak hanya terbatas pada pengumpulan
dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data itu. Sebagai
cirinya, metode ini (1) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada
masa sekarang, pada masalah-masalah aktual; dan (2) data yang dikumpulkan mula-mula
disusun, dijelaskan dan kemudian di analisa, karena itu metode ini sering juga disebut metode
analitik (Surakhmad, 1985: 139-140).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
observasi, interview (wawancara), serta studi dokumentasi. Berikut penjelasan
masing-masing teknik penelitian tersebut:
Observasi, yakni mengamati dan mencermati serta melakukan pencatatan data atau
informasi yang sesuai dengan konteks penelitian
Wawancara, yakni teknik pencarian data/informasi mendalam dalam bentuk pertanyaan
Studi dokumentasi, yakni penelusuran dan perolehan data yang diperlukan melalui data
yang telah tersedia.
D. Lokasi Penelitian
Penulis melakukan penelitian dilingkungan kerja kantor kecamatan Ujungberung,
dengan alamat kantor Jl. Alun-Alun Utara No 211 Telp. (022) 780000 Bandung 40616
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
B. Tinjauan Umum
Pelayanan pemerintah pada umumnya dicerminkan oleh kinerja birokrasi serta
peraturan yang menjadi dasar pelaksanaan pelayanan publik bagi masyarakat. Pernyataan
bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yang tidak akan lepas dari pelyanan,
pelayan publik membawa konsekuensi besar bagi kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai
negara berdaulat. selayaknya jika tindakan dari badan-badan maupun istanstsi pemerintah
selaku aparatur penagakan hukum dan pelayan masyarakat, harus sesuai dengan ketentuan
hukum. Namun apabila perumusan peran lembaga pemerintah dalam undang-undang tidak
selaras dengan fungsinya, sangat mungkin pelaksanaan pelayanan publik tidak bersifat
resiprosikal. Meskipun, dalam UU republik indonesia Nomor 25 tahun 2005 (1) telah
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan
amanat Undan-undang dasar Negara Republik indonesia Tahun1945”.
Dalam konteks perumusan peran kecamatan tampak bahwa orientasi organisasi lebih
mengarah pada official perspective (pandangan yang bersifat formalistik) yang mengejar
pada prestise dan efisiensi organisasi, bukan pada social perspective yang lebih
mengutamakan pada kepentingan umum sesuai dengan harapan masyarakat. Memang,
perubahan lembaga kecamatan tidak bisa berjalan sendiri. Sebagai salah satu pelayan publik,
perubahan paradigma kecamatan bergerak dalam dinamika masyarakat yang diliputi oleh
gejolak politik, ekonomi, budaya, modernisasi, sosial, dan hukum.
Dalam konstruksi demikian sulit dibayangkan lahir lembaga kecamatan yang bersih,
berwibawa, dan adil di tengah-tengah situasi kenegaraan dan kemasyarakatan yang masih
jauh dari nilai-nilai demokrasi. Sebagai suatu lembaga pelayanan masyarakat, lembaga
kecamatan tidak berdiri sendiri. Dengan demikian perubahan paradigma kecamatan sebagai
institusi penegak hukum, pelindung dan pembimbing masyarakat di samping tergantung pada
produk hukum yang mengatur dirinya (UUNomor 25 Tahun 2009) tentang pelayanan publik,
juga bergantung kepada proses demokratisasi, penegakan keadilan dan HAM di tingkat
negara dan masyarakat serta terkait pula dengan kemauan internal pegawai kecamatan
sendiri.
Didalam UU Nomor 25 Tahun 2009,pemerintah sebagai ujung tombak dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pelayanan
publik, masyarakat adalah seluruh pihak baik warga negara maupun penduduk sebagai orang
perseorangan kelompok, maupun badan pemerintah yang bekedudukan sebagai penerima
Pengorganisasian dan Tata Cara Kerja kecamatan itu diatur berdasarkan Keppres
Nomor 70 Tahun 2002. Dalam hal ini saluran kewenangan di tingkat kecamatan menerapkan
tipe staf fungsional dan general, di mana terdapat pejabat fungsional seperti camat, yang
memiliki wewenang terbatas dalam bidang pekerjaan tertentu, di samping itu camat juga
dibantu oleh staf yang tidak memiliki kewenangan komando, antara lain staf ahli, dan staf
auxiliary/pendukung (pengurusan administrasi personel, logistik, keuangan, pendidikan dan
latihan). Kemudian pada tingkat strukturral ke bawah berlaku bentuk organisasi garis dan
fungsional yang dicirikan oleh adanya pejabat fungsional yang memiliki kewenangan terbatas
di bidang pekerjaan tertentu.
Dari gambaran tersebut, dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, organisasi
kecamatan secara keseluruhan mulai dari tingkat camat hingga ke sub staf merupakan
organisasi yang sangat besar, menganut bentuk organisasi garis, staf dan fungsional. Dalam
hal pengorganisasian kecamatan, camat sebagai pelaksana memiliki kewenangan dan dapat
melaksanakan semua tugas dan menginruksianya, sedangkan pada pejabat fungsi memiliki
kewenangan terbatas dalam bidang pekerjaan tertentu. Secara lebih rinci, pada tingkat tugas
pokoknya, bentuk organisasinya adalah garis dan fungsional. Ini ditunjukkan dari adanya
pegawai-pegawai kecamatan yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan seluruh tugas
kecamatan di wilayah kecamatanya masing-masing.
Akhirnya bagi pihak kecamatan, masyarakat bukan hanya kepada siapa mereka
memberikan pelayanan (jasa), tetapi juga kepada siapa mereka harus bertanggungjawab.
Pertanggungjawaban hak khususnya atas penggunaan kekuatan oleh individu-individu
pegawai maupun pertanggungjawaban kecamatan tentunya tidak meniadakan
pertanggungjawaban publik (public accountability). Disini akuntabilitas publik menjadi
sangat penting mengingat pekerjaan kecamatan syarat dengan pengurusan pelayanan
yang hal itu cukup sulit untuk dikontrol (low-visibility). Konsekwensinya ialah, dalam
kondisi ini akses publik harus dibuka seluasnya bagi pengawasan pegawai kecamatan, baik
terhadap tindakan dari para pegawai kecamatan maupun perumusan kebijakan dan
manajemen kinerja kecamatan. Kondisi ini dibutuhkan bukan saja oleh pemerintah, tetapi
juga oleh masyarakat dalam kapasitasnya sebagai obyek tindakan kecamatan.
Secara struktural, dalam lembaga kecamatan antara lain:
1. Kekuasaan sekretaris camat.
2. Kekuasaan di bidang pelayanan
3. Kekuasaan di bidang pendidikan dan kemasyarakatn.
4. Kekuasaan di bidang Ekbang dan Lingkungan Hidup.
5. Kekuasaan di bidang pemerintahan.
6. Kekuasaan di bidang umum dan kepegawaian
7. Kekuasaaan di bidang keuangan dan program.
Dari beberapa kekuasaan itu melahirkan tiga fungsi utama kecamatan antara lain:
1. Sebagai perangkat daerah yang melaksanakan asas desentralisasi
2. Sebagai pelayan masyarakat termasuk mensejahterakan.
3. Sebagai pengayom masyarakat guna membangun integritas kesatuan wilayah.
Ketiga fungsi diatas merupakan fungsi yang benar-benar harus di lksanakan
C. Harapan Masyarakat
Penegakan pelayanan yang baik merupakan salah satu fungsi kecamatan yang paling
esensial. Sasaran utama fungsi ini adalah untuk menciptakan rasa puas pada masyarakat yang
bisa ditempuh melalui penyelesaian perkara administratif secara tuntas tanpa disertai
pernyataan untuk mendapatkan imbalan. Kinerja Polri di bidang ini mencakup dua aspek,
yakni :
1. Kinerja dalam akselerasi pencapaian target
2. Kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kinerja kecamatan dalam menekan atau meminimalisir penghamburan waktu dalam
proses akselerasi pencapaian target antara lain dapat diukur dari keberhasilan dalam
penanganan kebutuhan pelayanan masyarakat di bidang administratif . Sedangkan kinerja
dalam memberi pelayanan kepada masyarakat dapat dilihat dari berbagai bentuk tindakan,
seperti reaksi kurang cepat ketika pengajuan permohonan administratif masyarakat;
Demikian pula masyarakat berharap tidak merasa was-was atau pun segan ketika :
1. Melakukan aktifitas pengajuan permohonan pembuatan administratif.
2. Menunggu pengajuan permohonan berkas di buat.
3. Menanyakan tentang persyaratan administratif yang baik.
4. Tidak merasa khawatir terhadap keluarga yang ditinggalkan
5. Merasa nyaman dan tenang dari masukan yang di pinta pegawai.
Kondisi ini akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap kecamatan dalam
Bentuk kepercayaan tersebut adalah kesediaan untuk menyerahkan penanganan setiap
masalah atau keperluan yang di perlukan kepada kecamatan. Kepercayaan ini akan
menghindarkan masyarakat dari tindakan yang mengganggap pemerintah itu arogan, yang
cenderung tidak mengindahkan prosedur hukum yang semestinya berlaku. Semakin tinggi
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kecamatan maka akan semakin terjaga pula
pelaksanaan pelayanan dan ketertiban di masyarakat tersebut. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi kepercayaan masyarakat terhadap kecamatan maka semakin
tinggi pula kinerja kecamatan.
Perwujudan kepercayaan masyarakat pada kecamatan itu antara lain ialah kesediaan
meminta ketika :
1. Masyarakat mempunyai masalah dalam hukum perceraian dan lain-lain.
2. Melaporkan data yang terdapat kesalahan dalam penulisan
Di samping itu sikap pegawai kecamatan dalam penegakan pelayanan diharapkan
edukatif, berwibawa, tanpa pilih bulu, mandiri, menghargai pada hak-hak masyarakat,
menguasai aturan-aturan pembuatan surat-menyurat, dan tidak melakukan siksaan psikolog.
Selain itu perilaku pegawai kecamatan juga harus disiplin, memiliki etos kerja keras,
pengabdian, kerajinan, sikap pantang menyerah, dan menjadi teladan bagi masyarakat yang
menjugjung pemerintah.
Penilaian masyarakat terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik tidak lepas dari
perilaku pegawai kecamatan yang memanfaatkan kewenangannya. Untuk di sombongkan.
Namun hal ini juga menegaskan sisi positif yakni tingginya tingkat sensitivitas warga
Kesimpulannya ialah harapan masyarakat kini membuat pegawai kecamatan dalam
proses pelaksanaan tugas semakin hari semakin berat. Di satu sisi, masyarakat menginginkan
pegawai kecamatan bisa menjadi teladan dan panutan masyarakat, sehingga bisa menjadi
tempat bertanya dan mencari tahu dan tempat meminta bantuan. Di sisi lain, masyarakat
berkembang menjadi lebih kritis dan bahkan merasa lebih pandai dari pada pegawai.
kecamatan sendiri kewalahan bila menghadapi masyarakat yang kritis. Pengertian sikap
pelayanan dalam hal ini adalah tidak membedakan pangkat, tidak membedakan kaya-miskin,
tidak meminta uang jasa, ramah dan sopan, cekatan, mempermudah urusan, pelayanan
memuaskan dan tepat waktu.
D. Tantangan
Perkembangan lingkungan strategis kecamatan seiring globalisasi mendorong
gencarnya tuntutan kearah demokratisasi disertai reformasi birokrasi baik secara gradual
maupun radikal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap hubungan baik antara pemerintah
dengan masyarakat yang implikasinya muncul kesadaran dan kepedulian akan pentingnya
perbaikan terhadap keperluan yang masyarakat butuhkan, di sisi ekonomi, sosial, budaya, dan
hankam. Dari penomena tersebut terdapat sisi gelap yang sulit terungkap yaitu berakhirnya
perang dingin ternyata tidak berhenti pada lahirnya perdamaian, tetapi justru muncul
tantangan baru berupa perebutan bangsa pasar di antara negara-negara industri maju yang
menjadikan negara-negara berkembang sebagai sasarannya salah satunya kelengkapan
administratif.
Demikian pula halnya dalam hubungan antar negara di berbagai bidang, antara lain
dalam hal, kependudukan, pasport, pendidikan, kemanusiaan, bisnis, dan media masa tumbuh
kemampuan link-up secara luas. Hal ini mendorong lahirnya tuntutan kebebasan manusia
yang mengarah pada civilization. Oleh karena itu apabila semula kekuasaan sepenuhnya
ditangan pemerintah, sekarang kepentingan-kepentingan yang melekat pada individu
menuntut perhatian secara penuh dari pemerintah.
Seiring hal itu, pengaruh dari globalisasi dalam kehidupan masyarakat adalah
timbulnya tipe baru dalam dunia pelayanan. Salah satu birokrasi modern antara lain terlihat
dari struktur organisasinya yang ramping, efektif, dan efesien, serta mampu membedakan
tugas mana yang perlu di tangani birokrasi dan mana yang sudah dapat di serahkan pada
masyarakat. Implikasi negatif dari globalisasi terutama yang menjadi beban tugas kecamatan,
adalah timbulnya proses administratif baru yg bersifat trans nasional.
Banyak pihak yang menyoroti kinerja kecamatan dari perspektif politis, apalagi
memasuki tahun era post modernisasi. Hal ini pun bisa di maklumi, karena memang
masing-masing individu masyarakat mulai paham akan esensi pengetahuan pelayanan birokrasi dan
bisa menilai.
Bagi masyarakat awam, mengukur kinerja pemerintahan sangatlah sederhana.
Ukuranya adalah ketika masyarakat tidak terpuaskan, saat ini fundamental pelayanan
birokrasi lebih maju, dan masyarakat dengan cepat merespon.
4.2. Pembahasan
Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan Pelayanan Publik di kantor kecamatan
ujungberung
Usaha-usaha Yang Dilakukan Untuk Menanggulangi Hambatan Pelaksanaan
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Didasarkan pada hasil penelitian, peneliti menyampaikan beberapa simpulan sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan Pelayanan Publik di kantor kecamatan Ujungberung telah berjalan lancar
meskipun belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya tingkat penyelesaian
perkara dan waktu sebagai tolak ukur berhasil atau tidaknya kecamatan.
2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat pelayanan Publik di kantor Kecamatan
Ujungberung adalah:
a. Faktor sumberdaya manusia yang mengemban tugas
b. Faktor sarana dan prasarana yang digunakan dalam mendukung operasional
kerja di kantor kecamatan
c. Faktor dana atau anggaran sebagai pendukung kegiatan, sehingga menghambat
kinerja pelayanan kepada masyarakat.
3. Usaha atau kiat-kiat yang harus dilakukan oleh pegawai di kantor Kecamatan
a. Menempatkan pegawai yang sesuai dengan keilmuanya dan mempunyai
motivasi untuk bekerja waulaupun dengan dukungan anggaran dan saran
prasarana yang minim tekhnologi.
b. Mengusulkan anggota pegawai untuk mengikuti pelatihan dan study banding
ke kecamatan lain.
c. Peningkatan kerjasama dan peran serta masyarakat dalam proses pelaksanaan
pelayanaan yang baik.
d. Pengajuan sarana dan prasarana terutama dalam hal tekhnologi.
.
5.2. Saran
Dari kesimpulan di atas peneliti memberikan saran/masukan sebagai berikut:
1. Peran aktif dari camat sampai kepada Ketua seksi pelayanan untuk lebih memberikan
motifasi kepada pegawai dalam menjalankan pekerjaannya.
2. Camat selaku pimpinan tertinggi di kantor kecamatan Ujungberung harus menguasai
tatacara atau aturan main dalam proses pelayanan public yang baik, untuk menghindari
semerawutnya administrasi pelayanan publik dan munculnya inovasi creativity untuk
menunjang peningkatan kualitas dan efesiensi waktu.
3. Meningkatkan partisifasi dan komunikasi aktif dengan masyarakat guna mencapai
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Atmosudirjo, Prayudi. 1987.Dasar-Dasar Ilmu Administrasi.Jakarta: GhaliaIndonesia
Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Gramedia. Jakarta
Iskandar. 2003. Bahan Perkuliahan Teori Administrasi. Garut: Pustaka Program Pascasarjana
Universitas Garut
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 1994. Ilmu Administrasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. PT. Grasindo.
Jakarta
Siagian, Sondang P. 1983. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT. Gunung Agung
Sugiyono, 2005.Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Thoha, Miftah. 2003. Perilaku Administrasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN
(Korupsi Kolusi Nepotisme)
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pelayanan Publik
INTERNET
http://www.wikipedia.org/pelayanan publik, diakses 10 Oktober 2010
http://www.sms-anda.com/indonesia/kamus/indonesia-gratislengkap.php?
hasil=sukses_id_9#hasil/pelayanan publik, diakses 10 Oktober 2010