PERKEMBANGAN POLITIK APARTHEID DI REPUBLIK AFRIKA SELATAN PADA MASA PEMERINTAHAN FREDERIK WILLEM DE
KLERK TAHUN 1989 - 1994
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah
Oleh
Veygi Yusna
0802582
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Halaman Hak Cipta
Perkembangan Politik Apartheid Di Republik Afrika Selatan Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem De Klerk Tahun 1989 - 1994
Oleh
Veygi Yusna
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Veygi Yusna 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
Perkembangan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem de Klerk Tahun 1989-1994
Oleh: Veygi Yusna
0802582
Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I
Dra. Murdiyah Winarti, M. Hum. NIP. 19600529 199702 1 001
Pembimbing II
Farida Sarimaya, S. Pd. , M. Si. NIP. 19710604 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Perkembangan Politik Apartheid Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem de Klerk Tahun 1989-1994 berisi mengenai gambaran perkembangan politik apartheid di Afrika Selatan dari awal abad 20 sampai dihapuskannya politik tersebut pada masa pemerintahan Presiden Frederik Willem de Klerk tahun 1989-1994. Pemikiran mengenai konsep apartheid ini diterapkan pada masa pemerintahan Daniel F. Malan dan tetap berlaku sampai pada tahun pertama pemerintahan Presiden De Klerk. Namun, politik apartheid mendapatkan protes dari pribumi Afrika Selatan dan dunia internasional karena dipandang merugikan dan melanggar hak-hak asasi manusia. Dalam menanggapi protes dan desakan yang terus berdatangan dari berbagai pihak, maka pemerintahan Presiden De Klerk menghapuskan politik apartheid yang dimulai dari tahun 1991. Adapun yang menjadi inti permaslahan pada skripsi ini adalah
““Bagaimanakah perkembangan apartheid di Republik Afrika Selatan pada masa
pemerintahan Frederik Willem de Klerk di Afrika Selatan dari tahun 1989 –
1994?”. Inti permasalahan ini kemudian dibagi tiga pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana kondisi sosial dan politik Afrika Selatan pada abad 20? 2. Bagaimanakah kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem De Klerk tahun 1989 – 1991? 3. Bagaimanakah proses penghapusan kebijakan apartheid dilihat dari aspek sosial dan politik pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994?.
Metode yang penulis gunakan pada skripsi adalah metode historis dengan melakukan empat langkah penelitian yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Tahap heuristik atau pengumpulan data penulis melakukan teknik studi literatur yaitu mengkaji sumber-sumber yang relevan dengan kajian penulis. Pada masa pemerintahan Presiden de Klerk politik apartheid masih berlaku pada tahun-tahun pertama. Tetapi disebabkan banyaknya desakan-desakan dari dalam amupun luar Afrika Selatan, pada tahun 1991 Presiden de Klerk membebaskan tahanan politik, yaitu Nelson Mandela dan aktivis anti-apartheid lainnya yang sudah sejak dulu berjuang melawan apartheid dengan melakukan gerilya, pemogokan secara terang-terangan dan bahkan di dalam penjara. Kemudian tahapan selanjutnya, Presiden de Klerk melakukan negosiasi dengan Mandela beserta rekan-rekan untuk menentukan sistem peraturan abru di Afrika Selatan yang bebas dari unsur apartheid. Setelah melalui berbagai hambatan, seperti terjadi kerusuhan di berbagai daerah di Afrika Selatan, akhirnya disepakati keputusan bahwa Afrika Selatan akan dipegang oleh pemerintahan transisi yang berlaku pada periode berikutnya dan ditentukan oleh pemilihan umum. Pemilihan umum tersebut dilaksanakan tanggal 26 April 1994 dan melibatkan semua lapisan masyarakat Afrika Selatan tanpa terbatas pada ras. Hasil pemilihan umum tahun 1994 dimenagkan oleh Nelson Mandela, kandidat dari partai ANC (African
National Congress). Hal tersebut membuktikan bahwa politik apartheid telah
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5.Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Diskriminasi Rasial ... 9
2.2. Konsep Apartheid ………... 13
2.3. Teori Konflik ………... 17
2.3.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf ……… 17
2.3.2 Teori konflik Lewis A. Coser …... 19
2.3.3 Teori Pertentangan Kelas Karl Marx ………... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22
3.1. Persiapan Peneletian ... 24
3.1.1. Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian ... 24
3.1.2. Konsultasi... 24
3.2. Pelaksanaan Penelitian ………...……… 26
3.2.1. Pencarian dan Pengumpulan Sumber (Heuristik) ………..……….. 26
3.2.2. Kritik dan Analisis Sumber ……….. 28
3.2.3 Penafsiran dan Penjelasan Fakta ………...……… 30
3.2.4 Historiografi dan Laporan Penelitian ………...………. 33
BAB IV KONFLIK APARTHEID DI AFRIKA SELATAN ... 35
4.1 Kondisi Sosial dan Politik di Afrika Selatan Abad 20 ... 35
4.1.1 Gambaran Umum Politik Apartheid Awal Abad 20 ... 35
4.1.2. Politik Apartheid di Afrika Selatan …... 40
4.3. Proses Penghapusan Politik Apartheid di Afrika Selatan ... 60
4.4. Dampak Penghapusan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan …….. 65
4.3.1. Pemerintahan Transisi Afrika Selatan ………... 65
4.3.2. Berakhirnya Politik Apartheid di Afrika Selatan ………. 70
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 77
5.1. Keimpulan ... 77
5.2. Rekomendasi ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
LAMPIRAN ... 84
1. Tabel Hasil Pemilu Afrika Selatan Tahun 1994 ……….. 84
2. Tabel Hasil Pemilu Afrika Selatan Setiap di Tiap Provinsi 1994 …………... 85
3. Peta Politik Afrika Selatan Pasca Penghapusan Apartheid ………. 89
4. Daniel F. Malan (Penerap Konsep Apartheid) ... 90
5. Hendrik Verwoerd (Penerapan Politik Apartheid) ………... 91
6. Nelson Mandela ……… 92
7. Frederik Willem de Klerk (Penghapusan Politik Apartheid) ……….. 93
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah biasanya menimbulkan
berbagai permasalahan yang berawal dari ketidakpuasan suatu golongan
masyarakat, misalnya yang terkonsentrasi pada suatu daerah dan menuntut adanya
otonomi yang lebih besar atas daerahnya sendiri. Untuk kasus Republik Afrika
Selatan contohnya, kebijakan politik yang menimbulkan ketidakpuasan atau
ditentang oleh sekelompok masyarakat tertentu adalah penerapan kebijakan
politik apartheid.
Kebijakan politik apartheid merupakan kebijakan politik rasial yang telah
diterapkan di Uni Afrika Selatan, suatu negara otonomi di dalam pemerintahan
Kerajaan Inggris yang berdiri pada tanggal 31 Mei 1910. Kebijakan politik ini
membatasi hak legislatif masyarakat kulit hitam. Sepanjang tahun 1920 – 1940,
gerakan nasionalis Afrikaner mempunyai suatu kekhawatiran terhadap persaingan
yang terjadi dengan masyarakat kulit hitam dalam berbagai aspek kehidupan,
sehingga sampai pada akhirnya dengan dukungan mayoritas Afrikaner, National
Party memenangkan pemilu tahun 1948 pada platform apartheid. Sejak
kemenangan pada pemilu tersebut Afrika Selatan dipegang oleh rezim apartheid.
Pemerintahan memberlakukan kebijakan ini di mana ketika Afrika Selatan
diproklamasikan sebagai negara kulit putih dan kelompok ras lain, selain kulit
putih tidak memiliki hak – hak politik penuh. Secara hukum, semua ras tersebut
memiliki ruang terpisah dan fasilitas terpisah, tidak ada percampuran. Pendidikan
yang diberikan pun akan disesuaikan dengan peran status orang tersebut di dalam
masyarakat. Hendrik F. Verwoerd, perdana menteri Afrika Selatan yang menjabat
dari tahun 1958 sampai terbunuhnya tahun 1966, berpendapat bahwa kesalahan
besar jika Afrika Selatan hidup dalam kesejajaran dan persamaan hak. Merujuk
pada pendapat bahwa negara Afrika Selatan adalah negara kulit putih, suatu
sensus nasional dilaksanakan pada tahun 1980 menunjukkan bahwa 60 %
sisa 20 % populasi lain, kelompok masyarakat kulit putih hanya mempunyai
presentase 16 %. Oleh sebab itu, sulit untuk menyatakan bahwa negara Afrika
Selatan merupakan negara kulit putih.
Penekanan untuk menghapuskan kebijakan apartheid yang berdatangan dari
berbagai pihak, baik internal maupun internasional, tidak menyurutkan
pemerintahan untuk segera menghapuskan kebijakan ini, misalkan pada
pemerintahan Pieter Willem Botha yang berkuasa dari tahun 1984 – 1989.
Pemerintahan Botha memberlakukan reformasi terbatas dalam menanggapi
tekanan tersebut. Reformasi terbatas ini diterapkan dalam konsep pemerintahan
multiras, tetapi tetap terdapat pemisahan rasial di dalamnya. Konstitusi yang
berlaku ini menyebutkan bahwa terdapat tiga ras di Afrika Selatan yaitu
kelompok masyarakat kulit putih, Asia, dan berwarna lainnya tanpa termasuk
masyarakat kulit hitam. Botha berharap dengan memberlakukan konstitusi seperti
ini akan meningkatkan dukungan terhadap pemerintahannya agar bisa bertahan
melawan tekanan – tekanan yang datang.
Namun pada kenyataannya, konstitusi yang diberlakukan Notha malah
mendatangkan protes yang lebih banyak. Kecaman terus berdatangan dari internal
Afrika Selatan dan internasional. Para penentang ini berpendapat bahwa dengan
melembagakan dan mengesampingkan kelompok mayoritas masyarakat kulit
hitam tidak akan melemahkan penekanan dan protes secara signifikan. Bentuk
protes melawan konstitusi ini terwujud dalam penghancuran kantor dan gedung
pemerintahan, serta rumah polisi dan dewan kota kulit hitam yang dianggap
sebagai kolaborator rezim apartheid.
Pemogokan tenaga kerja dan serangkaian teror di dalam wilayah perkotann
terjadi sebagai bentuk protes dan keluhan ekonomi dan politik. Pada tahun 1987
pasukan bersenjata dari ANC dan PAC menyusup ke perbatasan Afrika Selatan
dari basis pertahanan mereka di Angola, Mozambik, dan Zimbabwe. Melihat
kondisi yang kacau ini, pemerintahan Botha memberlakukan keadaan darurat
dengan mengirimkan pasukan untuk menyerang mereka yang menentang
apartheid ke basis mereka di negara – negara tetangga. Tindakan represif
mendatangkan permasalahan lain. Tindakan pemerintahan menjadi berita utama
politik dunia dan banyak pihak yang mengutuk tindakan yang sudah diambil
pemerintahan Botha. Afrika Selatan mengalamai inflasi kronis karena banyak
investor asing yang menarik diri.
Menghadapi situasi seperti ini, pemerintahan Afrika Selatan selanjutnya,
yaitu Frederik Willem de Klerk (1989 – 1994) yang menggantikan Botha setelah
pengunduran dirinya pada tahun 1989 karena penyakit stroke yang dideritanya,
merasakan perlu adanya suatu reformasi besar – besaran jika ingin Afrika Selatan
kembali stabil dalam perekonomian maupun perpolitikan. Frederik Willem de
Klerk berkomitmen bahwa dirinya akan mempercepat reformasi hukum di Afrika
Selatan.
Reformasi tersebut ia tunjukkan pada keadilan rasial. Pada pidato
pertamanya, dirinya mengemukakan bahwa Afrika Selatan bukan negara rasis dan
akan melakukan negosiasi mengenai masa depan negara tersebut, serta akan
mengakhiri kebijakan politik apartheid. Sebagai bentuk tanggapan terhadap
tuntutan dari dalam dan luar Afrika Selatan, de Klerk pada tahun 1990 dan 1991
mencabut dasar – dasar kebijakan apartheid seperti undang – undang pemisahan
fasilitas, undang – undang tanah, masalah undang – undang registrasi
kependudukan, reformasi hak – hak politik, ekonomi, pendidikan dan
mengumumkan kebebasan Nelson Mandela. Upaya-upaya yang dilakukan oleh
pemerintahan Frederik Willem de Klerk ini mendapatkan tantangan berupa situasi
sosial dan politik Afrika Selatan yang bergejolak. Terjadi kekacauan di berbagai
tempat yang menimbulkan korban yang tidak sedikit jumlahnya. Bagi sebagian
besar masyarakat, mereka menginginkan kebijakan apartheid tidak direformasi,
melainkan digulingkan sepenuhnya.
Atas usaha gigihnya bersama Nelson Mandela, pada tahun 1993 de Klerk
dihadiahi nobel perdamaian dengan keberhasilannya menghapuskan kebijakan
apartheid dan meletakkan azas yang kokoh bagi Republik Afrika Selatan.
Berdasarkan pada latar belakang yang dituliskan oleh penulis, timbul rasa ingin
tahu dan ketertarikan penulis terhadap alasan Frederik Willem de Klerk
golongan ras kulit putih yang seharusnya mempertahankan kedudukan serta
kepentingan kulit putih di Republik Afrika Selatan yang merupakan kelompok
minoritas dan upaya – upaya yang dilakukan de Klerk ketika menghapuskan
kebijakan apartheid. Ketertarikan terhadap hal tersebut mendorong penulis ingin
mengkaji lebih dalam mengenai situasi Afrika Selatan pada masa pemerintahan
Frederik Willem de Klerk dengan mengangkat skripsi yang berjudul
“Perkembangan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem De Klerk Tahun 1989 –1994.”
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap
penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan
penelitian. Rumusan masalah atau research questions diartikan sebagai suatu
rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena.Mengingat pentingnya
kedudukan rumusan masalah di dalam kegiatan penelitian sampai muncul suatu
anggapan bahwa rumusan masalah adalah separuh dari kegiatan penelitian.
Perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi
perumusan masalah deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena, dan
perumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya
hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena. Oleh sebab itu,
berdasarkan pada hal – hal yang telah disampaikan oleh penulis sebelumnya,
terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian di dalam penulisan
karya tulis ilmiah ini. Adapun yang menjadi permasalahan pokok dalam karya
tulis ilmiah dengan judul “Perkembangan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan Masa Frederik Willem De Klerk Pada Tahun 1989 – 1994.” adalah
“Bagaimanakah perkembangan apartheid di Republik Afrika Selatan pada masa
pemerintahan Frederik Willem de Klerk di Afrika Selatan dari tahun 1989 –
1994?”
Sementara itu untuk mengarahkan kajian penelitian di dalam karya tulis
ilmiah ini, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut.
2. Bagaimanakah kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada
masa pemerintahan Frederik Willem De Klerk tahun 1989 – 1991?
3. Bagaimanakah proses penghapusan kebijakan apartheid dilihat dari aspek
sosial dan politik pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun
1991 – 1994?
4. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan dari penghapusan politik
apartheid di Republik Afrika Selatan?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh gambaran mengenai kondisi sosial politik Afrika Selatan pada
masa pemerintahan Pieter Willem Botha tahun 1984 – 1989. Gambaran
awal ini meliputi tokoh pencetus ideologi apartheid, pemberlakuan ideologi
apartheid, dan sekilas gambaran kondisi sosial dan politik di Republik
Afrika Selatan pasca diberlakukannya ideologi apartheid dari masa
pemerintahan Hendrik Verwoerd sampai pemerintahan Pieter W. Botha.
2. Mengidentifikasi kondisi sosial dan politik pada masa pemerintahan
Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994. Kondisi sosial dan politik ini
meliputi peristiwa – peristiwa yang terjadi di dalam pemerintahan Frederik
Willem De Klerk dari tahun 1989 – 1994.
3. Memperoleh gambaran tentang realisasi kebijakan apartheid pada masa
Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1991. Realisasi ini maksudnya akan
membandingkan antara kebijakan yang diambil pada masa pemerintahan
Frederik Willem de Klerk dengan realisasinya di dalam kehidupan
masyarakat Republik Afrika Selatan, sehingga bisa dilihat berbagai
perbedaan atau penyimpangannya.
4. Memperoleh gambaran mengenai dampak yang ditimbulkan dari
dihapuskannya politik apartheid di Republik Afrika Selatan oleh
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi semua pihak,
terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang sejarah sosial dan
politik, serta diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai peranan
Frederik Willem de Klerk di dalam menghapuskan kebijakan apartheid di
Republik Afrika Selatan. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Mengajarkan toleransi dan saling menghargai antar satu sama lain tanpa
melihat identitas suatu bangsa didasarkan pada ras, budaya, agama, ideologi
dan lain – lain.
2. Memberikan gambaran mengenai proses masuknya ideologi apartheid ke
Republik Afrika Selatan.
3. Memberikan gambaran mengenai kondisi sosial politik di Afrika Selatan
sebelum pemerintahan Frederik Willem de Klerk dan pada saat
berlangsungnya pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 - 1994.
4. Memberikan pemaparan mengenai realisasi kebijakan apartheid pada masa
pemerintahan Frederik Willem De Klerk di Republik Afrika Selatan tahun
1989 – 1990.
5. Memberikan penjelasan mengenai dampak – dampak dihapuskannya
kebijakan apartheid oleh Frederik Willem de Klerk terhadap kondisi sosial
politik di Republik Afrika Selatan selama pemerintahannya berlangsung
dari tahun 1989 – 1994.
6. Memberikan pemaparan mengenai proses penghapusan kebijakan apartheid
di Republik Afrika Selatan oleh pemerintahan Frederik Willem de Klerk
tahun 1989 – 1994. Selain itu, memberikan pemaparan tahapan – tahapan
perubahan undang – undang apartheid dari tahun 1989 – 1994.
7. Memperkaya pembelajaran di sekolah mengenai peristiwa – peristiwa
seputar Perang Dunia II, sesuai dengan materi pembelajaran Sejarah Kelas
XII Program IPS Semester II Standar Kompetensi “Menganalisis
Perkembangan Mutakhir” dengan Kompetensi Dasar 2.2 yaitu “Kemampuan menganalisis perkembangan mutakhir dunia.”
1.5Sistematika Penyusunan
Adapun sistematika dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah sebagai
berikut.
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah mengenai dinamika
apartheid dari awal kemunculan sampai pada tahapan penghapusan kebijakan
diskriminasi rasial. Selain itu akan dijelaskan pula mengenai kondisi sosial dan
politik di Afrika Selatan sebelum pemerintahan dan sedikit gambaran pada masa
berlangsungnya pemerintahan Frederik de Klerk. Agar permasalahan tidak
melebar maka dibuatkan rumusan masalah sehingga dapat dikaji secara khusus di
dalam penulisan ini. Pada akhir bab ini akan dimuat mengenai sistematika
penulisan yang akan menjadi kerangka dan pedoman di dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini.
Bab II Tinjauan Pustaka, pada bab ini dipaparkan mengenai sumber –
sumber buku dan sumber lainnya, seperti jurnal, yang digunakan sebagai referensi
yang dianggap relevan dengan tema penelitian. Kemudian peneliti akan
menjelaskan mengenai konsep diskriminasi rasial, apartheid, dan pendekatan
teori yang digunakan oleh peneliti, yaitu teori konflik yang dikemukakan oleh
Ralf Dahrendorf. Selain itu, dijelaskan pula tentang beberapa kajian dan
penelitian terdahulu mengenai kondisi sosial dan politik sebelum dan setelah
penerapan kebijakan Frederik de Klerk di Afrika Selatan.
Bab III Metodologi Penelitian, pada bab ini diuraikan mengenai
serangkaian tahapan yang ditempuh penulis ketika melakukan penelitian guna
mendapatkan data dari sumber yang relevan dengan permasalahan yang sedang
dikaji. Adapun metode yang digunakan adalah metode historis dan teknik yang
digunakan adalah studi literatur.
Bab IV Pembahasan, penulis akan memaparkan kembali sekilas mengenai
kondisi sosial politik di Afrika Selatan sebelum pemerintahan serta saat
menguraikan lebih rinci mengenai kondisi sosial dan politik di Republik Afrika
Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem De Klerk tahun 1989 – 1994.
Selain itu, akan dipaparkan pula mengenai kebijakan yang diambil oleh
pemerintahan Frederik Willem De Klerk serta pengaruh dari penerapan kebijakan
yang diambil tersebut. Penulis juga akan memaparkan faktor - faktor dan proses
dihapuskannya kebijakan politik apartheid.
Bab V Kesimpulan, merupakan bagian terakhir dari rangkaian penulisan
karya ilmiah yang berisi kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan yang
diajukan di dalam rumusan masalah. Direkomendasikan pula kepada pembaca
mengenai nilai – nilai yang dapat diambil dari penelitian yang sudah dilakukan
BAB III
METODE PENELITIAN
Suatu penelitian dapat berhasil baik atau tidak baik tergantung dari data
yang diperoleh. Kualitas suatu penelitian didukung pula oleh proses pengolahan
yang dilakukan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu metode dalam melakukan suatu
penelitian agar diperoleh data dan kualitas pengolahan yang baik. Dalam bab III
penulis akan memaparkan secara rinci mengenai metode yang peneliti gunakan di
dalam menyusun skripsi ini, dari mulai persiapan penelitian, pelaksanaan
penelitian, sampai pada tahapan penganalisisan data.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara alamiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. setiap penelitian
mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian ada tiga
macam yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan.
Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul –
betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data
yang diproleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap
informasi atau pengetahuan tertentu. Pengembangan berarti memperdalam dan
memperluas pengetahuan yang ada. Melalui penelitian manusia dapat
menggunakan hasilnya. Secara umum data yang diperoleh dari penelitian dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.
Peneliti menggunakan metode historis pada saat menyusun skripsi ini.
Metode historis merupakan suatu metode yang lazim dipergunakan dalam
penelitian sejarah, di mana dilakukan pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan
secara kritis terhadap rekaman (dokumen) serta peninggalan masa lampau
(Sjamsudin, 2007 : 17 – 19). Begitu pula dengan penjelasan Louis Gottschalk
(1982: 32) metode historis merupakan suatu proses pengkajian, penjelasan dan
menganalisis secara kritis rekaman serta peninggalan masa lalu. Metode historis
digunakan karena data – data yang digunakan hanya dapat diperoleh melalui studi
literatur. Data studi literature ini penulis peroleh dari buku, jurnal, artikel di dalam
apartheid yang berlaku di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan
Frederik Willem de Klerk pada tahun 1989 – 1994.
Langkah – langkah yang penulis gunakan di dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Memilih topik yang sesuai. Penulis memilih topik penelitian yang berhasil
menarik minat dan layak untuk dipublikasikan. Penulis memilih topik
mengenai kontoversi kebijakan apartheid yang berlaku di Republik Afrika
Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 –
1994 karena ingin mengetahui realisasi kebijakan tersebut sampai pada
tahapan penghapusan kebijakan yang rasial ini.
2. Mengusut semua bukti yang sesuai dengan topik yang dipilih. Penulis
mencari semua bukti atau sumber yang dianggap sesuai dengan
permasalahan mengenai kenijakan apartheid. Penulis melakukan pencarian
semua sumber tertulis, baik buku, jurnal dan artikel di dalam surat kabar
mengenai kebijakan apartheid dan kondisi sosial dan politik di Republik
Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun
1989 – 1994.
3. Membuat catatan penting dan sesuai dengan topik ketika penelitan sedang
dilakukan. Penulis mencatat hal – hal penting dan sesuai dengan topik
skripsi yang terdapat pada semua sumber yaitu mengenai kebijakan
apartheid dan kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada
masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994.
4. Mengevaluasi semua bukti yang telah terkumpulkan. Penulis memilih bukti
yang kuat dan sesuai dari semua sumber yang didapatkan mengenai
kebijakan apartheid dan kondisi sosial dan politik di Republik Afrika
Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 –
1994.
5. Menyusun hasil – hasil penelitian ke dalam sistematika yang telah
dipersiapkan sebelumnya.
6. Menyajikan hasil penelitian tersebut secara menarik dan mudah dimengerti
Adapun teknik yang digunakan penulis dalam mengkaji permasalahan pada
skripsi ini adalah teknik kajian literatur. Studi literatur dilakukan dengan
membaca kemudian mengkaji semua sumber tertulis yang sesuai dengan
permasalahan. Penulis mencari fenomena yang terjadi di dalam masyarakat
Republik Afrika Selatan, khususnya masyarakat pribumi kulit hitam yang menjadi
objek direalisasikannya kebijakan apartheid. Hal ini penulis lakukan sehubungan
dengan keterbatasan waktu, sumber dan biaya yang penulis miliki.
3.1 Persiapan Penelitian
3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian
Tahap penentuan dan pengajuan topik merupakan awal dari kegiatan
penelitian. Penulis mengajukan judul penelitian kepada pihak Tim Pertimbangan
Penulisan Skripsi (TPPS) agar bisa diketahui apakah judul yang diajukan sudah
ada yang meneliti sebelumnya atau belum. Setelah judul disetujui dan diberikan
SK pengantar untuk dosen pembimbing, penulis menyusun rancangan penelitian
yang selanjutnya harus dipresentasikan di dalam seminar proposal untuk
menentukan, mengarahkan, dan memberi masukan terhadap judul dan rancangan
penelitian yang diajukan oleh penulis. Tahap selanjutnya, rancangan penelitian ini
diperbaiki sesuai dengan masukan dosen pembimbing dan dosen lainnya yang ikut
memberikan masukan pada saat seminar, kemudian judul serta rancangan
disetujui dan disahkan oleh pihak TPPS, maka penulis sudah bisa melakukan
penelitian terhadap kajian yang dipilih oleh penulis.
3.1.2 Konsultasi
Konsultasi merupakan proses bimbingan yang dilakukan oleh peneliti
kepada dosen pembimbing I dan II. Konsultasi ini penting karena mendiskusikan
tentang permasalahan yang dikaji dan juga pemberian saran dan masukan dari
dosen pembimbing mengenai konsep – konsep yang akan dijelaskan, sumber –
sumber apa saja yang harus didapatkan penulis, tatacara penyusunan laporan
penelitian dan juga rumusan masalah di dalam penelitian apakah sesuai dengan
penulis dengan dosen pembimbing I dan II, penulis mendapatkan arahan dan
masukan yang membantu di dalam menyelesaikan penelitian serta penyusunan
skripsi ini.
Penulis melakukan konsultasi bimbingan dengan Pembimbing II pada
tanggal 25 September 2012, setelah sebelumnya penulis sudah menyerahkan draft
bimbingan untuk bab I, II, dan III. Berdasarkan hasil konsultasi tersebut penulis
mendapatkan catatan dari Pembimbing II untuk memperbaiki beberapa bagian –
bagian tertentu yang sudah diberikan penjelasan khusus dan konten skripsi yang
perlu ditambahkan lebih banyak lagi. Penulis melakukan konsultasi lanjutan
tanggal 18 Oktober 2012, dan hasil konsultasi tersebut bahwa draft yang sudah
diserahkan satu minggu sebelumnya dinilai sudah cukup komprehensif, tetapi
masih perlu ada beberapa bagian yang harus diperbaiki oleh penulis.
Ketika konsultasi tanggal 19 Oktober 2012 yang dilakukan oleh penulis
dengan Pembimbing I, terdapat beberapa perbaikan yang harus dilakukan pada
bab I Pendahuluan. Bagian yang harus diperbaiki tersebut adalah latar belakang
masalah dan bagian rumusan masalah. Selanjutnya adalah bagian bab II Tinjauan
Pustaka, yaitu sumber – sumber yang harus dicantumkan oleh penulis merupakan
sumber mengenai apartheid dan terjadi perubahan pada penjelasan mengenai
konsep kebijakan yang dirubah menjadi penjelasan mengenai konsep diskriminasi
rasial. Bagian terakhir yang harus diperbaiki penulis adalah bab III Metodologi
Penelitian, yaitu pada sub-bab Penafsiran dan Penjelasan Fakta di mana penulis
harus memberikan penafsiran mengenai hal – hal yang bersifat faktual yang
terjadi di Republik Afrika Selatan yang sesuai dengan kajian penelitian yang
dilakukan oleh penulis saat ini.
Pada tahapan bimbingan selanjutnya, penulis melakukan revisi pada
bagian latar belakang masalah mengenai penambahan keterangan tahun dan
menghapuskan biografi tokoh. Pada bagian rumusan masalah penulis mengganti
rumusan masalah pertama menjadi bagaimana kondisi sosial politik di Afrika
Selatan pada masa pemerintahan Pieter Williem Botha tahun 1984 – 1989. Penulis
Setelah melakukan penambahan penjelasan mengenai konsep diskriminasi
rasial, penulis kembali melakukan bimbingan pada tanggal 4 Desember 2012.
Hasil bimbingan kali ini adalah penulis masih harus menambahkan penjelasan
mengenai konsep diskriminasi rasial sebanyak 2 halaman atau lebih. Selain itu
penulis harus menambahkan teori yang digunakan pada saat menyusun skripsi ini,
jangan hanya terpaku pada teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf.
Penulis juga disarankan untuk menggunakan teori konflik yang dikemukakan oleh
Lewis A. Coser dan juga pemikiran Karl Marx. Pada bagian bab 3 pembimbing
sudah merasa cukup bagus. Kemudian pembimbing menyarankan setelah selesai
menambahkan penjelasan – penjelasan dari beliau, penulis bisa mengerjakan bab
selanjutnya yaitu bab 4 dan bab 5.
3.2. Pelaksanaan Penelitian
3.2.1. Pencarian dan Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Tahapan ini merupakan tahap awal penelitian bagi penulis. Penulis mencari
dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam mengkaji permasalahan
penelitian di dalam skripsi ini. Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian
maka data yang diperlukan adalah data mengenai kondisi sosial dan politik di
Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan sebelum dan sesudah Frederik
Willem de Klerk berkuasa, kebijakan apartheid, bagaimana realisasi kebijakan
tersebut dan dampak – dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
Di dalam penelitian ini, penulis akan mencoba menganalisis tahapan
perubahan undang – undang yang berlaku dan bentuk realisasinya di Republik
Afrika Selatan sebelum dan sesudah Frederik Willem de Klerk berkuasa agar bisa
didapatkan gambaran perbandingan dan proses perubahan undang – undang
tersebut. Hal tersebut bisa penulis dapatkan dari studi literatur melalui jurnal –
jurnal dan buku yang telah diperoleh penulis, baik koleksi pribadi maupun hasil
pencarian dari berbagai tempat dan browsing internet. Penulis melakukan
kunjungan ke beberapa perpustakaan, di antaranya Perpustakaan Universitas
bantuan kepada teman yang berada di luar Bandung untuk mendapatkan sumber
yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada kunjungan pertama ke Museum Konferensi Asia Afrika, penulis tidak
mendapatkan satu pun sumber dikarenakan komputer di dalam museum
mengalami gangguan. Lalu kunjungan kedua yang dilakukan oleh penulis,
didapatkan sumber buku yang berjudul “Langkah Menuju Kebebasan : Surat –
Surat dari Bawah Tanah” karya Nelson Mandela. Ketika melakukan kunjungan
ke Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), penulis menemukan
buku yang berjudul “Teori – Teori Sosiologi” karya Prof. Dr. Nasrullah Naszir,
M. S. , buku “Teori Sosiologi Modern” karya Bernard Raho, SVD, buku “Modern
Africa” yang diedit dan dikomentari oleh Peter J. M. McEwan dan Robert B.
Sutcliffe. Selain itu, penulis menggunakan buku – buku koleksi pribadi, di
antaranya buku Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika karya Dr.
Abdul Hadi Adnan, Sejarah Afrika karya Darsiti Suratman, Afrika Selatan :
Catatan Sebuah Perjalanan di Bumi Nelson Mandela karya T. Hasan Basri,
Metode Sejarah karya Helius Sjamsudin, dan Kewarganegaraan Multikultural
karya Will Kymlicka.
Penulis berupaya mencari sumber jurnal dengan meminta bantuan kepada
teman penulis yang berada di luar kota Bandung. Penulis berhasil mendapatkan
duplikasi jurnal yang berjudul “Indicators of political liberty, property rights and
political instability in South Africa: 1935–97. International Review of Law and
Economics.” karya J. T. Fedderkea dan kawan – kawan. Selain jurnal, teman
penulis juga memberikan pinjaman buku yang berjudul “Art and The End of
Apartheid” karya John Peffer, “Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik”
karya Edi Suharto. Selain sumber jurnal dan buku, penulis mendapatkan duplikat
artikel dari surat kabar Pikiran Rakyat yang berjudul “Pemerintahan Transisi di
Afsel Tidak Mudah : Pertikaian Sesama Kulit Hitam Masih Jadi Kendala” edisi
Selasa, 3 Mei 1994 dan “Kerusuhan Politik Tewaskan 20 Orang” edisi 11 Juli
1990.
Selain sumber – sumber yang sudah dikemukakan tersebut penulis
Jerman dan Penyebab Perang Dunia II” karya Luger Ballack yang terbit tahun 2007. Penulis pun mendapatkan duplikat buku “Selected Writings in Sociology
and Social Philosophy” karya Tom Bottmore dkk. Ketika menjelaskan teori
Coser, penulis menggunakan sumber buku yang berjudul “George Simmel” dan ”
The Function of Social Conflict” serta “Continuities in the Study of Social
Conflict” karya Lewis Coser.
3.2.2. Kritik dan Analisis Sumber
Kritik dan analisis sumber diperlukan agar penulis bisa mendapatkan data
yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji di dalam skripsi ini. Pada metode
historis dikenal dengan melakukan kritik eksternal dan internal (Sjamsudin, 2007:
132). Helius Sjamsudin mengatakan bahwa “kritik eksternal ialah cara
melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek –aspek “luar” dari sumber sejarah.”
Fungsi dari kritik eksternal memeriksa keaslian dan integritas sumber
sejarah yang diperole, sedangkan kritik internal adalah kritik yang lebih
ditekankan kepada aspek “dalam” yaitu isi sumber (Sjamsudin, 2007: 143). Kritik
eksternal dan internal ini penulis lakukan terhadap buku, jurnal, serta artikel yang
penulis peroleh dari surat kabar dan majalah.
Pada skripsi ini, penulis tidak melakukan kritik eksternal secara ketat,
karena penulis tidak mengkaji arsip-arsip (sumber primer). Ketika melakukan
kritik eksternal, penulis hanya melihat tahun penerbitan pada sumber buku yang
diperoleh penulis, yaitu mengambil sumber buku dengan tahun penerbitan yang
lebih baru (kontemporer).
Penulis juga melakukan kritik internal pada buku “Art and The End of Apartheid,” karya John Peffer menjelaskan bahwa apartheid:
“….the removal of African families from their farm and placing them
in “native reserves” ; the segregation of living, working, and recreational space within cities; the classifications of Africans as “temporary sojourners”
within cities; and a range of laws restricting interactions between the races, including the separations of public services and amenities (petty
Pada intinya bahwa bentuk kebijakan apartheid yang dibuat oleh
pemerintahan Republik Afrika Selatan adalah dengan mengusir kelompok
mayoritas pribumi kulit hitam dari tempat tinggal mereka, memisahkan kehidupan
mereka dari kelompok minoritas kulit putih, tempat untuk berekreasi, hukum
yang membatasi interaksi antara ras, termasuk pemisahan pelayanan dan berbagai
fasilitas umum lainnya.
Hal – hal mengenai pemisahan ini juga terdapat pada buku “Kewargaan
Multikultural” karya Will Kimlycka. Kimlycka (2011: 33) menjelaskan bahwa :
“Para Afrikaner di Afrika Selatan juga mempunyai konsep
kebangsaan berbasiskan keturunan. Mereka berupaya untuk melarang perkawinan campur antar ras dan mengucilkan anak hasil perkawinan itu (Coloureds) dari lingkungan tempat tinggal mereka dan organisasi, bahkan walau bahasa dan kebudayaan para Coloureds itu secara esensial identik dengan bahasa dan budaya mereka (pembatasan dalam hal tempat tinggal, yang menurut dugaan bertujuan melindungi kebudayaan Afrikaner, tidak pernah diberlakukan bagi orang – orang kulit putih berbahasa Inggris yang
tidak dapat sama sekali berbahasa Afrikaner).”
Berdasarkan pada kedua kutipan tersebut, terlihat pemisahan yang
dimaksud, yaitu fasilitas dan layanan umum, tempat rekreasi, lingkungan tempat
tinggal dan organisasi, bahkan sampai pada yang dipergunakan. Oleh sebab itu,
penulis merasa perlu memasukkan kedua kutipan tersebut ke dalam skripsi ini.
Penjelasan lainnya mengenai kebijakan apartheid, sebagai bentuk
penguatan penjelasan penulis menguitip penjelasan yang terdapat pada buku
“Modern Africa”, Schreiner (1965: 229) mengungkapkan bahwa :
“There are certain basic facts that stand out in the South African scene today. Non – Whites outnumber Whites by more than 4 to 1 and increase more rapidly. Apart from a small group representation of Coloured persons in the Cape Province, the non – Whites are voteless and all political power is by law concentrated in the hands of the Whites. The racial groups, though predominating respectively in different areas, are thoroughly mixed
up throughout the country, both territotially and economically.”
Kutipan tersebut menjelaskan terdapat fakta dasar bahwa di Afrika Selatan
yaitu terjadi peningkatan jumlah kulit berwarna dengan perbandingan 4:1 lebih
banyak daripada kelompok kulit putih. Walaupun sudah dibentuk perwakilan
hak untuk dipilih dalam perpolitikan. Hal tersebut dikarenakan semua konsentrasi
hukum berada di tangan pemerintahan yang dipegang oleh kelompok kulit putih.
Kritik internal lainnya yang dilakukan oleh penulis adalah mengenai hal –
hal faktual yang terjadi di Republik Afrika Selatan seputar kebijakan apartheid.
Pada artikel surat kabar Pikiran Rakyat yang berjudul ““Kerusuhan Politik
Tewaskan 20 Orang” dikemukakan bahwa di daerah Sebokeng, sebelah selatan
Johanesburg, telah terjadi kerusuhan politik yang menyebabkan jatuh korban
tewas 20 orang. Kejadian tersebut mengancam terlaksananya perundingan antara
pemerintahan Republik Afrika Selatan dengan para pemimpin anti-apartheid.
Pihak polisi menilai bahwa unjuk rasa yang dilakukan oleh para aktivis
anti-apartheid tersebut melanggar UU keadaan darurat yang telah diberlakukan di
Republik Afrika Selatan yang telah berusia tiga tahun. Penjelasan mengenai
kerusuhan dan pemberlakuan UU keadaan darurat tersebut didukung dengan
penjelasan pada buku ““Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika” karya
Abdul Hadi Adnan yang menjelaskan bahwa :
Pengaturan kependudukan dan pembagian wilayah yang sangat merugikan kelompok pribumi kulit hitam menyulut masalah yang besar di Republik Afrika Selatan. Banyak terjadi kekacauan di berbagai tempat, seperti peristiwa Soweto dan Sharperville. Dikarenakan hal tersebut, maka pemerintahan Republik Afrika Selatan memberlakukan keadaan darurat (Adnan, 2008: 89).
Menurut pandangan penulis informasi yang bersifat faktual tersebut bisa
dijadikan sebagai penguat bukti bahwa telah terjadi kerusuhan yang besar
sehingga diberlakukannya UU keadaan darurat di Republik Afrika Selatan pada
masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk yang berlangsung dari tahun 1989
– 1994.
3.2.3 Penafsiran dan Penjelasan Fakta
Ketika tahapan heuristik dan kritik telah dilalui oleh penulis, maka tahapan
selanjutnya adalah melakukan penafsiran dan penjelasan terhadap fakta – fakta
yang penulis peroleh. Pada tahap penafsiran, penulis mencoba merangkaikan
– kesatuan yang utuh, juga berusaha menghilangkan unsur subjektivitas dan berusaha seobjektif mungkin menjelaskan fakta dan informasi. Berdasarkan pada
sumber – sumber yang sudah penulis peroleh, dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pada intinya merupakan program yang dibuat oleh pemerintahan untuk
merealisasikan tujuan dari negara bersangkutan. Kebijakan yang dibuat atau
diambil oleh pemerintahan dalam suatu negara biasanya berkaitan erat dengan
kegiatan politik dan sosial, serta kebijakan yang diambil ini bisa menimbulkan
dampak pada kehidupan masyarakatnya.
Kebijakan politik merupakan sistem konsep atau aturan resmi yang dibuat
oleh pemerintahan di dalam suatu negara yang diadikan sebagai landasan atau
pedoman politik negara, misalkan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan dan cara bertindak. Sedangkan kebijakan sosial adalah sistem
konsep atau aturan resmi yang dibuat pemerintah sebagai landasan atau pedoman
dalam pemeliharaan, perubahan, dan penciptaan kondisi kehidupan yang kondusif
untuk kesejahteraan manusia. Contoh dari jenis kebijakan politik dan sosial ini
adalah pemberlakuan kebijakan apartheid di Republik Afrika Selatan. Apartheid
merupakan suatu kebijakan politik dan sosial yang ditetapkan oleh pemerintahan
Republik Afrika Selatan pada masa Hendrik Verwoerd pada tahun 1958, di mana
inti dari kebijakan tersebut adalah pemisahan dan bersifat diskriminasi.
Konsep diskriminasi mengaju kepada suatu ketidakadilan dan pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan didasarkan pada perbedaan manusia menurut agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik yang berdampak pengangguran, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Wujud dari
konsep diskriminasi berupa perlakuan yang berbeda yang didasarkan pada
kelompok, dapat juga dilakukan dengan perilaku menyerang atau menyakiti
anggota kelompok lain. Diskrimasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan
perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat dan
Pemberlakuan kebijakan yang dinilai berbagai pihak sebagai kebijakan
rasialis (bersifat diskriminasi rasial) ini mempengaruhi seluruh aspek kehidupan di
Republik Afrika Selatan, terutama dalam kondisi sosial dan politik. Kondisi sosial
dan politik di Republik Afrika Selatan memang bergejolak dari awal
pemerintahan kulit putih berkuasa. Konflik kepentingan yang menjadi latar
belakang dalam pertikaian antara kelompok minoritas kulit putih dengan
mayoritas kulit hitam. Kelompok mayoritas kulit hitam menginginkan persamaan
dengan kelompok minoritas kulit putih dalam segala aspek kehidupan.
Keinginan untuk mendapatkan persamaan ini dianggap sebagai ancaman
bagi kepentingan kelompok minoritas kulit putih yang berkuasa. Benturan –
benturan kepentingan ini pada akhirnya mendatangkan kekacauan – kekacauan di
Republik Afrika Selatan dan memerlukan suatu rekonsiliasi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Contoh dari kekacauan yang terjadi tersebut adalah
kerusuhan politik di Sebokeng, daerah sebelah selatan dari Johanesburg.
Kerusuhan ini terjadi karena polisi yang hadir pada unjuk rasa yang dilakukan
oleh para aktivis apartheid tersebut menembaki mereka dan menyebabkan korban
tewas berjumlah 20 orang. Pihak polisi menilai bahwa para pengunjuk rasa
tersebut telah melanggar UU keadaan darurat yang telah berlaku selama tiga
tahun.
Kerusuhan yang terjadi di daerah Sebokeng tersebut mengancam
terlaksananya perundingan yang telah direncanakan antara pemerintahan dengan
para pemimpin gerakan anti-apartheid yang dijadwalkan bulan depan. Tetapi
konflik tidak hanya terjadi antara kelompok minoritas kulit putih dengan
kelompok mayoritas kulit hitam, melainkan juga terjadi antara kelompok
mayoritas kulit hitam dengan kelompok mayoritas kulit hitam lainnya dalam
memperebutkan kekuasaan politik ketika akan dilaksanakannya pemilihan umum
multiras pertama di Republik Afrika Selatan.
Ketika mengkaji dan menganalisis permasalahan pada skripsi ini, penulis
menggunakan pendekatan teori sosial, yaitu teori konflik Ralf Dahrendorf. Teori
konflik Ralf Dahrendorf ini menyatakan bahwa pertentangan kelompok sebagai
tersebut yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai (dalam hal ini
pemerintahan kulit putih Republik Afrika Selatan dengan masyarakat pribumi
kulit hitam).
Selain teori Ralf Dahrendorf, penulis juga menggunakan dua teori lainnya,
yaitu teori konflik Lewis A. Coser dan Pemikiran Karl Marx yang menjadi dasar
bagi terbentuknya teori konflik. Teori Lewis A. Coser ini mengemukakan bahwa
konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan,
penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan
menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok
lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak
lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. Kemudian pemikiran Karl Marx
mengenai teori pertentangan antar kelas yang dielaborasikan oleh Dahrendorf dan
Coser ini menjadi dasar dari teori – teori konflik yang sudah penulis jelaskan
sebelumnya. Karl Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas
dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia
menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia
hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai
kelas proletar. Pada kasus konflik kebijakan apartheid di Afrika Selatan, penulis
menempatkan kelompok minoritas kulit putih sebagai kaum borjuis sedangkan
kelompok mayoritas kulit hitam sebagai kaum proletar.
3.2.4 Historiografi dan Laporan Penelitian
Penyusunan skripsi ini bersifat deskriftif – analitik yaitu mengungkapkan
kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan sebelum dan sesudah
pemerintahan Frederik Willem de Klerk berkuasa, kejadian – kejadian pada
masyarakat Republik Afrika Selatan, terutama masyarakat pribumi kulit hitam,
realisasi dan akibat kebijakan apartheid. Sistematika penyusunan skripsi ini untuk
kebutuhan studi tingkat sarjana, sehingga penulis sesuaikan dengan pedoman
penulisan karya tulis ilmiah yang diterbitkan oleh Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung. Berdasarkan petunjuk yang penulis peroleh dari
Bandung, maka sistematika skripsi ini terdiri dari lima bagian yaitu pendahuluan,
tinjauan pustaka, metode penelitian, kajian teori dan pembahasan, serta
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang penulis paparkan pada bab ini merujuk pada
jawaban-jawaban permasalahan penelitian yang telah dikaji pada bab sebelumnya. Oleh
sebab itu, terdapat beberapa hal yang menjadi kesimpulan penulis sebagai berikut.
Konsep apartheid sebenarnya sudah muncul semenjak kedatangan
penjelajah Eropa di Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Tetapi pada saat itu belum
dikenal dengan sebutan apartheid. Konsep apartheid baru dikenal pada tahun
1930 dengan pengemuka Eiselen. Pada perkembangannya konsep apartheid
dijadikan sebagai politik pemerintahan Afrika Selatan pada masa pemerintahan
Daniel F. Malan dan ditetapkan serta diterapkan lebih tegas masa Hendrik
Verwoerd menjabat sebagai Perdana Menteri di Afrika Selatan tahun 1948.
Perjuangan pribumi kulit hitam Afrika Selatan dalam menghapuskan politik
apartheid ini mendapatkan tantangan dari pemerintahan dengan adanya peraturan
yang kejam dan penanganan protes dengan menggunakan senjata api. Perjuangan
pribumi kulit hitam dipimpin oleh tokoh apartheid, seperti Nelson Mandela.
Mandela berjuang dengan aksi damai dan secara gerilyawan, tetapi Mandela
ditangkap oleh pemerintah apartheid disebabkan menjadi dalang dari beberapa
pemogokan kerja dan dituduh melakukan sabotase terhadap pemerintahan Afrika
Selatan. Mandela pun dimasukan ke dalam penjara dengan vonis hukuman
seumur hidup.
Pasca penangkapan Mandela, perjuangan pribumi Afrika Selatan tidak
terhenti di situ. Selama di dalam penjara, Mandela mendirikan Universitas Nelson
Mandela dan mendidik para aktivis anti-apartheid yang ikut dipenjara. Para
aktivis tersebut diberikan ilmu pengetahuan mengenai politik dan dibiarkan
mengutarakan ide-idenya dalam perpolitikan. Kondisi di luar penjara juga begitu
kacau. Protes berdatangan dari berbagai pihak, seperti internal pribumi Afrika
Selatan dan pihak asing, untuk segera membebaskan tahanan politik serta
tahun 1991 masa pemerintahan Presiden de Klerk, Nelson Mandela beserta
rekan-rekan dibebaskan dari penjara dan segera dijanjikan akan diadakan negosiasi
dengan pemerintahan untuk menghapuskan politik apartheid.
Tahap pertama, pemerintahan Presiden de Klerk menghapuskan beberapa
kebijakan seperti kepemilkan tanah dan fasilitas terpisah. Tahap selanjutnya
dilakukan referendum peraturan tahun 1992 dan disetujui oleh parlemen. Selama
proses negosiasi, pemerintahan Presiden de Klerk dihadapkan dengan kerusuhan
yang terjadi di beberapa daerah, seperti Natal, dan sempat memberlakukan
kondisi darurat serta menurunkan personil bersenjata untuk meredam kerusuhan
tersebut. Setelah melakukan negosiasi yang terbilang cepat, pemerintahan beserta
para aktivis anti-apartheid mengambil keputusan bahwa di Afrika Selatan akan
diberlakukan pemerintahan transisi pada periode pemerintahan berikutnya, yaitu
periode tahun 1994. Fungsi dari pemerintahan transisi ini adalah melakukan
rekonsiliasi dan rekonstruksi pemerintahan dari apartheid menjadi pemerintahan
yang nonrasial.
Pada tahun 1994, Afrika Selatan memasuki periode pemerintahan baru, oleh
sebab itu sebagai hasil dari pertemuan sebelumnya, diadakan pemilihan umum
pertama di Afrika Selatan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat tanpa
berdasarkan kepada ras. Hasil pemilihan umum tersebut adalah kemenangan
Nelson Mandela dari partai ANC dan resmi menjadi presiden kulit hitam pertama
Afrika Selatan. Pemerintahan Mandela melibatkan semua lapisan masyarakat
dalam perwakilan dalam pemerintahan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
pemilihan umum merupakan bukti bahwa politik apartheid telah berakhir.
Berdasarkan pada pendekatan teori konflik Coser, pada kasus Afrika
Selatan merupakan wujud dari ketidakpuasan masyarakat terhadap peraturan yang
ada sehingga pribumi kulit hitam menuntut hak-hak dasar mereka agar
dikembalikan. Hal tersebut mendatangkan perubahan secara cepat di dalam
struktur masyarakat karena konflik tersebut bersifat intensif (beradasarkan teori
Dahrebdorf), terlihat pada perubahan secara cepat dalam perpindahan politik
5.2 Rekomendasi
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pembelajaran
sejarah di lembaga persekolahan khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas
karena sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD)
“Menganalisis Perkembangan Sejarah Dunia Sejak Perang Dunia II sampai
dengan Perkembangan Mutakhir” dengan Kompetensi Dasar 2.2 yaitu
“Kemampuan menganalisis perkembangan mutakhir dunia.” Kasus pengahapusan
politik apartheid merupakan hal yang mutakhir, karena jika melihat waktu
terjadinya penghapusan tersebut adalah periode 1990-an. Oleh sebab itu, peristiwa
penghapusan politik apartheid ini bisa dijadikan sebagai bahan ajar tambahan
sejarah di sekolah-sekolah dengan menjelaskan proses penghapusan dan rentetan
peristiwa yang terjadi ketika penghapusan politik apartheid berlangsung. Selain
itu, dari pembelajaran dengan materi konflik apartheid, siswa bisa mendapatkan
nilai bahwa perlakuan diskriminatif dalam kehidupan mendatangkan konflik yang
berkepanjangan dan merugikan objek yang dijadikan perlakuan diskriminatif.
Siswa juga bisa mengetahui kalau dengan adanya perlakuan diskriminatif bisa
menghancurkan integritas bangsa.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam penelitian ini ialah nilai cinta
tanah air, patriotisme, toleransi, nasionalisme, saling menghargai dan
menghormati, serta yang utama menurut penulis adalah nilai-nilai demokrasi
dalam kehidupan. Cinta tanah air, jiwa patriotisme dan nasionalisme ini
tergambarkan pada perjuangan masyarakat pribumi kulit hitam Afrika Selatan
dalam membebaskan diri dan mendapatkan hak-hak mereka yang hilang
disebabkan berlakunya politik apartheid. Toleransi, saling menghargai dan
menghormati serta nilai-nilai demokrasi bisa terlihat pada pemilihan umum
multiras pertama di Afrika Selatan tahun 1994. Pemilihan umum ini melibatkan
semua lapisan masyarakat. Berdasarkan kasus konflik apartheid, penulis
berpendapat bahwa hal yang membuat kehidupan ini bernilai adalah dengan
menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap orang. Namun hal yang paling
penting adalah perdamaian dunia di mana tidak ada diskriminasi rasial seperti
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S. Z. (2004). Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Adnan, A. H. (2008). Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. Bandung : Angkasa.
Ballack, L. (2007). 7 Tokoh Kunci Nazi : Penentu Sejarah Jerman dan Penyebab
Perang Dunia II. Jakarta : Visimedia.
Barker, C. (2000). Cultural Studies : Teori dan Praktek. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Basri, T. H. (2006). Afrika Selatan : Catatan Sebuah Perjalanan di Bumi Nelson
Mandela. Bandung : Humaniora.
Bottomore, T. dkk. (1979). Karl Marx : Selected Writtings in Sociology and
Social Philosphy. Victoria : Penguin Books.
Budiarjo, M. (1986). Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia.
Coser, L. (1967). Continuities in The Study of Social Conflict. New York : Free Press.
Coser , L. (1965). George Simmel. Eaglewood Cliffts, New Jersey : Prentice Hall.
Coser, L. (1956). The Function of Social Conflict. New York : Free Press.
Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana
Thung J. L. (1999). Tinjauan Kepustakaan tentang Etnis Cina di Indonesia,
Retrospeksi dan Rekonteskstualisasi Masalah Cina. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kymlicka, W. (2011). Kewarganegaraan Multikultural. Jakarta : Pustaka LP3S.
Magnis, F. (1997). Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.
McEwan, P. J. M. dan Suchclift, R. B.(1965). Modern Africa. New York: Thomas Y. Crowell.
Narasi. (2006). Heroes of Freedom and Humanity. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Nazsir, N. (2008). Teori – Teori Sosiologi. Bandung: Widya Padjajaran.
Poloma, M. (1994). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Peffer, J. (2009). Art and The End of Apartheid. Minneapolis : University of Minnesotta Press.
Raho, B. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Sjamsudin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.
Soeratman, D. (2012). Sedjarah Afrika. Yogyakarta : Ombak.
Stapleton, T. J. (2010). A Military History of South Africa. Santa Barbara : Praeger.
Suparlan, P. (1999). Masyarakat Majemuk dan Hubungan antar Suku Bangsa,
Masalah Cina. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial : Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Theodorson, G. A. dan Theodorson, A. G. (1979). A Modern Dictionary of
Sociology. New York : Barnes & Noble Books.
_____. (1994, 3 Mei). Pemerintahan Transisi di Afsel Tidak Mudah : Pertikaian
Sesama Kulit Hitam Masih Jadi Kendala. Pikiran Rakyat, hal. ____.
_____. (1990, 28 Maret). Kerusuhan Politik Tewaskan 20 Orang. Pikiran Rakyat, hal. _____.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Win. (2003, Kamis 10 April). Karena Merasa Dilecehkan, Penghayat Kepercayaan Mengadu ke Komnas HAM. Kompas. Hal 7.
Sumber Internet:
Henrard, K. (____). Para Pengungsi di Afrika Selatan: Strategi Pemindahan
Secara Paksa dan Apartheid (1), [Online].
Tersedia:http://www.law.kuleuven.be/jura/art/32n4/henrard.htm [24 Desember 2012]
Johnson, B. (2012). Apartheid. [Online]. Tersedia:
http://worldnews.about.com/od/adg/apartheid.htm [4 Febuari 2012]
____. (2013). Eastern Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Eastern_Cape [21 Januari 2013]
____. (2012). Kwazulu-Natal. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/KwaZulu-Natal [21 Januari 2013]
____. (2013). Norhtern Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Northern_Cape [21 Januari 2013]
____. (2012). North Province (South African Province). [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/North_West_(South_African_province) [21 Januari 2013]
____. (2012). South African General Election 1994. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/South_African_general_election,_1994 [10 Januari 2012]
____. (2013). Western Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Western_Cape [21 Januari 2013]
____. (_________). Pendidikan di Afrika Selatan. [Online]. Tersedia: http://countrystudies.us/south-africa/56.htm [24Desember 2012]
Sumber Jurnal:
Fedderkea, J. T. et. al. (2001). “Indicators of political liberty, property rights and political instability in South Africa: 1935–97”. Dalam International Review
of Law and Economics. 21, (3), 103-134.
Johnson, W. R. (2009). Education: Keystone of Apartheid. Dalam Anthropology
& Education Quarterly. 23, (13), 214-237.
Youn Mee, C. et. al. (2005). Kekerasan Vigilantism dalam Tatanan Sosial. Dalam