• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA LOW VISION.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA LOW VISION."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ……..……… i

ABSTRAK ….…..…….………..………. ii

KATA PENGANTAR …….………. iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. v

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ……… x BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………... B. Fokus Penelitian ……...………….………... C. Pertanyaan Penelitian Penelitian ………..………...

D. Tujuan Penelitian ……….

E. Manfaat Penelitian ………..………….... F. Metode Penelitian ……...………. G. Pendekatan Penelitian ……..……… H. Sumber Data dan Latar Penelitian ………...………… I. Penjelasan Istilah ……….

1 5 5 6 7 7 8 8 9 BAB II MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA LOW VISION DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGINYA

A. Membaca ……….………

B. Low Vision ………... 11 18 BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian …………..………... B. Pendekatan Penelitian ...………..……... C. Sumber Data dan Latar Penelitian ….……….. D. Teknik Pengumpulan Data ……….. E. Teknik Analisis Data ………...

(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ………... B. Pembahasan Penelitian .………..………...

44 74 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ………...

B. Rekomendasi ………

79 80

DAFTAR PUSTAKA ……… 84

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membaca merupakan suatu kebutuhan yang fundamental bagi seorang siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan keterampilan membaca untuk mendapatkan ilmu yang ada di dalamnya sehingga ia memiliki dan memahami ilmu. Di dalam konteks jenjang pendidikan, penguasaan ilmu dapat menyebabkan seseorang mencapai jejang pendidikan yang lebih tinggi. Itu pun dikarenakan, salah satunya, dengan keterampilan membaca, sebaliknya, ketidak mampuan membaca akan menemui kesulitan dalam menempuh jenjang pendidikannya. Oleh karena itu, menurut Lerner (Abdurahman, 1999) ‘anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar’.

(4)

dengan anak pada umumnya meskipun bisa saja ia belajar membaca

menggunakan huruf awas”.

Pembelajaran membaca bagi siswa low vision tidak sesederhana seperti pada siswa yang memiliki indera visual normal karena gangguan pada fungsi visual yang disandang siswa low vision akan berdampak pada kemampuan di dalam membacanya serta dalam proses belajarnya pun akan berbeda.. Seperti yang dinyatakan Daugherty, 1977; Fellenius, 1999; Gompel, van Bon, Schreuder, & Adriaansen, 2002, bahwa:

“A substantial amount of research has indicated that the reading

development of children with low vision lags behind that of children with

normal vision”.

Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran membaca permulaan pada siswa low vision akan membutuhkan penanganan khusus seperti penggunaan alat bantu visual, media pembelajaran, aksesibilitas lingkungan, dan sebagainya. Lebih jelas lagi dijelaskan oleh Hosni (1998) mengenai beberapa hal yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar membaca pada siswa low vision antara lain: (1) kondisi siswa low vision, (2) kondisi lingkungan belajar, (3) sarana yang digunakan dalam kegiatan membaca permulaan, (4) pelaksanaan kegiatan pembelajaran membaca permulaan itu sendiri. Kondisi-kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca siswa low vision.

(5)

3

proses pembelajaran membaca, kenyataan dilapangan kurang memperhatikan kondisi-kondisi sebagaimana dipaparkan di atas. Kondisi tersebut sering luput dari perhatian. Proses belajar membaca tersebut sangat sedikit mempertimbangkan kondisi kekhususan siswa low vision, terkadang jarang menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Saat studi pendahuluan dilakukan, ditemukan beberapa siswa low vision yang mengalami hambatan dalam membaca permulaan, meskipun mereka telah duduk di kelas V, bahkan diantara mereka ada yang duduk di kelas VII dan kelas VIII. Siswa tersebut diduga masih memiliki sisa penglihatan yang cukup untuk membaca dengan huruf yang diperuntukan untuk yang awas. Jika guru mempertimbangkan kondisi kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa maka guru tidak akan memaksakan anak belajar membaca huruf Braille. Dampak dari tidak mempertimbangkan kemampuan yang sudah dimiliki, diantaranya siswa tersebut sering mogok apabila dihadapkan pada tugas yang harus dibaca. Tugas itu ditulis dengan tulisan Braille.

(6)

permulaan telah diberikan bantuan dengan menggunakan berbagai media tersebut namun siswa merasa tidak nyaman menggunakannya, dan akhirnya mereka belajar tanpa menggunakan media tetapi menggunakan media-media untuk siswa tunanetra total termasuk buku-buku pelajaran semuanya menggunakan huruf braille.

Kondisi tersebut seharusnya menjadi data penting bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajar siswa low vision. Kondisi-kondisi keterbatasan media, kompetensi, dan lain-lain jangan hanya dijadikan bahan keluhan namun perlu dijadikan tantangan sehinga guru akan berpikir positif dan optimis. Sebagai guru yang baik tentunya ketika berpikir positif maka kondisi itu menjadi data kemampuan dan keterbatasan yang ada akan dijadikan profil atau setidaknya gambaran umum kondisi-kondisi yang mendukung pada kemampuan membaca permulaan siswa low vision.

Tidak sedikit guru yang melupakan profil kemampuan awal tersebut, sehingga guru sering mengeluh merasa kesulitan mengajar membaca kepada siswa low vision. Guru juga merasa tidak ada perkembangan kemampuan membaca dari anak didiknya itu.

(7)

5

low vision. Misalnya, siswa low vision yang siap belajar membaca huruf awas namun layanan pembelajaran yang diberikan adalah membaca huruf Braille maka akan ada penolakan dari siswa tersebut yang akhirnya siswa tidak berminat dan tidak mampu belajar membaca Braille.

Berdasarkan paparan di atas, melalui penelitian ini, secara sistematis dan terarah, penulis merasa tertarik untuk melihat kondisi objektif mengapa tiga orang siswa ini mengalami masalah dalam membaca permulaan ditinjau dari sudut pandang kondisi yang melatar belakanginya.

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah kemampuan membaca permulaan siswa low vision ditinjau dari kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan?”

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian tersebut di atas maka secara lebih terperinci disusunlah pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan membaca permulaan siswa low vision?

2. Bagaimanakah kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan siswa low vision?

Pertanyaan penelitian ini dapat dirinci menjadi:

(8)

b. Bagaimanakah lingkungan belajar membaca permulaan pada low vision?

c. Bagaimanakah kondisi sarana pembelajaran membaca permulaan pada siswa low vision?

d. Bagaimanakah program pembelajaran membaca permulaan bagi siswa low vision?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengungkap kemampuan membaca permulaan siswa low vision ditinjau dan kondisi-kondisi yang melatar belakanginya.. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh gambaran mengenai kemampuan membaca siswa low vision? 2. Memperoleh gambaran mengenai kondisi penglihatan siswa low vision

yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaannya.

3. Mendeskripsikan data mengenai lingkungan belajar siswa low vision yang dapat mendukung pada kemampuan membaca permulaannya.

4. Mendeskripsikan sarana yang digunakan dalam kegiatan belajar membaca permulaan bagi siswa low vision.

(9)

7 E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya untuk perbaikan pada kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca pada siswa low vision.

Selain itu bagi guru-guru dan fihak-fihak yang menangani dan memberikan layanan pendidikan siswa low vision agar dalam pemberian layanan lebih memperhatikan kondisi dan kebutuhan para siswa, sehingga potensi yang dimiliki siswa dapat dikembangkan semaksimal mungkin.

Harapan lain penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi guru-guru, lembaga penyelenggara pendidikan, dan para pemegang kebijakan agar dalam menentukan program dan kebijakan lebih memperhatikan kondisi lapangan.

F. Metode Penelitian

Keberadaan siswa low vision yang memiliki keberagaman kemampuan membacanya merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Dari fenomena tersebut peneliti mengambil sebagian saja karena memiliki hal-hal yang spesifik atau unik, yang diambil adalah siswa low vision dengan usia kalender sudah mencukupi untuk belajar membaca tapi masih kesulitan dalam membaca Braille atau pun huruf latin. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode studi kasus.

(10)

ditemukan kasus siswa low vision yang sudah kelas V bahkan kelas VII belum mampu membaca. Padahal secara kajian teoritis usia tersebut telah mencukupi untuk menguasai keterampilan membaca lancar dan membaca pemahaman.

G. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, sebab penelitian ini berupaya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan,

mengutamakan proses bagaimana data dapat diperoleh sehingga data tersebut

menjadi akurat dan layak digunakan dalam penelitian. Sejalan yang dinyatakan oleh

Moleong (2004) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya; perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.Data atau informasi yang diungkap berupa kata-kata baik secara lisan maupun secara tertulis, gambaran secara deskripsi berdasarkan pertanyaan penelitian yang diperoleh dari subyek tentang pendapatnya dan perbuatannya pada saat dilakukan penelitian.

H. Sumber Data dan Latar Penelitian

(11)

9

2. Telah mengikuti pembelajaran membaca lebih dari tiga tahun akan tetapi masih belum lancar membaca

3. Sisa penglihatannya memungkinkan membaca dengan menggunakan media huruf awas

4. Potensi akademiknya bagus berdasarkan nilai raport yang diperolehnya Sumber data yang lainnya adalah guru dan kepala sekolah. Kedua sumber data ini selanjutnya disebut sebagai informan.

Adapun latar penelitian ini adalah sebuah sekolah luar biasa (SLB) di Kabupaten Kuningan, yang selanjutnya disebut SLB X. Di SLB tersebut terdapat siswa low vision yang sedang belajar membaca permulaan.

I. Penjelasan Istilah

1. Membaca Permulaan

M. Ngalim Purwanto (2002: 29) berpendapat bahwa:

“Disebut pengajaran membaca permulaan jika pengajaran membaca itu yang diutamakan adalah (1) memberikan kecakapan kepada siswa untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadikan rangkaian-rangkaian bunyi bermakna, (2) melancarkan teknik membaca pada anak -anak. Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjukkan pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat”.

Membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas I dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan berbahasa guna menghadapi kelas berikutnya”.

(12)

mengenal huruf, merangkai huruf dan teknik-teknik membaca serta memahami isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu pembelajaran membaca awal harus dipersiapkan dengan baik sehingga mampu menumbuhkan minat baca dan kemampuan membaca yang benar.

2. Low Vision

Definisi low vision menurut Juang Sunanto (2004) bahwa:

“Low Vision (kurang lihat) adalah mereka yang mengalami kelainan penglihatan sedemikian rupa tetapi masih dapat membaca huruf yang dicetak besar dan tebal baik menggunakan Alat Bantu penglihatan maupun tidak.”

Sedangkan definisi Low Vision menurut WHO pada tahun 1992 adalah:

“A person with low vision is one has impairment of visual functioning even after treatment and/or standard refractive correction, and has a visual acuity of les then 6/18 (20/60) to light perception or a visual field of less than 10 degree from the point of fixation, but who uses or is potentially able to use, vision for the planning and/or execution of a task”.

Berdasarkan pengertian tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut: Bahwa low vision adalah

a. Setelah diobati dan dikoreksi dengan kacamata, masih memiliki kelainan pada fungsi penglihatannya

b. Ketajaman penglihatan 6/18 (20/60) sampai persepsi cahaya c. Luas pandangnya kurang dari 10 derajat

(13)

49 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai: (1) metode penelitian, (2) pendekatan penelitian, (3) sumber data dan lokasi penelitian, (4) teknik pengumpulan data penelitian, dan (5) teknik analisis data penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Studi kasus dipilih karena secara umum dapat memberikan akses atau peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan komprehensif terhadap unit yang diteliti. Burhan Bungin (2003:23) secara lebih rinci menjelaskan keunggulan-keunggulan studi kasus sebagai berikut:

1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar-variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas

2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan intensif peneliti dapat menemukan karakteristik dan hubungan-hubungan yang (mungkin) tidak diharapkan/diduga sbelumnya.

3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu sosial.

(14)

secara mendalam dengan melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks Creswell (Herdiansyah, 2010). Lebih lanjut Miles dan Huberman (2007:15) menyatakan: “Studi kasus merupakan kajian yang rinci disuatu latar, suatu obyek, tumpuan atau suatu peristiwa tertentu”.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk memahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.

(15)

51 Creswell (Afriani, 2009) yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus berbeda dengan penelitian grounded theory dan phenomenologi yang cenderung berupaya meneliti teori-teori klasik, atau definitif, yang telah mapan (definitive theories) yang terkandung dalam objek yang diteliti.

Berikut ini adalah tiga model desain studi kasus menurut Yin (2008:29):

1. Studi kasus Exploratory. Ketika melaksanakan studi kasus eksploratory, maka kerangka kerja dan pengumpulan data boleh jadi dilaksanakan sebelum pertanyaan penelitian didefinisikan. Model penelitian ini boleh jadi digunakan sebagai pembuka dalam penelitian hubungan.

2. Studi kasus Explanatory. Studi kasus explanatory akan bermanfaat ketika digunakan dalam penelitian sebab akibat, terutama pada penelitian masyarakat atau organisasi yang kompleks, menginginkan suatu pertimbangan untuk menggunakan berbagai macam kasus untuk menguji beberapa pengaruh. Hal ini akan tercapai dengan menggunakan teknik Pattern-matching adalah situasi dimana beberapa bagian informasi dari beberapa kasus dikorelasikan dengan beberapa proposisi teori.

(16)

Berdasakan uraian di atas, maka studi kasus merupakan model penelitian yang dipilih oleh penulis. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan membaca permulaan di SLB X Kabupaten Kuningan ditinjau dari kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah-masalah yang berhubungan dengan manusia. Miles (1992) menyatakan: “Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penyelidikan, yang mirip dengan pekerjaan detektif”. Sedangkan menurut Moleong (2007:3) bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

(17)

53 C. Sumber Data dan Latar Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa low vision SLB X di Kabupaten Kuningan kelas V satu orang dan kelas VII dua orang, jadi jumlah kasus adalah tiga orang. Selanjutnya sumber data ini disebut sebagai kasus. Pemilihan kasus ini didasarkan atas pertimbangan:

1. Memiliki masalah dalam kemampuan membaca permulaan

2. Telah mengikuti pembelajaran membaca lebih dari tiga tahun akan tetapi masih belum lancar membaca

3. Sisa penglihatannya memungkinkan membaca dengan menggunakan media huruf awas

4. Potensi akademiknya bagus berdasarkan nilai raport yang diperolehnya Gambaran ketiga kasus tersebut sebagai berikut, kasus pertama yang bernama “B” siswa low vision yang duduk di kelas V SDLB, merupakan putra pertama dari dua bersaudara, anak seorang guru di sebuah SLTA di kabupaten Kuningan, yang beralamat di desa Garawangi kecamatan Garawangi. Gangguan penglihatan yang dialami B dibawa sejak lahir, menurut hasil pemeriksaan medis gangguan tersebut disebabkan oleh virus toxoplasma yang diderita ibunya saat mengandung B. Pada usia 5 tahun B dioperasi mata di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sejak operasi tersebut kemampuan penglihatan B semakin meningkat. Saat ini B telah mengikuti pendidikan di SLB selama lima tahun.

(18)

Manis, kecamatan Jalaksana, kabupaten Kuningan. Y merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Ibunya tidak bekerja, sedangkan ayahnya bekerja sebagai seorang wiraswasta kecil di desanya. Pada saat masuk sekolah, Y masih memiliki sisa penglihatan lebih baik dibandingkan sekarang. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, saat itu Y disarankan untuk melakukan operasi katarak pada kedua matanya dan menggunakan kacamata untuk membantu penglihatannya, namun Y yang waktu itu berusia 7 tahun, menolak dengan alasan takut menjalani operasi. Kondisi kemampuan penglihatan Y semakin hari semakin menurun.

Kasus ketiga, bernama “J” adalah siswa low vision yang duduk di kelas VII. Ia hidup berdua dengan ibunya, ayahnya telah meninggal disaat J masih balita. Mereka tinggal di sekitar komplek perumahan Puri Asri desa Kasturi kecamatan Kuningan. Ibunya yang bekerja sebagai buruh sangat perhatian terhadap kemajuan pendidikan putra tunggalnya ini. Gangguan penglihatan J dialami sejak lahir. Pada usia 7 tahun J diperiksa oleh dokter mata di Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa J mengalami katarak dan harus menjalani operasi, namun karena rasa takutnya, J tidak mau menjalani operasi tersebut. Kondisi kemampuan penglihatan J saat ini masih tetap sama sejak masih anak-anak, tidak mengalami peningkatan ataupun berkurang.

(19)

55 Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Tunanetra di kabupaten Kuningan yang selanjutnya disebut sekolah X. Sekolah ini didirikan pada tahun 1965 yang bernaung dibawah yayasan suatu organisasi wanita. Pada tahun 2006 sekolah ini ditunjuk oleh Yayasan Low Vision YPWG menjadi Sub Senter Layanan Low Vision di wilayah kabupaten Kuningan. Penunjukkan sebagai Sub Senter Layanan Low Vision inilah yang menjadi pertimbangan peneliti dalam memilih latar penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini dibutuhkan sejumlah data-data dari lapangan. Dari sebuah penyelidikan akan dihimpun data-data utama dan sekaligus data tambahannya. “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Sedangkan data tertulis, foto, dan statistik adalah data

tambahan” (Moleong, 2007:157).

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam sebuah penelitian. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang benar maka peneliti akan mendapatkan data-data yang memenuhi standar.

Berikut ini beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Pengumpulan Data dengan Observasi

Herdiansyah (2010:131) menyatakan bahwa:

(20)

tampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk kognisi, afeksi, atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi. Selain itu, observasi haruslah mempunyai tujuan tertentu. Pengamatan yang tanpa tujuan bukan merupakan observasi.

Sedangkan pernyataan Marshall dalam Sugiyono (2010): “trough observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached

to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Selanjutnya Sanapiah Faisal (Sugiyono, 2010) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation).

Untuk mendapatkan sejumlah data, peneliti melakukan observasi partisipatif pada golongan partisipasi pasif dan observasi terus terang atau tersamar. Masalah yang diobservasi pada penelitian ini adalah hal yang berhubungan dengan kondisi siswa dan kondisi lingkungan, serta beberapa aspek yang berpengaruh terhadap kemampuan membaca siswa. Observasi dilakukan secara bertahap pada kurun waktu sekitar dua bulan, tepatnya bulan Mei dan Juni 2011 bertempat di kelas masing-masing siswa dan di ruang layanan low vision yang berada di sekolah tempat berlangsungnya penelitian. Pencatatan hasil observasi dilakukan pada lembar observasi yang telah disusun oleh peneliti.

(21)

57 2. Pengumpulan Data dengan Wawancara

Metode wawancara hampir digunakan dalam setiap penelitian kualitatif sehingga wawancara menjadi metode pengumpulan data yang utama. Sebagian besar data diperoleh dari hasil wawancara, maka teknik wawancara harus dikuasai oleh peneliti. Wawancara didefinisikan oleh Gorden (Herdiansyah, 2010) sebagai berikut: “Interviewing is conversation between two people in which one person tries to direct the conversation to

obtain information for some specific purpose”. Definisi tersebut dapat diartikan bahwa wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu. Sedangkan Susan Stainback (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa: “interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or

phenomenon than can be gained through observationalon”. Maksud dari kalimat tersebut adalah dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

Esterberg (Sugiyono, 2010) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu:

a. Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

(22)

telah disiapkan yang berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif jawabannyapun telah disiapkan pula.

b. Wawancara Semiterstruktur (Semistructured Interview)

Wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas daripada wawancara terstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk mengungkap permasalahan lebih terbuka dengan cara minta pendapat dan ide-ide dari orang yang diwawancarai

c. Wawancara Tak Berstruktur (Unstructured Interview)

Pada wawancara ini tidak menggunakan pedoman yang telah disusun secara sistematis dan lengkap, namun hanya menggunakan garis-garis besar permasalahan saja sebagai pedoman. Penelitian pendahuluan atau penelitian yang lebih mendalam sering menggunakan wawancara model ini.

Wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara takterstruktur. Wawancara ini memungkinkan peneliti mendapatkan gagasan-gagasan dan jawaban yang bervariasi sehingga bisa mengungkap suatu fenomena yang menjadi latar penelitian ini.

(23)

59 3. Pengumpulan data dengan dokumen (studi dokumen)

Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat dan menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek . ”Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk

mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media

tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek

yang bersangkutan” (Herdiansyah, 2010:143). Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, catatan harian, sejarah kehidupan, peraturan, kebijakan atau karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembaran hasil asesmen, program pembelajaran low vision, dan nilai raport siswa.

E. Teknik Analisis Data

Untuk memahami sejumlah data penelitian yang telah diperoleh, maka perlu dilakukan pengolahan terhadap data-data yang telah didapat. Bogdan (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa: “Data analysis is the process of systematically searching and arraging the interview transcripts, fieldnotes, and

other materials that you accumulate to increase your own understanding of

them and to enable you to present what you have discovered to others”.

(24)

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Sedangkan Creswell (Herdiansyah, 2010) mengemukakan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis data kualitatif, antara lain:

1. Analisis data kualitatif dapat dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data, dan penulisan naratif lainnya.

2. Pastikan bahwa proses analisis data kualitatif yang telah dilakukan berdasarkan pada proses reduksi data dan interpretasi.

3. Ubah data hasil reduksi ke dalam bentuk matriks.

4. Identifikasi prosedur pengodean (coding) digunakan dalam mereduksi informasi ke dalam tema-tema atau kategori-kategori yang ada.

5. Hasil analisis data yang telah melewati prosedur reduksi yang telah diubah menjadi bentuk matriks yang telah diberi kode (coding), selanjutnya disesuaikan dengan model kualitatif yang dipilih.

(25)

61 teknik analisis data model interaktif menurut Miles & Huberman (Herdiansyah, 2010) yang terdiri atas empat tahapan yang harus dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan sejumlah data yang diperlukan, penulis melakukan pengumpulan data sesuai dengan pedoman yang telah dipersiapkan. Data-data yang diambil meliputi kondisi kemampuan siswa, lingkungan belajar, dan program pembelajaran yang dipersiapkan guru untuk siswa low vision. 2. Reduksi Data

Data-data yang telah didapat direduksi yaitu dengan cara penggabungan dan pengelompokkan data-data yang sejenis menjadi satu bentuk tulisan sesuai dengan formatnya masing-masing.

3. Display Data

(26)

4. Penarikan kesimpulan dan/atau tahap verifikasi

(27)

79 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan membaca siswa low vision permulaan siswa low vision masih rendah, tidak sesuai dengan tingkat usia dan tingkat pendidikan.

2. Kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan pada siswa low vision:

a. Hasil observasi penglihatan yang telah dilakukan pada saat penelitian menunjukkan bahwa kemampuan penglihatan pada ketiga kasus tanpa menggunakan alat bantu penglihatan, masih dapat difungsikan untuk membaca huruf yang berukuran 12 poin, 20 poin, atau 22 poin.

b. Lingkungan belajar sangat kurang mendukung terhadap kondisi siswa. Kurangnya cahaya pada ruangan kelas, tidak ada papan tulis, dan suasana pembelajaran yang selalu ramai oleh suara-suara dari luar lingkungan sekolah juga terjadi di sekolah ini sehingga konsentrasi siswa sering terganggu, dan hal ini berlangsung hampir setiap hari.

(28)

bantu penglihatan dan sarana lainnya yang biasa dipergunakan untuk siswa low vision, namun keberadaan alat-alat tersebut hanya menjadi kelengkapan sarana sekolah yang tidak pernah digunakan dalam pembelajaran.

d. penyusunan program dan proses pembelajaran membaca belum berorientasi pada kebutuhan siswa low vision. Program yang dibuat masih bersifat umum, tidak terlihat adanya program yang dirancang khusus untuk layanan siswa low vision. Termasuk didalamnya adalah tidak dicantumkannya alat peraga pendukung pembelajaran dan penggunaan alat peraga yang disesuaikan dengan muatan program.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, peneliti mengajukan rekomendasi seperti berikut ini:

(29)

81 untuk kegiatan berikutnya yaitu pemberian latihan efektifitas penglihatan. Apabila siswa perlu menggunakan alat bantu, pada tahap ini diberikan pula pelatihan cara penggunaan alat bantu tersebut. Untuk siswa yang mampu membaca dengan menggunakan huruf awas, berikan layanan membaca dengan menggunakan buku-buku awas yang menggunakan huruf dengan cetakan besar. Setelah itu, siswa diberikan program bantuan yang lain seperti Orientasi dan Mobilitas, dan Bimbingan dan Konseling. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut harus dievaluasi setiap 6 bulan atau selambat-lambatnya 1 tahun.

2. Kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan pada siswa low vision:

(30)

bantu tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu alat bantu optik, alat bantu non optik, dan alat bantu elektronik.

1) Alat bantu optik (optical devices) memiliki hubungan dengan penggunaan lensa. Alat ini dapat membantu penglihatan jarak dekat dan jarak jauh, dan memiliki ukuran pembesaran tertentu. Untuk melihat jarak dekat digunakan magnifier. Alat ini ada dua jenis, yaitu yang menggunakan cahaya lampu (illuminated hand held magnifier) dan tanpa cahaya lampu. Contoh jenis hand held magnifier adalah: stand magnifier, bar magnifier, spectacle magnifier, pocket magnifier. Sedangkan untuk melihat objek yang jauh misalnya membaca huruf pada papan tulis, digunakan alat bantu optik yang disebut teleskop (telescope). Teleskop memiliki berbagai macam ukuran mulai dari 2x sampai 8x.

2) Alat bantu non optik (non optik devices) yang dapat digunakan oleh siswa low vision dalam kegiatan membaca banyak macamnya, antara lain: typoscope untuk mengarahkan huruf, reading stand untuk penyangga buku, adjustable reading lamp yaitu lampu belajar yang dapat diatur intensitas cahayanya, large print berupa buku yang menggunakan tulisan huruf awas besar-besar dengan ukuran huruf di atas 14 point).

(31)

83 dapat membantu. Selain CCTV, komputer dapat digunakan pula untuk latihan membaca dengan ukuran besar huruf yang disesuaikan, misalnya 24 point, 26 point. Pada saat pemberian alat bantu pembelajaran hendaknya siswa low vision juga dibekali dengan pelatihan cara penggunaan alat tersebut sehingga siswa dapat mempergunakan alat secara benar dan seoptimal mungkin.

d. Untuk meningkatkan pembuatan program dan penyajian materi pembelajaran, perlu kreativitas dan dituntut kemampuan guru dalam memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum yang ada yaitu berupa pelatihan pembuatan program bagi guru-guru yang mengajar siswa low vision. Pelatihan pembuatan program difokuskan pada keterampilan pengajaran membaca pada siswa low vision yaitu bagaimana agar siswa low vision mampu secara efisien menggunakan sisa penglihatannya. (Program Pelatihan terlampir)

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. (1999). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Bandung. Rineka Cipta.

Bennett, D. (1999). “Low Vision Devices for Children and Young People with a Visual Impairment” London: David Fulton Publishers.

Davies, Nathan. (2009). Low Vision Toolkit. Supporting Pupils with Low Vision. Australia: RNIB Cymru

Deny. (2010). Pengertian Membaca. Tersedia: http://arisandi.com/?p=317 [08 September 2011]

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1986). Pedoman Guru Pengajaran Membaca Menulis Permulaan Braille dengan Metode SAS. Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Membaca Permulaan. Tersedia: http://techonly13..com/ 2009/08/26/membaca-permulaan-permainan-bahasa. [01 September 2011]

Freeman, Kathleen Fraser et.al. (2007)Care of the Patient with Visual Impairment (Low Vision Rehabilitation). American Optometric Asociation

Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta. Salemba Humanika

Husni, Irham. (2007). Aktivitas Kurikulum Membaca bagi Siswa Low Vision. Makalah pada Pelatihan Layanan Pendidikan Siswa Low Vision. Bandung: Balai Pendidikan Guru Dinas Provinsi Jawa Barat.

Keeffe, Jill. (1997). Penilaian Penglihatan Kurang Awas di Negara-negara Berkembang. Buku I Pemeriksaan Gangguan Penglihatan. London: Perkins Publishers.

Keeffe, Jill. (1997). Penilaian Penglihatan Kurang Awas di Negara-negara Berkembang. Buku II Pemeriksaan Gangguan Penglihatan. London: Perkins Publishers.

(33)

84 Kitchel, E.J. (2000). Large Print: Guidelines for Optimal Readability. New York:

American Printing House for the Blind.

Koenig,A.J. (1990). “Exploring Decision-Making Processes for Selection of Appropriate Reading Media for Individuals with Visual Impairments”. PJE. Peabody Journal of Education. 67,(2), 74.

Mason,H. (1999). “Common Eye Defects and their Educational Implications”. Dalam Mason, H. & Mc.Call, S. (Eds.).(1999: 38-51). Visual Impairment: Access to Education for Children and Young People. London: David Fulton Publishers.

Mangold, S.S..(ed.). (1982) A teachers guide to the special educational needs of blind and visually handicapped. New York: American Foundation for The Blind.

McMillan, J.H. dan Shumacher, Sally. (2001). Research in Education. A Conceptual Introduction. New York & London: Longman.

Miles M.B. dan Huberman A.M. (2007). Analisis Data Kualitatif. Jakarta-UI-Press.

Moleong, Lexy. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Niemann, S. dan Jacob, N. (2000). Membantu Anak-anak Tunanetra. California: The Hesperien Foundation.

Rouf, A. (2009). Metode Pengajaran Membaca.Tersedia:http//www.mtsppiu. sch.id/ bahasa-indonesia/metode-pengajaran-membaca [18 Oktober 2011] Soedarso. (1989). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung. 2010

(34)

Tarsidi, Didi. (2008). Prosedur Asesmen kemampuan Anak Tunanetra.

[Online].Tersedia:

http://d-tarsidi.blogspot.com/2008_06_06_archive.html. [12 Juli 2011 ]

Tarsidi, Didi. (2011). Definisi Tunanetra.[Online]. Tersedia: http://d-tarsidi.blogspot.com/2011/10/c. [02 Oktober 2011 ]

Tarsidi, Didi. (2009). Pendidikan Anak Tunanetra I. kompilasi Materi Perkuliahan. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Yasrulefendi. (2008). Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat dengan

Menggunakan Metode Speed Reading. Tersedia:

http://id.forums.wordpress.com/topic/peningkatan-kemampuan-membaca-cepat-dengan-menggunakan-metode-speed-reading. [02

Sepetember 2011]

Yin, R.K. (2002). Studi Kasus. Desain & Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Yully. (2011). Mengenal Lebih Dekat Anak Low Vision. Tersedia:

Referensi

Dokumen terkait

Faktor lain yang menunjukkan hasil kemampuan membaca lebih baik pada anak tuna rungu yang memakai alat bantu dengar, dengan demikian perlu diberikan edukasi pada orangtua

Faktor lain yang menunjukkan hasil kemampuan membaca lebih baik pada anak tuna rungu yang memakai alat bantu dengar, dengan demikian perlu diberikan edukasi pada orangtua

Pada tahap ini, peneliti bersama guru kelas melakukan observasi guru dan observasi siswa dengan menggunakan alat bantu check list terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran

Setelah pembelajaran menggunakan media kartu gambar hasil menunjukkan bahwa kemampuan membaca meningkat menjadi 87,38% meliputi: aspek kemampuan anak membaca gambar

Data dalam penelitian ini adalah data kemampuan membaca permulaan anak yang diperoleh melalui observasi awal sebelum perlakuan dan observasi akhir setelah

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan membaca permulaan anak TK Kelompok B di Gugus Sidomukti menunjukkan bahwa terdapat 113

Pada saat pembahasan tema di awal kegiatan pembelajaran, guru menggunakan media yang sesuai dengan tema.Kegiatan dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan, terdapat

Persiapan Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang disiapkan adalah lembar observasi untuk memberikan informasi mengenai keterampilan membaca permulaan siswa saat menggunakan