MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK
USIATAMAN KANAK-KANAK MELALUI PENGGUNAAN
BONEKA JARI
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelompok B Taman Kanak-Kanak Puspita Asih
Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung
Tahun Pelajaran 2012-2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Oleh :
RUSWATI SURYANI
0805418
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berbicara
Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Penggunaan Boneka Jari” ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang
merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya
ini.
Bandung, Desember 2012
Yang membuat pernyataan
RUSWATI SURYANI 0805418
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK MELALUI
PENGGUNAAN BONEKA JARI
Penelitian ini didorong oleh adanya kenyataan bahwa perkembangan kemampuan berbicara anak di TK sasaran belum optimal. Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai melalui penelitian.yaitu; a). memperoleh gambaran mengenai kemampuan berbicara anak di TK sasaran sebelum menggunakan boneka jari, b) mengetahui implementasi penggunaan boneka jari untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak di TK sasaran, dan c) memperoleh gambaran mengenai kemampuan berbicara anak di TK sasaran setelah menggunakan boneka jari. Kemampuan berbicara banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pajanan (exposure) yang dimilki anak di masa awal perkembangan hidupnya. Pemajanan yang tepat untuk menstimulasi kemampuan berbicara merupakan salah satu upaya mengoptimalkan kemampuan berbicara anak.
Subjek penelitian diambil dari sekelompok anak usia dini kelompok B di sebuah Taman Kanak-kanak (TK), dengan 20 anak sebagai subjek. Desain penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung terhadap subjek yang diminta melakukan penggunaan boneka jari yang telah dimodifikasi sesuai dengan tema pembelajaran yang ada.
Analisis difokuskan pada aspek sintaksis, dan pragmatik yang dihasilkan anak. Kemampuan berbicara semua anak mengalami peningkatan. Pada Siklus I belum terlihat adanya peningkatan, pada Siklus II sudah terlihat adanya peningkatan ke dalam kategori berkembang sesuai harapan yaitu mencapai 20%, pada Siklus III terjadi peningkatan lagi menjadi 85%. Perbaikan tersebut, ditunjukkan dalam pengucapan dan pengungkapan pendapat mereka yang menggunakan kata-kata dan kalimat yang lebih jelas, lebih tersusun, serta pembicaraan lebih lancar dan terarah. Dari data itu disimpulkan bahwa penggunaan boneka jari yang memuat tema yang sesuai dengan minat anak dapat membantu perkembangan kemampuan berbicara anak. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan agar guru dapat membuat media sejenis boneka jari yang benar-benar sesuai agar bisa menunjang aspek-asapek perkembangan bahasa anak secara wajar.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN………... i
KATA PENGANTAR………..... ii
UCAPAN TERIMA KASIH………... iii
ABSTRAK……… iv
DAFTAR ISI……… v
DAFTAR TABEL……… vii
DAFTAR GAMBAR………... viii
DAFTAR LAMPIRAN………... ix
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1
B. Identifikasi Masalah……… 8
C. Rumusan Masalah……… 10
D. Tujuan Penelitian………. 11
E. Manfaat Penelitian………... 12
F. Struktur Organisasi Laporan……… 13
BAB II : LANDASAN TEORITIS KEMAMPUAN BERBICARA DAN PENGGUNAAN BONEKA JARI A. Konsep Perkembangan Bahasa……… 14
B. Konsep Kemampuan Berbicara………... 21
C. Konsep Media Pembelajaran………... 27
D. Media Boneka……….. 35
E. Kerangka Pemikiran……… 42
D. Definisi Operasional……… 50
E. Instrumen Penelitian……… 52
F. Teknik Pengumpulan data………... 56
G. Analisis Data………... 58
BAB IV : HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……… 65
1. Kondisi Objektif Kemampuan Berbicara……….. 65
2. Proses Pelaksanaan Tindakan……… 69
3. Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak setelah Menggunakan Media Boneka Jari………. 116
B. Pembahasan………. 118
1. Kondisi Kemampuan Berbicara Anak sebelum Diterapkan Media Boneka Jari ……… 118
2. Implementasi Penggunaan Boneka Jari untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak……….... 122
3. Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak setelah Menggunakan Boneka Jari……… 127
BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……….. 133
B. Rekomendasi………... 135
PUSTAKA RUJUKAN………... 138
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Meningkatkan Kemampuan Berbicara
Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Penggunaan Boneka Jari… 53
3.2. Distribusi frekwensi meningkatkan kemampuan berbicara anak……. 59
4.1. Kemampuan Berbicara Anak TK Puspita Asih Kelompok B
Prasiklus ………... 65
4.2. Persentase Kategori Prasiklus………... 66
4.3. Kemampuan Berbicara Anak TK Puspita Asih Kelompok B Siklus I. 79
4.4. Persentase Kategori Siklus I... 80
4.5. Kemampuan Berbicara Anak TK Puspita Asih Kelompok B Siklus II 95
4.6. Persentase Kategori Siklus II……….... 95
4.7. Kemampuan Berbicara Anak TK Puspita Asih Kelompok B Siklus
III………... 110
4.8. Persentase Kategori Siklus III………... 110
4.9. Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak TK Puspita Asih Dengan
Penggunaan Boneka Jari (Prasiklus, Siklus I, Siklus II, Siklus III)…. 116
4.10 Persentase Kategori Siklus I... 122
4.11 Persentase Kategori Siklus II... 123
DAFTAR GAMBAR
Gambar
3.1 Desain PTK Elliot ... 46
3.2 Boneka Jari yang digunakan dalam Siklus I ... 53
3.3 Boneka Jari yang digunakan dalam Siklus II ... 53
3.4 Boneka Jari yang digunakan dalam Siklus III... 53
4.1 Kondisi Awal (Prasiklus) ... 69
4.2 Guru memberi motivasi pada anak ... 69
4.3 Media Boneka yang digunakan dalam siklus I ... 75
4.4 Formasi duduk anak Siklus I ... 76
4.5 Guru memperkenalkan boneka yang digunakan dalam Siklus I ... 76
4.6 Media Boneka yang digunakan dalam Siklus II ... 90
4.7 Formasi duduk anak ... 91
4.8 Guru memperkenalakan boneka Siklus II ... 92
4.9 Media boneka yang digunakan dalam Siklus III ... 106
4.10 Formasi duduk anak ... 106
4.13 Hampir semua anak mengacungkan tangannya ... 116
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian... 140
2 Data hasil wawancara dengan kepala sekolah TK Puspita Asih……….. 144
Data hasil wawancara dengan guru TK Puspita Asih……….. 146
3 Pedoman observasi aktivitas guru……… 147
Pedoman observasi aktivitas anak……… 148
4 Rencana Kegiatan Harian Siklus I……… 149
Rencana Kegiatan Harian Siklus II……….. 151
Rencana Kegiatan Harian Siklus III……… . 153
5 Tabel distribusi frekuensi kondisi awal ( Prasiklus)……… 155
Peningkatan kemampuan berbicara setiap anak (Prasiklus)………. 156
Tabel distribusi frekuensi Siklus I……… 158
Peningkatan kemampuan berbicara setiap anak Siklus I……….. 159
Tabel distribusi frekuensi Siklus II………... 161
Peningkatan kemampuan berbicara setiap anak Siklus II……… 162
Tabel distribusi frekuensi Siklus III………. 164
Peningkatan kemampuan berbicara setiap anak Siklus III………... 165
6 Surat Keterangan
- SK Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini merupakan kelompok usia yang berada dalam proses
perkembangan unik. Masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa
dalam semua aspek perkembangannya, baik dari segi sosial, emosional, bahasa,
fisik motorik, kognitif dan seni. Semua aspek perkembangan tersebut dapat
berkembang dengan optimal apabila anak diberi stimulasi yang baik. Hal tersebut
tentu saja perlu bantuan dari orang-orang yang berada di lingkungan sekitar anak,
seperti orang tua dan guru. Masitoh dkk. (2007) mengungkapkan bahwa “anak
memperoleh pengetahuan dan kemampuan tidak hanya dari kematangan, tetapi
justru lingkunganlah yang memberi kontribusi yang berarti dan sangat
mendukung proses belajar anak.” Dengan demikian lingkungan harus
menyediakan input yang cukup untuk memfasilitasi perkembangan berbicara
anak. Mengingat beragamnya potensi yang dimiliki oleh anak tersebut, maka
stimulasi harus diberikan secara tepat, sehingga akan berkembang secara optimal.
Salah satu aspek yang perlu dikembangkan pada anak usia dini yaitu aspek
bahasa. Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain, dimana
pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk
mengungkapkan suatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan,
isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Bahasa sebagai alat komunikasi
perasaan dan pengalaman. Badudu dalam Dhieni (2005: 8) mengemukakan
bahwa „Bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota
masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran,
perasaan, dan keinginannya.‟ Hal tersebut berarti bahwa bahasa digunakan
sebagai alat komunikasi oleh individu-individu dalam masyarakat untuk
berinteraksi dan bekerja sama. Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan
perasaan dan buah pikiran kepada orang lain sehingga terjalin hubungan sosial
yang sempurna.
Bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan anak,
sebab melalui bahasa, anak dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya
dan mengungkapkan gagasan atau pikirannya kepada orang lain. Bahasa juga
memberikan pengaruh yang besar dalam perkembangan anak. Dengan bahasa,
anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang mampu
bergaul di tengah-tengah masyarakat. Akhadiah dalam Suhartono (2005:8)
menyatakan bahwa „… dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari organisme
biologis menjadi pribadi dalam kelompok. Pribadi itu berpikir, bersikap, berbuat
serta memandang dunia dan kehidupan seperti masyarakat di sekitarnya‟.
Perkembangan bahasa anak sebagai alat atau media komunikasi dimulai
dengan bentuk bahasa yang paling sederhana digunakan pada masa bayi dengan
cara “menangis” dalam mengungkapkan perasaan dirinya kepada orang lain,
kemudian berkembang dalam bentuk “celoteh” atau “ocehan” dengan cara
mengeluarkan bunyi yang belum jelas. Kemudian dilanjutkan dengan
pengganti atau pelengkap bicara. Pada masa ini lingkungan keluarga sangat
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak, sehingga anak mampu
menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Bromley dalam Dhieni, dkk. (2006: 19)
menyebutkan bahwa „Ada empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis‟. Keempat bentuk bahasa tersebut perlu dilatih
pada anak usia taman kanak-kanak karena dengan kemampuan berbahasa anak
akan belajar berkomunikasi dengan orang lain”. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan yang tertuang dalam kurikulum 2004 bahwa kompetensi dasar dari
perkembangan bahasa anak usia taman kanak-kanak yaitu anak mampu
berkomunikasi secara lisan, memperkaya perbendaharaan kata dan menulis
simbol-simbol yang melambangkannya.
Aisyah, dkk. (2008:1) mengatakan bahwa “Masa perkembangan bicara dan
bahasa yang paling intensif pada manusia terletak pada tiga tahun pertama dari
hidupnya, yakni suatu periode dimana otak manusia berkembang dalam proses
mencapai kematangan”. Perkembangan bahasa anak dapat berkembang dengan
baik dan benar apabila mendapatkan rangsangan dari lingkungan. Santrock dalam
Dhieni, dkk. (2006:1) mengemukakan bahwa „Bahasa adalah suatu sistem simbol
untuk berkomunikasi yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan
pragmatik bahasa‟. Oleh karena itu melalui bahasa, anak dapat
mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran maupun perasaannya kepada
Anak usia taman kanak-kanak (4-6 tahun ), kemampuan berbahasa yang
paling umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Hal ini selaras
dengan karakteristik umum kemampuan berbahasa anak pada usia tersebut yang
meliputi: kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan baik, melaksanakan tiga
perintah lisan secara berurutan dengan benar, mendengarkan dan menceritakan
kembali cerita sederhana dengan urutan yang mudah dipahami, menyebutkan
nama, jenis kelamin dan umurnya, menggunakan kata sambung seperti: dan,
karena, tetapi; menggunakan kata tanya seperti: bagaimana, apa, mengapa, kapan;
membandingkan dua hal; memahami konsep timbal balik; menyusun kalimat;
mengucapkan lebih dari tiga kalimat; dan mengenal tulisan sederhana (Dhieni,
dkk. (2006: 3.8).
Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa yang berkembang
pada kehidupan anak, secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud
(ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang
lain (Depdikbud dalam Suhartono, 2005: 20).
Menurut Tarigan (1983: 15) dalam Solchan (2008: 9) “Berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan”. Belajar berbicara dapat dilakukan anak dengan bantuan dari orang
dewasa melalui percakapan, sehingga anak akan menemukan pengalaman dan
Dhieni, dkk. (2006:6) menyebutkan bahwa “Berbicara bukanlah sekedar
pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakan suatu alat untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun
perasaan”. Anak membutuhkan reinforcement (penguat), reward (hadiah atau
pujian), stimulasi dan model yang baik dari orang dewasa agar kemampuannya
dalam berbahasa dapat berkembang secara maksimal.
Hurlock dalam Dhieni, dkk. (2006 ) menyatakan bahwa:
„Usia taman kanak-kanak merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara yaitu, menambah kosa kata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat. Lebih jauh lagi kemampuan berbicara anak meningkat ketika anak dapat mengartikan kata-kata baru, menggabungkan kata-kata-kata-kata baru dan memberikan pernyataan dan
pertanyaan‟.
Umumnya perkembangan bahasa anak usia taman kanak- kanak sering
mengalami hambatan dalam kemampuan berbicaranya. Hal ini disebabkan karena
terbatasnya perbendaharaan kata yang dimiliki oleh anak, dimana biasanya anak
hanya mampu melakukan kegiatan percakapan dengan menggunakan kalimat
pendek. Selain itu, gejala yang paling jelas terlihat pada anak usia taman
kanak-kanak adalah kegagalan menetap dalam mengembangkan artikulasi dari bunyi
bahasa yang dipelajari, misalnya r, sy, l, f, c. Gangguan ini meliputi ketidak
mampuan dalam artikulasi pengucapan satu huruf, misalnya l atau r.
Penguasaan bahasa khususnya penguasaan keterampilan berbicara anak usia
taman kanak-kanak dapat diperoleh melalui pembelajaran. Pembelajaran bahasa
mengacu pada pengumpulan pengetahuan bahasa melalui sesuatu yang disadari,
yaitu merupakan kemampuan yang dipelajari. Kemampuan bahasa yang diperoleh
Iskandar Wassid (2008: 119) mengemukakan bahwa “anak akan mengalami
proses pemerolehan bahasa kedua melalui pembelajaran.”
Pengembangan kemampuan berbahasa di Taman Kanak-kanak bertujuan agar
anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat,
mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untuk dapat
berbahasa Indonesia (Depdikbud, 2004: 3). Senada dengan pendapat tersebut,
secara khusus Suhartono (2005: 123) mengungkapkan bahwa “kegiatan
pengembangan bicara anak yaitu agar anak mampu mengungkapkan isi hatinya
(pendapat, sikap) secara lisan dengan lafal yang tepat untuk kepentingan
berkomunikasi.” Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut belum dapat dicapai
secara optimal.
Pembelajaran di Taman Kanak-kanak memiliki peranan yang sangat penting
dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak. Pengalaman belajar yang
mengesankan bagi anak tentu saja harus didukung oleh keterampilan guru dan
media pembelajaran yang tepat, karena media pembelajaran merupakan bagian
dari sumber belajar. Hal tersebut didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh
Moeslichatoen (2004: 10) bahwa “guru mengembangkan kemampuan bahasa
anak dengan menggunakan media yang dapat meningkatkan perkembangan
kemampuan berbicara, mendengar, membaca, dan menulis.” Guru memberi
kesempatan anak memperoleh pengalaman yang luas dalam mendengarkan dan
berbicara.
Berdasarkan hasil observasi yang telah penulis lakukan, umumnya pada anak
Kelompok B terungkap bahwa pengembangan kemampuan berbicara anak belum
tercapai secara maksimal. Keadaan seperti ini dapat dilihat dari ketidakmampuan
anak dalam menjawab pertanyaan seperti apa, siapa, mengapa, dimana, dan
bagaimana serta ketidakmampuan anak dalam mengajukan pertanyaan seperti apa,
siapa, mengapa, dimana, dan bagaimana. Selain ketidakmampuan dalam kegiatan
tanya jawab, ketidakmampuan tersebut pun dapat dilihat pula dalam perihal
mengungkapkan pendapat secara sederhana dan melanjutkan sebagian
cerita/dongeng yang telah diperdengarkan guru.
Hal tersebut disebabkan pembelajaran yang dilakukan di Taman
Kanak-kanak Puspita Asih Kelompok B pada umumnya masih bersifat konvensional,
dimana guru kurang kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran. Dalam
kegiatan bercerita dan bercakap-cakap jarang sekali guru menyediakan media
pembelajaran yang menarik bagi anak, padahal media pembelajaran memegang
peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran bahasa. Media
pembelajaran dapat dijadikan sebagai wahana penyalur pesan atau informasi
belajar dari guru kepada anak. Sadiman (2003: 11) mengemukakan bahwa
“Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke
penerima pesan”.
Boneka sebagai media dalam kegiatan pembelajaran bahasa memiliki peranan
yang sangat penting, karena media boneka dapat mendorong anak-anak untuk
aktif, ekspresif, bahkan kreatif. Anak-anak pada umumnya menyukai boneka,
mengundang minat dan perhatian anak untuk mengikuti pembelajaran, seperti
yang dikemukakan oleh Gunawan (2010: 3) bahwa “Boneka dapat menjadi
pengalih perhatian anak sekaligus media untuk berekspresi atau menyatakan
perasaannya, bahkan boneka bisa mendorong tumbuhnya fantasi dan imajinasi
anak-anak.”
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti
mencoba melakukan observasi untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak
usia Taman Kanak-kanak di Taman Kanak-kanak Puspita Asih Kelompok B
dengan mengangkat judul “MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA
ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PENGGUNAAN
BONEKA JARI”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, ditemukan
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan berbicara di Taman
Kanak-kanak Puspita Asih kelompok B. Pengamatan yang dilakukan peneliti
menemukan bahwa kemampuan berbicara anak-anak di Taman Kanak-kanak
Puspita Asih kelompok B belum tercapai secara maksimal. Keadaan seperti ini
dapat dilihat dari ketidakmampuan anak dalam menjawab pertanyaan seperti apa,
siapa, mengapa, di mana, dan bagaimana serta ketidakmampuan anak dalam
mengajukan pertanyaan seperti apa, siapa, mengapa, di mana, dan bagaimana.
Selain ketidakmampuan dalam kegiatan tanya jawab, dapat dilihat pula dalam
cerita/dongeng yang telah diperdengarkan guru. Hal ini disebabkan karena
pembelajaran pada umumnya masih bersifat konvensional, dimana guru kurang
kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru jarang sekali
menyediakan media pembelajaran yang menarik bagi anak terutama dalam
kegiatan bercerita dan bercakap-cakap sehingga anak cenderung pasif.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Lembaga Taman Kanak-kanak sekarang ini
mempunyai beban yang lebih berat, orang tua pada umumnya mengharapkan
anaknya setelah keluar dari sekolah Taman Kanak-kanak sudah bisa membaca,
menulis, dan berhitung dalam arti secara akademik anak tersebut harus sudah siap
masuk SD. Kekhawatiran orang tua tersebut sebenarnya beralasan karena tuntutan
sekolah dasar yang semakin tinggi dan kompetitif. Hal ini merupakan tantangan
untuk guru agar dapat berinovasi baik di metode pembelajaran maupun media
pembelajarannya.
Dalam kurikulum 2004 dan Permendiknas No. 58 tahun 2009 tidak secara
langsung kemampuan berbicara di pendidikan anak usia dini menjadi tolak ukur
untuk prasyarat kelulusan di Taman Kanak- kanak, namun para guru tidak dapat
menutup mata dengan kondisi dan tuntutan di Sekolah Dasar. Untuk itulah guru
harus menciptakan metode ataupun media yang relevan dengan kondisi sekarang
yang tetap selaras dengan perkembangan dan pertumbuhan anak.
Kemampuan berbicara anak usia dini merupakan proses yang melibatkan
aktivitas auditif (pendengaran), Visual (penglihatan) dan verbal (pelapalan/
pengucapan) agar anak dapat mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,
perkembangan anak dapat berkembang secara optimal dan tidak mengalami
hambatan.
Penelitian ini menggunakan boneka jari yang mana antara boneka yang satu
dengan boneka yang lainnya saling berkaitan dan saling berhubungan, boneka jari
ini disajikan dalam bentuk permainan yang masing-masing dari boneka tersebut
menunjukkan perwatakan pemegang peran tertentu. Misalnya, ayah yang
bijaksana, ibu yang peramah juga cerewet, anak laki-laki yang pemberani dan
penyayang, anak perempuan yang manja, dan sebagainya.
Penelitian dengan menggunakan boneka jari ini menuntut anak-anak untuk
menguraikan benda, mendorong mereka untuk mencari kata-kata dan membantu
mereka berbicara dan berpikir dengan lebih jelas.
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan
kemampuan berbicara anak Usia Taman Kanak-kanak dengan menggunakan
media boneka jari?
Rumusan masalah di atas dituangkan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi awal kemampuan berbicara anak usia Taman
Kanak-kanak pada Taman Kanak-Kanak-kanak Puspita Asih Kelompok B sebelum
2. Bagaimanakah langkah-langkah penggunaan media boneka jari dalam
meningkatkan kemampuan berbicara anak usia Taman Kanak-kanak pada
Taman Kanak-kanak Puspita Asih Kelompok B?
3. Bagaimanakah peningkatan kemampuan berbicara anak usia Taman
Kanak-kanak pada Taman Kanak-Kanak-kanak Puspita Asih Kelompok B setelah
diterapkan media boneka jari?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan kemampuan berbicara anak usia Taman Kanak-kanak
sebelum digunakan media boneka jari pada Taman Kanak-kanak Puspita Asih
Kelompok B.
2. Mendeskripsikan langkah-langkah penggunaan media boneka jari dalam
meningkatkan kemampuan berbicara anak usia Taman Kanak-kanak pada
Taman Kanak-kanak Puspita Asih Kelompok B .
3. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan berbicara anak usia Taman
Kanak-kanak setelah digunakan media boneka jari pada Taman Kanak-kanak
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi anak
a. Untuk membantu keaktifan anak dalam meningkatkan kemampuan berbicara
supaya lebih meningkat. Untuk membantu keberanian anak dalam
meningkatkan kemampuan berbicara dengan mengeluarkan ide atau
gagasannya agar lebih terstimulasi.
b. Untuk membantu anak agar lebih mudah menerima pembelajaran dalam
meningkatkan kemampuan berbicara melalui permainan boneka jari.
2. Manfaat bagi guru
a. Permainan boneka jari proses pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan
berbicara anak usia Taman Kanak-kanak tidak lagi pasif sehingga ditemukan
strategi pembelajaran yang tepat.
b. Memperoleh wawasan dan pengalaman baru yang bermakna dalam
membantu perkembangan anak secara optimal terutama dalam meningkatkan
kemampuan berbicara pada anak usia dini.
c. Metode yang digunakan tidak lagi bersifat konvensional tetapi bersifat
variatif dan inovatif.
3. Manfaat bagi lembaga Taman Kanak-kanak
a. Melalui permainan boneka jari memberikan gambaran kepada pihak sekolah
lebih bermakna bagi anak, sehingga tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan sebelumnya akan tercapai dengan hasil yang memuaskan.
b. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar.
c. Meningkatkan prestasi sekolah melalui peningkatan prestasi belajar anak dan
prestasi kinerja guru.
F. Struktur Organisasi Penulisan Skripsi
Urutan penulisan dari skripsi ini terdiri dari Bab I yaitu pendahuluan, yang
terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi laporan; Bab II yaitu kajian
pustaka, yang terdiri dari konsep perkembangan bahasa pada anak, konsep
kemampuan berbicara, konsep media pembelajaran, media boneka dan kerangka
pemikiran; Bab III yaitu metode penelitian, yang terdiri dari lokasi dan subjek
penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen
penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data; Bab IV yaitu hasil
penelitian dan pembahasan yang terdiri dari hasil penelitian, dan pembahasan;
Bab V yaitu kesimpulan dan saran yang terdiri dari kesimpulan dan saran; serta
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang penulis jadikan sebagai tempat penelitian adalah Taman
Kanak-Kanak Puspita Asih (TK) yang beralamat di Jln Pagarsih, Gg Siti Mariah IV, Kel
Jamika, Kec Bojongloa Kaler, Kab Bandung.
2. Subjek penelitian
Subjek Penelitian ini adalah anak di Taman Kanak-Kanak Puspita Asih di
kelas B dengan jumlah siswa sebanyak 20 orang. Penetapan lokasi ini berdasarkan
pertimbangan bahwa penulis menemukan masalah di sekolah ini, disamping
letaknya yang strategis dan juga memenuhi syarat untuk penelitian. Adapun waktu
pelaksanaan penelitian tindakan ini adalah pada tahun 2012.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian penggunaan boneka jari
untuk meningkatkan kemampuan berbicara ini merupakan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). PTK yang digunakan dalam desain penelitian ini bersifat partisipan
yang berbentuk siklus. Dikatakan bersifat partisipan, karena dalam penelitian
tindakan kelas ini peneliti terlibat langsung dengan subjek peneliti yang dilihat
sebagai pelaksana mulai dari tahap perencanaan, persiapan-persiapan penelitian,
pelaksanaan PTK Siklus I, menganalisis dan mensintesis setelah pelaksanaan
tindakan, kemudian merefleksikan semua kegiatan yang telah berlangsung dalam
Siklus I. Kemudian merencanakan tahap modifikasi, koreksi dan penyempurnaan
pembelajaran untuk Siklus II dan berlanjut ke Siklus III. Kegiatan ini berlangsung
hingga mendapatkan hasil yang signifikan. Hasil yang signifikan ini adalah
setelah anak mengalami peningkatan minimal 50% dari aspek penilaian
kemampuan berbicara yang digunakan.Penelitian Tidakan Kelas (PTK) yang
dilakukan oleh peneliti langsung, didasari oleh pernyataan Mc Niff (2010: 16)
yang memandang bahwa PTK sebagai bentuk penelitian yang reflektif yang
dilakukan oleh pendidik sendiri. Sejalan dengan pernyataan di atas, Chien (1990,
dalam Muslihuddin, 2009:73) berpendapat bahwa PTK partisipan dilakukan oleh
orang yang akan melaksanakan penelitian dan harus terlibat langsung dalam
proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan.
Peneliti berkolaboratif dengan pihak guru atau kepala sekolah.
Model penelitian tindakan kelas yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah model yang dikembangkan oleh John Elliot. Riset aksi model John Elliot
(Muslihuddin,2009: 71) menjelaskan bahwa prosedur penelitian tindakan kelas
dipandang sebagai siklus yang terdiri dari komponen perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi yang selanjutnya akan diikuti dengan siklus berikutnya.
Gambar 3.1: Desain PTK Elliot (Sumber : Muslihuddin, 2009: 71)
PTK ini dilaksanakan melalui proses pengkajian bersiklus, yang terdiri dari 4
tahap, yaitu:
1. Perencanaan
Tahap merencanakan merupakan langkah pertama dalam setiap kegiatan.
Pada tahap ini, peneliti akan menyusun rencana pembelajaran yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara anak melalui permainan boneka jari yang akan Perencanaan
Pengamata
Refleksi
Pelaksanaan
Siklus 2
Refleksi
Perencanaan Pengamatan
Pelaksanaan
Siklus I
Pelaksanaan
Perencanaa Pengamatan
Siklus 3
dituangkan ke dalam bentuk Satuan Kegiatan Harian (SKH) beserta skenario
tindakan yang akan dilaksanakan. Skenario mencakup langkah-langkah yang
dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan tindakan atau perbaikan. Guru juga
menyiapkan bahan belajar berupa media boneka jari. Boneka jari yang disiapkan
disesuaikan dengan tema pada hari itu. Selain itu, guru juga menyiapkan cara
merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan proses dan hasil
perbaikan. Guru menyusun instrumen non tes yaitu berupa pedoman observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Selain itu, untuk memantapkan keyakinan diri, guru
perlu mensimulasikan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini, guru dapat bekerja
sama dengan teman sejawat atau berkolaborasi dengan dosen LPTK.
2. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan implementasi dari perencanaan yang telah dibuat.
Pelaksanaan tindakan akan dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Guru mengkondisikan anak agar anak siap mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Pembelajaran dimulai dengan pembacaan do’a dan salam.
b. Setelah itu, guru bercakap-cakap dengan anak tentang tema pada hari itu.
Guru melakukan tanya jawab dengan anak tentang segala hal yang diketahui
anak mengenai tema yang sedang dibahas.
c. Kemudian guru memperlihatkan media boneka jari (sesuai dengan tema)
kepada anak. Media boneka jari tersebut dilaksanakan melalui sebuah
disediakan. Setelah itu, anak secara bergiliran mencoba bercerita dengan
menggunakan boneka jari tersebut.
d. Guru melakukan evaluasi yaitu dalam bentuk tanya jawab mengenai kegiatan
yang sudah dilaksanakan.
3. Pengamatan/Observasi
Peneliti melakukan observasi (pengamatan) selama proses tindakan
berlangsung. Hal-hal yang di observasi yaitu tentang kemampuan berbicara anak,
apakah anak memiliki keberanian dan kemampuan dalam mengungkapkan
ide/pikirannya tentang suatu hal. Berdasarkan pengamatan ini, guru akan dapat
menentukan apakah ada hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tindakan dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Refleksi
Peneliti mencoba melihat/merenungkan kembali apa yang telah dilakukan dan
apa dampaknya bagi proses belajar siswa. Peneliti juga akan merenungkan alasan
melakukan satu tindakan dikaitkan dengan dampaknya. Dengan cara ini, peneliti
akan menemukan kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang dilakukan.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan
cara observasi/ penelitian secara langsung,dalam penelitian ini untuk
mengatakan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang
sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.
Pendapat senada dikemukakan oleh Muslihuddin (2009) bahwa PTK
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
keprofesionalan guru atau tenaga kependidikan lainnya. Ciri khas penelitian ini
adalah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah
tersebut. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, tindakan dan
evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan
pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan
masalah.
Berdasarkan pendapat- pendapat tersebut, bahwa dilakukannya PTK dalam
penelitian ini adalah dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran khususnya
untuk meningkatkan kemampuan berbicara di Taman Kanak-kanak (TK) Puspita
Asih melalui media boneka jari. Melalui PTK ini peneliti dan guru bersama-sama
untuk mengintropesi, bercermin, merefleksi atau mengevaluasi diri sendiri
sehingga tertjadi peningkatan kompetensi sebagai guru Taman Kanak- kanak yang
dapat mempengaruhi peningkatan kualitas anak didik, baik dalam bidang domain
kognitif, afektif maupun psikomotorik, khususnya dalam peningkatan kemampuan
berbicara yang bermanfaat bagi anak didik, baik saat ini maupun di masa yang
1. Langkah Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan pengambilan data anak yang kurang mampu
dalam berbicara, sehingga jika penelitian telah selesai dilaksanakan dapat
diketahui berapa besar peningkatan anak yang mampu berbicara.
a. Rencana Tindakan
Rencana tindakan yang selanjutnya akan dilakukan adalah:
1). Guru menyiapkan segala sarana yang akan menjadi objek dalam pelajaran.
2). Guru memperkenalkan boneka jari kepada anak.
3). Guru menganalisis hasil belajar
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan secara bertahap dengan rincian sebagai berikut:
1). Tahap Pelaksanaan Tindakan
Peneliti menyiapkan media yang diperlukan misalnya Boneka Jari
2). Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK) Puspita Asih Bandung.
c. Observasi
1). Melaksanakan pelajaran sesuai dengan materi RPP.
2). Menanyakan satu persatu kepada siswa mengenai boneka jari yang
diperlihatkan oleh guru.
3). Memberikan tugas siswa
5) Menganalisis hasil yang di dapat.
D. Definisi Operasional
Definisi Operasional merupakan suatu definisi dari variabel penelitian yang
dapat dioperasionalkan atau dapat menjadi arahan untuk pelaksanaan di dalam
penelitian. Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi
atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan kita sehingga maksud pembicaraan dapat difahami
oleh orang lain (Suhendar dan Supinah 1997:16).
Sejalan dengan pendapat di atas Suhartono (2005: 123) mengungkapkan
bahwa “kegiatan pengembangan bicara anak yaitu agar anak mampu
mengungkapkan isi hatinya (pendapat, sikap) secara lisan dengan lafal yang tepat
untuk kepentingan berkomunikasi.” Aspek yang dinilai dalam keterampilan
berbahasa antara lain: pelafalan, tatabahasa, kosa kata, kefasihan, isi pembicaraan,
dan pemahaman yang diturunkan dalam beberapa kriteria penilaian.
Kemampuan berbicara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan anak untuk berkomunikasi mengucapkan kata-kata atau kalimat
sederhana melalui alat ucap yang dapat dikategorikan sebagai bahasa anak untuk
menyatakan keinginan, permintaan, pendapat, pikiran dan perasaannya terhadap
apa yang dilihat dan dialaminya kepada orang lain sebagai lawan bicara. Dengan
meningkatkan pelafalan, kosa kata, struktur tata bahasa,dan kefasihan anak dalam
berbicara. Hal ini merupakan aspek-aspek kemampuan berbicara yang dinilai
dalam penelitian yang dimaksud.
2. Media Boneka Jari
Media Boneka adalah boneka yang bisa dipakai dalam kegiatan bercerita
yang dapat digunakan sebagai pemeran tokoh dalam cerita bisa berupa boneka
tangan, boneka wayang dan boneka jari Gunarti, W. dkk (2010:5.19).
Boneka Jari adalah suatu media boneka dalam bentuk boneka jari yang dibuat
dari bahan kain flanel warna warni, dengan menggunakan alat seperti: gunting,
jarum dan benang sulam yang dibentuk sesuai dengan figur cerita, satu narasi
cerita dapat beberapa boneka, potongan kain 4-6 cm, penyelesaian boneka dijahit
dengan tusuk feston.
Yang dimaksud boneka jari dalam penelitian ini adalah boneka yang disajikan
dalam bentuk permainan yang digunakan untuk membantu anak dalam
meningkatkan kemampuan berbicaranya. Menurut pendapat Zaman (2007: 20)
menyatakan bahwa: Boneka jari berfungsi untuk: 1) mengembangkan aspek
bahasa, 2) mengembangkan aspek moral/menanamkan nilai-nilai kehidupan pada
anak, 3) daya fantasi. Adapun media boneka yang digunakan dalam penelitian ini
adalah beberapa bentuk boneka jari yang dibuat oleh peneliti yang disesuaikan
Gambar: 3.2 Gambar: 3.3
Siklus I Siklus II
Tema : Keluarga Tema : Binatang Sub tema :Anggota Keluarga Sub tema : Binatang liar
Gambar: 3.4 Siklus III Tema: Binatang Sub tema : Binatang ternak
E. Instrumen Penelitian
Definisi instrumen menurut Arikunto (2010: 203) adalah “suatu alat/fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data, agar pekerjaan lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistimatis
sehingga lebih mudah diolah”. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan
adalah pedoman observasi yang di dalamnya terdiri dari aspek-aspek kemampuan
berbicara yang harus diamati disertai dengan skala penilaian berupa kategori BB
(berkembang baik), BSH (Berkembang Sesuai Harapan), BSB (Berkembang
aspeknya. Hasil skala penilaian yang diperoleh dari hasil observasi terhadap
kemampuan berbicara anak dijadikan dasar bagi keberhasilan penelitian.
Instrumen penelitian berasal dari kisi-kisi instrumen yang terdiri dari dua
variabel dan tiga sub variabel yaitu aspek kemampuan berbicara. Aspek
kemampuan berbicara dirumuskan dalam indikator yang dijabarkan ke dalam
pernyataan (aspek penilaian kemampuan berbicara). Kisi-kisi instrumen penelitian
tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Penggunaan Boneka Jari
b.Mengajukan
alat yang diperlukan
2. Pelaksanaan a.Menyebutkan judul cerita untuk menarik
-Permendiknas, No 58. Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini
F. Tehnik Pengumpulan Data
Setelah menentukan instrumen penelitian, maka langkah selanjutnya adalah
teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh adalah data jenis kualitatif,
sehingga hasil penelitian harus dipaparkan melalui deskripsi khusus tentang data
yang diperoleh. Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Arikunto (2010:199) mengemukakan bahwa ”observasi adalah kegiatan
pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
mencapai sasaran”. Menurut Wiriatmaja (2005: 105 dalam Siska, 2011) observasi
harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
a. Memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus diamati apakah
yang umum atau yang khusus.
b. Menentukan kriteria yang diobservasi, dengan terlebih dahulu
mendiskusikan ukuran-ukuran apa yang digunakan dalam pengamatan.
Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data dan
gambaran tentang kemampuan berbicara anak kelas B sebelum dan sesudah
digunakan media boneka jari.
Alat pengumpul data yang digunakan pada saat observasi adalah lembar
instrumen observasi yang berisi pernyataan yang menggambarkan
komponen-komponen atau aspek-aspek kemampuan berbicara anak, dan pedoman observasi
pada aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
boneka jari. Adapun pedoman observasi yang digunakan oleh peneliti dapat
2. Wawancara
Wawancara adalah salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang banyak
digunakan dalam penelitian yang pada pelaksanaannya dilakukan secara lisan
dalam pertemuan tatap muka secara individual.
Wawancara dilakukan kepada responden seperti kepala sekolah dan guru
untuk mengetahui kondisi guru, situasi sekolah, latar belakang siswa, bagaimana
kemampuan berbicara anak, program yang digunakan dalam merangsang
kemampuan berbicara anak, kendala dan upaya yang dihadapi guru dalam
meningkatkan kemampuan berbicara anak. Adapun format wawancara yang
digunakan oleh penulis dapat dilihat pada lampiran.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan dan
dianalisis sebagai bahan laporan penelitian.
Untuk memperkaya data pada saat penelitian tindakan kelas, peneliti
menggunakan media lain seperti foto. Peneliti akan mendokumentasikan
gambar-gambar foto ketika proses pembelajaran meningkatkan kemampuan berbicara
anak dengan menggunakan boneka jari berlangsung. Media ini berfungsi sebagai
dokumentasi suasana kelas, menggambarkan detail tentang peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi ketika PTK dilakukan, serta sebagai alat untuk mengingatkan
G. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriftif
kualitatif dan teknik analisis deskriftif persentase. Menurut Arikunto (2010: 132)
analisis merupakan usaha memilih, memilah, membuang, menggolongkan serta
menyusun ke dalam kategori, mengklasifikasikan data untuk menjawab
pertanyaan pokok : (1) tema apa yang dapat ditemakan pada data, (2) seberapa
jauh data dapat mendukung tema/arah/ tujuan penelitian, kegiatan yang saling
terkait satu sama lainnya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menelaah seluruh sumber yang telah diperoleh untuk mendapatkan
data tersebut. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis dalam
kualitatif. Komponen tersebut yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan focus,
menyederhanakan, meringkas dan mengubah bentuk data mentah yang ada dalam
catatan lapangan.
2. Display Data
Setelah direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data,
penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya yang berbentuk teks bersifat naratif. Dengan
display data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
3. Verifikasi
Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan
dalam penelitian ini mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan
sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena seperti telah dikemukakan bahwa
masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kuantitatif masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.
Data utama yang dianalisis adalah hasil observasi aktivitas yang dilaksanakan
anak selama kegiatan pembelajaran di kelas. Hasil wawancara dianalisis secara
deskriptif berdasarkan pada informasi yang disampaikan oleh guru. Data hasil
observasi setiap butir aspek yang diamati selama tiga siklus dihitung dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi, menurut Supranto (2000: 62) distribusi
frekuensi adalah pengelompokan data kedalam beberapa kelompok (kelas) dan
kemudian dihitung banyaknya data yang masuk kedalam tiap kelas. Adapun cara
perhitungan kemampuan mengenal konsep bilangan menggunakan tabel distribusi
frekuensi adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 2 Distribusi Frekuensi
Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Siklus I
No Kategori Interval Tally F %
1 BB 16 - 26 IIII IIII
III 13 65
2 BSH 27 – 37 IIIII II 7 35
Keterangan :
1) Mencari interval
a) Jumlah indikator/item x nilai tertinggi (keterangan pada pedoman observasi)
16 x 3 = 48
b) Hasil perkalian - jumlah indikator/item
48 – 16 = 32
c) Hasil pengurangan – jumlah kategori (keterangan pada pedoman observasi)
32 : 3 = 10.6 maka dibulatkan menjadi 11
Sehingga ditemukan jumlah interval adalah 11 yang akan ditetapkan pada
kategori: BB = 16 – 26
BSH = 27 - 37
BSB = 38 - 48
2) Menggisi Tally dan Frekuensi (F)
Mengisi column tally dan frekuensi berdasarkan hasil skor kemampuan
mengenal konsep bilangan pada lampiran IV
3) Mencari persentase
Mencari persentase dengan rumus :
P =
n F
X 100%
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang “ Meningkatkan Kemampuan Berbicara
Anak Usia Taman Kanak-kanak Melalui Penggunaan Boneka Jari” di sebuah
Taman Kanak-kanak (TK) Puspita Asih di Jalan Pagarsih, Gg. Siti Mariah IV No.
450/86 RT. 06 RW. 01 Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler Bandung
40231, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kondisi awal kemampuan berbicara anak Taman Kanak-kanak Puspita Asih
kelompok B sebelum diterapkan metode bercerita dengan menggunakan
media boneka dinilai kurang berkembang. Hal ini tampak dari
ketidakmampuan anak dalam menjawab pertanyaan (apa, siapa, mengapa,
dimana, berapa, bagaimana), mengajukan pertanyaan (apa, siapa, mengapa,
dimana, berapa, bagaimana), mengungkapkan pendapat secara sederhana, dan
melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan guru.
Kondisi tersebut disebabkan karena beberapa faktor diantaranya pemilihan
metode yang kurang tepat serta kurangnya media dalam pembelajaran.
2. Pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak
usia taman kanak-kanak dengan menggunakan boneka jari sengaja dirancang
dalam tiga Siklus yaitu Siklus I, Siklus II, dan Siklus III yang dari tiap
siklusnya dilaksanakan dalam satu tindakan. Hal ini bertujuan untuk
ingin dicapai. Sebelumnya guru dan peneliti secara berkolaborasi membuat
perencanaan pembelajaran dengan menggunakan boneka jari yang berbeda
dalam setiap siklusnya, disesuaikan dengan tema, sub tema dan topik yang
sedang berjalan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Setiap siklus
diawali dengan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dan pengamatan
serta diakhiri dengan refleksi. Media boneka yang digunakan dibuat
sedemikian rupa, sehingga anak menjadi tertarik untuk mengikuti kegiatan
bercerita, dan suasana pembelajaran terlihat menyenangkan.
3. Kemampuan berbicara anak TK Puspita Asih kelompok B setelah diterapkan
metode bercerita dengan menggunakan media boneka mengalami
peningkatan yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan anak
dalam: a) menjawab pertanyaan dengan suara yang jelas, b) menjawab
pertanyaan dengan tepat, c) menjawab pertanyaan dengan pengucapan yang
benar, d) mengajukan pertanyaan dengan sura yang jelas, e) mengajukan
pertanyaan dengan suara yang jelas, f) mengajukan pertanyaan dengan tepat,
g) mengungkapkan pendapat secara sederhana dengan suara yang jelas, h)
mengungkapkan pendapat secara sederhana dengan tepat, i) mengungkapkan
pendapat secara sederhana dengan pengucapan yang benar, j) bercerita di
depan kelas dengan lafal yang benar, k) bercerita di depan kelas dengan suara
yang jelas, l) bercerita di depan kelas sesuai karakter dalam cerita.
Kemampuan anak tersebut menjadi lebih baik dan meningkat dibandingkan
dengan hasil yang dicapai ketika kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis sampaikan saran berkenaan dengan
penggunaan media boneka untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak,
diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
a) Program pembelajaran berbahasa dalam aspek kemampuan berbicara anak
lebih ditingkatkan lagi dengan menggunakan metode-metode dan media
yang menarik dan bervariasi, sehingga kemampuan berbicara anak lebih
terstimulasi dan berkembang secara optimal.
b) Mendukung upaya guru dalam menggunakan metode dan media yang tepat
untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak.
c) Menjaga dan menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dengan guru
supaya dalam pengembangan peningkatan kemampuan berbicara
mendapatkan hasil yang optimal.
d) Memberikan pengarahan atau himbauan secara bertahap kepada orang tua
akan pentingnya mengembangkan dan melatih kemampuan berbicara anak
sejak dini melalui suatu kegiatan bercerita yang menarik dan bermakna
bagi anak.
e) Memberikan dan menyediakan fasilitas yang mendukung terlaksananya
metode bercerita dengan memfasilitasi media pembelajaran yang
2. Bagi Guru
a) Dalam merencanakan penggunaan boneka jari, sebaiknya direncanakan
dengan seksama, baik dalam pemilihan tema atau sub tema yang akan
digunakan dalam kegiatan bercerita, serta boneka yang akan digunakan
dirancang sedemikian rupa sehingga menarik perhatian anak dan sesuai
dengan prosedur atau langkah-langkah penggunaannya.
b) Pembelajaran dilakukan berpusat pada anak (child-centered) bukan
berpusat pada guru (teacher-centered). Guru hanya berperan sebagai
fasilitator, motivator dan evaluator bagi anak, sehingga anak akan terlihat
aktif dalam suatu kegiatan dan mereka dapat mengeksplor semua potensi
yang ada pada dirinya.
c) Guru hendaknya dapat menciptakan suasana yang nyaman, kondusif, dan
menyenangkan dengan memilih dan memilah metode dan media yang
akan digunakan dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak.
d) Guru hendaknya tanggap kepada pembicaraan anak, sehingga dapat
mengoreksi kesalahan yang dilkukan anak dalam berbicara yang tidak
mengunakan bahasa yang benar.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a) Kemampuan berbicara anak merupakan aspek yang sangat penting bagi
perkembangan anak, oleh karena itu diharapkan ada penelitian selanjutnya
mengenai kemampuan berbicara anak dengan menggunakan metode dan
b) Penggunaan boneka jari dapat menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain
untuk dijadikan bahan penelitian dalam meningkatkan aspek-aspek
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI: PT Rineka Cipta.
Aisyah, S. et al. (2008). Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Dhieni, Nurbiana. (2005). Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Dhieni, Nurbiana. (2006). Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Departeman Pendidikan Nasional (2005), Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal, Jakarta
Eliyawati, Cucu. (2005). Pemilahan dan Pengembangan Sumber Belajar untuk Anak Usia Dini. Jakarta: DIKTI.
Feez, Susan. (2010). Child Language. Australia: Cambridge University Press.
Gunawan, T. (2010). Mendongeng Dengan Boneka. Jakarta: Penerbit Sarana Bobo.
Gunarti, W. dkk. (2010). Pengertian Media Boneka. [Online]. Tersedia: http://aaps10.blogspot.com/2012/10/media-boneka-tangan.html [18 Januari 2013]
Hendrikus, D.W. (1991). Retorika (Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosasi). Yogyakarta: Kanisius.
Hurlock, B, Elizabeth, (1990). Psikologi Perkembangan.Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Iskandarwassid dan Sunendar, D. (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Masitoh. (2007). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ditjen PMPTK Departemen Pendidikan Nasional Dengan Universitas Pendidikan Indonesia.
Moeslichatoen, (2004). Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Muslihuddin.(2009). Kiat sukses melakukan peneltian tindakan kelas. Bandung: Rizgi Press.
McNiff. Jean & Whitehead Jack. (2010). Doing andWritingAction Research. London: SAGE.
Montolalu, (2007). Pengertian Sandiwara Boneka. [Online]. Tersedia:
http://aaps10.blogspot.com/2012/10/media-boneka-sandiwara.html [18 Januari 2013]
Permendiknas, No 58. (2009). Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kepala Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional.
Solchan, T.W. et al. (2008). Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suhendar, M.E. dan Supinah, P. (1997). MKDU Bahasa Indonesia. Bandung: CV. PIONIR JAYA.
Saleh, C. (1988). Pedoman Guru (Bidang Pengembangan Kemampuan Berbahasa di Taman Kanak-kanak). Jakarta: Depdikbud.
Suhartono. (2005). Pengembangan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Sadiman, Arif. (2003). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadiman, Arif. (2007). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siska, Yulia. (2011). Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Thesis Magister pada Program Pasca Sarjana UPI. Bandung. Tidak dipublikasikan.
Sutadi, R.K. dan Deliana, S.R. (1994). Permasalahan Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik
Yusuf, S. (2002). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung Remaja Rosdakarya.
Zaman, B. et al. (2007). Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Universitas Terbuka.