NASKAH PUBLIKASI
Oleh : DIANA SAFITRI
J 210 110 220
FAKULTAS ILMUKESEHATAN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II
DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA
Diana Safitri*
Agus Sudaryanto, S.Kep., Ns., M.Kes** Rina Ambarwati, S.Kep., Ns**
Abstrak
Pasien diabetes mellitus dalam kehidupan sehari-hari dapat mengalami keterbatasan aktivitas fisik. Hal ini karena rasa sakit yang dirasakannya. Kondisi ini dapat menjadikan rasa putus asa, kehilangan semangat dapat sehat yang akhirnya dapat menjadikan depresi. Depresi yang terjadi dapat semakin meningkat hingga pasien merasa hidupnya semakin kurang berarti. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di rawat inap Rumah Sakit Islam Surakarta 5 orang pasien Diabetes Melitus dikatahui 3 orang sudah mengalami komplikasi diantaranya gagal ginjal, stroke, penurunan penglihatan mereka mengatakan bosan karena penyakitnya tidak kunjung sembuh, dan merasa membebaninya. Dua orang pasien baru mengatakan baru mengetahui kalau dirinya terkena diabetes mellitus. Kondisi ini menjadikan hilangnya semangat dalam menjalani hidup. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien Diabetes Melitus tipe II di Rumah Sakit Islam Surakarta.
Jenis penelitian adalah desain survai analitik dengan pendekatan crossescitonal. Sampel penelitian adalah pasien penderita DM tipe II yang tercatat sebagai pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam sebanyak 87 orang dari populasi pasien DM 231 pasien. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Instrument penelitian menggunakan kuesioner tingkat depresi dari The Beck Depresion Inventory dan kualitas hidup yang menggunakan Quality of Life Instrument for Indian Diabetes Patients (QOLID). Analisis data penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien Diabetes Melitus tipe II menggunakan uji Fisher exact. Hasil penelitan diketahui 51 responden (58,6 %) mengalami depresi sedang dan 36 responden (41,4%) dengan depresi ringan. Terdapat 46 responden (52,9%) dengan kualitas hidup yang baik dan 41 responden (47,1%) dengan kualitas hidup buruk. Hasil analisis data dari uji fisher exact diperoleh p-value = 0,001. Nilai p- value <0,05 disimpulkan terdapat hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien Diabetes Melitus tipe II di Rumah Sakit Islam Surakarta
RELATIONSHIP BETWEEN DEPRESSION WITH QUALITY OF LIF E Of DIABETES MELLITUS II PATIENTS IN ISLAM HOSPITAL
OF SURAKARTA
Abstract
Patients with diabetes mellitus in everyday life can have limited physical activity. This is because of the pain. This condition can make sense of hopelessness, loss can be a healthy spirit that can ultimately make the depression. Depression that occurs can be increased until the patient feels his life is getting less meaningful. Based on the results of preliminary studies in inpatient Surakarta Islamic Hospital 5 patients with diabetes mellitus That 3 patients already have complications such as kidney failure, stroke, decreased vision bored because they say the disease does not go away, and felt weighed her down. Two new patient said that he only learned of diabetes mellitus. This condition makes the loss of spirit in life. objective aim to relationship between depression with quality of Life of Diabetes Mellitus Ii Patients At Islam Hospital of Surakarta
Kind of research is an analytic survey design cross-sectional approach. sample research was 87 patients with diabetes mellitus type II at the Islamic Hospital of population are 231 patients. Taking sample is using accidental sampling. Research instrument used questionnaires depressed level of The Beck Depression Inventory and quality of life (QOLID). data Analysis research know whether there is a relationship between depression with quality of life of patients with type II diabetes mellitus using Fisher exact test. Research results are known 51 respondents (58.6%) had moderate depression and 36 respondents (41.4%) with mild depression. There were 46 respondents (52.9%) with a good quality of life, and 41 respondents (47.1%) with a poor quality of life. Results from the data analysis Fisher's exact test obtained p-value = 0.001. P-value < 0.05 conclude there is a relationship between levels of depression and quality of life in patients with type II diabetes mellitus in Surakarta Islamic Hospital
Keywords: depression, quality of life, diabetes mellitus type II
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data badan pusat statistik BPS jumlah penyandang Diabetes Melitus tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang, dan berdasarkan penambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 memprediksikan kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus di Indonesia 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 pada tahun 2030. sedangkan badan federasi diabetes
Internasiona IDF pada tahun 2009 diperkirakan kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 (Fauzi,2011).
semakin menurun. Seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus dengan kadar gula yang tinggi jika tidak segera ditangani akan menyebabkan terjadinya komplikasi pada organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung pembuluh darah dan saraf. Komplikasi membahayakan jiwa maupun kualitas hidup pasien serta dapat mempengaruhi usia harapan hidup pasien Diabetes mellitus.
Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Surakarta, 5 orang pasien Diabetes Melitus yang menjalani Rawat Inap 3 orang sudah mengalami komplikasi diantaranya gagal ginjal, stroke, penurunan penglihatan mereka mengatakan bosan karena penyakitnya tidak kunjung sembuh, dan merasa membebaninya. Sedangkan 2 orang pasien baru mengatakan baru mengetahui kalau dirinya terkena diabetes melitus.
Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus tipe II di Rumah Sakit Islam Surakarta yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Islam Surakarta
LANDASAN TEORI Diabetus Melitus
Diabetes Melitus adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik dengan tingginya kadar gula dalam darah yang umumnya terjadi karena kelainan sekresi insulin yang disebabkan hormon insulin tidak dapat mencukupi sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengatur kadar glukosa di dalam darah.
Tanda dan gejala dalam Diabetes Militus.
Tanda dan Gejala yang khas pada pasien Diabetes Melitus antara lain: (1), Sering buang air kecil dengan volume yang banyak (poliuri) lebih sering terutama pada malam hari (2), mudah merasa haus dan ingin minum sebanyak-banyaknya (polidipsi). (3), nafsu makan meningkat (polifagi) (4), berat badan menjadi turun, mudah lelah dan sering mengantuk, gejala lain seperti gatal-gatal, kesemutan dikaki, luka yang tidak kunjung sembuh (Hartini, 2009).
Depresi
Menurut Hadi, (2004) Depresi adalah gejala suatu perasaan sedih yang biasanya disertai dengan gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tak berdaya dalam kehidupanya. Sedangkan menurut Ibrahim, (2011), Depresi merupakan penyakit yang bagian-bagiannya terdiri dari sindroma klinik. Sidroma klinik ini berkaitan dengan gangguanalam perasaan, alam pikir dan tingkah laku motoriknya yang menurun.
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus
dimasa yang akan datang terhadap lingkungan mereka.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain survai analitik Pendekatan yang digunakan pendekatan Cross Sectional
Populasi penelitian adalah keseluruhan pasien penderita DM tipe II yang tercatat sebagai pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Surakarta pada satu tahun terakhir bulan Januari- Desember 2012 diperoleh data sebanyak 231 pasien.Sampel penelitain 87 pasien.teknk sampling eksidental Kriteria Sampel
Ktriteria inklusi
Pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap yang didignosa dengan diabetes melitus tipe II. Pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap yang sudah lama menderita penyakit diabetes melitus minimal 2 tahun. Pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap yang kooperatif dan bisa menyelesaikan kuesioner secara sempurna
Kriteria ekslusi
Pasien rawat inap yang menderita diabetes melitus yang tidak bisa menyelesaikan kuesioner secara sempurna karena keterbatasan fisik karena kondisi pasien yang lemah sehingga tidak memungkinkan untuk menyelesaikan kuesioner. Pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap pada tahap pelaksaanaan klien menolak untuk dijadikan sebagai responden
Instrument Penelitian
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden
1. Distribusi Responden Berdasarkan karakteristik
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden penelitian di Rumah Sakit Islam Surakarta bulan Mei 2013
No. Karakteristik Jumlah frekuensi
1 Jenis kelamin
Laki-laki 22 25,3
Perempuan 65 74,7
2 Usia :
Middle age 64 73,6
Elderly 19 21,8
Old 4 4,6
3 Pendidikan
SD 15 17,3
SMP 18 20,7
SMA 49 56,3
PT 5 5,7
4 Lama DM II
2-3 Tahun 32 36,8
4-5 Tahun 40 46,0
6-7 Tahun 15 17,2
Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 65 responden (74,7%), sedangkan laki sebanyak 22 responden (25,3%), artinya sebagian besar penderita Diabetes Melitus di rumah sakit islam Surakarta adalah perempuan.
Distribusi frekuensi untuk usia responden diketahui adalah middle age sebanyak 64 orang (73,6%), lanjut usia (elderly) sebanyak 19 responden (21,8%) dan responden yang masuk dalam kelompok umur old sebanyak 4 orang (4,6%). Berdasarkan distribusi frekuensi untuk pendidikan responden paling banyak berpendidikan SMA sebanyak 49 orang (56,3%), 18 responden berpendidikan SMP
(20,7%), 15 responden berpendidikan SD (17,3%) dan terdapat 5 responden berpendidikan perguruan tinggi (5,7%).
Analisis Univariat Depresi
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat Depresi
Depresi F %
Depresi normal 0 0
Depresi ringan 51 58,6 Depresi sedang 36 41,4
Depresi Berat 0 0
Total 87 100,0
Tabel 3 diketahui sebagian besar responden mengalami depresi sedang sebanyak 36 responden (41,4%). Terdapat 51 responden (58,6%) mengalami depresi ringan. Tidak terdapat responden yang tidak mengalami depresi maupun depresi berat.
Kualitas hidup
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan kualitas hidup
Kualitas hidup F %
Baik 40 46.0
Sedang 6 6.9
Buruk 41 47.1
Total 87 100,0
Berdasarkan tabel 4 diketahui responden banyak yang masih mempunyai kualitas hidup dengan buruk sebanyak 41 orang (47,1%). Terdapat 40 responden (46%) yang mempunyai kualitas hidup baik dan 6 responden denagan kualitas hidup sedang (6,9%).
Analisis Bivariat
Tabel 5 dari 36 responden yagn mengalami depresi ringan, 29 responden mempunyai kualitas hidupa yang ringan, sementara 7 responden kualitas hidupnya buruk. Sebanyak 51 responden dengan tingkat depresi sedang, 17 responden masih mempunyai kualitas hidup baik, sementara 34 responden dengan kualitas hidupnya buruk.
Hasil uji hipotesis penelitian yang menggunakan uji korelasi ficher exact dengan signifikansi 0,001. Berdasarkan hasil uji statistic, keputusan yang diambil dalam hipotesa penelitian adalah Ho ditolak. Hipotesa nol ditolak dalam penelitian ini mempunyai arti ada hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien Diabetes II di Rumah Sakit Islam Surakarta
Tabel 5. Distribusi Hubungan antara depresi dengan Kualitas Hidup pada responden
Depresi
Kualitas Hidup
Jumlah P* Keputusan
Baik Buruk
N % N % N %
Ringan 29 33.3 7 8 36 41.4
0,001 Ho ditolak Sedang 17 19.5 34 39.1 51 58.6
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian mengenai jenis kelamin responden diperoleh data 74.7% jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Banyaknya responden perempuan dalam penelitian ini dapat karena faktor genetik dan kurangnya mulainya aktivitas gerak seperti olah raga pada responden yang menjadikan banyak responden mengalami sakit Diabetes melitus II, Menurut penelitian Rahmadiliyani (2006), menyatakan bahwa berdasarkan kakterisik responden menurut jenis kelamin terbanyak penderia Diabetes mellitus tipe II perempuan 29 responden (69,1%), sedangkan laki – laki 13 responden (30,9%) dari 42 responden. Prevalensi ini sangat dipengaruhi oleh faktor hormonal, tingkat obesitas, usia, dan gaya hidup.
Usia
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang terkena diabetes melitus II adalah usia hingga 59 tahun. Menurut Suyono dalam Zulianita (2008) diabetes melitus tipe II muncul pada usia diatas 45 tahun, karena pada usia 45 ke atas tubuh mengalami banyak perubahan terutama pada organ pankreas yang memproduksi insulin dalam darah. Namun hasil penelitian pada usia responden kurang sesuai dengan pendapat Goldberg dan Coon dalam Rochmah (2007) yang menyebutkan bahwa umur sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar gula darah, sehingga pada golongan umur yang makin tua prevalensi gangguan toleransi glukosa akan meningkat dan
demikian pula prevalensi diabetes mellitus II.
Resistensi insulin disebabkan oleh 4 faktor yakni pertama karena adanya perubahan komposisi tubuh, penurunan jumlah massa otot dari 19 % menjadi 12%, peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14% menjadi 30%, sehingga menyebabkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Turunnya aktifitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan Faktor lain adalah neuro-hormonal, khususnya insuline-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS).
Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian pada tingkat pendidikan responden diperoleh data yang berpendidikan SMA. Pendidikan SMA merupakan pendidikan yang sudah cukup untuk memperoleh wawasan dan depresi. Menurut Perry (2005) tingkat pendidikan dapat meningkatkan depresi seseorang tentang kesehatan. sehingga semakin tinggi pendidikan sesorang diharapkan semakin banyak depresi yang dimiliki dan dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, termasuk melakukan perawatan pada penderita
Penerimaan saran tersebut dapat mempengaruhi tingkat kualitas hidupnya. Saran untuk diet, olahraga, kontrol berat badan, pemantauan glukosa darah, penggunaan obat, dan kontrol makrovaskuler. Saran yang diterima dan dijalani dapat meningkatkan kualitas hidup (Khan et al., 2009)
Lama menderita penyakit DM Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menderita Diabetes mellitus tipe II selama 4 sampai 5 tahun. Banyaknya responden yang menderita sakit Diabetes Melitus tipe II 4 sampai 5 tahun disebabkan karena penyakit DM adalah penyakit yang bersifat genetic, menahun. Selain itu DM jika kadar gula darah yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan saraf atau neuropati diabetes mellitus tipe II. Hasil penelitian Narayan (2004) menemukan bahwa sampel penelitian telah mengalami sakit diabetes mellitus tipe II lebih dari 5 tahun, yang berimbas pada tingkat kepatuhan perawatan diabetes mellitus tipe II Tingkat Depresi pasien diabetus mellitus II
Berdasarkan hasil penelitian tingkat depresi responden, menunjukkan 58.6% responden mempunyai depresi tingkat sedang Banyaknya tingkat depresi ini dapat dipengaruhi oleh lamanya responden menderita diabetes melitus. Responden beranggapan bahwa sakit yang dideritanya tidak akan cepat sembuh dan merasa mempunyai gangguan citra tubuh. Lamanya sakit pada responden dapat berdampak bukan hanya pada fisik, tapi psikis respoden sehingga apa yang menjadi
keinginan seperti sembuh tidak dapat terwujud, dimana penyakit sangat sulit bahkan tidak dapat disembuhkan.
Seseorang yang didiagnosis menderita diabetes melitus harus merubah seluruh gaya hidupnya guna menghindari terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan atau penyakit yang lebih parah. Perubahan gaya hidup yang terjadi pada penderita diabetes melitus, terutama soal pengaturan pola makan (diet DM), pola istirahat, dan latihan jasmani (olah raga) yang terkesan mendadak seringkali membuat penderita tidak
sabar dan cenderung
mengaringanannya. Penanganan diabetes melitus sangat memerlukan motivasi dan ketekunan dari penderitanya. Apabila penderita sedikit saja lalai dalam mengontrol kadar gulanya, enggan berolah raga secara teratur, dan menjalani pola makan yang tidak sesuai, maka akan menyebabkan munculnya komplikasi yang tidak diinginkan.
Akibat dari perubahan yang terjadi pada responden seperti terjadi perubahan berat badan yang menurun, dimana jenis asupan makan, pola makan yang berubah akibat asupan makan yang dibatasi menjadikan responden terbatas dalam melakukan aktivitas. Energy yang berkurang dari asupan makan yang kurang menjadikan responden merasa sedih, dengan kondisi kesehatannya menjadikan meningkatnya tingkata depresi.
Kualitas hidup
Buruknya kualitas hidupnya menunjukkan bahwa mulai kehilangan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik. Kemampuan aktivitas sehari-hari menjadi sangat terbatas.
Sebagai contoh, dengan responden adalah seorang pekerja aktif, berpendapatan tinggi, namun setelah mengalami diabetes mellitus II segala aktivitasnya menjadi berubah. Responden tidak dapat bekerja seperti belum sakit. Hal ini berdampak pada hilangnya pendapatan yang biasa responden terima. Dengan hilangnya pendapatan tersebut maka dapat menurukan kemampuan daya beli responden. Hilangnya pendapatan responden juga berdampak pada kurangnya kemampuan dalam membiayai perawatan diabetes melitus di rumah sakit.
Dengan menurunnya
kemampuan secara fisik untuk beraktivitas, serta hilangnya pendapatan yang biasa diterima menjadikan kualitas hidup responden menjadi buruk. Gambaran responden yang mempunyai kualitas hidup yang buruk sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paschalides (2012), dimana dalam penelitiannya mencari hubungan timbal balik antara tingkat kecemasan dengan kualitas hidup pasien DM II. Pasien yang lebih rutin melakukan control lebih banyak mempunyai kualitas hidup yang baik, sebaliknya pasien DM II yang jarang control banyak yang mempunyai kualitas hidup buruk. Hubungan antara depresi dengan kualitas hidup
Berdasarkan hasil penelitian dalam tabulasi silang menunjukkan bahwa terdapat 7 responden yang
memiliki depresi sedang namun kualitas hidup buruk. Kondisi ini dapat digambarkan bahwa beban yang dirasakan pada penderita diabetes mellitus menjadikan segala aktivitas dalam kehidupannya menjadi terbatas. Meskipun tidak selalu sedih, masih, tidak merasa kecewa, namun dengan segala keterbatasan aktivitas menjadikan keinginan yang diharapkan menjadi tidak terwujud. Kegagalan harapan dalam menjalani aktivitas menjadikan kualitas hidup responden menjadi buruk.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Redekop (2010) yang meneliti mengenai hubungan kualitas hidup dengankepuasan perawatan pada pasien Diabetes Melitus tipe II, dimana dalam penelitiannya pasien yang melaukan terapi insulin dan pasien dengan yang disertai komplikasi lebih rendah terhadap kepuasan perawatan. Rendahnya kepuasan yang diperoleh cenderung menjadikan pasien buruk dalam kualitas hidupnya.
Terdapat 29 responden yang mempunyai depresi ringan dan mengalami menjadikan kuliatas hidupnya baik. Responden dengan depresi yang ringan dapat menjadikan perubahan pada cara berpikir bagaimana harus merawat diabetes melitus untuk mempercepat penyembuhan luka meskipun dari hasil observasi peneliti hanya sebagian kecil responden mengalami hal tersebut. Dengan depresi yang ringan, respoden akan lebih berhati-hati dalam mengatur pola makan sesuai dengan diitnya, selalu melakukan pemeriksaan berkala pada diabetus Tindakan responden yang berpangkal dengan depresi yang ringan menjadikan depresi menjadi ringan meskipun responden mengetahui bahwa diabetus mellitus adalah penyakit yang sulit untuk sembuh.
Pada umumnya pasien diabetes melitus sangat rentan untuk mengalami depresi. Gangguan depresi yang dialami adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi kognitif pada diri sendiri (Lubis, 2009). Pasien diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi diabetes melitus yang parah akan memiliki dampak pembatasan kehidupan sehari-hari akibat adanya luka diabetes. Mereka akan mengalami isolasi sosial di masyarakat, mempunyai mobilitas yang rendah, dan memerlukan sering pengobatan klinis. Hal itu juga mengalami dampak psikologis negative pada pasien. Pasien dengan diabetus mellitus sering mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi, takut untuk tidak puas, masa depan yang tidak ringan pada kehidupan pribadi mereka dan penyesuaian psikososial
yang lebih buruk terhadap penyakitnya (Mazlina, et al. 2011).
Hasil penelitian ini juga searah dengan hasil penelitian Egede dan Ellis (2010) yang meneliti mengenai Diabetus mellitus II and depression:
Global perspectives menyimpulkan
bahwa penyakit diabetus mellitus II dan depresi adalah saling berhubungan secara signifikan mengenai morbiditas,
mortalitas, dan biaya
kesehatan. Kurangnya kepatuhan dalam melakukan kontrol terhadap sakit diabetus mellitus, kontrol metabolik yang masuk ke dalam katagori buruk akan meningkatkan komplikasi yang lebih tinggi, menurunkan kualitas hidup, peningkatan risiko kecacatan, kehilangan produktivitas dan meningkatkan risiko kematian.
Simpulan
1. Sebagian besar responden penelitian mempunyai depresi ringan.
2. Sebagian besar responden penelitian mempunayi kualitas hidup yang buruk.
3. Terdapat hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien Diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Islam Surakarta. Saran
1. Penderita
a. Penderita Diabetus Mellitus
hendaknya senantiasa
aktif mengikuti penyuluhan kesehatan, bertanya kepada petugas kesehatan, atau bertukar pengalaman informasi mengenai penyakit diabetus mellitus dari pengalaman penderita diabetus mellitus yang lain.
b. Penderita Diabetus Mellitus harus selalu memupuk motivasi, agar tetap bersemangat dalam menjalani hidup sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. 2. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan hendaknya dapat memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien diabetus mellitus yang mengalami depresi bahwa dengan adanya pemeriksaan terus dilakukan memungkinkan pasien diabetus mellitus dapat sembuh. 3. Bagi peneliti selanjutnya
a. Diharapkan untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya dengan responden yang berbeda.
b. Diharapkan untuk mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan kejadian diabetus mellitus diantaranya akibat/efek yang ditimbulkan selama perawatan. DAFTAR PUSTAKA
Egede L. dan Ellis, C. (2010)
Diabetus mellitus II and
depression: Global perspectives. Volume 87, Issue 3, March 2010, Malaysians About Perception For
Causes Of Depression.
6-9-2http://academia.edu/1318376/PAKI STAN_BUSINESS_REVIEW
Lubis. (2009). Dukungan sosial pada pasien kanker, perlukah?. Medan: USU press
Mazlina, M., Shamsul, A.S., Jeffery, F.A.S. (2011). Health-related Quality of Life in Patients with Diabetic Foot Problems in Malaysia. Vol 66. Malaysia. Med J
PaschalidesC. (2012) The associations of anxiety, depression and personal illness representations with glycaemic control and health-related quality of life in patients with type 2 diabetes mellitus. BMJ
journal. Diakses
http://www.jpsychores.com/article /S0022-3999(04)00450-7/abstract Perry & Potter. (2005). Fundamental
of nursing. Jakarta: Penerbit
Redekop,W. (2010) Health-Related Quality of Life and Treatment Satisfaction in Dutch Patients With Type 2 Diabetes. Diabetes
journals. Diakses
http://care.diabetesjournals.org/co ntent/25/3/458.short
Rochmah, Wasilah. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.: FK Universitas Indonesia.
Yusra, aini 2011. Hubungan Antara
Dukungan Keluar2ga Dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Militus Tipe 2 Di Poliklinik
Penyakit DalamRumah Sakit
Umum Pusat FatmawatiJakarta.
Universitas Indonesia, tesis,depok : Jurusan Keperawatan Universitas Indonesia
Zulianita I, 2008. Efektivitas senam diabetes terhadap control gula darah pasien Diabetes Mellitus di
RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta, Skripsi, Stikes
‘Aisyiyah, Yogyakarta.
Diana Safitri*: mahasiswa S-1 Transfer keperawatan FIK UMS
Agus Sudaryanto, S.Kep., Ns., M.Kes** : Dosen FIK UMS