• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X SMA BUDI MURNI 3 MEDAN TAHUN AJARAN 2011/2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X SMA BUDI MURNI 3 MEDAN TAHUN AJARAN 2011/2012."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMECAHAN MASALAH

DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN KUADRAT

DI KELAS X SMA BUDI MURNI 3 MEDAN TAHUN AJARAN 2011/2012

Oleh : Vicky T Siahaan

NIM 05311374

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini berjudul ”Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Dengan Metode Pemecahan Masalah Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat di Kelas X SMU Budi Murni 3 Medan Tahun Ajaran 2011/2012”. disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.

(4)

v

Teristimewa kepada Ayahanda Sepman V Siahaan, Ibunda T.Siagian, yang senantiasa memberikan doa dan motivasi serta dukungan baik secara material maupun nonmaterial kepada penulis dalam menyelesaikan studi di UNIMED. Tidak lupa penulis juga sangat berterimakasih kepada Abang penulis A.H.Turmudzi, adik penulis Utari Ahlina Batubara serta ucapan terima kasih kepada Maine Febriansyah Pratama, untuk semua bantuan doa, semangat dan bantuan material maupun tenaga yang sudah diberikan selama ini.

Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman seperjuangan dari kelas Reg. Dik.C ’05, kepada DUCK, Devi, Ulan, Cici, Chandra, Yanu, Jeges, Wenny, Mega, Dian Andrianto, Kuspuji Handayani dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang sama-sama berjuang dan banyak membantu penulis selama perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih karena telah memberikan warna-warni dalam perjalanan hidupku.

Ucapan Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada Rizki Fadlan, Ridwan, Reza, Novira, Faridz, Rendi, Soni, Arfian, Miwa, Dinda dan seluruh keluarga matahari yang telah memberikan dukungan penuh baik itu secara material maupun doa kepada penulis dalam mensukseskan penulisan skripsi ini.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan,____________2012 Penulis

(5)

iii

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA POKOK BAHASAN

PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X SMA BUDI MURNI 3 MEDAN TAHUN AJARAN 2011/2012

VICKY T SIAHAAN (NIM 05311374)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran metode pemecahan masalah lebih efektif dalam mengajarkan pokok bahasan persamaan kuadrat, dan selanjutnya untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran metode pemecahan masalah lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA Budi Murni 3 Tahun Ajaran 2011/2012.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Budi Murni 3. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yang dipilih secara acak (random sampling) yaitu kelas XA sebagai kelas eksperimen dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan kelas Xb sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran Konvensional.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata pos-tes pada kelas eksperimen adalah 75,23 sedangkan pada kelas kontrol diperoleh 70,67. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa dari 40 siswa terdapat 26 orang siswa (86,6%) yang tuntas belajar dan 4 orang siswa (13,3%) yang tidak tuntas belajar. Dari kriteria pencapaian ketuntasan indikator pembelajaran sebanyak 3 indikator (85,7%) yang tuntas dari 4 indikator yang ada. Sedangkan dari hasil observasi, proses pembelajaran termasuk dalam kategori baik, dengan rata-rata nilai akhir 84,00. Dari kriteria efektifitas pada penelitian ini maka diperoleh bahwa pembelajaran model kooperatif tipe STAD efektif.

Selanjutnya untuk menguji hipotesis dilakukan uji statistik-t, dari perhitungan diperoleh harga thitung =1,804 dan ttabel = 1,667 pada taraf  0,05

(6)

vi

DAFTAR ISI

halaman

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar isi vi

Daftar Lampiran viii

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 7

1.3. Batasan Masalah 7

1.4. Rumusan Masalah 8

1.5. Tujuan Penelitian 8

1.6. Manfaat Penelitian 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Kerangka Teoritis 10

2.1.1. Pengertian Masalah Matematika 10 2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 11

2.1.3. Proses Belajar Matematika 13

2.1.4. Kesulitan Belajar Matematika 15 2.1.5.Diagnostik Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika Siswa 16 2.1.6.Pendekatan Pembelajaran Matematika 18 2.1.7.Penerapan Pendekatan Active Learning di Kelas 18 2.1.8 Active Learning Tipe Index Card Match 20

2.2. Materi Pertidaksamaan 23

2.2.1.Daerah Penyelesaian Pertidaksamaan 23

2.2.2.Jenis Pertidaksamaan 24

(7)

vii

2.2.4.Implementasi Pendekatan Active Learning tipe Index Card

Match dalam Pengajaran Matematika 28 2.2.5.Teori Belajar yang Mendukung 26 2.2.6.Hasil Penelitian Yang Relavan 30

2.3 Kerangka Konseptual 32

2. 4 Hipotesis Tindakan 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 35

3.2. Subjek dan Objek Penelitian 35

3.2.1. Subjek Penelitian 35

3.2.2. Objek Penelitian 35

3.3. Jenis Penelitian 35

3.4. Alat Pengumpul Data 36

3.4.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 36

3.4.2. Observasi 36

3.4.3. Wawancara 36

3.5. Rancangan Penelitian 37

3.6. Teknik Analisis Data 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 45

4.1.1 Siklus I 45

4.1.2 Siklus II 65

4. 2 Diskusi Hasil Penelitian 81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 86

5.2 Saran 87

(8)

xi

DAFTAR TABEL

[image:8.595.116.493.151.711.2]

Halaman

(9)

x

DAFTAR GAMBAR

[image:9.595.117.492.154.703.2]

Halaman Gambar 3.1. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan

kelas berdasarkan alurnya menurut tim

(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I 90 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II 97 Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III 100 Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV 107 Lampiran 5. Kisi – kisi tes diagnostik 109

Lampiran 6. Tes diagnostik 110

Lampiran 7. Alternatif Penyelesaian tes diagnostik 113

Lampiran 8. Tes Awal 116

Lampiran 9. Alternatif Penyelesaian tes Awal 117 Lampiran 10. Kisi – kisi kemampuan pemecahan masalah matematika- I 120 Lampiran 11. Tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa – I 121 Lampiran 12. Alternatif penyelesaian tes kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa 122

Lampiran 13. Kisi – kisi kemampuan pemecahan masalah matematika- II 124 Lampiran 14. Tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa –II 125 Lampiran 15. Alternatif penyelesaian tes kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa 126

Lampiran 16. Tehnik penskoran tes kemampuan pemecahan masalah 129 Lampiran 17. Analisis hasil evaluasi tes wal 131 Lampiran 18. Analisis hasil evaluasi siklus I 133 Lampiran 19. Analisis hasil evaluasi siklus II 135 Lampiran 20. Skor kemampuan masalah matematika siswa setiap siklus 137 Lampiran 21. Pengamatan untuk guru pada pembelajaran pada siklus I 138 Lampiran 22. Pengamatan untuk guru pada pembelajaran pada siklus II 140 Lampiran 23. Lembar hasil wawancara 142

(11)

ix

Lampiran 25. Lembar validasi tes kemampuan pemecahan masalah siswa I 125 Lampiran 26. Lembar validasi tes kemampuan pemecahan masalah siswa II 148

Lampiran 27. Contoh kartu ICM 151

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini dunia sedang memasuki era globalisasi yang merupakan akibat dari perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (IPTEK). Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembanan IPTEK memerlukan ilmu-ilmu dasar, diantaranya adalah ilmu matematika. Sebagai ratunya ilmu sekaligus pelayan ilmu sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan di era globaisasi. Oleh karena itu, matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan pengetahuan sains dan teknologi. Hal ini berarti sampai pada batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh setiap orang. Seperti yang dikemukakan oleh Sujono (1998:20):

”Matematika memegang peranan penting karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan menjadi sempurna. Matematika merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semuanya akan mendapatkan kemajuan yang tak berarti”.

Matematika juga merupakan kunci utama dari pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari sekolah. Tetapi, kebanyakan orang menganggap bahwa matematika itu merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga keinginan untuk mempelajari matemetika itu kurang. Sebagaimana dikemukakan Charles dan Lester (dalam Krismanto, 2003:6), yaitu ”Banyak siswa tumbuh tanpa menyukai matematika sama sekali. Mereka merasa tidak senang dalam mengerjakan tugas-tugas dan merasa bahwa matematika itu sulit, menakutkan dan tidak semua orang dapat mengerjakannya”.

(13)

2

Kondisi pengajaran matematika sendiri saat ini masih menunjukkan adanya peluang yang luas bagi diadakannya upaya perbaikan-perbaikan karena tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika masih rendah. Sesuai dengan hasil penelitian, yang dinyatakan oleh Masykur (2007:6) bahwa:

”Hasil penelitian di Indonesia, menunjukkan bahwa tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada semua jenjang pendidikan (SD-PT) masih sekitar 34%. Hal ini sangat memprihatikan banyak pihak, terutama yang menaruh perhatian dan minat khusus pada bidang ini”.

Jailani,1990 dan Haji, 1994 (dalam Dian Armanto, 2002 : 1) menyatakan bahwa: “Hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan bahwa masih banyak kelemahan yang dimiliki siswa kita dalam matematika diantaranya ketidakmampuan memahami konsep matematika”.

Hal ini membentuk sikap dan perilaku siswa yang takut akan matematika. Dampak negatifnya adalah hasil ujian nasional (UN) yang menunjukkan bahwa matematika merupakan pelajaran yang paling rendah nilainya jika dibandingkan dengan pelajaran lainnya dan hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Seperti yang dikemukakan Suharyanto dalam (http://www.smu.net.com/main.php?act&xkd=158) :

“Mata pelajaran matematika masih merupakan penyebab utama siswa tidak lulus UN. Dari semua peserta yang tidak lulus, sebanyak 24,44% jatuh dalam mata pelajaran matematika, sebanyak 7,9% akibat mata pelajaran bahasa Inggris dan 0,48% akibat mata pelajaran bahasa Indonesia.”

Karena rendahnya tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika tentu akan mempengaruhi mutu pendidikan matematika di Indonesia. Pada saat ini mutu pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan yang masih jauh tetinggal dari negara-negara tetangga. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahim dalam (http:/www.blogger.com/feeds/4510567821505579131/posts/defaul) yaitu:

(14)

3

Rendahnya hasil belajar matematika yang dilihat dari data survei TIMSS 2003 (Trends in International Mathematics and Sciencies Study) di bawah payung International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA) dalam (http:// rosykrida. wordpress.com) bahwa : “Indonesia pada posisi ke-34 untuk bidang matematika dan pada posisi ke-36 untuk bidang sains dari 45 negara yang disurvei”. Hal tersebut juga didukung Sisnandar (dalam Jihad, 2008 : 151) menyatakan :

“Mutu pendidikan dapat dilihat dari hasil studi internasional dimana penguasaan siswa SLTP pada mata pelajaran IPA dan matematika berada pada peringkat 32 dan 34 di bawah Malaysia. Hasil Ujian Akhir Nasional SLTP dan SMU dengan batas nilai kelulusan rata-rata 6,00 secara nasional belum meluluskan 100% bahkan ada sekolah yang 30% siswanya tidak lulus. Relevansi pendidikan dengan kehidupan juga masih rendah seperti banyak lulusan yang menanggur. Sejak tahun 1990 angka pengangguran dihadapi lulusan SMU sebesar 25,47% dan Diploma/S1 27,5%.”

Di sisi lain, kritik dan sorotan masih sering dikemukakan, terutama masih rendahnya nilai mata pelajaran matematika peserta didik dibanding mata pelajaran lain. Hal ini dapat dilihat juga dengan masih banyaknya siswa SMA yang tidak lulus UN dan kebanyakan dari mereka tidak lulus pada mata pelajaran matematika.

Disadari atau tidak, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya proses belajar mengajar, salah satunya adalah faktor kemampuan guru dalam menerapkan model pelajaran. Djahiri (researchengires.com/0805arief6.htm1) mengemukakan: ”Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa sebagai kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang guru”.

(15)

4

satu sama lain terisolasi. Tentu saja hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan pendidikan matematika untuk mengembangkan pola pikir yang logis, daya nalar, kritis serta kemampuan pemecahan masalah. Maka perlu dibuat suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dan kemampuan siswa untuk menemukan dan memecahkan permasalahan dengan upayanya sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Surianta (http://www.ditnnaga.dikti.org) bahwa: ”Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model atau metode pembelajaran berikut media yang tepat dan sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran”.

Salah satu metode pembelajaran matematika yang dapat diterapkan guna meningkatkan hasil belajar siswa adalah metode Pemecahan Masalah. Pemecahan masalah pertama kali dicetuskan oleh George Polya. Metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga suatu metode berpikir, sebab dalam pemecahan masalah dapat menggunakan metode lainnya yang dimulai dengan mencapai data sampai menarik kesimpulan. Dalam pemecahan masalah terdapat langkah-langkah yang membantu siswa menyelesaikan masalahnya. George polya (dalam Sujono, 1988:216) mengemukakan bahwa:

“Dalam pemecahan masalah itu ada unsur penemuan. Masalah saudara mungkin biasa saja, tetapi kalau ia menentang rasa ingin tahu saudara dan mendorong saudara untuk berusaha menemukan dan bila saudara menyelesaikan sendiri maka saudara dapat merasakan ada kesenangan dan kepuasan di dalam penemuan itu”.

(16)

5

pengetahuan lainnya, juga dalam memecahkan persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Cockroft (dalam Abdurrahman, 1999 : 253) menyatakan : “Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena :

1) Selalu digunakan dalam segala kehidupan.

2) Semua bidamg studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai. 3) Merupakan saran komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas.

4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara.

5) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan

6) Memberikan kemampuan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.”

Pernyataan di atas sejalan dengan yang dikemukakan Jihad (2008 : 156) bahwa:

“Matematika sebagai proses yang aktif, dinamik, dan generatif melalui kegiatan matematika (“doing mathematics”), memberikan sumbangan yang penting bagi peserta didik dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematik, kritis, dan cermat, serta bersikap obyektif dan terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan”.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Tuntutan tersebut tidak mungkin tercapai bila pembelajaran hanya berbentuk hafalan, latihan pengerjaan soal yang rutin, serta proses pembelajaran yang teacher centered yang tidak menuntut siswa untuk mengoptimalkan daya fikirnya.

Untuk memenuhi tuntutan yang demikian tinggi, tentunya tidak akan terlepas dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional, telah dilakukan pengkajian

ulang terhadap kurikulum. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan

keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif (Mulyasa,

(17)

6

satunya dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami lingkungan sekitar.

Terkait hal ini Komaruddin (dalam Trianto, 2007 : 2) menyatakan :

“Perubahan paradigma pembelajaran dalam KTSP adalah orientasi pembelajaran

yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual (hafalan) berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk

memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil”.

Diberlakukannya KTSP di sekolah menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif,

dan inovatif dalam menanggapi pelajaran yang diajarkan. Untuk menumbuhkan

ketiga sikap tersebut tidaklah mudah. KTSP juga menghendaki bahwa suatu

pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari konsep, teori, dan fakta tetapi

juga aplikasi dalam kehidupan nyata. Dalam proses pembelajaran matematika, guru

dituntut untuk mempunyai kemampuan yang lebih dalam menyampaikan materi

pelajaran maupun dalam menyelesaikan kesulitan siswa. Guru juga diharapkan dapat

memampukan siswa menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan

berpikir kritis, logis, sistematis, dan struktur.

Soedjadi dan Moesono (1994 : 3) menyatakan : “Salah satu yang menentukan keberhasilan interaksi belajar dikelas terletak pada kemampuan guru”, dan

Sutawidjaya (1991 : 7) berpendapat bahwa : “untuk melaksanakan pembelajaran

matematika dengan berhasil, guru harus dapat mengenal dan menyelesaikan kesulitan

siswa.” Lebih lanjut Polya (dalam W.L Sihombing, 1997 : 3) mengatakan bahwa :

“seorang pengajar matematika harus menggunakan segala kemampuan yang

dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan peserta didiknya di dalam

memecahkan masalah matematika”.

Menurut Jenning dan Dunne dalam (http://makalahdanskripsi.blogspot. com/2010/08/pembelajaran-matematika-realistik-rme.html) mengatakan bahwa :

(18)

7

kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas sangat penting dilakukan agar pembelajaran matematika bermakna.”

Dari kutipan di atas menekankan bahwa di dalam pembelajaran matematika siswa harus diberi kesempatan mengkaji, menganalisis dengan kemampuannya sendiri untuk membangun pemahamannya terhadap konsep matematika. Memberi kesempatan bertanya kepada guru dan berdiskusi dengan temannya. Hal ini tidak hanya membuat siswa berperan aktif, berinteraksi dengan lingkungan belajarnya tetapi lebih mengajak siswa berfikir dan termotivasi dalam belajar dan menghargai orang lain. Sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih tinggi yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Akan tetapi jika kita mencermati pembelajaran matematika di sekolah di Indonesia dewasa ini, tampak bahwa proses dan hasil pembelajarannya belum memenuhi harapan yang di inginkan. Ada beberapa gejala yang tampak mencolok, antara lain :

1. Materi pembelajaran yang sangat padat dibandingkan dengan waktu yang tersedia.

2. Strategi pembelajaran yang lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan kurang adanya proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif.

3. Orientasi pembelajaran yang terpaku pada ulangan umum atau Ujian Nasional (UN).

4. Kurang keterkaitan antara materi dan proses pembelajaran dengan dunia nyata.

Dalam proses pembelajaran yang terjadi siswa hanya diposisikan sebagai

pendengar ceramah guru, akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan

(19)

8

Seperti yang dikemukakan oleh Soedjadi (2007 : 7) sebagai berikut :

“Banyak terjadi guru lebih menekankan mengajarkan alat, bagaimana alat itu dipakai, bagaimana anak belajar menggunakannya, tanpa tahu bagaimana alat itu dibuat ataupun mengkritisi kenapa alat itu dipakai. Proses pendidikan matematika seperti itu sangat memungkinkan anak hanya menghafal tanpa mengerti, padahal semestinya boleh menghafal hanya setelah mengerti. Sifat kritis yang diharapkan tumbuh melalui pembelajaran matematika dapat sama sekali tidak tercapai”.

Hal yang sama juga dikemukakan Soedjana (dalam Kertiasa, 2008: 1) menyatakan :

“Dalam metode mengajar tradisional, seorang guru dianggap sebagai sumber ilmu, guru bertindak otoriter dan mendominasi kelas. Guru langsung mengajar materi matematika, membuktikan semua dalil-dalilnya dan memberikan contoh-contohnya. Sebaliknya murid harus duduk dengan rapi, mendengar dengan tenang dan berusaha meniru cara-cara guru membuktikan dalil dan cara guru mengarjakan soal-soal. Demikianlah suasana belajar dan mengajar yang tertib dan tenang. Murid bersifat pasif dan guru bersifat aktif. Murid-murid yang dapat dengan persis mengerjakan soal-soal seperti yang dicontohkan gurunya adalah murid yang akan mendapat nilai yang paling baik. Murid-murid pada umumnya kurang diberi kesempatan untuk berinisiatif, mencari jawaban sendiri, merumuskan dalil-dalil. Murid-murid pada umumnya dihadapkan pada pertanyaan ’Bagaimana menyelesaikan soal’ bukan kepada’ Mengapa menyelesaikannya demikian”.

Kondisi ini melahirkan anggapan bagi siswa bahwa belajar matematika tak lebih dari sekedar mengingat kemudian melupakan fakta dan konsep. Dan semua itu terbukti tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah karena tidak mendalam. Akibatnya siswa tidak mampu menggunakan materi matematika yang sudah dipelajarinya untuk memecahkan masalah.

Berkaitan dengan masalah-masalah di atas, permasalahan yang peneliti temukan

dalam pembelajaran matematika di SMU Budi Murni 3 Medan setelah mengadakan observasi pendahuluan adalah

(20)

9

materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori sementara siswa mencatatnya pada buku catatan dan guru membahas cara-cara penyelesaian contoh soal, selanjutnya guru meminta siswa mengerjakan soal latihan.

2. Dalam penyampaian materi guru monoton menguasai kelas sehingga siswa kurang leluasa dalam menyampaikan ide-idenya.

3. Beberapa pertanyaan yang diajukan kepada siswa umumnya hanya mengingat fakta dan bukan memikirkan konsep.

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran belum memuaskan karena pembelajaran masih didominasi oleh guru. Partisipasi aktif siswa rendah sekali, dan kemandirian siswa juga masih rendah. Tidak ada yang mengajukan pertanyaan terkait materi yang telah disampaikan guru. Hal ini mengesankan bahwa mereka sudah mengerti pada materi yang telah disampaikan guru. Tetapi ketika guru memberi soal latihan dan meminta siswa mengerjakan di papan tulis, tidak ada yang ingin mencoba untuk menyelesaikannya walaupun guru akan memberi nilai tambahan bagi siswa yang mampu menyelesaikan soal tersebut. Guru harus terlebih dahulu menunjuk nama siswa agar siswa mau mengerjakan soal di papan tulis. Ketika dimintai tanggapan pun atas penyelesaian temannya siswa juga tidak ada yang memberikan komentar, mereka langsung setuju dengan jawaban yang dikerjakan temannya dan langsung mencatat semuanya. Kegiatan pembelajaran seperti ini sangat kurang menarik, kurang efektif dan tidak menantang.

(21)

10

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perlu dipikirkan suatu cara atau metode pembelajaran untuk mengatasi permasalahan di atas. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Dengan Metode Pemecahan Masalah Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat di SMU Budi Murni 3 Medan Tahun Ajaran 2011/2012”.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Para siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit 2. Rendahnya nilai mata pelajaran matematika peserta didik dibandingkan

dengan mata pelajaran yang lain.

3. Metode pembelajaran yang digunakan guru bersifat konvensional, monoton dan berpusat pada guru.

4. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi persamaan kuadrat.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada beberapa masalah berikut ini :

1. Metode pembelajaran dibatasi dengan menggunakan metode pemecahan masalah dengan pembelajaran konvensional

2. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi persamaan kuadrat

1.4 Rumusan Masalah

(22)

11

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pemecahan masalah lebih tinggi dari pada pembelajaran konvensional pada pokok bahasan persamaan kuadrat di SMU Budi Murni 3 Medan Tahun Ajaran 2011/2012.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharakan sesudah melakukan penelitian ini adalah: 1. Bagi guru, dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai metode

pembelajaran yang digunakan dalam membantu siswa memecahkan masalah matematika

2. Bagi siswa, melalui metode pemecahan masalah diharapkan terbina sikap belajar yang positif dan kreatif dalam memecahkan masalah matematika 3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi masukan dalam penelitian yang

sejenis

(23)

61 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerapan pembelajaran model Pemecahan Masalah pada pokok bahasan Persamaan Kuadrat di kelas X SMA Budi Murni 3 Medan efektif

2. Pencapaian hasil belajar siswa pada materi pokok Persamaan Kuadrat dengan menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalahlebih baik atau lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan metode konvensional. 5.2 Saran

1. Bagi guru-guru atau calon guru yang akan menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah sebaiknya memperhatikan alokasi waktu yang ada agar materi pelajaran dapat disampaikan seluruhnya dengan baik tanpa mengganggu materi pelajaran selanjutnya.

(24)

62

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., (1997), Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, S., (2002), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta. Ali, M., (2005), Kualitas peserta didik di Indonesia Masih Memprihatinkan, SIB,

Januari 2005.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, (2007), Buku Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa dan Standar Operasional (SOP)

Kepembimbingan Skripsi Program Studi Pendidikan, FMIPA Unimed.

Firman, (2006), Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusinya, (http:/www.pepak_UGM.htm)

Hasrattudin, dkk, (2004), Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran, FMIPA Unimed.

H.B., Usman (2001), Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa tentang Konsep Limit Fungsi Satu Variabel Riel Melalui Pembelajaran Kooperatif,

Jurnal Ilmu Pendidikan.

Ibrahim, M., (2000), Pembelajaran Kooperatif, Surabaya, UNESA. Lie, A., (2004), Cooperative Learning, Penerbit Grasindo, Jakarta.

Mulyasa, (2004), Cooperative Learning Sebagai Model Pembelajaran Alternative Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Pelajaran Matematika,

(http://luarsekolah.blogspot.com.).

Prayitno, Baskoro., (2008), Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Melalui Pembelajaran Kooperatif Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kritis Dan Kemampuan Berkomunikasi Siswa,

(http://baskoro1.blogspot.com/2008/03/peningkatan-kemampuan-bekomunikasi-dan.html.)

Sagala. S., (2005), Konsep Dan Makna Pembelajaran, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Siregar, Edward., (2007), Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan Siswa Yang Diajar Dengan

Pembelajaran Konvensional, Skripsi, FMIPA, Universitas Negeri

(25)

63

Slavin, Robert E., (1995), Cooperative Learning: Theory, Research and Practice, Second Edition Massachusets, Allyn and Bacon Publisher.

Sriyono, dkk., (1992), Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA, Rineka Cipta, Jakarta

Sudjana, (1992), Metode Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung.

Sudjana, Nana dan Suaria Wari, (1991), Model- Model Mengajar CBSA, Sinar Baru, Bandung

Sukino dan Simangunsong, W., (2006), Matematika Untuk SMP Kelas IX, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Suryosubroto, B., (1997) Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta.

Tampomas, H., (2005), Matematika Plus SMP Kelas IX, Yudhistira, Jakarta. Tim Instruktur PLPG, (2008), Materi Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG),

Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Divisi PLPG, Rayon 2 Universitas Negeri Medan.

Gambar

Tabel Analisis Hasil Observasi Guru Pada Siklus I
Gambar 3.1.  Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Based on the above, this study aimed to examine the effect of service quality and brand image to the satisfaction of the students at the College of Surabaya, examines

Sistem pembukuan laporan keuangan di KP- RI “WARIS” masih menggunakan pencatatan manual yaitu untuk pencatatan tarikan , tutupan anggota, buku kas penggolongan

Standar kerja pengendalian gulma secara manual di gawangan adalah 2 HK setiap gawangan (1 ha). Pembabatan dilakukan dengan sistem ancak giring, pembabat akan berpindah dari

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bilamana: (1) Process-Genre Approach lebih efektif dibandingkan Product Approach dalam pengajaran menulis; (2) siswa

Dengan berkebun, anak juga bisa memahami sebab akibat, misalnya tanaman bisa mati jika tidak disiram dan gulma dapat berebut zat-zat makanan dengan tanaman yang dirawat oleh si

i ) Pelajar sepatutnya berasa bangga kerana telah mencapai satu tahap dan kebolehan dalam bahasa Arab yang tidak ada pada pelajar-pelajar sekolah menengah yang lain.

Masalah dalam penelitian ini, apakah dengan adanya alat peningkat kualitas BBM merk Femax Combo yang menggunakan meg- net permanen pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan

Universitas