i
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL YANG
DISESUAIKAN DENGAN KARAKTERISTIK SISWA BERKEBUTUHAN
KHUSUS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA
BESARAN DAN SATUAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Fisika
oleh
GARNIS NURIDA
NIM 1000435
DEPARTEMEN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ii
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL YANG
DISESUAIKAN DENGAN KARAKTERISTIK SISWA BERKEBUTUHAN
KHUSUS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA
BESARAN DAN SATUAN
Oleh
Garnis Nurida
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Garnis Nurida 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
iii
GARNIS NURIDA
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL YANG
DISESUAIKAN DENGAN KARAKTERISTIK SISWA BERKEBUTUHAN
KHUSUS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA
BESARAN DAN SATUAN
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing 1,
Drs. Saeful Karim, M.Si. NIP. 196703071991031004
Pembimbing 2,
Drs. Agus Danawan, M.Si. NIP. 196302221987031001
Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Fisika
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL YANG DISESUAIKAN DENGAN KARAKTERISTIK SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA BESARAN DAN SATUAN
Oleh:
Garnis Nurida1Saeful Karim2Agus Danawan3
Departemen Pendidikan Fisika,
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia
Email : nurida.garnis@gmail.com
ABSTRAK
Garnis Nurida 1000435. Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual yang Disesuaikan dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran dan Satuan (2015).
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengembangkan model pembelajaran kontekstual yang disesuaikan dengan karakteristik siswa berkebutuhan khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa berkebutuhan khusus bagian tunarungu. Penelitian kuantitatif ini menggunakan One Group Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian adalah lima siswa SMALB B di salah satu SMALB di Bandung. Perangkat pembelajaran berupa RPP, instrument pretest-posttest, dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran serta kinerja siswa. Data yang diperoleh dianalisis dan menunjukkan bahwa perlu adanya perbaikan pada rancangan pelaksanaan pembelajaran yang dibuat berdasarkan pengalaman pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan perhitungan N-Gain rata-rata siswa mengalami peningkatan pemahaman konsep sebesar 0,36 yang termasuk ke dalam kategori sedang.
Kata Kunci : siswa berkebutuhan khusus, model pembelajaran kontekstual.
1
Penulis Utama
2
Penulis Penanggung Jawab 1
3
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Anak Berkebutuhan Khusus ... 10
1) Istilah Anak Berkebutuhan Khusus ... 11
2) Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus ... 12
3) Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus ... 13
B. Konsep Dasar Anak Tunarungu ... 14
1) Klasifikasi Anak Tunarungu ... 16
2) Hambatan Belajar Siswa Tunarungu ... 18
3) Prinsip Pembelajaran Kepada Siswa Tunarungu ... 22
C. Pemahaman Konsep bagi Anak Tunarungu ... 24
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
E. Kerangka Pemikiran ... 34
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 36
G. Hipotesis Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
A. Desain Penelitian ... 37
B. Populasi dan Sampel ... 38
C. Instrument Penelitian ... 38
D. Prosedur Penelitian ... 40
E. Analisis Data ... 42
1) Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran... 42
2) Analisis Instrumen Pretest dan Posttest ... 42
3) Analisis Statistik Untuk Uji Hipotesis ... 45
4) Hasil Judgement dan Uji Instrumen ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... ...53
A. Keterlaksanaan Pembelajaran ... 53
B. Perhitungan Uji Normalitas, Homogenitas, dan Hipotesis Soal Pretest dan Posttest ... 73
C. Perbaikan Rancangan Model Pembelajaran Kontekstual yang Disesuaikan dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus ... 76
D. Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Berdasarkan Hasil Pretest-Posttest . 82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Rekomendasi ... 86
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sampel Penelitian ... 38
Tabel 3.2 Interpretasi Keterlaksanaan Model ... 42
Tabel 3.3 Kriteria Validitas ... 44
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ... 45
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 45
Tabel 3.6 Interpretasi N-Gain ... 47
Tabel 3.7 Hasil judgement kesesuaian indikator dengan butir soal... 48
Tabel 3.8 Hasil judgement kesesuaian aspek kognitif dengan butir soal ... 48
Tabel 3.9 Hasil judgement kesesuaian konsep Fisika dengan butir soal ... 49
Tabel 3.10 Hasil judgement kesesuaian penggunaan bahasa dengan butir soal ... 50
Tabel 3.11 Hasil perhitungan validitas SPSS 17 ... 51
Tabel 3.12 Hasil perhitungan reliabilitas SPSS 17 ... 51
Tabel 3.13 Hasil Analisis Validitas dan Tingkat Kesukaran Soal... 52
Tabel 4.1 Persentase Jawaban LKS 1 Siswa ... 56
Tabel 4.2 Tabel untuk membedakan besaran, satuan, dan nilai pada LKS 1 ... 57
Tabel 4.3 Data Hasil Pengamatan ... 60
Tabel 4.4 Perolehan Skor Quiz 2 Siswa ... 65
Tabel 4.5 Perolehan Skor Quiz 3 Siswa ... 71
Tabel 4.6One Sample Kolmogorov Smirnov Test... 74
Tabel 4.7 Perhitungan Varians Pretest-Posttest ... 74
Tabel 4.8 Analisis Mann Whitney ... 76
Tabel 4.9 Pengolahan Hasil Jawaban Posttest Siswa ... 82
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran ... 53
Grafik 4.2 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Pertama ... 54
Grafik 4.3 Persentase Pengerjaan LKS 1 Siswa ... 57
Grafik 4.4 Persentase rata-rata hasil pengerjaan LKS ... 59
Grafik 4.5 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Kedua ... 60
Grafik 4.6 Skor Kinerja Siswa dalam Menggunakan Mistar ... 62
Grafik 4.7 Skor Kinerja Siswa dalam Menggunakan Jangka Sorong ... 63
Grafik 4.8 Skor Kinerja Siswa dalam Menggunakan Mikrometer Sekrup ... 64
Grafik 4.9 Perolehan Skor Siswa pada Tiap Butir Soal ... 66
Grafik 4.10 Perolehan nilai masing-masing siswa pada Quiz 2 ... 68
Grafik 4.11 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Kedua ... 69
Grafik 4.12 Perolehan skor kinerja siswa dalam menggunakan neraca Ohauss ... 70
Grafik 4.13 Perolehan skor kinerja siswa dalam menggunakan stopwatch ... 71
Grafik 4.14 Perolehan nilai Quiz 3 masing-masing siswa ... 72
Grafik 4.15 Perolehan skor siswa pada tiap butir soal ... 72
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tahapan Model Kontekstual Learning ... 30
Gambar 2.2 Kerucut Pengalaman Dale ... 32
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ... 35
Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 37
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengolahan Data Hasil Uji Instrumen
Lampiran 2 Pengolahan Data Hasil Pretest-Posttest
Lampiran 3 Pengolahan Hasil Lembar Observasi
Lampiran 4 Perangkat Pembelajaran (RPP) sebelum
Lampiran 5 Perangkat Pembelajaran (RPP) sesudah
Lampiran 6 Perangkat Pembelajaran (Uji Instrumen)
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang
sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan
dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis,
kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan/kebutuhan dan
potensinya secara maksimal, sehingga memerlukan penanganan yang terlatih
dari tenaga professional (Suron dan Rizzo, 1979). Sementara itu, menurut
Mangunsong (2009) yang merupakan Guru besar Psikologi Pendidikan di
Universitas Indonesia, menyebutkan “…anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan fungsi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan
kondisi dengan kebanyakan anak lainnya.”
Anak berkebutuhan khusus umumnya bersekolah di sekolah luar biasa
yang menyediakan pelayanan khusus atau pendidikan khusus yang sesuai
dengan kebutuhan mereka. Anak berkebutuhan khusus ini kemudian disebut
sebagai siswa berkebutuhan khusus (SBK). Pendidikan khusus atau sering
dikenal sebagai pendidikan luar biasa merupakan intruksi yang di desain
khusus untuk memenuhi kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dengan tujuan
utamanya adalah untuk menemukan dan menitikberatkan kemampuan siswa
berkebutuhan khusus.
Dengan karakteristik siswa yang berbeda dengan siswa sekolah pada
umumnya, pembelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah umum dengan
sekolah luar biasa akan berbeda bergantung pada jenis kebutuhan siswanya.
Sekolah luar biasa dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu:
a. SLB A untuk tunanetra yang memiliki hambatan fungsi penglihatan.
b. SLB B untuk tunarungu yang memiliki hambatan fungsi pendengaran dan
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. SLB C untuk tunagrahita yang memiliki retardasi mental, yang terbagi
menjadi dua, yaitu SLB C yang memiliki IQ antara 50-70 yang merupakan
siswa mampu didik dimana mereka dapat mempunyai kemampuan setara
anak normal usia 8-12 tahun, dan SLB C1 yang memiliki IQ antara 25-49
yang merupakan siswa mampu latih dimana mereka dapat mempunyai
kemampuan setara anak normal usia 3-8 tahun.
d. SLB D untuk anak tunadaksa yang memiliki hambatan berupa cacat fisik.
e. SLB E untuk anak tunalaras yang memiliki hambatan emosional sehingga
bertingkah laku menyimpang.
f. SLB F untuk anak tuna ganda.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti ke
beberapa SLB B, SLB C, dan SLB D di Bandung, peneliti menemukan
beberapa hal yang membedakan antara sekolah umum dengan sekolah luar
biasa. Beberapa perbedaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Peserta Didik
Peserta didik di sekolah umum terdiri dari siswa yang secara fisik,
psikologis, kognitif atau sosialnya dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan usianya. Sedangkan di sekolah luar biasa, peserta didik
terdiri dari anak berkebutuhan khusus yang secara fisik, psikologis,
kognitif dan sosialnya mengalami hambatan dalam perkembangannya.
Jumlah peserta didik di sekolah umum dan SLB juga jauh berbeda.
Berdasarkan wawancara dengan koordinator SLB se-kota Bandung, “R
ata-rata siswa di SLB dalam satu kelas tidak lebih dari 7 orang. Hal ini
dikarenakan pembelajaran yang diberikan kepada siswa berkebutuhan
khusus sebagian besar bersifat individual teaching seperti les privat.”
Sementara itu, di sekolah umum, satu kelas dapat terdiri dari 20-40 orang
siswa.
b. Tenaga Guru
Guru di sekolah luar biasa memerlukan beberapa keterampilan khusus
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berkebutuhan khusus. Misalnya, di SLB A guru perlu memahami tulisan
braile dan di SLB B guru perlu memahami bahasa isyarat. Sedangkan di
sekolah umum, guru tidak harus menguasai keterampilan khusus tersebut.
Dalam prakteknya seorang guru yang mengajar di SDLB juga mengajar di
SMPLB dan SMALB, atau ada juga guru yang mengajar siswa tunarungu
dan tunagrahita sekaligus dalam satu kelas. Hal ini dikarenakan
penyelenggaran pendidikan khusus saat ini masih banyak yang
menggunakan integrasi antar jenjang (satu atap) yang digabung juga
dengan integrasi antar jenis. Perlakuan yang diberikan kadang sama antara
kepada siswa SDLB, SMPLB dan SMALB, sehingga menyebabkan
kualitas materi pelajaran juga kurang berkualitas apalagi secara psikologis
karena tidak menghargai perbedaan karakteristik rentang usia.
c. Fasilitas/Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana yang diperlukan bagi siswa berkebutuhan khusus
tentunya sedikit berbeda dengan siswa pada umumnya. Siswa
berkebutuhan khusus memerlukan suatu ruang khusus beserta
peralatannya yang sesuai dengan kebutuhan untuk memudahkan
aktivitasnya. Misalnya, ruang bina komunikasi bunyi dan irama untuk
siswa tunarungu, kamar mandi dalam kelas untuk memudahkan daily
actities siswa tunagrahita dan tunanetra, ruang keterampilan untuk
mengembangkan potensi siswa berkebutuhan khusus dan lain-lain.
Sementara untuk peralatan laboratorium, masih banyak SLB yang belum
memiliki fasilitas laboratorium yang memadai, sehingga alat-alat IPA
yang dimiliki sekolah disimpan seadanya di ruang kelas.
d. Pembelajaran
Proses pembelajaran di SLB berbeda-beda tergantung kepada karakteristik
siswa berkebutuhan khusus di kelasnya. Belum adanya model
pembelajaran khusus bagi siswa berkebutuhan khsusus membuat sebagian
besar pembelajaran yang dilakukan di SLB menggunakan metode
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Contohnya di SLB B, ketika mengajar guru harus menghadap siswa secara
langsung agar siswa dapat fokus membaca gerakan bahasa isyarat serta
pola mulut untuk dapat menangkap informasi. Guru dianjurkan untuk lebih
menekankan komunikasi verbal dibandingkan menggunakan bahasa
isyarat untuk melatih siswa tidak terlalu bergantung kepada bahasa isyarat.
Sementara di SLB C, ketika mengajar guru perlu mengulang berkali-kali
apa yang telah disampaikan kepada siswa tunagrahita. Mereka hanya dapat
menyerap sedikit informasi yang telah diberikan, oleh karena itu, materi
yang diberikan umumnya bagian terpenting dari suatu materi.
e. Lingkungan
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru, sebagian besar
siswa SLB di tingkat SMPLB dan SMALB lebih nyaman berlama-lama di
sekolah. Hal ini dikarenakan ketika di sekolah mereka bertemu
teman-teman yang memiliki keadaan yang sama dengan mereka sehingga mereka
dapat saling memahami dan berkomunikasi satu sama lain dengan mudah.
Di dalam sekolah sudah tersedia kantin dan di sekitar sekolah juga
terdapat beberapa tempat penjual makanan yang dapat mereka kunjungi
ketika istirahat. Para penjual makanan terlihat sudah terbiasa dengan siswa
berkebutuhan khusus dan melayani siswa-siswa tersebut dengan baik.
f. Kurikulum
SLB memiliki kurikulum khusus baik berdasarkan kurikulum KTSP
maupun kurikulum 2013. Sebagian besar SLB di Bandung masih
menggunakan kurikulum KTSP karena rancangan kurikulum 2013 untuk
SLB masih belum disosialisasikan secara keseluruhan. Berdasarkan isinya,
kurikulum SLB tidak jauh berbeda dengan kurikulum sekolah umum.
Contoh silabus, RPP, dan perangkat pembelajaran lainnya juga hampir
sama dengan sekolah umum dan tidak memiliki ciri khas khusus. Standar
kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajarannya juga tidak jauh
berbeda dengan kurikulum sekolah umum, yang menjadi berbeda adalah
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
khusus tidak seluas dan sedalam materi yang diberikan kepada siswa di
sekolah reguler. Selain itu di tingkat SMALB, siswa tidak dibagi kedalam
jurusan IPA atau IPS, sehingga mereka mempelajari IPA Umum dan IPS
Umum.
Sama dengan sekolah normal pada umumnya, di SLB juga terdapat Ujian
Nasional yang dikhususkan bagi SLB A, SLB B, dan SLB D dengan soal
ujian yang diujikan berbeda dengan sekolah umum. Meskipun IQ siswa
berkebutuhan khusus A, B, dan D rata-rata normal, karena adanya
kesulitan berkomunikasi selama proses pembelajaran mengakibatkan
perkembangan proses belajar mereka lebih lambat dan pemahaman mereka
mengenai materi tertinggal dari siswa normal pada umumnya.
Jika dibandingkan pembelajaran IPA di sekolah umum yang sudah
jauh berkembang dan telah banyak diterapkan berbagai model dan metode
pembelajaran yang terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep, hasil
belajar, maupun prestasi siswa, pembelajaran IPA di sekolah luar biasa dapat
dikatakan masih sederhana dan bersifat tradisional. Hal tersebut dapat menjadi
salah satu faktor penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa berkebutuhan
khusus.
Dengan adanya sistem integrasi dan sistem inklusi di sekolah umum
yang memungkinkan siswa berkebutuhan khusus belajar di kelas yang sama
dengan siswa normal, model pembelajaran yang digunakan seharusnya tidak
menggunakan model pembelajaran yang digunakan untuk siswa normal secara
keseluruhan. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan David Lansing
Cameron dalam jurnalnya An examination of teacher-student interactions in
inclusive classroom: teacher interviews and classroom observation, bahwa “…participants struggled with the dilemma of balancing their attention between students whom they perceived as needing it most and ensuring that
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
membutuhkan dan dalam memastikan bahwa kelas secara keseluruhan
mengalami peningkatan yang sama.” Pernyataan tersebut mengandung makna
bahwa ketika di dalam kelas regular terdapat siswa berkebutuhan khusus, guru
harus dapat memberikan perhatian lebih kepada siswa berkebutuhan khusus
dibandingkan kepada siswa normal lainnya. Guru beranggapan bahwa dengan
memberikan perhatian lebih kepada siswa berkebutuhan khusus, mereka dapat
mengalami peningkatan hasil belajar yang sama atau setara dengan siswa
normal lainnya. Namun, hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Dalam satu
kelas, tidak seluruh siswa normal memiliki kemampuan yang sama, dan guru
juga tidak dapat mengeneralisasikan seluruh siswa di kelas tanpa melalui tes
terlebih dahulu. Sehingga baik siswa normal maupun siswa berkebutuhan
khusus sebenarnya memerlukan perhatian yang sama sesuai dengan
kebutuhannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Guru di SLB B di Bandung, beliau menyatakan bahwa, “Ketidakseimbangan pengetahuan yang diperoleh siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal pada umumnya
semakin jauh yaitu hingga mencapai 4 tahun. Misalnya jika siswa
berkebutuhan khusus lulus SMA, maka pengetahuan yang diperolehnya hanya
bisa setara siswa kelas VIII atau kelas IX.” Pernyataan tersebut sesuai dengan
hasil penelitian Trybus dan Kurchner (1977 tentang kemajuan membaca dan
berhitung pada 1543 anak tunarungu usia 3 tahun. Ia menemukan bahwa
pemahaman membaca anak tunarungu usia 9 tahun setingkat anak kelas II,
dan pada usia 20 tahun setingkat dengan anak normal kelas V. Meskipun pada
beberapa penelitian anak tunarungu menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan
anak tunarungu rata-rata berada di bawah anak normal, tetapi ada pula yang
menunjukkan tingkat kecerdasan anak tunarungu normal (dalam Cruickshank,
1980).
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang meneliti mengenai
pembelajaran IPA bagi siswa berkebutuhan khusus. Salah satu penelitian yang
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
khusus adalah penelitian oleh Dwisiwi Sri Retnowati yang bertujuan untuk
menemukan media pembelajaran yang sesuai bagi siswa berkebutuhan khusus
bagian tunarungu pada materi bunyi. Sementara penelitian peneliti bertujuan
untuk menemukan rancangan model pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa berkebutuhan khusus bagian tunarungu. Adapun kaitan
kedua penelitian ini adalah sama-sama menjadikan karakteristik atau
kebutuhan siswa berkebutuhan khusus sebagai landasan utama dalam
membuat media atau merancang model pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pembelajaran IPA khususnya Fisika di sekolah luar biasa.
Model pembelajaran yang sudah ada dan tahapan-tahapannya yang
memungkinkan untuk dilaksanakan bagi siswa berkebutuhan khusus adalah
model pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu, peneliti berencana
menemukan karakteristik model pembelajaran kontekstual yang diharapkan
dapat membantu siswa berkebutuhan khusus untuk dapat memahami konsep
Fisika dengan lebih baik.
Maka dalam penelitian ini peneliti mengambil judul penelitian
“Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual yang Disesuaikan dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep Fisika Besaran dan Satuan”
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, salah satu
solusi yang dapat diterapkan dalam upaya peningkatan pemahaman konsep
siswa berkebutuhan khusus adalah dengan mengembangkan model
pembelajaran yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa berkebutuhan
khusus.
Siswa berkebutuhan khusus terbagi kedalam beberapa bagian dengan
karakteristik yang berbeda, karena peneliti masih memiliki keterbatasan dalam
pelaksanaannya, maka penelitian ini memfokuskan pada satu bagian siswa
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang memiliki tahapan yang mendukung pembelajaran bagi siswa
berkebutuhan khusus adalah model pembelajaran kontekstual. Pada penelitian
ini materi Fisika yang akan dibuat rancangan model pembelajarannya adalah
materi Besaran dan Satuan untuk kelas X SMALB. Penemuan rancangan
model pembelajaran yang sesuai bagi siswa tunarungu ini diharapkan dapat
membantu meningkatkan pemahaman konsep siswa tunarungu.
Adapun variabel penelitian dalam penelitian ini yakni:
Variabel bebas : model pembelajaran kontekstual pada materi
Fisika yang yang disesuaikan dengan karakteristik
siswa tunarungu.
Variabel terikat : pemahaman konsep siswa tunarungu.
Untuk memperjelas permasalahan dalam penelitian ini, peneliti
menguraikan permasalahan diatas menjadi pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep siswa SMALB B setelah
diterapkannya model pembelajaran kontekstual yang disesuaikan dengan
karakteristik siswa berkebutuhan khusus tunarungu?
2. Bagaimanakah karakteristik model pembelajaran kontekstual yang
disesuaikan dengan siswa berkebutuhan khusus tunarungu?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah
menemukan karakteristik model pembelajaran yang sesuai bagi siswa
berkebutuhan khusus khususnya siswa tunarungu yang dapat membantu
meningkatkan pemahaman konsep siswa berkebutuhan khusus.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bukti empiris peningkatan pemahaman konsep siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran yang dikembangkan khusus bagi siswa
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Sebagai rujukan bagi guru mengenai pembelajaran Fisika bagi siswa
berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa dan sekolah inklusi, dan dapat
menarik minat lulusan IPA untuk mengajar di sekolah luar biasa maupun
inklusi.
3. Bagi peneliti lainnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
masukan dan kajian bagi penelitian selanjutnya.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Bab I memaparkan tentang latar belakang penelitian, identifikasi
masalah yang disertai rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan struktur organisasi penelitian.
Bab II memaparkan tentang kajian pustaka yang berisi konsep, teori,
dalil, dan sebagainya yang berfungsi sebagai landasan teoritis penelitian.
Selain itu, juga dibahas mengenai kerangka pemikiran serta penelitian
terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti.
Bab III berisi tentang metode penelitian yang digunakan, yang terdiri
dari lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, desain penelitian,
metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, proses
pengembangan instrument, teknik pengumpulan data dan analisis data.
Bab IV berisi tentang hasil penelitian, pembahasan serta analisis
mengenai hasil penelitian yang diperoleh.
Bab V memaparkan tentang kesimpulan terhadap hasil penelitian yang
telah dilakukan serta saran yang diberikan peneliti untuk mengembangkan
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode
eksperimen. Metode eksperimen dalam penelitian kuantitatif ini diartikan
sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono,
2013). Dalam penelitian ini peneliti mencari pengaruh model pembelajaran
yang digunakan terhadap hasil belajar siswa. Bentuk desain eksperimen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental design, karena masih
terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel
dependen.
Bentuk pre-experimental design dalam penelitian ini adalah One
Group Pretest-Posttest Design. Dalam desain ini tidak ada kelas kontrol dan
sampel tidak dipilih secara random, tetapi berdasarkan hasil pengamatan kelas
mana yang memungkinkan diberi perlakuan oleh peneliti. Penelitian ini
menggunakan satu kelompok percobaan yang dikenakan satu perlakuan
dengan dua kali pengukuran. Desain ini dapat digambarkan seperti di bawah
ini:
Adapun analisis dalam penelitian yang digunakan adalah statistik
deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2013). Hal O1 = nilai pretest
O2 = nilai posttest
X = treatment
O
1X O
2Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ini dikarenakan sampel yang tergolong sedikit dan banyaknya variabel luar
yang dapat mempengaruhi hasil penelitian tersebut.
B. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2013, hlm.117), populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Sementara sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI di salah satu
SMALB B di wilayah Bandung yang berjumlah total 5 orang.
Sampel Penelitian
Pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Sampling
jenuh adalah tehnik pengambilan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi siswa di
wilayah SLB umumnya tidak lebih dari 7 siswa dalam satu jenjang
pendidikan, sehingga populasinya relatif sedikit. Informasi tersebut peneliti
dapatkan berdasarkan wawancara dengan koordinator SLB se-Kota Bandung.
Meski materi yang digunakan dalam penelitian adalah materi Fisika
untuk kelas X tetapi sampel penelitian adalah semua siswa kelas X dan XI.
Hal ini dikarenakan peneliti menemukan tidak adanya perbedaan hasil pretest
yang signifikan antara siswa kelas XI dengan kelas X serta berdasarkan
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kelas XI juga mendapatkan pengalaman pembelajaran yang lebih baik yang
akan diberikan oleh peneliti.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Instrumen pretest dan posttest untuk mengukur hasil belajar dengan
menggunakan instrumen tes soal pilihan ganda.
2. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk mengetahui
persentase keterlaksanaan pembelajaran yang dilihat berdasarkan aktivitas
guru dan siswa pada tiap pertemuan.
3. Lembar observasi kinerja siswa untuk mengetahui kinerja siswa ketika
melakukan percobaan.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan, adalah sebagai berikut.
a. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan dengan tujuan utama untuk menghimpun
berbagai informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini
perlu dilakukan, mengingat informasi yang relevan dapat menunjang
keberhasilan penelitian, terutama karena hasil studi pendahuluan ini dapat
menjadi acuan, baik dalam rangka pengenalan dan perumusan hipotesis.
Peneliti melakukan studi pendahuluan dengan cara mengunjungi beberapa
Sekolah Luar Biasa B, C, dan D di Bandung. Untuk pertemuan pertama,
peneliti mencoba untuk meminta izin observasi ke sekolah tersebut. Jika
pihak sekolah mengizinkan maka peneliti dapat kembali ke sekolah untuk
melakukan observasi di sekolah tersebut.
b. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri
spesifik dan digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak
terlalu besar. Observasi ini perlu dilakukan agar peneliti dapat lebih
mengenal situasi dan kondisi di Sekolah Luar Biasa. Peneliti yang berasal
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
observasi ini juga dapat menjadi sarana peneliti untuk lebih dekat dengan
calon populasi atau sampel penelitiannya. Dari segi proses
pelaksanaannya, peneliti melakukan observasi nonpartisipan hanya sebagai
pengamat independen dan tidak terlibat dengan aktivitas siswa di SLB.
c. Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dimana
pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah
disediakan. Dengan wawancara terstruktur ini, pengumpul data
menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data dan dapat
menggunakan alat bantu selain instrumen, yakni recorder, gambar ataupun
brosur untuk membantu kelancaran wawancara (Sugiyono, 2013).
Hasil wawancara dapat menjadi sumber bagi arah penelitian ini.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti akhirnya dapat
memutuskan SLB bagian mana yang tepat untuk dijadikan sampel
penelitian dan materi apa yang dapat digunakan dalam penelitian saat itu.
d. Test Tertulis
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
(Arikunto, 2010: 193). Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa. Tes diberikan pada saat siswa belum
melaksanakan pembelajaran (pretest) dan setelah siswa melalui
keseluruhan pembelajaran dari suatu materi (posttest) dengan soal yang
sama. Bentuk tes yang digunakan adalah bentuk tes objektif pilihan ganda.
Yang dimaksud dengan tes objektif adalah tes yang siapa saja yang
memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor yang sama.
Sementara tes pilihan ganda adalah tes dimana setiap butir soal memiliki
jumlah alternatif jawaban (Eko Putro Widoyoko, 2012). Dalam instrumen
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
setiap butir soal, dan setiap jawaban yang diujikan telah melalui judgement
ahli.
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Menyusun proposal penelitian
b. Melakukan studi literature mengenai masalah yang akan diangkat
dalam penelitian.
c. Mengurus surat ijin observasi ke sekolah dari jurusan pendidikan
fisika dan fakultas di FPMIPA UPI.
d. Melakukan observasi ke beberapa sekolah luar biasa untuk
menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
e. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
f. Melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui materi yang akan
digunakan dalam penelitian, mengamati kemampuan awal siswa
tunarungu, mempelajari bahasa isyarat serta data-data lain yang
dibutuhkan untuk penelitian.
g. Menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) awal
berdasarkan materi yang ditentukan dan disesuaikan dengan
karakteristik siswa tunarungu dari hasil pengamatan.
h. Melakukan perbaikan RPP awal bersama dosen pembimbing
hingga diperoleh RPP ideal untuk dilaksanakan kepada siswa
tunarungu.
i. Menyusun instrumen pretest-posttest serta perangkat pembelajaran
lainnya.
j. Melakukan judgement instrumen pretest-posttest kepada para ahli.
k. Melakukan revisi hasil judgement pretest-posttest.
l. Menghubungi pihak sekolah untuk meminta ijin penelitian.
m. Mengurus surat ijin penelitian ke sekolah dari jurusan pendidikan
fisika dan fakultas di FPMIPA UPI.
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu a. Menyusun media pembelajaran.
b. Meminjam peralatan eksperimen yang diperlukan dalam
pembelajaran.
c. Melakukan pretest untuk menguji kemampuan awal siswa.
d. Melakukan pembelajaran di kelas.
e. Melakukan posttest untuk melihat peningkatan belajar siswa.
3. Tahap Akhir Penelitian
a. Mengolah data yang telah diperoleh.
b. Menganalisis hasil post-test untuk memperoleh jawaban hipotesis
yang telah dirumuskan.
c. Menganalisis hasil Lembar Observasi Keterlaksanaan
Pembelajaran dan Kinerja Siswa.
d. Melakukan perbaikan RPP yang telah disusun berdasarkan temuan
dalam pembelajaran yang telah dilakukan.
e. Menuliskan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan.
f. Menyampaikan laporan hasil penelitian.
E. Analisis Data
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh RPP yang telah
disusun terhadap hasil belajar siswa, maka data hasil penelitian akan
dianalisis sebagai berikut.
1. Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Analisis keterlaksanaan model pembelajaran bertujuan untuk
mengetahui persentase keterlaksanaan pembelajaran yang dilihat
berdasarkan aktivitas guru dan siswa tiap pertemuan. Keterlaksanaan
model pembelajaran dilakukan dengan cara menghitung persentase
keterlaksanaan setiap tahap pembelajaran pada lembar observasi.
Keterlaksanaan model ini diamati oleh satu orang observer atau lebih.
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.2 Tabel interpretasi keterlaksanaan model
2. Analisis Instrumen Pre-test dan Post-Test
Analisis instrumen pre-test dan post-test dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa sebelum
dengan sesudah siswa melaksanakan pembelajaran menggunakan RPP
yang telah disusun khusus untuk siswa tunarungu.
Adapun pengolahan data yang dilakukan untuk menilai tes
hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
1) Pemberian skor
Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan
metode right only, yaitu ketika jawaban benar diberi skor satu
namun ketika jawaban salah diberi skor nol. Pemberian skor
dihitung dengan menggunakan rumus (Ratih Wulandari, 2008)
sebagai berikut :
Anderson (Suharsimi Arikunto, 2009:65) menyatakan
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
apa yang hendak diukur. Suatu tes dinyatakan valid jika perangkat
tes yang butir-butirnya benar-benar mengukur sasaran tes yang
berupa kemampuan dalam bidang tertentu dan bukan kemampuan
yang lainnya (Budi Susetyo, 2011). Validitas yang dihitung dalam
penelitian ini adalah validitas isi dan validitas butir.
Validitas isi merupakan validitas yang akan mengecek
kecocokan diantara butir-butir tes yang dibuat dengan indikator,
materi atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satu
cara untuk mengetahui validitas isi suatu instrumen tes adalah
dengan teknik kecocokan para ahli yang berkecimpung dalam
bidang keilmuan tertentu (judgement expert) (Budi Susetyo,
2011:89). Perhitungan kecocokan terhadap validitas isi dilakukan
dengan menghitung kecocokan terhadap validitas isi dilakukan
dengan menghitung besarnya persentase pada pernyataan cocok,
yaitu “persentase kecocokan suatu butir dengan tujuan/indikator”
berdasarkan penilaian guru/dosen atau ahli (Noer, 1987:112). Butir
tes dinyatakan valid apabila kecocokannya dengan indikator
mencapai lebih besar dari 50%, rumus yang digunakan adalah:
dimana:
= frekuensi
= jumlah frekuensi
Sementara validitas butir soal dapat dihitung menggunakan
bantuan software SPSS 17. Untuk menginterpretasikan nilai
koefisien korelasi yang diperoleh dari perhitungan, digunakan
kriteria validitas butir soal seperti yang ditunjukkan pada tabel
kriteria validitas (Suharsimi Arikunto, 2009:75) sebagai berikut:
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan.
Suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika
tes tersebut memberikan hasil yang tetap (Suharsimi Arikunto,
2009:86). Untuk menghitung reliabilitas tes dalam penelitian ini
digunakan software SPSS 17. Tolak ukur untuk
menginterpretasikan derajat reabilitas alat ukur dapat
menggunakan tolak ukur yaitu :
Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
terlalu sulit. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya
suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).Besarnya
indeks kesukaran antara 0,00 (sukar) sampai 1,00 (mudah). Rumus
mencari indeks kesukaran adalah :
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu P : indeks kesukaran
Tabel 3.5 Klasifikasi indeks kesukaran
(Suharsimi Arikunto, 2009:207-210)
3. Analisis Statistik untuk Uji Hipotesis
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui bahwa data
yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Informasi bahwa
data tersebut terdistribusi normal atau tidak akan menentukan jenis
statistik selanjutnya. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Pemilihan metode ini karena
data yang digunakan belum dikelompokkan pada tabel distribusi
frekuensi dan menimbang jumlah sampel yang tidak terlalu besar
(Hidayat, 2013). Dalam perhitungannya dibantu dengan
menggunakan software SPSS 17. Kriteria pengujiannya adalah jika
nilai signifikansi > α dimana α = 0,05, maka data terdistribusi
normal (Santoso, 2010).
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk data yang terdistribusi
normal. Uji homogenitas adalah pengujian untuk mengetahui sama
tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Pengujian
homogenitas dilakukan menggunakan software SPSS 17 atau
dengan Microsoft Excel.
Untuk menganalisis uji homogenitas, maka perlu diketahui
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Catatan:
- Pembilang: S besar artinya varians dari kelompok dengan
varians terbesar (lebih banyak)
- Penyebut: S kecil artinya varians dari kelompok
dengan varians terkecil (lebih sedikit)
- Jika varians sama pada kedua kelompok, maka bebas tentukan
pembilang dan penyebut.
Membandingkan F hitung dengan F tabel pada tabel
distribusi F, dengan:
(1) Untuk varians dari kelompok dengan varians terbesar adalah dk
pembilang n-1
(2) Untuk varians dari kelompok dengan varians terkecil adalah dk
penyebut n-1
(3) Jika F hitung < F tabel, berarti data homogen
(4) Jika F hitung > F tabel, berarti data tidak homogen
3) Uji Hipotesis
Uji hipotesis bergantung pada keputusan data terdistribusi
normal atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan
bahwa sampel terdistribusi normal dan homogen. Sehingga
perhitungan statistik analisis datanya termasuk ke dalam metode
statistika parametrik. Salah satu uji hipotesis yang termasuk ke
dalam metoda statistik parametrik adalah uji t-tes. Uji t-tes yang
digunakan adalah 1-sample t-test atau biasa diterjemahkan sebagai
uji-t 1 sampel, yang merupakan statistik uji yang digunakan untuk
menguji hipotesis mengenai rata-rata suatu populasi. Kriteria
pengujiannya adalah jika nilai signifikansi > 0,05, maka H0
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4) Perhitungan N-Gain
Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus g
factor (gain) dengan rumus Hake:
4. Hasil Judgement dan Uji Instrumen
1) Judgement Expert
Instrumenyang disusun diberikan kepada 4 orang ahli yang
terdiri dari dua orang dosen Fisika, satu orang dosen Pendidikan
Luar Biasa, dan satu orang guru kelas SMALB. Berikut ini hasil
judgement instrumenoleh keempat ahli tersebut.
(1) Hasil judgement kesesuaian indikator dengan butir soal.
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9 1 1 1 1 4 4/4x100% = 100%
Tabel 3.7 Hasil judgement kesesuaian indikator dengan butir soal
(2) Hasil judgement kesesuaian aspek kognitif dengan butir soal.
Butir
Tabel 3.8 Hasil judgement kesesuaian aspek kognitif dengan butir soal
(3) Hasil judgement kesesuaian konsep Fisika dengan butir soal.
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1 1 1 1 1 4 4/4x100% = 100% Rata-rata =
Tabel 3.9 Hasil judgement kesesuaian konsep Fisika dengan butir soal
(4) Hasil judgement kesesuaian penggunaan bahasa dengan butir
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14 1 1 1 1 4 4/4x100% = 100%
15 1 1 1 1 4 4/4x100% = 100%
16 1 1 1 1 4 4/4x100% = 100%
Total 1600%
Tabel 3.10 Hasil judgement kesesuaian penggunaan bahasa dengan butir soal
Dari hasil perhitungan validitas oleh 4 penilai, diperoleh
bahwa semua butir soal telah sesuai dan cocok dari segi
indikator, aspek kognitif, konsep Fisika, dan penggunaan
bahasanya. Dengan hasil validitas tersebut diharapkan
instrumen yang dibuat mampu mengukur hasil belajar siswa
tunarungu secara akurat.
2) Uji Instrumen
Instrumen diujikan kepada siswa SMALB dari sekolah
berbeda yang dijadikan tempat penelitian. Peneliti memilih sekolah
berbeda karena jumlah sampel yang sedikit dari sekolah yang
dijadikan tempat penelitian. Instrumen diujikan kepada 7 siswa
SMALB B kelas XI. Hasil uji instrumen berdasarkan perhitungan
software SPSS 17 diuraikan sebagai berikut.
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
VAR00010 7.7143 4.905 .740 .635
Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Validitas SPSS 17
Berdasarkan validitasnya, butir soal yang baik untuk
digunakan adalah yang memenuhi kriteria validitas lebih dari
0,3. Perhitungan validitas dari hasil SPSS 17 menghasilkan 6
butir soal yang dinyatakan valid dalam kategori tinggi, yaitu
soal no. 2, 3, 4, 5, 10 dan 16. Namun, 2 soal yang termasuk
kategori rendah yaitu no. 8 dan 12 juga akan digunakan dalam
penelitian ini.
Dari kedelapan butir soal tersebut kemudian dicari
reliabilitasnya dengan bantuan software SPSS 17 sebagai
berikut.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh reliabilitas
instrumen sebesar 0,845 yang termasuk kedalam kategori
sangat tinggi.
Tabel dibawah ini menunjukkan kategori dari validitas
dan tingkat kesukaran kedelapan butir soal.
Butir
Soal Validitas
Tingkat
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B
arkan tingkat kesukarannya, 6 dari 8 butir soal diatas termasuk
dalam kategori sedang, yaitu no. 3,4,5,10,12, dan 16.
Sementara 2 soal lainnya yaitu soal no. 2 dan 8 termasuk ke
dalam kategori sukar.
Dari kedelapan soal yang dipilih, 5 dari soal yang
digunakan merupakan soal aspek C1 (pengetahuan) yang
merupakan tingkatan pemahaman paling dasar pada ranah
kognitif Bloom. Sementara 2 soal termasuk ke dalam aspek C2
(pemahaman) dan satu soal termasuk ke dalam aspek C3
(penerapan).
Berdasarkan hasil uji instrumen tersebut, banyaknya
soal aspek C1 yang terpilih menunjukkan bahwa siswa
berkebutuhan khusus tunarungu masih memiliki kemampuan
pemahaman konsep Fisika khususnya materi besaran dan
satuan yang rendah.
Nilai Kategori Nilai Kategori
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Adapun karakteristik model pembelajaran kontekstual yang
disesuaikan dengan siswa berkebutuhan khusus tunarungu adalah sebagai
berikut:
1. Penyampaian materi kepada siswa tunarungu dibantu dengan bantuan
bahasa isyarat, bahasa oral/verbal, dan bahasa tubuh.
2. Media pembelajaran yang digunakan adalah media yang dapat dilihat dan
dapat meningkatkan ketajaman visualnya serta indera lainnya selain indera
pendengaran.
3. Penyampaian materi perlu dilakukan berulang-ulang untuk lebih
menguatkan materi yang tersimpan dalam ingatan mereka sehingga
instrument tes formatif mencakup beberapa materi dari pertemuan
sebelumnya.
4. Dalam melakukan percobaan perlu ditunjukkan terlebih dahulu
langkah-langkahnya dan mendapat bimbingan dari guru dalam pelaksanaannya.
Pelaksanaan model pembelajaran kontekstual yang dirancang dengan
menyesuaikan terhadap karakteristik siswa berkebutuhan khusus setelah
diaplikasikan menunjukkan peningkatan pemahaman konsep siswa tunarungu
menurut perhitungan N-Gain sebesar 0,36 yang termasuk kedalam kategori
sedang.
B. Rekomendasi
Bagi peneliti lain yang tertarik untuk turun ke dunia Sekolah Luar
Biasa, berikut ini beberapa rekomendasi yang peneliti berikan untuk
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Hendaknya peneliti melakukan studi pendahuluan melalui survey,
observasi, dan wawancara secara langsung untuk mendapatkan gambaran
yang jelas mengenai Sekolah Luar Biasa yang akan diteliti.
2. Observer yang dipilih hendaknya terdiri dari beberapa orang, yaitu
1) Observer yang berasal dari jurusan Pendidikan Fisika untuk melihat
pembelajaran berdasarkan keilmuan Fisikanya.
2) Observer yang berasal dari Pendidikan Luar Biasa untuk melihat
pembelajaran berdasarkan keilmuan siswa berkebutuhan khusus.
3) Wali kelas untuk melihat pembelajaran berdasarkan data personal atau
karakteristik siswa berkebutuhan khusus di kelas tersebut.
3. Peneliti yang bertujuan melakukan penelitian lebih baik melakukan
penelitian secara langsung tanpa perantara untuk lebih memahami
permasalahan yang dihadapi ketika mengajar.
4. Peneliti perlu mengamati keadaan sampel penelitian secara langsung untuk
mengetahui kelemahan dan keunggulan siswa berkebutuhan khusus
sehingga dapat menetapkan langkah penelitian yang tepat.
5. Peneliti perlu menggali dari berbagai sumber cara berkomunikasi dan
karakteristik dari siswa berkebutuhan khusus supaya peneliti lebih mudah
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Daftar Pustaka
Daniel P Hallahan, James M Kauffman. 1993. Exceptional Children:
Introduction to Special Education.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam
Setting Pendidikan Inklusi). Cetakan kesatu. Bandung: PT Refika Aditama.
Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
A. Smith, David. 2012. Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan
Pembelajaran. Cetakan Ketiga. Bandung: Nuansa.
Cameron, David Lansing. 2013. An examination of teacher–student
interactions in inclusive classrooms: teacher interviews and classroom
observations. http://www.onlinelibrary.wiley.com [published 12 JUN 2013]
Oluremi Dorcas. Fareo and Olubukola Olakunbi, Ojo. 2012. Impact of
facilities on academic performance of students with special needs in
mainstreamed public schools in Southwestern Nigeria.
http://www.onlinelibrary.wiley.com [published 19 APR 2012]
Norman, Katherine, et.all. 1998. Teaching students with disabilities in
inclusive science classrooms: Survey results. http://www.onlinelibrary.wiley.com
[published 7 DEC 1998]
Kirch A., Susan, et.all. 2010. Inclusive Science Education: Classroom
Teacher and Science Educator Experiences in CLASS Workshops.
http://www.onlinelibrary.wiley.com [published 9 NOV 2010]
McClimens, Alex, et.all. 2014. Hearing problems in the learning disability
population: is anybody listening?. http://www.onlinelibrary.wiley.com [published
17 MAR 2014]
Susetyo, Budi. 2011. Menyusun Tes Hasil Belajar dengan Teori ujian
Klasik dan Teori Responsi Butir. Bandung: CV Cakra.
Sugiyono, (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ke-18.
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori-Teori Belajar. Cetakan Kedua. Jakarta:
Erlangga.
Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Dua. Cetakan
pertama. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2005. Ilmu Pengetahuan Alam (Materi latihan terintegrasi).
Jakarta:
Sudjana. 2001. Metoda Statistika (Edisi Keenam). Cetakan kedua.
Bandung: Tarsito
Proyek pembinaan dan peningkatan mutu tenaga kerja kependidikan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
[Forum Online]
http://jasianakku-sampel.blogspot.com/2012/01/meningkatkan-kemampuan-percakapan.html
http://www.jasianakku.blogspot.com/
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/3407
http://www.slideshare.net/sinyakkaceh/pendidikan-anak-berkebutuhan-khusus-abk-pada-anak-yang-menderita-tunagrahita-di-slb-ab-bukesra-ulee-kareng
http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/pendidikan-anak-luar-biasa/
http://laraasih.com/tag/pembagian-kategori-slb
http://12-028myl.blogspot.com/2013/05/sekolah-slb-b-c-d-e.html
http://12022dl.blogspot.com/2013/05/rancangan-sekolah-luar-biasa-tipe-c-slb.html
http://12051eag.blogspot.com/2013/05/karakteristik-slb.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
http://www.statistikian.com/2013/01/uji-homogenitas.html
Garnis Nurida, 2014
Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Yang Disesuaikan Dengan Karakteristik Siswa Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Besaran Dan Satuan