• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sistem Transportasi

II.1.1 Pengertian

Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur. Sedangkan transportasi itu sendiri adalah kegiatan pemindahan barang-barang/penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Sehingga sistem transportasi dapat diartikan sebagai gabungan dari beberapa komponen atau obyek yang saling berkaitan dalam hal pengangkutan barang/manusia oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi.

Sejarah perangkutan sejalan dengan sejarah manusia tersebut pindah/ bergerak suatu tempat (A) ke tempat yang lain (B) dengan membawa/mengangkut apa saja yang diperlukan namun dalam kondisi yang terbatas. Pergerakan yang dilakukan manusia kini berkembang dengan menggunakan tenaga hewan. Sehingga daya angkut dan jarak angkut semakin besar. Selanjutnya revolusi industri, dengan diciptakannya tenaga mesin kendaraan (mobil, KA, pesawat terbang dan kapal). Hasil daya angkut, jarak, maupun waktu hampir tak terbatas. Manusia, hewan dan kendaraan merupakan perangkutan karena orang/kendaraan bergerak dari satu tempat ketempat lain, sehingga timbullah lalu lintas (traffic).

(2)

Untuk memindahkan barang/orang dari satu tempat ke tempat lain diperlukan perangkutan. Dengan demikian lalu lintas (traffic) dan perangkutan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam pergerakan (lalu lintas) dikenal trip (bepergian) dan travel (perjalanan) perjalanan, yaitu :

1. Trip (bepergian )

Berhubung dengan asal (origin) dan tujuan (destination). Trip (bepergian) adalah peregerakan orang/barang antara dua tempat terpisah dengan perhitungan berapa kali satu hari mengadakan bepergian.

2. Travel (perjalanan)

Berhubungan dengan lintasan (kecepatan) dan kendaraan (sarana). Travel (perjalanan) adalah proses perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan perhitungan berupa : biaya, waktu, jarak lintasan dan keadaan/kondisi sepanjang jalan.

II.1.2 Pemodelan Transportasi

Dalam suatu studi transportasi baik bersifat perencanaan, analisis dampak dari pembangunan suatu prasarana biasanya melibatkan tahap peramalan/prediksi besarnya kebutuhan pergerakan. Tahap ini dapat dilakukan melalui metoda pemodelan yang lebih dikenal dengan pemodelan transportasi.

Secara umum, metoda pemodelan transportasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

(3)

2. Pemodelan bertahap (sequential modeling).

Meskipun pemodelan simultan banyak digunakan, namun karena membutuhkan data yang relatif banyak seringkali dianggap fleksibel sehingga metoda pemodelan bertahap menjadi pilihan yang paling populer. Pemodelan transportasi bertahap terdiri atas model-model yang saling berkaitan secara bertahap, dalam arti keluaran masing-masing model merupakan masukan bagi model yang berikutnya. Umumnya pemodelan bertahap ini melibatkan empat tahap (sub model), sehingga lebih kenal dengan Four stages transport modeling. Keempat model transportasi tersebut adalah

Pemodelan Bangkitan Perjalanan (Trip Generation) dan Tarikan Perjalanan (Trip Attraction).

a. Pemodelan Sebaran Perjalanan (Trip Distribution).

b. Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Modal Split).

c. Pemodelan Pembebanan Perjalanan (Trip Assignment).

Dalam penelitian ini pemodelan yang ditinjau adalah pemodelan bertahap yaitu pemodelan bangkitan perjalanan (trip generation) dan tarikan perjalanan (trip attraction).

II.1.3 Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip Attraction)

Model pembangkit perjalanan pada umumnya memperkirakan jumlah perjalanan untuk setiap maksud perjalanan berdasarkan karakteristik tata guna

(4)

lahan dan karakteristik sosio-ekonomi pada setiap zona. Biasanya tidak ada pertimbangan yang tegas yang diberikan untuk karakteristik sistem transportasi, walaupun menurut teori permintaan perjalanan, biaya dan tingkat pelayanan transportasi akan mempengaruhi jumlah perjalanan yang dibuat.

Model bangkitan lalu lintas adalah : suatu model yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan kebutuhan perjalanan yang dibangkitkan dari suatu zona yang diteliti. Pemodelan bangkitan pergerakan memperkirakan besarnya pergerakan yang dihasilkan dari zona asal dan yang tertarik ke zona tujuan. Besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan merupakan informasi yang sangat berharga yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya pergerakan antar zona. Akan tetapi, informasi tersebut tidaklah cukup. Diperlukan informasi lain berupa pemodelan pola pergerakan antar zona yang sudah pasti sangat dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas jaringan antar zona dan tingkat bangkitan dan tarikan setiap zona.

Pemodelan tarikan perjalanan adalah suatu tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang menuju suatu zona/tata guna lahan. Sebagai tahap yang paling awal dalam melakukan pemodelan transportasi adalah menentukan model tarikan yang merupakan proses untuk menterjemahkan tata guna lahan beserta intensitasnya kedalam besaran transportasi.

Penelitian tarikan perjalanan merupakan suatu bagian vital dari proses perencanaan pengangkutan, bahwa apa yang terjadi sekarang faktor yang menentukan untuk perkiraan dimasa mendatang. Karakteristik yang penting dari tata guna lahan, penduduk dan pengangkutan mempengaruhi perkiraan identifikasi

(5)

lalulintas, maka hal ini diproyeksikan pada penelitian untuk menghasilkan taksiran-taksiran dari jumlah lalu lintas.

Penelitian tarikan lalu lintas adalah hal yang biasa dilakukan untuk menaksir jumlah perjalanan yang datang tiap zona, yaitu terjadinya perjalanan, jumlah perjalanan serta daya tarik perjalanan. Tempat-tempat tarikan diidentifikasikan dengan perjalanan yang dibangkitkan oleh pekerjaan, dan kunjungan dengan maksud-maksud lainnya. Dengan memberikan nilai yang cocok pada peubah bebas dalam persamaan regresi maka peramalan dapat dibuat untuk tujuan perjalanan yang akan datang untuk tiap zona dengan salah satu metode.

Besarnya tarikan perjalanan dihitung langsung dari data zona atau dengan menerapkan laju tarikan perjalanan berdasarkan kategori pemakaian tanah, misalnya atas dasar klasifikasi industri standar, luas lantai dan kepadatan pekerja.. Metode yang lebih rinci dapat dikembangkan dengan memakai peubah-peubah pada persamaan regresi berganda.

II.1.4 Pemodelan Sebaran Perjalanan (Trip Distribution)

Didalam model sebaran pergerakan diperkirakan besarnya pergerakan dari setiap zona asal kesetiap zona tujuan. Besarnya pergerakan tersebut ditentukan oleh besarnya bangkitan setiap zona asal dan tarikan setiap zona tujuan serta tingkat aksesbilitas sistem jaringan antar zona yang biasanya dinyatakan dengan jarak, waktu atau biaya . Besarnya pergerakan terdistribusikan menuju/dari masing-masing zona umumnya tergantung pada tingkat keterkaitan antar zona. Umumnya hasil dari sebaran perjalanan adalah berupa matriks asal tujuan, yaitu representasi besarnya pergerakan menurut pasangan zona-zona tinjauan.

(6)

II.1.5 Pemodelan Pemilihan kendaraan (Modal Split)

Pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Hal ini menyangkut efisiensi pergerakan di daerah perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat dipilih masyarakat. Apabila jumlah perjalanan total dari masing-masing tempat asal ke setiap tempat tujuan telah

II.1.6 Pemodelan Pembebanan perjalanan (Trip Assignment)

Dasar pemikirannya adalah menerapkan sistem model kebutuhan akan transportasi untuk memperkirakan jumlah pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan selama selang waktu tertentu.Salah satu tujuan utama pembebanan rute adalah mengidentifikasikan rute yang ditempuh pengendara dari zona asal ke zona tujuan dan juga jumlah perjalanan yang melalui setiap ruas jalan pada suatu jaringan jalan.

Tahap terakhir dalam estimasi permintaan perjalanan adalah menentukan perjalanan yang akan dibuat diantara setiap pasang zona, dengan moda tertentu, pada rute tertentu didalam jaringan lalu-lintas yang ada. Ini terutama merupakan suatu persoalan pada moda untuk jalan raya dimana biasanya terdapat banyak rute yang dapat ditempuh oleh seseorang yang mengadakan perjalanan.

Pada jaringan angkutan biasanya jumlah rute alternatif lebih sedikit, hanya terdapat satu jalur gerak saja yang menghubungkan dua zona, dan gerak

(7)

mempunyai kualitas yang jauh lebih baik daripada jalur gerak lainnya, sehingga tetap merupakan pilihan utama. Asumsi yang biasa diambil dalam penentuan perjalanan adalah bahwa pejalan akan memilih jalur gerak dengan waktu tempuh minimum untuk perjalanan di jalan raya.

Waktu perjalanan untuk sebuah jalan tertentu tergantung pada volume lalu lintas jalan tersebut, tetapi dalam menganalisis sistem transportasi dimasa depan, model-model permintaan inilah yang akan digunakan untuk memperkirakan volume dimasa depan, walaupun pada saat yang sama pemilihan rute untuk pejalan tertentu tergantung pada waktu perjalanan antara berbagai ruas jalan dan karena itu tergantung pada volume yang harus diramalkan. Rute lalu lintas dipilih dimana setiap orang akan menempuh jalur gerak dengan waktu minimum dari tempat asal ke tujuan, dan juga memenuhi kondisi dimana waktu perjalanan pada setiap ruas jalan (dimana jalur waktu minimum tadi didasarkan) konsisten dengan volume lalu lintas di jalan tersebut karena kedua hal diatas dihubungkan oleh suatu fungsi antara kecepatan dan volume.

Biasanya dianggap bahwa para pejalan akan memilih jalur waktu minimum, dimana waktu yang dimaksud adalah waktu total dari tempat asal ke tujuan, termasuk waktu untuk berjalan dan menunggu kendaraan angkutan. Dalam pelaksanaannya, biasanya dianggap bahwa para pejalan akan terpengaruh oleh waktu menunggu rata-rata. Oleh karena itu, rute alternatif melalui jaringan angkutan akan dibandingkan berdasarkan waktu berjalan pada sebelum dan sesudah berkendaraan, ditambah waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan diantara

(8)

rute tersebut apabila terdapat perpindahan diantara rute tadi, ditambahkan waktu yang dibutuhkan didalam kendaraan.

II.2 Tinjauan Masalah Trip

Salah satu dari studi yang berkaitan dengan masalah perjalanan adalah Studi Asal-Tujuan di kota Medan yang memberikan gambaran aliran perjalanan antar kecamatan-kecamatan secara akumulatif serta gambaran interaksi untuk satu kecamatan terhadap kecamatan lainnya. Frekuensi perjalanan penduduk dalam zona-zona di Kotamadya Medan merupakan suatu studi kasus yang didasarkan pada keterkaitan antara jenis pekerjaan (sebagai faktor terjadinya trip) dengan aliran perjalanan (perjalanan permanen penduduk berusia produktif dari rumah kediaman ke tempat bekerja).

Studi Asal-Tujuan ini menemukan bahwa perjalanan ke sekolah memberi andil terbesar di dalam menghasilkan trip (30,89%) yang kemudian di ikuti oleh kegiatan berwiraswasta atau pedagang (19,89%) serta yang dihasilkan oleh pegawai negeri (17,70%); sebagai daerah origin terbesar adalah Kecamatan Medan Kota (14,51%) diikuti oleh Kecamatan Medan Timur (14,02%) dan Medan Sunggal (13,02%), dengan daerah destination terbesar adalah Kecamatan Medan Baru (14,23%), Medan Kota (13,88%) dan Medan Timur (13,59%),

sumber : kantor Statistik Kota Madya Medan.

Jika ditinjau dari distribusi penduduk di masing-masing kecamatan maka dari temuan studi ini dapat dilihat bahwa besaran distribusi penduduk berbanding lurus dengan produk perjalanan. Disamping itu dapat dilihat juga bahwa dalam

(9)

skala Kotamadya Medan, maka pusat kegiatan yang terbesar (pendidikan, perdagangan dan perkantoran) terdapat di wilayah kecamatan Medan Baru, Medan Kota dan Medan Timur. Sementara itu, besarnya waktu perjalanan suatu kendaraan (dari awal hingga akhir) dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : kondisi dan keadaan lingkungan jalan, volume lalu lintas dan interaksi antara kendaraan maupun karakteristik kendaraan dan pengemudi.

II.2.1 Tinjuan Masalah Kemacetan dan Alternatif Penyelesaiannya

Kemacetan menjadi salah satu permaslahan yang rumit yang terjadi di jaringan lalu lintas. Secara teori, kemacetan disebabkan oleh tingkat kebutuhan perjalanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia. Berdasarkan teori tersebut, maka solusinya adalah mengurangi jumlah kendaraan yang lewat, atau meningkatkan kapasitas, baik kapasitas ruas maupun kapasitas persimpangan. Permasalahannya kemudian, apabila secara teorinya begitu mudah, mengapa pelaksanaannya begitu sulit, mengapa sampai saat ini kemacetan lalu lintas tidak dapat diatasi. Persoalan-persoalan yang terkait ternyata sangat banyak, seperti disiplin lalu lintas, penegakan hukum, sosial ekonomi, tenaga kerja, dsb, sehingga persoalannya menjadi kompleks dan tidak ada satupun solusi tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas.

Contoh keterkaitan dengan aspek-aspek yang lain adalah pedagang kaki lima, keberadaan pedagang kaki lima otomatis mengurangi kebebasan samping dan bahkan kadang-kadang mengurangi lebar lajur lalu lintas, sehingga dapat mengurangi kapasitas jalan yang pada tingkat tertentu berdampak pada kemacetan lalu lintas. Namun demikian, kalau dilakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima, yang terjadi tentu bukan persoalan lalu lintas, tetapi akan merembet ke

(10)

persoalan sosial dan ekonomi. Demikian pula dengan keberadaan angkot, mikrolet dan sejenisnya.

Dari banyak teori yang ditelaah oleh penulis, ada begitu banyak solusi yang bisa ditawarkan.untuk menyelesaikan masalah kemacetan didalam perkotaan Secara bertahap penanganan kemacetan lalu lintas dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Penataan struktur tata ruang untukmengatur pola perjalanan penduduk. 2. Perbaikan manajemen lalu lintas untuk mengoptimalkan pelayanan

jaringan jalan yang ada.

3. Pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan ruang jalan dan sekaligus memperbaiki struktur jaringan jalan dan jaringan system transportasi.

4. Peningkatan kapasitas angkutan umum, termasuk penerapan moda angkutan umum masal.

5. Pemanfaatan Alur Rute terpendek untuk mencegah adanya penumpukan kendaraan pada satu ruas jalan saja, sehingga mencegah kemacetan (Frazilla, 2002)

II.3 Pemilihan Rute Jaringan Jalan.

II.3.1 Umum

Dewasa ini jaringan jalan di kota besar di Indonesia mengalami permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, kepemilikan

(11)

kendaraan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan lokal sehingga jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efisien.

Pada sistem transportasi tersebut dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan dapat terjadi pada beberapa tingkat. Yang paling sederhana keseimbangan pada sistem jaringan jalan; setiap pelaku perjalanan berusaha mencari rute terbaik masing-masing yang meminimumkan biaya perjalanannya (misalnya waktu). Hasilnya, mereka akan mencoba mencari beberapa rute alternative yang akhirnya berakhir pada suatu pola rute yang stabil setelah beberapa kali mencoba-coba.

Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute yang arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan seimbang jika setiap pelaku perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona tujuannya karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang telah tersedia. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan jaringan jalan.

Pada tahap pembebanan rute, beberapa prinsip digunakan untuk membebankan rute Asal Tujuan pada jaringan jalan yang akhirnya menghasilkan informasi arus lalulintas pada setiap ruas jalan,tetapi hal ini bukanlah satu-satunya informasi. Terdapat beberapa informasi tambahan lainnya yang bisa dihasilkan sebagaimana diuraikan berikut ini:

a. Primer

• Ukuran kinerja jaringan seperti arus dan kondisi jaringan jalan; • Taksiran biaya (waktu) perjalanan antarzona untuk tingkatkan kebutuhan pergerakan tertentu.

(12)

b. Sekunder

• Taksiran rute yang digunakan oleh antar-pasangan-zona; • Analisis pasangan zona yang menggunakan ruas jalan tertentu; • Pola pergerakan pada persimpangan.

Secara umum diharapkan bahwa informasi primer tersebut bisa didapatkan secara lebih tepat dibandingkan dengan informasi sekunder. Informasi utama yang dibutuhkan dalam pembebanan rute adalah:

• Pergerakan kendaraan yang menyatakan kebutuhan akan pergerakan. Data ini biasanya berupa waktu perjalanan pada jam sibuk pada suatu daerah kemacetan dan mungkin beberapa waktu perjalanan pada jam sibuk lainnya dan pada jam tidak sibuk.

• Ciri jaringan yang berupa ruas serta perilakunya, termaksud kurva kecepatan arus.

• Prinsip atau pemilihan rute yang sesuai atau relevan dengan permasalahan.

Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu jaringan dapat diperkirakan sebagai hasil proses pengkombinasian informasi pemilihan rute, deskripsi sistem jaringan dan pemodelan pemilihan rute. Prosedur pemilihan rute bertujuan memodel perilaku pelaku pergerakan dalam memilih rute yang menurut mereka merupakan rute terbaiknya. Dengan kata lain, dalam proses pemilihan rute, pergerakan antara dua zona (yang didapat dari sebaran pergerakan) untuk moda tertentu (yang didapat dari tahap sebaran pergerakan) untuk moda tetentu (yang didapat dari pemilihan moda) dibebankan ke rute tertentu yang terdiri ruas jaringan tertentu (atau angkutan umum).

(13)

Tujuan tahapan ini adalah mengalokasikan setiap pergerakan antarzona kepada berbagai rute yang paling sering digunakan oleh seseorang yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan. Keluaran tahapan ini adalah informasi arus lalu lintas pada setiap ruas jalan, termasuk biaya (waktu) antar zonanya.

Dengan mengasumsikan setiap pengguna jalan memilih rute yang meminimumkan biaya perjalanannya (rute tercepat jika dia lebih mementingkan waktu dibandingkan dengan jarak dan biaya), maka adanya pengguna ruas yang lain mungkin disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang biaya atau mungkin juga disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang keinginan menghindari kemacetan. Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi penggunan jalan mengenai pilihan yang terbaik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan rute pada saat kita melakukan perjalanan. Beberapanya adalah waktu tempuh, jarak biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu lalu lintas dan marka jalan, serta kebiasaan.

Sangat sukar untuk menghasilkan persamaan biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut. Selain itu, tidaklah praktis memodel semua faktor sehingga harus digunakan beberapa asumsi atau pendekatan. Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua faktor utama dalam pemilihan rute, yaitu pergerakan, dan nilai waktu biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh .Dalam beberapa model pemilihan rute dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu

(14)

tempuh dan faktor jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengendara dalam kedua faktor tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa waktu tempuh mempunyai bobot lebih dominan daripada jarak tempuh bagi pergerakan dalam kota.

Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara yang berasal dari zona asal ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya didaerah perkotaan . Hal ini disebabkan oleh adanya:

a. Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalu lintas pada saat itu.

b. Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.

Jadi tujuan penggunaan model adalah untuk mendapatkan setepat mungkin arus yang didapat pada saat survey yang dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan jalan tersebut. Analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama yaitu.

1. Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya;

2. Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alasan pemakai jalan memilih rute tertentu;

(15)

3. Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai ‘rute terbaik’ beberapa pengendara mungkin mengasumsikan sebagai rute dengan jarak tempuh terpendek, rute dengan waktu tempuh tersingkat, atau mungkin juga kombinasi keduanya.

4. Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalu-lintas di jalan tersebut.

Di lain hal waktu tempuh dan jarak sesungguhnya dalam kejadian sehari-hari di lapangan sering dijumpai tidak selalu sebanding, ini disebabkan oleh adanya jarak yang panang, waktu tempuhnya cepat, tetapi ada pula jarak yang pendek justru sebaliknya(waktu tempuhnya lama). Penyebabnya barangkali terletak pada kondisi ruas jalan atau rute yang dilewati seperti, ruas jalannya padat atau macet, atau ruas jalannya jelek (permukaannya berlubang-lubang, jalan tanah, kerikil, dan lain-lain).

Ada 2 kelompok variable yang berarti mempengaruhi pelaku perjalanan diambil dari penelitian (Fidel,2002) yaitu:

1. Kelompok variable yang dapat diukur(Kuantitatif) 1. Variable waktu tempuh (menit, jam, atau hari) 2. Variabel jarak (kilometeratau mil)

3. Variabel biaya (rupiah, seperti ongkos atau bahan bakar) 4. Kemacetan atau antria(v/c ratio)

5. Banyak/jenis maneuver yang akan dilewati (banyak persimpangan sebidang)

(16)

7. Kelengkapan rambu-rambu lalu-lintas atau marka jalan (buah)

2. Kelompok variable yang tidak dapat diukur (Kualitatif) 8. Variabel pemandangan alam yang indah

9. Variable aman dan nyaman

10. Variable kebiasaan seseorang untuk melewati suatu rute tertentu.

11. Variable perbedan persepsi tentang suatu rutre tertentu (kelompok kualitatif)

12. Variable informasi rute ang salah (kelompok kualitatif) 13. Variable kesalahn/error lainnya (kelompok kualitatif) Sebagai contoh, pertimbangkan sebuah kota ideal yang mempunyai satu ruas jalan yang tembus yang berkapasitas rendah (1000 kendaraan/jam) serta satu jalan pintas yang berkapasitas tinggi, seperti terlihat pada gambar dibawah, jalan pintas mempunyai jarak lebih jauh tetapi memiliki kapasitas yang lebih tinggi (3000 kendaraan /jam).

(17)

Asumsikan pada jam sibuk pagi terdapat 3500 kendaraan mendekati kota dan setiap pengendara akan memilih rute terpendek(jalan tembus). Sangatlah kecil kemungkinan bahwa semua kendaraan melakukan hal tersebut karena kendaraan mulai memilih pilihan kedua yang mempunyai jarak lebih jauh untuk menghindari kemacetan dan tundaan.

Akhirnya tidak semua (3500) kendaraan memilih jalan tembus; sebagian besar akan memilih jalan pintas dengan alasan pemandangannya menarik, atau karena adanya jaminan tidak akan terjadinya kemacetan, meskipun jaraknya lebih jauh. Perbedaan dalam tujuan dan persepsi ini menghasilkan pola penyebaran kendaran pada setiap rute yang dalam hal ini disebut pemilihan rute.

Pada suatu saat akan terjadi kondisi stabil, yaitu tidak memungkinkan lagi seseorang memilih rute lain yang lebih baik karena kedua rute mempunyai biaya yang sama dan minimum. Kondisi ini dikenal dengan kondisi keseimbangan yang ditemukan oleh (wardrop,1952).

Tabel.2.2. Atribut Pemilihan untuk setiap Individu ( Sonny.1998).

Item Kategori

Tipe perjalanan Work Trip and Non-Work Trip

Daya Ingat Kemampuan untuk mengingat kondisi Rute: 100,20,5, dan 1 hari

Sistem

Informasi •

Mendapat Informasi, termaksud rute yang tidak dipilih

(18)

Karakter

Pemilihan •

Memilih Rute yang biayanya yang paling murah (waktu)

• Berpindah rute apabila rute baru memiliki keuntungan relatif lebih besar

II.3.2 Model Analisis Pemilihan Rute

Metode analisis pemilihan rute yang dipakai dalam pembebanan lau lintas sangat bergantung pada salah satu bagian analisis. Kalau analisis lebih menekankan pada analisis bagian ketiga atau yang lebih mempertimbangkan unsur acak (Random) lebih banyak memainkan peranannya (Stokastik).

Tapi sebaliknya, jika unsur stokastik dihilangkan, maka perhitungan kapasitas jalan (V/C) rasio sangat diperlukan (Ofyar,2000). Dua unsur yang ekstrim dan kontroversial ini mengakibatkan adanya 4 (empat) metode dalam analisis pemilihan rute.

Pengelompokan Model Pilihan Rute berdasarkan 2 (dua) Unsur yang dipertimbangkan.

Tabel 2.1. Pengelompokan mode pemilihan rute

Pengaruh Unsur yang lebih

dipertimbangkan Pengaruh Stokastik Dipertimbangkan? Tidak Ya Apakah Pengaruh kendala kapasitas dipertimbangkan?

Tidak Model Semua atau

tidak sama sekali (all-or-nothing) Model Stokastik Murni Ya Model Keseimbangan Wardrobe Model pengguna Stokastik

(19)

Model ini tidak memperdulikan pengaruh kendala kapasitas suatu ruas jalan,apakah ruas jalannya macet atau tidak, maka seluruh pemakai jalan (pelaku perjalanan) akan memilih ruas jalan yang terdekat, waktunya singkat, dan ongkosnya murah, sekalipun ruas jalan tersebut macet. Disini unsur stokastik juga tidak ada sama sekali karena seluruh pemakai jalan hanya dipengaruhi oleh bagaimana meminimalkan jarak, waktu dan ongkos. Akibatnya ruas jalan yang lainnya (alternative) menjadi sepi. Hanya tiga variable yang mempengaruhi perilaku pengguna jalan yaitu

• Jarak minimal • Waktu minimal • Ongkos minimal

2. Model Keseimbangan Wardrobe

Model ini sesuai dengan hukum wardrop dalam pembebanan arus lalu lintas pada suatu ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan suatu zona asal dengan suatu zona tujuan. Hukum wardrobe menyatakan bahwa pemakai jalan akan terpengaruh oleh variable kepadatan volume lalu-lintas (v/c ratio-Tingkat kemacetan) yaitu, apabila suatu ruas jalan sudah macet, pemilih jalan akan memilih ruas jalan yang tingkat kemacetannya rendah serta mempertimbangkan variabel jarak terpendek, waktu tersingkat dan ongkos termurah, sehingga terjadi keseimbangan antara ruas jalan yang pertama dan ruas jalan yang terakhir.

Walaupun demikian sipemakai jalan mengalami kekurangan informasi mengenai jarak terpendek, waktu tersingkat dan ongkos termurah, sehingga timbul perbedaan persepsi diantara pemakai jalan tentang jarak, waktu, dan ongkos

(20)

minimal. Maka probabilitas (kemungkinan) suatu ruas/rute jalan yang akan dipilih sipengguna jalan dapat didekati dengan model persamaan :

P(k)= exp(-bTk) ∑exp(-bTk) Dimana;

P(k) =Probabilitas pengguna jalan menggunakan ruas/rute k Tk =Waktu perjalanan pada ruas/rute k.

b =Parameter diversi lalu-lintas. 1. Model Stokastik Murni

Model ini dipakai berdasarkan pada asumsi bahwa para pelaku perjalanan yang akan menggunakan rute alternative, perilakunya tidak dipengaruhi sedikitpun oleh kondisi ruas jalan yang macet (kendala kapasitas), sehingga masing-masing individu pelaku perjalanan memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai rute terbaik (jarak terpendek, waktu tersingkat dan ongkos termurah). Sebagai akibatnya bermainlah faktor acak dan variable random yang sulit untuk diukur seperti variable pemandangan alam yang indah, keamanan, kebiasaan, persepsi yang berbeda, kesalah informasi, dan kesalahan lainnya.

Untuk menyelesaikan persoalan random ini, kanafi (1983) melakukan pendekatan dengan menggunakan fungsi kepuasan pemakai jalan yang berprinsip bahwa pelaku perjalanan dalam memilih rute alternative akan memaksimalkan kepuasannya dalam menggunakan suatu rute.

2.Model penggunaan Stokastik

Model ini menggabungkan unsur radom (stokastik) dengan kepadatan arus lalu-lintas pada suatu rute. Model/pendekatannya mengikuti fungsi biaya yang

(21)

dipengaruhi kepadatan lalu-lintas pada suatu ruas jalan. Setiap ruas jalan memiliki peluang yang sama untuk dipilih pengguna ruas jalan, karena masing-masing pengguna memiliki persepsi yang berbeda-beda (relative) terhadap rute/ruas jalan yang mana ongkos perjalanannya murah.

II. 4 Pemilihan Rute Terpendek Pada Jaringan Jalan (Shortest Path).

II.4.1 Umum

Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari dengan menggunakan graf. Graf yang digunakan adalah graf yang berbobot, yaitu graf yang setiap sisinya diberikan suatu nilai atau bobot. Dalam kasus ini, bobot yang dimaksud berupa jarak dan waktu kemacetan terjadi.

Ada beberapa macam persoalan lintasan terpendek,antara lain:

a) Lintasan terpendek antara dua buah simpul tertentu (a pair shortets path). b) Lintasan terpendek antara semua pasangan simpul (all pairs shortest path). c) Lintasan terpendek dari simpul tertentu ke semua simpul yang lain

(single-source shoertest path).

d) Lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui beberapa simpul tertentu (intermediateshortest path).

Dan Strategi umum untuk mencari lintasan terpendek dapat dirumuskan sebagai berikut:

(22)

1. Periksa semua sisi yang langsung bersisian dengan simpul a. Pilih sisi yang bobotnya terkecil. Sisi ini menjadi lintasan terpendek pertama, sebut saja L(1).

2. Tentukan lintasan terpendek kedua dengan cara berikut:

(i) hitung: d(i) = panjang L(1) + bobot sisi dari simpul akhir L(1) ke simpul i yang lain

(ii) pilih d(i) yang terkecil Bandingkan d(i) dengan bobot sisi (a, i). Jika bobot sisi (a,i) lebih kecil daripada d(i), maka L(2)=L(1) U (sisi dari simpul akhir L(i) ke simpul i).

3. Dengan cara yang sama, ulangi langkah 2 untuk menentukan lintasan terpendek berikutnya.

Input Output Gambar 2.2 Rute Terpendek

II.4 2 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute

Algoritma adalah kumpulan instruksi/perintah yang dibuat secara jelas dan sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk penyelesaian suatu masalah. Namun Algoritma pencarian rute tujuannya adalah algoritma yang menentukan bagaimana memilih rute optimal antara awal dan tujuan dengan memperhitungkan waktu kalkulasi terpendek. Untuk itu beberapa algoritma yang

(23)

sebelumnya sudah dikembangkan, antara lain Algoritma Dijkstra,Algoritma Moore, Algoritma A* dan Algoritma bi-directional Dijkstra.

Pendekatan yang akan dicoba dalam tugas akhir ini adalah algoritma Djikstra Algoritma tersebut ialah algoritma yang paling sering digunakan dalam menentukan rute terpendek dan Algoritma ini adalah algoritma yang sederhana yang dalam penggunaannya hanya menggunakan vertex-vertek sederhana pada jaringan jalan yang tidak rumit (Chamero,2006) . Dalam penjelasan, akan dicari jalur terpendek dua node dalam graph yaitu node s dan node d yang terdefinisi pada graph berarah G = (V,E) dilambangkan dengan r (s,d) dimana V adalah himpunan node-node dalam graph (vertex) dan E adalah himpunan sisi-sisi yang menghubungkan node-node dalam V. Sisi-sisi dalam graph E dilambangkan dengan e (u,v). Panjang e (u,v) dalam E dilambangkan dengan l (u,v). Jarak antara node s dengan node u dilambangkan dengan nilai potensial node u terhadap node s atau ps(u).

Dari penjelasan diatas tampak pencarian jarak terpendek merupakan suatu permasalahan yang sering timbul pada pengguna transportasi, karena pengguna transportasi dalam melakukan perjalanan membutuhkan solusi bagaimana rute yang akan dilalui adalah rute atau jarak yang paling minimum (terkecil). Sehingga efisiensi waktu dapat terpenuhi.

II.4.3 Pengenalan Algoritma Djikstra

Algoritma Dijkstra, dinamai menurut penemunya, Edsger Dijkstra, adalah sebuah algoritma rakus (greedy algorithm) dalam memecahkan permasalahan jarak terpendek (shortest path problem) untuk sebuah graf berarah (directed

(24)

graph) dengan bobot-bobot sisi (edge weights) yang bernilai tak-negatif. Misalnya, bila vertices dari sebuah graf melambangkan kota-kota dan bobot sisi (edge weights) melambangkan jarak antara kota-kota tersebut, maka algoritma Dijkstra dapat digunakan untuk menemukan jarak terpendek antara dua kota.

Input algoritma ini adalah sebuah graf berarah yang berbobot (weighted directed graph) G dan sebuah sumber vertex s dalam G dan V adalah himpunan semua vertices dalam graph G (Pu jian,2004). Setiap sisi dari graf ini adalah pasangan vertices (u,v) yang melambangkan hubungan dari vertex u ke vertex v. Himpunan semua tepi disebut E.

Algoritma Djikstra merupakan algoritma pencarian rute tradisional dengan mencari node dengan fungsi F terkecil. Proses ini diulang-ulang terus hingga tujuan dicapai.

II.4.4 Skema Umum Penggunaan Algoritma Djikstra

Algoritma Dijkstra menggunakan strategi greedy sebagai berikut, Pada setiap langkah, ambil sisi yang berbobot minimum yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain yang belum terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan yang terpendek diantara semua lintasannya ke simpul-simpul yang belum terpilih.

Beberapa elemen yang kita gunakan dalam penerapan algoritma dijkstra :

1. Graf berbobot dengan n buah simpul kita representasikan dalam matriks M. Elemen matriks M yang dinyatakan dengan m

ij, yang dalam hal

(25)

• mij = bobot sisi (i,j) • mii = 0

m

ij = ∞, jika tidak ada sisi dari simpul i ke simpul j.

2. Tabel S = [s

i] yang dalam hal ini,

• si = 1, jika simpul i termasuk ke dalam lintasan terpendek. • si = 0, jika simpul i tidak termasuk ke dalam lintasan

terpendek.

3. Dan hasil output dari dijkstra ini.

Seluruh elemen ini tergantung pada kebutuhan kita. Apabila ingin mengoutput hanya panjang lintasan terpendek saja dari simpul asal ke setiap simpul, maka gunakan tabel yang elemennya sebanyak anggota simpul dan didalamnya menyimpan nilai jarak dari simpul asal ke semua simpul yang ada. Pada gambar di bawah ini,dicontohkan hasil output yang berupa panjang lintasan terpendeknya saja dari simpul asal ke setiap simpul yang ada.

(26)

Gambar 2.3. Gambar Algoritma Djikstra

Fungsi F pada algoritma dijkstra adalah sebagai berikut:

Secara detail cara kerja Algoritma Djikstra adalah sebagai berikut:

1. Himpunan ; nilai s tidak boleh ; tentukan ps(s) = 0.

2. Cari node u yang memiliki nilai ps(v) terkecil di V – S dan tambahkan u ke S. Jika u = d maka rute terpendek tercapai.

3. Untuk semua node v dimana sisi (u,v) di dalam E, jika ps(u) + l(u,v) lebih kecil dari ps(v): ganti rute (s,v) dengan rute (s,u) + sisi (u,v) dan ganti nilai ps(v) = ps(u) + l(u,v).

4. Kembali ke langkah 2.

Bobot (weights) dari semua sisi dihitung dengan fungsi w: E → [0, ∞),jadi w(u,v) adalah jarak tak-negatif dari vertex u ke vertex v. Ongkos (cost) dari sebuah sisi dapat dianggap sebagai jarak antara dua vertex, yaitu jumlah jarak semua sisi dalam jalur tersebut. Untuk sepasang vertex s dan t dalam V, algoritma ini menghitung jarak terpendek dari s ke t.

Pada setiap langkah, ambil sisi yang berbobot minimum yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain yang belum terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan yang terpendek diantara semua lintasannya ke simpul-simpul yang belum terpilih.

(27)

Pada algoritma Dijkstra, semua elemen matriks M diisi dengan jarak antara simpul awal dengan simpul lainnya jika ada sisi yang menghubungkan kedua simpul tersebut. Jika tidak ada, elemen matriks diisi dengan ∞. Selanjutnya, dijalankan proses iteratif yang akan memeriksa tiap simpul kecuali simpul awal. Dalam proses ini, dicari terlebih dahulu simpul yang memiliki jarak terpendek dengan simpul yang sebelumnya (untuk pertama kali adalah simpul awal), dan nilai S dari simpul tersebut diisi dengan nilai 1. Simpul ini untuk selanjutnya disebut simpul antara. Dari simpul antara tersebut, jarak antara simpul awal dengan simpul lain diperiksa. Jika jarak antara simpul awal dengan sebuah simpul lebih besar dari jarak simpul awal dengan simpul antara + jarak simpul antara dengan simpul tujuan tersebut, maka jarak antara simpul awal diisi dengan simpul tujuan. Proses ini diulangi sebanyak n -1 kali, dengan n adalah jumlah simpul dari graf.

II.4.5 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra

Pada proses analisis ini lebih ditekankan kepada aspek perincian dan kompleksitas algoritma. Tapi selain itu juga akan membahas aspek – aspek lain yang bersangkutan.

Dari hasil penjabaran masalah pencarian lintasan terpendek dengan algoritma ini, dapat akan ditelaah beberapa hal, antara lain :

1. Masalah waktu yang dibutuhkan

2. Masalah memori yang dihabiskan

(28)

Pada algoritma Dijkstra. Dari bagian 2.4, dapat dilihat melihat bahwa prinsip utama algoritma dijkstra adalah mencari semua lintasan dari simpul asal ke suatu simpul tujuan dan kemudian membandingkan setiap lintasan tersebut. Hal ini dapat kami ilustrasikan sebagai berikut, misal kita akan mencari panjang terpendek dari simpul 1 ke simpul 4. Dan lintasan yang tersedia adalah lintasan 1-4, 1-2-3-1-4, 1-3-4.

Maka untuk hal seperti ini pada algoritma dijkstra akan membandingkan ketiga lintasan tersebut. Lintasan yang memiliki jarak terpendek akan dihasilkan sebagai solusi. Dan apabila hal itu kita lakukan unutk semua simpul, maka dapat kita bayangkan berapa banyak proses perbandingan dan penghitungan yang terjadi. Karena hal ini maka otomatis waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dan terlihat jelas bahwa memori yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Dari dua hal tersebut di atas keefektifan dari algoritma dijkstra juga kurang sempurna

Masukan (Input) pilihan rute.

1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal I dengan zona asal j.

2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan datang).

3. Data kapasitas ruas-ruas jaringan tersebut.

4. .Data jaringan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana.

(29)

Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan data input 3 dan4 didapatkan dari pilihan rute.

Keluaran (produk) dari pilihan rute antara lain hasil analisis dari pilihan rute ini akan menghasilkan informasi berharga bagi pihak-pihak tertentu, terutama dinas prasarana jalan, berupa:

1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dan zona tujuan j.

2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok pada persimpangan utama.

3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan bagi pengevaluasian.

4. Data jumlah kilometer kendaran atau jam pengoperasaian masukan bagi pengevaluasian yang ekonomis.

Gambar

Gambar 2.1. Contoh Gambar Pemilihan Rute Alternatif
Tabel 2.1. Pengelompokan mode pemilihan rute  Pengaruh  Unsur  yang  lebih

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhirnya kebencian tersebut memupuk kebencian pada agama mereka juga.Berikut analisis terhadap literatur keislaman berupa buku-buku dalam mengiatkan nilai-nilai antar iman

Tugas Akhir ini menggunakan teori dan perhitungan data yang ada untuk memilih jenis pompa, diameter pipa, tekanan air di dalam pipa dengan menggunakan data di lapangan sehingga

APPNIA; Jakarta 12 April 2017 ___________________________________ phariyadi,staff.ipb.ac.id 8 Purwiyatno Hariyadi phariyadi.staff.ipb.ac.id Standar Deviasi Pembinaan Akan mendorong

Penelitian yang dilakukan adalah dengan mewawancarai Pak Wewen, pemandu situs Museum Palagan Bojongkokosan 1945 Sukabumi, kemudian mempelajari buku “Pertempuran Konvoy

isen-isen. Pembatikan tradisional biasanya dilakukan dengan menggunakan canting tulis atau cap, dan merupakan batik sogan. Warna dasar putih dan dikombinasikan dengan

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Misirlioglu et al pada tahun 2009 yang mendapatkan bahwa perdarahan intrakranial paling banyak terjadi

terhadap kadar air produk menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata terhadap kadar air keripik pepaya pada penggorengan vacuum frying dengan persentase dan